4
2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pemilu di Indonesia Pemilihan umum sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari suatu negara demokrasi, hampir semua negara demokrasi melaksanakan pemilihan umum. Pemilihan umum adalah proses pemilihan wakil rakyat di parlemen dan kepala pemerintahan berdasarkan suara terbanyak. Di Indonesia, Pemilu merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan bernegara. Peraturan tertinggi mengenai pemilu secara jelas telah diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hasil amandemen pada perubahan IV, bab VIIB tentang Pemilihan Umum, pasal 22E. Berikut ini adalah isi dari pasal tersebut. 1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. 2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. 4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan. 5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. 6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undangundang. Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dinyatakan pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pemilu di Indonesia menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pelaksanaan Pemilu diselenggarakan dalam beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Perencanaan program dan anggaran, serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelanggaraan pemilu. 2. Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih. 3. Pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu. 4. Penetapan peserta Pemilu. 5. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan. 6. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. 7. Masa kampanye. 8. Masa tenang. 9. Pemungutan dan penghitungan suara. 10. Penetapan hasil Pemilu. 11. Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia melibatkan beberapa pihak yang terkait. Gambar 1 menunjukkan pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan pemilu sesuai dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 Tentang
5 Penyelenggara Pemilihan Umum. Berikut ini adalah penjelasan setiap bagian pada Gambar 1 terhadap pihak yang terkait pada pemilu.
Gambar 1 Pihak yang terkait pemilu (Shalahuddin, 2009) 1.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. 2. KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota adalah penyelenggara Pemilu ditingkat provinsi dan kabupaten/kota. 3. Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan. 4. Panitia Pemungutan Suara (PPS) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat desa/kelurahan. 5. Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk menyelenggarakan Pemilu di luar negeri. 6. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara. 7. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara di luar negeri. 8. Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh Indonesia. 9. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota adalah panitia yang dibentuk oleh Banwaslu untuk mengawasi penyelenggaran Pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. 10. Panwaslu Kecamatan adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di tingkat kecamatan. 11. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa/kelurahan.
6 12. Pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah berusia 17 tahun atau telah/sudah pernah menikah dan tidak sedang dicabut hak pilihnya. 13. Peserta Pemilu ada beberapa macam. a. Pada pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota peserta Pemilu adalah partai politik. b. Pada Pemilu anggota DPD, peserta Pemilu adalah perorangan. c. Pada pemilihan presiden/wakil presiden, peserta Pemilu adalah wakil partai politik. d. Sedangkan pada pemilihan kepala daerah /wakil kepala daerah, peserta Pemilu adalah wakil partai politik atau perorangan. Pemungutan Suara Pemungutan suara (voting) adalah salah satu tahap pelaksanaan pemilihan umum. Secara umum, di banyak negara, pemungutan suara dilaksanakan secara rahasia pada tempat yang khusus dipersiapkan untuk pelaksanaan pemungutan suara. Proses pemungutan suara di Indonesia masih menggunakan cara konvensional, yaitu menggunakan kertas suara. Berikut ini adalah urutan proses pada saat pemungutan suara di Indonesia. 1. Calon pemilih datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara). TPS adalah tempat melakukan pemungutan suara yang disediakan oleh panitia pemilihan umum. 2. Calon pemilih memberikan kartu pemilih. Kartu pemilih ini digunakan sebagai tanda bahwa calon pemilih telah terdaftar sebagai calon pemilih. 