34
BAB II AKIBAT HUKUM YANG DITIMBULKAN OLEH NOTARIS TERHADAP AKTA SURAT KUASA YANG MENGANDUNG UNSUR PIDANA
A. Tugas Dan Jabatan Notaris 1. Kedudukan Notaris Di Masyarakat Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan Notaris yang kini berlaku sebagian besar masih didasarkan pada peraturan perundang-undangan peninggalan zaman kolonial Hindia Belanda dan sebagian lagi merupakan peraturan perundang-undangan nasional yaitu:40 1. Reglement Op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb. 1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara tahun 1954 Nomor 101; 2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris; 3. Undang-undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 700); 4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379); dan
40
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum Dan Etika, (Yogyakarta : UII Press, 2009), halaman 102.
34
Universitas Sumatera Utara
35
5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah atau Janji Jabatan Notaris. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, perlu diadakan pembaharuan dan pengaturan kembali secara menyeluruh dalam satu undang-undang yang mengatur tentang jabatan notaris sehingga dapat tercipta suatu unifikasi hukum yang berlaku untuk semua penduduk di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan unifikasi hukum dibidang kenotariatan tersebut, dibentuk undang-undang tentang jabatan notaris. Pada saat undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mulai berlaku, semua peraturan yang telah disebutkan diatas dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Para notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah c.q. Menteri Kehakiman sebagai Pembantu Presiden (Pasal 17 UUD RI 1945). Sebelum menjalankan jabatannya itu seorang notaris harus mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya dihadapan Menteri atau Pejabat yang ditunjuk, paling lambat 2 bulan terhitung sejak tanggal keputusan pengangkatan sebagai notaris. Pengangkatan notaris diatur dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Pemberhentian jabatan notaris diatur didalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 14 UUJN. Notaris sebagai sebuah profesi yang mulia (officium nobile) memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat, terutama masyarakat modern yang menghendaki adanya pendokumentasian suatu peristiwa hukum atau perbuatan
Universitas Sumatera Utara
36
hukum tertentu yang dilakukan oleh subjek hukum baik dalam arti subjek hukum berupa orang (natuurlijke persoon) maupun subyek hukum dalam arti badan hukum (recht persoon). Subyek hukum diartikan sebagai penyandang hak dan kewajiban dan padanya dapat melakukan perbuatan hukum tertentu untuk menimbulkan akibat hukum tertentu. Secara sosiologis keberadaan notaris di tengah-tengah kehidupan masyarakat sangat dibutuhkan, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. Alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna ini lazim disebut dengan akta notariil atau akta otentik (authentic acte) yaitu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang. Adapun pejabat yang berwenang dimaksud antara lain adalah pejabat kantor catatan sipil yang mempunyai kewenangan mengeluarkan akta kelahiran dan akta perkawinan bagi orang-orang non muslim, Pejabat Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai pejabat yang berwenang mengeluarkan kutipan Akta Nikah, serta Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtelijk) yang berwenang mengeluarkan akta terkait dengan perjanjian yang dibuat oleh subjek hukum misalnya perjanjian pendirian PT yang dituangkan dalam Anggaran Dasar yang dibuat secara notariil, wasiat, perjanjian jual-beli untuk barang-barang tertentu, dan sebagainya.41 Dalam konteks UUJN landasan sosiologis adanya notaris pada dasarnya adalah adanya kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat terhadap jasa notaris, khususnya di era pembangunan di segala bidang kehidupan yang terjadi di negara 41
Abdul Ghofur Anshori, Ibid, halaman 107.
Universitas Sumatera Utara
37
Republik Indonesia. Kemudian landasan diperlukannya undang-undang tentang jabatan notaris adalah karena notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat yang perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.42 UUJN sebagai hukum positif
yang mengatur perihal notaris, selain
memberikan kewenangan, kewajiban, dan larangan bagi notaris hendaknya juga dapat memberikan perlindungan hukum yang seimbang bagi para pihak dalam proses pembuatan suatu akta. Hal ini penting mengingat akhir-akhir ini semakin banyak notaris yang diminta menjadi saksi atau bahkan ada yang mendapatkan gugatan atau bahkan tuntutan dari klien atau pihak lain karena ia dianggap terlibat dalam kasus tertentu yang sangat terkait erat dengan produknya berupa akta notariil.43 2. Tugas Notaris Secara historis tugas dan kewenangan utama notaris adalah membuat akta otentik baik akta pejabat maupun akta partij dalam bentuk minuta akta, kecuali untuk akta akta tertentu dan atas permintaan yang langsung berkepentingan, notaris dapat membuat akta dalam bentuk in originali. Minuta Akta adalah asli akta yang disimpan dan merupakan bagian dalam protokol notaris dan dari minuta akta yang disimpan ini, notaris berwenang untuk mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta dan Kutipan Akta. Sedangkan akta in Originali adalah asli akta yang diberikan kepada yang langsung berkepentingan dalam akta dan akta in originali ini tidak disimpan dalam
42 43
Ibid. Ibid, halaman 108.
