Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015 AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA1 Oleh: Reinaldo Michael Halim2 ABSTRAK Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah akibat hukum bagi notaris dalam pelanggaran penggandaan akta dan bagaimana penegakan hukum terhadap notaris yang terbukti melakukan pelanggaran penggandaan akta. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Akibat Hukum terhadap notaris yang melakukan pelanggaran penggandaan akta adalah Notaris dapat dikenakan sanksi berupa sanksi kode etik, sanksi dari Majelis Pengawas Notaris di semua tingkatan (MPD, MPW, dan MPP), sanksi pidana, sanksi Perdata, dan sanksi administrasi. Sanksi etika dapat dijatuhkan kepada notaris karena notaris melakukan pelanggaran terhadap kode etik jabatan notaris. Sanksi hukum pidana yang bisa dijatuhkan adalah sebagaimana tertuang dalam Pasal 263, 264, dan 266. Sanksi keperdataan adalah sanksi yang dijatuhkan terhadap kesalahan yang terjadi karena wanprestasi, atau perbuatan melanggar hukum. Sanksi administrasi bisa berupa, paksaan pemerintah, Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin, pembayaran, subsidi), Pengenaan denda administratif, dan Pengenaan uang paksa oleh pemerintah. 2. Penegakan hukum yang dilakukan dalam hal seorang notaris terbukti melakukan pelanggaran penggandaan akta adalah dengan diadakannya peradilan pada semua tingkatan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, seperti: penegakan hukum dalam peradilan pidana, perdata, dan Administrasi Negara. Kata kunci: Notaris, penggandaan, akta.
untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”.3 Akta yang dibuat oleh notaris memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kepastian hukum karena akta notaris bersifat otentik dan merupakan alat bukti terkuat dan terpenuh dalam setiap perkara yang terkait dengan akta notaris tersebut. Dalam berbagai macam hubungan bisnis, misalnya kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial dan lain sebagainya di lingkungan lokal, regional maupun nasional akta notaris adalah sebuah kebutuhan yang mendesak dan sangat penting. Akta otentik menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.4Sebagai alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam akta notaris harus diterima kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan.5 Kekuatan akta notaris sebagai alat bukti terletak pada kekhasan karakter pembuatnya, yaitu notaris sebagai pejabat umum yang secara khusus diberi wewenang untuk membuat akta otentik.6 Praktek hukum dalam hal pembuatan akta notaris, tak jarang dijumpai bahwa ada notaris yang menyalahi tugas dan wewenangnya sebagai pejabat umum yang secara khusus diberi wewenang untuk membuat akta otentik, 3
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dikatakan bahwa: “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang 1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Telly Sumbu, SH. MH.,Fonnyke Pongkorung, SH. MH.,Toar N. Palilingan, SH. MH, 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi. NIM. 110711532
98
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 1 angka (1), dalam Yudha Pandu (Editor), Suplemen Jabatan Notaris, (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing, 2014), hlm.2. 4 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4432. 5 Ibid. 6 Bandingkan Penjelasan Pasal 1 angka (1), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dalam Yudha Pandu, Op. Cit., hlm. 2.
Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015 dengan tindakan menyimpang. Tugas dan wewenang yang diberikan negara kepada notaris tidak dilaksanakan dengan sebaikbaiknya, sehingga terjadi kekeliruan dan penyalahgunaan yang dilakukan oleh notaris yang menimbulkan terganggunya kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Salah satu contoh pelanggaran yang bisa dibuat oleh seorang pejabat notaris adalah pelanggaran penggandaan akta. Penggandaan akta di sini dimaksudkan bahwa seorang pejabat notaris mengeluarkan dua salinan akta terhadap sesuatu hal yang diperjanjikan oleh dua pihak di hadapan notaris. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 48 UndangUndang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, bahwa: “Ayat (1) Isi akta tidak boleh diubah atau ditambah, baik berupa penulisan tindih, penyisipan, pencoretan, atau penghapusan dan menggantinya dengan yang lain; Ayat (2) Perubahan atas akta berupa penambahan, penggantian, atau pencoretan dalam akta hanya sah apabila perubahan tersebut diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris.”7 Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi ini dengan mengangkat judul: Akibat Hukum Bagi Notaris Dalam Pelanggaran Penggandaan Akta. B. Rumusan Masalah 1. Apakah akibat hukum bagi notaris dalam pelanggaran penggandaan akta? 2. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap notaris yang terbukti melakukan pelanggaran penggandaan akta?
