Edisi XXIII/2015
LAPORAN UTAMA
Mewujudkan Organisasi yang Fokus Terhadap Strategi LAPORAN KHUSUS
Menuju LKPP dengan Opini WTP OPINI
Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Negara Mewujudkan Good Governance Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
1
Editorial
Redaksi
Komitmen dan Konsisten TEKS:
A
da pengalaman menarik ketika melakukan wawancara beberapa pejabat eselon II dalam rangkaian kegiatan survei Strategy Focused Organization (SFO) tahun 2014 lalu. Saat ada pertanyaan tentang apa yang sebaiknya dilakukan Pushaka sebagai pengelola kinerja Kementerian untuk menyempurnakan sistem manajemen kinerja berbasis balanced scorecard (BSC). Jawaban yang diberikan responden pejabat tersebut cukup singkat yaitu “komitmen dan konsisten”. Kedua kata itu bukan istilah yang asing dalam pikiran kita. Sering kita dengar dan ucapkan, bahkan saling berhubungan. Komitmen dibangun agar bisa diimplementasikan secara konsisten. Memang mudah diucapkan, namun pada kenyataannya sulit dilaksanakan. Tantangannya adalah ketika terjadi pergantian pejabat yang punya kebijakan berbeda. Tujuh tahun sudah BSC digunakan untuk mengelola kinerja organisasi dan akhirnya menilai kinerja semua pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan. Meskipun terbilang usia muda, masa selama itu menjadi ujian konsistensi bagi suatu organisasi publik yang sedang melakukan transformasi menuju new public management. Pergantian beberapa menteri tidak melunturkan komitmen awal untuk menjadi percontohan reformasi birokrasi pada level nasional. Perkembangan manajemen strategi dan kinerja dengan pendekatan BSC di Kementerian Keuangan telah memasuki tahap integrasi dengan berbagai sistem yang lain. Mulai dari penyusunan rencana kerja anggaran, rencana kerja tahunan, perjanjian kinerja, pelaporan kinerja, manajemen risiko dan bahkan perencanaan strategis periode 2015-2019. Terlepas dari masih perlu perbaikan pada sasaran strategis dan indikator kinerja utama, upaya ini perlu terus dilaksanakan untuk mencapai organisasi yang berfokus pada strategi. Survei SFO yang telah dilaksanakan selama tiga tahun terakhir juga berperan membuktikan tingkat komitmen pimpinan dan sekaligus konsistensi implementasi BSC pada level unit eselon I. Hasil survei menunjukkan level of attention manajemen pada masing-masing unit eselon I berbeda. Unit eselon I yang sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip SFO baik di kantor pusat maupun kantor vertikal akan mendulang nilai SFO lebih tinggi. Sebaliknya, unit eselon I yang abai dengan prinsip-prinsip manajemen tersebut bisa dipastikan memperoleh nilai minimal. Tahun 2015 sudah hadir di tengah kita. Kementerian Keuangan mesti selalu tampil dan memberikan contoh terbaik penerapan good governance kepada semua stakeholder dan customer. Interaksi yang intensif dengan banyak kementerian/lembaga dan pemda diharapkan dapat menularkan komitmen dan konsistensi dari level kementerian ke level nasional. Bahkan bisa jadi suatu saat di Istana Negara juga berlangsung penandatanganan kontrak kinerja para menteri dan gubernur dengan Presiden dan rapat kabinet yang membahas Peta Strategi Indonesia-Wide. Semoga.
2
Edisi XXIII/2015
Eka Saputra
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
Diterbitkan Oleh: Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Pelindung Menteri Keuangan Pengarah Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Penanggung Jawab Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Redaktur Herry Hernawan, Herry Siswanto, Dianita Suliastuti, Eka Saputra, Rachmad Arijanto, Moch. Asep Kurniawan Penyunting/Editor Agus Dwiatmoko, Susmianti, Misnilawaty Sidabutar, Azharuddin, Eman Adhi Patra, Wardah Adina, Bagus Wijaya, Hening Indreswari Kontributor Tetap Manajer Kinerja Organisasi, Manajer Kinerja Pegawai Desain Grafis & Fotografer Alfan Abrorul Sofyan, Hamonangan Pencetakan dan Distribusi Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Alamat Redaksi: Gedung Djuanda I Lt. 5 Jl Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710 Kotak Pos 21 Telp. 021 3449230 pst 6139 Fax. 021 3517020 Website: www.kemenkeu.go.id Email:
[email protected];
[email protected]
Redaksi menerima tulisan/artikel untuk dimuat dalam buletin ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1,5 maksimal 3 halaman. Tulisan artikel dapat dikirim ke email redaksi. Setiap tulisan yang masuk menjadi milik redaksi. Redaksi berhak mengubah/mengedit setiap tulisan yang dimuat.
Laporan Utama
Mewujudkan Organisasi yang Fokus Terhadap Strategi TEKS:
Hening Indreswari
S
uatu organisasi dikatakan produktif apabila organisasi tersebut sudah berfokus pada strategi, memiliki kinerja tinggi serta dapat mengimplementasikan strateginya dengan baik. Suatu organisasi hendaknya dapat menyeimbangkan proses formulasi strategi dan implementasi atas strategi. Penyelarasan tersebut salah satunya dapat diterapkan dengan konsep Strategy Focused Organization dengan menggunakan metode Balanced Scorecard (BSC) yang dikenalkan oleh Kaplan dan Norton. Robert Kaplan dan David Norton mengenalkan pendekatan SFO sebagai alat untuk membantu pengelola kinerja dalam
melakukan assessment organisasi berdasarkan 27 best practice yang terangkum dalam 5 (lima) prinsip SFO. Berdasarkan lima prinsip inilah dapat dilakukan evaluasi mengenai level implementasi sistem manajemen kinerja berbasis BSC pada suatu organisasi. Survei SFO pada Kementerian Keuangan pertama kali dilaksanakan pada tahun 2012 dan sampai saat ini sudah dilakukan beberapa penyempurnaan metode survei. Pada tahun 2014, Tim Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan mengadopsi metode survei yang digunakan oleh Palladium Group (institusi yang didirikan oleh Robert Kaplan dan David Norton), dimana
pada tahun yang sama melakukan survei SFO untuk lingkup Kemenkeu-Wide dan digunakan sebagai bahan pembahasan dalam BSC Executive Training kepada jajaran pimpinan di Kementerian Keuangan. Metode ini selanjutnya akan digunakan untuk pelaksanaan survei di tahun mendatang, mengingat metode ini sudah mengacu pada best practice. Dari survei SFO yang telah dilakukan, secara umum implementasi prinsip-prinsip SFO pada Kementerian Keuangan sudah baik, khususnya untuk prinsip SFO-1, prinsip SFO-2, prinsip SFO-3, dan prinsip SFO-5. Sedangkan untuk prinsip SFO-4, masih membutuhkan beberapa upaya
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
3
Laporan Utama
perbaikan agar pegawai semakin termotivasi dalam pencapaian strategi organisasi, mengingat pegawai merupakan engine of growth bagi organisasi yang juga menentukan keberhasilan implementasi BSC pada Kementerian Keuangan. Sejalan dengan prinsip SFO-1, pimpinan organisasi memegang peranan yang sangat besar dalam menggerakkan organisasi menuju kondisi yang lebih baik. Implementasi prinsip SFO-1 pada Kementerian Keuangan dapat terlihat dari peran pimpinan yang terlibat aktif dalam pengelolaan kinerja seperti penyusunan peta strategi, IKU dan penetapan target IKU. Pimpinan selalu mendukung kebijakan pimpinan pusat dan mengkomunikasikan perubahan tersebut kepada jajaran di bawahnya melalui rapat atau penetapan kebijakan internal dalam rangka mendukung kebijakan pusat. Komunikasi ini bertujuan agar strategi yang sudah ditetapkan dapat dimengerti oleh seluruh pegawai yang secara bersamasama akan mengeksekusi strategi tersebut. Strategi yang ditetapkan suatu organisasi umumnya bersifat normatif sehingga sulit untuk dimengerti oleh seluruh pegawai. Agar strategi dapat dipahami dengan mudah oleh pegawai, strategi perlu diterjemahkan dalam bentuk deskriptif dan dalam kerangka operasional. Implementasi prinsip SFO-2 pada Kementerian Keuangan ditunjukkan dengan pembentukan BSC yang mengacu pada dokumen perencanaan strategis dan arahan pimpinan. Peta strategi pun disusun secara ringkas, jelas, dan komunikatif agar mudah dipahami oleh pegawai. Proses selanjutnya adalah penyelarasan strategi antarkom-
4
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
Pegawai merupakan engine of growth bagi organisasi yang juga menentukan keberhasilan implementasi BSC pada Kementerian Keuangan.