Universitas Sumatera Utara
38
protokol notaris, sehingga untuk akta dalam in originali, notaris tidak dapat mengeluarkan Salinan Akta, Kutipan Akta dan Grosse Akta.44 Pasal 1888 jo 1889 KUH.Perdata Kewajiban adalah tugas yang harus dilaksanakan oleh seseorang, sehingga kewajiban notaris adalah tugas yang harus dilaksanakan oleh notaris dalam menjalankan jabatannya. Selain dari pada membuat akta autentik dan lain-lain itu yang memang merupakan tugas pokok atau utama, sehari-hari ia melakukan pula antara lain:45 1. Bertindak selaku penasehat hukum, terutama yang menyangkut masalah hukum perdata; 2. Mendaftarkan akta-akta atau surat-surat dibawah tangan (stukken), melakukan waarmerking; 3. Melegalisir tanda tangan; 4. Membuat dan mensahkan (waarmerking) salinan atau turunan berbagai dokumen; 5. Mengusahakan disahkannya badan-badan, seperti perseroan terbatas dan perkumpulan, agar memperoleh persetujuan atau pengesahan sebagai badan hukum dari Menteri Kehakiman; 6. Membuat keterangan hak waris (di bawah tangan); dan 7. Pekerjaan-pekerjaan lain yang bertalian dengan lapangan yuridis dan perpajakan, seperti urusan bea materai dan sebagainya. Seorang notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh UUJN, sebagaimana ketentuan yang dimuat dalam Pasal 15 UUJN, yang berbunyi :46 1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang 44
http://arigawa.blogspot.com/2010/04/notaris-sebagai-saksi-atau-tergugat.html, tanggal 28 Nopember 2010. 45 Ibid. 46 Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
39
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. 2. Notaris berwenang pula : a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar di dalam buku khusus. c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan di gambarkan dalam surat yang bersangkutan. d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya. e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau g. Membuat akta risalah lelang. 3. Selain kewenangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur di dalam perundang-undangan. Menurut hemat peneliti, tidak setiap pejabat umum dapat membuat akta, akan tetapi seorang pejabat umum hanya dapat membuat akta-akta tertentu, yang ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
40
Notaris tidak berwenang membuat akta untuk kepentingan setiap orang bahwa notaris tidak diperbolehkan membuat akta, bagi notaris itu sendiri, isterinya suaminya, keluarga sedarah atau keluarga semenda notaris dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga, baik secara pribadi maupun melalui kuasa. Maksud dan tujuan dari ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan. Bagi setiap notaris ditentukan daerah hukumnya (daerah jabatannya) dan hanya di dalam daerah yang ditentukan baginya itu ia berwenang untuk membuat akta otentik. Akta yang dibuatnya di luar daerah jabatannya adalah tidak sah. Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari jabatannya, demikian juga notaris tidak boleh membuat akta sebelum ia memangku jabatannya (sebelum diambil sumpahnya). Apabila salah satu persyaratan di atas tidak terpenuhi, maka akta yang dibuatnya itu adalah tidak otentik dan hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah
tangan, apabila akta itu ditandatangani oleh para penghadap.
Berbagai akta yang biasa atau sering dibuat dihadapan atau oleh notaris dalam menjalankan tugas jabatannya adalah sebagai berikut :47 1. Akta-akta yang menyangkut hukum perorangan (personen recht), Burgerlijk Wetboek Buku I, antara lain : a. Berbagai izin kawin baik dari orang tua ataupun kakek/nenek (harus otentik/ Pasal 71 BW). b. Pencabutan pencegahan perkawinan (harus otentik/Pasal 70 BW). c. Berbagai perjanjian kawin berikut perubahannya (harus otentik/Pasal 147, 148 BW dan sebagainya). 47
Abdul Ghofur Anshori, Ibid, halaman 23.
