KODE ETIK AUDITOR INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN AGAMA
PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: IJ/65/2006
DEPARTEMEN AGAMA R.I. INSPEKTORAT JENDERAL 2006
PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : IJ / 65 / 2006 TENTANG KODE ETIK AUDITOR INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN AGAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas dan obyektifitas audit di lingkungan Departemen Agama, para auditor harus memiliki sikap dan perilaku yang terpuji, sehingga perlu ditetapkan kode etik auditor Inspektorat Jenderal Departemen Agama; b. bahwa dalam rangka melaksanakan kode etik auditor perlu dibentuk Dewan Pertimbangan Auditor yang diberi kewenangan menilai auditor untuk memberi pertimbangan kepada Inspektur Jenderal Departemen Agama tentang sanksi yang perlu dijatuhkan terhadap setiap bentuk pelanggaran kode etik auditor; c. bahwa pengaturan kode etik auditor perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri Agama.
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil; 4. Keputusan Menteri Agama Nomor 101 Tahun 1994 jo Keputusan Menteri Agama Nomor 207 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan/Audit di Lingkungan Departemen Agama; 5. Keputusan Menteri Agama Nomor 207.A Tahun 1998 tentang Pendelegasian Wewenang di lingkungan Departemen Agama; 6. Keputusan Menteri Agama Nomor 421 Tahun 2001 tentang Kode Etik Pegawai Departemen Agama; 7. Keputusan Menteri Agama Nomor 203 Tahun 2002 tentang Standarisasi Hukuman Disiplin; 8. Keputusan Menteri Agama Nomor 489 Tahun 2002 tentang Pendelegasian Wewenang Penjatuhan Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Agama; 9. Keputusan Menteri Agama Nomor 393 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pembuatan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Departemen Agama; 10. Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama.
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG KODE ETIK AUDITOR INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN AGAMA. Pertama
: Menetapkan Kode Etik Auditor Inspektorat Jenderal Departemen Agama sebagaimana dalam lampiran Keputusan ini;
Kedua
: Kode Etik Auditor Inspektorat Jenderal Departemen Agama merupakan landasan, pedoman, dan tuntunan bagi auditor Inspektorat Jenderal Departemen Agama dalam berpikir, bersikap, berperilaku dan bertindak dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan kepadanya;
Ketiga
: Dengan berlakunya Kode Etik Auditor Inspektorat Jenderal Departemen Agama yang ditetapkan dalam keputusan ini, maka ketentuan kode etik auditor yang diatur dalam Keputusan Inspektur Jenderal Departemen Agama Nomor IJ/34/1996 dinyatakan tidak berlaku;
Keempat
: Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
` Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Mei 2006
Tembusan Peraturan Menteri Agama RI ini disampaikan kepada: 1. Menteri Agama RI; 2. Sekjen, Dirjen, dan Kepala Badan Litbang dan Diklat di lingkungan Departemen Agama; 3. Rektor UIN, IAIN, dan IHDN; 4. Kepala Biro, Sekretaris, Direktur, Inspektur, dan Kepala Pusat di lingkungan Departemen Agama; 5. Kepala Kanwil Departemen Agama Provinsi; 6. Ketua STAIN, STAHN, dan STAKPN; 6. Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota; 7. Kepala Balai Penelitian Departemen Agama; 8. Kepala Balai Diklat Departemen Agama.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : IJ / 65 / 2006 TENTANG KODE ETIK AUDITOR INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN AGAMA
PENDAHULUAN Bahwa auditor yang melaksanakan jabatan fungsional sudah seharusnya memiliki Kode Etik yang dapat menjadi landasan, pedoman, dan tuntunan dalam berpikir, bersikap, berperilaku dan bertindak dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan kepadanya serta sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada setiap auditor dalam menjalankan tugasnya. Dan sebagai pegawai negeri sipil, seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk pegawai negeri sipil juga berlaku bagi auditor. Bahwa seorang auditor selaku pengawas memiliki kedudukan sejajar dengan auditor lainnya, dan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, auditor baik secara pribadi maupun tim akan selalu berinteraksi dengan auditan. Dengan keadaan demikian, setiap auditor dituntut untuk saling menghargai antarsesama auditor dan