3. Calon pemilih mengambil kertas suara dan kemudian melakukan pencoblosan di dalam bilik suara. 4. Kertas suara dimasukkan ke dalam kotak suara. 5. Salah satu jari pemilih diberi tanda dengan tinta sebagai penanda bahwa pemilih tersebut telah melakukan pemungutan suara. 6. Setelah waktu untuk memasukkan suara selesai, maka kemudian dilakukan perhitungan suara. 7. Kertas suara dikeluarkan dari kotak suara dan kemudian dihitung bersamasama dengan diawasi oleh saksi dari berbagai pihak antara lain panitia dan perwakilan partai politik. 8. Hasil perhitungan tersebut kemudian dikirimkan ke kantor KPU untuk dilakukan rekapitulasi hasil pemungutan suara. Permasalahan Pemilu Dalam pelaksanaan pemilu, sering terjadi kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh human error, atau disebabkan karena sistem pendukung pelaksanaan voting yang tidak berjalan dengan baik. Berikut ini adalah beberapa permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia selama ini : 1. Banyak terjadi kesalahan dalam proses pendataan dan pendaftaran pemilih. Kesalahan ini terjadi karena sistem kependudukan yang masih belum berjalan dengan baik. Konsep penggunaan banyak kartu identitas menyebabkan banyaknya pemilih yang memiliki kartu suara lebih dari satu buah. Keadaan ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meningkatkan jumlah suara sehingga dapat memenangkan pemilihan tersebut, misalnya suara
7
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
pemilih diwakili oleh orang lain atau pemilih dapat melakukan pemilihan lebih dari satu kali. Kurang akuratnya hasil perhitungan suara. Oleh karena proses pemungutan suara dilakukan dengan cara pencoblosan atau pencontrengan pada kertas suara, sehingga sering kali muncul perdebatan mengenai sah atau tidaknya sebuah kertas suara. Pemilih salah dalam memberi tanda pada kertas suara. Ketentuan keabsahan pada penandaan kertas suara yang kurang jelas, sehingga banyak kartu suara yang dinyatakan tidak sah. Pada tahapan verifikasi keabsahan dari kartu suara, sering terjadi kontroversi peraturan dan menyebabkan konflik di masyarakat. Proses penghitungan suara yang dilakukan di setiap daerah berjalan lambat karena proses tersebut harus menunggu semua kartu suara terkumpul terlebih dahulu. Keterlambatan yang terjadi pada proses pengumpulan akan berimbas kepada proses penghitungan suara. Lebih jauh lagi, pengumuman hasil perhitungan akan meleset dari perkiraan sebelumnya. Keterlambatan dalam proses tabulasi hasil penghitungan suara dari daerah. Kendala utama dari proses tabulasi ini adalah kurangnya variasi metode pengumpulan hasil penghitungan suara. Hal ini disebabkan oleh masih lemahnya infrastruktur teknologi komunikasi di daerah. Oleh karena itu, seringkali pusat tabulasi harus menunggu data penghitungan yang dikirimkan dari daerah dalam jangka waktu yang lama. Akibat dari hal tersebut, maka pengumuman hasil pemilu akan memakan waktu yang lama. Tidak adanya salinan terhadap kertas suara. Hal ini menyebabkan jika terjadi kerusakan terhadap kertas suara, panitia pemilihan umum sudah tidak mempunyai bukti yang lain sehinnga menyulitkan untuk diadakaan perhitungan kembali jika terjadi ketidakpercayaan terhadap hasil perhitungan suara. Rawan konflik. Pemilihan umum di Indonesia saat ini sering menimbulkan konflik. Hal tersebut dipicu adanya ketidakpercayaan terhadap hasil perhitungan suara. Konflik ini dapat disaksikan sering terjadi pada setiap pelaksanaan penyelengaraan pemilihan umum kepala daerah. Besarnya anggaran yang dilalukan untuk melakukan proses pemungutan suara. Berdasarkan data terakhir KPU (Komisi Pemilihan Umum), yaitu lembaga pemerintah yang bertugas melakukan pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia, pemerintah telah menyetujui anggaran pemilu mencapai Rp 10,4 triliun untuk pelaksanaan pemilihan umum tahun 2009 sampai dengan tahun 2014. Anggaran yang sangat besar tersebut digunakan untuk proses pencetakan kertas suara, distribusi kertas suara, gaji panitia, pengawas, dan lain-lain. Kurang terjaminnya kerahasiaan dari pilihan yang dibuat oleh seseorang. Banyak pemilih mengalami tekanan dan ancaman dari pihak tertentu untuk memberikan suara mereka kepada pihak tertentu. Lebih buruk lagi, terjadi “jual-beli suara“ di kalangan masyarakat tertentu, sehingga hasil voting tidak mewakili kepentingan seluruh golongan masyarakat.
