JURNAL NANGGROE ISSN 2302-6219 Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015) Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
ARTIKEL LEPAS
Urgensi Sifat Melawan Hukum Materil Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006 Joelman Subaidi1
Abstrak Correspondence:
[email protected] 1.
Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
The Constitutional Court did not consider the history of the development of law, where the law can not only rely on legal certainty alone but must also consider public sense of justice. The Constitutional Court in its decision did not take into consideration the principle of freedom bound owned by the judges in Indonesia. According to the author of the cancellation of the unlawful nature of the material in Law 31 of 1999 as amended by Law No. 20 2001 inhibits the judge to make an interpretation that the law can keep abreast of the dynamics of society and can provide a sense of justice Whereas verdict in Indonesia showed that the unlawful nature of the material has given room for judges in order to adjust the Law berinterpretasi NO.3 1971 and Law No. 31 of 1999 as amended by Law No. 20 of 2001 with the dynamics of the community to explore the values of law and a sense of justice in society. Kata Kunci: Mahkamah Konstitusi, Melawan Hukum
Undang-Undang,
Sifat
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 64
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
LATAR BELAKANG
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 yang hanya
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 003l Peraturan Perundang-
terbatas
pada
melawan
hukum
dalam arti formil saja.
undangan-IV/2006 tanggal 24 Juli 2006 (Putusan Mahkamah Konstitusi
Akan
tetapi
Putusan
No.003/PUU-IV/2006) telah mem-
Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-
bawa perubahan terhadap ajaran
IV/2006
sifat melawan hukum dalam Undang-
polemik bahkan para hakim baik
Undang
hakim
Nomor
tentang
31
Tahun
Pemberantasan
1999 Tindak
tersebut, di
menimbulkan
pengadilan
negeri,
pengadilan tinggi maupun ditingkat
Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun
Mahkamah
1999)
mengesampingkan
putusan
Mahkamah
tersebut
yang
diubah Nomor
sebagaimana
melalui 20
Undang-Undang
Tahun
Perubahan
atas
Nomor
Tahun
31
Pemberantasan
telah
2001
tentang
Undang-Undang 1999
tentang
Tindak
Pidana
Korupsi (UU No. 20 Tahun 2001).
terutama
Agung
cenderung
Konstitusi terkait
dengan
sifat
melawan hukum. Mengapa demikian? Bagaimana melawan
urugensi hukum
dari
sifat
terutama
sifat
rnelawan hukum materil dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah
Mahkamah Konstitusi melalui putusannya
tersebut
telah
dengan UU No. 20 Tahun 2001 tersebut? Dalam ini penulis akan
menyatakan bahwa penjelasan Pasal
membahas
2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999
mendasarkanpada tinjauan historis
sebagaimana telah diubah dengan
terhadap
UU No. 20 Tahun 2001 bertentangan
Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
dengan
Pemberantasan
Undang-Undang
Dasar
hal
tersebut
pembentukan
dengan Undang-
Tindak
Pidana
Negera Republik Indonesia Tahun
Korupsi (UU No.3 Tahun 1971) yang
1945
merupakan
(UUD
mempunyai mengikat. Mahkamah
1945)
dan
kekuatan Dengan
tidak hukum
demikian
Konstitusi
telah
cikal
bakal
dari
diterapkannya sifat melawan hukum dalam
undang-undang
pemberantasan
tindak
mengenai pidana
menyempitkan sifat melawan hukum
korupsi. Selain itu penulis juga akan
dalam UU No. 31 Tahun 1999
melakukan
analisa
terhadap
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 65
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
yurispudensi
meninggat
perkem-
bangan sifat melawan hukum melalui
istilah
yang
digunakan
untuk
melawan hukum.
pembentukan norma-norma hukum Lebih lanjut menurut Pompe,
dalam putusan-putusan pengadilan yang
kemudian
menjadi
onrechtmatigheid dengan
yurispudensi.
wederrechteJijk termasuk
pengertian Namun
sebelum
kita
bersinonim
perbuatan
melanggar
hukum dalam arti luas sebagaimana
membahas mengenai hal tersebut
dimaksud
ada baiknya kita membahas terlebih
Lindenbaum-Cohen
dahulu
1919.1 Oleh karena itu pengertian
sifat
mengenai melawan
demikian dipandang
Kata
perkembangan
hukum.
Dengan
melawan
melawan
hukum
pidana
berasal
dari
kata
dalam
hukum saling
Arrest 31
Januari
dalam mengisi
hukum dengan
pengertian melanggar hukum dalam
onrechtmatigheid
yang
berarti
hukum
melanggar
dalam
hukum
mengartikan hukum secara sempit
perdata. Rumusan onrechtmatigheid
yaitu hanya sebagai undang-undang,
itu sendiri terdapat dalam Pasal 1401
sehingga melawan hukum diartikan
Burgerlijk Wetboek (8W) atau dalam
sebagai melawan hukum diartikan
pasal 1365 Kitab Undang-undang
sebagai
Hukum
bertentangan
hukum
Perdata
(KUHPer).
perdata.
para
perbuatan dengan
yuris
yang peraturan
Sedangkan dalam hukum pidana
tertulis saja. Hoge Raad menerima
melawan
disepadankan
dan menerapkan pandangan formil
dengan wederrechteJijk. Walaupun
sebagaimana dilihat dalam putusan-
demikian antara onrechtmatigheid
putusan Hoge Raad sebelum tahun
dengan wederrechteJijk tidak ada
1919
perbedaan dan keduanya merupakan
terkenal adalah Jutphense Juffroum
hukum
salah
satu
putusan
yang
Arrest 10 Juni 1910.2
1
Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, cet.ke-2, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal. 133
2
Indriyanto Seno Adji. Korupsi dan Hukum Pidana, cet.ke-2, (Jakarta: Kantor Pengacara dan Konsultasi
Hukum Prof. Oemar Seno Adji dan Rekan, 2002), hal. 66-68 Arrest Nona dari kota Jutphen atau De Jutphense Juffrouw Arrest merupakan Arrest yang dikeluarkan oleh Hoge Raad pada 10 Juni 1910.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 66
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
Namun dalam perkembangannya
pandangan
formil
kurang
memenuhi
rasa
masyarakat
dirasa keadilan
perbuatan-perbuatan pandang
norma-norma
menekankan pada kepastian hukum,
bertentangan
oleh sebab itu sejak tahun 1919 Hoge
dalam masyarakat
Raad
mulai
disimpulakan
dalam
arti
menafsirkan yang
pada
Juasdan rumusan
hukum tidak dalam
undang-undang.
perbuatan masyarakat.
yang
bertentangan
lebih
terbatas
karena
melawan hukum diartikan sebagai
kesopanan dengan
dengan atau
kepatutan atau dapat
sebagai yang
3
di-
tercela
segala oleh
Pandangan ini mulai
diterima oleh Hoge Raad sejak tahun 1919 melalui Arrest Lindenbaum-
Berbeda dengan pandangan
Cohen 31 Januari 1919.4
formil maka dalam padangan materil
Arrest tersebut berrnula dari seorang nona dan seorang tetangganya yang tinggal dalam suatu apartemen yang sarna di kota Jutphen. Si nona tinggal dibagian atas sedangkan tetangganya tinggal dibawahnya. Dalam suatu musim yang sangat dingin temyata pipa saluran air apartemen bagian atas pecah dan mengalir kebagian bawah apartemen tempat tinggal tetangganya. Aliran air dari pipa yang pecah itu terletak di apartemen si Nona dan hanya dapat dihentikan aliran yang mengakibatkan banjir itu, apabila si nona tidak menggunakan kran yang ada di kamar di tempat tinggalnya. Tetangganya telah meminta berulang kali agar si nona tidak menggunakan kran tersebut. Namun hal tersebut tidak dipedulikan oleh si nona. Pada akhimya si tetangga menggugat si nona tersebut ke pengadilan Jutphen. Namun pengadlan menoIak gugatan tersebut. Hoge Raad menolak gugatan tersebut dengan alasan si nona tidak melanggar undangundang apa pun, karena tidak ada ketentuan yang melarang si nona
untuk memutar kran kepentingan dirinya sendiri
bagi
3
Ibid hal 74-76
4
Rosa Agustina, Perbuatan Metawan Hukum. cet. ke-t, (Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hal. 35 Arrest Lindenbaum-Cohen merupakan Arrest yang dikeluarkan oIeh Hoge Raad pada tanggal 31 Januari 1919. Arrest ini bennula dari persaingan usaha percetakan yang dimiliki oIeh liendenbaum dan Cohen. Dalam perkembanganya percetakan yang dimiliki Liendenbaum lebih berkernbang dari pada percetakan yang dimiliki Cohen. Kemudian Cohen memberikan sejumlah uang kepada karyawan Liendenbaum dengan maksud agar karyawan tersebut mau rnenyerahkan daftar nama pelanggan dari percetakan Uendenbaum. Temyata usaha Cohen berhasil dan ia mengirimkan penawaran harga yang lebih rendah kepada para pelanggan Liendenbaum. Perbuatan tersebut diketahui rnelakukan gugatan melanggar hukum atas Pasal 1401
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 67
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
Melawan
hukum
materil
pidana. Dalam hal ini suatu pembuat
memiliki dua arti. Pertama melawan
tindak pidana tidak akan dipidana
hukum dalam arti positif sebagai
atas perbuatannya yang melanggar
dasar
undang-undang
pemidana.