terhadap auditan dengan senantiasa menjaga citra, martabat dan kehormatan, serta setia dan menjunjung tinggi kode etik auditor. Untuk menjaga agar kode etik auditor tetap terpelihara dalam pelaksanaannya, diperlukan pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Auditor. Dewan ini diberi tugas memberikan penilaian dan pertimbangan kepada pejabat yang berwenang tentang bentuk sanksi atas pelanggaran dan penghargaan atas prestasi yang dilakukan oleh auditor. Dengan demikian, Kode Etik Auditor Departemen Agama dapat menjadi landasan yang kuat dalam upaya peningkatan kinerja fungsional auditor, dan menjamin serta melindungi, sekaligus menjadi pendorong tumbuhnya perilaku positif setiap auditor untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya sehingga dapat meningkatkan kinerja dan citra Departemen Agama secara keseluruhan.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dengan: a. Kode etik auditor adalah landasan, pedoman, dan tuntunan bagi auditor Inspektorat Jenderal Departemen Agama dalam berpikir, bersikap, berperilaku dan bertindak dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan kepadanya. b. Auditor adalah pegawai negeri sipil pada Inspektorat Jenderal Departemen Agama yang diangkat dan diberi tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan di lingkungan Departemen Agama. c. Auditan adalah satuan organisasi/kerja yang menyelenggarakan kegiatan administrasi kepegawaian, keuangan, dan umum di lingkungan Departemen Agama sebagai lingkungan kerja obyek audit. d. Audit adalah pengujian atas kegiatan obyek audit dengan cara membandingkan keadaan yang terjadi dengan keadaan yang seharusnya. e. Laporan Hasil Audit adalah penyajian informasi secara tertulis atas hasil kegiatan menghimpun, meneliti, membandingkan, dan menilai bukti-bukti yang terukur dari suatu obyek audit dan atau kegiatan tertentu guna mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari bukti yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, yang dilakukan oleh seseorang/tim yang kompeten dan independen. f. Saran Tindak Lanjut adalah seluruh rekomendasi dari temuan-temuan yang dimuat dalam Laporan Hasil Audit. g. Teman Sesama Auditor adalah para auditor pada Inspektorat Jenderal Departemen Agama dan dari aparat pengawasan instansi pemerintah lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; h. Dewan Pertimbangan Auditor adalah Tim/Dewan yang dibentuk dan diangkat oleh Inspektur Jenderal Departemen Agama yang mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan mengawasi dan memberikan pertimbangan dalam rangka menyelesaikan pelanggaran kode etik auditor. BAB II KEPRIBADIAN AUDITOR Pasal 2 Auditor adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat kepada UUD 1945, Negara, dan pemerintah, berintegritas tinggi, bersikap jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, serta dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan selalu berupaya meningkatkan kualitas dan kinerjanya.
Pasal 3 (1)
(2)
(3)
(4) (5) (6) (7)
Auditor dapat menjadi konsultan manajemen dalam memberikan pembinaan kepada pimpinan satuan organisasi/kerja tanpa melihat perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya guna percepatan peningkatan kinerja organisasi. Auditor dalam melakukan tugasnya tidak mencari-cari kesalahan, akan tetapi untuk memperoleh keyakinan bahwa pelaksanaan tugas telah dilakukan sesuai dengan rencana, efektif, efisien, dan ekonomis, serta taat asas. Auditor dalam menjalankan tugasnya dilakukan secara independen dan mandiri dalam suatu tim yang merupakan kerja bersama. Sedangkan tanggung jawab terhadap hasil pelaksanaan tugas melekat pada masing-masing auditor. Auditor dalam menjalankan tugasnya harus bersikap sopan terhadap semua pihak, namun tetap mempertahankan hak dan martabat sebagai auditor. Auditor wajib memelihara rasa solidaritas di antara sesama auditor. Auditor harus menjunjung tinggi tugas auditor. Auditor dilarang melakukan perbuatan/pekerjaan yang dapat merugikan citra, menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, Departemen Agama, dan pegawai negeri sipil serta auditor. BAB III HUBUNGAN DENGAN AUDITAN Pasal 4
(1) (2) (3) (4)
(5) (6)
