SKRIPSI
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 502 K/PDT.SUSHKI/2013 DALAM PERKARA MEREK HELM INK DENGAN MEREK HELM INX
HARI CHANDRA PALGUNA NIM. 1103005225
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman suku bangsa
dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra yang perkembangannya memerlukan perlindungan terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut. Di samping itu perkembangan di bidang perdagangan dan industri yang sedemikian pesatnya memerlukan peningkatan perlindungan terhadap teknologi yang digunakan dalam proses pembuatan, apabila kemudian produk tersebut beredar di pasar dengan menggunakan merek tertentu, maka kebutuhan untuk melindungi produk yang dipasarkan dari berbagai tindakan melawan hukum pada akhirnya merupakan kebutuhan untuk melindungi merek tersebut. Dalam hubungan ini hak-hak yang timbul dari hak milik intelektual khususnya hak atas merek menjadi sangat penting. Memasuki persaingan di era perdagangan bebas khususnya dalam bidang perindustrian, baik dalam perdagangan nasional maupun internasional terdapat beraneka ragam jenis barang dan jenis jasa yang ditawarkan. Jenis barang dan jasa tersebut merupakan hasil produksi dari berbagai perusahaan, baik dalam negeri maupun luar negeri. Permasalahan Hak Kekayaan Intelektual khususnya bidang merek merupakan suatu permasalahan yang terus akan berkembang mengikuti perkembangan dunia ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Untuk membedakan
1
2
barang dan jasa dari hasil produksi suatu perusahaan dengan hasil produksi perusahaan lain, maka dibutuhkan suatu merek untuk memberi ciri khas yang berbeda dari barang dan jasa tersebut yang merupakan unsur pembeda. Unsur pembeda adalah cap atau merek yang digunakan untuk membedakan asal-usul barang (indication of origins) dan kualitasnya, juga untuk menghindarkan peniruan.1 Merek mempunyai peranan penting bagi pemegang hak atas merek itu sendiri. Sama halnya dengan hak cipta dan paten serta hak atas kekayaan intelektual lainnya, maka hak merek juga merupakan bagian dari hak atas intelektual. Khusus megenai hak merek disebut sebagai benda immateril.2 Kebutuhan untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektual dengan demikian juga tumbuh bersamaan dengan kebutuhan untuk melindungi barang atau jasa sebagai komoditi perdagangan. Kebutuhan untuk melindungi barang atau jasa dari pemalsuan atau dari persaingan tidak wajar (curang), juga berarti kebutuhan untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektual yang digunakan pada atau untuk memproduksi barang atau jasa. Hak Kekayaan Intelektual tersebut tidak terkecuali bagi merek. Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis.3 David A. Burge di dalam bukunya mengatakan sebagai berikut :
1
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, 2003, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 159. 2 Saidin H. OK., 2004, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Rajawali Pers, Jakarta, h. 329. 3 H. M. N. Purwosutjipto, 1984, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Yogyakarta, h. 82.
3
“A trademark is a brand name or symbol utilized by a consumer to choose among competing goods and services. A trademark also may provide a promise of a consistent level of quality.”4 Terjemahan : “Merek dagang adalah nama merek atau simbol yang digunakan oleh konsumen untuk memilih diantara barang dan jasa yang bersaing. Merek dagang juga dapat memberikan tingkat kualitas yang konsisten.” Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa merek memiliki nilai yang penting baik bagi produsen maupun konsumen. Merek mempunyai peranan penting dalam memasarkan produk barang dan jasa khususnya kepada konsumen. Merek suatu perusahaan menunjukan kualitas barang dan jasa. Semakin baik kualitas produk di pasaran, semakin tinggi pula tingkat kepercayaan masyarakat terhadap produk tersebut. Sebaliknya semakin buruk kualitas suatu produk barang dan jasa suatu perusahaan, maka semakin turun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap produk tersebut. Merek merupakan aset perusahaan yang harus dilindungi, bukan saja karena dihasilkan lewat proses kreatif, melainkan karena semuanya itu merupakan ciri yang dipakai konsumen untuk mengenali suatu produk. Ciri yang membedakan suatu produk pasti mendapat perlindungan.5 Indonesia merupakan negara yang berdasarkan hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan saja. Hukum harus menampilkan peranan secara mendasar sebagai titik sentral dalam seluruh kehidupan orang-perorangan,
4 David A Burge, 1999, Patent and Trademark Tactics and Practice, Third edition, John Wiley & Sons, Inc, Canada h. 139 5 Muhammad Djumhana, 2006, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 73.