Keamanan Komputer Bishop (2003) mengemukakan bahwa keamanan komputer mencakup tiga aspek utama, yaitu kerahasian (confidentiality), integritas (integrity) dan
8 ketersediaan (availability). Interpretasi dari setiap aspek pada lingkungan suatu organisasi ditentukan oleh kebutuhan dari individu yang terlibat, kebiasaan dan hukum yang berlaku dalam organisasi tersebut. Kerahasiaan merupakan suatu usaha untuk menjaga kerahasian informasi dan pribadi atau sumber daya. Mekanisme kontrol akses dalam penyediaan informasi dapat memberikan aspek kerahasiaan. Salah satu mekanisme kontrol akses yang menyediakan kerahasiaan adalah kriptografi, dimana mekanisme pengacakan data sehingga sulit dipahami oleh pihak yang tidak berwenang. Mekanisme kontrol akses terkadang lebih mengutamakan kerahasiaan keberadaan data dari pada isi dari data itu sendiri. Aspek integritas menekankan pada tingkat kepercayaan kebenaran dengan penjagaan terhadap perubahan yang dilakukan dengan cara diluar standar atau oleh pihak yang tidak berwenang. Integritas meliputi data integritas (isi informasi) dan originalitas integritas (sumber data, sering disebut otentikasi). Mekanisme integritas terbagi dalam dua kelas, yaitu mekanisme pencegahan (prevention) dan mekanisme deteksi (detection) dengan tujuan integritas yang berbeda. Mekanisme pencegahan menghalangi seorang pemakai berusaha mengubah suatu data, dimana tidak mempunyai wewenang untuk mengubah data tersebut. Mekanisme deteksi menghalangi seorang pemakai yang mempunyai wewenang untuk mengubah data diluar cara standar. Aspek ketersediaan berhubungan dengan ketersediaan informasi atau sumber daya ketika dibutuhkan. Sistem yang diserang keamanannya dapat menghambat atau meniadakan akses ke informasi. Usaha untuk menghalangi ketersediaan informasi disebut denial of service (DoS Attack), contohnya suatu server menerima permintaan (biasanya palsu) yang bertubi-tubi atau diluar perkiraan sehingga tidak dapat melayani permintaan lain atau bahkan server tersebut menjadi down atau crash. NIST (National Institute of Standards and Technology) Komputer Security Handbook dalam Stalling (2011) mendefinisikan keamanan komputer sebagai perlindungan yang diberikan kepada sistem informasi secara otomatis dalam rangka untuk mencapai yang dapat diaplikasikan untuk menjaga integritas, ketersediaan, dan kerahasiaan dari sumber daya sistem informasi (termasuk hardware, software, firmware, informasi/data, dan telekomunikasi). Kriptografi Kriptografi berasal dari gabungan kata kripto yang berarti rahasia dan grafi yang berarti tulisan. Definisi kriptografi merupakan seni dan ilmu untuk menjaga keamanan pesan (Schneier, 1996). Kriptografi juga dapat didefinisikan sebagai studi matematik yang berkaitan dengan aspek keamanan informasi seperti kerahasiaan, integritas data, autentikasi entitas, dan autentikasi asal data (Guritman, 2003). Terdapat empat tujuan utama dari kriptografi sebagai berikut : 1. Kerahasiaan adalah suatu layanan yang digunakan untuk menjaga isi informasi dari semua pihak yang tidak berwenang memilikinya. Dengan demikian informasi hanya akan dapat diakses oleh pihak-pihak yang berhak saja. 2. Integritas adalah suatu layanan yang berkaitan pengubahan data atau informasi dari pihak-pihak yang tidak berwenang. Untuk menjamin integritas data, harus mampu mendeteksi manipulasi data dari pihak-pihak yang tidak