ponen organisasi sesuai dengan prinsip SFO-3. Pengembangan strategi tidak bisa dipandang sebagai kegiatan mandiri dari satu unit saja, tetapi dibutuhkan sinergi antarseluruh komponen organisasi. Implementasi prinsip ini pada Kementerian Keuangan dapat dilihat dari proses penyelarasan yang dilakukan antarunit eselon I terutama pelaksanaan tugas fungsi yang saling terkait satu sama lain. Selain itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada customer atau pengguna layanan, penyelarasan strategi juga dilakukan melalui pengembangan sistem layanan berbasis TI. Pelaksanaan strategi membutuhkan dukungan dari semua elemen organisasi termasuk pegawai yang berkontribusi untuk pencapaian tujuan organisasi. Hal ini sesuai dengan prinsip SFO-4 dimana perlu adanya motivasi bagi pegawai untuk menjalankan strategi. Implementasi prinsip ini pada Kementerian Keuangan terlihat dari awareness pegawai yang sudah cukup baik terhadap pencapaian strategi organisasi. Pegawai menyadari bahwa pekerjaan yang dilakukan berkontribusi terhadap pencapaian strategi organisasi. Beberapa
hal yang perlu menjadi perhatian ke depan adalah pengembangan sistem penghargaan khususnya terkait dengan penghargaan nonfinansial yang disesuaikan dengan pencapaian kinerja pegawai. Upaya pengembangan kompetensi pegawai pun perlu terus dikembangkan agar ke depannya dapat memenuhi kebutuhan kompetensi seluruh pegawai dalam rangka pencapaian strategi organisasi. Prinsip SFO-5 pada Kementerian Keuangan ditunjukkan dengan adanya proses monitoring kinerja secara teratur. Pelaksanaan monitoring capaian kinerja telah diatur dalam ketentuan pengelolaan kinerja Kementerian Keuangan. Meeting pembahasan strategi antara Menteri Keuangan/Wakil Menteri Keuangan dengan para pimpinan eselon I, serta pembahasan strategi antara pimpinan eselon I dengan para eselon II, juga sudah diagendakan secara rutin setiap triwulan. Tugas dan fungsi terkait pengelolaan kinerja pada Kementerian Keuangan juga sudah menjadi bagian dari tugas dan fungsi suatu jabatan tertentu, sehingga diharapkan implementasi pengelolaan kinerja di seluruh unit dapat optimal. Harapannya, survei SFO ini dapat dilakukan secara berkala setiap tahun dalam rangka evaluasi dan menjadi masukan perbaikan sistem pengelolaan kinerja di Kementerian Keuangan. Hal yang utama adalah implementasi seluruh prinsip-prinsip SFO dapat berjalan secara optimal di Kementerian Keuangan. Semoga Kementerian Keuangan menjadi institusi publik pertama di negeri kita tercinta yang mendapatkan Balanced Scorecard Hall of Fame for Executing Strategy sebagai salah satu achievement dalam implementasi BSC yang diakui dunia.
Laporan Khusus
Menuju LKPP dengan Opini WTP TEKS:
Tim Buletin Kinerja, Diolah dari berbagai sumber
B
adan Pemeriksa Keuangan RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2013. Laporan hasil pemeriksaan atas LKPP tersebut diserahkan oleh Ketua BPK RI, Rizal Djalil, kepada Wakil Ketua DPR RI, Mohamad Sohibul Iman, pada tanggal 10 Juni 2014. Pencapaian opini LKPP dan faktor yang mempengaruhi Pemerintah Pusat wajib menyusun LKPP sesuai amanat UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. LKPP merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan dana APBN yang disampaikan kepada DPR dalam bentuk RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN. LKPP merupakan konsolidasi dari Laporan Keuangan Bendahara Umum
Negara (LKBUN) dan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL). Dalam perkembangannya, LKPP mendapat opini WDP sejak tahun 2009 hingga tahun 2013. Tahun-tahun sebelumnya yaitu sejak tahun 2004 hingga 2008, LKPP selalu mendapat opini opini TMT (Tidak Memberikan Pendapat) atau disclaimer. Berdasarkan UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) menyusun LKBUN sebagai bentuk pertanggungjawaban atas dana APBN yang dikelolanya, baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran negara. LKBUN tahun 2013 mendapatkan opini WDP. LKKL merupakan bentuk pertanggungjawaban Menteri/ Pimpinan Lembaga atas anggaran yang dikelolanya. Kualitas LKKL terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari 7 LKKL yang memper-
oleh opini WTP pada tahun 2006, meningkat menjadi 65 LKKL yang memperoleh opini WTP pada tahun 2013. Masih terdapat dua hal yang menyebabkan belum dapat diraihnya opini WTP atas LKPP dan LKBUN. Sebab pertama adalah adanya permasalahan pencatatan piutang di LKPP yang membutuhkan kepastian dimana adanya hak pemerintah yang perlu diatur melalui penetapan peraturan perundang-undangan. Sebab kedua, adanya permasalah pencatatan Saldo Anggaran Lebih (SAL), dimana saldo fisik dana SAL dilaporkan lebih besar dari nilai catatan SAL. Strategi mencapai WTP Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menargetkan meraih opini WTP atas LKPP dan LKBUN. Beberapa strategi telah ditetapkan untuk mencapai tersebut. Strategi utama adalah peningkatan komitmen Menteri/Pimpinan Lembaga untuk menyajikan LKKL yang lebih berkualitas melalui pelaksanaan Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan setiap tahun. Selain itu, Pemerintah terus melakukan perbaikan-perbaikan sistem pengelolaan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan di seluruh Kementerian/Lembaga. Langkah selanjutnya adalah dengan melibatkan Satuan Pemeriksa Inter-
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
5
Laporan Khusus
nal pemerintah (SPIP) K/L dalam seluruh tahapan pengelolaan keuangan pada K/L masing-masing. Langkah terakhir adalah melaksanakan pembinaan secara terus menerus kepada K/L sehingga pengelolaan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel dapat tercapai. Penerapan akuntansi pemerintah berbasis akrual Sejak tahun 2004, akuntansi Pemerintah Pusat menggunakan basis kas menuju akrual. Sedangkan berdasarkan amanat UU No. 17 tahun 2003 dan UU No. 1 tahun 2004, Pemerintah Pusat akan menerapkan akuntansi berbasis akrual. Untuk penerapan basis akrual tersebut, disusunlah Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Perubahan basis kas menuju akrual menjadi akrual akan membawa dampak terhadap penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah. Beberapa upaya yang akan dilakukan oleh Kementerian Keuangan adalah: 1. Meningkatkan komitmen Menteri/Pimpinan Lembaga dalam menyukseskan implementasi akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015. Kegiatan yang dilakukan antara lain (a) High Level Meeting antara Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Ketua BPK dan Ketua Komite Kerja KSAP; (b) Deklarasi Implementasi Penyusunan Laporan Keuangan Berbasis Akrual oleh seluruh Menteri dan Pimpinan Lembaga, Gubernur dan Bupati/Walikota; (c) Berkomunikasi dengan jajaran pimpinan di lingkungan Kementerian/ Negara untuk memper-
6
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
2.
3.
4.
5.