Auditor harus menciptakan iklim kerja yang kondusif dengan pihak auditan. Auditor harus dapat menjalin hubungan kemitraan yang sehat dengan pihak auditan. Auditor dilarang membebani auditan. Auditor dilarang menerima pemberian dalam bentuk apapun dari pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan dan hasil audit sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Auditor wajib memegang rahasia jabatan dan hal-hal yang bersifat rahasia yang diberitahukan oleh auditan. Auditor dilarang meninggalkan tugas yang dibebankan kepadanya tanpa alasan yang sah. BAB IV HUBUNGAN DENGAN SESAMA AUDITOR Pasal 5
(1)
(2) (3)
Auditor dalam menjalin hubungan antar sesama auditor dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai, saling membantu, dan saling mempercayai serta atas dasar kesetaraan. Auditor harus menjalin hubungan kerja yang baik dalam tim work. Auditor dilarang menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun
(4) (5) (6) (7) (8) (9)
tulisan. Sesama auditor saling mengingatkan apabila ada yang melakukan pelanggaran kode etik. Auditor dilarang menginformasikan ke pihak lain yang tidak berkepentingan atas pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh auditor lainnya. Auditor dilarang membicarakan kekurangan auditor lainnya kepada pihak auditan dalam pelaksanaan tugas di lapangan. Sesama auditor harus saling menjaga keharmonisan hubungan dan menghindari persaingan yang tidak sehat. Auditor dilarang melakukan perbuatan yang dapat menurunkan martabat dan kehormatan auditor. Auditor dari luar Inspektorat Jenderal Departemen Agama yang masuk dalam tim audit yang dibentuk oleh Menteri Agama/Inspektur Jenderal Departemen Agama terikat pada kode etik ini. BAB V CARA MELAKUKAN AUDIT Pasal 6
(1) (2)
(3) (4) (5) (6)
(7) (8)
Audit dilakukan berdasarkan surat tugas yang dikeluarkan oleh Menteri Agama/Inspektur Jenderal Departemen Agama. Audit diawali dengan kegiatan entry briefing, sebagai sarana penyampaian maksud dan tujuan audit, sekaligus mendengarkan kebijakan yang disampaikan oleh pimpinan auditan. Dalam pelaksanaan audit harus berpedoman pada program kerja audit (PKA) yang disusun auditor dan disetujui tim. Dalam pelaksanaan audit harus menggunakan standar audit. Auditor dilarang melakukan audit dengan cara mengintimidasi atau memaksa untuk menemukan dan atau mengakui temuan hasil audit. Auditor yang menduga bahwa seseorang telah melakukan penyimpangan, dugaannya harus didasarkan dan didukung dengan bukti-bukti yang kuat dan sah secara hukum. Auditor dapat menyatakan pendapat yang dikemukakan dalam laporan auditnya secara proporsional sepanjang ada kaitannya dengan hasil audit. Auditor memberi kesempatan kepada auditan untuk menyampaikan tanggapan atas temuan dengan disertai bukti. BAB VI KETENTUAN-KETENTUAN LAIN TENTANG KODE ETIK Pasal 7
(1)
Auditor harus mentaati dan melaksanakan peraturan perundang-undangan, tidak menyalahgunakan wewenang dengan maksud untuk memperkaya atau
(2)
menguntungkan diri sendiri, golongan atau pihak lain. Ketua tim audit wajib menyelesaikan laporan hasil audit (LHA) dan saran tindak lanjut (STL) selambat-lambatnya 7 hari setelah selesai audit. BAB VII PELAKSANAAN KODE ETIK Pasal 8
(1) (2)
Setiap auditor wajib tunduk dan taat pada kode etik ini. Pengawasan atas pelaksanaan kode etik auditor dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Auditor. BAB VIII DEWAN PERTIMBANGAN AUDITOR Pasal 9
(1)
(2) (3)
Dewan Pertimbangan Auditor secara ex officio terdiri dari: a. Sekretaris Inspektorat Jenderal sebagai Ketua merangkap anggota; b. Para Inspektur Wilayah sebagai anggota; c. Kabag Ortala dan Kepegawaian sebagai Sekretaris merangkap anggota. Dewan Pertimbangan Auditor dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Sekretariat Dewan. Personalia Dewan Pertimbangan Auditor ditetapkan dengan surat keputusan Inspektur Jenderal Departemen Agama. Pasal 10
(1) (2)
(3)
Dewan Pertimbangan Auditor berwenang memeriksa dan menetapkan pemberian sanksi terhadap auditor yang melanggar kode etik. Dewan Pertimbangan Auditor dalam pelaksanaan sidang atas pelanggaraan kode etik dapat meminta pendapat atau keterangan pihak lain yang dipandang memiliki keahlian dalam masalah yang ditangani. Segala biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan Dewan dibebankan kepada anggaran dalam DIPA Inspektorat Jenderal Departemen Agama. Pasal 11
(1)
Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa dirugikan, yaitu: a. Auditan; b. Auditor; c. Pejabat pemerintah; d. Anggota masyarakat; e. Organisasi Profesi.
