68
BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008
5.1 Karakteristik Individu 5.1.1 Jenis Kelamin Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada Tabel 7. Seperti dapat dilihat pada tabel, persentase mahasiswa perempuan lebih tinggi sekitar 17 persen dibanding mahasiswa laki-laki. Kecenderungan ini mengikuti pola pada total populasi mahasiswa TPB IPB Tahun Ajaran 2007/2008.
Tabel 7. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Jiwa (n) Laki-laki Perempuan Total Sumber : Survei yang dilakukan penulis Tahun 2008
Persen (%) 77 109 186
41,4 58,6 100,0
5.1.2 Suku Bangsa Pada penelitian ini karakteristik individu juga diukur dengan melihat suku bangsa (etnik) mahasiswa TPB IPB. Sebaran mahasiswa menurut etnik dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Etnik (dalam persen) Etnik Batak (n=28) Minangkabau (n=17) Jawa (n=56) Sunda (n=40) Lainnya (n=45) Total (%) Total (n)
Laki-laki
Perempuan 46.4 47.1 41.1 35.0 42.2 41.4 77
53.6 52.9 58.9 65.0 57.8 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 186
69
Sebagaimana yang telah dikemukakan di depan, etnik lainnya mencakup etnik Tionghoa, Betawi, Bali, Ternate, Makasar, Aceh, Bugis, Melayu, Minahasa, Muna, Bima, Maluku, Manado, Lampung, Serawa, dan Madura. Tampak pada Tabel 8 bahwa sebagian besar mahasiswa TPB berasal dari etnik Jawa dan Sunda. Faktor etnik ini berkaitan dengan lokasi asal dimana mahasiswa dominan tinggal. Lokasi asal ini dibedakan menjadi desa dan kota, dengan asumsi kehidupan kota sedikit banyaknya merubah tatanan/norma etnik dalam suatu keluarga. Berikut disajikan data sebaran mahasiswa TPB IPB menurut lokasi asal dan etnik (Tabel 9). Tampak pada Tabel 9 bahwa saat ini sebagian besar mahasiswa TPB IPB sudah tinggal di kota dibandingkan dengan di desa.
Tabel 9. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Lokasi Asal dan Etnik (dalam persen) Batak Minangkabau Jawa Sunda Lainnya Lokasi Asal L P L P L P L P L P Desa 4.5 7.5 7.5 7.5 10.4 20.9 13.4 14.9 4.5 9.0 Kota 8.4 8.4 2.5 3.4 13.4 16.0 4.2 13.4 13.4 16.8 Total (%) 7.0 8.1 4.3 4.8 12.4 17.7 7.5 14.0 10.2 14.0 Total (n) 13 15 8 9 23 33 14 26 19 26
Total 100.0 100.0 100.0 186
5.1.3 Preferensi Teman Sebaya Menurut Jenis Kelamin Menurut wood (2001) sebagaimana dikutipoleh Mugniesyah (2005) bahwa setiap individu memiliki hubungan personal yang berlangsung dalam waktu lama dan setiap partisipan terdapat saling ketergantungan satu dengan lainnya untuk beragam hal. Karakteristik sosial dan individu seperti jenis kelamin dan umur akan memperngaruhi jenis pertemanan/persahabatan sesorang. Ketika masih pada umur anak-anak, individu cenderung berteman dengan sesama jenis, kemudian
70
ketika beranjak remaja, individu mengembangkan pola persahabatannya dengan berbeda jenis kelamin. Pada Tabel 10 disajikan sebaran mahasiswa menurut preferensi mereka terhadap jenis kelamin teman sebaya.
Tabel 10. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Preferensi Teman Sebaya (dalam persen) Preferensi Jenis Kelamin Teman Sebaya Laki-laki saja Perempuan saja Laki-laki dan Perempuan Tidak Ada Total (%) Total (n)
Laki-laki
Perempuan 95.8 28.6 36.2 0 41.4 77
4.2 71.4 68.8 100.0 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Pada Tabel 10 tampak bahwa sebagian besar mahasiswa laki-laki berteman dengan teman laki-laki. Sebaliknya, mahasiswa perempuan lebih menjalin persahabatan baik dengan sesama jenis kelamin maupun berbeda jenis kelamin.
5.2 Karakteristik Keluarga 5.2.1 Tingkat Pendidikan Orang Tua Dalam keluarga, pemodelan orang tua dominan mempengaruhi dan membentuk konstruksi peranan, relasi, dan nilai gender pada setiap individu. Tingkat pendidikan orang tua ditentukan dari tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh oleh kedua orang tua mahasiswa TPB IPB, baik ayah maupun ibu. Sebatan mahasiswa TPB IPB menurut tingkat pendidikan orang tua dapat dilihat pada Tabel 11.
