K E M E N T E R I A N K E U A N G A N REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT J E N D E R A L P A J A K P E R A T U R A N DIREKTUR J E N D E R A L P A J A K N O M O R P E R - 0 8 /PJ/2014 TENTANG PENGAWASAN T E R H A D A P P E M O T O N G A N / P E M U N G U T A N D A N P E N Y E T O R A N PAJAK Y A N G D1LAKUI
a. bahwa u n t u k melaksanakan ketentuan Pasal 19 Peraturan Menteri Ktuarigan Nomor 64/PMK.05/2013 tentarig Mekanisme Pengawasan terhadap Pemotongan/Pemungutan dan Penyetoran Pajak yang d i i a k u k a n oleh Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah/Kuasa Bendahara U m u m Daerah; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana d i m a k s u d dalam, h u r u f a, p e r l u menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengawasan terhadap Pemotongan/ Pemungutan dan Penyetoran Pajak yang dila.kukan oleh Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah/Kuasa Bendahara U m u m Daerah;
Mengingat
; 1. Undang-Undang Nomor 6 T a h u n 1983 tentang Ketentuan U m u m dan Tata Cara Perpajakan {Lembaran Negara Fiepublik Indonesia T a h u n 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali d i u b a h terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 T a h u n 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T a h u n 2009 Nomor 62, T a m b a h a n Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); 2. Undaug-Undang Nomor 7 T a h u n 1983 tentang Pajak Penr^hasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia T a h u n 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253) sebagaimana telah beberapa kali 'diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 T a h u n 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia T a h u n 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893); 3. Undang-Undang Nomor 8 T a h u n 1983 tentang Pajak Pertambalian Nilai Baran^^ tlan Jasa dan Pajak Pcniualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia T a h u n 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Repubjik Indonesia Nomor 3264 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- U n d a n g Nomor 4 2 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indojiesia Tahun 2009 Nomor ISO, Tambahan Lembaran Ncgtira Republik Indonesia Nomor 5069); 4. Undany .-,
-2-
4. Undang-Undang Nomor 17 T a h u n 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia T a h u n 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia T a h u n 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 6. Undang-Undang Nomor 33 T a h u n 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia T a h u n 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 T a h u n 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia T a h u n 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 T a h u n 2011; 9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/ P M K . 0 5 / 2 0 1 3 tentang Mekanisme Pengawasan terhadap Pemotongan/Pemungutan dan Penyetoran Pajak yang diiakukan oleh Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah/Kuasa Bendahara U m u m Daerah; MEMUTUSI<:AN:
Menetapkan: PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK ' TENTANG PENGAWASAN T E R H A D A P P E M O T O N G A N / P E M U NGUTAN DAN PENYETORAN P A J A K Y A N G D i L A K U I i A N O L E H B E N D A H A R A P E N G E L U A R A N SATUAN K E R J A P E R A N G K A T D A E R A H / K U A S A BENDAHARA UMUM DAERAH. Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang d i m a k s u d dengan: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat A P B D adalah rencana keuangan t a h u n a n Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. 2. Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. 3. Satuan Kerja Pengeloia Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat S K P K D adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang^ yang juga melaksanakan pengelolaan keuangan daerah.
-3-
4.
Pejabat Pengeloia Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah Kepala S K P K D yang m e m p u n y a i tugas melaksanakan pengelolaan A P B D dan bertindak sebagai Bendahara U m u m Daerah.
5. Bendahara U m u m Daerah yang selanjutnya disingkat B U D adalah . PPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan A P B D dan bertindak dalam kapasitas sebagai B U D serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. 6.
K u a s a Bendahara U m u m Daerah yang selanjutnya disebut Kuasa B U D adalah pejabat yang diberi k u a s a u n t u k melaksanakan sebagian tugas BUD dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada BUD.
7. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat S K P D adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/barang. 8. Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Bendahara Pengeluaran S K P D adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang u n t u k keperluan Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan A P B D pada S K P D . 9.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan/bendahara pengeluaran u n t u k mengajukan permintaan pembayaran.
10. Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah dokumen yang menyatakan tersedianya dana u n t u k melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan SPP. 11. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat S P M adalah dokumen yang digunakan/diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran u n t u k penerbitan SP2D atas beban pengeluaran S K P D . 12. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana yang diterbitkan oleh B U D berdasarkan SPM. 13. Daftar Transaksi Harian Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat DTH adalah daftar yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran S K P D dan K u a s a B U D yang memuat n n c i a n transaksi harian belanja daerah per Surat Perintah Membayar/Surat Penyediaan D a n a (SPM/SPD) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). 14. Rekapitulasi Transaksi Harian Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat RTH adalah daftar yang dibuat oleh K u a s a B U D yang memuat rekapitulasi dari DTH dalam satu wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota. 15. Kantor ...
<
-4-
15. Kanlor adalah berada Kepala
Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
16. Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah diiakukan dengan menggunakan formulir atau telah diiakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Pasal 2 Pengawasan terhadap pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak yang diiakukan oleh Bendahara Pengeluaran S K P D / K u a s a B U D meliputi: a.
Perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah;
b. Penerimaan dan penatausahaan DTH dan R T H ; c.
Pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak;
d. Konfirmasi kebenaran perhitungan dan penyetoran dan c.
Pemcriksaan/verifikasi pajak.
atas
perhitungan
dan
pajak;
penyetoran
Pasal 3 (1) Perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi: a. Penghimpunan data pagu Belanja Daerah (APBD);
Anggaran
Pendapatan
dan
b. Metode perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah; dan c. Pendokumentasian basil perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah. (2') Tata cara perhitungan potensi pajak" atas Belanja Daerah sebagaimana d i m a k s u d pada ayat (1) ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terplsahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak i n i . Pasal 4 (1) Dalam rangka penerimaan dan penatusahaan DTH dan RTH sebagaimana d i m a k s u d dalam Pasal 2 huruf b perlu ditetapkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) penerima DTH dan RTH d a n K u a s a B U D . (2) K P P yang ditetapkan menerima DTH dan RTH dari K u a s a B U D sebagaimana d i m a k s u d pada ayat (1) merupakan KPP tempat masing-masing B U D terdaftar sebagai Wajib Pajak.
(3) Kepala KPP yang ditetapkan sebagaimana d i m a k s u d pada ayat (2) wajib menyampaikan surat pemberitahuan mengenai kewajiban penyampaian DTH dan RTH oleh K u a s a BUD. (4) Surat pemberitahuan sebagaimana d i m a k s u d pada ayat (3) paling sedikit memuat jenis dokumen, batas w a k t u penyampaian dokumen dan alamat penyampaian dokumen DTH dan RTH. (5) Penyampaian surat pemberitahuan sebagaimana d i m a k s u d pada ayat (3) diiaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran dengan ketentuan sebagai berikut: a. u n t u k tahun anggaran berjalan, pertama kali disampaikan paling lambat 1 (satu) b u l a n sejak ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak i n i ; dan b. u n t u k t a h u n anggaran berikutnya, pertama kali disampaikan paling lambat akhir b u l a n J a n u a r i tahun anggaran berkenaan. Pasal 5 (1) K u a s a B U D menyampaikan DTH d a n R T H kepada K P P yang telah ditetapkan sebagaimana d i m a k s u d dalam pasal 4 ayat (2). (2) Penyampaian DTH dan RTH sebagaimana d i m a k s u d pada ayat (1) dapat diiakukan; a. secara langsung kepada KPP; atau b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau j a s a pengiriman lainnya dengan b u k t i pengiriman surat. (3) Penyampaian D T H dan RTH melalui pos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah penyampaian D T H dan RTH melalui jasa pos yang mempunyai bukti pengiriman secara tercatat. (4) Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa pengiriman lainnya sebagaimana d i m a k s u d pada ayat (2) h u r u f c adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memberikan jasa pengiriman surat termasuk pengiriman DTH dan RTH kepada Direktorat Jenderal Pajak dengan bukti pengiriman secara tercatat. (5) Atas penyampaian DTH dan RTH secara langsung kepada KPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) h u r u f a diberikan bukti penerimaan surat yang diterbitkan oleh petugas yang ditunjuk pada KPP yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2). (6) B u k t i penerimaan surat sebagaimana d i m a k s u d pada ayat (5) dan/atau bukti pengiriman surat sebagaimana d i m a k s u d pada ayat (2) h u r u f b dan h u r u f c, merupakan tanda bukti penerimaan DTH dan RTH,
(7) Tangga! yang Lercantum dalam bukti penerimaan s u r a l dan/ ata u b u k t i pengiriman surat sebagaimana d i m a k s u d pada ayat (6) merupakan tanggal penerimaan D T H dan RTH. (8) Tata cara penerimaan dan penatausahaan D T H dan RTH sebagaimana d i m a k s u d dalam Pasal 2 huruf b ditetapkan dalani Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak i n i . Pasal 6 (1) Pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana d i m a k s u d dalam Pasal 2 h u r u f c meliputi: a. Pengujian dan
kebenaran
pemotongan/pemungutan
gajak;
b. Pengujian kebenaran penyetoran pajak. (2) Konfirmasi kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana d i m a k s u d dalam Pasal 2 h u r u f d d i i a k s a n a k a n dalam hai terdapat ketidaksesuaian pemotongan/ pemungutan dan/atau penyetoran pajak berdasarkan basil pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana d i m a k s u d pada ayat (1). (3)
Tata cara pengujiam kebenaran perhitungan dan pem^etoran pajak sebagaimana d i m a k s u d pada ayat (1) serta tata cara konfirmasi kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana d i m a k s u d pada ayat (2) ditetapkan dalam Lampiran IH yang merupakan bagian tidak terpisahkan d a n Peraturan Direktur Jenderal Pajak i n i . Pasal 7
(1) Pemeriksaan/verifikasi atas perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana d i m a k s u d dalam Pasal 2 huruf e diiaksanakan dalam hal hasil pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan/atau konfirmasi kebenaran perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana d i m a k s u d dalam Pasal 6 ayat (2) masih terdapat selisih k u r a n g pajak yang belum dipotong/dipungut dan/atau disetor oleVi B e n d a h a r a Pengeluaran S K P D / K u a s a B U D . (2) Tata cara pemeriksaan/verifikasi atas perhitungan dan penyetoran pajak sebagaimana d i m a k s u d pada ayat (1) diiaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan yang mengatur tentang verifikasi dan pemcriksaan pajak. Pasal 8 Dokumen terkait pengawasan pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak yang diiakukan oleh Bendahara Pengeluaran S K P D / K u a s a B U D berupa: a. Perhitungan potensi pajak atas Belanja Daerah;
-7-
b. Surat pemberitahuan penyampaian D T H dan RTH oleh Kuasa B U D ; 0. Surat pengantar pengiriman RTH dan DTH kepada KPP lain tempat SKPD terdaftar; d. Nota Dinas pemberitahuan Kuasa BUD tidak menyampaikan RTH dan DTH sesuai batas w a k t u yang ditentukan; e. Surat pemberitahuan K u a s a B U D tidak menyampaikan RTH dan DTH sesuai batas waktu yang ditentukan; f. Kertas Kerja Pengujian; g. Surat permohonan konfirmasi Surat Setoran Pajak kepada KPPN; h. Surat konfirmasi kebenaran pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak kepada Bendahara Pdhgeluaran SKPD/Kuasa BUD; 1. Uraian Hasil Pengujian/Konfirmasi; j . Surat pemberitahuan hasil konfirmasi kebenaran pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak kepada Bendahara Pengeluaran S K P D / K u a s a B U D ; dan k. Surat pemberitahuan kewajiban penyetoran pajak terutang, dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak i n i . Pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak tanggal ditetapkan.
ini m u l a i berlaku
Ditetapkan di J a k a r t a pada tanggal 21 Maret2014 JENDERAL PAJAK,
RAH MANY/-
pada