KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 03/SB/2006 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT Menimbang
: a. bahwa dengan telah diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, maka Keputusan DPRD Provinsi Sumatera Barat Nomor 28/SB/2004 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat perlu diganti dengan melakukan penyesuaian kembali sebagaimana mestinya; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a di atas, perlu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat.
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 112) jo Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1979, tentang Pemindahan Ibukota Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat dari Bukittinggi ke Padang (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3146); 2. Undang-undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4251); 4. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4277);
1
5. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); 6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4310); 7. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355); 8. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4416), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4340); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4417), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4569); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578); 12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002, tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD; 13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 161.23-613 Tahun 2004 tentang Peresmian Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat; 14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 161.23-667 Tahun
2004 tentang Peresmian Pengangkatan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat; 15. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 4 Tahun
2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 18);
2
16. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 5 Tahun
2004 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 27). 17. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 1 Tahun
2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 25). Memperhatikan : Pendapat Akhir Fraksi-Fraksi dan Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat pada Rapat Paripurna tanggal 2 Februari 2006. MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Provinsi Sumatera Barat; 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas Otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip Otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah; 4. Gubernur adalah Kepala Daerah Sumatera Barat; 5. Wakil Gubernur adalah Wakil Kepala Daerah Sumatera Barat; 6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah; 7. Pimpinan DPRD adalah Ketua dan Wakil-Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat; 8. Anggota DPRD adalah Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat; 9. Panitia Musyawarah adalah alat kelengkapan yang dibentuk DPRD Provinsi Sumatera Barat; 10. Panitia Anggaran adalah alat kelengkapan yang dibentuk DPRD Provinsi Sumatera Barat; 11. Komisi adalah alat kelengkapan yang dibentuk DPRD Provinsi Sumatera Barat; 12. Badan Kehormatan adalah alat kelengkapan yang dibentuk DPRD Provinsi Sumatera Barat; 13. Alat Kelengkapan Lain adalah alat kelengkapan yang dibentuk DPRD Provinsi Sumatera Barat secara khusus sesuai dengan kebutuhan dan bersifat tidak tetap;
3
14. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah; 15. Sekretariat DPRD adalah Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Barat; 16. Sekretaris DPRD adalah Sekretaris DPRD Provinsi Sumatera Barat; BAB
II
SUSUNAN DAN KEANGGOTAAN DPRD Bagian Pertama Susunan Pasal 2 (1) DPRD terdiri atas anggota Partai Politik perserta Pemilihan Umum yang dipilih berdasarkan hasil Pemilihan Umum. (2) DPRD terdiri dari alat kelengkapan dan Fraksi-Fraksi. Bagian Kedua Keanggotaan Pasal 3 (1) Jumlah anggota DPRD sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) sebanyak 55 (lima puluh lima) orang. (2) Keanggotaan DPRD diresmikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. Pasal 4 Anggota DPRD berdomisili di Kota Padang sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Barat. Pasal 5 (1) Anggota DPRD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Pengadilan Tinggi dalam Rapat Paripurna Istimewa; (2) Anggota DPRD yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna Istimewa. Pasal 6 Sumpah/janji sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 5 adalah sebagai berikut : ”Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota (Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya; bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan; bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada bangsa dan negara; bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
4
Pasal 7 Pada waktu pengucapan Sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dipakai kata-kata tertentu sesuai dengan agama masing-masing yaitu : a. bagi penganut agama Islam didahului dengan pengucapan kalimat ”Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah” ; b. bagi penganut agama Kristen/Katolik diakhiri dengan pengucapan kalimat “Semoga Tuhan menolong saya”; c. bagi penganut agama Budha didahului dengan pengucapan kalimat “ Demi Hyang Adi Budha”; d. bagi penganut agama Hindu didahului dengan pengucapan kalimat “Om Atah Paramawisesa”. Pasal 8 Tata cara pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 terdiri dari tata urutan acara, tata pakaian dan tata tempat. Pasal 9 Tata urutan acara pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD hasil Pemilihan Umum adalah : a. pembukaan rapat oleh Pimpinan DPRD; b. pembacaan keputusan peresmian pemberhentian dan pengangkatan anggota DPRD oleh Sekretaris DPRD; c. pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD, dipandu oleh Ketua Pengadilan Tinggi Provinsi Sumatera Barat; d. penandatanganan berita acara sumpah/janji Anggota DPRD secara simbolis oleh satu orang dari masing-masing kelompok agama dan Ketua Pengadilan Tinggi; e. anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji menempati kursi Anggota DPRD yang telah disediakan; f. pengumuman Pimpinan Sementara DPRD oleh Sekretaris DPRD; g. serah terima Pimpinan DPRD dari Pimpinan Lama kepada Pimpinan Sementara secara simbolis dengan penyerahan palu pimpinan; h. sambutan Pimpinan Sementara DPRD; i. sambutan Menteri Dalam Negeri yang dibacakan oleh Kepala Daerah; j. pembacaan doa; k. penutupan rapat oleh Pimpinan Sementara DPRD; dan l. pemberian ucapan selamat. Pasal 10 Tata urutan acara pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD yang berhalangan dan Pengganti Antar Waktu (PAW) adalah : a. pembukaan rapat oleh Pimpinan DPRD; b. pembacaan keputusan peresmian pemberhentian dan pengangkatan anggota DPRD oleh Sekretaris DPRD; c. pengucapan sumpah/janji dipandu oleh Pimpinan DPRD; d. penandatanganan berita acara sumpah/janji; e. sambutan Gubernur;
5
f. pembacaan doa; g. penutupan rapat oleh Pimpinan DPRD; h. pemberian ucapan selamat. Pasal 11 Tata Pakaian yang dipakai pada Rapat Paripurna Istimewa dalam acara pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD adalah : a. Ketua Pengadilan Tinggi/Pimpinan DPRD sebagai pemandu memakai pakaian sesuai ketentuan dari instansi yang bersangkutan; b. Gubernur memakai pakaian sipil lengkap dengan peci nasional; c. Anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji memakai pakaian sipil lengkap dengan peci nasional bagi pria dan wanita memakai pakaian nasional; dan d. undangan, bagi anggota TNI/Polri memakai pakaian dinas upacara, undangan sipil memakai pakaian sipil lengkap dengan peci nasional bagi pria dan wanita memakai pakaian nasional. Pasal 12 Tata Tempat pada Rapat Paripurna Istimewa dalam acara pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD adalah: a. Pimpinan DPRD duduk disebelah kiri Gubernur, Wakil Gubernur dan Ketua Pengadilan Tinggi atau Pejabat yang ditunjuk disebelah kanan Gubernur; b. Anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji duduk di tempat yang telah disediakan; c. Setelah pengucapan sumpah/janji Pimpinan Sementara DPRD duduk di sebelah kiri Gubernur; d. Pimpinan DPRD yang lama dan Ketua Pengadilan Tinggi atau Pejabat yang ditunjuk duduk di tempat yang telah disediakan; e. Anggota DPRD yang lama duduk pada tempat yang telah disediakan; f. Sekretaris DPRD duduk di belakang Pimpinan DPRD; g. Para undangan dan anggota DPRD lainnya duduk pada tempat yang telah disediakan; dan h. Wartawan media cetak dan elektronik disediakan tempat tersendiri. Pasal 13 Masa Jabatan Anggota DPRD adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat Anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji. B A B III KEDUDUKAN, FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG Bagian Pertama Kedudukan Pasal 14 (1) DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. (2) DPRD sebagai unsur lembaga pemerintahan daerah memiliki tanggung jawab yang sama dengan Pemerintah Daerah dalam membentuk Peraturan Daerah untuk kesejahteraan rakyat.
6
Bagian Kedua Fungsi Pasal 15 DPRD mempunyai fungsi : a. Legislasi; b. anggaran, dan c. pengawasan. Pasal 16 (1) Fungsi Legislasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 huruf a adalah legislasi daerah yang merupakan fungsi DPRD untuk membentuk peraturan daerah bersama Gubernur. (2) Fungsi Anggaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 huruf b adalah fungsi DPRD bersam-sama Pemerintah Daerah untuk menyusun dan menetapkan APBD yang di dalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPRD. (3) Fungsi Pengawasan sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 huruf c adalah fungsi DPRD untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, Peraturan Daerah, dan Peraturan Gubernur serta kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang Pasal
17
(1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang : a. membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan Gubernur untuk mendapat persetujuan bersama; b. membahas dan menyetujui rancangan Peraturan Daerah tentang APBD bersama dengan Gubernur; c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, Peraturan Gubernur, APBD, kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di Daerah; d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur Gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri;
dan
Wakil
e. memilih Wakil Gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil Gubernur; f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah; h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
Gubernur
dalam
i.
membentuk panitia pengawas pemilihan Gubernur;
j.
melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan Gubernur;
7
k. memberikan persetujuan terhadap kerjasama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah; (2) Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan. B A B IV HAK DAN KEWAJIBAN Bagian Pertama Hak DPRD Pasal 18 DPRD mempunyai Hak : a. interpelasi b. angket; dan c. menyatakan pendapat. Pasal 19 (1) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 huruf a adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada Gubernur mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara. (2) Hak angket sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 huruf b adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Gubernur yang penting dan strategi serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. (3) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 huruf c adalah hak DPRD sebagai lembaga untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan Gubernur atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Paragraf 1 Hak Interpelasi Pasal
20
(1) Sekurang-kurangnya lima orang Anggota DPRD dapat menggunakan hak interpelasi dengan mengajukan usul kepada DPRD untuk meminta keterangan kepada Gubernur secara lisan maupun tertulis mengenai kebijakan Pemerintah Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat secara tertulis yang menjelaskan secara singkat dan jelas tentang substansi persoalannya, ditanda tangani oleh para pengusul serta diberikan nomor pokok oleh Sekretariat DPRD, selanjutnya disampaikan kepada Pimpinan DPRD. (3) Usul meminta keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna setelah mendapatkan pertimbangan dari Panitia Musyawarah.
8
(4) Dalam Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3), para pengusul diberi kesempatan menyampaikan penjelasan lisan atas usul permintaan keterangan tersebut. (5) Pembicaraan mengenai sesuatu usul meminta keterangan dilakukan dengan memberi kesempatan kepada : a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi; b. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para Anggota DPRD; (6) Usul permintaan keterangan sebelum memperoleh keputusan DPRD, para pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulannya. (7) Keputusan persetujuan atau penolakan terhadap usul permintaan keterangan kepada Gubernur ditetapkan dalam Rapat Paripurna. (8) Apabila Rapat Paripurna menyetujui usul permintaan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan DPRD menyampaikan Keputusan DPRD tersebut beserta lampirannya kepada Gubernur secara resmi. Pasal
21
(1) Gubernur wajib memberikan keterangan lisan maupun tertulis terhadap permintaan keterangan kepada Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (8) dalam Rapat Paripurna. (2) Pimpinan DPRD mengundang Panitia Musyawarah untuk menetapkan jadwal pemberian jawaban terhadap usul permintaan keterangan baik lisan maupun tertulis oleh Gubernur sebagaimana dimaksud ayat (1). (3) Setiap Anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan atas keterangan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Atas pertanyaan Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberi kesempatan kepada Gubernur untuk memberikan jawaban atau tambahan keterangan. (5) Atas jawaban Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4), DPRD dapat menyatakan pendapatnya. (6) Pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan secara resmi oleh DPRD kepada Gubernur. (7) Pernyataan pendapat DPRD atas keterangan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dijadikan bahan oleh DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan untuk Gubernur dijadikan bahan dalam penetapan pelaksanaan kebijakan. Paragraf 2 Hak Angket Pasal 22 (1) Sekurang-kurangnya lima orang Anggota DPRD dapat mengusulkan hak angket untuk mengadakan penyelidikan terhadap kebijakan Gubernur yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun secara singkat, jelas, dan ditandatangani oleh para pengusul serta diberi Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD, selanjutnya disampaikan kepada Pimpinan DPRD.