terjadi
apabila
Hal
ini
suatu
dapat
perbuatan
masyarakat
karena
menurut
perbuatan
tersebut
dalam rumusan undang-undang tidak
tidak lagi dipandang sebagai suatu
dipandang
sebagai
perbuatan yang tercela. Hoge Raad
pidana,
namun
memandang
suatu
tindak
masyarakat
perbuatan
tersebut
melalui
putusannya
tanggal
20
Februari 1933 atau yang dikenal
yang
dengan nama vee wet Arrest5 telah
tercela, maka pelaku perbuatan
menerima dan menerapkan melawan
tersebut
hukum materil dalam arti negative.
sebagai
suatu dapat
perbuatan dipidana.
Kedua
melawan hukum materil dalam arti negatif sebagai dasar
pembenar
UU No. 3 Tahun 1971 bukan merupakan undang-undang pertama
BW kepada Cohen di Pengadilan Amsterdam. Pada saat itu belum ada suatu aturan undang-undang yang dapat rnenghukum seorang yang memberikan sesuatu kepada orang lain yang bekas pesaing dagangnya. Namun Hoge Raad berpandangan bahwa perbuatan rnelanggar hukum harus diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan atau melanggar hak subyektif orang lain, kewajiban hukum pelaku, kaedah kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat, dan Hoge Raad menerima gugatan terselbut. 5
Vee wet Arrest rnerupakan putusan Hoge Raad pertama yang menerapkan rnelawan hukum materil dalam arti negatif. Dalam Arrest terselbut seorang dokter hewan telah didakwa Pasal 82 vee wet (undang-undang hewan), karena dokter hewan tersebut telah memasukan tujuh sap; sehat ke dalarn sebuah kandang yang berisi sapi-sapi yang telah terjangkit penyakit rnenular. Pertimbangan dokter hewan tersebut adalah sapi-
sapi yang sehat terselbut pada akhimya juga akan terkena penyakit yang sarna.Ketujuh sapi yang sehat terselbut belum mengeluarkan susu. Apabila ketujuh sapi yang sehat terselbut tertular penyakit selbelum mengeluarkan susu, akan mengurangi penderitaan bagi Perbuatan terselbut secara fonnil memenuhi rumusan Pasal 82 undangundang hewan, namun Hoge Raad membebaskan sifat me/awan hukum dokter tersebut Hoge Raad belpendapat bahwa tindakan yang dilakukan oIeh dokter hewan tersebut bukan tampa dasar, dokter hewan tersebut mendasari tindakannya terselbut berdasarkan ilmu pengetahuan dan keahlian yang ia miliki. Tindakan tersebut secara ilmu pengetahuan yang universal merupakantindakan yang benar. Oleh karena itu tindakan dokter hewan terselbut bukan merupakan perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan yang tercela oIeh masyarakal
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 68
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
yang secara
khusus mengkrimi-
nialisasi korupsi. UU No.3 Tahun 1971 disahkan
perbuatan tersebut keuangan negara."6
merugikan
untuk mencabut
Dalam penjelasan umum UU
dan menggantikan Undang- Undang
No.3 Tahun 1971 dinyatakan bahwa
Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang
pengertian melawan hukum dalam
Pengusutan,
UU
Penuntutan
dan
No.3
Tahun
1971
meliputi
Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi
melawan hukum formil dan melawan
(UU
1960).
hukum materil.7Semula penjelasan
melawan
hukum
umum UU Nomor 3 Tahun 1971 yang
terdapat
dalam
disampaikan
No. 24 Prp T ahun
Namun
unsur
sebagaimana
oleh
pemerintah
rumusan pasal 1 ayat (1) sub a dan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat
penjelasan
Gatong Royong (DPR-GR) berbunyi:
umum UU No.3 Tahun
1971 merupakan inovasi baru yang tidak bersumber dari Kitab UndangUndang
Hukum
yang diangkat pidana
korupsi
dirumuskan
Pidana
(KUHP)
menjadi
tindak
maupun pernah
dalam UU No. 24 Prp
Tahun 1960. Lebih lanjut unsur melawan hukum dalam pasal 1 ayat (1) sub a UU No.3 Tahun 1971
"Dengan mengunakan sarana melawan hukum seperti dalam hukum perdata yang\ pengertiannya dalam undangundang ini juga meliputi perbuatanperbuatan yang bertentangan dengan norma kesopanan yang lazim atau yang bertentangan dengan keharusan dalam pergaulan hidup untuk bertindak cermatterhadap orang lain, barangnya maupun haknya”8
dirumuskan sebagai berikut: "Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan perekonomian negara atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa 6
Republik Indonesia,Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 3, LN Nomor 19 Tahun 1971, TLN Nomor 2958, Pasal 1
Akan pandangan
tetapi anggota
dalam DPR-GR
penjelasan yang disampaikan oleh pemerintah tersebut menimbulkan kesan seolah-olah istilah melawan hukum
dalam
lapangan
hukum
perdata dipergunakan sebagai unsur 7
Wanljik Saleh, Tindak Pidana Korupsi, cet. ke-3, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1979), hal 18
8
Albert Hasibuan, ed., Dua Guru Besar Berbicara tentang Hukum (Bandung: Alumni, 1985), hal. 5.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 69
ISSN 2302-6219
dalam
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
lapangan
Selanjutnya
hukum
rumusan
pidana.
perbuatan yang memperkaya diri
penjelasan
sendiri tersebut didahului dengan
umum tersebut diubah sehingga arti
kejahatan
melawan hukum tersebut dipandang
walaupun menurut rasa kepatutan
masih
masyarakat
terbatas
dalam
lapangan
hukum pidana.9
atau
pelanggaran
perbuatan
tersebut
patut untuk dipidana.10
Dalam pandangan pembuat
Namun sebelum UU No. 3
UU No.3 Tahun 1971 unsur melawan
Tahun 1971 disahkan, Mahkamah
hukum terutama melawan hukum
Agung
materil
memudahkan
menerapkan sifat melawan hukum
pembuktian atas suatu perbuatan
materil dalam perkara tindak pidana
yang sifatnya koruptif. Sebelumnya
korupsi
dalam UU No. 24 Prp Tahun 1960
Mahkamah
terdapat
42K1Kr/1965.
akan
kesulitan
dalam
telah
terlebih
yaitu
dahulu
dalam
putusan
Agung
Nomor
Dalam
perkara
membuktikan tindak pidana korupsi
tersebut
hal
untuk
Effendi didakwa telah melakukan
terdakwa
tindak pidana korupsi karena telah
tersebut
dapat
dikarenakan
membuktikan
Terdakwa
melakukan korupsi disyaratkan harus
menggunakan
dibuktikan
diperolenya
terlebih
dahulu
Marchroes
kekuasaan karena
yang
jabatannya
membuktikan bahwa terdakwa telah
untuk melakukan penggelapan gula
melakukan pelanggaran
kejahatan
atau
dengan cara mengeluarkan Deliveri
untuk
dapat
Order gula intensif padi sejumlah
memperkaya diri sendiri. Dalam
7.650
prakteknya banyak perbuatan untuk
pemborong. Hasil dari penjualan
memperkaya diri sendiri yang tidak
gula tersebut dipergunakan untuk
dapat
dengan
membangun daerah. Dalam tingkat
menggunakan UU No. 24 Prp Tahun
kasasi Mahkamah Agung menerapkan
1960
selamanya
melawan hukum materil dalam arti
Konsensus-konsensus mengenai Masalah-masalah Pokok daJam Rancangan Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi antara Pemerintah dengan DPR-GR pada saat pembentukan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi.