9 berwenang. Manipulasi data yang dimaksud disini diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan penghapusan, penyisipan, dan pergantian data. 3. Otentikasi adalah suatu layanan yang berhubungan dengan identifikasi entitas dan informasi itu sendiri. Dua pihak yang terlibat dalam komunikasi seharusnya mengidentikasi dirinya satu sama lain. Informasi yang disampaikan melalui satu saluran (channel) seharusnya dapat diidentifikasikan asalnya, isinya, tanggal dan waktunya. Atas dasar ini otentikasi terbagi menjadi dua kelas besar, yaitu otentikasi entitas dan otentikasi asal data. 4. Non-repudiasi adalah suatu layanan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya oleh entitas. Apabila sengketa muncul ketika suatu entitas mengelak telah melakukan komitmen tertentu, maka suatu alat untuk menangai situasi tersebut diperlukan. Misalnya, suatu entitas mendapatkan wewenang dari entitas lainnya untuk melakukan aksi tertantu, kemudian mengingkari wewenang yang diberikan, maka suatu prosedur yang melibatkan pihak ketiga yang dipercaya untuk menyelesaikan sengketa itu. Protokol Two Central Facilities Pemilihan menggunakan protokol Two Central Facilities dilakukan dengan membagi Central Legitimazation Agency (CLA) dan Central Tabulating Facility (CTF) menjadi dua bagian yang berbeda. Menurut Sireesha dan Chakchai (2005) pemilihan dengan Two Central Facilities adalah sebagai berikut : 1. Setiap pemilih mengirim pesan kepada Central Legitimazation Agency (CLA) dan meminta nomor validasi. 2. Central Legitimazation Agency (CLA) mengirim nomor validasi acak kepada pemilih dan menyimpan daftar setiap nomor validasi. Central Legitimazation Agency (CLA) juga menyimpan sebuah daftar dari nomor validasi penerima, untuk mengantisipasi seseorang memilih dua kali. 3. Central Legitimazation Agency (CLA) mengirim daftar nomor validasi kepada Central Tabulating Facility (CTF). 4. Setiap pemilih memilih nomor identifikasi secara acak lalu membuat pesan dengan nomor tersebut, yaitu nomor validasi yang diperoleh dari Central Legitimazation Agency (CLA) dan suaranya. Pesan ini kemudian dikirimkan kepada Central Tabulating Facility (CTF). 5. Central Tabulating Facility (CTF) memeriksa dan membandingkan nomor validasi dengan daftar yang diterima dari Central Legitimazation Agency (CLA). Jika nomor validasi terdapat pada daftar maka nomor tersebut akan disilang untuk menghindari pemilih memilih dua kali. Central Tabulating Facility (CTF) menambahkan nomor identifikasi pada daftar pemilih yang telah memberikan suara pada kandidat tertentu dan menambahkan satu suara pada kandidat tersebut. 6. Setelah semua suara diterima, Central Tabulating Facility (CTF) mempublikasikan keluaran seperti daftar nomor identifikasi dan untuk siapa suara tersebut diberikan. Skema pemilihan dengan komunikasi Two Central Facilities dapat dilihat pada Gambar 2. Pada sistem ini setiap pemilih dapat melihat daftar nomor identifikasi dan mencari nomor miliknya untuk membuktikan bahwa pilihannya
10 telah dihitung. Tentu saja semua pesan yang keluar/masuk telah dienkripsi dan ditandatangani untuk menghindari peniruan terhadap identitas orang lain atau menghindari adanya penangkapan transmisi. Central Tabulating Facility (CTF) tidak dapat memodifikasi suara karena setiap pemilih akan melihat nomor identifikasi yang dimilikinya. Jika seseorang pemilih tidak berhasil menemukan nomor identifikasinya, atau ditemukan nomor identifikasi pada kandidat yang tidak dipilih, pemilih akan menyadari bahwa telah terjadi kecurangan. Central Tabulating Facility (CTF) tidak dapat memanipulasi kotak perhitungan suara karena kegiatan tersebut berada dalam pengawasan Central Legitimazation Agency (CLA). Central Legitimazation Agency (CLA) mengetahui berapa banyak pemilih yang telah terdaftar dan nomor validasinya, dan akan mendeteksi jika terdapat modifikasi.