9
(3) Usul melaksanakan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna setelah mendapatkan pertimbangan dari Panitia Musyawarah. (4) Dalam Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud ayat (3), para pengusul diberikan kesempatan untuk menyampaikan penjelasan lisan/tertulis atas usul melaksanakan penyelidikan tersebut. (5) Pembicaraan mengenai sesuatu usul mengadakan penyelidikan, dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi dan selanjutnya pengusul memberikan jawaban atas pandangan Anggota DPRD. (6) Usul mengadakan penyelidikan sebelum memperoleh keputusan DPRD, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulnya. (7) Keputusan persetujuan atau penolakan atas usul penyelidikan kepada Gubernur dan atau Wakil Gubernur dapat disetujui atau ditolak yang ditetapkan dalam Rapat Paripurna. (8) Apabila usul mengadakan penyelidikan disetujui sebagai permintaan penyelidikan DPRD, maka DPRD menyatakan pendapat untuk mengadakan penyelidikan dan menyampaikan secara resmi kepada Gubernur. Pasal 23 Pelaksanaan hak angket sebagaimana dimaksud Pasal 18 huruf b, dilakukan setelah diajukan hak interpelasi sebagaimana dimaksud Pasal 18 huruf a dan mendapatkan persetujuan dari Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari jumlah Anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Anggota DPRD yang hadir; Pasal 24 (1) Dalam menggunakan hak angket sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (2) dibentuk Panitia Angket yang terdiri atas semua unsur fraksi yang ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna. (2) Jumlah Anggota Panitia Angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mewakili fraksi secara proporsional dimana 1 (satu) orang mewakili 5 (lima) orang anggota dengan sisa 3 (tiga) orang anggota atau lebih dibulatkan menjadi 1 (satu). (3) Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Panitia Angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota Panitia Angket, ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna. (4) Panitia Angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari dan menyampaikan hasil kerjanya kepada DPRD dalam Rapat Paripurna. Pasal 25 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia Angket sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 dapat memanggil, mendengar, dan memeriksa seseorang yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang sedang diselidiki serta untuk meminta menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki. (2) Setiap orang yang dipanggil, di dengar dan diperiksa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi panggilan Panitia Angket, kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal telah dipanggil dengan patut 3 (tiga) kali secara berturut-turut tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud ayat (2) Panitia Angket dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang undangan.
10
Pasal 26 (1) Apabila hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) diterima oleh DPRD dan ada indikasi tindak pidana, DPRD menyerahkan penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Apabila dari hasil penyidikan Gubernur dan atau Wakil Gubernur berstatus sebagai terdakwa, Presiden memberhentikan sementara Gubernur dan atau Wakil Gubernur yang bersangkutan dari jabatannya. (3) Apabila Keputusan Pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menyatakan Gubernur dan atau Wakil Gubernur bersalah, Presiden memberhentikan Gubernur dan atau Wakil Gubernur yang bersangkutan dari jabatannya. (4) Apabila Keputusan Pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menyatakan Gubernur dan atau Wakil Gubernur tidak bersalah, Presiden mencabut pemberhentian sementara serta merehabilitasi nama baik Gubernur dan atau Gubernur. Pasal 27 Seluruh hasil kerja Panitia Angket bersifat rahasia. Pasal 28 (1) DPRD dalam melakukan penyelidikan terhadap Gubernur dan atau Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada Pasal 22, berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah daerah, badan hukum atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah, bangsa dan negara. (2) Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, badan hukum atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi permintaan DPRD. (3) Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, badan hukum atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan panggilan paksa oleh pejabat Kepolisian Negara RI atau penyidik Kejaksaan atas permintaan Pimpinan DPRD sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Dalam hal panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandra sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Dalam hal pejabat yang disandra sebagaimana dimaksud pada ayat (4), habis masa jabatannya atau berhenti dari jabatannya, yang bersangkutan dilepas dari penyandraan demi hukum. Paragraf 3 Hak Menyatakan Pendapat Pasal 29 (1) Sekurang-kurangnya lima orang Anggota DPRD dapat mengajukan usul pernyataan pendapat terhadap kebijakan Gubernur atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah. (2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta penjelasannya disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD, dengan disertai daftar nama dan tanda tangan para pengusul serta diberi Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD.
11
(3) Usul pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), oleh Pimpinan DPRD disampaikan dalam Rapat Paripurna setelah mendapat pertimbangan dari Panitia Musyawarah. (4) Dalam Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3), para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul pernyataan pendapat tersebut. (5) Pembicaraan mengenai sesuatu usul pernyataan pendapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada : a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui fraksi; b. Gubernur untuk memberikan pendapat; c. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota dan pendapat Gubernur. (6) Sebelum usul pernyataan pendapat memperoleh Keputusan DPRD, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulnya. (7) Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna yang menerima atau menolak usul pernyataan pendapat tersebut menjadi pernyataan pendapat DPRD; (8) Apabila DPRD menerima usul pernyataan pendapat, Keputusan DPRD dapat berupa : a. pernyataan pendapat; b. saran penyelesaiannya; dan c. peringatan. Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Anggota DPRD Pasal 30 Anggota DPRD mempunyai hak; a. mengajukan Rancangan Peraturan Daerah; b. mengajukan pertanyaan; c. menyampaikan usul dan pendapat; d. memilih dan dipilih; e. membela diri; f. imunitas; g. protokoler; dan h. keuangan dan administratif. Pasal 31 (1) Sekurang-kuranya lima orang Anggota DPRD dapat mengajukan suatu usul prakarsa Rancangan Peraturan Daerah. (2) Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah disertai penjelasan secara tertulis diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD. (3) Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna, setelah mendapat petimbangan dari Panitia Musyawarah.
12
(4) Dalam Rapat Paripurna, para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Pembicaraan mengenai sesuatu usul prakarsa dilakukan dalam Rapat Paripurna dengan memberikan kesempatan kepada : a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan; b. Gubernur untuk memberikan pendapat; c. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan anggota DPRD dan pendapat Gubernur; (6) Selama usul prakarsa belum diputuskan menjadi prakarsa DPRD, para pengusul berhak mengajukan perubahan dan atau mencabutnya kembali. (7) Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna yang menerima atau menolak usul prakarsa menjadi prakarsa DPRD. (8) Tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah atas prakarsa DPRD mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 150, Pasal 151 huruf b, Pasal 152 huruf b. Pasal 32 (1) Setiap Anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan kepada Gubernur bertalian dengan pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD baik secara lisan maupun tertulis. (2) Pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun singkat dan jelas disampaikan kepada Pimpinan DPRD melalui Sekretariat DPRD. (3) Pimpinan DPRD mengadakan rapat untuk menilai pertanyaan yang diajukan guna memutuskan layak tidaknya pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk ditindaklanjuti. (4) Apabila keputusan Rapat Pimpinan DPRD menyatakan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu ditindaklanjuti, Pimpinan DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Panitia Musyawarah meneruskan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada Gubernur. (5) Apabila jawaban atas pertanyaan dimaksud oleh Gubernur disampaikan secara tertulis, tidak dapat diadakan lagi rapat untuk menjawab pertanyaan. (6) Anggota DPRD yang mengajukan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat meminta supaya pertanyaan dijawab oleh Gubernur secara lisan. (7) Apabila Gubernur menjawab secara lisan dalam rapat yang ditentukan oleh Panitia Musyawarah, maka Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat mengemukakan lagi pertanyaan secara singkat dan jelas agar Gubernur dapat memberikan jawaban yang lebih jelas. (8) Jawaban Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat diwakilkan kepada Wakil Gubernur dan atau Sekretaris Daerah. Pasal 33 (1) Setiap Anggota DPRD dalam rapat-rapat DPRD berhak mengajukan usul dan pendapat secara leluasa kepada Pemerintah Daerah maupun kepada Pimpinan DPRD. (2) Usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan santun dan kepatutan sebagai wakil rakyat.
13
Pasal 34 (1) Setiap Anggota DPRD berhak untuk memilih dan dipilih menjadi Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna. (2) Setiap Anggota DPRD berhak untuk memilih dan dipilih menjadi anggota atau Pimpinan dari alat kelengkapan DPRD. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku sepanjang telah diatur secara khusus dalam pasal-pasal tertentu. Pasal
35
(1) Setiap Anggota DPRD berhak membela diri terhadap dugaan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan Peraturan Tata Tertib DPRD. (2) Hak membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sebelum pengambilan keputusan oleh Badan Kehormatan. Pasal 36 Anggota DPRD mempunyai kewajiban; a. mengamalkan Pancasila; b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan; c. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; d. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan daerah; e. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah; f. menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; g. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan; h. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih di daerah pemilihannya; i. mentaati Peraturan Tata Tertib DPRD; j. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait. Pasal 37 Pemberian pertanggungjawaban Anggota DPRD secara moral dan politis sebagaimana dimaksud pada Pasal 36 huruf h, dilakukan dalam kegiatan masa reses di daerah pemilihannya yang dilaksanakan untuk menyerap secara langsung masukan dan aspirasi, sebagai bahan dalam rapat-rapat masa persidangan. Bagian Ketiga Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD Pasal 38 (1) Pimpinan dan Anggota DPRD memperoleh kedudukan protokoler dalam acara resmi. (2) Acara resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. acara resmi pemerintah yang diselenggarakan di daerah; b. acara resmi pemerintah daerah yang menghadirkan pejabat pemerintah; c. acara resmi pemerintah daerah dihadiri oleh pejabat pemerintah daerah.
14
Pasal 39 (1) Penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD terdiri dari : a. uang representasi; b. uang paket; c. tunjangan jabatan; d. tunjangan Panitia Musyawarah; e. tunjangan Komisi; f. tunjangan Panitia Anggaran; g. tunjangan Badan Kehormatan; h. tunjangan alat kelengkapan lainnya. (2) Selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pimpinan dan Anggota DPRD diberikan tunjangan kesejahteraan, tunjangan khusus, uang jasa pengabdian dan belanja penunjang kegiatan DPRD sesuai Peraturan Perundangundangan. Pasal 40 Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD selanjutnya diatur dengan Peraturan Daerah. BAB V PENGGANTIAN ANTAR WAKTU Pasal 41 (1) Anggota DPRD berhenti antar waktu sebagai anggota karena : a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri sebagai anggota atas permintaan sendiri secara tertulis; dan c. diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan; (2) Anggota DPRD diberhentikan antar waktu, karena : a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; b. tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai calon Anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang Pemilihan Umum; c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau melanggar Kode Etik DPRD; d. tidak melaksanakan kewajiban Anggota DPRD; e. melanggar larangan bagi Anggota DPRD; dan f. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun penjara atau lebih. Pasal 42 (1) Usul pemberhentian Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e, dilaksanakan setelah ada Keputusan DPRD berdasarkan rekomendasi dari Badan Kehormatan. (2) Apabila Pimpinan DPRD tidak menyampaikan usul pemberhentian Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sekretaris DPRD menyampaikan usulan dimaksud.
15
(3) Usul pemberhentian Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 ayat (1) huruf c, didasarkan atas Keputusan Dewan Pimpinan Pusat partai politik sesuai dengan mekanisme yang berlaku pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai politik yang bersangkutan. (4) Proses yang dilakukan oleh Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat dan atau pemilih. (5) Proses yang dilakukan oleh Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), meliputi penyelidikan, verifikasi, dan pengambilan keputusan. (6) Apabila DPRD menyetujui rekomendasi dari Badan Kehormatan untuk memberhentikan Anggota DPRD sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) oleh karena terbukti bersalah, usul pemberhentian tersebut disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. Pasal 43 (1) Pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat dan atau pemilih disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan Badan Kehormatan melalui Sekretaris DPRD dalam kedudukannya sebagai Sekretaris Badan Kehormatan. (2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pengadu dengan mencantumkan nama jelas, nomor KTP dan alamat lengkap serta dilampiri dengan bukti-bukti terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota DPRD. (3) Pengaduan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diabaikan oleh Badan Kehormatan. Pasal 44 (1) Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (5) ditetapkan dalam rapat pleno Anggota Badan Kehormatan secara musyawarah maupun pemungutan suara. (2) Sebelum Badan Kehormatan mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anggota DPRD yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan. Pasal 45 (1) Anggota DPRD yang berhenti atau diberhentikan antar waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) digantikan oleh calon pengganti dengan ketentuan : a. calon pengganti dari Anggota DPRD yang terpilih memenuhi bilangan pembagi pemilihan atau memperoleh suara lebih dari setengah bilangan pembagi pemilihan adalah calon yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik yang sama dalam daftar peringkat perolehan suara pada daerah pemilihan yang sama; b. calon pengganti dari Anggota DPRD yang terpilih selain yang dimaksud pada huruf a, adalah calon yang ditetapkan berdasarkan nomor urut berikutnya dari daftar calon di daerah pemilihan yang sama; c. apabila calon pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b mengundurkan diri atau meninggal dunia, diajukan calon pengganti pada urutan peringkat perolehan suara atau urutan daftar calon berikutnya.