(2)
Pengaduan yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya yang mengenai pelanggaran terhadap kode etik auditor. Pasal 12
(1) (2)
(3) (4)
Pengaduan terhadap auditor yang diduga melakukan pelanggaran kode etik auditor disampaikan secara tertulis kepada Ketua Dewan Pertimbangan Auditor. Dewan Pertimbangan Auditor setelah menerima pengaduan, selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari kerja telah merespon untuk kemudian mengadakan sidang Dewan Pertimbangan Auditor sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Keputusan Sidang Dewan Pertimbangan Auditor dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya setengah lebih satu dari jumlah anggota. Keputusan Sidang Dewan Pertimbangan Auditor menjadi bahan pertimbangan Inspektur Jenderal Departemen Agama. BAB IX PENGHARGAAN, SANKSI, DAN REHABILITASI Pasal 13
(1) (2)
Auditor yang memiliki kinerja baik dalam melaksanakan tugas dapat dipertimbangkan untuk diberikan penghargaan. Bentuk kinerja dan penghargaan seperti dimaksud dalam ayat (1) akan diatur tersendiri dengan keputusan Inspektur Jenderal Departemen Agama. Pasal 14
(1)
(2)
(3) (4) (5)
Auditor yang dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran kode etik diberikan sanksi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 dan atau bentuk lainnya yang terkait dengan program pengawasan. Bentuk sanksi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dapat berupa: a. Teguran lisan; b. Teguran tertulis; c. Tidak diberikan tugas audit; d. Tidak diikutkan dalam program yang diadakan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama; e. Pemberhentian sementara dari jabatan auditor; f. Pemberhentian dari jabatan auditor; g. Bentuk lainnya yang akan diatur tersendiri oleh Dewan Pertimbangan Auditor. Sanksi pelanggaran kode etik auditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan secara tertulis. Pemberian sanksi pelanggaran kode etik auditor dicatat oleh Sekretariat Dewan Pertimbangan Auditor secara baik. Tata cara pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), dan (4) diatur lebih lanjut dalam pedoman acara kode etik.
Pasal 15 Rehabilitasi (1)
(2)
Rehabilitasi nama baik auditor dilaksanakan apabila auditor yang diduga melakukan pelanggaran terhadap kode etik auditor ternyata tidak terbukti sesuai dengan rekomendasi Dewan Pertimbangan Auditor. Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Inspektur Jenderal Departemen Agama. BAB X PERUBAHAN KODE ETIK AUDITOR DAN KETENTUAN PENUTUP Bagian Pertama Perubahan Kode Etik Auditor Pasal 16
Usul perubahan kode etik auditor disampaikan secara tertulis oleh Dewan Pertimbangan Auditor kepada Inspektur Jenderal Departemen Agama atas masukan auditor. Bagian Kedua Ketentuan Penutup Pasal 17 (1) (2) (3)
Hal-hal mengenai prosedur dan tata kerja Dewan Pertimbangan Auditor akan diatur tersendiri dengan keputusan Dewan Pertimbangan Auditor. Dengan adanya Kode Etik Auditor ini, maka Keputusan Inspektur Jenderal Departemen Agama Nomor : IJ/34/1996 dinyatakan tidak berlaku. Kode Etik Auditor Inspektorat Jenderal Departemen Agama Indonesia ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Mei 2006