Universitas Sumatera Utara
41
d. Kuasa melangsungkan perkawinan (harus otentik/Pasal 70 BW). e. Hibah yang berhubungan dengan perkawinan dan penerimaannya (harus otentik/Pasal 176 dan 177 BW). f. Berbagai kuasa/bantuan suami kepada istrinya (Pasal 108 dan 139 BW). g. Pembagian harta perkawinan setelah adanya putusan pengadilan tentang pemisahan harta (harus otentik/Pasal 191 BW). h. Kuasa melepaskan harta campur (Pasal 132 dan 133 BW). i. Pemulihan kembali harta campur yang telah dipisah (harus otentik/Pasal 196 BW). j. Syarat-syarat untuk mengadakan perjanjian pisah meja dan ranjang (Pasal 237 BW). k. Perdamaian antara suami istri yang telah pisah meja dan ranjang (Pasal 248 dan 249 BW). l. Keingkaran sahnya anak (Pasal 253 dan 256 BW). m. Pengakuan anak luar kawin (harus otentik/Pasal 281 BW). n. Pengangkatan wali (harus otentik/Pasal 355 BW). o. Pengakuan terima perhitungan dan sebagainya dari/kepada Balai Harta Peninggalan (Pasal 412 BW). p. Pengakuan terima perhitungan wali (Pasal 412 BW). q. Pembebasan wali dari tanggung jawab (Pasal 412 BW). 2. Akta-akta yang menyangkut hukum kebendaan (zaken recht), Burgerlijk Wetboek Buku II, antara lain : a. Berbagai macam jenis surat wasiat, termasuk di antaranya penyimpanan wasiat umum, wasiat pendirian yayasan, wasiat umum, wasiat pemisahan dan pembagian harta peninggalan, fideicommis, pengangkatan pelaksana wasiat dan pengurusan harta peninggalan dan pencabutannya (harus otentik/ Pasal 874 dan seterusnya BW, dikecualikan codicil). b. Berbagai kuasa yang menyangkut warisan, seperti kuasa keterangan menimbang, menerima secara terbatas, menolak harta peninggalan (Pasal 1023 dan sebagainya 1044 dan seterusnya BW). c. Berbagai akta pemisahan dan pembagian harta penginggalan/warisan (dalam berbagai hal harus otentik/ Pasal 1066 dan seterusnya BW). d. Pencatatan harta peninggalan (Pasal 1073 BW). e. Jaminan kebendaan gadai (Pasal 1150 dan seterusnya BW). f. Jaminan kebendaan hipotik (harus otentik/ Pasal 1162 dan seterusnya 1171, 1195 dan 1196 BW juncto peraturan agraria). 3. Akta-akta yang menyangkut hukum perikatan (verbintenissen recht), Burgerlijk Wetboek Buku III, antara lain : a. Berbagai macam/jenis jual beli (Pasal 1457 dan seterusnya BW) untuk tanah dengan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). b. Berbagai macam/jenis tukar menukar (Pasal 1541 dan seterusnya BW), untuk tanah dengan akta PPAT. c. Berbagai macam/jenis sewa-menyewa (Pasal 1548 dan seterusnya BW).
Universitas Sumatera Utara
42
d. Macam-macam perjanjian perburuhan/hubungan kerja (Pasal 1601 dan seterusnya BW). e. Aneka perjanjian pemborongan pekerjaan (Pasal 1064 dan seterusnya BW). f. Rupa-rupa persekutuan/perseroan (Maatschap) (Pasal 1618 dan seterusnya BW). g. Berbagai jenis perkumpulan (Pasal 1653 dan seterusnya BW). h. Berbagai hibah (Pasal 1666 dan seterusnya BW), untuk tanah dengan akta PPAT (harus otentik/Pasal 1682 BW). i. Rupa-rupa penitipan barang (Pasal 1694 dan seterusnya BW). j. Aneka perjanjian tentang pinjam pakai (Pasal 1740 dan seterusnya BW). k. Berbagai perjanjian pinjam-meminjam/kredit/hutang uang dan sebagainya (Pasal 1754 dan seterusnya BW). l. Rupa-rupa pemberian kuasa, khusus maupun umum (Pasal 1792 dan seterusnya BW). m. Penanggungan utang/jaminan pribadi/borgtocht (Pasal 1820 BW). n. Perdamaian dalam berbagai masalah (Pasal 1851 dan seterusnya BW). 4. Akta-akta yang menyangkut hukum dagang/perusahaan (Wetboek van Koophandel dan lain-lain), antara lain : a. Berbagai perseroan (Maatschap, Firma, Comanditair Vennotschap, Perseroan Terbatas biasa, Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing, Perseroan, Perseroan Indonesia atas saham, baik pendirian, perubahan, pembekuan maupun pembubarannya serta gabungan beberapa perusahaan atau merger dan lain sebagainya. b. Protes non pembayaran/akseptasi (harus otentik/Pasal 132 dan 143 WvK). c. Berbagai perantara dagang, seperti perjanjian keagenan dagang dan kontrak perburuhan dengan pedagang keliling. d. Akta-akta yang menyangkut badan-badan sosial atau kemanusiaan (zedelijke lichamen), seperti Perkumpulan Yayasan (harus/biasa otentik) dan wakaf.
Kewajiban bagi notaris diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUJN dan Pasal 3 Kode Etik. Kewajiban notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris adalah :48 1. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. 2. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris.
48
Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
43
3. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta atau kutipan akta berdasarkan minuta akta. 4. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya. 5. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain. 6. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlah akta tidak dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari 1 buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku. 7. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga. 8. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan. 9. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf hatau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang kenotariatan dalam waktu 5 hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya. 10. Mencatat dalam reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan. 11. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan dan tempat kedudukan yang bersangkutan. 12. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris. 13. Menerima magang calon notaris. Sedangkan kewajiban notaris yang diatur oleh Pasal 3 Kode Etik adalah : 1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik. 2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan Notaris. 3. Menjaga dan membela kehormatan perkumpulan. 4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan notaris.
Universitas Sumatera Utara
44
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan. 6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara. 7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium. 8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari. 9. Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan/dilingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat : a. Nama lengkap dan gelar yang sah. b. Tanggal dan nomor surat keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai notaris. c. Tempat kedudukan. d. Alamat kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di atas papan nama harus jelas dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud. 10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh perkumpulan, menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan perkumpulan.
Universitas Sumatera Utara
45
11. Membayar uang iuran perkumpulan secara tertib. 12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia. 13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkan perkumpulan. 14. Menjalankan jabatan notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasan yang sah. 15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim. 16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya. 17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam : a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris. c. Isi Sumpah Jabatan Notaris. d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
46
B. Surat Kuasa Yang Dibuat Notaris Penggunaan surat kuasa saat ini sudah sangat umum di tengah masyarakat untuk berbagai keperluan. Awalnya konsep surat kuasa hanya dikenal dalam bidang hukum, dan digunakan untuk keperluan suatu kegiatan yang menimbulkan akibat hukum, akan tetapi saat ini surat kuasa bahkan sudah digunakan untuk berbagai keperluan sederhana dalam kehidupan masyarakat. Ada beberapa banyak yang mendefinikan tentang surat kuasa : 1. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Keluaran Balai Pustaka mendefinisikan surat kuasa sebagai ”surat yang berisi tentang pemberian kuasa kepada seseorang untuk mengurus sesuatu”. 2. Gramatikal bahasa Inggris, definisi surat kuasa atau Power Of Attorney adalah sebuah dokumen yang memberikan kewenangan kepada seseorang untuk bertindak atas nama seseorang lainnya (a document that authorizes an individual to act on behalf of someone else). 3. Rachmad Setiawan dalam bukunya ”Hukum Perwakilan dan Kuasa” mengatakan pengaturan
tentang surat kuasa di KUHPerdata sebenarnya mengatur soal
lastgeving yang terjemahan harafiahnya pemberian beban perintah. Pada dasarnya tidak ada aturan hukum apapun yang memberikan definisi tentang surat kuasa, sehingga untuk lebih memahami perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud pemberian kuasa. Dalam Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan :
Universitas Sumatera Utara
47
“Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”. Hukum pembuktian mengenal adanya alat bukti yang berupa surat sebagai alat bukti tertulis. Surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian. Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi menjadi dua yaitu surat yang merupakan akta dan surat-surat yang bukan akta.49 Secara mendasar, Hukum Acara Perdata mengenal 3 macam surat, yaitu: surat biasa, akta di bawah tangan dan akta otentik. Dibandingkan dengan surat biasa dan akta di bawah tangan, akta otentik merupakan bukti yang cukup atau bukti yang sempurna, artinya bahwa isi fakta tersebut oleh hakim dianggap benar, kecuali apabila diajukan bukti lawan yang kuat. Hal mana berarti bahwa hakim harus mempercayai apa yang tertulis dalam akta tersebut, dengan perkataan lain apa yang termuat dalam akta tersebut harus dianggap benar selama ketidakbenarannya tidak dibuktikan terhadap pihak ketiga.50 Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dinyatakan dalam Ordonansi tahun 1867 nomor 29 yang intinya menyatakan bahwa barang siapa yang terhadapnya diajukan suatu tulisan di bawah tangan, diwajibkan secara tegas mengakui atau menyangkal tanda tangannya, tetapi bagi para ahli warisnya atau orang-orang yang 49
Abdul Ghofur Anshori, Ibid, halaman 17. http://hukumwaris.com/hukum-perdata/85-akta-otentik-dalam-hukum-positif-indonesia html, tanggal 22 Oktober 2010. 50
Universitas Sumatera Utara
48
mendapat hak dari padanya, cukuplah jika mereka menerangkan tidak mengakui tulisan atau tanda tangan itu sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang mereka wakili. Akta di bawah tangan yang diakui isi dan tandatangannya, dalam kekuatan pembuktian hampir sama dengan akta otentik, bedanya terletak pada kekuatan bukti keluar, yang tidak dimiliki oleh akta di bawah tangan. Surat-surat lain selain akta mempunyai nilai pembuktian sebagai bukti bebas.51 Surat kuasa dapat berbentuk akta otentik (akta notaris), secara di bawah tangan, secara biasa/lisan dan secara diam-diam (Pasal 1793 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/KUHPerdata). Ada 2 jenis surat kuasa yang diatur berdasarkan Pasal 1795 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu : 1. Surat Kuasa Umum Surat kuasa umum yaitu kuasa yang diberikan kepada seorang penerima kuasa antara lain meliputi perbuatan untuk kepentingan si pemberi kuasa. Contohnya mengurus pembayaran listrik, telepon, air, penghunian dan pemeliharaan. 2. Surat Kuasa Khusus Surat kuasa khusus yaitu kuasa yang diberikan hanya untuk kepentingan tindakan tertentu. Di dalam surat kuasa khusus ini harus dengan jelas dan tegas disebutkan tindakan tertentu yang dikuasakan tersebut. Contohnya kuasa untuk mengalihkan suatu barang bergerak dan kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan, kuasa untuk mewakili klien berperkara di Pengadilan bagi seorang pengacara.
