Saluran Komunikasi Lokal dalam Pertukaran Inovasi Teknologi Pertanian: Kajian Antropologi dalam Komunitas Petani di Berastagi Sri Alem Br.Sembiring,M.Si1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana petani-petani di Tanah Karo, khususnya di Wilayah Berastagi melakukan pertukaran informasi mengenai segala hal yang berhubungan dengan kegiatan pertanian mereka. Secara khusus tulisan ini akan memfokus kepada pembahasan mengenai pemanfaatan saluran komunikasi lokal dalam pertukaran informasi dan penemuan-penemuan baru (inovasi) dalam bidang pertanian tersebut. Penekanan penting pada aspek komunikasi lokal dalam tulisan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan. Menurut Mundy dan Compton (1995:112-123), disebutkan bahwa perhatian-perhatian kepada komunikasi tradisional atau komunikasi lokal (‘indigenous communication’) cendrerung diabaikan oleh beberapa kalangan ilmuwan sosial dibandingkan dengan perhatian kepada pengetahuan lokal (‘indigenous knowledge’) 2. Sehubungan dengan hal ini, komentar lain juga diberikan oleh Wang (1982). Menururt Wang (1982) dan CIKARD (1988), pengabaian perhatian kepada komunikasi lokal (‘indigenous communication’) ini dapat terjadi walaupun defenisi-defenisi mengenai pengetahuan lokal ('indigenous knowledge') itu sendiri diartikan sebagai himpunan pengalaman dan disalurkan melalui informasi dari satu generasi kepada generasi berikutnya dalam suatu kelompok masyarakat. Defenisi ini menekankan perhatian pada 'enkulturasi'; bagaimana pengetahuan dihimpun dan dibagikan dalam masyarakat-masyarakat lokal. Dalam proses ini menurut Dobb (1960), masyarakat telah mengembangkan cara-cara penyebaran informasi dari orang ke orang. Dari pengertian di atas terlihat bahwa komunikasi merupakan salah satu dari beberapa proses penting dan mendasar untuk keberlanjutan dan penyebaran suatu pengetahuan dan budaya (Mundy dan Compton 1995: 112). Dengan demikian, penulis berkeyakinan bahwa akan sangat bermanfaat jika melakukan kajian yang lebih mendalam untuk mencermati bagaimana informasi itu dipertukarkan dari suatu 1
Tulisan ini merupakan hasil penelitian penulis di Kota Berastagi selama 6 bulan pada Tahun 2000-2001 dalam rangka penyususnan thesis magister pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia-Program Studi Antropologi. 2 Penulis juga telah menerbitkan karya ilmiah sebelumnya pada tahun 1999 dengan judul Pentingnya Perhatian Kepada ‘Indigenous Communication’ Selain Kepada ‘Indigenous Knowledge’. Karya terdahulu tersebut sifatnya lebih teoritis. Berbeda dengan tulisan ini yang lebih merupakan hasil studi lapangan (‘field work’) untuk melihat aplikasi langsung di tengah-tengah suatu komun itas petani bagaimana saluran dan sarana komunikasi lokal itu dimanfaatkan dalam pertukaran informasi dalam kehidupan mereka sehari-hari.