9
dipidana karena
tidak
10
kilogram
kepada
seorang
Hasibuan, op.cit
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 70
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
negatif dengan pertimbangan bahwa
lanjut pengertian melawan hukum
faktor kepentingan umum terlayani,
tersebut meliputi pengertian dalam
faktor Terdakwa tidak memperoleh
Arrest setelah tahun 1919.13
keuntungan
dan
kerugian negara.
tidak
adanya Lebih
11
Makhamah Dari uraian tersebut tampak bahwa
pembuat
lanjut
Putusan
Agung
Nomor
81/K/Kr/1973 merupakan putusan
undang-undang
Mahkamah Agung pertama mengenai
menghendaki melawan hukum dalam
sifat melawan hukum materil setelah
UU No.3 Tahun 1971 diartikan secara
UU NO.3 Tahun 1971 disahkan.
luas.
Putusan
Hal
tersebut
sebagaimana
tersebut
merupakan
dikemukan oleh Oemar Seno Adji,
putusan atas nama terdakwa Ir.
Menteri
Moch. Otjo Danaatmadja didakwa
Kehakiman
pada
saat
pembahasan Rancangan UU No. 3
telah
tindak
pidana
Tahun
korupsi karena ia selaku
Kepala
1971 yang juga
menjadi
melakukan
wakil pemerintah dengan DPR-GR
Kesatuan Hutan
dalam pembahasan Rancangan UU
telah menggunakan anggaran untuk
No.3 Tahun 1971 yang menyatakan
reboisasi hutan yang tidak sesuai
bahwa pengertian melawan hukum
dengan
dalam UU Nomor 3 Tahun 1971
hubungannya dengan syarat dalam
merupakan
menerapkan
pengertian
melawan
Kabupaten Garut
tujuannya. melawan
Dalam hukum
hukum dalam arti luas, yaitu segala
materil dalam am negatif, putusan
sesuatu yang bertentangan dengan
MA
kepatutan yang seharusnya dalam
rnemberikan tiga syarat penghapus
pergaulan masyarakat ataupun yang
sifat
dikatakan
yaitu;14
dalam
undang-undang
yang bertentangan dengan kesopanan bertentangan dalam
yang
pergaulan
melawan
hukum
telah materil
a. negara tidak dirugikan; b. kepentingan umum dilayani dan;
atau
keharusan
hidup.12
dipandang
norma
lazim
dengan
tersebut
Lebih
11
Seno Adji, Op. at. hal. 337-338
13
Hasibuan,op.cit
12
Oemar Seno Adji, Hukum Pidana Pengembangan, cet ke-1, (Jakarta: Ertangga, 1985), hat. 252.
14
OemarSeno Adji, op. cit., hal. 175178, 189.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 71
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
c. Terdakwa tidak mendapatkan keuntungan. Selanjutnya
dalam
1999. Sebagaimana pada tahun 1999 UU NO.3 Tahun 1971 dicabut dan digantikan dengan UU No. 31 Tahun
Mahkamah Agung melalui putusan
1999.
Nomor
telah
dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (1)
tentang
UU No. 31 Tahun 1999 sebagai
275KIPid/1983
memberikan
rumusan
pengertian melawan hukum materil. Mahkamah
Agung
"menurut kepatutan perbuatan itu merupakan perbuatan yang tercela perbuatan
yang
menusuk
perasaan hati masyarakat orang banyak."15 Putusan-putusan
Makhamah
Agung tersebut telah diterima dalam praktik
peradilan
dan
hukum
berikut: "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar 16 rupiah)."
menjadi
yurisprudensi dalam perkara tindak pidana korupsi lainnya hingga UU NO.3
rnelawan
merumuskan
melawan hukum materil sebagai
atau
Unsur
Lebih lanjut penjelasan pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 dirumuskan sebagai berikut:
Tahun 1971 dicabut dan
digantikan dengan UU No. 31 Tahun
15
Komariah Emong Sapardjaja, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materil dalam Hukum Pidana Indoensia Studi Kasus tentang Penerapan dan Perkembangannya dalam Yurisprudensi, cet.ke-1, (Bandung: Alumni, 2002), hal. 162. Putusan Mahkamah Agung Nomor 275/PID/1983 merupakan Kasus tindak pidana korupsi di Bank Bumi daya atas nama Terdakwa Endang Wiqaja alias Yap Eng Kui. Terdakwa selaku Direktur Bank Bumi Daya telah didakwa melanggar ketentuan kredit untuk proyek real estate sebagimana Surat Edaran Bank Indoensia Nomor SE 6f22JUPK. Pada
tingkat kasasi Mahlamah Agung menerapkan melawan hukum materil dalam arti negatif dengan petimbangan dengan dberikannya prioritas kredit tersebut Terdakwa memperoleh keuntungan, dan tersebut negara dirugikan serta kepentingan masyatakat tidak ter1ayani, selain itu perbuatan terdakwa telah melanggar Pasal 7 Undang-undang Nomar 18 Tahun 1968 tentang Perbankan. 16
Republik Indonesia,Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU Nomor 31 LN No. 140 Tahun 1999. TLN No.3874. ps. 2
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 72
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
"Yang dimaksud dengan "secara melawan hukum" dalam Pasal ini mencakup perbuatanmelawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perudangundangan, namun apabila perbuatan terse but dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Oalam ketentuan ini, kata "dapat" sebelum frasa "merugikan keuangan atau perekonomian negara" menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat "17 Pada tahun 2001 UU No. 31 Tahun 1999 diubah dengan UU No. 20
Tahun
pembuat melakukan
2001.
Akan
tetapi
undang-undang
tidak
perubahan
terhadap
rumusan pasal 2 ayat (1) dan penjelasannya
tersebut
dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang sebagaimana telah diubah melalui UU No. 20 Tahun 2001 tersebut untuk mempermudah membuktikan suatu
perbuatan
yang
sifatnya
koruptif, sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan umum UU No. 31 Tahun 1999 sebagai berikut: "Agar dapat menjangkau berbagai modus operandi penyimpangan keuangan negara atau perekonomian negara yang semakin canggih dan rumit, maka tindak pidana yang diatur dalam Undang-undang ini dirumuskan sedemikian rupa sehingga meliputi perbuatanperbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi secara "melawan hukum" dalam pengertian formil dan materiil. Oengan perumusan tersebut pengertian melawan hukum dalam tindak pidana korupsi dapat pula mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana."18
Rumusan
pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun
Dengan ditempatkanya sifat
1999 merupakan adopsi dari rumusan
melawan hukum formil dan sifat
pasal1 ayat (1) UU No.3
melawan
Tahun
hukum
materil
dalam
1971. Hal ini menunjukan bahwa
penjelasan umum UU No. 31 Tahun
pembuat
masih
1999 tersebut maka sifat melawan
menanggap penting adanya unsur
hukum formil dan sifat melawan
melawan hukum baik dalam arti
hukum materil tersebut tidak hanya
formil maupun dalam arti materil
berlaku bagi pasal 2 ayat (1) UU No.
undang-undang
31 Tahun 1999 tetapi juga bagi 17
Ibid
18
Ibid
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 73
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
seluruh pasal dalam UU No 31 Tahun
sosiologis, yaitu suatu pendekatan
1999 yang telah diubah melalui UU
yang melihat berlakunya huku
No. 20 Tahun 2001 meskipun unsur
dalam
sifat melawan hukum tersebut bukan
dipandang
merupakan bestand delen delict.
tingkah laku yang terpola. Yang
masyarakat. sebagai
Hukum suatu
di disi
norma
keberadaannya dan daya lakunya PERMASALAHAN
akan
Berdasarkan belakang,
uraian
maka
permasalahan
latar
dirumuskan
yang
berkenaan
dengan pokok penelitan tentang bagaimana melawan
urgensi hukum
dari
materil
sifat dalam
sangat
masyarat
dipengaruhi
pendungnya,
oleh kedua
pendekatan ini akan dipergunakan dengan pertimbangan akan saling, melengkapi dan tampa melengkapi dan
tanpa
menimbulkan
suatu
pertentangan.
undang-Undang No 31 Tahun 1999
PENERAPAN
yang telah diubah dengan-Undang
HUKUM MATERIL PASCA PUTUSAN
No.2 Tahun 2001?
MAHKAMAH
Dalam penelitian ini metode yang
dipergunakan
adalah metode pendekatan yuridis normative yang didukung dengan metode sosiologis.
pendekatan
yiridis
Pendekatan
yuridis
normative, yaitu suatu pendekatan yang bermuara pada norma-norma hukum yang belaku (hukum positif) serta teori-teori hukum dan asasasas
hukum
yang
berlaku
yang
berhubungan dengan permasalahan menjadi
pokok
MELAWAN
KONSTITUSI
NO.
003/PUU-IV/2006
METODE PENELITIAN
pendekatan
SIFAT
penelitian.
Pendekatan yang bersifat yuridis
Mahkamah Konstitusi pada tanggal 24 Juli 2006 telah melakukan uji materil atas UU No. 31 Tah 1999 sebagaimana
dimaksud
dalam
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003IPUU-IV/2006.
