KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 384.a/kpts/PD.670.030/L/10/2007
TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENGELOLAAN LABORATORIUM KARANTINA HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN, Menimbang :
a. Bahwa semakin meningkatnya frekuensi lalu lintas orang dan barang dalam konteks perdagangan internasional (antar negara) di era perdagangan bebas serta perdagangan antar wilayah, maka peluang masuknya dan tersebarnya hama penyakit hewan karantina serta bahan berbahaya (hazard) lainnya yang dibawa oleh media pembawa (hewan, bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan) juga semakin meningkat; b. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Karantina mempunyai peranan yang sangat strategis dalam upaya mencegah masuk dan menyebarnya HPHK serta bahan berbahaya (hazard) lainnya ke dalam/antar wilayah negara Republik Indonesia sehingga karantina harus mempersiapkan kemampuan infrastruktur teknisnya, khususnya laboratorium karantina hewan dan fasilitasnya; c. Bahwa pada saat ini kondisi laboratorium pada UPT Karantina Hewan sangat beragam dalam sarana dan prasarana serta sumber daya manusianya; d. Bahwa untuk mengatasi kondisi tersebut, maka Badan Karantina Pertanian perlu menetapkan Pedoman Penetapan dan Pengelolaan Laboratorium Karantina Hewan yang mengacu pada prinsip-prinsip laboratorium veteriner.
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824); 2. Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 4. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; 5. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia; 6. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 51/Permentan/ OT.140/10/2006 tentang Pedoman Tata Hubungan Kerja Fungsional Pemeriksaan, Pengamatan dan Perlakuan Penyakit Hewan Karantina;
MEMUTUSKAN Menetapkan
:
KESATU
: PEDOMAN PENETAPAN DAN PENGELOLAAN LABORATORIUM KARANTINA HEWAN SEBAGAIMANA TERSEBUT DALAM LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN INI; : Pedoman sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU merupakan pedoman dalam menetapkan dan mengelola laboratorium Karantina Hewan.
KEDUA
2
KETIGA
:
Pedoman yang telah ada dan sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan ini masih tetap berlaku;
KEEMPAT
:
Keputusan ini agar dilaksanakan sebaik-baiknya dengan penuh tanggungjawab.
Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 4 Oktober 2007
Kepala Badan Karantina Pertanian,
Ir. Syukur Iwantoro, MS, MBA NIP. 080. 069. 615,-
Tembusan disampaikan kepada Yth, 1. Menteri Pertanian; 2. Para Pejabat Eselon I Departemen Pertanian; 3. Para Pejabat Eselon II Badan Karantina Pertanian; 4. Para Kepala Balai Besar/Balai/Stasiun Karantina Hewan di seluruh Indonesia.
3
LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR TANGGAL
: 384.a/kpts/PD.670.030/L/10/2007 : 4 Oktober 2007
TENTANG
: PEDOMAN PENETAPAN DAN PENGELOLAAN LABORATORIUM KARANTINA HEWAN BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Semakin meningkatnya frekuensi lalu lintas orang dan barang dalam konteks perdagangan Internasional (antar negara) di era perdagangan bebas serta perdagangan antar wilayah, maka peluang masuknya dan tersebarnya hama penyakit hewan karantina (HPHK) serta bahan berbahaya (hazard) lainnya yang dibawa oleh media pembawa (hewan, bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan) akan semakin besar pula. Dalam era globalisasi negara-negara yang merupakan anggota WTO dalam kegiatan perdagangannya harus dapat menerapkan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh organisasi tersebut. Salah satu ketentuan dalam perdagangan internasional untuk komoditas pertanian ditinjau dari aspek kesehatan adalah penerapan Sanitary and Phytosanitary dan Food Safety, yaitu segala sesuatu yang dipersyaratkan harus berbasis ilmiah. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Karantina mempunyai peranan yang sangat strategis dalam upaya mencegah masuk dan menyebarnya HPHK serta bahan berbahaya lainnya ke dalam/antar wilayah Negara Republik Indonesia. Untuk itu maka Karantina harus mempersiapkan kemampuan infrastruktur teknisnya, khususnya laboratorium karantina hewan dan fasilitasnya. Laboratorium Karantina Hewan yang kompeten dan terakreditasi sangat diperlukan dalam menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi perkarantinaan hewan saat ini dan pada masa yang akan datang. Sarana dan prasarana laboratorium serta sumberdaya manusia dituntut untuk memenuhi standar yang ditentukan dalam melaksanakan kegiatannya sehingga hasil pengujiannya dapat diperoleh dalam waktu yang singkat dengan validitas dan akurasi yang tinggi. Laboratorium karantina hewan merupakan bagian dari instalasi karantina hewan yang berada di Unit-unit Pelaksana Teknis (UPT) Karantina Hewan di Balai Besar Karantina Hewan (BBKH), Balai Besar Uji Standar Karantina Hewan (BBUSKP), Balai Karantina Hewan (BKH) dan Stasiun Karantina Hewan (SKH). Dengan adanya Peraturan Menteri Nomor 51/Permentan/OT.140/ 10/2006 tentang Tata Hubungan Fungsional Pemeriksaan, Pengamatan dan Perlakuan Penyakit Hewan Karantina maka terjalinnya suatu kerjasama antara laboratorium bidang kesehatan hewan termasuk laboratorium Karantina Hewan dengan