6.
siapkan implementasi Pelaporan Keuangan Berbasis Akrual pada tahun 2015. Melaksanakan sosialisasi tentang persiapan implementasi akuntansi berbasis akrual kepada seluruh stakeholder untuk meningkatkan komitmen pimpinan terkait kebutuhan penyusunan laporan keuangan basis akrual di tahun 2015. Sosialisasi dilaksanakan mulai dari tingkat Pimpinan K/L sampai dengan Pimpinan Unit Eselon I/II di bawahnya untuk memberikan pemahaman secara komprehensif terkait urgensi pemerintah dalam pengimplementasian pelaporan keuangan basis akrual di tahun 2015 Mempersiapkan ketentuan teknis yang dibutuhkan dalam rangka penerapan akuntansi berbasis akrual berupa peraturan Menteri Keuangan dan keputusan Menteri Keuangan, termasuk juga peraturan turunannya. Pembangunan sistem aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana pendukung penerapan akuntansi berbasis akrual, khususnya untuk memudahkan para penyusun laporan keuangan dalam rangka menjamin akurasi dan keandalan data dalam laporan keuangan. Penyiapan SDM/Capacity Building, baik yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan maupun oleh beberapa K/L. Pemerintah telah melakukan uji coba pelaksanaan akuntansi basis akrual untuk memastikan implementasi akrual di tahun 2015 berjalan dengan baik antara lain pada Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Kementerian
Dalam Negeri, Majelis Permusyawaratan Rakyat, BPKP, dan Kementerian Pekerjaan Umum Dukungan para stakeholder dalam penerapan sistem akuntansi berbasis akrual K/L secara aktif mendukung penyelenggaraan akuntansi berbasis akrual dan berkomitmen untuk menyukseskannya pada pelaporan keuangan tahun 2015 mendatang. Dukungan ini ditunjukkan melalui antusiasme K/L dalam simulasi penyusunan laporan keuangan berbasis akrual dan kesediaan dalam menyelenggarakan berbagai sosialisasi maupun pelatihan kepada para pihak terkait di K/L masing-masing. Harapan atas akuntabilitas pengelolaan keuangan negara Kementerian Keuangan sebagai pengelola fiskal dan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN) berharap di tahun-tahun mendatang pengelolaan keuangan negara dapat meningkat kualitasnya dan menjadi lebih transparan serta akuntabel. Peningkatan kualitas tersebut antara lain dapat dilihat dari meningkatnya kualitas opini LKKL, LKBUN dan LKPP. Di samping itu, diharapkan pula penerapan Sistem Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual dapat memberikan dampak positif bagi transparansi dan akuntabilitas keuangan negara sebagai bentuk pertanggungjawaban negara atas uang yang dikelolanya. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas tersebut diharapkan juga dapat semakin mengefektifkan program-program pemerintah sehingga APBN benar-benar semakin dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Profil
Pengelola Kinerja: Inisiator, Fasilitator, dan Katalisator TEKS:
Agus Dwiatmoko, Eka Saputra
L
ahir di Klaten 45 tahun yang lalu, pegawai DJBC yang bernama Mudji Rahardjo telah mengabdikan diri lebih dari separuh hidupnya sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pada tahun 2014, beliau dilantik sebagai Kepala Bidang Evaluasi Kinerja–PUSKI yang sekaligus menjabat sebagai Manajer Kinerja Organisasi DJBC. Sebelum duduk pada jabatan saat ini, bapak dari dua anak ini banyak bertugas di bidang pengawasan. Mulai dari Pelaksana di bidang Pemberantasan Penyelundupan, dilanjutkan sebagai Auditor sampai Pengawas Mutu Audit (PMA) selama 16 tahun serta Kabid KIA (Kepatuhan
Internal dan Audit) dan akhirnya menduduki jabatan yang saat ini. Berprinsip pada pepatah jawa “Sing sapa Rumangsa Pinter Dhewe Sejatine Dheweke Bod-
Berprinsip pada pepatah jawa “Sing sapa Rumangsa Pinter Dhewe Sejatine Dheweke Bodho Dhewe” mendorong beliau untuk terus belajar.
ho Dhewe” yang artinya “Barang siapa merasa paling pandai, sesungguhnya adalah orang yang paling bodoh” mendorong beliau untuk terus belajar. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil baginya memberi kepuasan tersendiri bila yang dilayani puas dengan hasil layanan yang diberikan. Berbekal kemampuan komunikasi dan koordinasi, walaupun baru ditetapkan sebagai manajer kinerja DJBC kurang lebih selama 5 bulan, Bapak yang memiliki segudang prestasi ini telah sangat memahami tugas-tugas yang diembannya dengan sangat baik. Berbagai permasalahan terkait implementasi pengelolaan kinerja di lingkungan DJBC telah disele-
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
7
Profil
saikannya. Untuk mendukung implementasi pengelolaan kinerja, menurut beliau PUSKI sebagai pengelola kinerja harus berfungsi sebagai fasilitator, inisiator bahkan katalisator dalam penyelesaian permasalahan di DJBC. Salah satu tantangan yang dihadapinya adalah sebagian pegawai beranggapan bahwa kontrak kinerja hanya menambah beban administrasi saja, padahal masih banyak pekerjaan yang lebih penting yang harus dikerjakan. Untuk meningkatkan perhatian pegawai, Kepala Bidang Evaluasi Kinerja ini bersama tim melakukan beberapa roadshow kinerja ke pelosok kantor DJBC. Kantor-kantor yang berada pada wilayah tersebut memiliki tantangan organisasi yang sangat besar sehingga membutuhkan pegawai yang kompeten dan berdedikasi tinggi. Salah satu tips yang dilakukan untuk meningkatkan perhatian pegawai terhadap implementasi pengelolaan kinerja adalah membandingkan pegawai dan anak sekolah. Anak sekolah diukur prestasinya dengan adanya raport yang dibagikan secara triwulanan atau semesteran. Anak sekolah juga baru dapat naik kelas atau lulus jika memenuhi prestasi dengan standar tertentu. Hal tersebut jika dianalogikan bagi pegawai, tentunya jika ingin mendapatkan reward maka kinerja setiap pegawai harus berprestasi yang ditunjukan dengan raport yang dikenal dengan laporan capaian kinerja pegawai. Laporan kinerja pegawai inilah yang membedakan kinerja antar satu pegawai dengan pegawai yang lain. Selain reward, dalam hal urusan kepangkatan atau promosi tentunya selain kompetensi, kinerja akan menjadi pertimbangan juga. Di sinilah pentingnya pengukuran kinerja bagi pegawai,
8
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
karena sebagus apapun prestasi pegawai jika tidak terdapat laporan pengukuran kinerja maka sistem pemberian reward tidak memiliki dasar acuan yang tepat. Fungsi fasilitator PUSKI juga terlihat dari kegiatan pendampingan/asistensi yang dilakukan oleh Tim PUSKI dengan melibatkan beberapa pegawai di seluruh Indonesia yang mempunyai pengalaman khusus dalam meningkatkan kinerja beberapa unit vertikal di daerah. Selain melakukan asistensi, PUSKI sebagai Pengelola Kinerja Organisasi secara rutin juga melaksanakan kegiatan evaluasi penge-
Baginya keluarga adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan, namun kewajiban terhadap tugas dan pekerjaan harus pula diutamakan.