Terkait dengan
sifat
hukum
meJawan
dalam
penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999, Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya menyatakan bahwa: "Menyatakan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 74
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150) sepanjang frasa yang berbunyi, ·Yang dimaksud dengan 'secara me/awan hukum' da/am Pasa/ ini mencakup perbuatan me/awan hukum da/am arti formil maupun dalam arti materil yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundangundangan, namun apabi/a perbuatan tersebut dianggap terce/a karena tidak sesuai dengan rasa keadi/an atau norma-norma kehidupan sosial da/am masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Republik Indonesia Nomor 4150) sepanjang
Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan
Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan
Nomor
20 Tahun
Perubahan Atas Nomor 31 Tahun Pemberantasan
Undang-undang 2001 tentang Undang-undang 1999 tentang Tindak
Pidana
Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan 19
Lembaran
Negara
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/Pearturan Perundang-
yang
berbunyi,
"Yang dimaksud dengan
'secara
melawan hukum'dalam
Pasal ini
mencakup
me/awan
perbuatan
hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam
peraturan
perundang-
undangan,
namun
apabila
perbuatan
tersebut
dianggap
tercela karena tidaksesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka
perbuatantersebut
dipidana"
tidak
dapat
mempunyai
kekuatan hukum mengikat."19 Dalam
Menyatakan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Republik
frasa
pertimbangannya
Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa penjelasan pasal 2 ayat (1) UU
No.
31
Tahun
1999
telah
melahirkan norma-norma baru yang memuat ukuran-ukuran tidak tertulis dalam undang- undang yang akan digunakan
sebagai dasar
untuk
memidana. Secara formil hal terse but bertentangan dengan ketentuan dalam Lampiran E Undang-Undang Nomor
10
Tahun
2004
tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan-IVI2006 tanggal 24 Juli 2006. Hal. 77-78
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 75
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
undangan (UU No. 10 Tahun 2004)
dikarenakan
ukuran
norma,
yang menyatakan sebagai berikut:
moralitas dan rasa keadilan setiap daerah berbeda-beda. Dari sudut
-
-
-
Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran resmi pembentuk peraturan perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu penjelasan hanya memuat uraian atau jabaran lebih lanjut norma yang diatur dalam batang tubuh. Dengan demikian penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma batang tubuh, tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan norma yang dijelaskan; Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut; Dalam penjelasan dihindari rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadapketentuan perundangundangan yang bersangkutan;"20 Lebih lanjut rasa keadilan,
norma kesusilaan atau etik, dan norma-norma moral yang berlaku di masyarakat yang rnerupakan normanorma tidak tertulis yang dijadikan dasar Majelis
pemidaan Hakim
memberikan
dipandang
oleh
Konstitusi
akan
ketidakpastian
dan
perlindungan hukum bagai warga negara dan melanggar hak konstitusi warga
negara.
Hal
tersebut
pandang konstitusi hal ini dipandang tidak sesuai dengan ketentuan pasal 280 ayat (1) UUD 1945: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sarna di hadapan hukum."21 Dalarn hukum pidana pasal 280
ayat
(1)
UUD
1945
diterjemahkan sebagai asas legalitas dalam pasal 1 ayat (1) KUHP. Dalam Konstitusi
Putusan
No.
Mahkamah
003/PUU-IV/2006
terdapat perbedaan pendapat atau dissenting
opinion
dari
Hakim
Konstitusi Laica Marzuki. Namun terkait dengan sifat rnelawan hukum materil
sebagaiman
dalam
penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999, Laica Marzuki sejalan dengan
Putusan
Konstitusi
No.
Mahkamah
003IPUU-IV/2006.
Beliau berpendapat bahwa dengan memperlakukan ketentuan hukum pidana tanpa dirumuskan terlebih dahulu secara tertulis merupakan
20
Ibid Hal 74-76
21
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ps. 28
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 76
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
pelanggaran
legalitas.
penjeJasan Pasal 2 ayat (1) UU
Demikian halnya dengan penjelasan
No. 31 Tahun 1999, yaitu baik
pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun
daJamarti formil maupun dalam
1999 merupakan bentuk pelanggar
arti
asas
atas
asas
legalitas
maka
sudah
sepatutnya penjelasan pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 ditiadakan karena bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
materil
walaupun
berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006 penjelasan 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 bertentangan dengan pasal 280 ayat (1) UUD 1945 dan
PUTUSAN
PENGADILAN
PASCA
telah
dinyatakan
tidak
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
mempunyai
NO. 003/PUU-IV/2006
mengikat. Lebih lanjut dengan
Timbul
pertanyaan
bagai-
kekuatan
hukum
mempertimbangkan doktrin dan
sifat
melawan
yurispudensi
dalam
putusan-
melawan hukum materil terkait
putusan pengadilan pasca Putusan
dengan tindak pidana korupsi
Mahkamah Konstitusi No. 003IPUU-
sebagai sumber hukum formil,
IVl2006?
maka
mana
penerapan
hukum
materil
Mengenai
Mahkamah Agung luarkan
dua
hal
tersebut
telah
menge-
yurispudensi yang
merupakan sikap Mahkamah Agung atas Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006.
melawan
Mahkamah
H.
Hamid
Agung
dengan Djiman,
memberikan
pertimbangan bahwa Mahkamah Agung tetap perbuatan sebagaimana
Agung pengertian
hukum
materil
mencangkup perbuatan melawan hukum materil baik dalam arti postif maupun dalam arti negatif.
K/PID/2006
terdakwa
sifat
Mahkamah
memberikan
Dalam putusannya Nomor 2214
mengenai
memberi melawan dimaksud
makna hukum dalam
Hal tersebut dikarenakan bahwa
norma-norma
terdapat
dalam
yurispudensi
doktrin
tersebut
yang dan telah
sesuai dengan "kesadaran hukum dan perasaan hukum yang sedang hidup
dalam
masyarakat
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 77
ISSN 2302-6219
kebutuhan
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
hukum
warga
menentukan:
"Hakim
wajib
masyarakat nilai-nilai hukum dan
menggali,
rasa keadilan yang hidup dalam
memahami nilai-nilai hukum
masyarakat.”
dan rasa keadilan yang hidup
Selanjutnya
Mahkamah
Agung dalam putusannya Nornor 2608-K-Pid/2006 terdakwa
atas
Rojadi
berpendapat
bahwa
Putusan
Mahkamah
Konstitusi
003/PUU-IV/2006
-
lanjut
-
2608-K-
memeriksa
bahwa Hakim dalam mencari makna
"melawan
seharusnya
hukum"
mencari
dan
rnenemukan kehendak publik ketentuan
dalam
diberlakukan
hukumnya
berdasarkan doctrine "Sens-Clar (Ia doctrine du senclair) hakim melakukan
penemuan
hukum dengan memperhatikan:
-
pada
kasus
Hamaker dalam keterangannya
Het
recht
en
de
maatschapp dan juga Recht Wet en Rechter antara lain berpendapat
Undang-
seyogianya
Undang No. 4 Tahun 2004 yang
putusannya
1
tersebut
konkrit.
Mahkamah Agung berpendapat
ayat
memutus
yang bersifat unsur pada saat
pertimbangan
Pasal 28
boleh
dan mengadilinya";
003/PUU-IV/2006.
-
dan
melainkan wajib
Putusan Mahkamah Konstitusi No.
harus
tidak
tidak ada atau kurang ielas,
2001 menjadi tidak jelas. Oleh
Lebih
Pengadilan
dengan dalih bahwa hukum
diubah dengan UU No. 20 Tahun
mengesampingkan
ayat 1
suatu perkara yang diajukan
31 Tahun 1999 sebagaimana telah
Pid/2006
menurut Pasal 16
mengadili,
rumusan Pasal 2 ayat (1) UU No.