2002 digitized by USU digital library
1
individu ke individu lainnya atau dari suatu kelompok komunitas ke kelompok komunitas lainnya. Tulisan ini merupakan hasil penelitian penulis tentang bagaimana saluran komunikasi lokal itu dimanfaatkan dalam pertukaran informasi mengenai teknologi inovasi dan segala hal yang berhubungan dengan kegiatan pertanian, khususnya praktik tanam campuran di antara sesama petani hortikultura di Berastagi, khususnya di Desa Gurusinga. B. Saluran Komunikasi dan Hubungan Sosial Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pertukaran informasi yang memanfaatkan saluran komunikasi lokal , penulis terlebih dahulu ingin mengajak pembaca untuk memperluas cakrawala berfikir mengenai beberapa hal yang terkait erat dengan pertukaran informasi dan saluran komunikasi lokal itu. Salah satu hal penting yang perlu dipahami adalah bahwa dalam pertukaran informasi itu, komunitas petani yang menjadi subjek penelitian ini cenderung memanfaatkan hubungan-hubungan sosial di antara mereka. Hubungan-hubungan sosial tersebut cenderung merupakan hubungan-hubungan yang sifatnya tidak formal. Menurut beberapa petani yang menjadi informan dalam penelitian ini, hubungan sosial yang tidak formal ini membuat mereka merasa lebih nyaman secara psikologis untuk saling bertukar informasi dan bertukar pikiran. Beberapa petani lain bahkan mengatakan bahwa kedekatan hubungan sosial non formal ini membuat mereka merasa lebih nyaman untuk bertukar informasi yang bersifat rahasia mengenai kegiatan cocok tanam mereka. Dalam kehidupan pertanian mereka, kerahasiaan beberapa informasi tertentu diperlukan untuk menjaga agar keahlian dan keberhasilan beberapa perawatan tanaman tertentu tetap dapat dikuasai oleh beberapa kelompok kerabat tertentu sebagai gengsi atau prestise bagi kelompok mereka 3. Beberapa kelompok kerabat tertentu cenderung memiliki suatu keahlian dalam merawat tanaman tertentu. Informasi rahasia ini hanya beredar di antara sesama warga petani yang saling berkerabat dan saling mempercayai. Penulis juga menemukan dari hasil studi lapangan bahwa peredaran informasi itu dapat juga terjadi di antara sesama petani dan yang bukan petani. Mereka yang bukan petani adalah merupakan orangorang yang memiliki hubungan dengan kegiatan pertanian mereka. Orang-orang tersebut adalah mereka yang bekerja sebagai buruh tani, penjual pupuk dan pestisida, pedagang perantara, supir bus, pemilik warung kopi, atau para tokeh pemborong hasil pertanian mereka. Para petani itu cenderung membina hubungan-hubungan baik dengan subjeksubjek ini untuk berbagai tujuan tertentu demi keberhasilan penanaman dan kelancaran distribusi hasil panen. C. Hubungan-Hubungan Sosial Petani
3
Penulis akan membuat sebuah karya tulis tersendiri mengenai bagaimana ruang gerak kompetisi di antara petani dalam tulisan selanjutnya
2002 digitized by USU digital library
2
Dalam kehidupan pedesaan, hubungan-hubungan sosial di antara petani yang berpengaruh terhadap praktik tanam campuran mereka adalah hubungan-hubungan yang bersifat tidak formal. Walaupun di desa ini juga terdapat beberapa bentuk hubungan lain yang teroprganisasi secara formal. Beberapa organisaasi tersebut adalah organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan ataupun organisasi sosial-ekonomi. Organisai keagamaan berupa beberapa kelompok perkumpulan gereja, kelompok pengajian dan remaja mesjid. Sementara, oraganisasi kepemudaan yang dimaksud adalah karang taruna. Organisasi sosial yang ada meliputi, kegiatan PKK, koperasi dan kelompok tani. Menurut petani, pertemuan-pertemuan dalam kegiatan ini hanya membicarakan agenda rutin saja, tanpa membicarakan hal-hal menegai pertanian. Kalaupun berbicara mengenai pertanian, hanya membicarakan hal yang bersifat umum. Misalnya, apa yang sekarang di tanam, berapa harga terbaru, tanpa ada diskusi atau pembahasan mengenai hal-hal tertentu. Hubungan-hubungan sosial tidak formal ini tidak memiliki namanama tertentu atau penyebutan khusus. Penyebutan yang digunakan bervariasi. Setiap petani dapat mempunyai suatu penyebutan atau istilah khsusus untuk hubungan sosial