BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UUD Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk mewujudkan hal tersebut, sesuai Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025 dinyatakan bahwa untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing, pembangunan nasional diarahkan untuk mengedepankan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing (UU No. 17/2007). Demi terwujudnya SDM yang berkualitas dan berdaya saing, pembangunan kesehatan diarahkan pada peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya. Derajat kesehatan merupakan salah satu pilar utama yang sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, sehingga diharapkan akan tercipta sumber daya manusia yang tangguh, produktif dan mampu bersaing untuk menghadapi tantangan. Pembangunan kesehatan tahun 2005-2025 memberikan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi, anak, usia lanjut dan keluarga miskin. Adapun sasaran pembangunan kesehatan pada akhir tahun 2014 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui percepatan pencapaian MDGs yang antara lain, yaitu 1) Meningkatnya umur harapan hidup menjadi 72 tahun; 2) Menurunnya angka
1 Universitas Sumatera Utara
2
kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup; 3) Menurunnya angka kematian ibu melahirkan menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup; dan 4) Menurunnya prevalensi gizi kurang (gizi kurang dan gizi buruk) pada anak balita menjadi lebih kecil dari 15% (Depkes.go.id). Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007, dalam tiga dekade terakhir, berbagai indikator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia menunjukkan adanya perubahan. Umur harapan hidup pada saat lahir meningkat menjadi 70,6 tahun, Angka kematian ibu menurun menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup, Angka kematian neonatal menurun menjadi 20 per 1.000 kelahiran hidup, Angka kematian bayi menurun menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup, serta Angka kematian anak balita menurun menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup. Meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya angka kematian ibu, angka kematian neonatal, angka kematian bayi, dan angka kematian balita tersebut tidak terlepas dari peran pemerintah yang telah berhasil pada aspek penyediaan sarana pelayanan kesehatan membangun puskesmas di setiap kecamatan. Saat ini telah terdapat 8.548 puskesmas, 22.337 puskesmas pembantu yang didukung dengan 6711 puskesmas keliling roda 4 dan 858 puskesmas keliling perahu/kapal. Di tingkat masyarakat telah tumbuh berbagai upaya kesehatan bersumber daya masyarakat sebagai wujud pemberdayaan masyarakat yaitu sekitar 269.000 posyandu, 52.000 poskesdes dan 1000 poskestren (Depkes.go.id). Pelayanan kesehatan dasar harus terselenggara atau tersedia untuk menjamin hak asasi semua orang untuk hidup sehat. Penyelenggaraan atau penyediaan pelayanan kesehatan dasar ini harus secara nyata menunjukkan keberpihakannya
Universitas Sumatera Utara
3
kepada kelompok masyarakat risiko tinggi termasuk didalamnya kelompok masyarakat miskin. Bahkan lebih jauh lagi, ruang lingkup pelayanan kesehatan dasar tersebut harus mencakup setiap upaya kesehatan yang menjadi komitmen komunitas global, regional, nasional maupun lokal (Depkes.go.id). World Health Organization (WHO) Regional Meeting on Revitalizing Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan tentang perlunya melakukan 'Primary Health Care Reforms'. Intinya adalah reformasi 'universal coverage'; 'service delivery'; 'public policy' dan 'leadership'. Revitalisasi PHC akan berdampak pada puskesmas. Untuk itu, Kementerian Kesehatan melakukan revitalisasi puskesmas untuk penetapan fungsi puskesmas yang dapat menjawab arah kebijakan pembangunan kesehatan yang mengutamakan promotif dan preventif dengan tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Pada kenyataannya, hingga kini masih ditemui fenomena umum dimana puskesmas masih berfokus pada pendekatan kuratif daripada preventif. Selain itu, persepsi masyarakat yang masih menganggap puskesmas hanya sebagai penyedia pengobatan bagi orang sakit atau sebagai fasilitas „orang sakit‟ daripada fasilitas „menjadi sehat‟. Paradigma sehat yang selalu mengutamakan pendekatan promotif dan preventif masih sangat sukar dipahami dan diadopsi masyarakat dan penyedia layanan di puskesmas (AIPHSS.org). Paradigma
penyedia
layanan
di
puskesmas
masih
berfokus