Nomor
karena
menolak untuk memeriksa,
membuat
putusannya
dalam masyarakat
2004;
No.
karena itu Makamah Agung dalam
dan
Undang-Undang No.4 tahun
nama
Achmad
mengikuti
bahwa
hakim
mendasarkan sesuai
dengan
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 78
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
kesadaran
hukum
dan
menetapkan
maknanya ketentuan Undang-
hidup
masyarakat
Undang itu atau artinya suatu
ketika putusan itu dijatuhkan.
kata yang tidak jelas dalam
Dan bagi I.H. Hymans (dalam
suatu
keterangannya: Het recht der
Undang. Dan hakim boleh
werkelijkheid),
menafsir
didalam
hanya
ketentuan suatu
Undangketentuan
putusan hukum yang sesuai
Undang-Undang secara grama-
dengan kesadaran hukum dan
tikal atau histories baik "recht
kebutuhan
maupun wetshistoris";
rnerupakan
hukum
warga yang
"hukum
"apabila
memperhatikan
kita Undang-
Undang, ternyata bagi kita, bahwa Undang- Undang tidak saja
menunjukan
banyak
kekurangankakurangan, seringkali juga Walaupun
tapi
tidak jelas.
demikian
hakim
harus melakukan peradilan. Teranglah, bahwa dalam hal sedemikian
yurispudensi
tersebut kemudian diikuti oleh hakim-hakim baik oleh hakim-
der werkelijkheid); bahwa
Kedua
dan
makna sebenarnya" (Het recht
Undang-Undang
memberi kuasa kapada hakim
hakim
di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam putusannya Nomor 13IPID.BlKPKl2006JPN.JKT.PST memutuskan terdakwa Mulyana W Kusumah bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam
Mahkamah
Agung
maupun oleh hakim-hakim di pengadilan
tingkat
pertama
maupun ditingkat kedua. Hal tersebut
antara
lain
dapat
dilihat dari putusan Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi pada
PengadilanNegeri Jakarta Pusat (Pengadilan
Tindak
Korupsi)
Pidana Nomor
131PID.B/KPKI2006IPN.JKT.PST atas nama terdakwa Mulyana W Kusumah22
22
sendiri
penerapan hukum yang sedang
masyarakatnya
-
untuk
maupun
dalam
pengadaan kotak suara Pemilu 2004 dmana tindakan Mulyana W Kusumah tersebut telah memenuhui unsur-unsur pasal 3 jo Pasal 18 UU NO.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.2O Tahun
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 79
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
putusan
Mahkamah
Agung
Nomor
103/K.PID12007
atas
nama
terdakwa Theodorus
F
Toemion.23
an
tingkat
pertama
pengadilan tingkat akhir masih mendasarkan putusannya pada UU
No.
31
sebagaimana Dengan disimpulkan
demikian bahwa
dapat
terdapat
kecenderungan dari para hakim untuk mengesampingkan Putusan Mahkamah
Konstitusi
Nomor
maupun
Tahun telah
1999 diubah
melalui UU No. 20 Tahun 2001 walaupun
dalam
putusannya
Mahkamah Konstitusi telah secara tegas
menyatakan
bahwa
penjelasan pasal 2 ayat (1) UU
003/PUU-IV/2006. Baik pengadil2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam pertimbangan hukumnya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi No. OO3IPUU-IVI2006 yang membatalkan Penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 mengenai pe!buatan melawan hukum secara rnateriil tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dalam pasal 3 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 sebagaiaman telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 unsur melawan hukum bukan lah bestand de/en delict namun unsur melawan hukum tersirat dalam unsur menyalahgunakan kewenangan. Lebih lanjut dapat dibaca dalam ringkasan disertasi doktor Universitas Ertangga Surabaya atas nama Nur Basuki Minaro yang berjudul "Penyalahgunaan Wewenang dalam Pengelolaan Keuangan Daerah yang Berimplikasi Tindak Pidana Korupsi 23
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi melalui putusannya Nomor 07/PID.BlTPKI2006IPNJP tanggal 25 Agustus 2006 telah menyatakan bahwa Theodorus F Toemion secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dimana tindakan Theodorus F Toemion tersebut telah memenuhi unsur-
unsur dalam pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 KUHP. Dalam pertimbangannya Majelis Hakim berpendapat bahwa Theodorus F Toemion telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum formal dmanna penunjukan langsung kepada PT Catur Dwi Karsa Indonesia yang dlakukan oIeh Theodorus F Toemion telah melanggar Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedcman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa, serta melakukan perbuatan melawan hukum materiJ yaitu melanggar asas kepatutan dan kehati-hatian. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemuelan memvonis Theodorus F Toemion enam tahun penjara. Pada tanggal 8 November 2006 Pengadilan Tinggi DKI Jakarta kemuelan menguatkan putusan Putusan Pengadlan Tindak Pidana Korupsi Nomor 07/PID.BlTPKI2006IPNJP Pada tingkat kasasi Mahkamah Agung melalui putusannya Nomor 103/K.PID12OO7 telah menolak pennohonan kasasi yang diajukan 0100Theodorus F Toemion dan menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 80
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
No. 31 Tahun 1999 sebagaimana
perlu untuk dipaparkan karena
telah diubah melalui UU No. 20
hal tersebut terkait dengan unsur
Tahun 2001 bertentangan dengan
perubahan undang-undang dalam
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan
pasal 1 ayat (2) KUHP.
telah
pula
dinyatakan
mempunyai
kekuatan
tidak Menurut penulis Putusan
hukum
Mahkamah Konstitusi tidak dapat
mengikat.
disamakan Dengan demikian polemik mengenai
penerapan
dengan
undang-
undang yang dibentuk
oleh
sifat
Dewan
melawan hukum materil pasca
(DPR),
Putusan Mahkamah Konstitusi No.
Konstitusi dalam Laporan Hasil
003/PUU-IV/2006
Penelitiannya
berlanjut.
terus
Polemik
tersebut
Perwakilan walaupun
"Implikasi Putusan
tetapi juga dalam praktek terkait
menyatakan
dengan
Mahkamah
putusan
pengadilan
yang
putusan cenderung
rnengesampingkan Mahkamah
Putusan
Konstitusi
No.
Mahkamah
yang dan
bukan hanya dalam doktrin saja
berjudul
Pelaksanaan
Mahkamah
perkara
Rakyat
Konstitusi"
bahwa
Putusan
Konstitusi pengujian
dalam undang-
undang terhadap UUD 1945 yang amar
putusannya
menyatakan
003/PUU-IVl2006. Mengapa hal
bahwa norma dalam undang-
tersebut terjadi?
undang UUD
Namun
sebelum
kita
rnembahas rnengenai hal ini, perlu terlebih dahulu penulis sampaikan mengenai
pendapat
penulis
kedudukan
putusan
bertentangan 1945
kekuatan
dan
mempunyai
hukum
merupakan
dengan
bentuk
mengikat negative
legislation. Lebih lanjut negative legislation dengan
tersebut
undang-undang
sejajar yang
Mahkamah Konstitusi dalam tata urutan perundangan-undangan di Indonesia. Menurut penulis hal ini
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 81
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
dibentuk
oleh
DPR
yang
Perubahan atas UU No. 31 Tahun
merupakan positive legislation.24
1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 baru
Penulis sependapat dengan pandangan Maria Farida Indrati Soeprapto yang merupakan Guru besar IImu Perundang-undangan Fakultas
Hukum
Universitas
Indonesia dan juga merupakan Hakim
Konstitusi
yang
menyatakan bahwa perubahan terhadap peraturan perundangundangan harus dilakukan oleh pejabat
yang
berwenang
membentuknya prosedur dengan
berdasarkan
yang
berlaku
peraturan
undangan yang
dan
perundang-
sejenis.25
Dengan
demikian maka menurut penulis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006 Bukan sebagaimana pasal
24
1
merubah
DPR
telah
ataupun pencabutan
terhadap
pasal-pasal
dinyatakan
oleh
yang
Mahkamah
Konstitusi tersebut bertentangan denqan
UUD 1945 dan tidak
mempunyai
kekuatan
hukum
mengikat tersebut diubah atau dicabut dengan undang-undang baru.
Namun
sebelum
hal
tersebut belum dilakukan maka penjelasan pasal 2 ayat (1) UU No.
31
Tahun
sebagaimana dengan
1999 telah
yang diubah
UU No. 20 Tahun 2001
masih memiliki daya laku tetapi sudah tidak memiliki daya guna
merupakan
undang-undang dimaksud ayat
apabila
lagi.
lah
perubahan
terjadi
(2)
dalam KUHP.
Wimamo Yudho, dkk., Laporan Hasil Penelitian: Imp/ikasi dan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi (Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Reptblik Indonesia, 2007), hal. 36 dan 203
Terlepas
dari
apakah
Mahkamah
Agung
pandangan
yang
menyatakan
putusan
Mahkamah
bahwa 25
menerima
Maria Farida Indrati Soeprapto, IImu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukan (Yogyakarta: Kanisius,2007) hal 39 dan 180
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 82
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
Konstitusi merupakan perubahan
UU No.3
undang-undang
kemudian diadopsi dalam UU No.
sebagaimana
Tahun 1971 yang
dimakusd dalam pasal 1 ayat (2)
31 Tahun
KUHP sehingga kepada terdakwa
memudahkan pembuktian atas
diberlakukan
ketentuan yang
suatu perbuatan yang sifatnya
baginya atau
koruptif. Mengenai hal ini penulis
menguntungkan
tidak? Penulis sepakat
dengan
1999
sependapat
adalah
dengan
untuk
para
sikap Mahkamah Agung dalam
pembuat undang-undang.
putusannya
tersebut
dikarenakan
KlPID/2006 dan Nomor 2608-K-
pidana
korupsi
Pid/2006 yang mengesampingkan
white collar crime dimana para
Putusan Mahkamah Konstitusi No.
pelakunya
003/PUU-IV/2006.
orang
penulis
Nomor
2214
Menurut
keberadaan
sifat
tindak
merupakan
merupakan yang
Hal
orang-
berpendidikan,
mempunyai kedudukan ekonomi
melawan hukum materil sangat
dan mempunyai jabatan.
pentin dalam UU No. 31 Tahun
pelaku
1999 yang telah diubah dengan
pendidikan, kedudukan ekonomi
UU No. 20 Tahun 2001. Pendapat
ataupun jabatan yang rnereka
penulis terse but didasarkan pada
miliki
tinjauan sejarah sifat melawan
perbuatan
hukum materil.
koruptif yang tercela sifatnya,
akan
Para
menggunakan
untuk
melakukan
yang
dipandang
namun perbuatan tersebut secara Dalam pembuat undang
keberadaan
undang-
formil tidak melawan hukum.
sifat
melawan hukum materil memiliki peranan penting dalam pemberantasan korupsi
di
sebab
itu
fungsi
upaya
melawan hukum materil dalam
tindak pidana
arti positif dalam undang-undang
Indonesia.
prinsipnya pembuat undang
Oleh
menempatkan
Pada
rnengenai pemberantasan tindak
undang-
pidana korupsi baik dalam UU
sifat
No.3 Tahun 1971 maupun dalam
melawan hukum materil dalam
UU
No.
31
Tahun
1999
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 83
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
sebagaimana telah diubah dengan
telah diubah dengan UU No. 20
UU No. 20 Tahun 2001 diperlukan
Tahun
2001
untuk
dengan
hak konstitusi warga
rnenjerat
perbuatan
tersebut.
negara
untuk
memperoleh
dan
perlindungan
jaminan Dalam melalui
perkembangannya
yurispudensi,
melawan
sifat
hukum
materil
tersebut tidak hanya diterapkan dalam
arti yang postif saja
bahkan
putusan
Agung
Nomor
Mahkamah 42K/Krl1965
yangmerupakan
putusan
pengadilan
pertama
menerapkan
sifat
yang
melawan
hukum materil sebelum UU No.3 Tahun
1971 telah menerapkan
sifat melawan
hukum materil
dalam arti yang negatif. Begitu pula dengan putusan Mahkamah Agung
Nomor
811K1Kr/1973
dan putusan Mahkamah Agung Nomor
275K/Pidl1983
menerapkan
sifat
yang
melawan
hukum materil dalam arti yang negative Akan tetapi Mahkamah Konstitusi
berpandangan
melawan
hukum
sebagaimana
dimaksud
sifat
materil
bertentangan
hukum yang pasti sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (1)
UUD 1945. Memang di
kalangan
yuris
pertentangan
pun
terdapat
mengenai pene-
rapan sifat melawan
hukum
materil itu sendiri dimana sifat melawan hukum materil tersebut melanggar asas legalitas yang menghendaki adanya kepastian hukum. Terkait dengan hal ini dalam perkembangannya hukum tidak dapat hanya bertumpu pada kepastian
hukum
saja
tetapi
harus juga memperhatikan rasa keadilan
masyarakat.
Hal
ini
terlihat dari Arrest LindenbaumCohen yang merupakan reaksi dari penerapan undang-undang yang
ketat
sehingga
memperhatikan
rasa
tidak
keadilan
sebagaimana dalam Jutphense Juffroum Arrest.
dalam
penjelasan pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana
Lalu hukum
bagaimana pidana
dengan Belanda
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 84
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
menerapkan hukum
sifat
materil?
melawan
masyarakat terhadap penegakan
Walaupun
hukum yang berpengaruh pada
terdapat pertentangan diantara
ketidakpastian hukum.26
yuris di Belanda namun Hoge Raad
Belanda
sendiri
menerima sifat melawan hukum materil.
Sebagaimana
halnya
dalam Arrest Lindenbaum-Cohen, Hoger Raad memandang perlu memperhatikan masyarakat
rasa
keadilan
disamping
tetap
perlu memperhatian kepastian hukum. Belanda
Namun
Hoge
sendiri
Raad
membatasi
penerapan sifat melawan hukum materil hanya dalam arti yang negatif
saja
sebagaimana
dimaksud dalam vee wet Arrest. Menurut Vos, Utrecht dan Rutten sifat meJawan hukum materil dalam
arti postif bertentangan
dengan
asas
legalitas
oIeh
karenanya tidak dapat diterapkan dalam hukum pidana Lebih lanjut apabila sifat melawan hukum materil dalam arti postif terse but
diterapkan
menimbulkan
maka
Walaupun
telah
akan
ketidakpercayaan
penulis berpendapat bahwa sifat melawan hukum materil dalam arti yang postif dalam pemberantasan korupsi
di
upaya
tindal< pidana
Indonesia
dapat
diterapkan. Penulis berpendapat bahwa rasa keadilan masyarakat harus
dikedepankan
karena
sebagai white collar crime akan sulit menjerat perbuatan korups para
pelaku
jika
hanya
mendasarkan pada aturan formil saja.
Selain
berpendapat pidana
itu
penulis
bahwa
tindak
korupsi
merupakan
extraordinaricrime
yang sudah
menjadi perioritas untuk diatasi berantas sebagaimana dimaksud dalam
Ketetapan
Permusyaratan Nomor
Rakyat
XIIMPRl1998
Penyelenggaraan tetapi
Majelis (MPR) tentang
Negara yang
Bersih dan Bebas dari Akan
26
demikian
penulis
Korupsi. setuju
Sapardjaja, op. cit. hal. 48-49 dan 211
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 85
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
dengan Seno
pendapat Adji
yang
Indriyanto menyatakan
menimbulkan
polemik
terkait
dengan kepastian hukum, maka
bahwa penerapan sifat melawan
menurut
hukum materil dalam arti postif
penerapan sifat melawan hukum
haruslah
lebih ketat, kondusif
materil dalam am negatif harus
dan kasusistis sifatnya,27 dengan
dilakukan dengan syarat yang
memperhatikan
ketat
unsur
kepentingan
hukum,
kepentingan Apabila
dan
masyarakat.
penulis
dan
dalam
limitatif
dengan
mempertimbangkan proporsionalitas
asas dan
asas
perbuatan
pelaku
ternyata
tidak
hendaknya
delik
dilarang
namun jika dari segi kepastian
tersebut
hukum terdapat kerugian yang
masyarakat mempunyai tujuan
sangat
yang
tersebut memenuhi
rumusan
besar
seimbang
dan
kurang
subsidaritas. Maksudnya adalah perbuatan oleh
undang-undang
dipandang
lebih
yang
baik
atau
oleh ada
dengan kepentingan
keuntungan yang jauh lebih besar
masyarakat yang dilayani maka
dari pada pelanggaran yang ia
sifat melawan
hukum materil
lakukan.
Ini
dalam
postif
tetap
menjagakeseimbangan
arti
diterapkan. untuk
harus
Hal ini dilakukan tetap
menjaga
dilakukan
untuk
antara kepastian hukum dengan rasa keadilan masyarakat.
keseimbangan antara kepastian hukum
dengan
rasa
melawan hukum materil dalam
masyarakat. Lebih
Pada akhirnya adanya sifat
keadilan
lanjut
seperti
undang-undang
pemberantasan
tidak
korupsi
pidana
halnya dalam penerapan sifat
dimaksudkan
melawan hukum materil dalam
atau dijadikan dasar pembenar
arti
bagi
27
yang
postif
yang
dapat
Indriyanto Seno Adji, Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan
untuk
bukan
terdakwa
memidana
tetapi
sifat
Hukum Pidana. cet.ke-1 (Jakarta: Diadit Media.2006). hal. 183.
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 86
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
melawan
hukum
tersebut
ada
aturan
formil
dimaksudkan untuk memberikan
rnengaturnya
ruang bagi adanya rasa keadilan
terdakwa harus tidak dipidana?
masyarakat
dalam
putusan
Bukankah hal tersebut justru
pengadilan.
