3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Biologi Kerang Tahu (Meretrix meretrix) Kerang merupakan hewan filter feeders yang memasukkan pasir kedalam
tubuhnya kemudian mengakumulasikan pasir tersebut dilapisan tubuhnya. Klasifikasi kerang tahu (Gambar 1) menurut George (1990) in Apriyani (2003) yaitu. Filum
: Moluska
Klas
: Bivalvia
Subklas
: Heterodonta
Ordo
: Verseroida
Superfamili
: Veneroidea
Famili
: Veneridae
Subfamili
: Meretriciae
Genus
: Meretrix
Spesies
: Meretrix meretrix (L. 1758)
Gambar 1. Kerang tahu (Meretrix meretrix L. 1758) Kerang tahu mempunyai suatu lekukan mulai dari daerah umbo sampai ke posterior dan pinggir bawah yang membulat. Cangkangnya mempunyai bermacam warna dan pola di permukaan luar cangkang yang licin, mulai dari putih, kecoklatan sampai coklat kehitaman, cangkang bagian dalam berwarna putih, sinus palial dalam dan di dekat umbo mempunyai bentuk seperti terpotong berwarna orange kecoklatan, umumnya mempunyai sedikit corak corengan yang tersebar konsentrik. 3
4
Cangkang bagian dalam berwarna putih (Morris 1973). 2.2.
Fisika dan Kimia Perairan Keberadaan kerang dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia lingkungan.
Beberapa faktor fisika yang mempengaruhi yaitu suhu, salinitas, TSS (total suspended solid), dan TDS (total dissolve solid); sedangkan faktor kimia yang mempengaruhi yaitu DO (dissolve oxygen) dan pH. Suhu secara langsung mempengaruhi kehidupan organisme.
Suhu yang
tinggi akan mempengaruhi meningkatkan sistem metabolisme organisme. Daerah tropis memiliki kisaran suhu yang sempit dan cenderung stabil. Menurut Setyawati (1986) kerang tahu mampu hidup pada kisaran suhu 26-31 oC. Thangavelu dan Poovannan (1994) menyatakan bahwa Meretrix casta mampu hidup pada salinitas 13,36-37. Kisaran salintas tersebut terletak di daerah payau dan laut (Effendi 2007).
TSS merupakan bahan-bahan tersuspensi yang
tertahan pada saringan miliopore dengan diameter pori 45 µm. TSS terdiri dari lumpur, jasad renik yang terutama terbawa ke badan air karena erosi tanah (Effendi 2007).
Tingginya nilai TSS menyebabkan kekeruhan.
Kerang tahu jarang
ditemukan di muara sungai. Hal ini dikarenakan lokasi tersebut mudah teraduk dan bersifat lebih keruh (Tabel 1). Tabel 1. Kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan berdasarkan nilai padatan tersuspensi (TSS) Nilai TSS (mg/liter)
Pengaruh terhadap kepentingan perikanan
<25 25-80 81-400 >400
Tidak berpengaruh Sedikit berpengaruh Kurang baik bagi kepentingan perikanan Tidak baik bagi kepentingan perikanan
Sumber : Alabaster dan Lloyd 1982 in Effendi 2007
DO adalah kandungan oksigen yang terlarut pada perairan. Oksigen sangat diperlukan oleh semua makhluk hidup aerob.
Kerang tahu mampu hidup pada
perairan dengan kandungan DO 2.01-9.24 mg/l (Setyobudiandi et al. 2004). Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8.5 (Effendi 2007). Semua bahan organik mengandung karbon berkombinasi dengan satu atau 4
5
lebih elemen lainnya. Karbon organik total (TOC) terdiri dari bahan organik terlarut (DOC) dan partikulat (TOC). Kadar organik terlarut (DOC) untuk air laut sekitar 30 mg/liter (Thurman 1985 in Effendi 2007). TDS yaitu bahan-bahan terlarut (diameter <10-6 mm) dan koloid (diameter <10-6 mm -10-3 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan lain yang tidak tersaring pada kertas saring dengan diameter pori 45 µm (Effendi 2007). Semakin tinggi salinitas maka nilai TDS semakin tinggi (Tabel 2). Tabel 2. Hubungan antara TDS dengan salinitas Nilai TDS (mg/liter)
Tingkat salinitas
0-1000 1001-3000 3001-10000 10001-100000 >100000
Air tawar Agak asin/ payau (slightly saline) Keasinan sedang (moderately saline) Asin (saline) Sangat asin (brine)
Sumber : Mc Neely et al., 1979 in Effendi 2007
2.3.
Fisika dan Kimia Substrat Substrat sangat berperan penting bagi kehidupan hewan bentik. Peranan
substrat antara lain sebagai tempat tinggal, tempat mencari makan, dan tempat berlindung dari ancaman predator serta perubahan faktor fisika dan kimia terhadap hewan infauna.
Nybakken (1988) menyakan bahwa hewan penggali pemakan
deposit cenderung melimpah pada substrat lumpur dan substrat lunak yang merupakan daerah dengan kandungan bahan organik lebih sedikit. M. meretrix hidup pada substrat berpasir halus (Narasimham et al. 1988).
Secara khusus
Brower, Zar dan Von Ende (1990) mengelompokkan substrat ke dalam beberapa kategori menurut ukuran diameter partikelnya. Kandungan bahan organik pada substrat ditentukan oleh tekstur substrat, pH, dan nutrient (Tabel 3). Tabel 3. Kategori ukuran partikel substrat (Brower et al. 1990) Kategori
Diameter (mm)
Partikel (µ)
Liat Debu Pasir sangat halus Pasir halus Pasir sedang Pasir kasar Pasir sangat kasar
<0. 002 0. 002-0. 05 0. 05-0. 10 0. 10-0. 25 0. 25-0. 50 0. 50-1. 00 1. 00-2. 00
<2 2-50 50-100 100-250 250-500 500-1000 1000-2000
5
6
2.4.
Penyebaran dan Kepadatan Kerang Tahu Secara geografik, kerang tahu mempunyai sebaran yang cukup luas di
Indonesia.
Secara vertikal, kelas Pelecypoda ditemukan mulai batas pasang
terendah sampai kedalaman 75 m. Kerang tahu mampu hidup di daerah intertidal sampai daerah subtidal dengan kedalaman sekitar 20 m. Kerang tahu menyukai habitat berupa pasir halus (Narasimham et al. 1988). Pasir halus memudahkan kerang tahu membenamkan diri. Kedalaman pembenaman diri kerang tahu tidak terlalu dalam karena kerang ini memiliki siphon yang pendek. Sehingga hal ini akan membantu dalam menyaring makanan. Krebs (1989) menyatakan bahwa penyebaran merupakan sebaran individu suatu populasi dari tempat hidupnya.
Penyebaran ini dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dan kondisi populasi itu sendiri (Odum 1971).
Pola dispersi dan
keadaan tubuh biota makrofauna bentik pada umumnya dipengaruhi oleh substrat dasar tempat hidup. Odum (1971) menyatakan bahwa pola dispersi secara garis besar ada tiga buah mengikuti pola sebaran peluang, yaitu pola acak, homogen, dan mengelompok. Organisme bentik umumnya relatif sessil dan membentuk pola mengelompok. Tingkat agregasi dari pola dispersi tersebut tergantung pada kondisi substrat dasar dan kondisi lingkungan tempat hidup. Kepadatan populasi suatu habitat sangat dipengaruhi oleh imigrasi dan natalitas yang memberikan penambahan jumlah ke dalam populasi.
Emigrasi dan mortalitas akan mengurangi jumlah ke dalam
populasi. Kerang dengan kepadatan 50-100 ind/m2 disebut kepadatan maksimum, kepadatan 16-50 ind/m2 disebut kepadatan sedang, dan kepadatan 7-16 ind/m2 disebut kepadatan minimum (Tuan 2000).
2.5.
Strategi Pengelolaan Rudyanto (2004) menyebutkan kondisi sumber daya pesisir dan laut yang
bersifat common property (milik bersama) dengan akses yang bersifat quasi open access. Istilah common property ini lebih mengarah pada kepemilikan yang berada di bawah kontrol pemerintah atau lebih mengarah pada sifat sumber daya yang merupakan public domain, sehingga sifat sumber daya tersebut bukanlah tidak ada pemiliknya.
Ini berarti sumber daya tersebut tidak terdefinisikan dalam hal 6
7
kepemilikannya sehingga menimbulkan gejala yang disebut dengan dissipated resource rent, yaitu hilangnya rente sumber daya yang semestinya diperoleh dari pengelolaan yang optimal. Kerang tahu merupakan salah satu komoditas yang digemari untuk konsumsi warga. Kerang tahu mengandung 15 asam amino yang terdiri dari 9 asam amino esensial dan 6 asam amino non esensial. Asam amino esensial yang terdapat pada kerang tahu adalah histidin, arginin, treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin, dan lisin. Asam amino non esensial yang terdapat pada kerang tahu adalah asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, alanin, dan tirosin (Chairunisah 2011). Kerang tahu memiliki manfaat yang besar bagi tubuh dan merupakan sumber daya laut yang bersifat common property menyebabkan banyak warga yang melakukan pemanenan kerang tahu.
Pemanenan kerang tahu dan kondisi
lingkungan yang kurang optimal berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan kerang tahu di alam.
Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan
terhadap sumber daya kerang tahu yang berkelanjutan didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan.
7