4
laboratorium instansi terkait. Namun di beberapa lokasi UPT Karantina Hewan, frekuensi lalulintas media pembawa hama penyakit hewan karantina (HPHK) cukup tinggi sehingga perlu meningkatkan fasilitas laboratorium Karantina Hewan yang berada di lokasi tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut perlu suatu kajian terhadap laboratorium UPT Karantina Hewan dengan mengacu pada Pedoman Penetapan dan Pengelolaan Laboratorium Karantina Hewan. Pada saat ini kondisi laboratorium pada UPT Karantina sangat beragam, baik dalam sarana dan prasarana maupun sumber daya manusianya. Hal ini terjadi disebabkan beberapa hal : 1. Belum adanya panduan untuk UPT Karantina Hewan dalam pengelolaan laboratorium. 2. Pengadaan dan distribusi bahan dan alat laboratorium belum mempunyai acuan yang standar. 3. Belum adanya system komunikasi dan informasi antar laboratorium Karantina Hewan dalam pelaksanaan tindakan karantina impor, ekspor dan antar area. 4. Distribusi petugas laboratorium berdasarkan jenjang jabatan fungsional (Medik Veteriner dan Paramedik Veteriner) belum sesuai dengan Tingkat kebutuhan laboratorium Karantina Hewan. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, maka Badan Karantina Pertanian, dalam hal ini Pusat Karantina Hewan, menetapkan Panduan Klasifikasi Laboratorium Karantina Hewan yang mengacu pada prinsipprinsip laboratorium veteriner. Selain itu juga laboratorium Karantina Hewan akan mengacu pada standar sumberdaya manusia dan sarana lingkup Badan Karantina Pertanian (2004). Hal ini sangat diperlukan dalam menyusun program pembangunan dan pengembangan laboratorium Karantina Hewan yang efisien dan efektif. B. Tujuan Tujuan penyusunan pedoman ini adalah sebagai acuan dalam: 1. Standar pembangunan dan pengembangan laboratorium Karantina Hewan di UPT, meliputi jenis pengujian, peralatan dan bahan pengujian. 2. Standar kompetensi petugas laboratorium Karantina Hewan. 3. Standar pelatihan dalam rangka pengembangan laboratorium Karantina Hewan. 4. Pedoman penetapan lokasi dan klasifikasi laboratorium Karantina Hewan. 5. Sistem komunikasi dan informasi laboratorium Karantina Hewan.
5
BAB II KLASIFIKASI LABORATORIUM
A. Umum Laboratorium Karantina Hewan secara organisasi merupakan salah satu instrumen dalam pelaksanaan perkarantinaan yang memiliki peran strategis. Dalam penetapan, pembangunan serta pengelolaan laboratorium Karantina Hewan di suatu UPT perlu dilakukan pengaturan berdasarkan klasifikasi dari laboratorium Karantina Hewan. Klasifikasi Laboratorium merupakan gambaran kondisi laboratorium yang diperlukan oleh suatu UPT Karantina Hewan sesuai dengan kebutuhan operasional untuk mendukung pelaksanaan tindakan Karantina Hewan yang menjadi tanggungjawab di wilayah kerjanya. Laboratorium Karantina Hewan dapat dibedakan menjadi beberapa type (1,2,3) dengan mempertimbangkan beberapa faktor kondisional di wilayah kerja UPT sebagai tolok ukur untuk penetapannya.
B. Tolok Ukur Penetapan Klasifikasi Laboratorium Untuk menetapkan Klasifikasi Laboratorium yang diperlukan di suatu UPT Karantina Hewan, maka ada beberapa tolok ukur yang mendasari dalam penetapannya, yaitu:
1. Jenis HPHK dan Biosafety Laboratorium Jenis HPHK yang mungkin dibawa oleh media pembawa yang dilalulintaskan baik impor, ekspor maupun antar area memiliki tingkat risiko yang berbeda. Perbedaan tingkat risiko menuntut pembedaan dalam cara penanganannya dan fasilitas laboratorium yang diperlukan. Berdasarkan tingkat risiko HPHK, maka tingkat biosafety laboratorium terbagi ke dalam 3 level laboratorium biosafety, yaitu:
a. Laboratorium Biosafety Level 1 Laboratorium yang digunakan untuk menangani HPHK yang di sebabkan oleh agen penyakit enzootic, tidak kontagius serta pemeriksaannya dengan cara yang sederhana.
6
b. Laboratorium Biosafety Level 2 Laboratorium yang digunakan untuk menangani HPHK yang dapat menular pada manusia dan hewan (zoonotic), tetapi tidak menjadi bahaya serius pada manusia, hewan dan lingkungan. Agen penyakitnya dapat dicegah dan dapat diobati, kemudian dapat di batasi penyebaran agen penyakitnya.
c. Laboratorium Biosafety Level 3 Laboratorium yang digunakan untuk menangani media pembawa yang diduga tertular atau mengandung HPHK bersifat eksotik atau yang dapat menyebabkan penyakit serius pada manusia, hewan dan lingkungan, dan sulit dibatasi penyebaran penyakitnya serta membutuhkan pengobatan efektif dan tindakan pencegahan yang akurat. Agen penyakitnya termasuk ke dalam subjek yang dikontrol oleh pemerintah.
2. Volume Kegiatan (ukuran dan frekuensi) Pengujian Besaran volume kegiatan pengujian akan terkait dengan besaran laboratorium dan fasilitas pendukungnya yang diperlukan oleh suatu laboratorium Karantina Hewan. Semakin besar volume kegiatan pengujian dan kompleksitas komoditas peternakan yang dilalu-lintaskan semakin tinggi kebutuhan sarana, prasarana dan jumlah sumberdaya manusia laboratorium.
