Putusan Pengadilan Pajak Nomor
:
Put-63368/PP/M.VIIIA/16/2015
Jenis Pajak
:
PPN
Tahun Pajak
:
2011
Pokok Sengketa
:
bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah adalah koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp1.874.077.343,00, yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
Menurut Terbanding
:
bahwa Terbanding melakukan koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp1.874.077.343,00 berdasarkan ketentuan dalam SE-90/PJ./2011 tanggal 23 November 2011 dan PMK Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010, karena Pajak Masukan kebun untuk menghasilkan TBS tidak dapat dikreditkan;
Menurut Pemohon Banding
:
bahwa Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak tersebut di atas (berupa Crude Palm Oil, Palm Kernel, Material/Sparepart, dan Jasa Maklon) dapat dikreditkan oleh Pemohon Banding;
Menurut Majelis
:
bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak diketahui bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp1.874.077.343,00 dengan perhitungan sebagai berikut: Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut SPT Rp 3.341.950.347,00 Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut Terbanding Rp 1.467.873.004,00 Koreksi Positif Rp 1.874.077.343,00 bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp1.874.077.343,00 berdasarkan ketentuan SE-90/PJ/2011 tanggal 23 November 2011 dan PMK Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010, dimana atas Pajak Masukan kebun yang menghasilkan TBS tidak dapat dikreditkan; bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SI DJP) dapat diketahui bahwa Jenis Usaha Pemohon Banding bergerak dalam bidang usaha perkebunan kelapa sawit (KLU 01134); bahwa Terbanding dalam sidang menyatakan hasil kebun sawit Pemohon Banding adalah Tandan Buah Segar (TBS), dimana TBS termasuk dalam barang strategis sebagaimana ketentuan Pasal 1 dan Pasal 2 PP Nomor 12 Tahun 2001 jo. PP Nomor 31 Tahun 2007 yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN; bahwa karena hasil kebun Pemohon Banding merupakan Barang Kena Pajak tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN maka Pajak Masukan terkait dengan kebun tersebut tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN jo. Pasal 3 PP Nomor 12 Tahun 2001 jo. PP Nomor 31 Tahun 2007; bahwa menurut Terbanding, Pemohon Banding mempunyai unit usaha terintegrasi yang meliputi unit kegiatan perkebunan yang menghasilkan TBS Kelapa Sawit dan juga memiliki unit pengolahan kelapa sawit berupa pabrik pengolahan kelapa sawit
dimana disamping menggunakan TBS Kelapa Sawit dari kebun sawit sendiri, Pemohon Banding juga melakukan pembelian TBS Kelapa Sawit dari pihak lain untuk diolah menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK); bahwa Pemohon Banding dalam sidang menyatakan koreksi atas Pajak Masukan tersebut baru boleh dilakukan hanya apabila terdapat penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh Pemohon Banding, sehingga terhadap Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan pada SPT Masa PPN Pemohon Banding; bahwa menurut Pemohon Banding TBS Kelapa Sawit yang dihasilkan oleh Unit Perkebunan Pemohon Banding yang kemudian dipergunakan/dipakai sebagai bahan baku dan/atau dititip olah/dimaklonkan ke Pihak Pengolah/Prosesor untuk diolah menjadi CPO dan PK, pada dasarnya bukanlah merupakan penyerahan Barang Kena Pajak berupa TBS Kelapa Sawit; bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyatakan bahwa untuk Masa Pajak September 2011, selain terdapat penyerahan Barang Kena Pajak (berupa: Crude Palm Oil, Palm Kernel, dan material/sparepart) dan Jasa Kena Pajak (berupa Jasa titip olah) yang terutang PPN dengan tarif 10% (berupa penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri) juga terdapat penyerahan penyerahan Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pengenaan PPN berupa penyerahan Cangkang; bahwa selanjutnya berdasarkan penelitian Majelis atas bukti-bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding, diketahui hal-hal sebagai berikut: bahwa berdasarkan Surat Keputusan Bupati Seruyan tentang Izin Mendirikan Bangunan Nomor 640/73/IMB/CK.PU/2008 tanggal 13 Desember 2008 diketahui bahwa Bupati Seruyan telah memberikan Izin Mendirikan Bangunan untuk Pabrik CPO Kelapa Sawit yang terletak di areal Pemohon Banding Kabupaten Seruyan dengan luas bangunan 1.314 m2 dimana bangunan harus selesai dikerjakan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat ijin dikeluarkan; bahwa berdasarkan Surat Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 66/1/IP/III/PMA/2011 tanggal 21 Januari 2011 mengenai Izin Prinsip Perubahanan Penanaman Modal dinyatakan hal-hal sebagai berikut: I.