Hal
tersebut
akan mencederai rasa keadilan
dikarenakan
hakim
dalam
maka
yang apakah
masyarakat?
memeriksa dan memutus suatu Terkait
perkara selain harus mendasarkan pada hukum yang ber1akutetapi juga harus juga mendasarkan kesadaran hukum dan perasaan hukum yang sedang hidup dalam masyarakat, kebutuhan hukum warga
masyarakat,
nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup
dalam
masyarakat
sebagaimana
dimaksud
Mahkamah
Agung
putusannya
oleh dalam
Nomor
2214
tersebut
dengan
hal
penulis sependapat
dengan pertimbangan Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor 2608-K-Pid/2006 yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh menolak
untuk
memeriksa,
mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidal
memeriksa dan meng-
adilinya oleh karena itu hakim
KlPID/2006.
harus Telah
melakukan
penemuan
dikemukan
hukum dengan menggali, meng-
korupsi
ikuti dan rnemahami nilai-nilai
merupakan white collar crime
hukum dan rasa keadilan yang
yang sulit untuk dibuktikan secara
hidup
dalam
formil pada hal para pelaku
Menurut
penulis
dengan menggunakan pendidik-
Indonesia bukan hanya corong
an, kedudukan ekonomi maupun
undang-undang
jabatan yang mereka miliki untuk
dimaksud dalam aliran legisme.
melakukan perbuatan yang korup
Hakim
dan tercela. Oleh karena tidak
tugasnya rnemang terikat dengan
sebelumnya
bahwa
dalam
masyarakat. hakim
di
sebagaimana melaksanakan
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 87
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
undang-undang karena undang-
kelonggaran dan kemerdekaan."29
undang
sumber
Selanjutnya Oemar Seno Adji
akan tetapi
berpendapat bahwa interpratasi
hakim memiliki kebebasan yang
perlu dilakukan untuk mengikuti
terikat
sebagaimana
dinamika masyarakat yang tidak
dalam
aliran
merupakan
hukum
primer
dimaksud
rechtsvinding28
bisa
diimbangai
dengan
Hakim diberi kebebasan untuk
perubahan maupun pembaruan
melakukan
atas
undang- undang.30 Lebih lanjut
undang-undang dengan mengali
sifat rnelawan hukum materil
nilai-nilai
dalam UU No. 31 Tahun
interpretasi hukum
keadilan yang
dan
rasa
1999
hidup dalam
sebagaimana diubah dengan UU
masyarakat, namun penafsiran
No. 20 Tahun 2001 merupakan
tersebut
ruang
dibatasi
melalui
'gelap'
yang
harus
berbagai metode penafsiran saja
‘diterangi’ dengan interpretasi
sehingga
terutama yang dilakukan oleh
penafsiran
undang-
undang tersebut dapat sejalan
Hakim.
dengan
bahwa hakim melalui putusan-
pemikiran
pembuat
undang-undang.
Sejarah
putusan
pengadilan
dikeluarkannya Menurut
Vos
banyak
ketentuan dalam rumusan tindak pidana yang "gelap", sehingga menurut konkritnya
Vos
penentuan
diserahkan
kepada
Hakim, setain itu Hakim pada dasarnya
28
rnempunyai
Pumadi Purwacara dan Soeqono Soekanto, Perundang-undangan dan Yurispundensi (8andung: PT Citra Adtya 8aktl, 1993). HaI.49-51
berikan
menunjukan
telah
norma
baru
yang memyang
menerangi ruang gelap dari sifat melawan
hukum
materil
sebagaimana
dalam
Putusan
Mahkamah
Agung
Nomor
81/K1Kr/1973 dan juga Putusan Mahkamah
Agung
Nomor
29
E. Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 2000), hal. 281.
30
Oemar Seno Aqi, Hukum Hakim Pidana (Jakarta: Erlangga, 1984). Hal. 7
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 88
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
275K/Pidl1983. Menurut penulis
Mahkamah
adanya sifat melawan hukum
memberikan
materil
telah
mengenai
untuk
adat padahal kerberadaan hukum
tersebut
rnemberikan
ruang
Konstitusi
tidak
pertimbangan keberadaan
melakukan interpretasi sehingga
adat
undang-undang tersebut dapat
keberadaan sifat melawan hukum
rnengikuti
materil.
perkembangan
adalah
sejalan
hukum dengan
dinamika masyarakat dan dapat rnemberikan
rasa
Hukum
keadilan
adat
bukan
merupakan hukum tertulis tetapi
masyarakat.
hanya merupakan hukum tercatat Dari
uraian
sebelumnya
sehingga hukum adat tidak dapat
telah penulis paparkan rnengenai
diartikan sebagai hukum dalam
penting
sifat
arti formil. Akan tetapi hukum
melawan hukum materil dalam
adat sebagai hukum yang hidup
upaya
dan
keberadaan pemberantasan
tindak
berkembang
pidana korupsi di Indonesia yang
masyarakat
ditinjau
penting
dari
Selanjutnya
aspek
sejarah.
penulis
rnemaparkan
akan
rnengenai
dalam
memiliki
dalam
Indonesia.
peranan
hukum
Hukum
di adat
merupakan hukum yang harus
keberadaan sifat melawan hukum
digali
materil
keputusan yang dibuatnya dapat
keradaan
yang
sejalan
hukum
dengan
adat
di
Indonesia. Walaupun hal ini tidak memiliki dengan
keterkaitan upaya
pemberantasan
namun penulis merasa penting untuk membahas hal ini karena Putusan
para
hakim
agar
rnemberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
langsung
tindak pidana korupsi di Indonesia
dalam
oleh
Mahkamah
Konstitusi No. 003/PUU-IVJ2006,
Diterimanya melawan
hukum
sifat materil
di
Indonesia dipandang tidak dapat dilepaskan
dari
keberadaan
hukum adat di Indonesia. Menurut Moeljatno, Indonesia menganut
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 89
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
sifat rnelawan hukum materil.
memahami nilai-nilai hukum dan
Beliau beralasan ·orang Indonesia
rasa keadilan yang hidup dalam
belum perah ada saat bahwa
masyarakal” 32Keberadaan hukum
hukum
adat ini lah yang menurut penulis
adalah
undang-undang
dipandang sarna. Pikiran bahwa
menyebabkan
hukum
undang-undang
menerima sifat melawan hukum
belum pernah kita alami. Bahkan
materil dalam arti yang positif,
sebaliknya, hampir semua hukum
suatu
Indonesia asli
hukum
diterima oleh Hoge Raad Belanda.
yang tidak tertulis."31 Pendapat
Hal tersebut dapat dilihat dan
tersebut
dikuatkan
putusan Mahkarnah Agung
ketentuan
pasal 28 ayat (1)
adalah
adalah
dengan
Indonesia
pandangan
yang
dapat
tidak
R.1.
Nomor 195KJKr pada 8 Oktober
Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1979 dan
2004
Kekuasaan
Agung R.I. Nomor 93KJKr/1976
Kehakiman yang berbunyi "Hakim
pada 19 November 1977.33 Bahkan
wajib rnenggali, mengikuti, dan
Rancangan KUHP (R-KUHP) telah
tentang
31
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, cet.ke-2, (Jakarta: PT. BinaAksara, 1984), hal. 132-133
32
Republik Indonesia [2), Undangundang tentang Kekuasaan Kehakiman, UU Nomor 4, LN Nomor 8 Tahun 2004, TLN Nomor 4358 ps 28.
33
Seno Aji, op. cit., hal. 188. Keberadaan Pidana adat masih daikui melalui Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Pengadilan-pengadlan Sipil (UU Darurat Nomor 1 Tahun1951). Pasal 5 ayat (3) sub b UU Darurat Nomor 1 Tahun 1951 mewajibkan Hakim untuk menjatuhkan pidana adat terhadap perbuatan yang dianggap sebagai tindak pidana adat tetapi
putusan
Mahkamah
tidak ada padanannya dengan tindak pidana dalam KUHP. Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 195K1Kr pada 8 Oktober 1979, seorang pria dan wanita di Bali telah melanggar hukum adat yang akenal sebagai Logika Sanggaraha. Pria yang berinisial IWS dan wanita berinisial NKS telah melakukan hubungan intim layaknya suami istri salama empat tahun dan selama itu IWS betjanji akan menikahinya. Namun ketika NKS hamil IWS menolak untuk menikahinya. Pengadlan Negen Gianyar Bali dan Mahkamah Agung menghukum IWS dengan berdasrkan Pasal 5 ayat 3 sub b Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 Sedangkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 93K1Kr/1976 pada 19 November 1977, seorang pria dan wanita di Banda Aceh telah melakukan
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 90
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
menerima sifat melawan hukum materil dalam arti yang positif tersebut sebagaimana dimaksud dalam
pasal
1 ayat
"Ketentuan
(3)
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum
pengaturan secara tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini. Ketentuan dalam ayat ini merupakan pengecualian dari asas bahwa ketentuan pidana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Diakuinya tindak pidana adat tersebut untuk memenuhi rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat tertentu.35 Pada akhirnya disadari atau
yang hidup dalam masyarakat yang
menentukan
seseorang walaupun
bahwa
patut
dipidana
perbuatan tersebut
tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan."34 Lebih Pasal
1
lanjut ayat
sejalan
R-KUHP
menyatakan bahwa: "Adalah suatu kenyataan bahwa dalam beberapa daerah tertentu di Indonesia masih terdapat ketentuan hukum yang tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat dan berlaku sebagai hukum di daerah terse but. Hal yang demikian juga terjadi dalam lapangan hukum pidana yaitu yang biasanya disebut sebagai tindak pidana adat. Untuk memberikan dasar hukum yang mantap mengenai berlakuknya hukum pidana adat, maka hal tersebut mendapat hubungan intim layaknya suami istri yang menyebabkan kehamilan. Menurut hukum adal dan hukum agama setempat perbuatan keduanya merupakan perbuatan tercela. Pengadilan Negeri Banda Aceh dan Mahkamah Agung menghukum keduanya berdasarkan
dengan
doktrin
sifat
melawan hukum materil ini lah yang menyebabkan para pembuat undangundang pidana
Penjelasan (3)
tidak keberadaan hukum adat yang
pemberantasan korupsi
melawan
tindak
menerima
sifat
materil
dan
hukum
menempatkannya sebagai rumusan dalam UU No.3 Tahun 1971 maupun dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Akan tetapi Mahkamah
Konstitusi
putusannya
tidak
dalam
menjadikan
keberadaan hukum adat ini yang merupakan hukum yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat
sebagai dasar pertimbangannya.
Pasal 5 ayat 3 sub b undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 34
Racangan Kitab undang-Undang Hukum Pidana Tahun 2008
35
Penjelasan Racangan Kitab undangUndang Hukum Pidana Tahun 2008
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 91
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
PENUTUP
UU No. 20 Tahun 2001 dengan dinamika
Mahkamah Konstitusi tidak
dengan
menggali nilai-nilai hukum dan rasa
mempertimbangkan
sejarah
keadilan
perkembangan
dimana
masyarakat.
hukum,
masyarakat yang
hidup
dalam
hukum tidak dapat hanya bertumpu pada kepastian hukum saja tetapi harus
juga
rnemperhatikan
rasa
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya
juga
tidak
keadilan masyarakat, sebagaimana
mempertimbangkan
dalam
hukum adat yang menjadi dasar bagi
Arrets
Lindenbaum-Cohen
keberadaan
maupun dalam Vee Wet Arrest.
pembuat
Mahkamah
dalam
menetima doktrin sifat melawan
memper-
hukum materil baik dalam UU NO.3
timbangkan asas kebebasan yang
Tahun 1971 yang telah dicabut
terikat yang dimiliki oleh para hakim
dengan UU No, 31 Tahun 1999
di
maupun dalam R-KUHP. Lebih lanjut
Konstitusi
putusannya
juga
Indonesia.
tidak
Menurut
penulis,
undang-undang
dengan dibatalkannya sifat melawan
Mahkamah
hukum materil dalam UU No. 31
pertimbangannya
Tahun
bahwa
1999
yang
telah
diubah
Konstitusi
untuk
dalam
menyatakan
Menimbang
bahwa
dengan UU No. 20 Tahun 2001
berdasarkan uraian di atas, konsep
menghambat
melawan hukum materiil (materiele
melakukan
hakim
untuk
interpretasi
sehingga
undang-undang
tersebut
wederrechtelijk),
yang
merujuk
dapat
pada hukum tidak tertulis dalam
mengikuti perkembangan dinamika
ukuran kepatutan, kehati-hatian dan
masyarakat dan dapat memberikan
kecermatan
rasa keadilan masyarakat
masyarakat, sebagai satu norma
putusan-putusan
Padahal
pengadilan
yang
hidup
dalam
di
keadilan, adalah merupakan ukuran
Indonesia menunjukan bahwa sifat
yang tidak pasti, dan berbeda-beda
melawan
dari satu lingkungan masyarakat
hukum materil telah
memberikan ruang
hakim
tertentu ke lingkungan masyarakat
guna
lainnya, sehingga apa yang melawan
menyesuaikan UU NO.3 Tahun 1971
hukum di satu tempat mungkin di
maupun UU No. 31 Tahun 1999
tempat lain diterima dan diakui
sebagaimana telah diubah dengan
sebagai sesuatu yang sah dan tidak
dalam
bagi
berinterpretasi
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 92
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
melawan hukum, menurut ukuran
penerapan asas melawan hukum
yang
materil
dikenal
masya-akat penulis
dalam
kehidupan
setempat.
pertimbangan
Konstitusi
Mahkamah
tersebut
mempertimbangkan hukum
Menurut
adat
di
tidak keberadaan
Indonesia
harus
dilakukan
dengan
dilakukan dengan syarat yang ketat dan
limitatif
timbangkan
dengan
asas
memper-
proporsionalitas
dan asas subsidaritas.
yang
merupakan hukum tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat dan berlaku sebagai hukum di wilayah tersebut
Pada
akhirnya
penulis
berpendapat bahwa sifat melawan hukum
memiliki
urugensi
dalam
upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Bahwa memang sifat melawan hukum disatu sisi memang bertentangan dengan asas legalitas yang menjujung perlindung dan kepastian hukum akan tetapi menurut
penulis
sifat
melawan
hukum materil dalam UU No. 31 Tahun
1999
yang
telah
diubah
dengan UU No. 20 Tahun 2001 tidak dapat dikesampingkan begitu saja karena
norma
mengenai
sifat
melawan hukum materil yang ada dalam doktrin dan yutispudensi yang ada saat ini masih sesuai dengan kesadaran hukum
hukum yang
dan
perasaan
hidup
dalam
masyatakat, kebutuhan masyarakat dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Oleh
karena
itu
DAFTAR PUSTAKA Atmakusumah, Mengangkat Masalah Lingkungan di Media Massa, Jakarta: Lembaga Pers Dr. Soetono (LPDS), 1996. Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum. Cet ke-1. Jakarta: Program Pasca Sariana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003. Arief, Barda Nawawi. Perbandingan Hukum Pidana. Jakarta: Rajawali Pers, 2006. Bemmelen, J.M. van. Hukum Pidana 1 Hukum Pidana Material Bagian Umum. Dite~emahkan oleh Hasnan. Bandung: Binacipta, 1987. Hamzah, Andi. Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya. Jakarta: PT Gramidenia, 1984. Asas-asas Hukum Pidana. Get ke2. Jakarta: Rineka Gipta, 1994. Hasibuan, Albert ed. Dua Guru Besar Berbicara tentang Hukum. Bandung: Alumni, 1985. Kanter, E.Y. dan S.R. Sianturi. Asasasas Hukum Pidana di Indonesia
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 93
ISSN 2302-6219
Urgensi Sifat Melawan Hukum – Joelman Subaidi (64-94)
dan Penerapannya. Storia Grafika, 2002.
Jakarta:
Koewadji, Hermin Hadiati. Kompsi di Indonesia dari Delik Jabatan ke Tindak Pidana Kampsi. Cetke-1. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994. Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana. Cetke-2. Jakarta: PT. Bina Aksara, 1984. Prinst, Darwin. Pemberantasan Tindak Pidana Kompsi. Cet ke-1. Bandung: PT PT Citra Aditya Bakti, 2002. Prodjodikoro, Wirjono. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Cet. ke-1. Bandung: Refika Aditama, 2003.
dalam Hukum Pidana Indoensia Studi Kasus tentang Penerapan dan Perkembangannya dalam Yurisprudensi. Cet ke-1. Bandung: Alumni, 2002. Seno Adji, Indriyanto. Korupsi dan Perbuatan Melawan hukum. Cet ke-1. Jakarta: CV. Rizkita, 2001. Soeprapto, Maria Farida Indrati. IImu Pemndang-undangan Proses dan Teknik Pembentukan. Yogyakarta: Kanisius, 2007 Utrecht, E.. Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I. Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 2000. Wiyono, R. Tindak Pidana Kompsi di Indonesia. Bandung: Alumni, 1975.
Prodjohamidjojo, Martiman. Memahami Dasar-ciasar hukum Pidana Indonesia 1. Cet. ke-1. Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1997. Purwacaraka, Prunadi dan Soerjono Soekanto. Perundang-undangan dan Yurisprudensi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993. Remmelink, Jan. Hukum Pidana Komentar atas Pasal-pasal Terpenting dari Kitab UndangUndang Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003. Saleh, K. Wanijik. Tindak Pidana Kompsi. Get ke-3. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1979. Sapardjaja, Komariah Emong. Ajaran Sifat Melawan Hukum Materil
Jurnal Hukum Tata Negara NANGGROE: Volume 4 Nomor 2 (Agustus 2015)| 94