51
Ibid
Universitas Sumatera Utara
49
Adapun syarat yang harus dipenuhi agar suatu surat disebut Akta adalah :52 a. Surat itu harus ditanda tangani. Keharusan ditanda tangani sesuatu surat untuk dapat disebut akta ditentukan dalam pasal 1874 KUHPerdata. Tujuan dari keharusan ditanda tangani itu untuk memberikan ciri atau untuk mengindividualisasi sebuah akta yang satu dengan akta yang lainnya, sebab tanda tangan dari setiap orang mempunyai cirri tersendiri yang berbeda dengan tanda tangan orang lain. Dan dengan penanda tangannya itu seseorang dianggap menjamin tentang kebenaran dari apa yang ditulis dalam akta tersebut. b. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau perikatan. Jadi surat itu harus berisikan suatu keterangan yang dapat menjadi bukti yang dibutuhkan, dan peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu haruslah merupakan peristiwa hukum yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan. c. Surat itu diperuntukan sebagai alat bukti. Jadi surat itu memang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti. Menurut ketentuan aturan Bea Materai Tahun 1921 dalam pasal 23 ditentukan antara lain : bahwa semua tanda yang ditanda tangani yang diperbuat sebagai buktinya perbuatan kenyataan atau keadaan yang bersifat hukum perdata dikenakan bea materai tetap sebesar Rp.25,-. Oleh karena itu sesuatu surat yang akan dijadikan alat pembuktian di pengadilan harus ditempeli bea materai secukupnya (sekarang sebesar Rp.6.000,-). Dalam pembuatan akta surat kuasa, ada hal-hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu yaitu : 1. Penghadap harus berumur paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dengan kata lain cakap melakukan perbuatan hukum.53 2. Pengahadap harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepadanya ole 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.54
52 53 54
http://www.blogster.com/komparta/analisis-hukum-tentang, tanggal 22 Oktober 2010. Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
50
3. Akta dibuat dalam bahasa Indonesia dan atau dapat dibuat dalam bahasa lain yang dipahami oleh notaris dan saksi apabila pihak yang berkepentingan menghendaki sepanjang undang-undang tidak menentukan lain.55 Surat kuasa otentik atau surat lainnya yang menjadi dasar kewenangan pembuatan akta yang dikeluarkan dalam bentuk originali atau surat kuasa di bawah tangan wajib dilekatkan pada minuta akta. Surat kuasa otentik yang dibuat dalam minuta akta diuraikan dalam akta. Isi akta tidak boleh diubah atau ditambah, baik berupa penulisan tindih, penyisipan, pencoretan, atau penghapusan dan menggantinya dengan yang lain. Perubahan mana dalam akta hanya sah apabila perubahan tersebut diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi dan notaris. Mengingat Notaris diangkat oleh Menteri kehakiman dalam “Jabatan Kepercayaan”untuk kepentingan masyarakat demi tercapainya kepastian hukum dan bukan untuk kepentingan pribadi Notaris yang bersangkutan sehingga menimbulkan tanggung jawab yang berat,baik dipandang dari segi hukum maupun dari segi moral dan etika, maka diperlukan pengawasan terhadap para Notaris agar kepentingan masyarakat pemakai jasa Notaris dapat dilindungi. Ada beberapa fungsi surat (akta) ditinjau dari segi hukum, yaitu :56 1. Sebagai syarat menyatakan perbuatan hukum. Dalam beberapa peristiwa atau perbuatan hukum dimana akta ditetapkan sebagai syarat pokok (formalitas causa), tanpa akta dianggap perbuatan hukum yang dilakukan tidak memenuhi syarat formil. Sebagai contoh, perbuatan hukum memanggil penggugat aiau tergugat untuk menghadiri sidang, maka hal tersebut 55
Pasal 43 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. http://elfatsani.blogspot.com/2009/04/pembuktian-di-muka-persidangan.html, tanggal 25 Januari 2011. 56
Universitas Sumatera Utara
51
harus dilakukan dengan akta (eksploisi) sebab jika tidak demikian maka dinyatakan tidak sah. Contoh lain yakni somasi harus dilakukan dengan surat (akta), sebab dengan demikian akan terpenuhi ketentuan “ingebreke steling”, dimana dibetur dalam keadaan wanprestasi. 2. Sebagai alat bukti. Pada umumnya pembuatan akta tidak lain dimaksudkan sebagai alat bukti sekaligus bias juga melekat sebagai syarat menyatakan perbuatan dan sekaligus dimaksudkan sebagai fungsi alat bukti, dengan demikian suatu akta bias berfungsi ganda. 3. Sebagai alat bukti satu-satunya. Dalam hal ini surat(akta) berfungsi sebagai “probationis Causa” , sebab tanpa surat (akta), maka tidak dapat dibuktikan dengan alat bukti lain. Untuk lebih jelasnya dapat diambil contoh pembuktian perkawinan, satu-satunya alat bukti mengenai hubungan perkawinan tidak lain hanya dengan “kutipan akta nikah”. Pada hakikatnya kekuatan pembuktian dari akta itu selalu dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu :57 1. Kekuatan pembuktian lahir. Yang dimaksud dengan kekuatan pembuktian lahir ialah kekuatan pembuktian yang didasarkan atas keadaan lahir dari akta itu, maksudnya bahwa suatu surat yang kelihatannya seperti akta, harus diperlakukan sebagai akta, sampai dibuktikan sebaliknya. Akta otentik mempumyai kekuatan lahir sesuai dengan asas akta publica probant seseipsa yang berarti bahwa suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik, serta memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka akta itu harus dianggap sebagai akta otentik, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, bila syarat-syarat formal diragukan kebenarannya oleh pihak lawan, dia dapat meminta kepada pengadilan untuk meneliti akta tersebut berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan oleh pihak lawan. Kenudian Majelis Hakim memutuskan apakah akta otentik itu boleh digunakan sebagai bukti atau tidak dalam perkara. 2. Kekuatan pembuktian formil. Kekuatan pembuktian formil ini berarti bahwa apa yang disebutkan didalam suatu akta itu memang benar apa yang diterangkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Artinya pejabat dan pihak-pihak yang berkepentingan menerangkan dan melakukan seperti disebutkan dalam akta dan benar demikian adanya. Jadi formalitas yang ditentukan undang-undang benar-benar dipenuhi, namun suatu ketika mungkin juga ada pihak yang meragukan kebenarannya bila akta itui dijadikan bukti dalan perkara misalnya saja dalam akta otentik dikatakan bahwa 57
http://rangerwhite09-artikel.blogspot.com/2010/05/azas-pembuktian.html, tanggal 25
Januari 2011.