yang dibinanya, apakah hubungan itu dengan kelompok kerabat atau keluarganya, ataukah hubungan itu dengan pihak lain yang bukan kelompok kerabatnya. Salah seorang informan dalam penelitian ini, yaitu Pak SG (40 tahun) menyebutnya dengan istilah konco (teman karib/setia). Beberapa petani lain menyebutnya teman arih (teman tukar pikiran), atau temanta sedalanen (teman sejalan). Sarana atau media penting bagi pengembangan hubungan ini secara umum adalah kedai kopi, selain langsung ke rumah-rumah petani lain yang menjadi konco mereka. Kedai kopi menjadi sarana penting bagi para kaum pria, karena di kedai inilah tempat mereka berkupul apabila mereka memiliki waktu luang. Pada pagi hari sebelum pergi ke ladang, kedai ini akan dikunjungi para petani. Pada sore hari, pengunjungnya bertambah dari kalangan pegawai. Sarana lain tempat hubungan ini dapat berlangsung, antara lain adalah di ladang-ladang petani, di pasar, atau bahkan dalam perjalanan di bus antar desa.Dalam hubungan ini, petani mengembangkan suatu kelompok kerjasama di antara mereka. Hubungan itu dikembangkan dalam bentuk hubungan pinjam-meminjam dan pertukaran informasi. C.1. Hubungan Pinjam-meminjam. Hubungan pinjam-meminjam yang dikembangkan penduduk adalah pinjam-meminjam bibit, tenaga kerja, pupuk dan pestisida, dan uang. Hubungan pinjam-meminjam tenaga kerja biasanya dilakukan petani dengan beberapa pertimbangan, antara lain; mahalnya biaya buruh tani, sulitnya mencari buruh tani secara tiba-tiba, atau tidak yakin akan kualitas kerja buruh tani. Tenaga kerja yang dipinjam adalah dari beberapa anak-anak remaja atau dewasa, sehingga, ladang mereka masih dapat dikerjakan oleh orang tuanya. Pinjam-meminjam tenaga kerja ini akan terjadi secara timbal balik antara beberapa keluarga yang sama, dan masih merupakan kerabat
2002 digitized by USU digital library
3
dekat. Permohonan bantuan tenaga kerja ini juga harus disesuaikan dengan jadwal kerja dari anak-anak remaja dan dewasa tersebut di keluarga mereka masing-masing. Namun sering terjadi, bantuan itu akan tetap diberikan walaupun si orang tua merasa pengerjaan untuk ladangnya sendiri memerlukan tenaga anak tersebut. Beberapa alasan dikemukakan penduduk, seperti Ibu SG (45 tahun) yang mengatakan bahwa dia mengijinkan anaknya bekerja satu atau dua hari di ladang kerabatnya tersebut, karena alasan hubungan kekerabatan dan balas jasa. Beliau juga berharap agar nantinya dia juga mendapat bantuan yang sama, walaupun bukan untuk kegiatan ladang. Peminjaman tenaga kerja biasanya terjadi untuk beberapa kegiatan, seperti; menimbun tanaman kentang yang sudah mulai tinggi (tutup kaki kentang), memanen kentang, tutup kaki kol, kol bunga, membuat lereng-lereng tanaman, memanen kol, dan beberapa kegiatan lainnya. Tenaga kerja yang dipinjam ini dapat dibayar atau tidak dibayar. Biasanya, si petani peminjam tenaga kerja juga akan membayar tenaga kerja yang dipinjam ini sesuai dengan gaji buruh tani atau sesuai dengan kesanggupannya. Namun, tidk ada patokan harga khusus untuk peminjaman tenaga kerja antar kerabat ini. Berbeda dengan penggunaan tenaga buruh tani. Seorang penyewa buruh tani harus membayar upah sebesar Rp 12.500 sampai berkisar Rp 15.000,- per hari, dengan jam kerja berkisar delapan hingga sembilan jam dalam satu hari termasuk waktu istirahat dan makan siang.. Hubungan kerja yang ditetapkan adalah oleh si pemilik lahan adalah hubungan antara buruh dan majikan. Petani juga melakukan hubungan pinjam-meminjam atau saling membeli bibit tanaman. Hubungan ini cenderung terjadi antar kerabat dekat yang melakukan kegiatan praktik tanam campuran. Bibit yang dipinjam atau dibeli adalah bibit dalam bentuk biji. Si pembeli atau peminjam akan menyemai bibit tersebut di ladangnya sendiri. Bentuk hubungan lainnya adalah pembelian dalam bentuk telah menjadi anak tanaman. Dalam hal ini, si peminjam terlebih dahulu telah memesan bibit kepada pemiliknya dan si pemilik bibit yang melakukan penyemaian. Si pembeli akan memilih anak tanaman dari lokasi penyemaian. Pemesanan anak tanaman ini dipilih beberapa petani karena si pemilik bibit adalah orang yang terkenal ahli dalam tanaman tersebut. Beberapa petani mengalami bahwa apabila mereka tidak mahir melakukannya, maka bibit tidak akan dapat tumbuh dengan baik. Bagi beberapa kerabat dekat, mereka tidak perlu membayar untuk peminjaman atau pembelian bibit tanaman ini. Peminjaman atau pembelian bibit ini, dapat terjadi antara sesama penduduk atau dengan penduduk dari desa lain. Ibu SG (50 tahun) misalnya, dia meminjam bibit daun bawang dan kol bunga dari kerabatnya di Desa Keling (Ibu B) yang terkenal dengan tanaman daun bawang. Kerabatnya tersebut juga dikenal ahli di desa mereka dalam pembibitan anak tanaman kembang kol. Sebaliknya, Ibu B juga meminjam bibit kentang dari Ibu SG. Bentuk hubungan lain adalah peminjaman pupuk dan pestisida. Peminjaman dapat dilakukan antara petani dan pemilik kios pupuk dan pestisida. Apabila peminjaman itu dilakukan dengan pemilik kios yang berasal dari desa Gurusinga, maka peminjaman akan berhasil apabila si
2002 digitized by USU digital library
4
peminjam adalah kerabat dekat dan dapat dipercaya. Peminjaman pupuk dan pestisida juga dapt dilakukan dengan pemilik kios lain yang merrupakan langganan tetap si petani di Berastagi. Peminjaman yang dimaksud dalam hal ini adalah hutang. Seorang petani diperbolehkan untuk tidak melunasi biaya pembelian pupuk dan pestisidanya. Pelunasan sisa biaya pembelian dapat dilakukan apabila tanaman tersebut telah dipanen dan dijual ke pasar. Apabila hasil panen itu merugi, maka pelunasan biaya peminjam pupuk dan petisida dapat berlangsung terus untuk waktu tanam berikutnya. Bahkan, si petani masih diperbolehkan meminjam untuk kedua kalinya bagi tanaman berikutnya yang akan ditanam. Sementara itu, peminjaman uang juga terjadi di antara sesama penduduk di desa Gurusinga. Namun, hal ini sangat jarang dilakukan untuk keperluan hidup sehari-hari. Peminjaman uang akan dilakukan apabila si petani sangat membutuhkan uang tunai dalam jumlah besar secara tiba-tiba. Atau, si petani mengalami kegagalan panen untuk hampir semua jenis tanamannya. Menurut beberapa petani, salah satu di antaranya adalah Pak Sm (62 tahun), peminjaman uang cenderung dilakukan petani dengan pemilik kedai kopi di desa mereka. Peminjaman uang akan berhasil apabila si petani peminjam adalah langganan di kedai kopi tersebut. Lebih lanjut, Pak Sm menjelaskan bahwa setiap penduduk cenderung memiliki kedai kopi langganan, dan jarang sekali pindah untuk minum kopi/teh, atau mengobrol di kedai kopi lain. Salah satu tujuannya adalah agar dapat meminjam uang apabila sangat diperlukan. Unsur kepercayaan dan loyalitas menjadi penting dalam hal ini. Peminjaman ini sampai pada jumlah tertentu tidak menggunakan boroh atau barang gadai. Demikian juga hubungan kerjasama dengan pedagang pemilik (supir) jasa angkutan. Hubungan itu biasanya mengenai masalah penyewaan angkutan untuk pendistribusian hasil ladang dan waktu pembayaran sewa angkutan. Apabila si petani memiliki hubungan baik dan membuat perjanjian tertentu dengan supir bus atau pick up, maka si supir jasa angkutan akan memberi informasi waktu terbaik untuk menjual tanaman ke pasar atau waktu ‘melepas’ barang apabila telah berada di pasar. Waktu penjualan yang dimaksud adalah, pada hari apa sebaiknya petani menjual tanamannya yang telah siap di panen. Sedangkan waktu ‘melepas’ yang dimaksudkan adalah pada saat kapan hasil panen itu dijual kepada pedagang perantara apabila telah berada di pasar; apakah menunggu sore hari, atau beberapa jam lagi, atau segera menjual saat ini juga karena kemungkinan besar harga akan menjadi lebih murah apabila hari semakin sore. Informasi ini sangat diperlukan si petani karena adanya perubahan harga yang dapat terjadi begitu cepat di pasar dalam hari yang sama. Supir bus ini biasanya akan mengetahui apakah hasil tanaman dari desa lain masih banyak yang akan dibawa ke pasar atau tida, atau hasil komoditi apa yang akan banyak di jual hari ini di pasar. Pengetahuan ini dapat diperoleh supir bus atas kerjasama mereka sesama supir angutan, dan mereka juga telah mengenal hampir seluruh tukang timbang dan pedagang perantara di pasar.
2002 digitized by USU digital library
5
Sementara itu, hubungan petani dengan pedagang perantara di desa mereka, biasanya terjadi hanya sebatas hubungan informasi. Namun, beberapa petani yang lokasi tempat tinggalnya dekat dengan gudang pengepakan hasil komoditi untuk ekspor akan memperoleh beberapa manfaat langsung. Petani dapat membuat suatu hubungan kerja yang lebih terikat dengan pedagang perantara (agen) tersebut. Hubungan itu berupa perjanjian antara si agen dan petani, dimana petani diwajibkan untuk menjual setiap kualitas terbaik dari komoditas tertentu kepada si agen. Sebagai keuntungannya, petani akan memperoleh harga yang lebih tinggi di atas harga rata-rata yang berlaku pada saat transaksi itu terjadi. Beberapa petani lain juga melakukan hal yang sama dengan beberapa p[edagang perantara lain di pasar induk Berastagi. Mereka memberikan penyebutan untuk pedagang perantara itu dengan istilah perkoper. Menurut mererka, mereka tidak menenam jenis-jenis tanaman untuk kebutuhan ekspor, sehingga mereka tidak perlu melakukan atau membina hubungan dengan para agen tersebut. C.2. Pertukaran Informasi Hubungan-hubungan kerjasama yang dikembangkan petani ini juga merupakan salah satu sarana bagi petani untuk saling betukar informasi mengenai segala hal yang berhubungan dengan praktik tanam campuran mereka. Pertukaran iformasi itu sendiri dapat terjadi di mana saja, apakah di kedai kopi pada saat mereka minum kopi, di bus dalam perjalanan menuju pasar, di ladang-ladang mereka dalam waktu senggang, atau kunjungan ke rumah-rumah. Materi yang diperbincangkan dapat mengenai segala hal, tidak hanya mengenai bentuk peminjaman bibit, tenaga kerja, peminjaman pupuk atau peminjaman uang. Namun secara umum, mereka akan membahas mengenai perkembangan harga hari ini, penyakit tanaman mereka masing-masing, pupuk dan pestisida yang mereka gunakan dan perkembangan tanaman mereka. Petani-petani akan menseleksi lagi beberapa kerabat dekat mereka untuk pertukaran informasi tertentu. Misalnya Ibu SG (50 tahun), beliau merupakan salah seorang informan dalam penelitian ini. Ibu SG ini lebih memilih bertukar informasi mengenai tanaman daun prei dan kubis bunga dengan kerabatnya Ibu JP (55 tahun). Sementara Ibu AG akan memilih meminjam tenaga kerja dari kerabatnya Ibu SG (50 tahun), dan memilih bertukar informasi dengan kerabat lainnya Pak SG (40 tahun). Seleksi yang dilakukan petani untuk memilih dengan siapa mereka bertukar informasi didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertimbangan tersebut dapat berdasarkan keahlian si petani lain tersebut, atau berdasarkan ‘kedekatan’ hubungan baik di antara mereka. Jadi dalam hal ini hubungan kekerabatan yang sangt dekat pun belum tentu dijadikan alasan untuk memilih teman bertukar informasi. Adakalanya petani juga memilih orang lain yang bukan kerabat mereka. Walaupun mereka bukan kerabat, tetapi mereka mempunyai kepentingan yang saling menguntungkan. Dalam hal ini, petani akan memilih pemilik kios pupuk atau obat, khusus mengenai kebutuhannya akan pupuk dan obat. Atau, si petani akan memilih pedagang perantara X atau Y, karena mereka dapat saling menguntungkan dalam perjanjian dagang. Alasanalasan inilah yang disebut petani dengan sebutan konco (teman karib/setia), teman arih (teman tukar pikiran), atau temanta sedalanen
2002 digitized by USU digital library
6