16
(2) Apabila tidak ada lagi calon dalam daftar calon Anggota DPRD pada daerah pemilihan yang sama, pengurus partai politik yang bersangkutan dapat mengajukan calon baru sebagai pengganti dengan ketentuan : (3) calon pengganti diambil dari daftar calon Anggota DPRD dari daerah pemilihan yang terdekat dalam Kabupaten/Kota yang bersangkutan; (4) calon pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a dikeluarkan dari daftar calon Anggota DPRD dari daerah pemilihannya; (5) Apabila tidak ada lagi calon dalam daftar calon Anggota DPRD dari daerah pemilihan di Kabupaten/Kota yang sama, pengurus partai politik yang bersangkutan dapat mengajukan calon baru yang diambil dari daftar calon Anggota DPRD dari Kabupaten/Kota yang terdekat. (6) Anggota DPRD pengganti antar waktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota yang digantikannya. Pasal 46 (1) Pimpinan DPRD menyampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah Provinsi Sumatera Barat nama Anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antar waktu yang diusulkan oleh pengurus partai politik yang bersangkutan untuk di verifikasi. (2) Pimpinan DPRD setelah menerima rekomendasi Komisi Pemilihan Umum Daerah Provinsi Sumatera Barat menyampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur, guna mendapatkan keputusan peresmian pemberhentian dan peresmian pengangkatan sebagai Anggota DPRD. (3) Peresmian pemberhentian dan peresmian pengangkatan penggantian antar waktu Anggota DPRD ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden, selambat-lambatnya satu bulan sejak diterimanya usulan pemberhentian dan pengangkatan dari Pimpinan DPRD. (4) Sebelum memangku jabatannya, Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua/Wakil Ketua DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 10. (5) Penggantian Anggota DPRD antar waktu tidak dapat dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota yang diganti kurang dari empat bulan dari masa jabatan Anggota DPRD. B A B VI KEDUDUKAN, SUSUNAN DAN TUGAS FRAKSI Pasal 47 (1) Setiap Anggota DPRD wajib berhimpun dalam fraksi. (2) Fraksi merupakan pengelompokan Anggota DPRD berdasarkan partai politik yang memperoleh kursi di DPRD. (3) Fraksi bukan merupakan alat kelengkapan DPRD. Pasal 48 (1) Pembentukan Fraksi dapat dilakukan oleh partai politik yang memperoleh kursi di DPRD sekurang-kurangnya 4 (empat) orang untuk setiap Fraksi. (2) Partai politik yang perolehan kursinya tidak cukup untuk membentuk fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib bergabung dengan Fraksi yang ada atau dapat membentuk Fraksi gabungan dengan jumlah anggota sekurangkurangnya 4 (empat) orang.
17
(3) Fraksi yang ada wajib menerima Anggota DPRD dari partai politik lain yang tidak memenuhi syarat untuk membentuk 1 (satu) Fraksi. (4) Dalam hal fraksi gabungan sebagaimana yang dimaksud ayat (2) setelah dibentuk, kemudian tidak lagi memenuhi syarat sebagai Fraksi gabungan, maka seluruh anggota fraksi gabungan tersebut wajib bergabung dengan Fraksi atau fraksi gabungan lain yang memenuhi syarat. (5) Partai politik yang memenuhi persyaratan untuk membentuk Fraksi hanya dapat membentuk 1 (satu) Fraksi. (6) Apabila di DPRD tidak terdapat partai politik yang memenuhi ketentuan untuk membentuk Fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), partai politik yang memperoleh kursi dengan jumlah anggota terbanyak pertama dapat membentuk Fraksi. (7) Apabila di DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sama, partai politik yang bersangkutan masing-masing dapat membentuk Fraksi. Pasal 49 Fraksi-fraksi dalam DPRD terdiri dari : a. Fraksi Partai Golongan Karya b. Fraksi Partai Amanat Nasional c. Fraksi Partai Persatuan Pembangunan d. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera e. Fraksi Partai Bulan Bintang f. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan g. Fraksi Bintang Demokrat Pasal 50 (1) Pimpinan Fraksi terdiri dari Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Fraksi. (2) Pimpinan Fraksi dipilih dari dan oleh anggota Fraksi setelah berkonsultasi dengan partai politik yang bersangkutan. (3) Susunan Pimpinan dan keanggotaan Fraksi ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD diumumkan dalam Rapat Paripurna DPRD. (4) Apabila terjadi perubahan susunan Pimpinan dan keanggotaan Fraksi, maka perubahannya ditetapkan dalam Keputusan Pimpinan DPRD dan diumumkan dalam Rapat Paripurna. Pasal 51 Fraksi bertugas : a. menentukan dan mengatur segala sesuatu yang menyangkut urusan Fraksi; b. menetapkan anggotanya yang akan duduk di Komisi-komisi dan Panitia-panitia sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c. melakukan pengawasan terhadap kehadiran dan kinerja anggotanya dalam setiap kegiatan DPRD; d. menyampaikan pemandangan umum Fraksi dan pendapat akhir Fraksi dalam proses pembahasan Ranperda dan pembahasan masalah lain yang diperlukan; e. menerima aspirasi masyarakat untuk disampaikan kepada Pimpinan DPRD melalui Sekretariat DPRD untuk diproses sesuai ketentuan yang berlaku; f. memberikan pertimbangan kepada Pimpinan DPRD mengenai hal-hal yang dianggap perlu, berkenaan dengan bidang tugas DPRD, baik diminta maupun tidak;
18
BAB VII ALAT KELENGKAPAN DPRD Pasal 52 (1) Alat Kelengkapan DPRD terdiri dari : a. Pimpinan; b. Panitia Musyawarah; c. Komisi; d. Badan Kehormatan; e. Panitia Anggaran; dan f. Alat kelengkapan lainnya; (2) Alat-alat kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengatur tata kerjanya sendiri dengan persetujuan Pimpinan DPRD. Bagian Pertama Kedudukan, Susunan dan Tugas Pimpinan Pasal
53
(1) Pimpinan DPRD terdiri atas seorang Ketua dan tiga orang Wakil Ketua. (2) Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh Anggota DPRD dalam Rapat Paripurna. (3) Hasil Pemilihan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan DPRD. Pasal
54
(1) Selama Pimpinan DPRD belum terbentuk, DPRD dipimpin oleh Pimpinan Sementara DPRD. (2) Pimpinan Sementara DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang berasal dari dua partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPRD. (3) Apabila terdapat lebih dari satu partai politik yang memperoleh kursi terbanyak sama, Ketua dan Wakil Ketua Sementara DPRD ditentukan secara musyawarah oleh wakil partai politik bersangkutan yang ada di DPRD. (4) Apabila Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak terdapat kesepakatan untuk menentukan Ketua dan Wakil Ketua Sementara, Sekretaris DPRD menetapkan seorang yang tertua dan termuda usianya dari Partai Politik yang bersangkutan. (5) Pimpinan Sementara DPRD mempunyai tugas : a. memimpin rapat-rapat DPRD; b. memfasilitasi pembentukan Fraksi; c. menyusun Rancangan Peraturan Tata Tertib DPRD; d. memproses pemilihan Pimpinan DPRD defenitif ; e. melaksanakan tugas-tugas sebagaimana dimaksud Pasal 68 (6) Selambat-lambatnya tiga puluh hari kerja setelah pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD, Pimpinan Sementara DPRD telah melaksanakan Pemilihan Pimpinan DPRD defenitif.
19
Pasal 55 (1) Calon Pimpinan DPRD hanya dapat dicalonkan dari dan oleh Fraksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) berdasarkan urutan besarnya jumlah anggota Fraksi sampai dengan urutan keempat. (2) Masing-masing Fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mengajukan satu orang calon Pimpinan DPRD. (3) Pengajuan Calon Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Fraksi. Pasal 56 (1) Calon Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada Pasal 55 disampaikan oleh Pimpinan Fraksi kepada Pimpinan Sementara DPRD untuk ditetapkan sebagai calon yang berhak dipilih dengan Keputusan Pimpinan Sementara DPRD. (2) Pemilihan Pimpinan DPRD dilaksanakan secara langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil. (3) Untuk melaksanakan pemilihan calon Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk Panitia Tekhnis Pemilihan yang terdiri dari unsurunsur Fraksi dan ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan Sementara DPRD. Pasal 57 (1) Pemilihan Pimpinan DPRD dilaksanakan dalam Rapat Paripurna yang dihadiri secara fisik oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari seluruh jumlah Anggota DPRD. (2) Apabila anggota DPRD yang hadir belum mencapai quorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rapat ditunda paling lama satu jam dengan dibuat berita acara penundaan. (3) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum juga tercapai, rapat ditunda paling lama satu jam lagi dengan dibuat berita acara penundaan kedua. (4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum juga tercapai, Pemilihan Pimpinan DPRD tetap dilaksanakan, dengan dihadiri oleh sekurangkurangnya setengah dari jumlah seluruh Anggota DPRD. (5) apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum juga tercapai, rapat ditunda paling lama tiga hari dan pada rapat berikutnya berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4). Pasal 58 (1) Calon Pimpinan DPRD yang mendapat suara terbanyak secara berurutan sesuai dengan jumlah unsur Pimpinan DPRD, ditetapkan sebagai Ketua dan Wakil Ketua DPRD. (2) Apabila pada urutan pertama calon Pimpinan DPRD terdapat lebih dari satu orang yang memperoleh suara yang sama, untuk menentukan Ketua DPRD dilakukan Pemilihan ulang terhadap calon yang memperoleh suara yang sama, sehingga calon yang mendapatkan suara terbanyak pertama menjadi Ketua DPRD dan terbanyak kedua menjadi Wakil Ketua DPRD. (3) Calon terpilih Ketua dan Wakil Ketua DPRD yang telah ditetapkan dengan Keputusan DPRD diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. (4) Pimpinan DPRD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dan Pasal 7 yang dipandu oleh Ketua Pengadilan Tinggi Provinsi Sumatera Barat dalam Rapat Paripurna Istimewa. (5) Masa jabatan Pimpinan DPRD mengikuti masa jabatan Anggota DPRD.
20
Pasal
59
Sebelum Pemilihan calon Pimpinan DPRD dimulai, Pimpinan Sementara DPRD meminta kepada Sekretaris DPRD untuk membacakan Keputusan Pimpinan Sementara DPRD tentang calon Pimpinan DPRD yang berhak dipilih. Pasal
60
Tata cara pemilihan Pimpinan DPRD diaturdengan KeputusanDPRD. Pasal 61 (1) Setelah penghitungan suara selesai, disiapkan Berita Acara hasil penghitungan suara pemilihan calon Pimpinan DPRD yang ditanda tangani oleh Ketua Panitia Teknis, Saksi-saksi diketahui oleh Pimpinan Sementara DPRD. (2) Pimpinan Sementara DPRD mengumumkan calon terpilih Pimpinan DPRD, sesuai dengan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Calon terpilih Ketua dan Wakil Ketua DPRD yang telah ditetapkan dengan Keputusan DPRD diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. (4) Calon Pimpinan terpilih Ketua dan Wakil Ketua DPRD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji, yang dipandu oleh Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Barat dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Pasal
62
Setelah Pimpinan DPRD mengucapkan sumpah/janjinya, maka Pimpinan Sementara DPRD menyerahkan jabatan Pimpinan kepada Pimpinan DPRD terpilih dalam Rapat Paripurna Istimewa. Pasal 63 Pimpinan DPRD berhenti atau diberhentikan dari jabatannya karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Pimpinan DPRD; d. melanggar kode etik DPRD berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Kehormatan; e. dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman serendah-rendahnya 5 tahun penjara; f. ditarik keanggotaannya sebagai Anggota DPRD oleh partai politiknya. Pasal 64 (1) Pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada Pasal 63 dilaporkan dalam Rapat Paripurna oleh Pimpinan DPRD. (2) Usul pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam Rapat Paripurna sebagaimana tatacara pemilihan Pimpinan DPRD seperti dimaksud pada Pasal 60. (3) Usul pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan dilengkapi dengan Berita Acara Rapat Paripurna.