71
Tabel 11. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Tingkat Pendidikan Orang Tua (dalam persen) Tingkat Pendidikan Orang Tua Tidak Sekolah SD/setara SLTP/setara SMU/setara Diploma dan Sarjana Total (%) Total (n)
Laki-laki 100.0 50.0 40.0 49.2 35.4 41.4 77
Perempuan 0 50.0 60.0 50.8 64.6 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Dilihat dari tingkat pendidikannya, orang tua mahasiswa TPB tampaknya berada pada kategori tingkat tinggi. Mayoritas tingkat pendidikan orang tua mahasiswa adalah Diploma dan Sarjana, hal ini tampaknya memperkuat dugaan bahwa tingginya pendidikan orang tua mempengaruhi perspektif mereka untuk memberikan pendidikan tertinggi bagi anaknya.
5.2.2 Status Bekerja Orang Tua Status bekerja kedua orang tua dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan bekerja atau tidaknya ayah dan ibu mahasiswa, yaitu kedua orang tua bekerja, salah satu antara hanya ayah atau ibu saja yang bekerja, dan keduanya tidak bekerja. Berdasarkan kategori ini, sebaran mahasiswa TPB IPB menurut status bekerja oran tua dapat dilihat pada Tabel 12. Tampak pada tabel, mayoritas kedua orang tua mahasiswa TPB berstatus bekerja, baik ayah maupun ibu. Hal ini memperkuat dugaan bahwa curahan waktu orang tua yang diberikan kepada anakanak semakin berkurang.
72
Tabel 12. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Status Bekerja Orang Tua (dalam persen) Status Bekerja Orang Tua Keduanya tidak bekerja Salah satu bekerja Keduanya bekerja Total (%) Total (n)
Laki-laki 16.7 41.7 43.0 41.4 77
Perempuan 83.3 58.3 57.0 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
5.2.3 Sistem Kekerabatan Sebaran mahasiswa TPB IPB menurut sistem kekerabatannya dapat dilihat pada Tabel 13. Seperti diketahui Koentjaraningrat (1981) membedakan sistem kekerabatan menurut garis keturunan ke dalam empat kategori, diantaranya yaitu patrilineal, matrilineal, dan bilateral. Ketiga tipe sistem kekerabatan ini merupakan sistem kekerabatan dominan pada struktur kebudayan masyarakat Indonesia.
Tabel 13. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Sistem Kekerabatan (dalam persen) Tipe Sistem Kekerabatan Laki-laki Perempuan Patrilineal (n=73) 43.8 56.2 Matrilineal (n=17) 47.1 52.9 Bilateral (n=96) 38.5 61.5 Total (%) 41.4 58.6 Total (n) 77 109 Sumber : Survei yang dilakukan penulis Tahun 2008
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan persentase mahasiswa TPB IPB yang memiliki sistem kekerabatan bilateral lebih tinggi
73
dibandingkan dengan kedua sistem kekerabatan lainnya. Hal ini berkaitan dengan jalur penerimaan mahasiswa baru IPB yang lebih mengutamakan mahasiswa baru melalui jalur USMI, dan biasanya proporsi penerimaan tersebut lebih banyak diberikan kepada SMU yang berasal dari daerah Jawa, khususnya Jawa Barat. Jalur penerimaan USMI IPB juga menjangkau mahasiswa baru dari berbagai daerah, sehingga dapat terlihat bahwa sistem kekerabatan patrilineal dan matrilineal juga mempunyai jumlah persentase yang tidak jauh berbeda.
5.2.4 Struktur Keluarga Pemodelan orang tua dalam keluarga bergantung dengan struktur keluarga yang ada, apakah keberadaan orang tua lengkap, single parent perempuan atau laki-laki atau individu berada di lingkungan lain, seperti panti asuhan (Mugniesyah, 2005). Struktur keluarga dalam hal ini, dilihat dari pola struktur keluarga dimana mahasiswa dominan dibesarkan, bentuk perkawinan orang tua, status perkawinan orang tua pada waktu kecil dan masa sekarang, dan keberadaan saudara kandung. Pada Tabel 14 disajikan data mahasiswa TPB IPB menurut pola struktur keluarga.
