Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015 KAJIAN HUKUM WEWENANG KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI UTARA DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH1 Oleh: Sandra Paula Binambuni2 ABSTRAK Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menggantikan UndangUndang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran yang dinilai tidak lagi sesuai dengan keadaan bangsa, semangat yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 ini adalah penyiaran yang bebas dari intervensi penuh pemerintah pusat dengan dibentuknya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang ada di pusat dan di daerah. Keberadaan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang mengenal kondisi daerah justru hanya bergerak pada bagian pengawasan isi siaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Utara dan bagaimana penerapan desentralisasi berkaitan dengan kewenangan tersebut. Wewenang Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi tidak boleh dibatasi hanya pada pengawasan isi siaran namun juga perizinan. Perlu adanya revisi undang-undang penyiaran yang baru dengan Komisi Penyiaran Indonesia dalam menentukan Izin Penyelenggaraan Penyiaran. Desentralisasi yang membagi kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah perlu diperjelas dalam perubahan undang-undang penyiaran nanti, Izin Penyiaran dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia sedangkan pemerintah pusat sebagai pengawasan penyiaran di tingkat pusat dan untuk proses di daerah sepenuhnya oleh Komisi Penyiaran Daerah Sulawesi Utara dibantu pemerintah daerah untuk pengawasan sesuai dengan semangat desentralisasi. Kata Kunci : Wewenang, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, otonomi
1
Artikel Tesis. Dosen Pembimbing : Prof. Dr. J. Ronald Mawuntu, SH. MH; Dr. Ronny A. Maramis, SH. MH 2 Mahasiswa pada Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi. NIM. 1223208024
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyiaran sebagai salah satu media informasi komunikasi merupakan wahana komunikasi massa dasar yang telah terbukti efektivitasnya Tanpa media komunikasi dasar, manusia tidak mungkin mendistribusikan satu pesan kebanyak penerima secara global.3 Perkembangan regulasi radio pada Tahun 1967 yaitu masa orde baru mengatur broadcaster non-pemerintah dengan memisahkan stasiun-stasiun hobi yang lebih kecil dengan yang lebih mapan. Setahun kemudian, setelah resmi menjadi Presiden, Soeharto memerintah suatu tindakan keras membatasi dan mengatur radio-radio berbasis kampus serta radio-radio mahasiswa lainnya.4 Sementara beberapa waktu status Televisi Republik Indonesia mengambang seiring dengan di likuidasinya Departemen Penerangan.5 Reformasi kemudian terjadi terhadap sistem pemerintahan di tanah air Indonesia pada Tahun 1997 terjadi desakan untuk mengamandemenkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran.6 Pengaturan yang dilakukan dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yaitu adanya Komisi Penyiaran Indonesia yang mempunyai wewenang utama mengendalikan isi (content) penyiaran. Selain itu pengaturan izin siaran yang harus dimiliki oleh setiap lembaga penyiaran yang menyangkut juga penggunaan kanal tertentu (assignment/pemberian hak untuk menggunakan).7 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran menganut sistem penyiaran terpusat di tangan pemerintah, maka Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mengusung semangat anti pemusatan kepemilikan, menjamin hak 3
Muhamad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2007, hlm. 21. 4 Ibid., hlm. 38. 5 Ibid., hlm. 50. 6 Ibid., hlm. 97. 7 Hidajanto Djamal dan Andi Fachruddin, Dasar-Dasar Penyiaran, Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2013, hlm. 243.
5
Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015 informasi publik lebih beragam dan berkualitas, memberikan hak kepada daerah untuk mengelola penyiaran, serta memperkuat Komisi Penyiaran Indonesia sebagai regulator tunggal bidang penyiaran.8 Pembagian ranah penyiaran ini mencerminkan keberagaman kepemilikan (diversity of ownership) dan keberagaman isi siaran (diversity of content). Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Sulawesi Utara telah terbentuk sejak Tahun 2004 dan mengalami 3 (tiga) kali pergantian periode kepemimpinan. Selama Tahun 2004 atau merupakan tahun awal penerapan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran di daerah Nyiur Melambai ini, terjadi banyak perubahan fundamental dari dunia penyiaran di Sulawesi Utara khususnya soal perizinan. Namun adanya kesimpangsiuran wewenang antara pemerintah pusat dan Komisi Penyiaran Indonesia yang berakibat juga terhadap kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah di Provinsi Sulawesi Utara. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana wewenang Komisi Penyiaran Indonesia Provinsi Sulawesi Utara terhadap Penyiaran? 2. Bagaimana Penerapan Desentralisasi terhadap Penyiaran dalam kaitan dengan wewenang Komisi Penyiaran Indonesia Daerah di Sulawesi Utara? METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-
permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.9 Jenis penelitian ini termasuk penelitian hukum yuridis normatif, dengan melakukan penelitian-penelitian hukum secara doktriner yuridis melahirkan argumentasi hukum. Pendekatan yuridis normatif tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan dan putusasan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat, selain itu dengan melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya secara hierarki.10 B. Jenis dan Sumber Data Penelitian hukum didalamnya menggunakan data sekunder yang memiliki kekuatan mengikat ke dalam, dapat dibedakan yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tertier.11
C. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan yaitu melalui Penelitian Kepustakaan. Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dariperaturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, hasil penelitian,12 dan data-data dari internet. Pada tahapan ini peneliti mencari landasan teoritis dari permasalahan penelitiannya sehinga penelitian yang dilakukan bukanlah aktivitas yang bersifat “trial and error.” Tujuan dari studi kepustakaan pada dasarnya adalah menunjukkan jalan pemecahan permasalahan penelitian. Apabila peneliti mengetahui apa yang telah dilakukan oleh peneliti lain, maka peneliti akan lebih siap dengan pengetahuan yang lebih dalam dan lengkap.13
9
8
Item Eko Maryadi, Kolom Terbaru Carut Marut Penyiaran Indonesia, Online (www.kolomlingkarberita.com /2012/01)
6
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm. 38. 10 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm. 105. 11 Ibid. 12 Ibid., hlm. 107. 13 Bambang Sunggono, Op. Cit., hlm. 112.
Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015 D. Analisis Data Analisis data yang dilakukan oleh peneliti, melalui pendekatan kualitatif. Pemilihan terhadap analisis yang dilakukan hendaknya selalu bertumpu pada tipe dan tujuan penelitian serta sifat data yang terkumpul. Pengolahan data dan analisis data pada praktiknya dikerjakan secara bertahap, artinya kegiatan analisis data baru dilakukan apabila pengolahan data telah selesai dikerjakan. Berdasar hal demikian, pembahasan pengolahan data mendahului pembahasan analisis data.14 PEMBAHASAN A. Wewenang Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Utara Komisi Penyiaran Indonesia memiliki kewenangan atau otoritas menyusun dan mengawasi berbagai peraturan penyiaran khususnya isi siaran yang menghubungkan antara lembaga penyiaran, pemerintah dan masyarakat.15 Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Utara terbentuk pada Tahun 2004 terdiri dari 7 (tujuh) orang Komisioner, memulai pekerjaan dengan mengikuti panduan dari Komisi Penyiaran Indonesia Pusat dengan hanya dibantu oleh seorang Sekretaris yang dipilih sendiri oleh komisoner. Melaksanakan amanah undangundang bagi daerah sebesar Sulawesi Utara tentulah tidak mudah. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Utara sebagaimana Komisi Penyiaran Indonesia Pusat juga membagi tugas cakupan kerja dalam 3 (tiga) bidang diantaranya:16 a. Bidang Pengelolaan Struktur Sistem Penyiaran Bidang ini bertugas memimpin, mengkoordinasikan, mengawasi dan mengevaluasi program dan kegiatan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah yang berkaitan dengan Perizinan penyiaran.17 14
Suratman dan H. Philips Dilla, Metode Penelitian Hukum, Bandung, Afabeta, 2013. hlm. 141. 15 Judhariksawan, Loc. Cit., hlm. 10. 16 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/05/2009 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran, hlm.7-8. 17 Ibid.