21
Pasal 65 (1) Keputusan DPRD tentang usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk peresmian pemberhentiannya. (2) Pemberhentian Pimpinan DPRD diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. Pasal 66 (1) Pengisian Pimpinan DPRD yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 ayat (1) dipilih dari dua orang calon yang diusulkan oleh Fraksi asal Pimpinan DPRD yang diberhentikan. (2) Pemilihan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada Pasal 57 dan Pasal 58. (3) Calon Pimpinan DPRD yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai calon terpilih Pimpinan DPRD. Pasal 67 (1) Pimpinan DPRD mempunyai tugas : a. memimpin rapat-rapat dan menyimpulkan hasil rapat untuk mengambil keputusan. b. menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara Ketua dan Wakil Ketua. c. menjadi juru bicara DPRD. d. melaksanakan dan memasyarakatkan putusan DPRD. e. mengadakan konsultasi dengan Gubernur dan instansi Pemerintah lainnya sesuai dengan putusan DPRD. f. mewakili DPRD dan atau alat kelengkapan DPRD di pengadilan. g. melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. h. mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam Rapat Paripurna. (2) Pelaksanaan tugas Pimpinan DPRD dilakukan secara kolektif. (3) Apabila Ketua dan Wakil Ketua meninggal dunia, mengundurkan diri secara tertulis, tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara bersama-sama, maka tugas-tugas Pimpinan DPRD dilaksanakan oleh Pimpinan Sementara DPRD sebagaimana dimaksud pada Pasal 54. Pasal 68 (1) Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPRD memegang Pimpinan sehari-hari. (2) Wakil-wakil Ketua membantu Ketua dalam menyelesaikan kegiatan DPRD. (3) Apabila Ketua berhalangan, maka tugas kewajibannya dilakukan oleh Wakil Ketua yang ditunjuk oleh Ketua DPRD. (4) Pembagian tugas Ketua dan Wakil Ketua DPRD diatur dengan Keputusan Pimpinan DPRD. (5) Pimpinan mengatur sedemikian rupa sehingga setiap hari kerja sekurangkurangnya ada seorang Pimpinan DPRD yang mengkoordinasikan kegiatan DPRD di kantor.
22
Pasal 69 (1) Dalam hal salah seorang Pimpinan DPRD diberhentikan dari jabatannya, para pimpinan DPRD lainnya mengadakan musyawarah untuk menentukan pelaksana tugas sementara sampai terpilihnya pengganti definitif. (2) Dalam hal Pimpinan DPRD dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana serendah-rendahnya lima tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang belum mempunyai hukum tetap, Pimpinan DPRD yang bersangkutan tidak diperbolehkan melaksanakan tugas, memimpin rapat-rapat DPRD, dan menjadi juru bicara DPRD sebagaimana dimaksud pada Pasal 67 ayat (1). (3) Dalam hal Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dinyatakan bebas dari segala tuntutan hukum, Pimpinan DPRD melaksanakan kembali tugasnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 67 ayat (1). Bagian Kedua Kedudukan, Susunan dan Tugas Panitia Musyawarah Pasal 70 (1) Panitia Musyawarah merupakan Alat Kelengkapan DPRD bersifat tetap yang dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. (2) Pemilihan anggota Panitia Musyawarah ditetapkan setelah terbentuknya Fraksi, Pimpinan DPRD, Komisi-Komisi, dan Panitia Anggaran. (3) Panitia Musyawarah terdiri dari unsur-unsur Fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota secara proporsional 1 (satu) orang mewakili 3 (tiga) orang anggota dengan pembulatan ke atas. (4) Keanggotaan Panitia Musyawarah tidak boleh lebih dari setengah jumlah Anggota DPRD. (5) Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Pimpinan Panitia Musyawarah merangkap anggota. (6) Susunan keanggotaan Panitia Musyawarah ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna. (7) Masa penempatan keanggotaan Panitia Musyawarah, ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna atas usul Fraksi pada awal tahun anggaran. (8) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Panitia Musyawarah bukan anggota. Pasal 71 Panitia Musyawarah mempunyai tugas : a. memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja DPRD, diminta atau tidak diminta; b. menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD; c. memutuskan pilihan mengenai isi risalah rapat apabila timbul perbedaan pendapat; d. memberikan saran pendapat untuk memperlancar kegiatan; e. merekomendasikan pembentukan alat kelengkapan lain; f. bermusyawarah dengan Gubernur mengenai hal yang berkenaan dengan penetapan acara serta pelaksanaannya apabila dianggap perlu oleh DPRD atau oleh Gubernur.
23
Pasal 72 Setiap anggota Panitia Musyawarah wajib : a. mengadakan konsultasi dengan Fraksi-fraksi sebelum mengikuti rapat Panitia Musyawarah; b. menyampaikan pokok-pokok hasil rapat Panitia Musyawarah kepada Fraksi. Pasal 73 Sebelum Panitia Musyawarah terbentuk, tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 71 dilaksanakan oleh Pimpinan Sementara bersama Pimpinan Fraksi. Pasal 74 Apabila terjadi kekosongan anggota Panitia Musyawarah, maka penggantinya diserahkan kepada Fraksi-fraksi yang ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna. Bagian Ketiga Kedudukan, Susunan dan Tugas Komisi-Komisi Pasal 75 (1)
Komisi merupakan Alat Kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. (2) Setiap Anggota DPRD kecuali Pimpinan DPRD wajib menjadi anggota salah satu Komisi. (3) Jumlah Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah 4 (empat) Komisi. (4) Jumlah anggota setiap Komisi sedapat-dapatnya sama. (5) Penempatan Anggota DPRD dalam Komisi-komisi dan perpindahan ke Komisikomisi didasarkan atas usul Fraksinya. (6) Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi dipilih dari dan oleh anggota Komisi ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna. (7) Selama Pimpinan Komisi belum terbentuk, Komisi dipimpin oleh anggota yang tertua dan yang termuda usianya. (8) Masa penempatan anggota dalam Komisi dan perpindahan ke Komisi lain, ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna atas usul Fraksi pada awal tahun anggaran. (9) Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota Komisi yang digantikan. (10) Masa tugas Anggota DPRD dalam Komisi ditetapkan satu tahun. (11) Masa tugas Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi ditetapkan maksimal dua kali. Pasal 76 (1) Komisi DPRD sebagaimana dimaksud pada Pasal 75 ayat (3) terdiri dari Komisi I bidang Pemerintahan, Komisi II bidang Ekonomi dan Keuangan, Komisi III bidang Pembangunan, dan Komisi IV bidang Kesejahteraan Rakyat. (2) Ruang lingkup tugas masing-masing Komisi meliputi : a. Komisi I, bidang Pemerintahan 1) Pemerintahan 2) Ketentraman dan Ketertiban 3) Komunikasi dan Informasi (Kominfo)
24
4) Hukum Perundang-Undangan dan Hak Azazi Manusia (HAM) 5) Kepegawaian / Aparatur 6) Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat 7) Pertahanan Keamanan 8) Pertanahan 9) Pemberdayaan Masyarakat 10)Statistik 11)Kearsipan 12)Kantor Penghubung 13)Komisi Pemilihan Umum 14)Sekretariat DPRD b. Komisi II, bidang Ekonomi dan Keuangan 1) Perindustrian dan Perdagangan 2) Pertanian 3) Perikanan dan Kelautan 4) Peternakan 5) Perkebunan 6) Perpajakan 7) Pendapatan Daerah 8) Perlengkapan dan Aset Daerah 9) Keuangan Daerah 10)Kehutanan 11)Penanaman Modal, BUMD/BUMN (Perbankan, Perusahaan Daerah, Perusahaan Patungan). 12)Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Daerah 13)Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah c. Komisi III, bidang Pembangunan 1) Perencanaan Pembangunan Daerah 2) Prasarana Jalan 3) Pemberdayaan Sumber Daya Air 4) Tata Ruang dan Pemukiman 5) Perhubungan 6) Pertambangan dan Energi 7) Lingkungan hidup 8) Logistik 9) Badan Bimbingan Ketahanan Pangan 10)Tenaga kerja dan Transmigrasi d. Komisi IV, bidang Kesejahteraan Rakyat 1) Agama 2) Pariwisata, Budaya dan Adat Istiadat 3) Pendidikan 4) Ilmu Pengetahuan, Riset dan Teknologi 5) Pemuda dan Olahraga
25
6) Sosial 7) Kesehatan 8) Pemberdayaan Perempuan 9) Kependudukan dan Keluarga Berencana 10)Perpustakaan 11)Cagar Budaya dan Kepurbakalaan 12)Organisasi Kemasyarakatan/Lembaga Swadaya Masyarakat/Yayasan (3) Komisi dapat melakukan pertemuan dan koordinasi dengan mitra kerja bidang tugas komisi lain sepanjang sesuai dengan tugas dan fungsi komisi bersangkutan. Pasal 77 Komisi mempunyai tugas : a. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan daerah ; b. melakukan pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah, dan rancangan keputusan DPRD; c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan, pemerintahan, dan kemasyarakatan sesuai dengan bidang tugas Komisi masing-masing ; d. membantu Pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan oleh Gubernur dan masyarakat kepada DPRD; e. menerima, menampung dan membahas serta menindaklanjuti masyarakat ; f. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah ;
aspirasi
g. melakukan kunjungan kerja Komisi yang bersangkutan atas persetujuan Pimpinan DPRD; h. mengadakan rapat kerja dan dengar pendapat; i.
mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing Komisi;
j.
memberikan laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil pelaksanaan tugas Komisi;
k. mensinkronkan jadwal komisi dengan jadwal yang ditetapkan Panitia Musyawarah; l. membahas Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja perangkat daerah yang menjadi mitra kerja masing-masing komisi dalam pembicaraan pendahuluan rencana APBD; m. Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah dan DPRD terhadap hasil pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada huruf l. Bagian Keempat Kedudukan, Susunan dan Tugas Badan Kehormatan Pasal 78 (1) Badan Kehormatan merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap yang dibentuk dan ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD; (2) Anggota Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang yang dipilih dari dan oleh Anggota DPRD.
26
(3) Anggota Badan Kehormatan sebagaimana maksud ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul dari masingmasing Fraksi. (4) Pimpinan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota Badan Kehormatan. (5) Pimpinan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan diumumkan dalam Rapat Paripurna DPRD. (6) Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota Badan Kehormatan yang digantikan; (7) Masa tugas keanggotaan Badan kehormatan ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun dan dapat dipilih kembali; (8) Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibantu oleh Sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD. Pasal 79 Tata cara pemilihan anggota Badan Kehormatan diatur dengan Keputusan DPRD. Pasal 80 Badan Kehormatan mempunyai tugas : a. mengamati, mengevaluasi disiplin, etika, dan moral para Anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan Kode Etik DPRD; b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan Anggota DPRD terhadap peraturan Tata Tertib dan Kode Etik DPRD serta sumpah/janji; c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifkasi atas pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat dan atau pemilih; d. menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c sebagai rekomendasi untuk ditindak lanjuti oleh DPRD; dan e. menyampaikan rekomendasi kepada Pimpinan DPRD berupa rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti adanya pelanggaran yang dilakukan Anggota DPRD atas pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat dan atau pemilih. Pasal 81 Untuk melaksanakan tugasnya, Badan Kehormatan berwenang : a. memanggil anggota yang bersangkutan untuk memberikan penjelasan dan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan; dan b. meminta keterangan pelapor, saksi dan atau pihak-pihak lain yang terkait, termasuk untuk meminta dokumen atau bukti lain. Pasal 82 (1) Mekanisme pengaduan/pelaporan pelanggaran : a. pengaduan/pelaporan tentang dugaan adanya pelanggaran diajukan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD disertai identitas pelapor yang jelas dengan tembusan Badan Kehormatan b. pengaduan/pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dikesampingkan apabila tidak disertai dengan identitas pelapor yang jelas;
27
c. Pimpinan DPRD menyampaikan Kehormatan untuk ditindak lanjuti;
pengaduan/pelaporan
kepada
Badan
d. Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya pengaduan/pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, tidak disampaikan oleh Pimpinan DPRD, Badan Kehormatan dapat menindak lanjuti. (2) Mekanisme penelitian dan pemeriksaan pengaduan/pelaporan : a. Badan Kehormatan melakukan penelitian dan pemeriksaan pengaduan/pelaporan melalui permintaan keterangan dan penjelasan pelapor, saksi dan atau yang bersangkutan serta pemeriksaan dokumen atau bukti lain; b. Badan Kehormatan membuat kesimpulan hasil penelitian dan pemeriksaan dengan disertai berita acara penelitian dan pemeriksaan; c. Badan Kehormatan menyampaikan kesimpulan hasil penelitian dan pemeriksaan kepada Pimpinan DPRD untuk ditindak lanjuti dalam Rapat Paripurna DPRD; d. Rapat Paripurna DPRD dilaksanakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah kesimpulan sebagaimana dimaksud pada huruf b, diterima oleh Pimpinan DPRD; e. Rapat Paripurna DPRD dapat menyetujui atau menolak kesimpulan Badan Kehormatan; f. Apabila Rapat Paripurna DPRD menolak kesimpulan Badan Kehormatan dan menyatakan yang bersangkutan tidak bersalah, DPRD berkewajiban merehabilitasi nama baik yang bersangkutan secara tertulis dan disampaikan kepada yang bersangkutan, Pimpinan Fraksi dan Pimpinan Partai politik yang bersangkutan; (3) Pimpinan DPRD dan atau Badan Kehormatan menjamin kerahasiaan pelapor. Pasal 83 (1) DPRD menetapkan sanksi atau rehabilitasi terhadap anggota yang dilaporkan setelah mendengar pertimbangan dan penilaian dari Badan Kehormatan; (2) Sanksi yang diberikan dapat berupa teguran lisan atau teguran tertulis sampai dengan diberhentikan sebagai anggota sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; (3) Sanksi berupa teguran lisan dan teguran tertulis disampaikan oleh Pimpian DPRD kepada anggota yang bersangkutan dan disampaikan kepada Pimpinan Fraksi dan Pimpinan Partai Politik yang bersangkutan secara tertulis; dan (4) Sanksi berupa pemberhentian sebagai Anggota DPRD, diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Bagian Kelima Kedudukan, Susunan dan Tugas Panitia Anggaran Pasal 84 (1) Panitia Anggaran merupakan Alat Kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. (2) Panitia Anggaran terdiri dari Pimpinan DPRD, 1 (satu) orang wakil dari setiap Komisi dan utusan Fraksi yang tidak menjadi anggota Panitia Musyawarah. (3) Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil Ketua Panitia Anggaran merangkap anggota.
28
(4) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Panitia Anggaran bukan anggota. (5) Masa penempatan keanggotaan Panitia Anggaran ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna atas usul Fraksi pada awal tahun anggaran. (6) Susunan keanggotaan Panitia Anggaran dan perubahannya ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna. Pasal 85 Panitia Anggaran mempunyai tugas : a. bersama pemerintah daerah membahas kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan rencana kerja Pemerintah Daerah, selambatlambatnya bulan Juni tahun berjalan; b. membahas prioritas dan plafon anggaran sementara berdasarkan kebijakan umum APBD yang sudah disepakati bersama Pemerintah Daerah; c. memberikan saran dan pendapat kepada Gubernur dalam mempersiapkan Rancangan APBD selambat-lambatnya 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD berupa pokok-pokok pikiran DPRD; d. mensosialisasikan rencana APBD kepada masyarakat untuk mendapatkan masukan; e. memberikan saran dan pendapat kepada Gubernur dalam mempersiapkan penetapan, perubahan dan perhitungan APBD sebelum ditetapkan dalam Rapat Paripurna; f. menyelaraskan penyusunan rencana anggaran satuan kerja yang sudah dibahas dan direkomendasikan oleh komisi terkait; g. membahas laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis 6 (enam) bulan berikutnya bersama pemerintah daerah selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan; h. membahas penyesuaian APBD dengan perkembangan dan atau perubahan keadaan dalam rangka menyusun perkiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan; i.
memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai Rancangan APBD baik penetapan, perubahan dan perhitungan yang telah disampaikan oleh Gubernur;
j.
memberikan saran dan pendapat terhadap Rancangan APBD baik penetapan, perubahan dan perhitungan yang disampaikan oleh Gubernur kepada DPRD;
k. menyusun anggaran belanja DPRD dan memberikan saran terhadap penyusunan anggaran belanja Sekretariat DPRD. Bagian Keenam Kedudukan, Susunan dan Tugas Alat Kelengkapan Lain Pasal 86 (1) DPRD dapat membentuk alat kelengkapan lain yang diperlukan berupa Panitia Khusus atau bentuk lainnya atau Panitia Angket atas usul dan pendapat Anggota DPRD setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah, ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna. (2) Alat kelengkapan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tidak tetap.
29
(3) Anggota Panitia Khusus atau bentuk lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Komisi yang terkait. (4) Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Panitia Khusus atau bentuk lainnya dipilih dari dan oleh anggota. (5) Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Anggota Panitia Khusus atau bentuk lainnya ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna. (6) Kedudukan, Susunan dan Tugas Panitia Angket sebagaimana yang diatur pada Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28. Pasal
87
(1) Tugas Panitia Khusus ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna. (2) Hasil kerja Panitia Khusus disampaikan laporannya dalam Rapat Paripurna DPRD. B A B VIII PERSIDANGAN DAN RAPAT Bagian Pertama Ketentuan Umum Pasal 88 (1) Tahun persidangan DPRD dimulai pada tanggal 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember dan dibagi dalam tiga masa persidangan, yaitu : a. Masa Persidangan Pertama, 1 Januari sampai dengan 30 April ; b. Masa Persidangan Kedua, 1 Mei sampai dengan 31 Agustus; c. Masa Persidangan Ketiga, 1 September sampai dengan 31 Desember. (2) Masa persidangan meliputi masa sidang dan masa reses. (3) Setiap masa pesidangan kegiatan DPRD terdiri dari rapat, peninjauan dan kunjungan kerja. (4) Penutupan dan pembukaan masa persidangan dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD dengan susunan acara : a. pembacaan laporan tentang keadaan dan kegiatan DPRD selama masa persidangan yang bersangkutan oleh Sekretaris DPRD; b. penutupan masa persidangan yang lalu, sekaligus pembukaan masa persidangan berikutnya; c. sambutan Gubernur; d. pembacaan do’a. Pasal 89 (1) DPRD mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya enam kali dalam satu tahun. (2) Rapat-rapat dapat dilakukan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas permintaan sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) dari jumlah Anggota DPRD atau dalam hal tertentu atas permintaan Gubernur. (3) Hasil Rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Keputusan DPRD dan hasil rapat Pimpinan DPRD ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD.
30
(4) Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum. (5) Keputusan DPRD dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah ditetapkan. (6) DPRD mengadakan rapat atas undangan Ketua atau Wakil Ketua DPRD berdasarkan jadwal rapat yang telah ditetapkan oleh Panitia Musyawarah. (7) Setiap rapat dibuka dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim dan ditutup dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil’alamin. Bagian Kedua Jenis Rapat Pasal 90 Jenis rapat DPRD terdiri dari : a. Rapat Paripurna; b. Rapat Paripurna Istimewa; c. Rapat Paripurna Internal; d. Rapat Gabungan Pimpinan DPRD; e. Rapat Pimpinan DPRD; f. Rapat Panitia Musyawarah; g. Rapat Panitia Anggaran; h. Rapat Gabungan Komisi; i. Rapat Komisi; j. Rapat Badan Kehormatan; k. Rapat Alat Kelengkapan Lain; l. Rapat Kerja; m. Rapat Dengar Pendapat. n. Rapat Fraksi; Pasal 91 (1) Rapat Paripurna merupakan forum tertinggi rapat Anggota DPRD. (2) Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Ketua, atau Wakil Ketua DPRD. (3) Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diadakan dalam rangka melaksanakan wewenang dan tugas DPRD antara lain untuk menyetujui Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah dan menetapkan Keputusan DPRD. Pasal 92 Rapat Paripurna Istimewa merupakan rapat Anggota DPRD yang dipimpin oleh Ketua, atau Wakil Ketua DPRD untuk melaksanakan suatu acara tertentu dengan tidak mengambil Keputusan. Pasal 93 Rapat Paripurna Internal merupakan rapat Anggota DPRD yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD yang membahas hal-hal yang bersifat internal.
31
Pasal 94 Rapat Gabungan Pimpinan DPRD merupakan rapat Pimpinan DPRD dengan Pimpinan Komisi dan atau Pimpinan Fraksi merupakan rapat bersama yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD. Pasal 95 Rapat Pimpinan DPRD merupakan rapat unsur pimpinan DPRD yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD yang ditunjuk. Pasal 96 Rapat Panitia Musyawarah merupakan rapat anggota Panitia Musyawarah yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Panitia Musyawarah. Pasal 97 Rapat Panitia Anggaran merupakan Rapat angggota Panitia Anggaran yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Panitia Anggaran. Pasal 98 Rapat Gabungan Komisi merupakan rapat Komisi-komisi yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD. Pasal 99 Rapat Komisi merupakan Rapat anggota Komisi yang dipimpin oleh Ketua, Wakil Ketua atau Sekretaris Komisi. Pasal 100 Rapat Badan Kehormatan merupakan rapat anggota Badan Kehormatan yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan Kehormatan. Pasal 101 Rapat alat kelengkapan lain merupakan rapat anggota alat kelengkapan lain yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketuanya. Pasal 102 Rapat Kerja merupakan rapat antara DPRD/Panitia Anggaran/Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus dengan Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua yang bersangkutan. Pasal 103 Rapat Dengar Pendapat merupakan rapat antara DPRD/Komisi/Gabungan Komisi/alat kelengkapan lain dengan lembaga/badan/organisasi dan masyarakat baik secara berkelompok maupun perorangan, yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua yang bersangkutan. Pasal 104 Rapat Fraksi merupakan Rapat anggota Fraksi yang dipimpin oleh Ketua, Wakil Ketua atau Sekretaris Fraksi. Apabila Pimpinan Fraksi tidak ada, rapat dipimpin salah seorang anggota fraksi.
32
Bagian Ketiga Sifat Rapat Pasal 105 (1) Rapat Paripurna DPRD dinyatakan sah apabila dihadiri secara fisik dan menandatangani daftar hadir oleh : a. sekurang-kurangnya 3/4 (tiga per empat) dari jumlah Anggota DPRD untuk memutus usul DPRD mengenai pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur; b. sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota DPRD untuk memilih dan memberhentikan Pimpinan DPRD, dan untuk menetapkan Peraturan Daerah dan APBD; c. sekurang-kurangnya 1/2 (satu per dua) ditambah satu dari jumlah Anggota DPRD untuk Rapat Paripurna DPRD selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b. (2) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Anggota DPRD yang hadir. (3) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 1/2 (satu per dua) ditambah satu dari jumlah Anggota DPRD yang hadir. (4) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan suara terbanyak. (5) Sebelum mengambil putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Ayat (3) dan ayat (4) terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat. Pasal 106 Rapat-rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada Pasal 105, kecuali huruf a dan huruf b dinyatakan sah apabila dihadiri secara fisik lebih dari setengah anggota rapat yang bersangkutan. Pasal 107 (1) Rapat Paripurna DPRD dan Rapat Paripurna Istimewa DPRD bersifat terbuka. (2) Rapat Pimpinan DPRD dan Rapat Gabungan Pimpinan DPRD bersifat tertutup. (3) Rapat Paripurna Internal, Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi, Rapat Panitia Musyawarah, Rapat Panitia Anggaran, Rapat Panitia Khusus dan Rapat Badan Kehormatan bersifat tertutup kecuali apabila pimpinan rapat menyatakan terbuka. (4) Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat bersifat terbuka. (5) Rapat Fraksi sifatnya ditentukan oleh masing-masing Fraksi. Pasal 108 (1) Pembicaraan dalam rapat tertutup bersifat rahasia dan tidak boleh diumumkan. (2) Sifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus dipegang teguh oleh mereka yang mengetahui atau mendengar pembicaraan rapat tertutup tersebut.
33
Pasal 109 Rapat tertutup dapat mengambil Keputusan, kecuali mengenai : a. pemilihan Ketua dan atau Wakil Ketua DPRD; b. persetujuan Rancangan Peraturan Daerah c. APBD; d. penetapan, perubahan dan penghapusan pajak dan retribusi daerah; e. utang piutang, pinjaman dan pembebanan kepada Daerah; f. Badan Usaha Milik Daerah; g. penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya; h. persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai; i. kebijakan Tata Ruang; j. kerjasama antar daerah dan Internasional yang menyangkut kepentingan daerah; k. pemberhentian dan penggantian Ketua dan atau Wakil Ketua DPRD; l. penggantian antar waktu Anggota DPRD; m. usulan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur. n. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pasal 110 (1) Setiap rapat tertutup dibuat laporan tertulis tentang pembicaran yang dilakukan. (2) Dalam Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicantumkan dengan jelas mengenai sifat rapat yaitu “RAHASIA”. Pasal 111 (1) Hari kerja DPRD 5 (lima) hari dalam seminggu; Senin sampai dengan Jum’at kecuali hari libur. (2) Hari dan waktu rapat DPRD ; a. hari rapat ; 1) Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jum’at rapat-rapat DPRD dan rapat-rapat alat kelengkapan DPRD; 2) Jum’at, rapat Fraksi. b. waktu rapat 1) siang a) Senin sampai dengan Kamis, pukul 09.00 WIB – 16.00 WIB, istirahat pukul 12.00 Wib – 13.00 Wib; b) Jum’at, pukul 09.00 WIB – 16.30 WIB, istirahat pukul 12.00 Wib – 13.30 Wib; 2) malam, pukul 20.00 WIB – 23.00 WIB 3) Setiap masuk waktu shalat, rapat diskor untuk melaksanakan shalat. 4) Selama rapat berlangsung di dalam ruangan ber AC peserta rapat dan undangan dilarang merokok. (3) Hari dan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilaksanakan, kecuali Panitia Musyawarah dan atau forum rapat yang bersangkutan menentukan lain.
34
Pasal 112 (1) Tempat rapat dilakukan di gedung DPRD dengan ketentuan sebagai berikut : a. ruang utama gedung DPRD digunakan untuk Rapat Paripurna dan Rapat Paripurna Istimewa; b. ruang khusus digunakan untuk Rapat Paripurna Internal, Rapat Panitia Musyawarah, Rapat Panitia Anggaran, Rapat Gabungan Komisi, Rapat Kerja, Rapat Dengar Pendapat dan Rapat-rapat lain; c. rapat fraksi dilaksanakan di ruang fraksi atau ditempat lain yang ditentukan oleh fraksi; d. rapat Komisi dilaksanakan di ruang komisi. (2) Rapat-rapat dapat dilakukan di tempat lain setelah mendapat persetujuan Pimpinan DPRD. Bagian Keempat Tata Cara Rapat Pasal 113 (1) Sebelum menghadiri rapat setiap Anggota DPRD harus menandatangani daftar hadir yang telah disediakan. (2) Sebelum menghadiri Rapat Paripurna setiap Anggota DPRD harus menandatangani daftar hadir sesuai dengan fraksinya pada tempat yang telah disediakan. (3) Untuk para undangan, disediakan daftar hadir tersendiri. (4) Rapat dibuka oleh Pimpinan Rapat apabila quorum telah tercapai berdasarkan kehadiran secara fisik sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 dan Pasal 105. (5) Anggota DPRD yang hadir apabila memberitahukan kepada Pimpinan Rapat.
akan
meninggalkan
rapat,
harus
Pasal 114 (1) Apabila pada waktu yang telah ditentukan untuk pembukaan rapat, jumlah Anggota DPRD belum mencapai quorum, Pimpinan Rapat membuka dan sekaligus menunda rapat paling lama 2 (dua) kali masing-masing 1 (satu) jam. (2) Apabila qourum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), belum terpenuhi, pimpinan rapat dapat melanjutkan rapat dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah dari jumlah Anggota DPRD. (3) Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), qourum belum juga tercapai, pimpinan rapat menunda rapat paling lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh Panitia Musyawarah. (4) Setiap terjadi penundaan rapat, dibuat berita acara penundaan rapat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat. (5) Setelah rapat dibuka pimpinan rapat memberitahukan surat-surat masuk dan surat keluar yang dipandang perlu untuk diberitahukan atau dibahas dengan peserta rapat, kecuali surat-surat urusan rumah tangga DPRD.
35
Pasal 115 (1) Pimpinan rapat menutup rapat setelah semua acara yang ditetapkan selesai dibicarakan. (2) Apabila acara yang ditetapkan untuk suatu rapat belum terselesaikan, sedangkan waktu rapat telah berakhir, pimpinan rapat menunda penyelesaian acara tersebut untuk dibicarakan dalam rapat berikutnya atau meneruskan penyelesaian acara tersebut atas persetujuan rapat. (3) Pimpinan rapat mengemukakan pokok-pokok keputusan dan/atau kesimpulan yang dihasilkan oleh rapat sebelum menutup rapat. Pasal 116 Apabila Ketua DPRD berhalangan untuk memimpin rapat, rapat dipimpin oleh salah seorang Wakil Ketua DPRD dan apabila Ketua dan Wakil Ketua DPRD berhalangan, Pimpinan Rapat dipilih dari dan oleh peserta rapat yang hadir. Pasal
117
(1) Alat Kelengkapan DPRD, Fraksi atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan usul perubahan kepada Pimpinan DPRD mengenai acara yang telah ditetapkan oleh Panitia Musyawarah, baik mengenai perubahan waktu maupun mengenai masalah yang akan dibahas. (2) Usul perubahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dengan menyebutkan waktu dan masalah yang diusulkan selambat-lambatnya tiga hari sebelum acara rapat yang bersangkutan dilaksanakan. (3) Pimpinan DPRD mengajukan usul perubahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Panitia Musyawarah untuk segera dibicarakan. (4) Panitia Musyawarah membicarakan dan mengambil keputusan tentang usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3). (5) Apabila Panitia Musyawarah tidak dapat mengadakan rapat, Pimpinan DPRD menetapkan dan mengambil keputusan perubahan acara rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Pasal
118
(1) Dalam keadaan memaksa, Pimpinan DPRD, Pimpinan Fraksi, atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan usul perubahan tentang acara Rapat Paripurna yang sedang berlangsung. (2) Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera mengambil keputusan tentang usul perubahan acara tersebut. Bagian Kelima Tata Cara Pembicaraan Pasal 119 (1) Pimpinan rapat menjaga agar rapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Keputusan ini. (2) Pimpinan rapat hanya berbicara selaku pimpinan rapat untuk menjelaskan masalah yang menjadi pembicaraan, menunjukkan duduk persoalan yang sebenarnya, mengembalikan pembicaraan kepada pokok persoalan, dan menyimpulkan pembicaraan anggota rapat. (3) Apabila pimpinan rapat hendak berbicara selaku anggota rapat, untuk sementara pimpinan rapat diserahkan kepada pimpinan yang lain.
36
Pasal 120 (1) Sebelum berbicara, anggota rapat yang akan berbicara mendaftarkan namanya terlebih dahulu, dan pendaftaran tersebut dapat juga dilakukan oleh Fraksinya. (2) Anggota rapat yang belum mendaftarkan namanya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh berbicara, kecuali apabila menurut pendapat pimpinan rapat ada alasan yang dapat diterima. Pasal 121 (1) Giliran berbicara diatur oleh pimpinan rapat menurut urutan pendaftaran nama. (2) Anggota rapat berbicara ditempat yang telah disediakan setelah dipersilahkan oleh pimpinan rapat (3) Seorang anggota rapat yang berhalangan pada waktu mendapat giliran berbicara dapat digantikan oleh anggota rapat dari Fraksinya dengan sepengetahuan pimpinan rapat. (4) Pembicara dalam rapat tidak boleh diganggu selama berbicara. Pasal 122 (1) Pimpinan rapat dapat menentukan lamanya anggota rapat berbicara. (2) Pimpinan rapat memperingatkan dan memintanya supaya pembicara mengakhiri pembicaraan apabila seorang pembicara melampaui batas waktu yang telah ditentukan. Pasal 123 (1) Setiap waktu dapat diberikan kesempatan kepada anggota rapat melakukan interupsi untuk : a. meminta penjelasan tentang duduk persoalan sebenarnya mengenai masalah yang sedang dibicarakan; b. menjelaskan soal yang di dalam pembicaraan menyangkut diri dan atau tugasnya; c. mengajukan usul prosedur mengenai soal yang sedang dibicarakan; atau d. mengajukan usul agar rapat ditunda untuk sementara. (2) Pimpinan rapat dapat membatasi lamanya pembicaraan melakukan interupsi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memperingatkan dan menghentikan pembicara apabila interupsi tidak ada hubungannya dengan materi yang sedang dibicarakan. (3) Terhadap pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dapat diadakan pembahasan. (4) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d, untuk dapat dibahas harus mendapat persetujuan anggota rapat. Pasal 124 (1) Seorang pembicara tidak boleh menyimpang dari pokok pembicaraan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud pada Pasal 120. (2) Apabila seorang pembicara menurut pendapat pimpinan rapat menyimpang dari pokok pembicaraan, pimpinan rapat memperingatkannya dan meminta supaya pembicara kembali kepada pokok pembicaraan. Pasal 125 (1) Pimpinan rapat memperingatkan pembicara yang menggunakan kata-kata yang tidak layak, melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban rapat, atau menganjurkan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
37
(2) Pimpinan rapat meminta agar yang bersangkutan menghentikan perbuatan pembicara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan atau memberikan kesempatan kepadanya untuk menarik kembali kata-katanya dan menghentikan perbuatannya. (3) Apabila pembicara memenuhi permintaan pimpinan rapat, kata-kata pembicara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak pernah diucapkan dan tidak dimuat dalam risalah atau catatan rapat. Pasal 126 (1) Apabila seorang pembicara tidak memenuhi peringatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 122, pimpinan rapat melarang pembicara tersebut meneruskan pembicaraan dan perbuatannya. (2) Apabila larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masih juga tidak diindahkan oleh yang bersangkutan, pimpinan rapat meminta kepada yang bersangkutan meninggalkan rapat. (3) Apabila pembicara tersebut tidak mengindahkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pembicara tersebut dikeluarkan dengan paksa dari ruangan rapat atas perintah pimpinan rapat. Pasal 127 (1) Pimpinan Rapat dapat menutup atau menunda rapat apabila pimpinan rapat berpendapat bahwa rapat tidak mungkin dilanjutkan karena : a. ketentuan waktu rapat sebagaimana dimaksud pada Pasal 108 ayat (2) tidak memungkinkan lagi; b. terjadi peristiwa sebagaimana dimaksud pada Pasal 125 dan Pasal 126. (2) Lama penundaan rapat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh lebih dari 24 jam, kecuali diatur tersendiri dalam Keputusan ini. Bagian Keenam Risalah, Catatan dan Laporan Singkat Rapat Pasal 128 (1) Untuk setiap Rapat Paripurna, dibuat risalah yang ditandatangani oleh Pimpinan Rapat. (2) Risalah merupakan catatan Rapat Paripurna yang dibuat secara lengkap dan berisi seluruh jalannya pembicaraan yang dilakukan dalam rapat serta dilengkapi dengan catatan tentang : a. jenis dan sifat rapat; b. hari dan tanggal rapat; c. tempat rapat; d. acara rapat; e. waktu pembukaan dan penutupan rapat; f. ketua dan sekretaris rapat; g. jumlah dan nama anggota yang menandatangani daftar hadir; dan h. undangan yang hadir. (3) Sekretaris rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f adalah Sekretaris DPRD atau Pejabat dilingkungan Sekretariat DPRD yang ditunjuk untuk itu oleh Sekretaris DPRD.
38
Pasal 129 (1) Sekretaris rapat menyusun risalah untuk dibagikan kepada Anggota dan pihak yang bersangkutan setelah rapat selesai. (2) Risalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) hari setelah rapat disampaikan kepada anggota peserta rapat. Pasal 130 (1) Dalam setiap rapat DPRD kecuali Rapat Paripurna, dibuat catatan rapat dan laporan singkat yang ditandatangani oleh Pimpinan Rapat yang bersangkutan. (2) Catatan rapat sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat pokok pembicaraan, kesimpulan dan atau keputusan yang dihasilkan dalam rapat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta dilengkapi dengan catatan tentang hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2). (3) Laporan singkat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kesimpulan dan atau keputusan rapat. Pasal 131 (1) Sekretaris rapat secepatnya menyusun laporan singkat dan catatan rapat sementara untuk segera dibagikan kepada anggota dan pihak yang bersangkutan setelah rapat sebagaimana dimaksud pada Pasal 129 selesai. (2) Setiap anggota dan pihak yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mengadakan koreksi terhadap catatan rapat semetara dalam waktu dua hari sejak diterimanya catatan rapat sementara tersebut dan menyampaikannya kepada Sekretaris rapat yang bersangkutan. Pasal 132 (1) Dalam risalah, catatan rapat, dan laporan singkat mengenai rapat yang bersifat tertutup, harus dicantumkan dengan jelas kata “rahasia”. (2) Rapat yang bersifat tertutup dapat memutuskan bahwa suatu hal yang dibicarakan dan atau diputuskan dalam rapat itu tidak dimasukkan dalam risalah, catatan rapat, dan atau laporan singkat. Pasal 133 (1) Untuk keperluan penyusunan risalah rapat, catatan rapat, dan laporan singkat rapat, maka setiap pembicaraan dalam rapat direkam dengan alat perekam, kecuali pimpinan rapat menentukan lain. (2) Kaset rekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan sebagai dokumentasi. Bagian Ketujuh Undangan, Peninjau dan Wartawan Pasal 134 (1) Undangan rapat terdiri atas : a. mereka yang bukan Anggota DPRD yang hadir dalam rapat DPRD atas undangan Pimpinan DPRD; dan b. Anggota DPRD yang hadir dalam rapat alat kelengkapan DPRD atas undangan Pimpinan DPRD dan bukan anggota alat kelengkapan yang bersangkutan. (2) Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam rapat DPRD tanpa undangan Pimpinan DPRD dengan mendapatkan persetujuan dari Pimpinan DPRD atau Pimpinan Alat Kelengkapan yang bersangkutan.