lolaan kinerja pada level Kemenkeu-Two sebagai Quality Assurance untuk meningkatkan dan memastikan kualitas implementasi pengelolaan kinerja unit eselon II. Evaluasi pengelolaan kinerja dibagi atas 2 pokok kegiatan yaitu Reviu dan Validasi. Reviu adalah evaluasi terhadap perencanaan dan penyusunan kontrak kinerja milik pegawai, menyeluruh dan berjenjang terhadap pegawai pemimpin unit pemilik peta strategi dan bukan pemilik peta strategi. Point Reviu meliputi Renstra, Dokumen Kontrak Kinerja, Manual IKU, Penyusu-
nan Kontrak Kinerja dan Manual IKU. Sedangkan Validasi ini adalah evaluasi terhadap kebenaran pelaporan capaian IKU dari Pegawai. Point validasi meliputi data pendukung capaian, evaluasi capaian kinerja, dan pelaporan kinerja. Kegiatan reviu dan validasi dilakukan secara berjenjang dan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467 tahun 2014 tentang Pengelolaan Kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan terkait tugas dan wewenang pengelola kinerja. Untuk memperkuat kegiatan dan pedoman pelaksanaan evaluasi pengelolaan IKU maka ditetapkan Kep Dirjen BC Nomor: Kep 154/ BC/2014. Sebagai inisiator, PUSKI melakukan terobosan-terobosan seperti menetapkan Surat Edaran Dirjen Bea dan Cukai Pelaksanaan Apel dan Rapat Capaian Kinerja, merumuskan petunjuk teknis maupun pedoman pelaksanaan Pengelolaan Kinerja Organisasi di lingkungan DJBC, memberikan asistensi kepada unit vertikal dalam rangka peningkatan pemahaman terkait dengan Balanced Scorecard, melaksanakan evaluasi dan Quality Assurance pengelolaan kinerja I dan memperluas wawasan terkait dengan pengelolaan kinerja. Di samping itu PUSKI juga melakukan refinement Kemenkeu-Two setiap penyusunan Kontrak Kinerja di awal tahun. Dan untuk fungsi sebagai katalisator, Tim PUSKI mendorong dan terlibat langsung dalam pencapaian IKU Manajemen Risiko pada UPR terkait, walaupun pengelolaan manajemen risiko merupakan tusi pada unit lain. Dengan terlibatnya Tim PUSKI dalam pengelolaan manajemen risiko yang dihubungkan dengan pengelolaan kinerja pada UPR terkait pada akhirnya UPR tersebut indeks
Profil
FOTO: Dok. Pribadi
implementasi manajemen risiko dapat meningkat signifikan. Sebagai Manajer Kinerja, beliau mengharapkan kedepannya pengelolaan kinerja dapat membawa perubahan budaya kerja pegawai sehingga dapat merubah paradigma lama. Sehingga dengan tools BSC ini dapat memberikan apresiasi kepada pegawai melalui pemetaan pegawai, yang pada akhirnya berdampak pada pengembangan pegawai, pemberian reward and punishment, promosi dan mutasi. Untuk mendukung pencapaian IKU, perlu adanya sinkronisasi antara penetapan IKU dengan penganggaran, dengan demikian setiap kegiatan dalam rangka pencapaian IKU dapat didukung dengan anggaran yang tepat, sehingga pada akhirnya dapat terwujud sistem Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) yang optimal. Dan untuk efisiensi
evaluasi pengelolaan kinerja, diharapkan dapat didukung sistem aplikasi manajemen kinerja yang handal sehingga dapat mengurangi beban administrasi dan pengelola kinerja mempunyai waktu lebih untuk menyelesaikan permasalahan terkait implementasi pengelolaan kinerja. Kesibukan sebagai Manajer Kinerja berdampak pada waktu bertemu keluarga menjadi berkurang. Baginya keluarga adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan, namun kewajiban terhadap tugas dan pekerjaan harus pula diutamakan, karena sangat disadari bahwa dengan bekerja dapat menghidupi keluarga. Ukurannya bukan seringnya bertemu dengan keluarga, tetapi kualitas pertemuan dengan keluarga itu jauh lebih penting. Keluarga juga memahami dan mengerti betul sifat, karakteristik, serta kesibukan beliau dan selalu mendoakan
agar selalu dimampukan dalam menangani pekerjaan. Kesibukannya sebagai manajer kinerja tentunya memberikan tekanan tersendiri, untuk itu disela-sela kesibukannya, Bapak Mudji memiliki hobby nonton film dan bermain bilyard. Hobby tersebut dilaksanakan tidak hanya sekedar untuk mengisi waktu luang namun juga untuk relaksasi ketegangan pikiran, melatih fokus perasaan, tekanan dan emosi, dalam mencapai suatu tujuan. Dedikasi dan pengabdian yang telah diberikan oleh Mudji Rahardjo sebagai Pegawai DJBC terbukti dengan ditetapkannya beliau sebagai Pegawai DJBC yang Berprestasi Luar Biasa sesuai Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 11/BC/2005 tanggal 24 Januari 2005 dan masuk dalam Program Talent Poll Kementerian Keuangan tahun 2013.
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
9
Opini
Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Negara Mewujudkan Good Governance TEKS: Mauritz Cristianus Raharjo Meta, Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Ditjen Perbendaharaan
R
eformasi di bidang keuangan Negara yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, membawa implikasi yang sangat signifikan bagi pengelolaan keuangan Negara. Salah satunya adalah kewajiban Pemerintah untuk membuat Laporan Keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dalam rangka mewujudkan good governance. Terkait hal tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai pengelola fiskal Pemerintah Pusat telah membuat Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) sejak tahun 2005 (untuk tahun anggaran 2004). LKPP juga telah diaudit dan diberikan Opini oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Namun demikian, tidak hanya cukup pada tahapan tersebut, tantangan ke depan adalah bagaimana memenuhi ekspektasi stakeholder dan meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai
10
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
bagian dari perwujudan good governance. Peran Laporan Keuangan Pemerintah bagi akuntabilitas pengelolaan keuangan negara Sesuai amanat Undang-Undang, laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh Pemerintah selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Selain itu, Kemenkeu juga menggunakan pelaporan keuangan sebagai alat untuk akuntabilitas, manajemen, transparansi, dan keseimbangan antar generasi (intergenerational equity) dari pengelolaan fiskal pemerintah. Informasi dalam laporan keuangan diharapkan bermanfaat bagi para pengguna dan seluruh stakeholder termasuk masyarakat dalam
membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik. Ekspektasi stakeholder di masa depan Terdapat beberapa ekspektasi penting dari stakeholder yang harus diwujudkan oleh Kemenkeu yaitu: 1. Mencapai kualitas dan opini terbaik bagi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Kualitas LKPP yang dicerminkan melalui Opini Audit dari Badan Pemeriksa Keuangan menjadi indikator penting bagi akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Untuk LKPP Tahun 2004 s.d 2008 mendapat Opini Tidak Menyatakan Pendapat/Disclaimer, dan pada LKPP Tahun 2009 s.d 2013 mendapat Opini Wajar Dengan Pengecualian. Hal ini menjadi perhatian utama Pimpinan Kemenkeu, yang terus berupaya untuk mencapai target opini WTP atas LKPP. 2. Laporan Keuangan menggunakan akutansi berbasis akrual. Selain amanat Undang-Undang, penerapan akuntansi berbasis akrual juga telah dinantikan oleh seluruh stakeholder untuk segera diterapkan oleh Pemerintah. Melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Ditjen Perbendaharaan), Kemenkeu telah berkomitmen untuk menerapkannya di tahun 2015. Upaya yang telah dilaksanakan antara lain penyiapan regulasi, penguatan komitmen, penyiapan teknologi informasi dan penyiapan SDM. Melalui pelaporan berbasis akrual, maka selain sesuai
Opini
dengan international best practices, diharapkan pengguna dapat mengidentifikasi posisi keuangan pemerintah dan perubahannya, bagaimana pemerintah mendanai kegiatannya sesuai dengan kemampuan pendanaannya sehingga dapat diukur kapasitas pemerintah yang sebenarnya yang tercermin dalam laporan operasional. 3. Menerapkan Statistik Keuangan Pemerintah (government finance statistics). Sesuai dengan amanah UU Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanan APBN Tahun Anggaran 2013, Pemerintah diminta agar melanjutkan langkah-langkah penerapan Statistik Keuangan Pemerintah sehingga dapat menyajikan konsolidasi fiskal dan statistik keuangan pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan analisis kebijakan dan kondisi fiskal, serta analisis perbandingan antar negara. 4. Memenuhi hak dan kebutuhan pemakai laporan keuangan. Muindro Renyowijyo (2010) menyatakan bahwa Laporan Keuangan pemerintah disediakan untuk memenuhi informasi bagi berbagai kelompok pemakai. Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Di sisi lain, Pemerintah terus mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, LKPP disajikan semakin kom-
prehensif dari tahun ke tahun, melalui publikasi, komunikasi dan diskusi yang lebih menyeluruh dengan seluruh stakeholder. Meningkatkan Partisipasi Masyarakat untuk Mewujudkan Good Governance Menurut UNDP, partisipasi masyarakat merupakan salah satu pilar penting dari upaya mewujudkan good governance. Partisipasi masyarakat diharapkan akan melahirkan mekanisme check and balance secara alamiah. Masyarakat dan stakeholder lainnya dapat memberikan masukan yang konstruktif bagi pemerintah dalam meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana membangun partisipasi masyarakat tersebut, dan apa yang dapat dilakukan oleh Kemenkeu untuk menjembataninya. Beberapa hal yang perlu dilakukan Kemenkeu diantaranya sebagai berikut: 1. Membangun komitmen bersama di internal Kemenkeu maupun dengan stakeholder terkait secara berkelanjutan. Misalnya melalui rapat kerja nasional akuntansi yang telah dilaksanakan oleh Ditjen Perbendaharaan secara rutin, untuk membangun komitmen mulai high level sampai ke operational level; 2. Menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang responsif terhadap upaya-upaya peningkatan partisipasi masyarakat. Hal ini diwujudkan melalui peningkatan kualitas SDM dengan cara melakukan penajaman pengembangan SDM yang responsif untuk menerjemahkan pencapaian akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara kepada seluruh stakeholder. Diharapkan hal ini akan mempermudah Kemenkeu dalam menjawab isu maupun fenomena yang terjadi terkait dengan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara; 3. Menyiapkan strategi komunikasi yang dapat mendorong partisipasi yang konstruktif dari masyarakat. Mengutip pernyataan Harold D. Lasswell “who says what in which channel to whom with what effect” dalam buku Kompilasi Penelitian Komunikasi Kemenkeu (2013), mengandung makna efek apa yang diinginkan dari sebuah komunikasi dengan mempertimbangkan cara dan waktu komunikasi. Sinergi antara Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat Jenderal dan Ditjen Perbendaharaan menjadi strategi komunikasi yang efektif untuk mendorong partisipasi masyarakat. Publikasi LKPP yang selama ini sudah dilakukan melalui berbagai media massa baik cetak maupun elektronik perlu lebih inovatif lagi agar dapat menyentuh segmen masyarakat tertentu seperti dunia kampus dan professional akuntansi. Misalnya melalui kegiatan treasury goes to campus yang dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan dan diharapkan menjadi sarana efektif untuk menggalang partisipasi dunia akademis. Melalui kegiatan ini diharapkan terwujud partisipasi konstruktif bagi pengembangan akuntabilitas keuangan negara. Hal ini menjadi efektif apabila LKPP dapat ditransformasikan dalam bentuk publikasi yang menarik dan pada waktu yang tepat. Melalui pemenuhan ekspektasi stakeholder dan pening-
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
11
Klinik Kinerja
katan partisipasi masyarakat diharapkan dapat mendukung upaya Kemenkeu untuk mewujudkan masyarakat madani yang
berperan aktif dalam peningkatan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara guna mencapai good governance yang paripurna.