dengan berpatokan pada literatur-literatur ilmiah di bidang hukum kenotarisan. PEMBAHASAN A. Akibat Hukum Bagi Notaris dalam Pelanggaran Penggandaan Akta 1. Peran Kode Etik Dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Notaris Dalam menjalankan tugas jabatannya seorang notaris memiliki sarana kelembagaan yang seharusnya selalu dipatuhi, yaitu Kode Etik dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sebagai pedoman dengan rambu-rambu yang mengatur. Kode Etik Notaris merupakan kaidah moral yang penting dan perlu bagi notaris,8 maka Kode Etik tersebut wajib diterapkan oleh para notaris di dalam dan diluar tugas jabatannya. Terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas jabatannya dapat diterapkan beberapa sanksi diantaranya sanksi administratif, sanksi perdata, sanksi pidana dan sanksi Kode Etik. Penerapan sanksi tersebut tidak dapat dilakukan secara bersama-sama, oleh karena sanksi-sanksi tersebut berdiri sendiri yang dapat dijatuhkan oleh instansi yang diberikan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi tersebut. Namun sanksi yang dapat diberikan terhadap seorang Notaris yang diduga melakukan pelanggaran dalam membuat akta didasarkan pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik. Yang mana dalam hal ini Kode Etik menjadi dasar seorang Notaris dalam bertindak, dan berperilaku.
C. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penulisan hukum kepustakaan yang bersifat deskriptif karena sasarannya untuk medeskripsikan atau menggambarkan tentang masalah pelanggaran penggandaan akta oleh notaris secara yuridis
2. Wewenang Pengawasan Notaris Oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan Majelis Pengawas Pusat (MPP) Dalam UUJN, diketahui bahwa yang bertugas mengangkat dan memberhentikan Notaris adalah Menteri.9 Oleh karena itu, maka tugas pengawasan menjadi tanggungjawab Menteri. Dalam membantu tugas pengawasan tersebut, Menteri mengangkat Majelis Pengawas (Pasal 67 ayat (2)) yang terdiri dari
7
8
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,Pasal 48 ayat (1) dan ayat (2), dalam Yudha Pandu, Op.Cit., hlm. 20-21.
Pasal 1 Angka 2 Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia. dalam Yudha Panndu (editor), Op.Cit., hlm. 181. 9 Pasal 2 ayat (1), UU No. 30 Tahun 2004, Tentang Jabatan Notaris.
99
Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015 Majelis Pengawas Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan Majelis Pengawas Pusat (MPP).10 3. Sanksi Bagi Notaris dalam Pelanggaran Penggandaan Akta a. Sanksi Pidana Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, diatur bahwa ketika dalam menjalankan tugas dan jabatannya terbukti melakukan pelanggaran notaris dapat dikenai atau dijatuhi sanksi berupa sanksi perdata, administrasi. Sanksi-sanksi tersebut telah diatur sedemikianj rupa baik sebelumnya dalam Peraturan Jabatan Notaris maupun sekarang dalam UUJN dan Kode Etik Notaris. Dalam aturanaturan ini, tidak mengatur tentang sanksi pidana terhadap notaris, karena Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tidak mengatur tentang sanksi pidana, maka apabila terjadi pelanggaran pidana terhadap notaris dapat dikenakan sanksi pidana yang terdapat dalam KUH Pidana.11 b. Sanksi Perdata Sanksi keperdataan adalah sanksi yang dijatuhkan terhadap kesalahan yang terjadi karena wanprestasi, atau perbuatan melanggar hukum. Sanksi ini berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga merupakan akibat yang akan diterima notaris dari gugatan para penghadap apabila akta bersangkutan hanya mempunyai pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta batal demi hukum. Sanksi perdata ini bisa terjadi dalam 10
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dalam Redaksi Fokusindo, Undang-Undang Jabatan Notaris, (Bandung: Fokusindo Mandiri, 2014), Pasal 68, hlm.35. 11 Pasal 63 ayat (2) KUH Pidana menyebutkan: Apabila ada suatu perbuatan yang dapat dipidana menurut ketentuan pidana yang khusus di samping pidana yang umum, maka ketentuan pidana yang khusus itulah yang dipakai, sebaliknya apabila ketentuan pidana khusus tidak mengatur, maka terhadap pelanggaran tersebut akan dikenakan pidana umum, yaitu KUH Pidana.