39
(3) Undangan dapat berbicara dalam rapat atas persetujuan Pimpinan Rapat, tetapi tidak mempunyai hak suara. (4) Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara dan tidak boleh menyatakan sesuatu, baik dengan perkataan maupun dengan cara lain. (5) Untuk undangan, peninjau, dan wartawan disediakan tempat tersendiri. (6) Undangan, peninjau, dan wartawan wajib mentaati tata tertib rapat dan atau ketentuan lain yang diatur oleh DPRD. Pasal 135 (1) Apabila Gubernur berhalangan untuk menghadiri undangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 134 ayat (1) huruf a dapat diwakili oleh Wakil Gubernur atau Sekretaris Daerah. (2) Apabila Kepala Dinas/Badan/Kantor/Biro/Lembaga terkait lainnya berhalangan menghadiri undangan rapat sebagaimana dimaksud pada Pasal 134 ayat (1) huruf a dapat diwakili oleh pejabat setingkat dibawahnya. Pasal 136 (1) Pimpinan Rapat menjaga agar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 134 tetap dipatuhi. (2) Pimpinan Rapat dapat meminta agar undangan, peninjau, dan atau wartawan yang mengganggu ketertiban rapat meninggalkan ruang rapat dan apabila permintaan itu tidak diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa oleh petugas keamanan dari ruang rapat atas perintah pimpinan rapat. (3) Pimpinan Rapat dapat menutup atau menunda rapat tersebut apabila terjadi peristiwa, sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Lama penundaan rapat, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh lebih dari 24 jam, kecuali diatur tersendiri dalam Keputusan ini. Pasal 137 Surat undangan rapat sebagaimana dimaksud pada Pasal 134 ditandatangani oleh Ketua DPRD, apabila Ketua DPRD berhalangan undangan ditandatangani oleh salah seorang Wakil Ketua DPRD. Pasal 138 (1) Dalam menghadiri Rapat Paripurna, Pimpinan dan Anggota DPRD memakai pakaian : a. sipil harian dalam hal rapat direncanakan tidak akan mengambil keputusan DPRD; b. sipil resmi dalam hal rapat direncanakan akan mengambil keputusan DPRD. (2) Dalam menghadiri Rapat Paripurna Istimewa, Pimpinan dan Anggota DPRD memakai pakaian sipil lengkap dengan peci nasional dan bagi wanita berpakaian baju kurung/ muslimah/nasional. (3) Dalam menghadiri Rapat Paripurna Internal, Pimpinan dan Anggota DPRD memakai pakaian sipil harian. (4) Dalam hal melakukan kunjungan kerja atau peninjauan lapangan, Pimpinan dan Anggota DPRD memakai pakaian sipil harian atau pakaian sipil resmi. (5) Dalam melakukan tugas Dewan sehari-hari, Pimpinan dan Anggota DPRD memakai pakaian sipil harian atau pakaian sipil resmi atau kemeja lengan panjang/pendek pakai dasi.
40
(6) Setiap hari Jum’at Pimpinan dan Anggota DPRD berpakaian muslim dan muslimah bagi yang beragama Islam dan yang bagi beragama lainnya tidak terikat dan atau menyesuaikan. (7) Dalam hal acara-acara tertentu Pimpinan dan Anggota DPRD dapat memakai pakaian daerah. Pasal 139 Pakaian yang dipakai para undangan yang menghadiri rapat-rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada Pasal 138 menyesuaikan. B A B IX PENGAMBILAN KEPUTUSAN Bagian Pertama Tata Cara Pasal 140 (1) Pengambilan keputusan adalah proses penyelesaian akhir suatu masalah yang dibicarakan dalam setiap jenis rapat DPRD. (2) Keputusan rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa persetujuan atau penolakan. Pasal
141
(1) Pengambilan Keputusan dalam rapat DPRD diupayakan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat. (2) Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi karena adanya pendapat sebagian Anggota DPRD yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan Anggota DPRD lain, keputusan diambil berdasarkan pemungutan suara. (3) Setiap keputusan rapat DPRD baik berdasarkan musyawarah maupun berdasarkan pemungutan suara mengikat semua pihak yang terkait. Pasal
142
Setiap keputusan rapat DPRD, baik berdasarkan musyawarah maupun berdasarkan pemungutan suara harus dilengkapi daftar hadir dan risalah rapat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat. Pasal 143 (1) Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah dilakukan setelah Anggota DPRD yang hadir diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau saran dan dipandang cukup sebagai bahan penyelesaian masalah yang dimusyawarahkan. (2) Untuk dapat mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pimpinan rapat menyiapkan rancangan keputusan yang mencerminkan pendapat dalam rapat. Pasal 144 (1) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup. (2) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara terbuka dilakukan apabila menyangkut kebijakan. (3) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara tertutup dilakukan apabila menyangkut orang atau masalah lain yang dipandang perlu.
41
Pasal
145
(1) Pemberian suara secara terbuka untuk menyatakan setuju, menolak atau tidak menyatakan pilihan dilakukan oleh Anggota DPRD yang hadir dengan cara lisan, mengangkat tangan, berdiri, tertulis atau dengan cara lain yang disepakati oleh Anggota DPRD yang hadir. (2) Perhitungan suara dilakukan dengan menghitung secara langsung setiap Anggota DPRD. (3) Anggota DPRD yang meninggalkan ruang sidang dianggap telah hadir dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan. Bagian Kedua Kebijakan DPRD dan Penetapan Kebijakan DPRD Pasal
146
Kebijakan yang ditetapkan oleh DPRD, berbentuk Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD. Pasal 147 (1) Keputusan DPRD ditetapkan dalam Rapat Paripurna ditandatangani oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD yang memimpin rapat Paripurna tersebut. (2) Keputusan Pimpinan DPRD ditetapkan dalam Rapat Pimpinan dan ditandatangani oleh Ketua dan Wakil Ketua yang hadir dalam Rapat Pimpinan DPRD tersebut. BAB X PEMBAHASAN DAN PENETAPAN PERATURAN DAERAH Bagian Pertama Rancangan Peraturan Daerah Pasal 148 (1) DPRD memegang kekuasaan membentuk Peraturan Daerah. (2) Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari usul prakarsa DPRD atau Gubernur. (3) Rancangan Peraturan Daerah baik yang berasal dari DPRD atau Gubernur dibahas oleh DPRD dan Gubernur untuk mendapat persetujuan bersama. (4) Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Gubernur disampaikan kepada Pimpinan DPRD dengan surat Pengantar yang ditandatangani oleh Gubernur. (5) Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari usul prakarsa DPRD beserta penjelasannya disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD untuk selanjutnya disampaikan kepada Gubernur dengan Surat Pengantar. (6) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada seluruh Anggota DPRD selambatlambatnya tujuh hari sebelum Rancangan Peraturan Daerah tersebut dibahas dalam Rapat Paripurna. Pasal 149 Apabila dalam satu masa persidangan, DPRD dan Gubernur menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah Rancangan Peraturan Daerah yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan Rancangan Peraturan Daerah yang disampaikan oleh Gubernur digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
42
Bagian Kedua Tingkat Pembicaraan Pasal 150 (1) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dilakukan oleh DPRD bersama Pemerintah Daerah; (2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui 4 (empat) tahap pembicaraan, yaitu Tingkat Pertama, Tingkat Kedua, Tingkat Ketiga dan Tingkat Keempat, kecuali apabila Panitia Musyawarah menentukan lain. Pasal 151 Pembicaraan Tingkat Pertama meliputi : a. penjelasan Gubernur dalam Rapat Paripurna DPRD tentang penyampaian Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Gubernur; b. penjelasan dalam Rapat Paripurna oleh Pimpinan Komisi/Gabungan Komisi atau Pimpinan Panitia Khusus terhadap Rancangan Peraturan Daerah dan atau Perubahan Peraturan Daerah atas usul prakarsa DPRD. Pasal 152 Pembicaraan Tingkat Kedua meliputi : a. Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Gubernur : 1) pemandangan umum dari Fraksi-fraksi DPRD; 2) jawaban Gubernur terhadap Pemandangan Umum Fraksi-fraksi; b. Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah atas usul prakarsa DPRD : 1) pendapat Gubernur terhadap Rancangan Peraturan Daerah atas usul prakarsa DPRD; 2) jawaban dari Komisi/Gabungan Komisi atau Pimpinan Panitia Khusus terhadap pendapat Gubernur. Pasal 153 (1) Pembicaraan Tingkat Ketiga meliputi, pembahasan dalam rapat Komisi/Gabungan Komisi atau Rapat Alat Kelengkapan lain dilakukan bersama-sama dengan Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. (2) Pada pembicaraan Tingkat Ketiga, masyarakat dapat memberikan atau diminta untuk memberikan masukan baik secara lisan atau tertulis terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang sedang dibahas. Pasal 154 (1) Pembicaraan Tingkat Keempat merupakan Pengambilan Keputusan dalam Rapat Paripurna dengan urutan acara : a. laporan hasil pembicaraan tingkat ketiga; b. pendapat akhir Fraksi; c. pengambilan Keputusan; d. penandatanganan nota persetujuan bersama oleh Gubernur dan Pimpinan DPRD yang memimpin rapat; e. Sambutan Gubernur terhadap pengambilan Keputusaan. (2) Dalam hal waktu yang tidak memungkinkan Rapat Paripurna dapat ditunda paling lama 3 (tiga) hari. (3) Setelah penundaan sebagaimana tersebut pada ayat (2) Rapat Paripurna melanjutkan acara yang belum terlaksana.
43
Pasal
155
(1) Sebelum dilakukan pembicaraan sebagaimana dimaksud pada Pasal 151, Pasal 152, Pasal 153 dan Pasal 154 diadakan rapat Fraksi. (2) Panitia Musyawarah dapat menentukan bahwa pembicaraan Tingkat Ketiga dilakukan dalam Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi atau dalam Rapat Panitia Khusus. Bagian Ketiga Penarikan Kembali Rancangan Peraturan Daerah Pasal
156
(1) Rancangan Peraturan Daerah dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD dan Gubernur. (2) Rancangan Peraturan Daerah yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan Gubernur. (3) Penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh DPRD, dilakukan dengan keputusan Pimpinan DPRD dengan disertai alasan-alasan penarikannya. (4) Penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Gubernur, disampaikan dengan surat Gubernur disertai alasanalasan penarikannya. (5) Penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dalam rapat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah antara DPRD dan Gubernur dengan disertai persetujuan bersama. (6) Rancangan Peraturan Daerah yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi. Bagian Keempat Penetapan Peraturan Daerah Pasal
157
(1) Persetujuan DPRD terhadap Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah ditetapkan dengan Keputusan DPRD. (2) Persetujuan bersama Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah antara DPRD dengan Gubernur dituangkan dalam Nota Persetujuan Bersama yang ditanda tangani oleh Pimpinan DPRD yang memimpin rapat dan Gubernur. (3) Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Nota Persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dalam Rapat Paripurna Pengambilan Keputusan. (4) Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. (5) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
44
Pasal
158
(1) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 157 ayat (4) ditetapkan oleh Gubernur dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh hari sejak rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur. (2) Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Gubernur dalam waktu paling lambat tiga puluh hari sejak Rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui bersama, maka Rancangan Peraturan Daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib diundangkan. (3) Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi : Peraturan Daerah ini dinyatakan sah. (4) Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah ke dalam Lembaran Daerah. Pasal 159 (1) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 157 ayat (4) tidak boleh bertentangan dengan Kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan Peraturan Daerah lain. (2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah. (3) Peraturan Daerah yang berkaitan dengan APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Tata Ruang Daerah sebelum diundangkan dalam lembaran daerah harus dievaluasi oleh Pemerintah. (4) Peraturan Daerah yang bersifat mengatur setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah harus didaftarkan kepada Pemerintah. BAB
XI
PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Pasal 160 (1) Dalam rangka mempersiapkan Rancangan APBD Pemeritah Daerah bersamasama DPRD menyusun Kebijakan Umum APBD. (2) DPRD dan Pemerintah Daerah membahas konsep Kebijakan Umum APBD sehingga diperoleh kesepakatan. (3) Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam suatu Nota Kesepakatan yang ditanda tangani bersama oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD yang memimpin rapat pada saat itu dan Gubernur dalam Rapat Paripurna DPRD. Pasal 161 Berdasarkan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati sebagaimana yang dimaksud pada pasal 160 ayat (3), DPRD dengan Pemerintah Daerah membahas skala prioritas dan flafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap satuan kerja perangkat daerah.