3. Lokasi Geografis Lokasi geografis dari suatu UPT Karantina Hewan seperti lokasi strategis terkait dengan hubungan internasional, daerah terpencil/remote, atau dekat dengan fasilitas laboratorium veteriner lainnya yang sudah lebih maju merupakan salah satu pertimbangan dalam urgensi penetapan klasifikasi laboratorium yang diperlukan oleh UPT Karantina Hewan. Hal ini dapat juga terkait dengan tingkat risiko dari lokasi geografis, volume kegiatan pengujian. Laboratorium Karantina Hewan yang melayani lalu-lintas internasional perlu mewaspadai akan masuknya penyakit eksotik melalui media pembawa. Lokasi remote dari suatu laboratorium karantina hewan memerlukan suatu kemandirian dibanding dengan lokasinya yang berdekatan dengan laboratorium veteriner yang sudah lebih maju. Lokasi geografis tentunya juga terkait dengan sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia laboratorium yang diperlukan.
7
a) Letak Geografis Strategis: Masuk/Perbatasan
Daerah
Strategis/Banyak
Pintu
Karantina Hewan mempunyai 40 UPT Karantina Hewan yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia dengan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda ditinjau dari : 1.
Frekuensi lalulintas media pembawa dan jenis atau penggolongan media pembawa HPHK;
2.
Letak dan topografi wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah darat atau laut negara tetangga yang mempunyai status HPHK yang berbeda dengan Indonesia dan rawan penyelundupan media HPHK seperti Batam, Kepulauan Riau, Entikong, Tarakan, Papua, NTT dan Sulawesi Utara;
3.
Banyaknya exit/entry point yang tidak ada/tidak diawasi oleh petugas karantina (Batam, Daerah sepanjang pantai Timur Pulau Utara dan lain-lain);
4.
Tingkat pelabuhan yang merupakan wilayah kerja UPT Karantina Hewan yaitu pelabuhan penyeberangan dimana lalulintas komoditas sangat padat dan cepat seperti Merak, Lampung (Bakauheni), Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara.
Untuk wilayah kerja UPT Karantina Hewan dengan risiko tertular HPHK lebih tinggi seperti daerah perbatasan, frekuensi lalulintas media pembawa HPHK tinggi, exit/entry point yang tidak terawasi atau rawan, maka diperlukan kriteria/tingkat laboratorium yang berbeda dengan daerah yang mempunyai risiko tertular HPHK rendah atau sedang. b) Daerah Penunjang Peternakan Untuk daerah-daerah yang merupakan sentra/pusat komoditi peternakan, dimana kegiatan utama perekonomian dan perdagangan adalah pada sektor peternakan seperti Jawa, Sulawesi Selatan, Lampung, Bali, NTB, dan lain-lainnya memerlukan kriteria/tingkat laboratorium karantina hewan yang berbeda dengan daerah yang perekonomian dan perdagangan tidak ditunjang pada sektor peternakan. Hal ini bertujuan untuk mencegah masuk dan tersebarnya HPHK serta pengendaliannya. Peranan laboratorium secara tidak langsung akan meningkatkan produktifitas ternak baik kuantitatif maupun kualitas dan meningkatkan perekonomian daerah sentra/pusat peternakan tersebut.
8
C. Klasifikasi Laboratorium Klasifikasi laboratorium Karantina Hewan terdiri dari 4 tingkat. Setiap tingkat memiliki kemampuan berbeda dengan paremeter tingkat keamanan, jenis pengujian, sarana dan prasarana, geografis dan pintu masuk/keluar serta kompetensi sumber daya manusia. Selain itu dipertimbangkan juga hal-hal terkait dengan jumlah volume dan frekuensi kegiatan.
1.
Laboratorium Tingkat 1 Laboratorium Tingkat 1 memiliki kriteria dengan kemampuan melaksanakan pemeriksaan dan pengujian dengan menggunakan metodologi sederhana seperti screening (uji tapis) dan rapid test (uji cepat) dengan peralatan yang sederhana, pengujian uji tapis terhadap residu obat hewan dan pestisida yang termasuk golongan B3. Laboratorium ini ada di wilayah yang menangani antar area/domestik, dengan volume dan frekuensi yang rendah sampai sedang. Luas bangunan minimum 50 m2, terdiri dari ruang penerimaan sampel, ruang pengujian, serta ruang staf. Tenaga laboratorium sesuai dengan kebutuhan yang terdiri dari medik dan paramedik veteriner yang memiliki jenjang fungsional dan telah mendapat pelatihan laboratorium sesuai dengan jenis pengujian serta bekerja secara penuh di laboratorium. Tingkat keamanan laboratorium minimal Biosafety Level 1 (BSL1).
2. Laboratorium Tingkat 2 Laboratorium Tingkat 2 memiliki kriteria dengan kemampuan melaksanakan pemeriksaan dan pengujian dengan menggunakan metodologi yang kompleks seperti uji isolasi dan identifikasi serta uji konfirmasi untuk agen penyakit, uji konfirmasi (peneguhan) terhadap residu obat hewan, pestisida dan kimia yang termasuk golongan B3. Ada di wilayah yang menangani antar area/domestik, dengan volume dan frekuensi yang sedang sampai tinggi. Luas bangunan minimum 150 m2, terdiri dari ruang khusus untuk pengujian seperti penerimaan sampel, ruang preparasi sampel, ruang pengujian steril dan non steril , ruang staf serta fasilitas pengolahan limbah sederhana. Tenaga laboratorium terdiri dari medik dan paramedik yang telah mendapat pelatihan laboratorium sesuai dengan jenis pengujian serta bekerja secara penuh di laboratorium. Tingkat keamanan laboratorium umumnya Biosafety Level 2 (BSL2).