pada
penyembuhan dan pemulihan dengan penekanan pada kuratif dan rehabilitatif, dan paradigma ini sudah melekat kuat sehingga tidak mudah tergantikan. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama dimana peran puskesmas
Universitas Sumatera Utara
4
dimaknai sebagai kontak pertama pada pelayanan kesehatan yang mampu menggeser paradigma sakit yang ada dengan mengedepankan paradigma sehat. Dalam KEPMENKES RI No. 128 Tahun 2004 dinyatakan bahwa ada tiga fungsi puskesmas yang sejalan dengan fokus pembangunan kesehatan yaitu: sebagai pusat
pembangunan
wilayah
berwawasan
kesehatan;
pusat
pemberdayaan
masyarakat; pusat pelayanan kesehatan strata pertama meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods), sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat bersifat publik (public goods). Pelayanan kesehatan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan bagi puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap. Sementara pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya (KEPMENKES RI No. 128 Tahun 2004). Salah satu sub sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) ialah sub sistem upaya kesehatan. Pelaksanaan SKN ditekankan pada peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat, profesionalisme sumber daya manusia kesehatan, serta upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Upaya pelayanan kesehatan diselenggarakan dengan terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan perorangan yang dilakukan oleh puskesmas mencakup pelayanan yang komprehensif yakni promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Universitas Sumatera Utara
5
Sementara bentuk-bentuk upaya kesehatan masyarakat, yaitu menggerakkan masyarakat agar melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS); penurunan gizi buruk masyarakat dan penanggulangan Kurang Kalori Protein (KKP); penurunan Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi, dan Angka Kematian Balita; pemberantasan TBC, Polio, Tetanus, Campak, Hepatitis; pemberantasan Demam berdarah, Malaria, Diare dan pengendalian HIV/AIDS; menjamin akses air bersih, akses obat, essensial, alat kontrasepsi, pasar sehat, kali bersih, dan pembangunan berwawasan kesehatan. Arah pengembangan RPJP-N 2005-2025 sejalan dengan implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang baru diberlakukan sejak 1 Januari 2014. Begitu juga dengan arah pengembangan tenaga kesehatan yang mana sejalan dengan arah pengembangan upaya kesehatan, yakni dari tenaga kuratif bergerak ke arah tenaga promotif dan preventif sesuai kebutuhan. Jika kebutuhan tenaga pengelola Promosi Kesehatan per puskesmas minimal dibutuhkan 1 orang tenaga D3/D4/S1, maka dibutuhkan sekitar 8548 tenaga D3/D4/S1 pengelola promosi kesehatan di seluruh Indonesia untuk memenuhi puskesmas. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 pasal 13 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional dinyatakan bahwa “Setiap peserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan.” Manfaat pelayanan promotif dan preventif sebagaimana dalam PERPRES No. 12 Tahun 2013
Universitas Sumatera Utara
6
Pasal 21 tentang Jaminan Kesehatan meliputi pemberian pelayanan penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana, dan skrining kesehatan. Pelayanan promotif dan preventif harusnya menjadi lebih diperhatikan terutama untuk mendukung diberlakukannya JKN yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Fungsi inti dari BPJS adalah pengumpulan iuran, pengelompokan risiko, dan pembayaran provider. Sebesar apapun biaya kesehatan yang dikumpulkan melalui iuran, tentu akan habis jika tidak disertai usaha promotif dan preventif (Rustianto, 2013). Dalam era JKN terjadi perubahan pada sistem pembiayaan puskesmas. Sebelum diberlakukannya JKN, sumber biaya pada pelayanan promotif dan preventif, baik dalam upaya kesehatan masyarakat maupun perorangan adalah Biaya Operasional Kesehatan (BOK). Melalui JKN, pemerintah hanya akan bertanggung jawab untuk pemenuhan upaya kesehatan masyarakat, sementara upaya kesehatan perorangan didukung oleh dana kapitasi dari BPJS. Puskesmas harus siap dan mampu mengelola dana kapitasi tersebut demi pemenuhan JKN (Kemenkes RI, 2013). Dari 39 puskesmas yang ada di Kota Medan, Puskesmas Belawan merupakan puskesmas yang paling banyak peserta terdaftar JKN. Terdapat 55.481 peserta JKN kelompok apapun, termasuk Jamkesmas dan Askes Sosial. Puskesmas Belawan menempati urutan pertama sebagai peserta terdaftar Jamkesmas terbanyak dari seluruh puskesmas yang ada di Kota Medan. Kemudian peserta Jamkesmas ini secara otomatis berubah menjadi peserta JKN sejak tanggal 1 Januari 2014. Puskesmas Belawan memiliki jumlah kunjungan rata-rata 60 orang/hari, baik peserta JKN, peserta Jamkesmas, maupun pasien umum. Mayoritas pasien yang