Tabel 14. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Pola Struktur Keluarga (dalam persen) Pola Struktur Keluarga Keluarga Inti (n=65) Keluarga Inti, kakek, nenek (n=12) Keluarga Inti dan kerabat dari Orang Tua (n=5) Total (%) Total (n)
Laki-laki 39.0 59.1 40.0 41.4 77
Perempuan 61.0 40.9 60.0 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100 186
74
Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa sebagian besar mahasiswa TPB IPB berada pada lingkungan keluarga inti, yaitu keluarga dua generasi terdiri dari ayah, ibu, anak-anak -laki-laki saja, perempuan saja, laki-laki dan perempuan-. Lebih lanjut, diteliti terhadap bentuk perkawinan orang tua mahasiswa sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Bentuk Perkawinan Orang Tua (dalam persen) Bentuk Perkawinan Orang Tua Monogami (n=184) Poligami (n=2) Total (%) Total (n)
Laki-laki 41.3 50.0 41.4 77
Perempuan 58.7 50.0 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 186
Seperti dapat dilihat pada Tabel 15, secara umum orang tua mahasiswa TPB IPB mayoritas memiliki bentuk perkawinan monogami, ini berarti mahasiswa
dibesarkan
hanya
dengan
-sepasang
suami/ayah;
isteri/ibu-.
Selanjutnya, untuk mengetahui karakteristik keluarga secara lengkap, maka diteliti mengenai status perkawinan orang tua mahasiswa TPB IPB sejak kecil hingga saat ini. Tabel 16 menyajikan data mahasiswa menurut status perkawinan orang tua pada saat mahasiswa kecil. Seperti diketahui pada tabel, mahasiswa TPB IPB mayoritas memiliki struktur keluarga dengan orang tua lengkap (tidak cerai) pada saat mahasiswa kecil hingga pada saat ini, maka diduga curahan waktu ayah dan ibu yang diberikan kepada anak-anaknya mempengaruhi pembentukan perilaku gender mahasiswa.
75
Mugniesyah (2005) juga menyatakan bahwa hasil pengamatan yang dilakukan anak-anak terhadap orang tua mempengaruhi pandangan mereka tentang mana yang akan dominan lebih dihayati untuk diinternalisasikan dalam diri mereka. Lebih lanjut diketahui bahwa pada saat kecil, mahasiswa laki-laki lebih banyak yang memiliki orang tua single parent perempuan, dan pada saat ini mahasiswa perempuan lebih banyak yang memiliki orang tua single parent lakilaki. Hal ini jelas mempengaruhi pemodelan orang tua oleh mahasiswa, karena jika individu memiliki orang tua single parent perempuan maka individu hanya melakukan pengamatan pada model ibu saja dan ibu dominan memperngaruhi perilaku gendernya, demikian sebaliknya pada orang tua single parent laki-laki.
Tabel 16. Status Perkawinan Orang Tua Mahasiswa TPB IPB Pada Saat Mahasiswa Kecil dan Pada Saat Ini (dalam persen) Pasa Saat Kecil Kategori Status Perkawinan L P Bercerai 50.0 50.0 Tidak Bercerai 40.6 59.4 Single Parent Perempuan 60.0 40.0 Single Parent Lali-laki 50.0 50.0 Total (%) 41.4 58.6 Total (n) 77 109 Keterengan : L : Laki-laki P: Perempuan
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100 186
Pada Saat ini L P 34.8 65.2 40.4 59.6 46.4 53.6 25.0 75.0 41.4 58.6 77 109
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100 186
Mugniesyah (2005) juga menyatakan bahwa dalam keluarga, aktor utama yang pertama berkomunikasi dengan individu adalah orang tua dan saudara sekandung (jika ada). Pola komunikasi saudara kandung juga mempengaruhi pembentukan dan perkembangan perilaku gender individu, maka perlu ditelusuri
76
keberadaan saudara kandung mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelaminnya (Tabel 17). Tabel 17. Keberadaan Saudara Kandung Mahasiswa TPB IPB Menurut Jenis Kelamin (dalam persen) Jenis Kelamin Saudara Kandung Laki-laki Saja (n=46) Perempuan Saja (n=52) Laki-laki dan Perempuan (n=84) Tidak ada (tunggal) (n=4) Total (%) Total (n)
Laki-laki 34.8 40.4 46.4 25.0 41.4 77
Perempuan 65.2 59.6 53.6 75.0 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100 186
Secara umum diketahui bahwa mahasiswa TPB IPB mayoritas memiliki saudara kandung, yang terdiri atas laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, mahasiswa berkomunikasi tidak dengan satu jenis kelamin tertentu, dan interaksi gender ini mempengaruhi bagaimana mereka dapat mereproduksi nilai maskulin dan feminin sebagai identitas mereka.