Universitas Sumatera Utara
52
penyerahan barang dilakukan dirumah dalam keadaan baik, padahal sebenarnya bukan diserahkan dirumah melainkan disuatu tempat lain dan dalam keadaan baik padahal sebenarnya bukan diserahkan dirumah melainkan ditempat lain dan dalam keadaan baik, ketika dibawa kerumah terjadi kerusakan, dalam akta otentik pejabat menerangkan bahwa barang diserahkan dirumah dalam keadaan baik, keterangan hanya bersifat formalitas belaka, keadaan demikian perlu dipertimbangkan oleh Majelis Hakim apakah akta itu dapat dijadikan bukti atau tidak. 3. Kekuatan pembuktian materil. Mengenai kekuatan pembuktian materiil akte otentik paling tidak menyangkut permasalahan, apakah keterangan yang tercantum didalamnya benar atau tidak, dengan demikian kekuatan pembuktian materiil adalah merupakan pokok persoalan akta otentik. Prinsip daripada kekuatan bukti materiil adalah setiap penandatanganan akta otentik oleh seseorang selamanya harus dianggap untuk keuntungan pihak penandatanganan. Yang perlu diperhatikan adalah keterangan yang dibuat seseorang yang bertujuan merugikan pihak lain tanpa sepengetahuannya adalah tidak dapat mengekat orang lain menurut hukum pembuktian, dan kalau yang seperti ini dibenarkan, maka dapat menimbulkan hancurnya tatanan kehidupan masyarakat. Berpatokan pada prinsip penandatanganan akta otentik untuk keuntungan pihak lain dihubungkan dengan kekuatan pembuktian materiil, dalam hal ini harus ditegakkan asas “orang hanya dapat membebankan kewajiban pada diri sendiri”. Dengan asas ini, maka dapat ditegakkan kekuatan materiil pembuktian otentik, karena didalamnya terdapat ha-hal sebagai berikut :58 a. Siapa yang menandatangani akta, berarti dengan sukarela ia telah menyatakan maksud dan kehendak. b. Tujuan dan maksud pernyataan itu untuk menjamin kebenaran keterangan yang diberikan dalam akta.
58
http://elfatsani.blogspot.com/2009/04/pembuktian-di-muka-persidangan.html, tanggal 25 Januari 2011.
Universitas Sumatera Utara
53
c. Oleh karena itu dibelakang hari dia tidak boleh mengingkari, bahwa dia tidak menuliskan atau tidak memberi keterangan yang tercantum didalam akta. d. Namun demikian bukan berarti isi keterangan akta adalah mutlak benar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Ketentuan mengenai pemalsuan surat dapat dilihat pada Pasal 263 KUHPidana, yang menyebutkan sebagai berikut : 1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun. 2. Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barang siapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian. Dalam Pasal 263 tersebut ada 2 kejahatan, masing-masing dirumuskan pada ayat 1 dan 2 yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :59 Ayat 1 yaitu : a. Unsur-unsur objektif : 1. Perbuatan : a. Membuat palsu. b. Memalsu. 2. Obyeknya yakni surat : a. Yang dapat menimbulkan suatu hak. 59
Adami Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001), halaman 98.
Universitas Sumatera Utara
54
b. Yang menimbulkan suatu perikatan. c. Yang menimbulkan suatu pembebasan hutang. d. Yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal. 3. Dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian surat tersebut. b. Unsur Subjektif : dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu. Ayat 2 yaitu : a. Unsur-unsur obyektif : 1. Perbuatan : memakai 2. Obyeknya : a. Surat Palsu b. Surat yang dipalsukan. 3. Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian. b. Unsur Subjektif : dengan sengaja Membuat surat palsu (membuat palsu valselijk opmaaken sebuah surat) adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya. Disamping isinya dan asalnya surat yang tidak benar dari membuat surat palsu, dapat juga tanda tangannya yang tidak benar. Hal ini dapat terjadi dalam hal misalnya : 1. Membuat dengan meniru tanda tangan seseorang yang tidak ada orangnya, seperti orang yang telah meninggal dunia atau secara fiktif (dikarang-karang). 2. Membuat dengan meniru tanda tangan orang lain baik dengan persetujuannya ataupun tidak.