9
3. Laboratorium Tingkat 3 Laboratorium Tingkat 3 memiliki kemampuan melaksanakan pemeriksaan dan pengujian dengan menggunakan metodologi yang sangat kompleks dengan peralatan yang spesifik dan sensitif termasuk Genetic Modified Organisms (GMO). Ada di wilayah yang menangani impor/ekspor dengan volume dan frekuensi yang sedang sampai tinggi. Luas bangunan minimum 250 m2, terdiri dari ruang penerimaan sampel, ruang preparasi sampel, ruang pengujian yang terpisah dan terdiri dari ruang bakteriologi, virologi, mikologi, parasitologi, patologi, hematologi, ruang isolasi dan identifikasi, juga didukung fasilitas insinerator, pengolahan limbah sederhana, serta ruang staf. Laboratorium tingkat ini juga mampu melakukan pengujian sentinel dan uji keamanan pangan (food safety). Tenaga laboratorium terdiri dari medik dan paramedik veteriner yang telah mendapat pelatihan laboratorium sesuai dengan jenis pengujian serta bekerja secara penuh di laboratorium. Tingkat keamanan laboratorium secara umum minimal Biosafety Level 2. Tergantung pada letak geografis dan layanan lalu-lintas, bila dipandang memiliki risiko untuk melakukan pengujian penyakit eksotik dan zoonotik berbahaya, maka laboratorium ini dapat memiliki laboratorium tingkat keamanan tinggi/Bisosafety Level 3 (BSL3).
4. Laboratorium Uji Standar Laboratorium Uji Standar adalah laboratorium yang memiliki seluruh kemampuan yang dimiliki oleh semua tingkatan ditambah dengan kemampuan melakukan uji in-vivo (dengan hewan percobaan). Luas bangunan minimum 1.000 m2 dilengkapi dengan laboratorium untuk pemeriksaan hama penyakit hewan menular dan tidak menular, laboratorium analisis, insinerator, kandang karantina serta fasilitas pengolahan limbah. Tenaga laboratorium terdiri dari medik dan paramedik veteriner yang telah mendapat pelatihan laboratorium sesuai dengan jenis pengujian serta bekerja secara penuh di laboratorium. Laboratorium ini mengembangkan uji-uji standar yang dapat diaplikasikan untuk penguatan Laboratorium Tingkat 1 – 3. Tingkat keamanan laboratorium minimal Biosafety Level 2 dilengkapi dengan fasilitas laboratorium dan kandang hewan percobaan BSL-3.
D. Tata Cara Penetapan Klasifikasi Laboratorium yang Diperlukan Oleh UPT Klasifikasi Laboratorium Karantina Hewan yang diperlukan oleh suatu UPT ditetapkan setelah dilakukan kajian dan analisis yang mempertimbangkan
10
berbagai tolok ukur, yaitu meliputi kebutuhan tingkat keamanan, jenis pengujian, sarana dan prasarana, kompetensi sumber daya yang dikaitkan dengan letak geografis dan pintu masuk/keluar serta jumlah volume dan frekuensi kegiatan. Klasifikasi laboratorium ini akan mencerminkan kemampuan dan kapasitas suatu laboratorium untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian laboratorium dalam rangka untuk memenuhi beban tupoksi yang diemban dalam melaksanakan tindakan karantina hewan. Kemampuan ini didukung oleh pengujian secara cepat, kompleks luasan bangunan dan fasilitas pendukung pengujian yang memadai. Klasifikasi laboratorium ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian setelah dilakukan kajian oleh Tim yang ditunjuk.
11
BAB III PERSYARATAN SARANA , PRASARANA DAN SUMBERDAYA MANUSIA LABORATORIUM
Sarana, prasarana dan sumberdaya manusia di Laboratorium Karantina Hewan ditetapkan dan dibangun dengan mengacu pada hasil analisis kebutuhan dan klasifikasi laboratorium yang ditetapkan. Tataruang serta spesifikasi tingkat keamanan laboratorium mengacu kepada standar laboratorium biosafety yang berlaku.
A. Laboratorium Laboratorium Karantina Hewan dibangun mengikuti standar laboratorium untuk pemeriksaan dan penanganan hama penyakit hewan karantina (HPHK) dan untuk pemeriksaan keamanan hayati, dengan memenuhi ketentuan sebagai berkut: 1. Laboratorium berada dalam suatu gedung/bangunan yang terpisah dari gedung/bangunan untuk aktifitas administrasi perkantoran lainnya. 2. Laboratorium, adalah laboratorium untuk diagnostik atau pengujian, bukan untuk penelitian, untuk pemeriksaan agen penyakit secara patologi, virologi, bakteriologi, mikologi, parasitologi dan untuk keamanan hayati. 3. Laboratorium terdiri dari beberapa ruangan yang terpisah masing-masing berfungsi untuk ruang klien, penerimaan spesimen, pengujian/diagnostik, penyimpanan alat gelas/plastik, bahan kimia, pembuatan bahan media, ruang pengukuran/penimbangan, ruang referensi/pustaka, penyimpanan spesimen pasca uji, ruang pengolah data/surat menyurat, ruang petugas (staf, medik dan paramedik, dan pendukung lainnya), ruang hewan coba, ruang cuci/strerilisasi dan gudang. 4. Untuk ruang pengujian dapat terpisah atau bergabung untuk setiap kelompok agen penyakit, seperti untuk agen virus, bakteri, mikologi, parasitologi, atau kimia, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan volume kegiatan. 5. Laboratorium didukung dengan fasilitas komunikasi, pengolah limbah cair dan padat, suplai air darurat (tangki air), serta suplai listrik darurat (generator listrik). 6. Tataruang laboratorium dan spesifikasi ruang laboratorium dirancang sesuai dengan tingkat keamanan laboratorium yang diperlukan dengan
12
berpedoman pada: Laboratory Biosafety Manual World Health Organization (WHO), Third edition (2004):; Biosafety in Microbiological and Biomedical Laboratories (BMBL) Center Disease Control (CDC), Forth edition (1989) atau Canadian Laboratory Biosafety Guidlines, Third edition (2004).