Data Proyek +): +) merupakan data setelah perubahan 1. Nama Perusahaan 2. Alamat 3. Lokasi Proyek 4. Bidang Usaha Produksi
: Pemohon Banding : : : Perkebunan buah kelapa sawit dan Industri minyak makan kelapa sawit
Jenis Barang/Jasa
KBLI
Satuan
Kapasitas
Perkebunan - Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit
01262
ton
610.000 0,00 (enam ratus sepuluh ribu)
ton
30.000 25.00 (tiga puluh Ribu) 120.000 25.00 (seratus dua puluh ribu)
Industri - Inti sawit (Palm 10431 Kernel/PK) - Minyak sawit 10431 (Crude Palm Oil /CPO)
ton
Ekspor (%)
Catatan: *)- Tandan buah segar (TBS) kelapa sawit seluruhnya diolah lebih lanjut. - Dalam pelaksanaannya harus mengikuti ketentuan yang berlaku antara lain Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan dan Peraturan Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan dan/atau perubahannya beserta peraturan pelaksanaannya. Perkiraan nilai ekspor per tahun US$ 10,200,000.000 5. Penyertaan dalam Modal Perseroaan ++)
: a. Asing (90.00%) - xxx (Singapura 90.00%) US$ 11,700.000.00 b. (Indonesia 10.00%). - xxx (Indonesia,10.00%) US$ 1,300,000.00
++) - Prosentase atas nilai nominal modal saham menjadi - Proyek ini seluruhnya dibiayai dari modal saham sendiri sebesar US$ 13.000.000.00 dan modal pinjaman sebesar US$ 77.000.000.00 6. Nilai Investasi Perkebunan a. Modal tetap Pembelian dan Pematangan Tanah Bangunan/Gedung Mesin/Peralatan dan Suku Cadang Lain-lain Sub Jumlah b. Modal Kerja (untuk 1 turn over) c. Jumlah
: US$ 50,300,000.00 : US$ 6,000,000.00 : US$ 8,400,000.00 : US$ 585,000.00 US$ 65,285,000.00 : US$ 585,000.00 : US$ 65,870,000.00
Industri a. Modal tetap Pembelian dan Pematangan Tanah
: US$ 1,600,000.00
Bangunan /Gedung Mesin /Peralatan dan Suku cadang Lain-lain - Sub Jumlah b. Modal Kerja (untuk 1 turn over) c. Jumlah Jumlah seluruhnya
: US$ 6,000,000.00 : US$ 15,750,000.00 : US$ 390,000.00 : US$ 23,740,000.00 : US$ 390,000.00 : US$ 24,130,000.00 :US$ 90,000,000.00
7. Penggunaan Tenaga Kerja Indonesia: Perkebunan Industri Jumlah
: 2.500 orang (1.800 L / 700 P) : 949 orang ( 269 L / 680 P) : 3.449 orang (2.069 L / 1.380 P)
8. Rencana Waktu Penyelesaian Proyek: Rencana Waktu Penyelesaian Proyek diperpanjang menjadi selambat-lambatnya sampai dengan tanggal 25 Juli 2012 (dua puluh lima Juli dua ribu dua belas); bahwa berdasarkan dokumen yang disampaikan Pemohon Banding dalam sidang tidak diketahui adanya izin perpanjangan apabila ada kendala yang menyebabkan Pemohon Banding tidak bisa menyelesaikan pembangunan pabrik sebagaimana ditentukan dalam izin BKPM; bahwa selanjutnya berdasarkan Berita Acara Serah Terima Aset PKS Pemohon Banding diketahui pada tanggal 2 Maret 2010 telah dilakukan serah terima Aset Pabrik Pemohon Banding Mills dari Pengawas Proyek PKS Pemohon Banding Mill kepada Mill Manager PKS Pemohon Banding Mill dimana dinyatakan bahwa Pabrik Kelapa sawit tersebut telah dicommisoning/test run pada bulan Oktober 2009 dimana secara umum setiap station telah berfungsi sesuai dengan fungsinya dan akan tetap diadakan setting/modifikasi oleh pihak project dan PKS Pemohon Banding sesuai dengan kondisi operasional pabrik tersebut; bahwa berdasarkan Berita Acara Serah Terima Asset serta penjelasan Pemohon Banding dalam persidangan Majelis berpendapat bahwa pembangunan pabrik selesai dibangun dan digunakan untuk mengolah TBS Kelapa Sawit yang dihasilkan oleh Pemohon Banding menjadi CPO dan PK pada bulan Oktober 2009 sehingga bisa dinyatakan sejak tanggal tersebut Pemohon Banding telah menjadi pengusaha terpadu (integrated) Industri Pengolahan Minyak Sawit; bahwa selanjutnya karena sejak bulan Oktober 2009 Pemohon Banding telah melakukan kegiatan usaha terpadu/integrated maka menurut Majelis kegiatan usaha Pemohon Banding dengan mengelola TBS baik yang berasal dari kebun milik sendiri maupun titipan (titip olah) milik perusahaan lain dalam satu grup (affiliated) di pabrik sendiri sehingga menghasilkan CPO/PK dan dijual kepada perusahaan afiliasi maka atas penjualan tersebut harus dipungut PPN; bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Perjanjian Pengolaan Tandan Buah Segar antara PT AAA dengan Pemohon Banding Nomor 001/TO-TBS/STPKSY/IV/2011 tanggal 1 April 2011 dan Addendum Kontrak Perjanjian Pengolahan Tandan Buah Segar dan Penjualan Crude Palm Oil/Palm Kernel Nomor 001/TOTBS/STP-KSY/VIII/2011 diketahui bahwa disamping pabrik Pemohon Banding mengelola TBS hasil kebun sendiri dan menerima titipan TBS dari perusahaan lain,
Pemohon Banding juga melakukan titip olah TBS hasil kebun sendiri ke perusahaan lain yaitu kepada PT Sarana Titian Permata (afiliated), sehingga terhadap TBS yang dititip-olahkan tersebut menurut Majelis adalah penyerahan TBS; bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, diatur bahwa atas impor dan atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; bahwa pada lampiran PP Nomor 12 Tahun 2001 s.t.d.t.d PP Nomor 31 Tahun 2007 dinyatakan sebagai berikut: N O I.
KOMODITI
3 .
Kelapa Sawit Buah
PROSES
JENIS BARANG
- Dipetik, dibrondol
- Tandan Buah Segar (TBS)
- Dipetik, direbus, dirontokkan, dicacah, dipress, dikeringkan, dipecah, dipisahkan (cangkang dan inti sawit)
- Cangkang, ampas, daun dan komposnya serta limbah untuk pakan ternak - Tempurung basah/kering
PERKEBUNAN
-
Cangkang
bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 maka TBS merupakan hasil tanaman perkebunan kelapa sawit sehingga merupakan Barang Kena Pajak yang bersifat strategis; bahwa selanjutnya Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan: “Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama”; bahwa Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan: ”Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak”; bahwa Pasal 9 ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan: “Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan”; bahwa Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan: “Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan”; bahwa Penjelasan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan: “Berbeda dengan ketentuan pada ayat (2), adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan”; bahwa dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, antara lain mengatur: Pasal 2 “Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan: 1. usaha terpadu (integrated), terdiri dari: a. unit atau kegiatan yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak; dan b. unit atau kegiatan lain yang melakukan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak”; Pasal 3 Pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah: P = PM x Z dengan ketentuan: P adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan; PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; Z adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya.
bahwa jika memperhatikan ketentuan yang ada dalam Pasal 9 ayat (5) dan ayat (6) serta ketentuan Pasal 16B ayat (3) UU PPN, Majelis berpendapat bahwa pengkreditan Pajak Masukan tidak dikaitkan dengan produk yang dihasilkan melainkan dikaitkan dengan penyerahannya; bahwa terkait penafsiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 atas Pajak Masukan yang terkait dengan produk atau hasil dari pohon/kebun sawit berupa TBS yang merupakan barang yang bersifat strategis, akan tetapi Pemohon Banding tidak menjual TBS tersebut kepada pihak ke-3 melainkan diolah di pabrik milik Pemohon Banding sendiri, sehingga menurut Majelis atas penyerahan yang dilakukan Pemohon Banding berupa CPO dan PK tersebut terutang PPN sehingga sesuai Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang PPN maka Pajak Masukan yang terkait dengan kebun dan pabrik tersebut dapat dikreditkan; bahwa namun demikian berdasarkan data yang disampaikan Pemohon Banding diketahui bahwa untuk masa September 2011 meskipun Pemohon Banding telah memiliki unit pengolah (pabrik) untuk diproses sendiri, namun Pemohon Banding juga masih melakukan titip olah (maklon) ke pabrik lain dalam satu grup serta adanya penjualan cangkang yang dibebaskan pengenaan PPN dengan rincian sebagai berikut: Keterangan TBS Hasil Kebun TBS dititipkan ke perusahaan lain Penjualan yang dibebaskan pengenaan PPN (Cangkang, bibit)
Jumlah Kuantitas (Kg) 24.417.675 6.069.877
Harga (*) (Rp) 1.186,43 1.186,43
Jumlah (Rp) 28.969.862 7.201.484. 73.000.000
*) Harga TBS sesuai dengan perhitungan harga rata-rata TBS untuk bulan September 2011 dari Dinas Perkebunan Kabupaten Kotawaringin Timur bahwa berdasarkan uraian di atas Majelis berpendapat karena penyerahan yang dilakuan Pemohon Banding ada yang terutang PPN dan ada yang tidak terutang PPN/dibebaskan pengenaan PPN-nya maka Majelis berpendapat jumlah Pajak Masukan selama Masa September 2011 tidak seluruhnya dapat dikreditkan akan tetapi dihitung secara proporsional dengan rumus sebagai berikut: (Hasil Kebun – (TBS yang dititip olah + Penjualan yang dibebaskan PPN)) PM = 100% x ----------------------------------------------------------------------------------------------Hasil Kebun (Rp28.969.862.150,00 – (Rp7.201.484.169,00 + Rp73.000.000,00)) = 100% x ----------------------------------------------------------------------------------------Rp28.969.862.150,00 =
Rp21.695.377.981,00 100% x ----------------------------Rp28.969.862.150,00
= 74,88%
sehingga atas koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp1.874.077.343,00 yang dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak sebesar Rp1.874.077.343,00 x 74,88% = Rp1.403.309.114,00;
bahwa berdasarkan uraian di atas, Majelis berpendapat dari koreksi Terbanding atas Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp1.874.077.343,00, yang tidak dapat dipertahankan sebesar Rp1.403.309.114,00 sedangkan yang tetap dipertahankan sebesar Rp470.768.229,00; Menimbang, bahwa mengenai materi sengketa banding Koreksi Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebesar Rp1.874.077.343,00, Hakim Anggota Masdi, S.E., M.Si. berpendapat lain (Dissenting Opinion); Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan sebagai berikut: a. Pasal 9 ayat (5). Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak; b. Pasal 9 ayat (6). Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan; c. Pasal 16B ayat (3). Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, antara lain diatur sebagai berikut: Pasal 1 ayat (1.c). Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis adalah: barang hasil pertanian; Pasal 1 ayat (2), Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang: a. pertanian, perkebunan, dan kehutanan; b. peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau c. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya; yang dipetik langsung, diambil langsung, atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini; Pasal 2 ayat (2.c). Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa: barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 1 huruf c; dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 3, Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, menyatakan: Pasal 2 ayat (1), Bagi Pengusaha Kena Pajak yang: a. Melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang PPN dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang PPN; atau b. Melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau c. Melakukan kegiatan menghasilkan atau memperdagangkan barang dan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau d. Melakukan kegiatan usaha yang penyerahannya sebagian terutang PPN dan sebagian lainnya dibebaskan dari pengenaan PPN; maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang: 1) nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan; 2) digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya; 3) nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan; bahwa pokok sengketa dalam banding ini adalah koreksi Pajak Masukan atas pembelian pupuk yang digunakan untuk memupuk tanaman yang menghasilkan Tanaman Buah Segar (TBS) yang merupakan barang strategis (tidak terutang PPN) sesuai dengan ketentuan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan bahwa Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan jo. PP Nomor 12 Tahun
2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 31 Tahun 2007 tanggal 1 Mei 2007 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; bahwa TBS merupakan BKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, mengacu pada Pasal 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2007 tentang lmpor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Srategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN, yang menyatakan bahwa “BKP Tertentu yang bersifat strategis adalah barang hasil pertanian” (Pasal 1) dan “atas penyerahan BKP Tertentu yang bersifat strategis, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan” (Pasal 2), dengan kata lain TBS termasuk ke dalam kelompok Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; bahwa menurut Terbanding, pemakaian sendiri baik untuk produksi atau bukan untuk produksi atau pemberian Cuma Cuma termasuk penyerahan BKP sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN yaitu: “Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak”; bahwa menurut Terbanding, penyerahan TBS dari unit perkebunan kepada unit pabrik dalam suatu kegiatan usaha terpadu (integrated) termasuk dalam pengertian penyerahan BKP sebagaimana dimaksud dalam UU PPN. Atas penyerahan TBS yang termasuk BKP Strategis dibebaskan dari pengenaan PPN dan atas Pajak Masukan yang berhubungan langsung dengan menghasilkan TBS tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan PP Nomor 31 Tahun 2007; bahwa Terbanding menyatakan Pajak Masukan atas pembelian pupuk yang digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak “yang penyerahannya“ dibebaskan dari PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak yakni: Pemohon Banding melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang PPN dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang PPN, maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan; bahwa menurut Pemohon Banding Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ./2002; bahwa yang menjadi sengketa antara Terbanding dengan Pemohon Banding adalah penafsiran Pemakaian sendiri BKP/JKP untuk tujuan produksi, undang-undang
mengatur dengan jelas pemakaian sendiri baik untuk produksi atau bukan untuk produksi atau pemberian Cuma Cuma termasuk penyerahan BKP sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN yaitu: “Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak”; bahwa disamping Undang-undang PPN juga terdapat aturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ./2002 yang menyatakan : "Pemakaian Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah"; bahwa menurut Hakim Anggota Masdi, S.E., M.Si. bila terdapat dua peraturan yang mangandung penafsiran yang berbeda-beda atau peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka peraturan yang lebih tinggi yang harus dilaksanakan. Atas perbedaan pendapat antara Terbanding dengan Pemohon Banding tentang apakah pemakaian sendiri untuk produksi termasuk penyerahan Barang Kena Pajak atau bukan, maka Majelis berpendapat bahwa Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif khusus untuk perusahaan terpadu (integrated) yang melakukan kegiatan usaha menghasilkan BKP strategis yang dibebaskan PPN dan menghasilkan BKP yang terutang pajak termasuk penyerahan BKP sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf d UU Pajak Pertambahan Nilai; bahwa kegiatan Pemohon Banding adalah melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang PPN dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding adalah kegiatan usaha terpadu (integrated) perkebunan sawit dan pabrik CPO, maka pengkreditan Pajak Masukan diatur dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak yaitu: Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang: 1) nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan; 2) digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya; 3) nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit
atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan; bahwa Pajak Masukan atas pembelian pupuk a quo yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan; bahwa pedoman pengkreditan Pajak Masukan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tergantung dari penggunaan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yakni: a. Apabila Barang Kena Pajak nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang menghasilkan BKP Strategis seperti TBS maka Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan; b. Apabila Barang Kena Pajak nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang menghasilkan BKP yang terutang pajak maka Pajak Masukannya dapat dikreditkan; c. Apbila Barang Kena Pajak/JKP digunakan baik untuk unit menghasilkan BKP strategis maupun BKP yang terutang PPN, maka PM-nya dapat dikreditkan secara proporsional sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) butir 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000; bahwa Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut termasuk barang strategis yang dibebaskan PPN, maka Pajak Masukan dari BKP/JKP tersebut seluruhnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) butir 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; bahwa Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang digunakan baik untuk unit perkebunan sawit dan unit pabrikan, maka Pajak Masukan atas BKP/JKP tersebut dikreditkan secara proporsional dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) butir 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; bahwa Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai ,maka Pajak Masukan dari BKP/JKP tersebut seluruhnya dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) butir 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak;
bahwa berdasarkan Pasal 16B UU PPN harus diterapkan sama (equal treatment) kepada seluruh Pengusaha Kena Pajak baik PKP yang melakukan usaha terintegrasi seperti Pemohon Banding, ataupun PKP yang melakukan usaha tidak terintegrasi agar asas keadilan dalam hukum dapat ditegakkan, atau dengan kata lain, Pajak Masukan yang dibayar untuk kegiatan yang digunakan untuk menghasilkan TBS, tidak dapat dikreditkan baik oleh pengusaha terintegrasi yang akan mengolah lebih lanjut TBS tersebut menjadi minyak sawit pada unit usaha Iainnya seperti Pemohon Banding, maupun oleh pengusaha tidak terintegrasi yang hanya memiliki satu unit usaha misalnya perkebunan kelapa sawit saja tanpa memperhatikan realisasi penyerahan sebagaimana diargumenkan Pemohon Banding; bahwa Pajak Masukan a quo berhubungan dengan pengeluaran untuk kegiatan di kebun “yang menghasilkan” Tanaman Buah Segar yang penyerahannya dibebaskan dari PPN. TBS merupakan barang strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN sesuai PP Nomor 12 Tahun 2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 31 Tahun 2007 tanggal 1 Mei 2007, sehingga Pajak Masukan a quo tidak dapat dikreditkan; bahwa berdasarkan peraturan perpajakan, pemeriksaan dokumen dan fakta-fakta dalam persidangan serta keterangan para pihak dalam persidangan, Hakim Anggota Masdi, S.E., M.Si. berpendapat bahwa koreksi Terbanding atas Pajak Masukan Masa Pajak September 2011 sebesar Rp1.874,077,343,00 “dipertahankan” karena sesuai dengan ketentuan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 jo. PP Nomor 12 Tahun 2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 31 Tahun 2007 tanggal 1 Mei 2007 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; menimbang
: bahwa sesuai dengan Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dinyatakan “Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak”;
Menimbang
:
bahwa karena salah satu Hakim berpendapat lain maka putusan diambil berdasarkan surat terbanyak, dengan demikian pendapat berdasarkan surat terbanyak Majelis Hakim adalah berketetapan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding sehingga Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Masa Pajak September 2011 menjadi sebagai berikut: Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan - Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut Surat Keputusan
- Koreksi yang tidak dapat dipertahankan - Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut Majelis
Rp 1.467.873.004,00 Rp 1.403.309.114,00 Rp 2.871.182.118,00
bahwa berdasarkan kesimpulan tersebut di atas maka perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2011 menjadi sebagai berikut: Uraian Dasar Pengenaan Pajak : a. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN : - Ekspor - Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri - Penyerahan PPN-nya tidak dipungut - Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN Jumlah b. Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak terutang PPN c. Jumlah Seluruh Penyerahan Penghitungan PPN Kurang Bayar: a. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri b. Dikurangi : - Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan: - STP (pokok kurang bayar) - Dibayar dengan NPWP sendiri - Lain-lain - Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan Jumlah perhitungan PPN Kurang/Lebih Bayar Dikompensasikaan ke Masa Pajak berikutnya PPN yang kurang dibayar Sanksi Administrasi: Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP Jumlah PPN yang masih harus dibayar Mengingat
Memutuskan
:
Jumlah (Rp) 0,00 31.162.135.116,0 0 13.180.597.875,0 0 73.000.000,00 44.415.732.991,0 0 0,00 44.415.732.991,0 0 3.116.213.506,00 2.871.182.118,00 0,00 0,00 0,00 2.871.182.118,0 0 245.031.388,00 0,00 245.031.388,00 98.012.555,00 343.043.943.00
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini; Mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1534/WPJ.07/2014 tanggal 30 Juni 2014, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2011 Nomor 00113/207/11/057/13 tanggal 25 April 2013 atas nama PT XXX sehingga Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2011 menjadi sebagai
berikut: Jumlah (Rp) 44.415.732.991,00 3.116.213.506,00 2.871.182.118,00 2.871.182.118,00 245.031.388,00 0,00 245.031.388,00 98.012.555,00 343.043.943.00 Demikian diputus berdasarkan musyawarah Majelis VIIIA Pengadilan Pajak yang telah dicukupkan dalam sidang pemeriksaan terakhir pada hari Senin, tanggal 8 Juni 2015 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut: Drs. Sigit Henryanto, Ak. Nany Wartiningsih, S.H., M.Si. Masdi, S.E, M.Si. yang dibantu oleh Rina Yasmita S.E., Ak., M.M.
sebagai Hakim Ketua sebagai Hakim Anggota sebagai Hakim Anggota sebagai Panitera Pengganti
dan Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Senin tanggal 24 Agustus 2015 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota dan Panitera Pengganti namun tidak dihadiri oleh Terbanding maupun Pemohon Banding.