Universitas Sumatera Utara
55
Sedangkan perbuatan memalsu (vervalsen) surat adalah berupa perbuatan mengubah dengan cara bagaimanapun oleh orang yang tidak berhak atas sebuah surat yang berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain/berbeda dengan isi surat semula. Sama halnya dengan membuat surat palsu, memalsu surat dapat terjadi selain terhadap sebagian atau seluruh isi surat, dapat juga pada tanda tangan si pembuat surat. Misalnya si pembuat dan yang bertanda tangan dalam surat bernama parikun, diubah tanda tangannya menjadi tanda tangan orang lain yang bernama panirun. Dalam hal ini ada suatu arrest HR (14-4-1913) yang menyatakan bahwa ”barangsiapa di bawah suatu tulisan membubuhkan tanda tangan orang lain sekalipun atas perintah dan persetujuan orang tersebut telah memalsukan tulisan itu.”60 Perbedaan prinsip antara perbuatan membuat surat palsu dan memalsu surat, adalah bahwa membuat surat palsu/membuat palsu surat, sebelum perbuatan dilakukan, belum ada surat, kemudian dibuat suatu surat yang isinya sebagian atau seluruhnya adalah bertentangan dengan kebenaran atau palsu. Seluruh tulisan dalam surat itu dihasilkan oleh perbuatan membuat surat palsu. Surat yang demikian disebut dengan surat palsu atau surat tidak asli. Hal ini berbeda dengan perbuatan memalsu surat. Sebelum perbuatan ini dilakukan, sudah ada sebuah surat disebut surat asli. Kemudian pada surat yang asli ini, terhadap isinya (termasuk tanda tangan dan nama si pembuat asli) dilakukan perbuatan memalsu yang akibatnya surat yang semula benar menjadi surat yang sebagian atau seluruh isinya tidak benar dan bertentangan dengan kebenaran atau 60
Adami Chazawi, ibid, halaman 101.
Universitas Sumatera Utara
56
palsu. Dengan demikian surat tersebut disebut dengan surat yang dipalsukan. Hal ini dapat dilihat seperti dalam contoh kasus Putusan MA No. 303 K/Pid/2004 mengenai 2 (dua) buah akta surat kuasa yang dibuat oleh H. Mohammad Afdal Gazali, SH selaku Notaris/PPAT di Pekan Baru. Dalam hal ini diketahui bahwa, pemilik dari kedua bidang tanah tersebut adalah Almarhuma Ny. Siswo Sunarto. Kemudian atas permintaan dari Ir. Soediono dan Syamsuri, Notaris/PPAT membuat 2 (dua) buah akta surat kuasa tersebut berdasarkan data-data dua bidang tanah yang ada sesuai dengan Sertipikat Hak Milik Nomor 435/Bangka dan Nomor 434/Bangka atas nama Ny. Siswo Sunarto yang diberikan oleh Ir. Soediono dan Syamsuri. Kemudian H. Mohammad Afdal Gazali, SH membuat dua buah akta surat kuasa atas nama Ny. Siswo dan Syamsuri secara fiktif yang berisi antara lain ”untuk bertindak mewakili pemberi kuasa dalam segala hal dan perbuatan yang tidak dikecualikan atas sebidang tanah Sertipikat Hak Milik Nomor : 435/Bangka seluas 1.590 M2 dan sebidang tanah Sertipikat Hak Milik Nomor 434/Bangka seluas 651 M2 terletak di Jl. Bangka III Rt. 002/02 Kelurahan Bangka, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan”. Kemudian akta tersebut ditandatangani oleh H. Mohammad Afdal Gazali, SH dan Syamsuri dengan disaksikan oleh Ir. Soediono. Dengan melihat salah satu contoh kasus diatas tersebut, dapatlah dikatakan bahwa akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT H. Mohammad Afdal Gazali, SH telah melanggar ketentuan yang terdapat dalam Pasal 17 UUJN yang berisi : a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
Universitas Sumatera Utara
57
c. d. e. f.
Merangkap sebagai pegawai negeri; Merangkap jabatan sebagai pejabat negara; Merangkap jabatan sebagai advokat; Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta; g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris; h. Menjadi Notaris Pengganti; atau i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris. dengan tindakan notaris Mohammad Afdal Gazali, SH secara bersama-sama dengan Ir. Soediono dan Syamsuri yang telah melakukan pemalsuan terhadap akta otentik, dengan cara memalsukan tanda tangan pemilik asli (Alm. Ny. Siswo Sunarto) atas 2 (dua) bidang tanah ke dalam suatu akta surat kuasa, yang seolah-olah surat kuasa otentik tersebut adalah benar dan tidak dipalsukan. Dan kemudian surat kuasa tersebut dipergunakan oleh pihak lain untuk menjual kedua bidang tanah tersebut kepada pihak lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa akta surat kuasa yang dibuat oleh notaris tersebut dapat menjadi batal demi hukum61 karena telah melanggar Pasal 44 dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Dalam Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berbunyi : 1. Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, dipidana, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. 61
Akta menjadi batal demi hukum apabila isi akta tidak memenuhi syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para pihak, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang
Universitas Sumatera Utara
58
2. Dipidana dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian. Ada 2 kejahatan dalam pasal 266, masing-masing dirumuskan pada ayat 1 dan 2 yaitu:62 Ayat ke-1 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : 1. Unsur-unsur obyektif : a. Perbuatan : menyuruh memasukkan. b. Obyeknya : keterangan palsu. c. Ke dalam akta otentik. d. Mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan dengan akta itu. e. Jika pemakaiannya dapat menimbulkan kerugian. 2. Unsur Subyektif : dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai seolah-olah keterangan itu sesuai dengan kebenaran. Ayat ke-2 mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : 1. Unsur-unsur obyektif : a. Perbuatan : memakai. b. Obyeknya : akta otentik tersebut ayat 1. c. Seolah-olah isinya benar. 2. Unsur subyektif : dengan sengaja.