Berkaitan dengan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Bidang Pengelolaan Struktur Sistem Penyiaran atau biasa disebut Bidang Perizinan,Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Utara kemudian melakukan invetarisasi data radio dan televisi yang ada di wilayah Sulawesi Utara untuk selanjutnya melakukan mandat dari undang-undang dalam proses perizinan. Sulawesi Utara dari laporan pertanggung jawaban Tahun 2008-2011 memiliki 111 (seratus sebelas) lembaga penyiaran. Untuk lembaga penyiaran radio dan televisi yang sudah berproses izin sebanyak 81 (delapan puluh satu) lembaga penyiaran dan yang belum berproses sebanyak 30 (tiga puluh) lembaga penyiaran.18 Tahapan-tahapan proses perizinan tersebut dikawal oleh Komisi Penyiaran Indonesia Pusat dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah untuk selanjutnya menunggu proses pemberian Izin Penyelenggaraan Penyiaran dari Menteri Komunikasi dan Informatika. b. Bidang pengawasan isi Penyiaran Bidang ini bertugas memimpin, mengkoordinasikan, mengawasi dan mengevaluasi program dan kegiatan Komisi Penyiaran Indonesia yang berkaitan dengan Pengawasan isi siaran. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi utara dalam melaksanakan pengawasan isi siaran telah melakukan operasi penertiban terhadap penggunaan Frekuensi Radio dari Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2011. Bidang ini juga melaksanakan kerjasama dengan Komisi Pemilihan Umum dalam hal pemberitaan dan iklan kampanye. c. Bidang kelembagaan Bidang ini bertugas memimpin, mengkoordinasikan, mengawasi dan mengevaluasi program dan kegiatan Komisi Penyiaran Indonesia yang berkaitan dengan Penyusunan, pengelolaan, dan pengembangan lembaga Komisi Penyiaran Indonesia; Penyusunan peraturan; Kerjasama 18
Laporan Pertanggungjawaban Komisi Penyiaran Daerah Sulawesi Utara, 2008-2011, hlm. 19.
7
Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015 dengan pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat, serta pihak-pihak internasional, dan perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang profesional di bidang penyiaran. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Utara melaksanakan tugas terkait kelembagaan ini diantaranya dengan menginventarisasi Lembaga Penyiaran Radio maupun Televisi yang masih atau tidak produktif lagi, berdasarkan jenis penyiarannya, selanjutnya diproses dalam tahapan perizinan . Kegiatan literasi keberbagai daerah pun dilakukan untuk mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran khususnya wewenang Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Utara termasuk tentang peranan masyarakat sebagai pengawas dasar terhadap isi siaran baik melalui radio dan televisi berdasarkan Standar Program Siaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran. B. Penerapan Desentralisasi Terhadap Penyiaran Dalam Kaitan Dengan Wewenang Komisi Penyiaran Indonesia Daerah di Sulawesi Utara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mengusung misi perubahan penyelenggaraan industri penyiaran dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Sentralisasi melanggar prinsip demokratisasi siaran yang coba diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.19 Beberapa faktor yang mengalami perubahan mendasar dalam penerapan desentralisasi berdasarkan pada UndangUndang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, di antaranya: a. Dibentuknya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Pusat dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID). Pembentukan Komisi Penyiaran di Pusat dan Daerah menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran sudah mulai melihat hak daerah untuk mengatur tentang hal-hal yang berkaitan 19
Komisi Penyiaran Indonesia 01, Rianzi Gautama, Pro Kontra Revisi Undang-Undang Penyiaran, Newsletter Januari-April, 2010, hlm.21.