45
Pasal 162 (1) Dalam rangka penyusunan rencana APBD, kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah tahun berikutnya. (2) Rencana kerja dan anggaran satuan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rencana APBD. Pasal 163 (1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD beserta lampirannya disampaikan oleh Gubernur kepada DPRD untuk disetujui bersama disertai dengan Nota Keuangan. (2) Panitia Musyawarah DPRD menetapkan jadwal pembahasan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (3) Sebelum Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas, DPRD mensosialisasikan kepada masyarakat untuk mendapatkan masukan. (4) Masukan dari masyarakat atas Rancangan Peraturan Daerah didokumentasikan dan dilampirkan pada Peraturan Daerah tentang APBD. (5) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan. (6) APBD sebagaimana dimaksud ayat (5) disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. (7) Apabila DPRD tidak menyetujui rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan pemerintah daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya. Pasal 164 (1) Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi : a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD; b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; dan c. keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan dalm tahun anggaran berjalan. (2) Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD. (3) Panitia Musyawarah DPRD menetapkan jadwal pembahasan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Pengambilan keputusan mengenai rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran berakhir. Pasal 165 (1) Gubernur menyampaikan rancangan Peraturan Daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
46
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan badan usaha milik daerah. (3) Panitia Musyawarah DPRD menetapkan jadwal pembahasan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Sebelum Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas, DPRD mensosialisasikan kepada masyarakat untuk mendapatkan masukan. (5) Masukan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) didokumentasikan dan dilampirkan pada Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD. (6) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD yang disetujui dengan Keputuan DPRD menjadi Peraturan Daerah, selanjutnya ditanda tangani oleh Gubernur paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Pasal 166 Proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penetapan APBD, Perubahan APBD dan Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dilakukan dalam empat tingkat pembicaraan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 151, Pasal 152, Pasal 153 dan Pasal 154. Pasal 167 (1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui bersama, sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. (2) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan Peraturan Daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. (3) Apabila hasil evaluasi tidak ditindak lanjuti oleh Gubernur dan DPRD dan Gubernur tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD menjadi Peraturan Daerah, Menteri Dalam Negeri membatalkan Peraturan Daerah dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya. Pasal 168 (1) Penyempurnaan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 167 ayat (2) dan ayat (3) dilakukan Gubernur bersama dengan Panitia Anggaran DPRD. (2) Hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pimpinan DPRD. (3) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana maksud pada ayat (2) dijadikan dasar penetapan Peraturan Daerah tentang APBD. (4) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan pada Rapat Paripurna DPRD berikutnya. (5) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Keputusan tersebut ditetapkan.
47
B A B XII ANGGARAN BELANJA DPRD DAN SEKRETARIAT DPRD Pasal
169
(1) Setiap tahun sebagai suatu unit kerja, DPRD menyusun Rencana Belanja DPRD tahun berikutnya yang mencerminkan Belanja DPRD dan Belanja Sekretariat DPRD dengan mempedomani peraturan perundang-undangan. (2) Rencana belanja DPRD dalam rangka mendukung kelancaran tugas, fungsi dan wewenang DPRD untuk tahun berikutnya disusun oleh Komisi dan Panitia Anggaran DPRD selambat-lambatnya bulan Agustus tahun anggaran berjalan. (3) Rencana belanja Sekretariat DPRD untuk tahun berikutnya disusun oleh Sekretariat DPRD selambat-lambatnya bulan Agustus tahun anggaran berjalan. (4) Rencana belanja DPRD dan Rencana belanja Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) selanjutnya disusun menjadi konsep Rencana Anggaran Satuan Kerja DPRD oleh Sekretariat DPRD, selambatlambatnya bulan September tahun anggaran berjalan. (5) Konsep Rencana Anggaran Satuan Kerja DPRD sebelum ditetapkan menjadi Rencana Anggaran Satuan Kerja DPRD dibicarakan bersama oleh Panitia Anggaran DPRD dengan Sekretariat DPRD. (6) Rencana Anggaran Satuan Kerja DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) selanjutnya disampaikan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk dibahas dalam rangka penyusunan Rencana APBD. Pasal 170 (1) Setiap tahun sebagai suatu unit kerja DPRD menyusun Rencana Perubahan Belanja DPRD tahun berjalan, yang mencerminkan perubahan belanja DPRD dan perubahan belanja Sekretariat DPRD dengan mempedomani peraturan perundang-undangan; (2) Rencana perubahan anggaran belanja DPRD dalam rangka mendukung tugas, fungsi dan wewenang DPRD untuk tahun berjalan disusun oleh Komisi dan Panitia Anggaran DPRD selambat-lambatnya bulan Juli tahun anggaran berjalan; (3) Rencana perubahan belanja Sekretariat DPRD untuk tahun berjalan disusun oleh Sekretariat DPRD selambat-lambatnya bulan Juli tahun anggaran berjalan; (4) Rencana perubahan belanja DPRD dan Rencana perubahan belanja Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) selanjutnya disusun menjadi konsep perubahan Rencana Anggaran Satuan Kerja DPRD oleh Sekretariat DPRD, selambat-lambatnya bulan Agustus tahun anggaran berjalan. (5) Konsep perubahan Rencana Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebelum ditetapkan menjadi Perubahan Rencana Anggaran Satuan Kerja DPRD dibicarakan bersama oleh Panitia Anggaran DPRD dengan Sekretariat DPRD. (6) Perubahan Rencana Anggaran Satuan Kerja DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) selanjutnya disampaikan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk dibahas dalam rangka penyusunan Rencana Perubahan APBD.
48
B A B XIII RESES DAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI Bagian Pertama Reses Pasal 171 (1) Reses dilaksanakan tiga kali dalam satu tahun, paling lama enam hari kerja dalam satu kali reses. (2) Reses dipergunakan untuk mengunjungi daerah pemilihan Anggota yang bersangkutan dan menyerap aspirasi masyarakat; (3) Setiap pelaksanaan reses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Anggota DPRD baik perorangan maupun kelompok wajib membuat laporan tertulis atas pelaksanaan tugasnya yang disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna; (4) Kegiatan dan jadwal acara reses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pimpinan DPRD setelah mendengar pertimbangan Panita Musyawarah. Bagian Kedua Kunjungan Kerja Komisi Pasal 172 (1) Kunjungan Kerja Komisi dapat dilaksanakan ke Kabupaten/Kota dalam Daerah paling lama 5 (lima) hari dalam satu bulan, setelah mendapat persetujuan dari Pimpinan DPRD. (2) Kunjungan Kerja Komisi dilaksanakan keluar Daerah sebanyak tiga kali dalam satu tahun masing-masing paling lama 8 (delapan) hari yang dilaksanakan pada masa persidangan Pertama, kedua dan Ketiga setelah mendapat pertimbangan Panitia Musyawarah dan ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD. (3) Kunjungan Kerja Komisi dapat dilaksanakan ke Luar Negeri dua kali dalam lima tahun, paling lama 14 (empat belas) hari setelah mendapat pertimbangan Panitia Musyawarah dan ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD. (4) Kunjungan Kerja Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilaksanakan setelah mendapat izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri. (5) Kunjungan Kerja Komisi lainnya dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan setelah mendapat persetujuan dari Pimpinan DPRD. (6) Kunjungan Kerja Komisi dapat diikuti Pimpinan DPRD yang mengkoordinatorinya. Pasal 173 Laporan hasil Kunjungan Kerja Komisi sebagaimana dimaksud pada Pasal 172 disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD; B AB
XIV
PENERIMAAN PENGADUAN DAN ASPIRASI MASYARAKAT Pasal 174 (1) Fraksi DPRD, Anggota DPRD dan alat kelengkapan DPRD berkewajiban menyerap, menghimpun, menampung dan menindak lanjuti pengaduan dan aspirasi masyarakat.
49
(2) Pengaduan dan aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pimpinan DPRD melalui Sekretariat DPRD. (3) Pimpinan DPRD setelah menerima pengaduan dan aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selanjutnya akan menyalurkan kepada Komisi dan atau Gabungan Komisi yang berkaitan dengan bidang tugasnya untuk ditindak lanjuti. (4) Hasil pembahasan pengaduan atau penyampaian aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat laporan tindak lanjutnya untuk disampaikan kepada Pimpinan DPRD dan Pimpinan DPRD meneruskan kepada Pemerintah Daerah atau pihak terkait. BAB
XV
KEKEBALAN, LARANGAN DAN PENYIDIKAN TERHADAP ANGGOTA DPRD Bagian Pertama Kekebalan Pasal 175 (1) Anggota DPRD tidak dapat dituntut dihadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan dan atau pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPRD, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik DPRD. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal Anggota DPRD yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman rahasia negara dalam buku kedua Bab I Kitab Undangundang Hukum Pidana. (3) Anggota DPRD tidak dapat diganti antar waktu karena pernyataan, pertanyaan dan atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat DPRD. Bagian Kedua Larangan Pasal 176 (1) Anggota DPRD tidak boleh merangkap jabatan sebagai : a. pejabat negara lainnya; b. hakim pada badan peradilan; c. pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau Badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD. (2) Anggota DPRD tidak boleh melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktek dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai Anggota DPRD. (3) Anggota DPRD yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melepaskan pekerjaan tersebut selama menjadi Anggota DPRD. (4) Anggota DPRD tidak boleh melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. (5) Anggota DPRD yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diusulkan pemberhentiannya oleh pimpinan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Kehormatan.
50
Bagian Ketiga Penyelidikan Pasal 177 (1) Dalam hal seorang Anggota DPRD diduga melakukan perbuatan pidana, maka pemanggilan, permintaan keterangan dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri, atas nama Presiden. (2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak diterimnya permohonan proses penyidikan dapat dilanjutkan; (3) Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan diperlukan persetujuan tertulis dari pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara. (5) Setelah tindakan pada ayat (4) dilakukan, harus dilaporkan kepada pejabat yang berwenang agar memberikan izin selambat-lambatnya dalam 2 x 24 jam. (6) Selama Anggota DPRD menjalani proses penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di depan pengadilan, yang bersangkutan tetap menerima hak-hak keuangan dan administrasi sampai dengan adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. B A B XVI KODE ETIK DPRD Pasal 178 (1) DPRD wajib menyusun Kode Etik berupa norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan peraturan prilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh Anggota DPRD. (2) Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas Anggota DPRD dalam melaksanakan dan menjalankan tugas dan wewenangnya. (3) Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya meliputi : a. pengertian Kode Etik; b. tujuan Kode Etik; c. pengaturan sikap, tata kerja dan tata hubungan antar penyelenggara Pemerintah Daerah dan antar anggota, serta antara Anggota DPRD dan pihak lain; d. hal yang baik dan sepantasnya dilakukan oleh Anggota DPRD e. etika dalam penyampaian pendapat, tanggapan, jawaban, sanggahan; dan f. sanksi dan rehabilitasi.
51
Pasal 179 Kode Etik DPRD akan diatur tersendiri yang ditetapkan dengan Keputusan DPRD. B A B XVII SEKRETARIAT DPRD Pasal 180 (1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPRD dibentuk Sekretariat DPRD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan personilnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil. (2) Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Sekretaris yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Gubernur atas pertimbangan Pimpinan DPRD; (3) Pertimbangan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada memperhatikan jenjang kepangkatan, kemampuan dan pengalaman.
ayat
(2),
(4) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi kesekretariatan dan administrasi keuangan DPRD, mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, dan mengkoordinir serta menyediakan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. (5) Penyediaan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Pimpinan DPRD. (6) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Pasal 181 (1) Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Sekretaris DPRD dibantu oleh Kepala Bagian, Kelompok Fungsional, Pakar/tenaga Ahli, Kepala Sub Bagian dan Staf sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Sebagai pembantu Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara birokrasi: a. Kepala Bagian, Kelompok Fungsional dan Kelompok Pakar/Tenaga Ahli bertanggung jawab kepada Sekretaris DPRD; b. Kepala Sub Bagian bertanggungjawab kepada Kepala Bagian; c. Staf bertanggung jawab kepada Kepala Sub Bagian. (3) Sekretaris DPRD berkewajiban untuk mengkoordinasikan, membina, mengembangkan, mengatur dan mengawasi Kepala Bagian, Kelompok Fungsional, Pakar/tenaga Ahli, Kepala Sub Bagian dan Staf sesuai dengan peraturan perundang-undangan. B A B XVIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 182 Pimpinan DPRD yang telah terpilih dan diresmikan pengangkatannya tetap melaksanakan tugas sebagai Pimpinan sampai berakhir masa jabatan.
52
Pasal 183 Alat Kelengkapan DPRD; Komisi, Panitia Anggaran, Panitia Musyawarah dan alat kelengkapan lainnya tetap berlaku, sampai dibentuk alat kelengkapan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib ini. B A B XIX KETENTUAN PENUTUP Pasal 184 Pada saat berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 28/SB/2004 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 185 Hal lain yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan DPRD. Pasal 186 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di P a d a n g Pada tanggal 2 Februari 2006 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT WAKIL KETUA,
MASFUL
53