62
Adami Chazawi, ibid, halaman 112.
Universitas Sumatera Utara
59
Dalam rumusan tersebut diatas, tidak dicantumkan siapa orang yang disuruh untuk memasukkan keterangan palsu tersebut, tetapi dapat diketahui dari unsur/kalimat ke dalam akta otentik dalam rumusan ayat ke 1, bahwa orang tersebut adalah yang membuat akta otentik. Sebagaimana diketahui bahwa akta otentik dibuat oleh pejabat umum yang menurut undang-undang berwenang untuk membuatnya, misalnya seorang Notaris, Pegawai Catatan Sipil, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pejabat ini dalam pembuatan akta otentik adalah memenuhi permintaan, sedangkan orang yang meminta inilah yang dimaksud orang yang menyuruh memasukkan keterangan palsu. Pada hakikatnya akta otentik memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada notaris. Namun notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam akta notaris telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi akta tersebut yang akan ditandatanganinya. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik harus dapat mempertanggungjawabkan akta yang dibuatnya tersebut apabila ternyata dikemudian hari timbul masalah dari akta otentik tersebut. Masalah yang timbul dari akta yang dibuat oleh Notaris perlu dipertanyakan, apakah akibat kesalahan dari Notaris tersebut atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan keterangan, dokumen yang dibutuhkan secara jujur dan lengkap kepada Notaris.
Universitas Sumatera Utara
60
Apabila kesalahan yang terjadi pada pembuatan akta otentik tersebut berasal dari para pihak yang melakukan perbuatan hukum dengan memberikan keterangan tidak jujur dan dokumen tidak lengkap (disembunyikan) oleh para pihak, maka akta otentik yang dibuat Notaris tersebut mengandung cacat hukum, dan bila karena keterangan para pihak yang tidak jujur atau menyembunyikan sesuatu dokumen penting yang seharusnya diperlihatkan kepada Notaris, maka para pihak yang melakukan perbuatan tersebut dapat saja dikenakan tuntutan pidana oleh pihak lain yang merasa dirugikan dengan dibuatnya akta otentik tersebut. Pasal pidana yang dapat digunakan untuk melakukan penuntutan pidana terhadap para pihak tersebut adalah Pasal 266 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana) yang menyatakan ”Barang siapa menyuruh mencantumkan suatu keterangan palsu mengenai suatu hak di dalam suatu akta otentik yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta tersebut dengan maksud untuk mempergunakannya atau untuk menyuruh orang lain mempergunakannya seolah-olah keterangannya itu sesuai dengan kebenaran, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun jika penggunaannya dapat menimbulkan suatu kerugian”. Notaris yang membuat akta otentik sebagaimana dimaksud di atas meskipun ia tidak terlibat dalam pemalsuan keterangan dalam akta otentik tersebut dapat saja dilakukan pemanggilan oleh pihak penyidik Polri dalam kapasitasnya sebagai saksi
Universitas Sumatera Utara
61
dalam masalah tersebut.63 Bila dalam penyelidikan dan penyidikan pihak kepolisian ternyata didapati bukti permulaan yang cukup atas keterlibatan Notaris dalam memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik yang dibuatnya tersebut, maka tidak tertutup kemungkinan Notaris tersebut dapat dijadikan sebagai tersangka. Bukti permulaan yang cukup menurut Pasal 266 ayat (1) KUHP tersebut antara lain : 1. Dengan sadar/sengaja memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik yang dibuatnya sehingga menguntungkan dirinya dan/atau orang yang memasukkan keterangan palsu itu ke dalam akta otentik tersebut serta merugikan pihak lain. 2. Karena kelalaian/kecerobohannya yang membuat masuknya keterangan palsu tersebut ke dalam akta otentik yang dibuatnya. Kedua poin tersebut di atas merupakan dasar perbuatan pidana yang mengakibatkan seorang notaris dapat dipanggil oleh penyidik Polri yang masingmasing berdiri sendiri dan bukan merupakan syarat kumulatif. Dengan sadar/sengaja memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik merupakan suatu perbuatan pidana yang
disebut
dengan
dolus
(kesengajaan),
sedangkan
karena
kelalaian/
kecerobohannya yang membuat masuknya keterangan palsu dalam akta otentik merupakan suatu perbuatan pidana yang disebut dengan culpa (kelalaian).
63
PAF Lamintang, Delik-delik Khusus (Kejahatan-kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum terhadap Surat-surat, Alat-alat Pembayaran, Alat-alat Bukti dan Peradilan), Mandar Maju, Bandung, 1991, hlm. 83.
Universitas Sumatera Utara