(teman sejalan). Petani membedakannya dengan penyebutan teman cakap-cakap atau teman erbual (teman berbincang), atau teman minem kopi (teman minum kopi), teman sada kuta (teman satu kampung), dan kade-kade (saudara/hubungan kerabat). Sehubungan dengan istilah ini, beberapa petani menjelaskan bahwa tidak semua orang dapat dijadikan teman betukar pikiran yang baik, dan mau menceriterakan segala hal yang berhubungan dengan praktik tanam campuran dengan apa adanya. Menurut petani-petani di Gurusinga, beberapa di antara mereka ada yang merahasiakan hal-hal tertentu mengenai perawatan tanaman, apakah itu soal pupuk dan pestisida, atau soal bibit. Sehingga mereka perlu memilih siapa yang akan dijadikan teman untuk dapat bertukar pikiran dan saling ‘terbuka’, dan dapat dipercaya dalam pertukaran informasi. Petani mengatakan bahwa, teman setia ini dibutuhkan dalam menghadapi kondisi ketidakpastian yang mereka hadapai dalam kegiatan praktik tanam campuran. Misalnya, bertukar informasi mengenai usaha apa yang dilakukan agar tanaman dapat berhasil dengan baik walupun terjadi perubahan perangkap cuaca secara tiba-tiba, atau kepada siapa atau pada saat kapan menjual dan ‘melepas’ hasil tanaman mereka agar tidak terperangkap dalam harga yang murah. Pak PG (40 th) misalnya, adalah seorang petani yang memiliki beberapa hubungan per-konco-an dengan beberapa petani. Beliau mengemukakan bahwa pertukaran informasi itu dapat terjadi di kedai kopi dengan petani lain. Perbincangan itu dapat dimulai dengan hal-hal lain di luar kegiatan cocok tanam pada tahap pembukaan, atau langsung pada konteks masalah yang dialami petani di ladang. Menurut Pak PG, beliau cenderung memulai pembicaraan diawali dengan menyuguhkan sebungkus rokok, dan langsung bertanya, bagaimana perkembangan cabai anda?, atau bagaimana harga bunga kol yang anda jual hari ini?, atau apa pupuk dan pestisida yang anda pakai, saya lihat tomat dan sayur putih anda sangat bagus?. Pembicaraan itu dapat juga diawali dengan mengemukakan masalah yang dihadapi oleh Pak PG. Pak PG memberikan contoh dari salah satu pembicaraanya dengan salah seorang konco beliau di kedai kopi; “saya melihat tomat anda buahnya sangat besar dan batangnya tinggi, pupuk apa yang anda berikan dan apa obatnya, karena tomat saya batangnya jauh lebih pendek dan buahnya tidak sebanyak tomat anda padahal umurnya sama?”. Pembicaraan dapat dilanjutakan dan pembahasan menjadi lebih rinci untuk ‘mengorek’ pengalaman dan pengetahuan lawan bicara. Hal yang sama juga dilakukan lawan bicara terhadap Pak PG. Kemudian, materi berikutnya dapat meluas untuk tanaman lain dan untuk masalahmasalah lain mengenai hama, penyakit, harga pasar, bibit, jenis pupuk, obat. Bahkan, mereka juga dapat membicarakan hasil perbincangan mereka dengan beberapa petani lain. Bagaimanapun sederhananya materi perbincangan ini, sudah terkandung hasil evaluasi petani terhadap pengalaman pribadinya dan pengalaman lawan bicara, dan juga mereka secara bersama-sama mengevaluasi pengalaman-pengalaman petani lainnya. Selanjutnya apa kesimpulan yang mereka dapatkan?. Dua petani yang terlibat dalam perbincangan, akan mengemukakan kesimpulan mereka masing-masing
2002 digitized by USU digital library
7
atas materi perbincangan. Kesimpulan itu dapat merupakan kata sepakat atau perbedaan pendapat di antara mereka, dan mereka tidak menyimpulkan apapun. Dalam hal ini, mereka hanya betukar informasi dan berargumentasi atas apa yang telah mereka dan petani lain alami dalam kegiatan pertanian mereka selama ini. D. Penutup Keseluruhan deskripsi di atas kiranya dapat memberikan suatu pemahaman tambahan bagi kita bahwa ternyata sangat penting bagi kita untuk memperhatikan bagaimana informasi itu bergulir dari satu individu ke individu lain atau dari