100
semua kasus yang melibatkan notaris, termasuk pelanggaran penggandaan akta. c. Sanksi Administrasi Di samping sanksi keperdataan yang dijatuhkan terhadap notaris yang telah melakukan pelanggaran hukum, terhadap notaris tersebut dapat juga dijatuhkan sanksi administrasi. B. Penegakan Hukum Terhadap Notaris yang Terbukti Melakukan Penggandaan Akta 1. Penegakan Hukum Menurut UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 jo UU No. 2 Tahun 2014 Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 penegakan hukum bagi pelanggaran yang dilakukan notaris telah dikatakan dengan jelas dalam Pasal 884 dan Pasal 85. Pasal 84 menyatakan:12 “Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52 yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang m;,nderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan Bunga kepada Notaris.”13 2. Penegakan Hukum Menurut Hukum Pidana Batasan-batasan yang dijadikan dasar untuk memidanakan notaris adalah aspek formal dari akta notaris, dan seharusnya berdasarkan UUJN, jika notaris terbukti melakukan pelanggaran dari aspek formal, maka dapat dijatuhi sanksi perdata, atau sanksi administrasi tergantung jenis pelanggarannya atau sanksi kode etik jabatan notaris. pemidanaan misalnya bisa dilimpahkan kepada seorang notaris jika: Notaris dituduh membuat secara palsu atau 12
Redaksi Fokusindo, Undang-Undang Jabatan Notaris, (Bandung: Fokusindo Mandiri, 2014), Pasal 84 UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, hlm. 41. 13 Ibid.
Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015 memalsukan sepucuk surat, yang seolah-olah surat tersebut adalah surat asli dan tidak dipalsukan (Pasal 263 ayat (1) KUHP), atau melakukan pemalsuan surat, dan pemalsuan tersebut telah dilakukan di dalam akta-akta otentik (Pasal 264 ayat (1) angka 1 KUHP), dan atau mencantumkan suatu keterangan palsu di dalam suatu akta otentik (Pasal 266 ayat (1) KUHP). 3. Penegakan Hukum Menurut Hukum Administrasi Negara Dalam Pasal 85 UUJN ditentukan bahwa ada 5 (lima) jenis sanksi administratif, yaitu:14 a. Teguran lisan b. Teguran tertulis c. Pemberhentian sementara d. Pemberhentian dengan hormat e. Pemberhentian tidak hormat. Sanksi-sanksi tersebut berlakunya secara berjenjang mulai dari teguran lisan sampai dengan pemberhentian tidak hormat. 4. Penegakan Hukum Menurut Hukum Perdata Dalam praktik, sering notaris dijadikan atau didudukan sebagai tergugat oleh pihak yang lainnya, yang merasa bahwa tindakan hukum yang tersebut dalam akta dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum notaris atau notaris bersama-sama dengan pihak lainnya yang juga tersebut dalam akta. Dalam permasalahan tersebut apakah sudah tepat mendudukan atau menempatkan notaris sebagai tergugat yang berkaitan dengan akta notaris yang dibuat di hadapan atau oleh notaris yang bersangkutan? Dalam konstruksi hukum kenotariatan, bahwa salah satu tugas jabatan notaris yaitu “memformulasikan keinginan/tindakan penghadap/ parapenghadap ke dalam bentuk akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku,” hal ini sebagaimana tersebut dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, yaitu: “...Notaris fungsinya hanya mencatatkan/menuliskan apaapa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap notaris tersebut.
Tidak ada kewajiban bagi notaris untuk menyelidiki secara materiil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap di hadapan notaris tersebut.”15 Berdasarkan substansi atau makna putusan Mahkamah Agung di atas, jika akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris bermasalah oleh para pihak sendiri, maka hal itu menjadi urusan para pihak sendiri. Notaris tidak perlu dilibatkan dan notaris bukanlah pihak dalam akta. Jika dalam posisi kasus seperti ini, yaitu akta dipermasalahkan oleh para pihak sendiri dan akta tidak bermasalah dari aspek lahir, formil dan materiil maka sangat bertentangan dengan kaidah hukum tersebut di atas, dalam praktek pengadilan Indonesia. a. Notaris yang bersangkutan diajukan dan dipanggil sebagai saksi di pengadilan menyangkut akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris yang dijadikan alat bukti dalam suatu perkara b. Notaris yang dijadikan sebagai tergugat di pengadilan menyangkut akta yang dibuatnya dan dianggap merugikan bagi pihak penggugat, di pengadilan umum (perkara perdata) Gugatan terhadap notaris dalam hal ini langsung ditujukan kepada notaris sendiri (tergugat tunggal), tetapi dalam hal ini ada batasannya untuk menggugat Notaris, yaitu jika para pihak yang menghadap notaris (para pihak/penghadap yang namanya tersebut/tercantum dalam akta) ingin melakukan pengingkaran atau ingin mengingkari: 1) Hari, tanggal, bulan dan tahun menghadap; 2) Waktu (pukul) menghadap; 3) tanda tangan yang tercantum dalam minuta akta; 4)merasa tidak pernah menghadap; 5) akta tidak ditandatangani di hadapan notaris; 6) akta tidak dibacakan; dan 7) Alasan lain berdasarkan formalitas akta.16 Pengingkaran atas hal-hal tersebut dilakukan dengan cara menggugat notaris (secara perdata) ke pengadilan negeri, maka para pihak tersebut wajib membuktikan hal-hal yang ingin diingkarnya dan notaris wajib mempertahankan aspek-aspek tersebut,
14
15
Redaksi Fokusindo, Undang-Undang Jabatan Notaris, (Bandung: Fokusindo Mandiri, 2014), Pasal 85 UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, hlm. 41-42.
Putusan Mahkamah Agung Nomor: 702 K/Sip/1973, 5 September 1973. 16 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Op.Cit, hlm. 2122.
101
Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015 sehingga dalam kaitan ini perlu dipahami dan diketahui kaidah hukum notaris, yaitu: akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan hukum pembuktian yang sempurna sehingga jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau yang menyatakan tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan hukum. Jika gugatan terhadap pengingkatan tersebut tidak terbukti, maka akta notaris tersebut tetap berlaku dan mengikat para pihak dan pihak-pihak yang terkait sepanjang tidak dibatalkan oleh para pihak sendiri atau berdasarkan putusan pengadilan, demikian pula jika gugatan tersebut terbukti, maka akta notaris terdegradasi kedudukannya dari akta otentik menjadi akta di bawah tangan. Jika pendegradasian kedudukan akta tersebut ternyata merugikan pihak yang bersangkutan (penggugat) dan dapat dibuktikan oleh penggugat, maka penggugat dapat menutut ganti rugi kepada notaris yang bersangkutan. Jika notaris tidak dapat membayar ganti rugi yang dituntut tersebut maka berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut notaris dapat dinyatakan pailit. Kepailitan notaris tersebut dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan sementara notaris dari jabatannya, jika berada dalam proses pailit,17 dan diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya, jika dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.18 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Akibat Hukum terhadap notaris yang melakukan pelanggaran penggandaan akta adalah Notaris dapat dikenakan sanksi berupa sanksi kode etik, sanksi dari Majelis Pengawas Notaris di semua tingkatan (MPD, MPW, dan MPP), sanksi pidana, sanksi Perdata, dan sanksi administrasi.Sanksi etika dapat dijatuhkan kepada notaris karena 17
Bandingkan Pasal 9 ayat (1) Huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris. 18 Redaksi Fokusindo, Undang-Undang Jabatan Notaris, (Bandung: Fokusindo Mandiri, 2014), Pasal 12 Huruf a, hlm. 8.
102
notaris melakukan pelanggaran terhadap kode etik jabatan notaris. Sanksi hukum pidana yang bisa dijatuhkan adalah sebagaimana tertuang dalam Pasal 263, 264, dan 266. Sanksi keperdataan adalah sanksi yang dijatuhkan terhadap kesalahan yang terjadi karena wanprestasi, atau perbuatan melanggar hukum. Sanksi administrasi bisa berupa, paksaan pemerintah, Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin, pembayaran, subsidi), Pengenaan denda administratif, dan Pengenaan uang paksa oleh pemerintah. 2. Penegakan hukum yang dilakukan dalam hal seorang notaris terbukti melakukan pelanggaran penggandaan akta adalah dengan diadakannya peradilan pada semua tingkatan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, seperti: penegakan hukum dalam peradilan pidana, perdata, dan Administrasi Negara. B. Saran 1. Diperlukan MPD, MPW dan MPP yang independen di dalam organisasi notaris agar supaya penegakkan hukum bagi notaris dapat berjalan dengan adil sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku demi supremasi hukum di Indonesia. 2. Peningkatan penegakan hukum oleh aparatur yang berwenang, dalam hal ini adalah Majelis Pengawas Notaris di semua tingkatan. Hal ini penting guna membantu masyarakat dan pemerintah menciptakan tertib hukum di bidang kenotariatan. DAFTAR PUSTAKA
Adjie, Habib, Menjalin Pemikiran-Pendapat Tentang Kenotariatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2013). ..................., Hukum Notaris Indonesia, Tafsir tematik terhadap UU No. 30 Tahun 2004
Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015 tentang Jabatan Notaris, (Bandung: Refika Aditama, 2011). Budiono, Herlien, Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2013). Guza, Afnil, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Asa Mandiri, 2008). Irpansyah, Alfi, Batalnya Suatu Akta Notaris Dalam Kasus Penandatangan Akta Notaris Di Rutan (Analisis Kasus Putusan Mahkamah Agung RI Nomor.3641 K/Pdt/2001), (Semarang, Universitas Diponegoro, 2008). Marzuki, Petr Mahmud, “Penelitian Hukum”, (Jakarta Prenada media Group, 2011). Moeljatno, KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012). Panndu, Yudha (Editor), Indonesia Legal Center Publishing, Himpunan Peraturan PerundangUndangan Jabatan Notaris dan PPAT, (Jakarta: Karya Gemilang, 2013). Pandu, Yudha (Editor), Suplemen Jabatan Notaris, (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing, 2014). Redaksi Fokusindo Mandiri, Undang-Undang Jabatan Notaris Edisi Terbaru, (Bandung: Fokusindo Mandiri, 2014). Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, (Bandung: Mandar Maju, 2011). Soesilo dan R. Pramudji (Penerjemah), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlick Wetboek), (Jakarta: Wipress, 2007) Subekti, R., Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Bina Cipta). Tim Redaksi, Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen) dan Kabinet Kerja Jokowi-JK 2014-2019, (Yogyarakta: Cemerlang Publishing, 2014). Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia. Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4432. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor.M.01‐HT.03.01 Tahun 2006, tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan Dan Pemindahan, dan Pemberhentian Notaris. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 702 K/Sip/1973, 5 September 1973.
Undang-Undang Dasar 1945 (hasil perubahan ketiga/amandemen). Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. “pelanggaran” dalam: www.artikata.com Soeroso, R., SH.,dalam http://ahmad-rifaiuin.blogspot.com/2013/04/akibathukum.html
103