B. Jenis Pengujian Jenis pengujian yang akan digunakan di laboratorium uji ditetapkan setelah dilakukan analisis kebutuhan. Secara umum ketentuan jenis pengujian yang akan digunakan sebagai berikut: 1. Jenis pengujian untuk setiap agen penyakit dapat berupa pengujian secara isolasi menggunakan kultur/media buatan atau kit, identifikasi secara kimia, biologis, pendeteksian agen secara visual atau bantuan mikroskop, secara serologi, molekuler atau dengan penggunaan kit komersial untuk diagnostik. 2. Jenis pengujian yang digunakan oleh suatu laboratorium ditentukan setelah dilakukan analisa kebutuhan yang terkait dengan kemungkinan agen penyakit yang dilalulintaskan, volume pengujian, serta keragaman jenis media pembawa. 3. Jenis pengujian yang harus tersedia di laboratorium, juga terkait erat dengan klasifikasi laboratorium yang telah ditetapkan 4. Laboratorium Tingkat I: Jenis pengujian yang memiliki tingkat risiko rendah, dikhususkan untuk pengujian yang sederhana, cepat meliputi : organoleptik, serologis sederhana dan Identifikasi agen parasit. 5. Laboratorium Tingkat II: Jenis pengujian yang memiliki tingkat risiko sedang, dikhususkan untuk pengujian sederhana dan lebih komplek meliputi : organoleptik, serologis sederhana , Isolasi dan identifikasi bakteri 6. Laboratorium Tingkat III: Jenis pengujian yang memiliki tingkat resiko rendah sampai tinggi, teknik pengujian dari yang sederhana sampai yang sulit/komplek, serta dapat menguji penyakit-penyakit eksotik, meliputi : Serologis sederhana sampai komplek, isolasi dan identifikasi bakteri dan virus, teknik biologi molekuler, dan uji biologis pada hewan coba. 7. Laboratorium Uji Standar: memiliki semua jenis pengujian yang ada dan diaplikasikan di Laboratorium Tingkat 1 sampai 3. Penguasaan semua uji ini digunakan disamping untuk pengujian, juga untuk melakukan evaluasi, validasi dan uji profisiensi uji di Laboratorium Tingkat I, II, dan III. Disamping itu laboratorium ini memiliki kemampuan melaksanakan uji untuk penyakitpenyakit eksotik. Jenis pengujian, meliputi : serologis sederhana sampai
13
kompleks, isolasi dan identifikasi mikroba (bakteri, virus, parasit, jamur), uji biologi molekuler, serta uji biologis pada hewan coba.
C. Peralatan Laboratorium Laboratorium Pengujian dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dilengkapi dengan peralatan yang memadai sesuai dengan kebutuhan, terdiri dari peralatan inti dan peralatan pendukung sebagai berikut: 1. Peralatan inti laboratorium terdiri peralatan laboratorium yang berfungsi untuk melakukan proses pengujian dengan aman, pengukuran/ penimbangan, pengendapan/konsentrasi, alat pengujian/detektor, visualisasi, sterilisasi dan pemusnah limbah. 2. Bedasarkan fungsi dari peralatan tersebut di atas, yang harus tersedia di laboratorium minimal adalah kabinet Biohazard kelas II (BSC class II), alat timbang berat, alat ukur volume, pH meter, mikro/makro pipet, alat gelas, sentrifuge, ELISA reader, mikroskop, inkubator, pembuat air destilasi, alat filtrasi, penyimpan limbah benda tajam dan atau cair, autoclave, dan insinerator. 3. Peralatan/bahan pendukung untuk proteksi petugas berupa sarung tangan, masker, pelindung mata (kaca mata), penutup kepala, jas laboratorium, dan sepatu laboratorium. Untuk keselamatan bekerja juga dilengkapi dengan penyiram air darurat (emergency shower), bahan untuk pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan alat pemadam api.
D. Sumber Daya Manusia
1. Standar Kompetensi Petugas Laboratorium Karantina Hewan Untuk meningkatkan kompetensi dan sekaligus jenjang karir petugas laboratorium karantina hewan baik medik veteriner maupun paramedik veteriner, maka pelaksanaan standar pola karir disesuaikan dengan tingkatan/jenjang jabatan fungsional medik dan paramedik veteriner yang terkait dengan tugas dan fungsinya sebagai berikut:
a. Medik Veteriner Pertama Dengan kompetensi yang dimiliki Medik Veteriner Pertama melaksanakan tugas dan fungsinya: melakukan pengujian parasit sederhana; pengujian kalibrasi alat tingkat kesulitan I (alat manual); pemeriksaan dan
14
bedah bangkai/patologi anatomi pada unggas; serta menyiapkan bahan untuk pengujian dan sampel bahan.
b. Medik Veteriner Muda Dengan kompetensi yang dimiliki Medik Veteriner Muda melaksanakan tugas dan fungsinya: melakukan pengujian kalibrasi alat tingkat kesulitan II (alat elektronik); pengujian cemaran mikroba dan residu; serta melakukan pengambilan sample.
c. Medik Veteriner Madya Dengan kompetensi yang dimiliki Medik Veteriner Madya melaksanakan tugas dan fungsinya: mengkaji dan menganalisa hasil laboratorium; memberikan rekomendasi analisa risiko terhadap hasil laboratorium.