5.3 Karakteristik Lembaga Pendidikan Kelembagaan pendidikan memainkan peran yang memperkuat apa yang sudah diperoleh dari lingkungan keluarga. Kelembagaan pendidikan mempunyai kontribusi besar dalam proses pengenderan individu, mulai dari kelompok bermain (play group) atau TK sampai Perguruan Tinggi. Tokoh penting dalam kelembagaan pendidikan adalah guru (pendidik). Mugniesyah (2005) menyatakan bahwa proses komunikasi yang terjadi di sekolah
menyebabkan
menguatnya
stereotipe
gender
dalam
pendidikan
merupakan suatu proses yang tidak disadari oleh kebanyakan pendidik. Guru berkontribusi terhadap bagian dari harapan-haraopan budaya dan mengerahkan
77
generasi baru -mahasiswa- dalam masyarakat sehingga mereka mengerti bagaiman berpartisipasi dalam dunia sosial bersama. 5.3.1 Tokoh Dominan Guru di Sekolah Tokoh dominan guru di sekolah merupakan guru antara laki-laki dan perempuan yang menduduki posisi atau jabatan tertentu di sekolah dan dikategorikan menjadi dominan laki-laki dan dominan perempuan. Untuk melihat variasi tokoh dominan di sekolah maka dibedakan menjadi dominan guru di TKSD, SLTP, dan SMU. Berdasarkan ini, sebaran data tokoh dominan guru di TKSD dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Tokoh Guru Dominan di Sekolah (dalam persen) Guru Dominan Guru Laki-laki Guru Perempuan Guru Laki-laki Guru Perempuan Guru Laki-laki Guru Perempuan Total (%) Total (n)
Laki-laki TK-SD 53.1 37.2 SLTP 49.3 37.0 SMU 43.4 39.8 41.4 77
Perempuan
Total
46.9 62.8
100.0 100.0
50.7 63.0
100.0 100.0
56.6 60.2 58.6 109
100.0 100.0 100 186
Dapat dilihat pada Tabel 18 bahwa guru laki-laki sebanding dengan guru perempuan, kecuali pada jenjang pandidikan TK-SD persentase guru perempuan lebih tinggi dibandingkan guru laki-laki. Hal ini memperkuat teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli yang menyatakan perempuan lebih baik dalam berkomunikasi
(komunikatif)
dan
cenderung
lebih
baik
dalam
78
menginterpretasikan
ekspresi
sehingga
anak-anak
mudah
mengerti
dan
menangkap informasi apa yang disampaikan.
5.3.2 Guru Favorit di Sekolah dan Gaya Kepemimpinannya Pada Tabel 19 disajikan data mengenai pilihan guru yang difavoritkan oleh mahasiswa pada saat SD sampai dengan Perguruan Tinggi (Tingkat Persiapan Bersama) berdasarkan gaya kepemimpinan dan jenis kelamin guru.
Tabel 19. Guru Favorit Mahasiswa TPB IPB Menurut Gaya Kepemimpinan dan Jenis Kelamin Guru (dalam persen) Gaya Kepemimpinan Otoriter (n=19) Demokratis (n=149) Masa bodoh/cuek (n=8) Total (%) Total (n)
Guru Favorit Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan 15.8 21.1 31.6 31.6 18.8 22.1 20.1 38.9 16.7 16.7 27.8 38.9 22.0 22.6 19.4 36.0 41 42 36 67
Total 100.0 100.0 100.0 100.0 186
Berdasarkan tabel di atas, secara keseluruhan mahasiswa TPB IPB lakilaki cendeurng mefavoritkan guru laki-laki dan mahasiswa perempuan menfavoritkan guru perempuan. Lebih lanjut, guru laki-laki difavoritkan oleh mahasiswa karena dianggap memiliki gaya kepemimpinan yang otoriter, sedangkan guru perempuan difavoritkan karena dianggap memiliki gaya kepemimpinan yang lebih demokratis. Hal ini memperkuat dugaan, mahasiswa laki-laki mempelajari perilaku maskulin dengan melihat pemodelan guru laki-laki, demikian pula sebaliknya, mahasiswa perempuan mendapatkan perilaku feminin dari guru perempuan.