*Tulisan/artikel ini tidak mewakili institusi tempat penulis bekerja.
Klinik Kinerja
Frequently Asked Questions Sehubungan dengan perubahan peraturan dari KMK Nomor 454/KMK.01/2011 menjadi KMK Nomor 467/KMK.01/2014, bagaimana penghitungan NKO dan CKP tahunan untuk periode kontrak kinerja tahun 2014? 1. Penghitungan NKO Tahun 2014 a. NKO tahunan dihitung berdasarkan target dan realisasi IKU pada akhir tahun berjalan mengacu pada tata cara penghitungan KMK 467/KMK.01/2014 b. IKU dengan kombinasi activity-high yang sudah ditetapkan pada periode kontrak kinerja tahun 2014 tetap dapat diperhitungkan sebagai NKO sampai dengan akhir periode 2014 dan diberikan bobot 9%. 2. Penghitungan CKP tahunan pegawai: a. CKP tahunan dihitung berdasarkan KMK 467/ KMK.01/2014: 1) Pegawai tidak mutasi/ promosi sepanjang tahun 2014; atau 2) Pegawai mengalami mutasi/promosi dan mulai bekerja di kantor yang baru sejak tanggal 2 Oktober 2014.
12
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
CATATAN: Contoh kasus dapat dilihat pada Surat Edaran Menteri Keuangan nomor 47/ MK.1/2014 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Kinerja Tahun 2014 dan Penyusunan Kontrak Kinerja Mulai Tahun 2015 di Lingkungan Kementerian Keuangan.
b. Penghitungan CKP tahunan menggunakan KMK 454/KMK.01/2011 dan KMK 467/KMK.01/2014 bila pegawai mengalami mutasi/promosi dan mulai berkerja di kantor yang baru sebelum 2 Oktober 2014.
CATATAN: Formula penghitungan CKP tahunan untuk kasus ini dapat dilihat pada Surat Edaran Menteri Keuangan nomor 47/ MK.1/2014.
Bagaimana dengan penghitungan CKP Pegawai Tugas Belajar bagi pegawai yang: Universitas tidak mengeluarkan nilai akademis secara kumulatif. Universitas hanya mengeluarkan syarat lulus per mata ajar? Penghitungan CKP bagi pegawai tugas belajar yang universitasnya mengeluarkan
TEKS:
Eman Adhi Patra
syarat kelulusan per mata ajar adalah dengan menghitung rata-rata nilai syarat lulus seluruh mata ajar. Universitas tidak mengeluarkan IPK sama sekali, melainkan hanya kelulusan di akhir periode saja? Nilai CKP bagi pegawai tugas belajar yang hanya mengeluarkan kelulusan di akhir periode adalah 90 apabila pegawai tersebut dinyatakan lulus. Apa saja perbedaan antara CKP dan SKP? Perbedaan antara CKP dan SKP antara lain: 1. CKP digunakan untuk kepentingan internal kemenkeu sedangkan SKP digunakan sebagai salah satu syarat kenaikan pangkat dari BKN; 2. CKP menggunakan penghitungan IKU berdasarkan KMK 467/2014 dengan memperhitungkan bobot kualitas IKU. Sedangkan SKP tidak memperhitungkan bobot kualitas namun menggunakan penghitungan 4 aspek target IKU (kuantitas, kualitas, waktu dan biaya) ditambah dengan nilai kreativitas dan nilai tugas tambahan berdasarkan PP 46/2011.
Potret
KPTIK-BMN Surabaya: Tetap Optimal dengan Sumber Daya Terbatas
G
edung Keuangan Negara (GKN) Surabaya I tampak ramai oleh kedatangan para pengelola kinerja dari seluruh perwakilan kantor vertikal di Jawa Timur, mengingat saat itu sedang berlangsung kegiatan Internalisasi Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Salah satu pendukung kesuksesan acara tersebut adalah support yang diberikan oleh rekan-rekan pe- ngelola GKN. Tentunya banyak hal yang dilakukan oleh rekanrekan pengelola GKN selain menjadi event organizer kegiatan-kegiatan Kementerian Keuangan. Hal ini yang mendorong keinginan penulis untuk mengenal lebih dalam kegiatan dan fungsi Kantor Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Barang Milik Ne-
gara (KPTIK-BMN) Surabaya dari berbagai aspek. Berikut liputan dan hasil wawancara dengan Rusbandi Rustam, Kepala KPTIK-BMN Surabaya beserta stafnya Kukuh Prabowo dan Rizka Aryanda. Tugas, Fungsi, dan Wilayah Kerja Sesuai dengan PMK nomor 53/PMK.01/2011, KPTIK-BMN adalah Unit Pelaksana Teknis yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan (Pusintek). Tugas dan fungsi yang dilaksanakan KPTIK-BMN pada GKN Surabaya adalah mengelola gedung keuangan negara, mengelola teknologi informasi dan komunikasi, melakukan inventarisasi, penilaian, dan pember-
GKN Surabaya (kiri) dan GKN Surabaya I (kanan).