8
dengan daerah masing-masing meskipun dibatasi. b. Sistem Stasiun Jaringan (SSJ). Indonesia dulu mengenal siaran televisi nasional dengan hadirnya televisi-televisi swasta di pusat yaitu Jakarta. Keadaan ini membuat televisi daerah mengalami kesulitan untuk hadir apalagi berkembang karena kekuatan televisi nasional ini dalam sisi permodalan, iklan, program dan teknis membuat televisi lokal kalah bersaing. Dengan hadirnya peraturan tentang Stasiun Jaringan, maka tidak adalagi istilah televisi nasional, karena televisi-televisi yang sudah lebih dulu berkembang itu diharuskan masuk kedaerah-daerah yang dia pilih untuk berjaringan. Hal ini pun membantu perkembangan media penyiaran televisi lokal. c. Pengurusan Perizinan. Izin yang dulu sepenuhnya di proses oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, kini menaruh Komisi Penyiaran Indonesia didalamnya walaupun sangat terbatas dan kenyataan sekarang tetap keputusan izin dikeluarkan oleh Menteri dan bukan Komisi Penyiaran Indonesia. d. Digitalisasi Penyiaran. Masalah yang belum terampung dalam Undang-Undang Nomor 32 tentang Penyiaran yaitu Digitalisasi. Karena peraturan sudah dikeluarkan secara Internasional dan Nasional bahwa Tahun 2017 berakhir masa uji coba peralihan televisi dari analog ke digital di Indonesia, namun sampai sekarang Undang-Undang Penyiaran belum mengatur hal ini. Faktor-faktor diatas ternyata masih belum menegaskan kewenangan dari Komisi Penyiaran Indonesia dengan pemerintah Pusat bahkan pemerintah daerah. Fungsi kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah justru lebih terarah karena dari awal Komisi Penyiaran Pusat sangat mendukung hadirnya Komisi Penyiaran Indonesia Daerah. Hal Tarik menarik justru pada pemerintah pusat yang mengklaim izin adalah kewenangannya sementara pemerintah daerah tidak diberikan kewenangan, hal paling mencolok dalam praktek Komisi Penyiaran Indonesia
Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015 Daerah-lah yang mengurus permohonan izin dari lembaga penyiaran lokal. Penyiaran dapat dilihat merupakan urusan pusat ataukah urusan daerah, ditilik melalui tiga kriteria yang digunakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yakni ekternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi, untuk menentukan jenis urusan beserta level pemerintahan yang di berikan wewenang pengelolaan. PENUTUP A. Kesimpulan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menyerahkan regulasi penyiaran kepada publik Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Utara yang terbentuk Tahun 2004, dalam kinerjanya kewenangan terbatas pada pengawasan isi siaran akhirnya birokrasi menjadi berbelit bahkan kewenangan pemberian sanksi kepada lembaga penyiaran terbatas untuk isi siaran saja dan tidak terhadap pelanggaran izin penyiaran. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran baru kepada pengaturan Stasiun Sistem Jaringan dan belum tegas membagi kewenangan urusan antara Komisi Penyiaran Indonesia Pusat dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah dan Pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. B. Saran Perlu adanya perubahan Undang-Undang Penyiaran dengan mengatur wewenang Komisi Penyiaran Indonesia baik pusat maupun daerah tidak hanya pada Pengawasan isi siaran, namun juga mengeluarkan Izin Penyelenggaraan oleh Ketua Komisi Penyiaran Indonesia. Perlu juga mengatur jelas pembagian kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah juga kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar
kegiatan penyiaran terlebih perizinan berbelit karena melibatkan banyak pihak. DAFTAR PUSTAKA Bambang Sunggono. 2012. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers. Donald Albert Rumokoy dan Frans Maramis. 2014. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Rajawali Pers. Hans Kelsen. 2011. Teori Umum tentang Hukum dan Negara. Bandung: Nusa Media. Hendra Karianga. 2011. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. Bandung: P.T. Alumni. Hidajanto Djamal dan Andi Fachruddin. 2013. Dasar-dasar Penyiaran: Sejarah, organisasi, Operasional, dan Regulasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Judhariksawan. 2010. Hukum Penyiaran. Jakarta: Rajawali Pers. Muhamad Mufid. 2007. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Munir Fuady. 2011. Teori Negara Hukum Modern. Bandung: Refika Aditama. S. H. Sarundajang. 2005. Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah. Jakarta: Kata Hasta Pustaka. Suratman dan Phillips Dillah. 2013. Metode Penelitian Hukum. Bandung: Alfabeta. Zainuddin Ali. 2013. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. --------Newsletter KPI. Edisi 01, Januari - April 2010. --------Newsletter KPI. Edisi 02, Mei - Agustus. 2010. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah. 2011. Laporan Pertanggung jawaban Komisi Penyiaran Daerah Sulawesi Utara Periode 2008-2011. Manado: Sekretariat KPID sulut. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
9
Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/KPI/05/2009 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Badudu dan Zain. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Item Eko Maryadi. 2012. Kolom Terbaru: Carut Marut Penyiaran Indonesia, Online (www.kolom-lingkarberita.com)
10