Gambar 2 Skema pemilihan two central facilities Central Legitimazation Agency (CLA) dapat menyatakan pemilih yang tidak memiliki hak pilih. Central Legitimazation Agency (CLA) juga dapat mengawasi pemilih yang melakukan kecurangan seperti memilih lebih dari satu kali. Hal ini dapat diantisipasi dengan cara menerbitkan daftar pemilih yang telah disertifikasi. Jika nomor pemilih dalam daftar tidak sama dengan jumlah suara, maka dicurigai telah terjadi kesalahan atau kecurangan. Sebaliknya jika jumlah peserta yang ada pada daftar lebih banyak dari hasil tabulasi artinya beberapa pemilih tidak menggunakan hak suaranya (Wardhani, dkk. 2009). Central Legitimization Agency (CLA) Central Legitimization Agency (CLA) merupakan bagian yang bertugas untuk melakukan sertifikasi pemilih. Fungsi utama dari Central Legitimazation Agency (CLA) adalah untuk melakukan otentikasi dan otorisasi pemilih. Setiap pemilih akan mengirim sebuah pesan aman kepada Central Legitimazation Agency (CLA) untuk meminta sebuah ValidationID. Central Legitimazation Agency (CLA) akan membangkitkan sebuah ValidationID, mendaftarkannya secara aman kepada Central Tabulating Facility (CTF), dan mengembalikannya secara aman kepada pemilih. ValidationID bernilai sangat kompleks sehingga secara komputasi tidak memungkinkan seorang penyerang untuk memproduksi sebuah ID yang valid. Central Legitimization Agency (CLA) memiliki daftar sejumlah ValidationID yang valid serta daftar identifikasi pemilih dari setiap ValidationID dalam rangka untuk mencegah pemilih menerima lebih dari satu
11 ValidationID dan melakukan pemilihan lebih dari satu kali (DuFeu dan Harris, 2001). Skema E-voting Sistem protokol e-voting Two Central Facilities termasuk protokol yang paling memenuhi sebagian besar persyaratan untuk menjalankan secure election dan memiliki tingkat keamanan yang paling tinggi yang dijelaskan oleh Schneier (1996). Sireesha dan Chakchai pada tahun 2005 telah melakukan penelitian yang mengembangkan sistem e-voting dengan protokol Two Central Facilities tersebut sedemikian rupa sehingga memiliki alur seperti pada Gambar 3 yang telah dimodifikasi pada penelitian Fitrah, dkk. (2012). Berdasarkan skema e-voting pada Gambar 3, alur kerja online voting terbagi menjadi empat tahapan dengan penjelasan sebagai berikut :
Gambar 3 Skema e-voting two central facilities Tahap 1 1. Pengiriman kunci publik oleh masing-masing mesin voting kepada Central Legitimization Agency (CLA). 2. Central Legitimization Agency (CLA) mengirimkan kunci simetri yang telah dienkripsi menggunakan kunci publik yang diterima dari masing-masing mesin voting dan diberikan kepada masing-masing mesin voting sesuai alamat IP address masing-masing mesin voting. Tahap 2 1. Pemilih mengirimkan permintaan untuk memilih melalui mesin voting dengan cara menempelkan kartu identitasnya. 2. Mesin voting akan mengirimkan data kartu identitas pemilih yang telah dienkripsi kepada Central Legitimization Agency (CLA). 3. Central Legitimization Agency (CLA) akan melakukan proses dekripsi terhadap data yang diterima. 4. Central Legitimization Agency (CLA) akan melakukan autentikasi pemilih dengan database. 5. Apabila pemilih dinyatakan berhak memilih dengan ketentuan pemilih telah terdaftar di database dan belum memilih sebelumnya, pemilih akan diarahkan kepada halaman pemilihan dan status pemilih akan diubah menjadi status
12 telah melakukan autentikasi. Namun, apabila pemilih dinyatakan tidak berhak memilih, pemilih langsung diarahkan ke halaman gagal memilih. 6. Setelah pemilih melakukan pemilihan, pilihan pemilih akan disimpan pada mesin voting dan status pemilih akan diubah menjadi status telah melakukan pemilihan. Mesin akan terus menerus melakukan proses yang sama sampai pada waktu pemilihan selesai. Tahap 3 1. Pengiriman kunci publik oleh masing masing mesin voting kepada Central Tabulating Facility (CTF). 2. Central Tabulating Facility (CTF) mengirimkan kunci simetri yang telah dienkripsi menggunakan kunci publik yang diterima dari tiap-tiap mesin voting dan dikirimkan kepada masing-masing mesin sesuai alamat IP address mesin voting. Tahap 4 1. Mesin voting secara periodik akan melakukan permintaan kepada Central Legitimization Agency (CLA) untuk mengirimkan data ke Central Tabulating Facility (CTF) dengan mengirimkan informasi identitas mesin yang dienkripsi. 2. Central Legitimization Agency (CLA) akan melakukan proses autentikasi dan mengirimkan suatu random key mesin kepada mesin voting dan Central Tabulating Facility (CTF) yang dienkripsi. 3. Mesin voting akan mengirimkan identitas mesin, data hasil pemilihan, dan juga nilai random kepada Central Tabulating Facility (CTF) yang didapatkan dari Central Legitimization Agency (CLA) yang telah dienkripsi. 4. Central Tabulating Facility (CTF) melakukan pencocokan nilai random key yang diberikan mesin dengan random key yang diterima dari Central Legitimization Agency (CLA) untuk mesin tersebut. 5. Jika sah, Central Tabulating Facility (CTF) akan melakukan pengecekan data yang dikirim dari masing-masing mesin voting. 6. Apabila random key yang dikirimkan mesin dan Central Legitimization Agency (CLA) sesuai, jumlah suara yang diberikan mesin kepada Central Tabulating Facility (CTF) akan disimpan ke dalam Central Tabulating Facility (CTF). 7. Mesin akan terus menerus melakukan proses yang sama sampai pada waktu pemilihan selesai. Secure Voting Requirement Kebijakan yang akan diterapkan dalam membangun sistem e-voting mengacu pada buku Schneier (1996). Secure voting requirement yang dibangun secara komputerisasi dapat digunakan jika terdapat protokol yang menjamin dua hal dibawah ini, yaitu : 1. Privasi individu. 2. Pencegahan terhadap kecurangan. Suatu protokol yang ideal harus memiliki 6 persyaratan sebagai berikut : 1. Hanya pemilih yang berhak yang dapat memberikan suara (otentikasi). 2. Tidak boleh memberikan lebih dari satu suara. 3. Tidak boleh menentukan orang lain harus memilih untuk siapa. 4. Tidak ada yang bisa menduplikasi suara orang lain.
13 5. 6.
Tidak boleh mengubah pilihan orang lain. Setiap pemilih dapat memastikan bahwa suara mereka sudah dikirimkan dan terhitung dalam penghitungan akhir.
Sidik Jari (fingerprint) Sidik jari atau fingerprint adalah hasil reproduksi tapak jari baik yang sengaja diambil maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena pernah tersentuh kulit telapak tangan atau kaki. Sidik jari merupakan karakteristik alami manusia yang digunakan dalam identifikasi personal sejak lama. Sidik jari yang terdiri dari pola alur (ridge) dan lembah (valley), yang unik untuk tiap individu, bahkan bagi mereka yang kembar sekalipun (Iqbal dan Sigit).
Gambar 4 Contoh sampel sidik jari Sistem kerja mesin sidik jari terbilang sangat signifikan dan sensitif. Sensor yang digunakan untuk mendeteksi sidik jari menggunakan sistem optikal, dimana pendeteksian dilakukan dengan pembacaan kontur atau tinggi rendahnya permukaan sidik jari dan listrik statis tubuh. Hal ini menghasilkan tingkat keamanan yang tinggi, karena tidak bisa dipalsukan dengan foto copy sidik jari, sidik jari tiruan bahkan dengan cetak lilin yang detail dengan guratan-guratan kontur sidik jari sekalipun. Sistem kerja absensi sidik jari dengan komputer atau yang lebih dikenal absensi sidik jari ”online” ini sangat bergantung dengan komputer. Jadi absensi ini harus bekerja bersama komputer dan tidak dapat berdiri sendiri. Seluruh proses record verifikasi jari dilakukan di komputer, sedang sensor U.are.U atau sensor sidik jari yang digunakan hanya untuk mengambil sidik jari saja. Selanjutnya data akan langsung diinput kedalam database yang sudah terintergrasi dengan sensor. Pada umumnya absensi sidik jari online atau terhubung dengan komputer mempunyai minimal konfigurasi sistem komputer sebagai berikut (sidikjari.com) : a. Minimal Pentium 200Mhz b. 64MB Memory c. Slot USB untuk sensor sidik jari d. Windows ME/XP/Vista
14
Gambar 5 Mesin fingerprint scanner Spesifikasi : Type : U are. U4500 Menggunakan sensor digital personal PC Based, memerlukan komputer pada saat operasional Kapasitas User : Tidak Terbatas Kapasitas Transaksi Log : Tidak Terbatas Media Komunikasi ke Komputer : USB Cable Waktu respon : <= 1 detik Jenis Matching : 1:1 dan 1:N Kompatibel dengan semua jenis sistem operasi windows