FOTO:
TEKS: Hamonangan, Eka Saputra
dayaan barang milik negara, serta melaksanakan urusan tata usaha, keuangan, kepegawaian dan penyusunan rencana kerja dan laporan akuntabilitas kinerja. KPTIK-BMN juga mempunyai tugas dan fungsi lainnya sesuai dengan KMK nomor 418/ KMK.01/2012, yaitu bertindak sebagai Sekretariat Perwakilan Kementerian Keuangan untuk wilayah Provinsi Jawa Timur, dengan tugas dan fungsi antara lain sebagai unit pendukung Perwakilan Kementerian Keuangan dalam melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas Kementerian Keuangan di wilayah Propinsi Jawa Timur, melaksanakan urusan protokoler dan penghubung antar unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan, menyiapkan bahan koordinasi dan
Hamonangan
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
13
Potret
pelaksanaan komunikasi publik, pendampingan pejabat/pegawai Kementerian Keuangan, serta mengkoordinasikan urusan kesekretariatan lainnya yang menjadi tugas dan fungsi Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Wilayah kerja KPTIK-BMN Surabaya meliputi GKN Surabaya I dan II, serta GKN Balikpapan. KPTIK-BMN Surabaya melayani 12 satker dari berbagai unit di Kementerian Keuangan yang berlokasi di GKN meliputi seluruh aspek terkait pengelolaan teknologi informasi, komunikasi dan barang milik negara, mulai dari pemeliharaan, pengadaan, inventarisasi, penilaian, dan pemberdayaan barang milik negara hingga bertindak sebagai sekretariat perwakilan kementerian keuangan di provinsi Jawa Timur. Tantangan, Kinerja, dan Harapan KPTIK-BMN Surabaya didukung oleh total 16 orang pejabat/pegawai, dimana terdapat 3 orang kepala seksi dan 12 orang pelaksana. Jumlah SDM tersebut dirasakan masih sangat kurang mengingat wilayah kerja yang luas dan tanggung jawab yang besar. Selain faktor SDM yang minim, terdapat beberapa tantangan lainnya yang memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kinerja KPTIK-BMN Surabaya, terutama terkait layanan kerumahtanggaan dan layanan keprotokolan. Khusus untuk tahun 2014, upaya pencapaian target kinerja menjadi makin berat seiring dengan adanya pemotongan anggaran Kementerian Keuangan. Tantangan terkait layanan kerumahtanggaan menjadi lebih berat disebabkan tingginya permintaan para satker yang harus dilayani oleh KPTIK-BMN Suraba-
14
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
Meskipun dihadapkan pada kondisi minimnya jumlah SDM dan kendala lainnya, seluruh pegawai KPTIK-BMN Surabaya selalu berupaya memberikan maximum performance dalam pelaksanaan tugas dan pencapaian target kinerja.
ya, mengingat kondisi fisik gedung yang sudah tua (GKN Surabaya I berdiri sejak tahun 1963 dan GKN Surabaya II berdiri sejak tahun 1996) sehingga memerlukan waktu dan biaya pemeliharaan yang cukup besar. Sedangkan dalam hal keprotokolan menjadi tantangan khusus lainnya disebabkan volume kunjungan pejabat Kementerian Keuangan ke Provinsi Jawa Timur yang cukup tinggi. “Rata-rata ada 1,5 kunjungan dalam seminggu di tahun 2014 yang harus dilayani” demikian ujar Bapak Kukuh Prabowo, Kasubag TU KPTIK-BMN Surabaya, yang salah satu tugasnya menangani urusan protokoler. Meskipun dihadapkan pada kondisi minimnya jumlah SDM dan kendala lainnya, seluruh pegawai KPTIK-BMN Surabaya selalu berupaya memberikan maximum performance dalam pelaksanaan tugas dan pencapaian target kinerja, hal ini terlihat dari sinergi seluruh pegawai, baik
pejabat maupun pelaksana, yang terkadang harus bergantian jobdesc untuk mensiasati berbagai kendala yang ada. Upaya yang di lakukan antara lain mengutamakan pekerjaan yang urgent (skala prioritas), dengan cara memberikan pemahaman kepada Satker mengingat terbatasnya anggaran, selain itu juga melakukan pendekatan berupa rapat rutin triwulanan kepada para satker pengguna layanan. Sebagai unit pelaksana teknis yang baru dibentuk tahun 2011, KPTIK-BMN Surabaya terus berupaya memperbaiki diri, mulai dari cascading dan alignment Indikator Kinerja Utama (IKU) yang baik, Standar Operasional Prosedur (SOP) yang lengkap dan up-to-date, serta penyelarasan organisasi dengan strategi terutama dari sisi stakeholders dan partner eksternal Kemenkeu. Adapun perbaikan yang dirasa perlu segera dilakukan antara lain penambahan jumlah SDM dan peningkatan kompetensi, penajaman fungsi dari KPTIK-BMN Surabaya seperti di amanatkan dalam PMK nomor 53/PMK.01/2011 dan KMK nomor 418/KMK.01/2012, serta pembuatan pedoman/guidelines standarisasi layanan/pengelolaan Gedung Keuangan Negara. Proses peningkatan dan pembenahan yang dilakukan oleh KPTIK-BMN Surabaya harus terus dilakukan sehingga dapat memberikan kinerja prestasi yang lebih baik dari sekarang dengan sumber daya yang ada. Dukungan dan pelayanan terbaik kepada satker selalu menjadi perhatian dan ukuran kinerja keberhasilan organisasi. Sinergi dengan berbagai pihak baik internal Kemenkeu maupun dengan pihak luar harus selalu ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Ragam Kinerja
Peran Unit Pendukung Dalam Manajemen Kinerja TEKS:
Rahmadi Murwanto, Kabag OTL BPPK
M
anajemen kinerja selalu melibatkan dua pihak: atasan dan bawahan. Atasan yang bertanggung jawab menilai kinerja bawahan atas pencapaian standar/ target tertentu dan bawahan yang berupaya untuk mencapai standar/ target kinerja yang ditetapkan. Apabila ada pihak ketiga yang terlibat sebagai unit pendukung (supporting), apakah peranan mereka? Teori keagenan (agency theory) dapat memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Persoalan keagenan yang muncul dalam hubungan atasan-bawahan sangat terkait dengan manajemen kinerja. Mereka dapat mempunyai kepentingan/tujuan yang berbeda atau pertentangan tujuan. Pertentangan-pertentangan ini dapat memunculkan tindakan-tindakan yang tidak selaras yang dapat memengaruhi kinerja. Persoalan keagenan muncul ketika persoalan asimetri informasi terjadi, yaitu ketika atasan hanya memiliki informasi yang terbatas dalam hal tingkat upaya dan perilaku bawahan serta motivasi-motivasi yang mendasari tingkat upaya dan perilaku tersebut. Pada organisasi sektor publik, persoalan asimetri informasi ini menjadi semakin berat karena para atasan memiliki keterbatasan dalam hal kompetensi dan/atau sumber daya untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan bawahan (bounded rationality situation). Dalam banyak kejadian, para
atasan sulit untuk menentukan berapa target kinerja yang tepat untuk bawahannya. Para atasan seringkali ‘pasrah’ terhadap target kinerja yang ditawarkan oleh bawahan ketika mereka menetapkan target kinerja tahunan. Ada dua persoalan utama yang muncul dalam hubungan antara atasan dan bawahan dalam kerangka teori ini, yaitu bahaya moral (moral hazard) dan seleksi yang buruk (adverse selection). Bahaya moral akan membuat bawahan mengembangkan strategi dalam pengelolaan kinerja yang membuatnya melakukan upaya seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil dari penilaian kinerja sebesar mungkin. Salah satu manifestasi utama adalah mempermainkan IKU (KPI gaming). Sementara itu, seleksi yang buruk akan terjadi karena atasan salah memilih bawahan yang ditugaskan untuk mencapai suatu target kinerja tertentu atau salah membagi tugas kepada para bawahan dalam upayanya mencapai target kinerja yang ditetapkan. Di sisi lain, hubungan atasan-bawahan periode jamak (multiple periods) memungkinkan atasan untuk belajar tentang perilaku bawahan. Atasan dapat belajar untuk memahami hubungan antara upaya-upaya (output-output) bawahan dengan hasil (outcome)-nya. Atasan juga dapat mengarahkan bawahan untuk meningkatkan kompetensinya atau menggunakan mekanisme hukuman untuk mengatasi persoalan
non-kompetensi. Paparan teori keagenan ini dapat membantu kita untuk mengembangkan peranan apa yang dapat diambil oleh unit pendukung dalam pengelolaan kinerja. Peran utamanya adalah sebagai penasihat (advisor) dan penyedia sumber daya (resource provider) bagi atasan untuk mengatasi persoalan keterbatasan atasan. Untuk mengurangi persoalan bahaya moral, unit pendukung dapat melakukan hal-hal berikut: • Berperan sebagai penyedia sumber daya dalam bentuk fasilitasi dalam mendesain IKU yang tidak saja berorientasi outcome tetapi juga seperangkat output yang mendukung pencapaian outcome yang diinginkan dengan model logika (logic model) yang telah terbukti dari pengalaman ataupun empiris. Penekanan tidak hanya pada identifikasi outcome tetapi juga identifikasi output-output apa yang paling logis dihasilkan untuk mencapai outcome tersebut serta faktor-faktor eksternal apa yang perlu dipantau (dan dilaporkan) yang dapat mengganggu/mendorong ketercapaian outcome. • Berperan sebagai penasihat dalam bentuk memberikan pendapat kepada atasan dalam proses penentuan dan penetapan IKU sehingga persoalan mempermainkan IKU dapat diminimalisasi. Atasan perlu memahami model logika yang
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
15
Ragam Kinerja
•
•
digunakan dalam merancang output-output yang dihasilkan untuk mencapai outcome yang ditetapkan. Berperan sebagai penyedia sumber daya dalam bentuk pengembangan sistem penilaian kinerja yang dapat diverifikasi oleh atasan sehingga tidak terjadi bias dalam pelaporan. Berperan sebagai penyedia sumber daya dalam bentuk pengembangan sistem dialog kinerja yang mendorong keselarasan kepentingan antara
atasan dan bawahan dalam pencapaian kinerja. Sementara itu, untuk mengurangi persoalan seleksi yang buruk, peranan utama unit pendukung adalah sebagai penyedia sumber daya, yaitu: • Pengembangan sistem informasi kepegawaian yang menyediakan informasi rekam jejak dan kompetensi bawahan untuk membantu atasan mengenali sedini mungkin bawahan yang tidak kompeten dalam mencapai kinerja yang diinginkan.
