UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 3/PUU-V/2007
I.
PEMOHON Scott Anthony Rush KUASA HUKUM Denny Kailimang, S.H., M.H., dkk
II.
NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN - sebanyak 7 (tujuh) norma : a. Pasal 80 ayat (1) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” b. Pasal 80 ayat (2) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” c. Pasal 80 ayat (3) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” d. Pasal 81 ayat (3) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” e. Pasal 82 ayat (1) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” f. Pasal 82 ayat (2) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” g. Pasal 82 ayat (3) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..”
III. NORMA UUD 1945 SEBAGAI ALAT PENGUJI - Sebanyak 2 (dua) norma : a. Pasal 28A b. Pasal 28I ayat (1) IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK-RI, Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan /atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu Pasal 51 ayat (1) huruf a “perorangan warga negara Indonesia”. Namun dalam permohonan ini kedudukan hukum (legal standing) Pemohon bertindak untuk dan atas nama Perorangan warga negara Australia. V.
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika terhadap UndangUndang Dasar Tahun 1945. Pasal 80 ayat (1) huruf a (1)Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum : a.”Memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”; Pasal 80 ayat (2) huruf a (2)Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam : a.“Ayat (1) huruf a didahului dengan permufakatan jahat, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda
1
UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)”; Pasal 80 ayat (3) huruf a (3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam : a.”Ayat (1) huruf a dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)”; Pasal 81 ayat (3) huruf a (3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam : a. ”Ayat (1) huruf a dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah)”; Pasal 82 ayat (1) huruf a (1)Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum : a. mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah); Pasal 82 ayat (2) huruf a (2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didahului dengan permufakatan jahat, maka terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam : a. ”Ayat (1) huruf a, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)”; Pasal 82 ayat (3) huruf a (3) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam : a.”Ayat (1) huruf a dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah)”. Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28A ”Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
2
UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
Pasal 28I ayat (1) (1)”Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”. VI. ALASAN Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, karena : 1. Bahwa menurut Pemohon sebagai warga negara Australia menganggap UUD 1945 berlaku tidak hanya terhadap warga negara Indonesia, tetapi juga terhadap warga negara asing yang berada diwilayah Indonesia. Siapapun yang diadili berdasarkan hukum Indonesia berhak mengajukan upaya hukum apapun yang bersedia tanpa ada diskriminasi/diskualifikasi. 2. Pemohon adalah warga negara Australia yang dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “narkotika Golongan I” dan dijatuhi hukuman pidana mati oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusan No.1782 K/Pid/2006 tanggal 31 Agustus 2006 Juncto. Putusan Pengadilan Tinggi Bali No. 20/Pid.B/2006/PT.DPS tanggal 26 April 2006 Juncto. Pengadilan Negeri Denpasar No. 628/Pid.B/2005/PN.DPS tanggal 13 Februari 2006. 3. Pemohon mendalilkan hak konstitusional permohonan pengujian undangundang ini terkait dengan Pasal 51 ayat (1) huruf a Undang-Undang MK-RI. adalah Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil Political Rights (Kovenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik) Pasal 16, “Setiap orang berhak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dimana pun dia berada”. dan Pasal 26, “Semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Dalam hal ini hukum harus melarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan yang sama dan efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi atas dasar apapun seperti ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lain” Jelas subjeknya setiap orang yang berarti siapa saja dan bukan hanya warga negara Indonesia. Dengan demikian, hak Pemohon (apalagi terpidana mati) untuk mengajukan permohonan ini tidaklah dapat dibatasi oleh Pasal 51 ayat (1) huruf a Undang-Undang MK-RI. 4. Bahwa Pemohon menganggap hak konstitusional yang telah dilanggar dengan diberlakukan hukuman pidana mati adalah Pasal 28A dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945. Hukuman mati memang masih diatur dalam sejumlah undangundang sebagai salah satu hukuman pidana pokok, dalam hal ini adalah undang-undang Narkotika. Namun secara mutatis mutandis, ketika perubahan UUD 1945 mengakui hak untuk hidup sebagai hak yang tidak dapat dikurangi, secara legal hukuman mati sudah tidak dapat lagi diberlakukan di Indonesia. 5. Bahwa diberlakukan Pasal 80 ayat (1) huruf a, Pasal 80 ayat (2) huruf a, Pasal 80 ayat (3) huruf a, Pasal 81 ayat (3) huruf a, Pasal 82 ayat (1) huruf a, Pasal
3
UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
82 ayat (2) huruf a dan Pasal 82 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika bertentangan denagn Pasal 28A dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945, juga telah merugikan kepentingan Pemohon dalam memperoleh hak hidupnya. VII. PETITUM 1. Mengabulkan seluruh permohonan Pemohon; 2. Menyatakan : Pasal 80 ayat (1) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” ayat (2) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” ayat (3) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” Pasal 81 ayat (3) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” Pasal 82 ayat (1) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” ayat (2) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” ayat (3) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” UndangUndang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika bertentangan dengan Pasal 28A dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 ; 3. Menyatakan : Pasal 80 ayat (1) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” ayat (2) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” ayat (3) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” Pasal 81 ayat (3) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” Pasal 82 ayat (1) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” ayat (2) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” ayat (3) huruf a, menyangkut kata-kata “..pidana mati..” dari UndangUndang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak diputuskan oleh MK-RI.
4
UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
CATATAN : - Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika terhadap UUD 1945, telah diajukan sebelumnya dalam perkara 2/PUU-V/2007, oleh para Pemohon dengan kuasa hukum Dr.Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M., dkk. - Perkara 2/PUU-V/2007 sudah diregistrasi dan akan dilaksanakan sidang pemeriksaan pendahuluan hari kamis tanggal 1 (satu) bulan Pebruari Tahun 2007. - Norma-norma yang dipersengketakan sama dengan perkara 2/PUU-V/2007, yang berbeda pada norma hak konstitusional Pemohon calon Perkara 3/PUUV/2007 Pasal 28A dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 sedangkan perkara 2/PUUV/2007 norma hak konstitusional Pasal 28A, Pasal 28I ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945. Serta alasan-alasan kerugian konstitusional Pemohon tidak berbeda jauh. Hanya ada penambahan antara lain pada: a. Kedudukan legal standing Pemohon yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK-RI, mengenai warga negara yang berhak mengajukan pengujian undangundang adalah warga negara Indonesia, sedangkan dalam permohonan calon perkara 3/PUU-V/2007 kedudukan legal standing Pemohon adalah sebagai warga negara Australia. b. Pemohon mengemukakan bahwa Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, merupakan hak konstitusional yang tidak dapat dibatasi oleh Pasal 51 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK-RI dalam mengajukan pengujian undang-undang.
5