d. Paramedik Veteriner Pelaksana Dengan kompetensi yang dimiliki Paramedik Veteriner Pelaksana melaksanakan tugas dan fungsinya: menyiapkan media dan sampel sederhana; melakukan persiapan uji produk hewan sederhana; memelihara peralatan secara sederhana.
e. Paramedik Veteriner Pelaksana Lanjutan Dengan kompetensi yang dimiliki, Paramedik Veteriner Pelaksana Lanjutanmelaksanakan tugas dan fungsinya: menyiapkan media dan sampel kompleks; melakukan persiapan uji produk hewan kompleks; memelihara peralatan kompleks; kalibrasi alat/bahan secara sederhana (volume).
f. Paramedik Veteriner Penyelia Dengan kompetensi yang dimiliki, Paramedik Veteriner Penyelia melaksanakan tugas dan fungsinya: melakukan kalibrasi alat/bahan secara komples, serta melakukan pengambilan spesimen/sampel dan pembuatan preparat tingkat kesulitan III
15
2. Standar Pelatihan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia Untuk meningkatkan keahlian dan ketrampilan petugas laboratorium dalam pengembangan teknik dan metoda pemeriksaan dan pengujian laboratorium, maka dianjurkan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan mengenai pengembangan laboratorium baik yang diselenggarakan di dalam negeri dan luar negeri. Adapun pelatihan tersebut adalah sebagai berikut : a) Pelatihan manajemen mutu laboratorium dan penyusunan dokumen sistem mutu (ISO/IEC 17025: tahun 2005); b) Pelatihan pengambilan dan penyimpanan contoh/sampel; c) Pelatihan pengiriman contoh/sample dan bahan biologis berbahaya; d) Pelatihan auditor internal; e) Pelatihan diagnostik laboratorium untuk metode tertentu sesuai kemajuan IPTEK; f)
Pelatihan kalibrasi peralatan laboratorium;
g) Pelatihan biosafety dan biosecurity pada laboratorium; h) Pelatihan teknik dan metode sampling.
Pelaksanaan pelatihan ini dapat diselenggarakan dengan metode pelatihan khusus, magang, atau training on trainer.
3. Jumlah Sumber Daya Manusia Kebutuhan jumlah sumber daya manusia (SDM) dengan tingkat kompetensi dan kualifikasi yang dipersyaratkan untuk laboratorium disesuaikan dengan tingkat laboratorium (Laboratorium Tingkat I, II, III), volume kegiatan pengujian, jenis uji dan tingkat kesulitan pengujian. Jumlah SDM yang diperlukan ditetapkan setelah dilakukan analisis kritis masa/critical mass untuk melaksanakan tupoksi di suatu laboratorium.
16
BAB IV PENUTUP
Pedoman ini merupakan acuan dalam penetapan dan pengelolaan Laboratorium Karantina Hewan dengan harapan agar penataan suatu laboratorium di UPT Karantina Hewan disesuaikan dengan kebutuhan yang berdasar pada standar yang ditetapkan.
Kepala Badan Karantina Pertanian,
Ir. Syukur Iwantoro, MS., MBA NIP. 080. 069. 615
17
Lampiran. A. Tabel kuisioner untuk Unit Pelaksana Teknis yang dikaji No 1
Kriteria Tingkat keamanan yang diperlukan
Uraian
Bobot
Nilai
Keterangan
Jenis media pembawa Jenis penyakit Status penyakit daerah asal 2
Geografis Pintu masuk/keluar Impor Ekspor Antar Area Lintas batas Daerah strategis sentra produksi ternak Adanya laboratorium veteriner lainnya
3
Jenis komoditi Hewan hidup BAH HBAH Benda lain
4
Jenis pengujian yang diperlukan Sederhana Kompleks Sangat kompleks
5
Sarana
0
Untuk poin ini akan diberikan kajian khusus
Peralatan laboratorium a. peralatan utama b. peralatan penunjang
18
Gedung Bahan habis pakai Bahan standar Kendaraan dan tempat angkut sample Insinerator Pengolah limbah Generator Sumber air Kandang percobaan Refrigerator, freezer, deep freezer 6
KompetensiSDM
7
Volume kegiatan
8
Frekuensi
9
Sarana penunjang lainnya
Pendidikan formal Pelatihan sesuai kompetensi Pengalaman kerja Sedikit Sedang Banyak Rendah Sedang Tinggi Telepon, internet, faximile, intercom
0
Untuk poin ini akan diberikan kajian khusus
0
Untuk poin ini akan diberikan kajian khusus
19
B. Bahan Dan Alat Pengujian Laboratorium Karantina Hewan
1.
Laboratorium Tingkat 1 -
Autoclave basah, autoclave kering, water bath, stonmacher, microskop binocular dilengkapi dengan tustel, refrigerator.
-
Pemeriksaan residu obat laboratorium tingkat 1.
hewan
belum
bisa
dilakukan
pada
1.1. Pemeriksaan Parasit. - Mikroskop binocular, bunsen, tabung reaksi, object dan cover glass; - Lar KOH; - Mikroskopis binokula parasit, petri dish; - Lar NaCL fisiologis; - Mikroskopis binocular, object and cover glass, beaker glass, pengaduk, tabung reaksi, sentrifus, Erlenmeyer terbalik; - Garam (Na2CO3), NaCL fisiologis.
1.2. Pemeriksaan Bakteri dan Jamur. - Petri dish, beaker glass, tabung reaksi, tusuk/tutup tabung, water bath, gunting, pinset, balance, plastik, mortar (atau stomacher); - Larutan peptone water ethyl alchohol, HCL, MgO, Malachite Green, PbS; - Kertas saring, kertas lakmus; - Object dan cover glass, Bunsen, Mikroskopis binokular; - Larutan pewarnaan gram (4 jenis), lar. Pewarnaan Seller; - Object glass, Ose; - Darah atau serum, antigen atau antibodi; - Mikroskopis binokular, object and cover glass; - Larutan pewarnaan Giemsa; - Object glass, Ose, Jarum suntik; - Antigen, lar. Pewarnaan seller; 1.3. Pemeriksaan organoleptik dan pembusukan. 1.4. Pemeriksaan uji cepat (rapid test) dengan kit (untuk diagnostik penyakit hewan dan keamanan hayati).
20
2. Laboratorium Tingkat 2 -
Dilengkapi dengan lampu UV.
-
Laminar air flow blosafety level 2, oven incubator, autoclave basah dan autoclave kering, sentrifuge 3000 rpm, sentrifuge haematocrite, magnetic stirrer, water bath, mikroskop binocular dengan tustel, total PL count, refrigerator.
2.1. Pemeriksaan Parasit - Alat penghitung Whitlock; - Botol bermulut lebar, cawan petri; - Medium vermiculate; - Haematocrite sentrifuge, haematocrite tube.
2.2. Pemeriksaan Bakteri - Petri dish, tabung reaksi, erlenmeyer, gelas ukur, ose loop dan ose ujung jarum; - Kertas saring; - Media biakan, aqua bidestilata steril.
2.3. Pemeriksaan Jamur - Petri dish, tabung reaksi, erlenmeyer; - Kertas saring; - Media biakan.
2.4. Pemeriksaan Virus - Mikrotiter plate, mikropipet, pipet ependorf - Telur embrio tertunas (telur SPF), antigen, antibodi
2.5. Pemeriksaan residu antibiotik : untuk uji tapis dengan menggunakan metode bioassay Bahan - Bakto pepton, - Bakto agar, - beef extract, - yeast extract, - Tryptone, - D (+) Glukosa, - Potassium Dihidrogen Phosfat (KH2PO4),
21
-
pasir kuarsa, Asam Hidro Klorida (HCl) pro analisis (p.a) , Sodium Klorida (NaCl) pro analisis, Sodium Hidroksida (NaOH) pro analisis. Disodium Hidrogen Phosfat (Na2HPO4)p.a, Potassium Hidroksida (KOH) p.a, Hidrogen Phosfat (H3PO4) p.a,
Kuman Uji : - Micrococcus luteus ATCC 9341 untuk golongan Makrolida - Spora Bacillus subtilis ATCC 6633 untuk golongan Aminoglikosida - Spora Bacillus cereus ATCC 11778 untuk golongan Tetrasiklin - Spora Bacillus calidolactis untuk golongan Penisilin Larutan standar antibiotika - Larutan standar Penisilin Natrium (PC-Na ) untuk Penisilin - Larutan standar Kanamisin Sulfat (KM-SO4) untuk Aminoglikosida - Larutan standar Tilosin Tartrate (TS-Tartrat) untuk Makrolida - Larutan standar Oksitetrasiklin Klorida (OTC-HCl) untuk Tetrasiklin
golongan golongan golongan golongan
Kultur Media Inokulasikan suspensi kuman uji dengan jumlah yang sesuai dengan hasil kalibrasi kuman uji atau spora kedalam media agar sebagai berikut: - Spora Bacillus colidolactis pada media B. colidolactis (media calidolactis) - Spora Bacilus subtilis ATCC 6633 pada media Bacillus subtilis - Kuman vegetatif Micrococcus luteus ATCC 9341 pada media M. luteus - Spora Bacillus cereus ATCC 11778 pada media B. cereus Alat -
neraca/timbangan, pengocok tabung, penangas air, homogenizer atau mortar, pH meter, jangka sorong (caliper) atau alat pengukur diameter zona hambatan (antibiotic zone reader). gelas ukur 100 ml; 500 ml, Erlenmeyer 250 ml; 500 ml, Cawan petri 100x12 mm,
22
-
tabung reaksi ukuran 7 ml; 20 ml; 50ml, tabung sentrifus ukuran 50 ml, labu ukur 50 ml; 100 ml, botol timbang ukuran 20 ml, pipet volumetric ukuran 1 ml; 2 ml; 3 ml; 5 ml; 10 ml;18 ml, pipet graduasi ukuran 1 ml; 5 ml; 7 ml; 10 ml ; 20 ml, mikropipet 50µl-250 µl, kertas cakram (paper disk) tebal (thick) dengan diameter 8 mm atau 10 mm.
3. Laboratorium Tingkat 3: Peralatan sama dengan level 1 dan 2 ditambah ELISA reader, ELISA washer, vacuum, mikroskop fluorescense, laminar air flow biosafety level 3.
3.1. Pemeriksaan Parasit - Mikroplate, mikropipet, mikropipet tube; - Larutan PBS, konjugat, larutan diterjen, Buffer Immunoglobulin, NaCL.
3.2. Pemeriksaan Bakteri - Petri dish, mikroplate, mikropipet, mikropipet tube; - Agar gel neutralisasi, larutan PBS, konjugat, larutan diterjen, Buffer, Immunoglobulin, NaCL antibiotik, antigen, antibodi.