•
•
Membentuk sistem pengembangan pegawai yang mendukung atasan langsung dalam mengatasi persoalan kompetensi yang dapat mengganggu pencapaian kinerja. Kesimpulan dari pemaparan teori keagenan adalah unit pendukung memiliki peran yang strategis. Unit pendukung dapat mengurangi keterbatasan atasan dalam mengelola kinerja bawahan, baik sebagai penasihat atau sebagai penyedia sumber daya.
Selingan
TEBAK PERIBAHASA: Susunlah huruf-huruf di atas
sedemikian rupa dan isikan pada kotak-kotak kosong yang telah tersedia di atas. Jika jawaban Anda benar maka akan terbaca sebuah peribahasa yang memiliki arti “Hati-hati dan cermatlah dalam melakukan pekerjaan yang sulit dan berbahaya agar berhasil dengan selamat”.
M
B
E
B
T
A
T
L
G
A
H
J
I
A
A
E
I
A
K
U
H
I
S
S
L
D
A
R
A
N
A
I
E
K
A
M
N
B
D
E
N
I
P
N
E
Dapatkan bingkisan menarik bagi 5 pemenang dengan mengirimkan jawaban yang benar beserta identitas (nama, jabatan, unit kerja, alamat kantor) ke
[email protected] dengan subject/perihal email “Jawaban Quiz Buletin Kinerja XXIII” atau dikirim ke Bidang Program dan Kegiatan IV Pushaka d/a: Gedung Djuanda I Lantai 5, Jl. Wahidin Raya No.1 Jakarta 10710. Jawaban dapat kami terima paling lambat tanggal 5 April 2015.
JAWABAN KUIS BULETIN KINERJA EDISI XXII TAHUN 2014 MENDATAR: 1 RAPIMJA 4 CERIA 6 PUAS 8 SELARAS 9 CUKUP 10 POLA 11 ALIGNMENT 16 IMBAS 18 PELAKSANA 21 PROXY
25 LENCANA 27 LAMA 28 PERIODE 29 SWOT 31 INFLASI 35 RING 36 INDAH 37 HARAPAN MENURUN: 1 RENSTRA
2 INGAT 3 JIKA 4 CASCADING 5 ADAPTASI 7 NKO 10 PON 12 LPSE 13 GEMA 14 SMO 15 TAHAP 17 BOS
18 POLARISASI 19 LAN 20 SINERGI 22 RULE 23 YEAR 24 TUNJANGAN 26 CKP 30 TIBA 32 NADA 33 ANSA 34 SIRNA
Keterangan: 8 mendatar: terdapat kesalahan jumlah kotak kosong yang tersedia, seharusnya ada 7 kotak kosong, yang tersedia hanya 6 kotak. Jawaban “SETARA” oleh para pembaca yang masuk ke email kami, dianggap benar.
16
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
DAFTAR PEMBACA SETIA BULETIN KINERJA EDISI XXII 2014 YANG BERUNTUNG: (1) Prianta Ari Wibawa, Pelaksana Bagian Organisasi dan Tatalaksana, Sekretariat Direktorat Jenderal Pajak. (2) Richa Kurniawati Putri, Pelaksana Administrasi, BPIB Tipe A Jakarta. (3) Rima Pusparani, Pelaksana pada Kantor Wilayah DJKN Kalimantan Barat. (4) Kurnia Prabudi, Pelaksana pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai. (5) Muhammad Suryanto, Pelaksana pada Pusat Investasi Pemerintah. (6) Abaraham Christanto, Pelaksana pada Balai Diklat Keuangan Manado. (7) Gusur Purwanto, Pelaksana Kantor Wilayah DJBC Jawa Timur I. (8) Haritsa, Pelaksana pada Balai Diklat Keuangan Makassar.
Rujukan
Belajar “Dialog” dari Sang Pelopor
K
ata ‘dialog’ pada judul di atas tentunya sudah tidak asing kita dengar. Namun, maksud dari dialog dalam konteks ini bukanlah seperti dialog dalam pementasan drama atau percakapan seharihari. Dialog yang dimaksud di sini memiliki makna yang lebih spesifik yaitu komunikasi antara dua pihak untuk mendiskusikan strategi dan upaya pencapaian kinerja baik individu maupun organisasi. Ulasan mengenai dialog kinerja dalam Buletin Kinerja merupakan yang kedua kalinya, setelah sebelumnya diulas pada Edisi XX tahun 2014. Pada edisi kali ini, Buletin Kinerja akan mengupas pengalaman dari institusi yang telah mengimplementasikan dialog kinerja yaitu PT Pertamina (Persero) dan PT Soho Global Health, pada kesempatan sharing knowledge di bulan November 2014.
TEKS:
Azharuddin
dimana salah satunya adalah terkait penguatan sistem manajemen kinerja. Penguatan sistem manajemen kinerja antara lain dilakukan melalui penguatan budaya kinerja di seluruh level pegawai dengan mengimlementasikan dialog kinerja yang efektif. Dialog kinerja dilakukan dalam rangka mengkaji kinerja terkait pencapaian target dan aktivitas problem-solving yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja. Pelaksanaan dialog kinerja dilakukan setiap triwulan untuk tiap direktorat dan setiap bulan dalam direktorat atau divisi. Beberapa hal yang dibahas antara lain: (1) mengkaji kinerja pencapaian target; (2) memahami alasan kesuksesan / kegagalan; dan (3) melakukan problem solving, langkah lanjut, dan implementasi.
Dengan membahas beberapa hal tersebut diharapkan realisasi Key Performance Indicator (KPI) sejalan dengan rencana. Penanggung jawab KPI berdiskusi memecahkan masalah, mengatasi hambatan, dan mengatasi langkah-langkah yang mengalami keterlambatan; serta mengimplementasikan aksi lanjut yang jelas untuk memastikan tercapainya kinerja. Dalam praktik dialog kinerja, Pertamina memperkenalkan suatu kerangka yang disebut “SAMBAL” yaitu Siap-siap, Apa, Mengapa, Bagaimana, dan Aksi Lanjut. Tahapan dialog kinerja dimulai dari persiapan dan penentuan konteks (Siap-siap), dilanjutkan dengan identifikasi masalah (Apa), memahami akar masalah
FRAMEWORK DALAM PERFORMANCE DIALOG
PT Pertamina (Persero) Sebagai salah satu BUMN yang fokus bergerak di bidang energi dan petrokimia, PT Pertamina (Persero) terus menerus melakukan penguatan kinerja institusi. Berbagai program telah dirancang,
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
17
Rujukan
(Mengapa), menemukan solusi (Bagaimana), dan terakhir menindaklanjuti solusi tersebut (Aksi Lanjut). Dalam hal problem solving, beberapa langkah yang dilakukan Pertamina antara lain dimulai dari mendefinisikan masalah; menyusun struktur masalah melalui penyusunan ulang kerangka masalah, membentuk hipotesa sementara, dan menentukan unsur utama permasalahan; kemudian menentukan masalah yang paling penting untuk dipecahkan (prioritas masalah); dan terakhir menentukan langkah aksi untuk memecahkan masalah tersebut. Bagi Pertamina, salah satu tahapan yang penting dalam dialog kinerja adalah aksi lanjut. Dalam aksi lanjut ini, Pertamina mengumpulkan berbagai solusi yang telah diidentikasi, menentukan pihak yang akan melaksanakan solusi tersebut, menentukan batas waktu pelaksanaan tindak lanjut, dan menentukan cara monitoring yang efektif atas pelaksanaan tindak lanjut tersebut.
PT SOHO Global Health SOHO dikenal sebagai satu institusi di Indonesia yang mendapatkan penghargaan Balanced Scorecard Hall of Fame dari Palladium Group, lembaga internasional yang fokus membidangi eksekusi strategi. Sebagai perusahaan yang fokus bergerak pada bisnis farmasi herbal, SOHO dinilai konsisten
18
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
dalam menerapkan sistem manajemen kinerja. Dialog kinerja di SOHO dilakukan dalam bentuk performance review meeting, yang dibagi dalam dua level yaitu level company/ business unit dan level individu. Performance review meeting pada level company/ business unit dilakukan untuk mereviu eksekusi strategi apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan/ditargetkan, menganalisa, serta mengambil keputusan untuk melakukan tindak lanjut dari proses eksekusi strategi tersebut. Sedangkan pada level individu dilakukan untuk mereviu eksekusi strategi pada level karyawan apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan/ditargetkan; menganalisa dan mengambil keputusan untuk melakukan tindak lanjut dari proses eksekusi strategi tersebut; memberikan dukungan (sumber daya dan pengembangan) yang diperlukan untuk proses eksekusi strategi tersebut; dan memberikan penghargaan/teguran atas tercapai/tidak tercapainya rencana/target yang telah ditetapkan. Performance review meeting pada level company/ business unit dilakukan setiap triwulan dengan alokasi waktu 2 s.d. 3 jam yang dihadiri oleh pemilik peta strategi (Strategy Map Owner), pemilik tema strategis (Strategic Theme Owners), dan pemilik strategi (Strategic Owners). Pembahasan mencakup sasaran strategis, tema strategis, inisiatif strategis, dan rencana aksi, dengan menggunakan format IIAA (Issue, Implication, Action, Accountability). Dimulai dari paparan permasalahan
(Issues) yang menyebabkan tidak tercapainya target atau menghambat action plan yang sudah direncanakan sebelumnya, dilanjutkan paparan mengenai akibat (Implication) yang ditimbulkan apabila masalah tersebut tidak segera diatasi. Selanjutnya, diuraikan berbagai rencana aksi (action plan) yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Terakhir, ditentukan pihak yang akan bertanggung jawab (Accountability) untuk melakukan action plan tersebut dan batas waktu pelaksanaannya. Pada level individu, Performance Review dilakukan dengan menggunakan metode komunikasi dua arah yaitu antara atasan dan bawahan, berfokus pada tiga area meliputi sasaran individu (personal objectives), kompetensi jabatan (job competencies), dan perilaku (personal behaviours). Beberapa hal yang didiskusikan antara lain kesepakatan target, hasil kerja, masalah yang dihadapi, langkah perbaikan yang sudah dilakukan, dukungan yang diperlukan, dan pengembangan diri yang diperlukan. Proses komunikasi ini dilakukan setiap bulan dengan alokasi waktu 1 s.d. 2 jam. Melihat praktik dialog kinerja pada dua institusi tersebut, Kemenkeu dalam upaya meningkatkan kualitas sistem manajemen strategis dan manajemen kinerja perlu melakukan evaluasi, apakah implementasi dialog kinerja yang telah dibangun selama ini sudah efektif. Mudah-mudahan upaya evaluasi ini dapat lebih konkret sejalan dengan amanah Cetak Biru Transformasi Kelembagaan, menuju pengelolaan kinerja Kemenkeu yang lebih baik.
Lensa Peristiwa
Sosialisasi KMK No.467/KMK.01/2014 di GKN, Medan, 12-14 November 2014 (kiri) dan GKN, Palembang, 16-18 November 2014 (kanan) dalam rangka internalisasi pengelolaan kinerja. FOTO: Farid P.O.
Focused Group Discussion Performance Dialogue, Jakarta, 5-7 November 2014. FOTO: Agus D.W.
Rapat Refinement Kemenkeu-Wide 2015. FOTO: Alfan A.S.
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
19
Kata Mereka
P
engelolaan kinerja mendapat respon positif mulai dari jajaran pimpinan sampai dengan level pelaksana. Pada awal penerapannya, sempat ada resistensi dari pegawai akan keberhasilan sistem ini. Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan awareness pegawai terhadap sistem ini, pimpinan gencar memberikan arahan terkait pencapaian kinerja kepada pegawai dalam beberapa rapat misalnya dalam rapat monitoring capaian kinerja. Selain itu, telah dilakukan beberapa kali internalisasi terkait pengelolaan kinerja kepada pegawai.
Dengan implementasi pengelolaan kinerja, pegawai memiliki awareness yang lebih tinggi dan termotivasi untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi dengan perilaku yang baik. Hal ini dikarenakan pegawai merasa bahwa pelaksanaan tugas dan perilakunya dinilai dengan instrumen yang lebih fair dan terukur. Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa kendala yang harus dihadapi. Misalnya dalam penggunaan aplikasi e-performance yang belum optimal. Hal ini dikarenakan aplikasi belum dapat
20
Buletin Kinerja - Edisi XXIII/2015
mengakomodasi penghitungan Capaian Kinerja Pegawai (CKP) secara otomatis. Penghitungan CKP masih dilakukan secara manual. Selain itu, keberadaan lebih dari satu instrumen penilaian prestasi kerja yaitu pengelolaan kinerja Kemenkeu dan penilaian prestasi kerja berdasarkan PP 46 Tahun 2011, menimbulkan kerancuan pemahaman dan kerepotan pada tataran teknis.
DODY RADITYO Pelaksana pada Subbagian Umum KPP Pratama Poso
P
engelolaan kinerja sudah dilaksanakan sejak tahun 2007. Hal pertama yang sulit dilakukan adalah mempertahankan motivasi dari diri sendiri, rekan kerja dan pimpinan untuk tetap komitmen dan konsisten dalam pengelolaan kinerja. Menurunnya motivasi pegawai dapat dirasakan dari tidak terlihatnya semangat dalam pengumpulan data capaian Kemenkeu-Two. Ini mungkin terjadi karena pemahaman yang berbeda di antara pegawai mengenai peraturan pengelolaan kinerja. Memang, sistem pelaporan BSC di Kemenkeu telah menggunakan aplikasi e-performance. Sayangnya, aplikasi ini pun belum berjalan optimal dalam membantu pengelolaan kinerja, baik pada saat pembuatan manual IKU
maupun perhitungan capaiannya. Masih banyak yang harus dikerjakan secara manual.
YETI WULANDARI Kepala Subbagian Sistem Informasi Kehumasan Biro Komunikasi dan Layanan Informasi
P
engelolaan kinerja berbasis Balanced Scorecard telah diterapkan di Kementerian Keuangan sejak tahun 2007 dan (target kinerja) dikontrakkan kepada seluruh pegawai pada tahun 2011. Setelah beberapa tahun implementasi, pengelolaan kinerja tersebut masih terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat berjalannya proses pengelolaan kinerja. Salah satu kendala utama yang paling sering ditemui adalah masih kurangnya perhatian pegawai terhadap pengelolaan kinerja. Hal tersebut terlihat dari kurang aktifnya setiap pegawai dalam menyampaikan laporan capaian IKU pegawai maupun capaian kinerja unit, sehingga hal tersebut dapat menghambat proses pengelolaan kinerja khususnya kegiatan monitoring dan evaluasi capaian kinerja serta tindak lanjutnya. DIAH AYU KARTIKA NINGRUM Pelaksana Subbagian Kepegawaian Kanwil DJP Mataram