satu kelompok komunitas ke kelompok komunitas lainnya. Deskripsi di atas juga memberikan suatu pemahaman lainnya bahwa dalam informasi yang disampaikan itu bukan semata berupa informasi teknikal tetapi juga seluruh pesan-pesan penting lainnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mundy dan Compton (1995:112): Every society seemengly has evolved elaborate ways for transmitting information from person to person. Such indigenous communication includes the transmission of not only technical information, but also all other message: entertainment, news, persuasion, announcements and social exchenges of every types within the expansive sweep defined by Dobb (1960). Berdasarkan hasil studi lapangan ini, penulis juga mengharapkan bahwa data dari tulisan ini dapat dimanfaatkan untuk kajian lain yang juga sangat perlu mendapat perhatian yaitu mengenai bagaimana pengetahuan itu terbentuk dan ditransmisikan pada manusia. Penulis juga berharap bahwa hasil studi lapangan ini dapat dijadikan masukan bagi agen-agen pengambil kebijakan untuk tidak mengabaikan proses bergulirnya informasi secara lokal di masyarakat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Cowley (1989) dan Lansing (1987), apabila mengabaikan keberadaan dan fungsi dari jaringan komunikasi tradisional ini, dapat mengakibatkan tidak berfungsinya usaha pembangunan yang diterapkan dalam kelompok masyarakat tersebut atau pembangunan yang akan dilaksanakan itu akan sia-sia dan tidak dimanfaatkan oleh penduduk lokal. Satu hal lain yang juga kiranya menarik untuk disimak adalah apa yang dikemukakan oleh Howes sejak tahun 1970-an, yaitu bahwa dengan mengintegrasikan kedua sistem komunikaasi tradisioanal (‘indigenous’) dan moderen (‘exogenous’) akan dapat memperkuat keduanya (Howes 1979). Apa yang dikemukakan beberapa penulis dalam kutipan ini hendaknya menunjukkan kepada kita bahwa sangat diperlukan usahausaha untuk memahami dan mengkaji lebih lanjut bagaimana sistem komunikasi lokal dalam upaya pertukaran informasi itu berjalan. Pemahaman ini sangat diperlukan terutama untuk penyelenggara pemerintah dalam mensosialisasikan suatu program pembangunan kepada masyarakat. Hal ini perlu mendapat perhatian kita bersama karena deskripsi dari tulisan ini menunjukkan bahwa arus informasi (the
2002 digitized by USU digital library
8
flow of information) adalah merupakan arus bergulirnya pengetahuan (the flow of knowledge).
2002 digitized by USU digital library
9
Daftar Pustaka CIKARD 1988 Centre for Indigenous Knowledge for Agriculture and Rural Development, Brochure, Ames, IA, Iowa State University. Cowley, G. 1989 “The Electronic Goddess: Computerising Bali’s Ancient Irrigation Rites”, Newsweek, (March 6), hal.50. Dobb, L. W. 1961 Communication in Afrika: A Search for Boundaries, New Haven, CT, Yale University Press. Howes, M. 1979 “The Uses of Indogenous of Technical Knowledge in Development”, IDS Bulletin, 10 (2), hal. 12-23. Lansing, J.S. 1987 Balinese Water Temples and the Management of Irrigation, American Anthropologist 89, hal. 436-341. Mundy, P.A. and Compton, J.L. 1995 “Indigenous Communication and Indigenous Knowledge”, dalam The Cultural Dimension of Development, Edited by D. Michael Warren, L. Jan Slikkerveer, David Brokensha, Intermediate Technology Publications Ltd, London, hal. 112-123. Wang, G. 1982 Indigenous Communication System in Research and Development, Paper presented at the Confrence on Knowledge Utilisation: Theory and Methodology, 25-30 April 1982, Honolulu, HI, East-West Centre.
2002 digitized by USU digital library
10