79
5.4 Karakteristik Organisasi Organisasi merupakan suatu kelompok formal, yaitu kelompok yang mempunyai struktur dan peraturan tertulis. Stereotipe gender dalam lingkungan organisasi bersifat dinamis. Pengalaman organisasi tersebut terkadang cenderung menunjukkan bahwa perempuan dianggap lemah dalam menjalankan perannya dalam organisasi sedangkan laki-laki dianggap lebih dapat mengabdikan sebagian besar enerjinya bagi perkembangan organisasi (Mugniesyah, 2005). Pengalaman organisasi mahasiswa ditentukan dari jumlah organisasi yang pernah dimasuki oleh mahasiswa. Jika mahasiswa memasuki 1-2 organisasi, maka pengalaman mahasiswa akan dikategorikan sebagai kategori rendah. Jika 3-4 organisasi, maka pengalaman mahasiswa ini termasuk ke dalam kategori sedang. Demikian pula dengan mahasiswa yang mempunyai pengalaman pernah atau masih mengikuti lebih dari empat organisasi, maka termasuk ke dalam kategori pengalaman organisasi tinggi. Berdasarkan kategori tersebut, maka data sebaran pengalaman organisasi mahasiswa dapat terlihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Pengalaman Organisasi (dalam persen) Pengalaman Organisasi 1-2 Organisasi (n=110) 3-4 Organisasi (n=67) >4 Organisasi (n=9) Total (%) Total (n)
Laki-laki 40.9 43.3 33.3 41.4 77
Perempuan 59.1 56.7 66.7 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100 186
Mahasiswa TPB IPB mayoritas hanya mengikuti 1-2 organisasi saja, maka pengalaman organisasi mereka termasuk pada kategori rendah. Selanjutnya,
80
tampak bahwa mahasiswa perempuan lebih banyak yang mengikuti suatu organisasi.
5.5 Pemuatan Nilai Gender Dalam Media Massa Media massa saat ini gencar mempromosikan acara dan iklan yang memperkuat nilai gender. Penilaian muatan gender dalam media massa ditentukan kategori acara yang memuat nilai-nilai gender didalamnya, misal untuk acara seperti berita, jelajah, film laga, film komedi, sains, horor/misteri, acara sport, dan acara musik dikategorikan sebagai acara maskulin. Infotainment, realiti show, kuliner, rohani, sinetron, film fiksi, film romantis, dan acara kuis dikategorikan menjadi acara feminin. 6 Pada Tabel 21 disajikan data sebaran mahasiswa menurut kategori gender pada acara dalam media massa yang mereka favoritkan.
Tabel 21. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Kategori Acara Favorit Dalam Media Massa (dalam persen) Pemuatan Nilai Gender Acara Media Massa Acara Maskulin Acara Feminin Acara Maskulin dan Feminin Total (%) Total (n)
Laki-laki 58.0 14.0 19.4 41.4 77
Perempuan 42.0 86.0 80.6 58.6 109
Total 100.0 100.0 100.0 100 186
Mahasiswa TPB IPB laki-laki cenderung menyukai kategori acara maskulin. Kacenderungan lainnya, yakni mahasiswa perempuan lebih menyukai acara feminin, diikuti dengan kategori acara yang memuat kedua nilai gender. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mugniesyah (2005), media massa 6
Pengkategorian dilakukan berdasarkan hasil diskusi penulis dengan dosen pembimbing.
81
seharusnya berperan merubah stereotipe citra gender dalam budaya kita, namun, diketahui bahwa saat ini media massa terkait erat dengan bisnis yang berorientasi pada keuntungan semata. Kebanyakan acara TV justru ditampilkan tidak sesuai dengan realita atau setara gender. Hal ini di duga mempengaruhi perilaku gender mahasiswa atas perilaku maskulinitas dan femininitas.
5.6 Ikhtisar Penelitian dilakukan pada 186 responden mahasiswa TPB IPB Tahun Ajaran 2007/2008, terdiri dari 41,4 persen laki-laki dan 58,6 persen perempuan. Sistem kekerabatan mahasiswa TPB tergolong tipe sistem kekerabatan bilateral. Hal ini terlihat dari mayoritas jumlah mahasiswa yang berasal dari etnik Jawa dan Sunda. Terkait dengan hal ini, sebagian besar mahasiswa sudah berdomisili di kota, sehingga di duga mempengaruhi sosialisasi nilai gender dalam keluarga. Dilihat dari tingkat pendidikan dan status bekerja orang tua, orang tua mahasiswa mayoritas berpendidikan tinggi -diploma; sarjana- dan memiliki status keduanya bekerja. Lebih lanjut, diketahui bahwa berdasarkan struktur keluarga, sebagian besar mahasiswa TPB IPB dominan dibesarkan dalam keluarga inti dengan status perkawinan orang tua yang lengkap (utuh/tidak bercerai) dan bentuk perkawinan monogami. Keberadaan saudara kandung dalam keluarga juga terdiri atas laki-laki dan perempuan. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa struktur keluarga tersebut menanamkan perilaku androgini pada mahasiswa.