4
kehidupan masyarakat, maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Hukum harus mampu memberikan perlindungan terhadap berbagai aspek kehidupan. Undang-Undang telah mengatur tentang jenis-jenis merek, yang terdiri dari merek dagang, jasa, merek kolektif. Merek dagang adalah merek yang dipergunakan terhadap barang yang diperjualbelikan secara bersama-sama oleh seseorang, beberapa orang atau badan hukum untuk membedakan dengan barangbarang sejenis lainnya. Merek jasa merupakan merek yang dipergunakan terhadap jasa yang diperdagangkan oleh seseorang, atau beberapa orang secara bersamasama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa lainnya, sedangkan merek kolektif merupakan merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.6 Pengaturan merek di Indonesia dimulai ketika masa Pemerintahan Hindia Belanda memberlakukan ”Reglement Industrieele Eigendom” Stb.1912 Nomor 545. Setelah itu dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Pada tahun 1992 keluar peraturan baru mengenai merek yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Pada tanggal 7 Mei 1997 diundangkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Undang-Undang Merek 1997). Kemudian, Undang-Undang Merek 1997 diperbaharui dan diganti lagi dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 6
Abdulkadir Muhammad, 2001, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 120.
5
tentang Merek yang berlaku hingga sekarang. Perubahan dalam Undang-Undang Merek terkait dengan sistem pendaftaran merek yaitu perubahan pendaftaran yang menganut sistem deklaratif (first to use principle) yang dianut oleh UndangUndang Nomor Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan kemudian diubah menjadi sistem konstitutif (first to file principle). Namun pendaftaran merek ini tidak luput dari kemungkinan adanya pihak tertentu yang beritikad buruk. Pendaftaran merek yang beritikad buruk ini seringkali diikuti juga dengan adanya pengajuan gugatan berupa pembatalan pendaftaran merek oleh pemilik hak atas merek yang asli. Pada tahun 2012 muncul sengketa antara pemilik merek helm “INK” yaitu Eddy Tedjakusuma dengan pemilik merek helm “INX” yaitu Andi Johan. Eddy (penggugat) menuduh pendaftaran merek “INX” pada kelas yang sama dengan sertifikat miliknya. Eddy Tedjakusuma adalah pemegang sertifikat merek “INK” yang diperoleh dari pengalihan hak dari Tjong Lyanti Tedjakusuma alias Tjong Bui Lian pada 8 Juli 2004. Merek miliknya itu terdaftar dengan No. 483685 pada 18 Agustus 2000 dan diperpanjang dengan Nomor IDM000264191 pada 18 Agustus 2010 untuk melindungi jenis barang yang tergolong dalam kelas 09 yakni segala macam topi pengaman (helm). Merek dagang “INK” juga terdaftar dengan No. 554641 pada 8 November 2002 yang diperpanjang pada 2012 dengan Nomor IDM000349299 di kelas 09. Selain itu, “INK” terdaftar Nomor IDM000349300 dan “INK” Helmets dengan Nomor IDM000351661 untuk melindungi jenis barang dalam kelas 09. Akhirnya Pengadilan Niaga memutuskan adanya persamaan pada pokoknya merek “INK” dan “INX”. Persamaan itu terlihat dari
6
susunan huruf atau kata, bunyi pengucapan maupun perlindungan jenis barang. Pengadilan Niaga menyatakan batal pendaftaran merek “INX” ke Direktorat Merek di bawah Nomor IDM000220449 untuk melindugi kelas barang 09 berdasarkan Putusan Nomor : 68/Merek/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar pemikiran untuk mengangkat judul “Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor : 502 K/Pdt.Sus-Hki/2013 Dalam Perkara Helm INK Dengan Helm INX”
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan yang
diangkat antara lain : 1.Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap merek terdaftar di Indonesia ? 2.Bagaimanakah penyelesaian sengketa oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor : 502 K/Pdt.Sus-Hki/2013 dalam perkara merek helm INK dengan merek helm INX ?
1.3
Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dari permasalahan yang
diajukan, maka hal yang ditulis dalam penelitian ini yaitu mengenai pengaturan hukum terhadap merek terdaftar di Indonesia dan mengenai penyelesaian sengketa yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor : 502 K/Pdt.SusHki/2013 dalam perkara merek helm INK dengan merek helm INX.
7
1.4
Orisinalitas Penelitian
Skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor : 502 K/Pdt.Sus-Hki/2013 Dalam Perkara Merek Helm INK Dengan Merek Helm INX” dengan rumusan masalah bagaimanakah pengaturan hukum terhadap merek terdaftar di Indonesia dan bagaimanakah penyelesaian sengketa yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor : 502 K/Pdt.Sus-Hki/2013 dalam perkara merek helm INK dengan merek helm INX merupakan hasil karya orisinil. Namun ada beberapa penelitian yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini yaitu : No. 1
Judul Penelitian Pelanggaran Hak Atas Merek Terkenal Yang Dapat Dikategorikan Sebagai Persaingan Usaha Tidak Sehat
Penulis Ni Wayan Mesir, Fakultas Program Ekstensi Universitas Udayana, Tahun 2008
Rumusan Masalah 1.Apakah kriteria pelanggaran hak atas merek terkenal yang dapat dikategorikan sebagai persaingan usaha tidak sehat ? 2.Upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh pemilik merek terkenal apabila terjadi pelanggaran merek yang dapat dikategorikan sebagai persaingan usaha tidak sehat ?
2
Pendaftaran Merek Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Praktek Persaingan Curang
Andika Permana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Tahun 2011
1.Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang hak merek dari praktek persaingan curang ? 2.Bagiamana penegakan hukum dalam praktek persaingan curang untuk melindungi merek ?
8
1.5
Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum 1.
Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis;
2.
Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa;
3.
Untuk perkembangan ilmu pengetahuan hukum.
1.5.2 Tujuan Khusus 1.
Untuk mengetahui pengaturan dan perlindungan hukum terhadap merek terdaftar di Indonesia;
2.
Untuk mengetahui penyelesaian sengketa oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor : 502 K/Pdt.Sus-Hki/2013 dalam perkara merek helm INK dengan merek helm INX.
1.6
Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan hukum. Ilmu pengetahuan hukum yang dimaksud adalah Hukum Bisnis mengenai pelanggaran merek. 1.6.2 Manfaat Praktis Diharapkan dapat memberi manfaat, sumbangan pemikiran, dan bahan rujukan mahasiswa yang mendalami bidang Hukum Bisnis mengenai kasus pelanggaran merek.
9
1.7
Landasan Teori Untuk melihat permasalahan hukum secara mendetail diperlukan beberapa
teori yang merupakan rangkaian asumsi, konsep, definisi. Dalam menjawab permasalahan yang terkait dengan peniruan merek terkenal, maka dalam tulisan ini akan diuraikan melalui teori-teori dan pendapat-pendapat para ahli antara lain : 1. Teori Negara Hukum Teori ini membagi negara hukum menjadi 2 (dua) yaitu negara hukum klasik dan negara hukum modern. Negara hukum klasik menurut Utrecht hanya berfungsi sebagai penjaga malam. Negara hukum klasik mempunyai ciri-ciri : 1. Corak negara adalah negara liberal yang mempertahankan dan melindungi ketertiban sosial dan ekonomi berdasarkan asas "laissez fair laissez passer" yaitu asas kebebasan dari semua warga negaranya dalam persaingan diantara mereka; 2. Adanya suatu "staatsontheuding" artinya pemisahan antara negara dan masyarakat. Negara dilarang keras ikut campur dalam lapangan ekonomi dan lapangan kehidupan sosial lainnya; 3. Tugas negara adalah sebagai penjaga malam (nacht waker staat) karena hanya menjaga keamanan dalam arti sempit yaitu keamanan senjata; 4. Ditinjau dari segi politik suatu "nacht waker staat" negara sebagai penjaga malam, tugas pokoknya adalah menjamin dan melindungi kedudukan ekonomi "the rulling class". Nasib dari mereka yang
10
bukan "the rulling class" tidak dihiraukan oleh pemerintah dalam suatu "nacht waker staat".7 Sementara negara hukum modern (welfare staat) mempunyai ciriciri : 1. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selain menjamin hak - hak individu harus menentukan juga cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak–hak yang dijamin itu; 2. Badan kehakiman yang bebas (independent and inpertial tribunals) 3. Pemilihan umum yang bebas; 4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat; 5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi; 6. Pendidikan kewarganegaraan.8 Indonesia sendiri menganut teori negara hukum modern (welfrare staat) karena negara/pemerintah ikut campur dalam segala lapangan kehidupan masyarakat yang membawa efek kepada pembentukan peraturan perundang-undangan. Salah satu ciri negara hukum modern adalah adanya jaminan perlindungan terhadap hak-hak individu dan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin. Jaminan perlindungan hak-hak individu ini diberikan atau diatur oleh peraturan perundangundangan. Jaminan perlindungan hak-hak individu termasuk hak-hak individu berkaitan dengan kebendaan atau yang disebut hak kebendaan, 7 Bachsan Mustofa, 2001, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 7. 8 Mariam Budirahardjo, 1977, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, h. 38.
11
yang termasuk pula disini hak kebendaan yang tidak berwujud seperti Hak Kekayaan Intelektual. Menurut Sri Soemantri, konsep negara hukum (rechtstaat) adalah : 1. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan; 2. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara); 3. Adanya pembagian kekuasaan negara; 4. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechtelijke control).9 Konsep hukum lain dari negara berdasarkan atas hukum adalah adanya jaminan penegakan hukum dan tercapainya tujuan hukum. Dalam penegakan hukum ada tiga unsur yang selalu harus mendapat perhatian yaitu keadilan, kemanfaatan atau hasil guna (doelmatigheid), dan kepastian hukum.10 Tujuan pokok dari hukum adalah ketertiban. Untuk mencapai ketertiban dibutuhkan kepastian hukum dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat. Penegakan hukum harus memberi manfaat pada masyarakat, di samping bertujuan menciptakan keadilan. Dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintah
dimaksudkan
agar
pemerintah
dalam
menjalankan
aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, sebagai suatu upaya preventif dan represif.
9
Sri Soemantri, 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, h.
29. 10
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 1.
12
Aplikasi pendekatan sistem terhadap penegakan hukum ditegaskan oleh Soerjono Soekanto yang menyatakan bahwa masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi antara lain : 1. Faktor hukumnya sendiri; 2. Faktor penegak hukum; 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hukum; 4. Faktor masyarakat; 5. Faktor kebudayaan.11 Hukum agar dapat berfungsi dengan baik, salah satu yang perlu diperhatikan adalah perumusan normanya yang harus jelas dan lengkap. Inti dari suatu norma adalah segala aturan yang harus dipatuhi.12 2. Teori Pengayoman/Perlindungan Teori pengayoman ini dikemukakan oleh Suhardjo. Tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik secara aktif maupun pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar. Sedangkan yang dimaksud secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas upaya yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak secara tidak adil.13
11 Soerjono Soekanto, 2004, Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 8. 12 Maria Farida Indriati Soeprapto, 1998, Ilmu Perundang-Undangan, Dasar-Dasar Dan Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta h. 6. 13 Abdul Manan, 2005, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana, Jakarta, h. 23.
13
Selanjutnya terkait dengan fungsi hukum, Suhardjo mengemukakan pula bahwa fungsi hukum adalah untuk mengayomi atau melindungi manusia dalam bermasyarakat, dan berbangsa serta bernegara, baik jiwa dan badannya maupun hak-hak pribadinya yaitu hak asasinya, hak kebendaannya maupun hak perorangannya.14 Hukum sebagai kaedah berfungsi untuk mengayomi atau melindungi hak-hak yang dimiliki oleh manusia dalam masyarakat termasuk hak kebendaannya. Hak merek sebagai hak kebendaan tidak berwujud perlu dan penting untuk diberikan perlindungan hukum. Hak merek sebagai hak kebendaan tidak berwujud bersifat mutlak/absolut yang dapat dipertahankan terhadap siapapun juga yang mencoba melanggar hak yang dijamin oleh hukum tersebut.
1.8
Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, konvensi internasional, dan putusan pengadilan.
14
Ibid.
14
1.8.2 Jenis Pendekatan 1. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari peraturanperaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian; 2. Pendekatan analisis konsep hukum (analitical & conseptual approach) adalah dengan pendekatan tersebut dapat dicari pembenaran atas suatu teori yang dapat dipergunakan di dalam penelitian. 1.8.3 Bahan Hukum/Data Karena penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif, maka sumber data yang digunakan adalah data sekunder berupa bahan hukum yang terdiri atas : a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.15 Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan yurisprudensi. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti pendapat pakar hukum dan materi muatan internet yang berkaitan dengan rumusan masalah.
15
Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h. 141.
15
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia dan kamus hukum. 1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum/Data Teknik pengumpulan bahan hukum/data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah teknik studi dokumen yaitu dengan cara mencari bahan-bahan di dalam buku-buku terkait untuk dibaca serta dicatat kembali untuk disusun secara sistematis sesuai dengan bahasan dalam penelitian ini. Untuk menunjang penulisan penelitian ini, pengumpulan bahan-bahan hukum dilakukan diperoleh melalui : a. Pengumpulan bahan hukum primer dilakukan dengan cara mengumpulkan Undang-Undang yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. b. Pengumpulan bahan hukum sekunder dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk mendapatkan bahanbahan hukum yang bersumber dari buku-buku, pendapat pakar hukum yang termuat di internet yang terkait dengan permasalahan yang hendak dibahas dalam penelitian ini. c. Pengumpulan bahan tersier dilakukan dengan cara menelaah dengan cermat bahasa yang ada dalam kamus untuk dituangkan dalam penulisan penelitian ini.
16
1.8.5 Teknis Analisis Analisa data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya.16 Adapaun teknik pengolahan bahan hukum yaitu setelah bahan hukum terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teknik deskripsi yaitu dengan memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder apa adanya.17 Bahan hukum primer dan sekunder yang telah terkumpul selajutnya diberikan penilaian (evaluasi), kemudian dilakukan interpretasi dan selanjutnya diajukan argumentasi. Argumentasi disini dilakukan oleh peneliti untuk memberikan penilaian mengenai benar atau salah atau apa yang seyogyanya menurut hukum atau peristiwa hukum dari hasil penelitian. Dari hal tersebut nantinya akan ditarik kesimpulan secara sistematis agar tidak menimbulkan kontradiksi antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum lainnya. Teknik lain yang penulis gunakan adalah teknik analisis, yaitu pemaparan secara mendetail dari keterangan-keterangan yang didapat pada tahap sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
16 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 183. 17 Ronny Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet.II, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 93.