3.3. Pemeriksaan Jamur - Petri dish, tabung reaksi, erlenmeyer; - Kertas saring; - Media biakan.
3.4. Pemeriksaan Virus - Petri dish, mikroplate, mikropipet, mikropipet tube; - Agar gel neutralisasi, larutan PBS, konjugat, larutan diterjen, Buffer, Immunoglobulin, NaCL antibiotik, antigen, antibodi. 3.5. Pemeriksaan Residu Antibiotik Untuk uji tapis dengan menggunakan metode ELISA
23
Bahan Kit ELISA yang terdiri dari : - plate ELISA yang telah dilapisi (coated) dengan antibodi atau antigen - standar antibiotik - Konjugate atau enzim penanda - Substrat - Larutan pencuci - Larutan penghenti reaksi (stop solution) Peralatan - Timbangan - Gelas ukur - Single mikro pipet 5-50 µl, 50-1000 µl - Multi channel mikro pipet 5-50 µl, 50-300 µl - Bak reservoar - Homogenizer/stomacher/mortar, - Sentrifuger atau filter - Penangas air - Inkubator - ELISA Plate washer atau labu semprot - ELISA Plate Reader dengan filter panjang gelombang 400-600 nm - Komputer Untuk uji konfirmasi dengan menggunakan HPLC Peralatan umumnya terdiri dari : - Neraca analitik - Botol timbang - Gelas ukur (100 mL dan 10 mL.) - Erlenmeyer (125 mL) - Labu ukur 10 ml, 500 mL dan 1000 mL) - Mikropipet tip 200 µl dan 1000 µl - Corong gelas - Pipet gelas - Alat penguap (vacum rotary evaporator) - Nitrogen evaporator - Tabung sentrifus - Labu penguap (florentin 125 mL.) - Kertas saring Whatman No. 41 - Mikro pipet (50-200µl, 200-1000µl ) - Cartridge Sep-pak C-18 - Botol contoh
24
-
Seperangkat HPLC dengan kolom reverse phase, dan detector UV, flourescent
Bahan - Asetonitril p.a. - Dinatrium hidrogen phosphat dihidrat - Asam asetat - Natrium EDTA - Asam oksalat - Metanol p.a. - Metanol (chromatography grade) - Asetonitril (chromatography grade) - Kloroform - Standar antibiotik yang akan diperiksa 4. Laboratorium Uji Standar Peralatan sama dengan level 1, 2 dan 3 ditambah peralatan PCR, mikroskop elektron
4.1. Pemeriksaan Parasit, Pemeriksaan Bakteri, Pemeriksaan Jamur, Pemeriksaan Virus, Pemeriksaan Residu, Histopatologis - Microcentrifuge, 12.000 rpm, elektrophasterisi, power supply, transminator, kacamata anti UV, vorstex untuk tabung, alat untuk deiomisasi water, mikropipet tip, tip ART, tabung eyerdorf, NRNA
C. Standar Pengujian Diagnostik (Metode Uji)
1. Laboratorium level 1 : 1.1. Tingkat risiko dan pengujian rendah, dikhususkan untuk pengujian : sederhana, cepat meliputi : Organoleptik, Serologis sederhana dan Identifikasi parasit. 1.2. Jenis Pengujian : - pH daging; - Uji kebusukan daging dan uji organoleptik; - Uji kesempurnaan pengeluaran darah; - Uji sederhana untuk susu; - Rapid test : AI, RBT, Pulorum Test, Mycoplasma rapid test; - Patologi Anatomi; - Parasit darah;
25
-
Parasitologi Ektoparasit (uji natif); Parasit Pencernaan.
2. Laboratorium level 2 : 2.1. Tingkat risiko dan pengujian sedang, dikhususkan untuk pengujian sederhana, kompleks meliputi : Organoleptik, Serologis sederhana dan kompleks, Isolasi dan identifikasi bakteri 2.2. Jenis Pengujian : - pH daging; - Uji kebusukan daging dan uji organoleptik; - Uji kesempurnaan pengeluaran darah; - Uji sederhana untuk susu; - Rapid test : AI, RBT, Pulorum Test, Mycoplasma rapid test; - Patologi Anatomi; - Parasit darah; - Parasitologi Ektoparasit (uji natif); - Parasit Pencernaan; - HA-HI Test; - Cemaran mikroba; - Identifikasi bakteri dan gram stain; - Parasit darah; - CFT; - AGPT; - Uji biologis; - ELISA; - Uji residu sederhana; - Mikroskopis MB.
3. Laboratorium level 3 : 3.1. Tingkat risiko dan kesulitan pengujian dari yang sederhana sampai yang sulit dan dikhususkan untuk penyakit-penyakit eksotik, meliputi : Serologis sederhana dan kompleks, Isolasi dan identifikasi bakteri dan virus serta biologi molekuler
3.2. Jenis Pengujian : - pH daging; - Uji kebusukan daging dan uji organoleptik; - Uji kesempurnaan pengeluaran darah;
26
-
Uji sederhana untuk susu; Rapid test : AI, RBT, Pulorum Test, Mycoplasma rapid test; Patologi Anatomi; Parasit darah; Parasitologi Ektoparasit (uji natif); Parasit Pencernaan; HA-HI Test; Cemaran mikroba; Identifikasi bakteri dan gram stain; Parasit darah; CFT; AGPT; Uji biologis; ELISA, PCR; Uji residu sederhana; Mikroskopis MBM; Identifikasi dan isolasi bakteri; Ascoli tes (anthraks); SNT; MAT; FAT; Histopatologi; Patologi Klinik; Uji-uji biologis kompleks; PCR END POINT; Real Time PCR; Squensing; Tissue Cultur; Pengembangan Metode Pengujian, Kajian Penyakit eksotik; Kajian GMO dan IAS; Kajian Penyakit Eksotik.
27