Universitas Sumatera Utara
7
berkunjung ke Puskesmas Belawan merupakan peserta JKN dengan rata-rata kunjungan 45 orang/hari. Berdasarkan hasil survey pendahuluan di Puskesmas Belawan dengan wawancara terhadap beberapa pasien peserta JKN, masih kurangnya diberikan penyuluhan kesehatan perorangan yang meliputi paling sedikit mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan pengelolaan faktor risiko penyakit. Sekilas pengamatan ketika survey pendahuluan di Puskesmas Belawan, pasien yang mengantri untuk berobat cukup banyak. Dalam ruangan pengobatan, pasien terlebih dahulu ditimbang berat dan tinggi badan kemudian diukur tekanan darah, lalu konsultasi dengan dokter. Setelah selesai konsultasi atau dilakukan pengobatan, maka seperti yang dilakukan dokter pada umumnya adalah memberikan anjuran-anjuran untuk mencegah agar penyakit tidak kambuh lagi. Di ruangan KIA/KB juga cukup banyak pasien yang terdiri dari bayi, balita, anak-anak, ataupun ibu hamil. Beberapa ibu hamil datang ke puskesmas untuk memeriksakan kehamilan mereka. Tidak sedikit pula ibu-ibu yang membawa anak atau balitanya berobat. Di Puskesmas Belawan, ruang KIA/KB dan poli anak digabung menjadi satu ruangan. Namun, tenaga kesehatan yang menangani adalah orang yang sama. Ditambah lagi dengan kemungkinan meningkatnya jumlah kunjungan/pasien di Puskesmas Belawan setelah berlakunya Program JKN, sehingga kemungkinan waktu yang diperlukan untuk memberikan pelayanan promotif dan preventif kepada pasien semakin berkurang. Sementara itu, menurut penelitian Purwindah (2006), tentang pengaruh upaya promotif, preventif keluarga dan infeksi terhadap kejadian kurang protein (KEP) (studi pada anak usia 2-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Gedangan Kecamatan
Universitas Sumatera Utara
8
Tuntang Kabupaten Semarang), menyatakan bahwa variabel yang bergaruh terhadap KEP adalah upaya preventif (kecukupan energi, protein) dan infeksi. Menurut penelitian Masyuni (2010), tentang implementasi program promosi pencegahan diare pada anak berusia di bawah tiga tahun (Studi Kasus di Puskesmas Mangkurawang Kabupaten Kutai Kartanegara), menyatakan bahwa 1) program promosi pencegahan diare yang dilakukan di Puskesmas Mangkurawang belum dapat menghilangkan pendapat yang kurang tepat terhadap diare; (2) masyarakat terbiasa untuk mendapatkan informasi kesehatan dengan menggunakan komunikasi langsung dengan petugas kesehatan, kader dan tokoh masyarakat; dan (3) jumlah petugas kesehatan terbatas sehingga diperlukan peningkatan kuantitas dan kualitas kader kesehatan. Menurut penelitian Marjianto (2012), tentang hubungan kegiatan promotif, preventif kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan oleh perawat gigi dengan prevalensi karies gigi siswa SD/MI wilayah puskesmas di Kota Surabaya, menyatakan bahwa kegiatan promotif tidak memiliki hubungan dengan prevalensi karies gigi dan tidak ada hubungan antara kegiatan preventif kesehatan gigi dan mulut dengan karies. Untuk itu, peneliti ingin meneliti bagaimana pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif dalam era JKN di Puskesmas Belawan.
Universitas Sumatera Utara
9
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat diambil rumusan masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif dalam era JKN di Puskesmas Belawan.
1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Belawan.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan pembangunan kesehatan terutama dalam era Jaminan Kesehatan Nasional. 2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam mendukung fungsi utama puskesmas untuk mewujudkan pembangunan kesehatan terutama dalam era Jaminan Kesehatan Nasional. 3. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Belawan dalam upaya peningkatan pelayanan promotif dan preventif melalui pengoptimalan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. 4. Sebagai bahan untuk menambah wawasan ilmu kesehatan masyarakat terutama di bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan promotif dan preventif dalam era Jaminan Kesehatan Nasional. 5. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara