BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Kerang Darah (Anadara granosa) Kerang darah merupakan pangan yang lezat dan telah banyak dijual di
rumah makan dan pedagang kaki lima. Bobot daging berkisar antara 22,70% hingga 24,3 % dari bobot total tubuhnya. Jenis-jenis kerang darah yang telah diketahui hidup di perairan Indonesia adalah A. granosa (kerang darah), A. inflata (kerang bulu) dan A. indica (kerang mencos). Klasifikasi dan identifikasi kerang darah menurut Linnaeus (1758) dalam Broom (1985) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Phyllum
: Mollusca
Class
: Bivalvia
Subclass
: Pteriomorphia
Ordo
: Arcoida
Famili
: Archidae
Genus
: Anadara
Species
: Anadara granosa
Gambar 1. Kerang Darah Utuh dan Daging Kerang Darah Segar Sumber : Linneaeus (1758)
Ciri-ciri kerang darah adalah sebagai berikut: mempunyai 2 keping cangkang yang tebal, lonjong dan kedua sisi sama, kurang lebih 20 rib, cangkang berwarna putih ditutupi periostrakum yang berwarna kuning kecoklatan sampai coklat kehitaman, ukuran kerang dewasa 6 cm – 9 cm (Nurjanah dkk. 2005). Komposisi kimia kerang darah yang telah dilaporkan adalah : protein 9%-13%, lemak hingga 2%, glikogen 1%-7 % dan memiliki 80 kalori dalam 100gr daging segar (Waterman dalam Budiyanto dkk. 1990). Adapun dari hasil penelitian Retno (2009) bahwa karakteristik kerang darah adalah berbau amis, teksturnya lunak namun kenyal dan dagingnya berwarna merah kecoklatan. Kerang darah hidup di perairan pantai yang memiliki pasir berlumpur dan dapat juga ditemukan pada ekosistem estuari, mangrove dan padang lamun (Mzighani 1758). Kerang darah hidup mengelompok dan umumnya banyak ditemukan pada substrat yang kaya kadar organik. Distribusi kerang tersebut meliputi Australia, Tropical Indo-West Pacific, Red Sea, South China Sea, Vietnam, China, Hong Kong (Xianggang), Thailand, Philippines, New Caledonia, Jepang dan Indonesia yang tersebar di kawasan pesisir pantai. Di Indonesia, daerah penyebaran kerang ini hampir di seluruh pantai Indonesia, hidup di dasar, di daerah pasir berlumpur pada kedalaman sampai dengan 4 meter dan perairan yang relatif tenang (Linnaeus 1758). Teknik budidaya kerang darah di Indonesia dimulai dengan pengumpulan benih kerang darah berukuran 4 mm – 10 mm di tempat penyebaran benih alami di tepi pantai yang landai (PKSPL 2004). Ciri-ciri kerang darah yang segar adalah (www.pasarsurya.com): 1. Jika membeli kerang dalam cangkang, pastikan cangkang banyak yang terbuka, ini menunjukkan kerang tersebut masih hidup. 2. Kalau membeli kerang yang lepas dari kulit cangkangnya, pilihlah daging yang masih padat dan terlihat utuh. 3. Warna daging kerang belum berubah dari aslinya, daging kerang yang telah berubah warna menunjukkan bahwa kerang telah busuk. 4. Beraroma amis yang khas, bukan beraroma busuk. Ismail (1971) dalam Kasry (2003) menyatakan kerang darah mempunyai rasa yang gurih karena mengandung lemak dan kadar protein yang tinggi.
Selanjutnya menurut Moeljanto dan Heruwati (1975) dalam Kasry (2003), kerang darah merupakan salah satu jenis kerang yang mempunyai nilai ekonomis penting dan disukai masyarakat. Untuk itu dapat dikatakan bahwa kerang darah juga dapat dijadikan salah satu bahan baku pada pembuatan baso. Komposisi gizi kerang darah disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Gizi Kerang Darah Kandungan Gizi Jumlah (%) Protein
10,33
Lemak
0,91
Air
83,00
Kadar Abu
1,84
Sumber : Moeljanto dan Heruwati (1975) 2.2
Baso Ikan Baso merupakan salah satu produk olahan daging yang dibuat dengan cara
menghaluskan daging kemudian dibentuk adonan dengan menambahkan garam, bawang putih yang telah digiling halus dan tapioka, kemudian bahan-bahan tersebut dicampur hingga homogen dan dibentuk bulatan-bulatan sesuai yang dikehendaki (Astawan 1989 dalam Avianita 1996). Asal mula baso diperkirakan berasal dari Cina yang dibawa perantau Cina ke Indonesia. Baso dalam istilah Cina, berasal dari kata ”Bak” atau ”Ba” yang merupakan singkatan dari kata babi. Namun demikian baso yang lebih populer di Indonesia adalah baso yang dibuat dari daging sapi dan ikan (Soekarto 1990). Baso (meat ball) dalam pengertian umum adalah daging giling yang dicampur tepung ke/delai, konsetrat protein, susu bubuk tidak berlemak dan bahan-bahan sejenisnya (Oeckerman 1978 dalam Peranginangin 1987). Baso ikan terdiri atas campuran daging ikan, bahan pengikat, garam dan bahan pembantu lainnya (Muljanah dkk. 1986). Adapun komposisi baso ikan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Baso Ikan Jumlah (gram) Bahan Daging
3000
Baso kelas menengah 3000
Tapioka
300-750
750-1200
1200-3000
Bawang merah
100-200
150-250
150-250
Bawang putih
100-200
150-250
150-250
Merica bubuk
20
20
20
30-50
40-60
20-70
9
12
15
Baso kelas atas
Garam Sodium tripolifosfat
Baso kelas bawah 3000
Sumber : RISTEK (2005) Persyaratan daging yang akan dibuat baso harus sesegar mungkin, dengan kata lain daging yang belum mengalami penyimpanan (Winarno dan Rahayu 1994), hal ini mengingat daging ikan adalah komoditas yang cepat mengalami kerusakan. Ciri-ciri daging ikan yang masih segar, yaitu daging masih melekat kuat pada tulang, warna putih cemerlang, bila ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan, daging terasa kenyal (fase pre-rigor) atau tegang (fase rigor), jenis daging seperti ini akan menghasilkan baso dengan kualitas yang baik (Sudarisman 1996).
Gambar 2 Baso Ikan Sumber: www.mharjipes.com Berdasarkan SNI 01-3819-1995, baso ikan didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan yang diperoleh dari campuran daging ikan dan pati
atau tepung serealia dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain serta bahan makanan tambahan yang diizinkan (Dewan Standardisasi Nasional 1995). Berdasarkan jumlah tepung tapioka yang ditambahkan, baso ikan dapat digolongkan menjadi tiga (Tarwiyah dan Kemal 2001), yaitu : 1. Baso kelas atas (A), jumlah tapioka yang ditambahkan 10-25%. 2. Baso kelas menengah (B), jumlah tapioka yang ditambahkan 25-40%. 3. Baso kelas bawah (C), jumlah tapioka yang ditambahkan 40-100%. USFDA (United States Food and Drug Administration) mendefinisikan mutu sebagai kombinasi dari beberapa karakteristik suatu produk, sesuai karakteristik produk, mutu baso ikan dapat ditentukan dari kekuatan gel (gel strength) dan warna atau dengan kata lain, baso ikan yang bermutu tinggi adalah baso yang memiliki kekuatan gel yang baik dan berwarna putih bersih. Kriteria mutu baso ikan seperti terlihat pada Tabel 2. Menurut Tanikawa et al. (1985), mutu baso yang paling disukai adalah yang mempunyai karakteristik kekenyalan yang baik. Karakteristik ini berkaitan dengan pemilihan ikan dengan kesegaran yang baik dan bahan pengikat yang berkualitas. Kriteria Mutu
Tabel 3. Kriteria Mutu Baso Ikan Ciri
Organoleptik: Warna Normal khas ikan Kenyal Tekstur Normal khas ikan Bau Gurih khas ikan Rasa Komposisi Gizi : Komposisi (%BB) Air Maks 80 Protein Min 9 Maks 30 Kalsium Maks 1 Lemak Maks 3 Abu Sifat Fisik : Kenyal Kekenyalan Putih Warna Sumber : Dewan Standardisasi Nasional (1995)
2.3
Tapioka Tepung tapioka berasal dari pati yang di peroleh dari umbi cassava atau
singkong (Vail et al. 1978). Kelebihan yang dimiliki oleh tepung tapioka adalah larutannya yang jernih, kekuatan gel nya yang bagus, mempunyai rasa yang netral mempunyai daya rekat yang baik, dan menghasilkan warna yang mengkilap pada produk yang dihasilkannya (Radley 1976). Kandungan pati yang tinggi pada tepung mampu mengikat air tetapi tidak dapat mengemulsi lemak. Pati dalam air panas dapat membentuk gel kental. Pati sendiri terdiri atas dua fraksi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu fraksi terlarut (amilosa) dan fraksi tidak terlarut (amilopektin). Tapioka mengandung 30% amilosa yang merupakan polimer berantai lurus, yang penting dalam pembentukan gel yang kuat, serta 70-80% amilopektin yang dapat mempengaruhi kekentalan dan stabilitas bahan (Kern 1996). Proporsi kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati menentukan sifat produk olahan, Semakin sedikit kandungan amilosa, maka akan semakin lekat produk olahannya (www.pustakadeptan.go.id). Amilosa lebih mudah larut dalam air karena banyak mengandung gugus hidroksil (bersifat menyukai air). Kumpulan amilosa dalam air sulit membentuk gel, sehingga kurang kental dibandingkan amilopektin (Nopianto 2009). Kandungan amilosa pada tepung tapioka sebesar 17,41 gram dan kandungan amilopektin sebesar 82,13 gram (Harris 2001). Agar mendapatkan rasa baso yang lezat, tekstur bagus dan bermutu tinggi, jumlah tepung yang digunakan sebaiknya sekitar 10%-15% dari berat daging (Wibowo 2001 dalam Aji dkk. 2007). Penambahan tepung tapioka sebesar 15% pada baso ikan akan menghasilkan baso ikan dengan karakteristik organoleptik terbaik (Peranginangin et al. 1987). Komposisi kimia tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :
Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka Komponen
Presentase (%)
Air
12,3
Karbohidrat
86,9
Protein
0,5
Lemak
0,3
Abu
0,5
Serat
0,3
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes, RI. 2007 Penambahan tepung tapioka bertujuan untuk meningkatkan kekenyalan pada produk olahan daging. Tapioka dapat dipandang sebagai bahan pengisi ataupun sebagai bahan pengikat gel protein yang sederhana, tapioka juga tidak berinteraksi langsung dengan matriks protein maupun mempengaruhi formasi protein tersebut (Fitrial 2000). Selama proses pengolahan dan pemasakan, bahan pengisi dapat meningkatkan daya ikat air karena mempunyai kemampuan menahan air. Bahan pengisi berpati dapat mengabsorbsi air dua kali hingga tiga kali lipat berat semula sehingga adonan baso menjadi lebih besar (Wibowo 1999). Semakin besar proporsi tapioka, semakin besar pula pengembangannya yang disebabkan oleh amilopektin yang kurang kuat menahan masa yang lenting pada saat penggorengan sehingga air semakin mudah teruapkan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Muchtadi et al. (1998), bahwa kandungan amilopektin yang tinggi akan meningkatkan kemampuan mengikat air lebih besar sehingga mempengaruhi tekstur, bersifat ringan, garing dan renyah. 2.4
Tepung terigu Tepung terigu berasal dari biji gandum yang sehat dan telah dibersihkan.
Tepung terigu hasil penggilingan, harus bersifat mudah tercurah, kering, tidak mudah menggumpal jika ditekan, berwarna putih, bebas dari kulit, tidak berbau busuk, tidak berjamur atau tengik, juga bebas dari serangga, tikus, kotoran dan
kontaminasi benda-benda asing lainnya. Faktor yang harus dipertimbangkan adalah kadar protein tepung terigu dan kadar abunya. Kadar abu erat hubungannya dengan tingkat dan kualitas adonan (Sunaryo 1985). Fungsi protein yang berkorelasi erat dengan kadar glutein dalam tepung terigu adalah sebagai bahan pengikat hancuran daging dan sebagai emulsifier (Winarno
dan
Rahayu
1994).
Glutein
bersifat
elastis
sehingga
akan
mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur produk yang dihasilkan (Widyaningsih dan Murtini 2006). Sehingga jika dibandingkan dengan tepung-tepung lainnya terigu memiliki kualitas sebagai bahan pengikat yang lebih baik. Komponen terbanyak dalam tepung gandum adalah kandungan amilosa 20%-26% dan amilopektin 70%-75% (Belitz dan Grosch 1987). Pada tepung terigu, kadar air yang dimiliki sekitar 11%-14%, serealia dalam keadaan cukup masak dan kering, lebih tinggi dari itu akan mudah ditumbuhi cendawan dan cepat rusak (Makfoeld 1982). Tabel 5. Komponen Gizi Tepung Terigu (100 gram) Komponen
Jumlah (mg)
Kalori
365 Kal
Protein
8.900
Lemak
1.300
Karbohidrat
77.300
Kalsium
16
Fosfor
106
Besi
1,2
Vitamin B1
0,12
Air
12
Sumber : Prawiranegara (1989) dalam Azizah 2009 2.5
Bahan Pembuat Baso Kerang Seperti halnya dalam pembuatan produk fish jelly lainnya, bahan yang
diperlukan dalam pembuatan baso kerang yaitu daging kerang sebagai bahan
utama, tepung tapioka atau tepung sagu sebagai bahan pengisi, bahan pengikat, bahan tambahan makanan, bahan pembantu dan es. 2.5.1
Bahan Utama Bahan utama dalam pembuatan baso kerang adalah daging kerang. Mutu
bahan baku sangat berpengaruh dalam kualitas baso. Salah satu cara dalam memilih daging kerang yang baik antara lain : ●
Daging. Kerang berkualitas baik memiliki daging yang kenyal. Hindari daging yang lembek dan berair. Jika masih ada cangkangnya, pilih kerang yang dagingnya menempel pada cangkang.
●
Bau. Apabila mengeluarkan bau busuk atau bau tidak sedap, artinya kerang sudah tidak segar.
●
Warna. Kerang yang masih segar adalah berwarna orange atau merah kecoklatan. Warnanya pun cerah.
Gambar 3 Daging Kerang darah Sumber: www.mharjipes.com 2.5.2
Bahan Pengikat Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam industri makanan
untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan. Salah satu bahan pengikat yang sering digunakan adalah tepung. Fungsi bahan pengikat ini adalah untuk memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberi warna yang terang, meningkatkan kekenyalan produk, membentuk
tekstur yang padat dan menarik air dari adonan (Tanikawa et al. 1985 dalam Aruan 2009). Bahan yang mengandung zat pati atau gula untuk menarik air dari dalam adonan dapat juga digunakan bahan berprotein tinggi. Yulianingsih (2005) menyatakan bahwa kehadiran protein dalam bentuk tepung dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. 2.5.3
Bahan Tambahan Makanan Bahan tambahan makanan (food additive) adalah bahan yang ditambahkan
dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah sedikit yaitu untuk memperbaiki warna, cita rasa, tekstur atau memperpanjang umur simpan (Herawati 2008). 2.5.4
Bahan Pembantu Bahan pembantu adalah bahan yang sengaja ditambahkan atau diberikan
dengan
tujuan
untuk
meningkatkan
konsistensi,
nilai
gizi,
cita
rasa,
mengendalikan keasaman dan kebebasan serta untuk memantapkan bentuk dan rupa (Winarno dkk. 1980). Bahan pembantu yang diperlukan dalam pembuatan baso kerang darah adalah gula , garam, bawang putih dan merica bubuk. a)
Garam Garam merupakan komponen bahan pangan yang digunakan sebagai
penegas cita rasa dan bahan pengawet. Garam terdapat secara alamiah dalam makanan atau tambahan pada waktu pengolahan dan penyajian makanan. Makanan yang mengandung kurang dari 0,3 % akan terasa hambar dan tidak akan disukai (Winarno dkk. 1980). b)
Bawang Putih Bawang putih (Allium sativum Linn) kata All berarti berbau tidak sedap
dan
sativum berarti
dibudidayakan. Sebutan
sativum digunakan
untuk
membedakannya dengan bawang jenis lain yang lain yang tumbuh liar, yaitu Allium longicurpus regel (Anonim 2002). Bawang putih yang digunakan adalah dalam bentuk segar yang berfungsi sebagai pelengkap untuk penguat rasa serta pemberi aroma yang khas. Selain itu, bawang juga memiliki karakter bau sulfur
yang khas sebagai bentuk dari adanya asam-asam amino non protein penyusun senyawa volative (Brewster 1994). Aroma bawang putih tajam sehingga pemakaian untuk bumbu umumnya hanya sedikit. Penyebab aroma tajam tersebut berasal dari zat allisin dan kandungan yodium tinggi (Muhlisah dan Hening 1997). c)
Merica Merica (Paper ningrum) biasa ditambahkan dalam bahan pangan yang
berfungsi sebagai penyedap masakan serta memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida sedangkan biji lada akibat adanya minyak atsiri yang terdiri dari beberapa jenis minyak terpenting (Herdiani dalam Sitta 2009). d)
Es Bahan lain yang diperlukan pada pembuatan baso adalah es. Menurut
Kramlich et al. (1973) kondisi tekstur dan keempukan produk akhir dari produk emulsi daging dipengaruhi oleh kandungan air yang ditambahkan. Es yang ditambahkan sebanyak kurang lebih 15 % pada proses pembuatan produk daging (Pandisurya 1983). 2.6
Pengaruh Penambahan Tepung Tapioka Terhadap Baso Kerang Darah Pembuatan baso kerang darah memerlukan suatu bahan pengisi (filler)
yang sekaligus berfungsi sebagai emulsifier untuk menjaga adonan agar tetap stabil. Menurut Soeparno (1994), bahan pengisi tersebut berfungsi sebagai pengisi ruang antar globula lemak sehingga sistem emulsi akan menjadi lebih stabil. Salah satu contoh bahan pengisi yang baik adalah tepung tapioka. Tapioka dapat dipandang sebagai bahan pengisi ataupun sebagai bahan pengikat gel protein yang sederhana. Selain itu, tapioka juga tidak berinteraksi langsung dengan matriks protein maupun mempengaruhi formasi protein tersebut (Fitrial 1999).
Kelebihan yang dimiliki oleh tepung tapioka adalah larutannya yang jernih, kekuatan gel nya yang bagus, mempunyai rasa yang netral mempunyai daya rekat yang baik, dan menghasilkan warna yang mengkilap pada produk yang dihasilkannya (Radley 1976). Penambahan tepung tapioka bertujuan untuk meningkatkan kekenyalan pada produk olahan daging. Diharapkan, dengan adanya penambahan tepung tapioka sebesar 15% pada baso ikan akan menghasilkan baso ikan dengan karakteristik organoleptik terbaik (Peranginangin et al. 1987). Tekstur merupakan salah satu parameter kesukaan konsumen pada produk pangan. Penelitian tekstur bertujuan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap tingkat elastisitas atau kekenyalan suatu produk yang dapat dinilai menggunakan indera peraba yaitu lewat rangsangan sentuhan (Yulianingsih 2005). Menurut Winarno (1997), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi citarasa dari bahan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat mengubah rasa yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur.