2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pengawasan, Pengamanan, SAR dan Penegakan Hukum di Laut Pengawasan (surveillance) dalam hal ini diartikan sebagai proses untuk mengamati dengan lebih baik dan teliti tidak meleng atau lengah terhadap perbuatan suatu kegiatan dan keadaan (Nurhayati, 2005). Pengamanan adalah perbuatan atau tindakan atau cara mengamankan, menyelamatkan, melindungi, menyimpan atau menyembunyikan supaya tidak diambil orang, menahan orang yang melanggar hukum demi keamanan umum dan keamanan orang itu dari kemungkinan tindakan main hakim sendiri. Search and Rescue (SAR) merupakan kegiatan penyelamatan dan pencarian korban bencana alam atau korban kecelakaan, baik kecelakaan darat, udara atau kecelakan kapal laut yang dilakukan oleh sekelompok orang atau tim. Penegakan hukum di laut memiliki makna memberlakukan ketentuanketentuan, peraturan-peraturan untuk dipatuhi dengan sanksi pelanggaran sesuai perundang-undangan yang sah dan berlaku di laut perairan Indonesia yurisdiksi NKRI.
2.2 Kapal Aparat Negara di Laut Lembaga yang mewadahi kapal-kapal aparat negara di laut perairan Pelabuhan Tanjung Emas terdiri dari : 1) TNI Angkatan Laut mengendalikan dan mengoperasikan alat utamanya di laut seperti kapal perang atau Kapal Republik Indonesia (KRI) dan Kapal Angkatan Laut (KAL). KRI dan KAL yang beroperasi di perairan Pelabuhan
14
Tanjung Emas adalah kapal-kapal dibawah kendali komando armada kawasan timur (KOARMATIM) dan pangkalan angkatan laut (LANAL) Semarang. 2) Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) mengoperasikan kapal-kapal polisi (KP) berpatroli di laut. Kapal-kapal polisi yang beroperasi di perairan Pelabuhan Tanjung Emas berada di bawah kendali Direktorat Kepolisian Air (Ditpolair) Jawa Tengah. 3) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan mengoperasikan kapal kesatuan penjagaan laut dan pantai (KPLP). Kapal KPLP yang dipergunakan untuk patroli di laut perairan Pelabuhan Tanjung Emas dibawah kendali KPLP Tanjung Emas Semarang merupakan kesatuan unit pelaksana teknis dibidang keamanan pelabuhan, bandar, perairan laut, pantai dan bantuan SAR dalam lingkungan kantor administrator pelabuhan (ADPEL) Departemen
Perhubungaan
Tanjung
Emas.
KPLP
dalam
tugasnya
mempunyai fungsi menegakan ketentuan dan peraturan bidang perhubungan laut di daerah pelabuhan dan perairan bandar, melaksanakan patroli perairan dan bantuan SAR . 4) Direktorat Jenderal Bea Cukai Departemen Keuangan mengoperasikan kapalkapal Bea Cukai. Kapal-kapal Bea Cukai yang beroperasi di perairan Pelabuhan Tanjung Emas di bawah kendali Kantor Pelayanan Bea Cukai Direktorat Bea dan Cukai Tanjung Emas Semarang yang bertugas patroli di laut untuk memeriksa dan memungut pajak-pajak tidak langsung bagi wajib pajak seperti : bea masuk, bea keluar, cukai serta mencegah adanya penyelundupan pajak-pajak seperti tersebut di atas.
15
5) Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Tengah mengoperasikan kapal pengawas ikan (KPI). KPI adalah salah satu komponen dari monitoring, control and surveillance (MCS) atau sistem pemantauan, pemeriksaan dan pengamatan lapangan di lingkungan Direktorat Jendral Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan yang mempunyai tugas dan kewenangan untuk melakukan tugastugas pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan seperti penghentian, pemeriksaan dan penahanan di laut. Kapal angkatan laut (navy vessel) dan kapal negara (government vessel) adalah kapal milik negara dan dioperasikan oleh lembaga pemerintah dengan tugas yang berbeda sesuai dengan tujuan penggunaannya. Menurut Santosa (2004), kapal perang adalah kapal yang digunakan untuk perang, termasuk kapalkapal yang digunakan untuk mengangkut tentara atau perlengkapan perang. Menurut UNCLOS 1982 pasal 29 menyebutkan bahwa batasan kapal perang adalah suatu kapal yang dimiliki oleh angkatan bersenjata suatu negara yang memakai tanda luar yang menunjukan ciri khusus kebangsaan kapal tersebut, dibawah komando seorang perwira yang diangkat untuk itu oleh pemerintah negaranya dan yang namanya terdapat didalam daftar dinas militer yang tepat atau daftar yang serupa, dan yang diawaki oleh awak kapal yang tunduk pada disiplin angkatan bersenjata regular. Kapal negara adalah kapal yang digunakan oleh negara untuk melaksanakan tugas-tugas keperluan pemerintahan sesuai dengan fungsi dan tugas instansi/lembaga pemerintah yang mengoperasikan kapal negara tersebut.
16
Menurut Markas Besar Tentara Nasional Angkatan Laut (2002), TNI AL memiliki sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan keamanan laut sebagai berikut : 1) Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) merupakan komponen Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT) dalam menjamin keamanan di laut, berperan untuk mengadakan pengawasan dan deteksi sasaran, pengenalan dan penilaian sasaran, penindakan dan penyidikan terhadap kejadian pelanggaran di laut sesuai dengan prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku. 2) Kapal TNI Angkatan Laut (KAL) merupakan unsur pembantu perkuatan unsur-unsur KRI dalam melaksanakan tugas Kamla. Terbatasnya jumlah kekuatan TNI AL khususnya KRI, maka dipandang perlu mengatur lebih lanjut pembinaan dan pengoperasian KAL dalam tugas operasi Kamla. 3) Pangkalan TNI AL merupakan komponen SSAT yang berfungsi untuk memproyeksikan kekuatan TNI AL ke daerah operasi serta memberikan dukungan
administrasi
dan
logistik
secara
berlanjut
agar
terjamin
kelangsungan operasional unsur-unsur TNI AL. Selain itu pangkalan TNI AL berperan pula sebagai fasilitator proses yustisial pelanggaran hukum di laut. 4) Kapal-kapal dari instansi non TNI AL yang memiliki kapasitas dan wewenang di dalam penyelenggaraan operasi keamanan di laut sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang terdiri dari Polri, Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Kelautan dan Perikanan. Sesuai dengan TZMKU 1939 (Stb 1939 Nomor 442) yang diwewenangkan untuk melaksanakan hukum di laut adalah instansi perhubungan laut dan angkatan
17
laut. Sedangkan aparat kepabeanan diberi wewenang di bidangnya untuk menjamin pemasukkan bea-bea bagi negara. Kewenangan ini didukung dengan peraturan-peraturan pelaksana dibidang acara pidana di laut melalui Stb 1939 Nomor 525 dan Stb 1939 No. 43 yang dilaksanakan oleh aparat dan kapal institusi angkatan laut dan Ditjen Perhubungan Laut, sejalan dengan perkembangan negara-negara di dunia dan hukum internasional khususnya UNCLOS yang telah diratifikasi oleh pemerintah RI sesuai Undang-undang No. 17 Tahun 1985 bahwa laut bagi suatu negara harus dijaga dan diamankan baik untuk kepentingan kedaulatan (sovereignty) maupun untuk kesejahteraan (prosperity) melalui fungsi pertahanan (defence function) dan fungsi polisionil (constabulary function) yang dilakukan hanya dengan kapal perang (warship) dan kapal pemerintah/sipil (government ship). Hasil loka karya nasional hukum laut tentang penegakan kedaulatan dan hukum di laut yuridiksi negara kesatuan RI di tinjau dari aspek pengamanan batas wilayah dan sumber daya nasional di Jakarta pada September 2003 menjelaskan bahwa : Direktorat Jenderal Perhubungan laut dalam hal penegakan kedaulatan, keamanan dan kesejahteraan serta persatuan negara Republik Indonesia memiliki sarana alat dan peralatan kapal. Sesuai keputusan presiden (Keppres) Nomor 12 tahun 1982 menetapkan bahwa kapal tersebut adalah kapal negara yang digunakan dalam pelaksanaan tugas operasional di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang terdiri atas:
18
1) Kapal negara (government vessel) (1) Kapal negara yang digunakan di bidang kenavigasian sebanyak 72 kapal yang terdiri atas kapal induk perambuan, kapal bantu perambuan, kapal inspeksi dan kapal survei. (2) Kapal negara yang digunakan dibidang penjagaan dan penyelamatan (KPLP) sebanyak 146 kapal terbagi atas 5 kelas yang berfungsi untuk patroli, penanggulangan pencemaran dan pemberian bantuan SAR. 2) Senjata api Senjata api yang dimiliki Ditjen Perhubungan Laut saat ini digunakan di pelabuhan dan di atas kapal negara terdiri atas : (1) Senjata api berat (meriam) sebanyak 24 pucuk (2) Senjata api panjang sebanyak 400 pucuk (3) SenjataaApi genggam sebanyak 535 pucuk Kapal negara yang dioperasikan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan adalah kapal pengawas perikanan yang berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan. Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan pada pasal 69 menyebutkan bahwa kapal pengawas perikanan dapat menghentikan, memeriksa, membawa, dan menahan kapal yang diduga atau patut diduga melakukan pelanggaran di wilayah penggeloaan perikanan Republik Indonesia ke pelabuhan terdekat untuk pemrosesan lebih lanjut. Kapal pengawas perikanan tersebut dapat dilengkapi dengan senjata api. Saat ini kapal pengawas perikanan yang beroperasi jumlahnya 16 kapal terdiri dari berbagai tipe dan jenis.
19
2.3 Legalitas Tugas Aparat Negara di Laut Institusi yang terlibat dalam pengamanan pengelolaan sumber daya kelautan dapat dikelompokan atas institusi yang berada di pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota, swasta dan LSM, dimana masing-masing lembaga atau institusi mempunyai fungsi dan tanggung jawab atas azas manfaat dan kelestarian lingkungan yang berkelanjutan (sustainable). Lembaga aparat negara di laut di tingkat pusat terdiri dari : 1) TNI-AL, Mabes TNI; 2) Direktorat
Polisi Air,
Mabes Polri; 3) KPLP, Ditjen Perla, Departemen Perhubungan dan Telkom; 4) Direktorat Jenderal P2SDKP, Departemen Kelautan dan Perikanan; 5) Direktorat Jenderal Bea Cukai, Departemen Keuangan; 6) Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Keuangan; dan 7) Pemda, Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan, Bapelda, Dinas Kesehatan Karantina. Lembaga aparat negara di laut di tingkat propinsi, kabupaten dan kota merupakan perwakilan atau perpanjangan lengan dari lembaga di tingkat pusat secara administratif tetapi secara operasional dikendalikan oleh pemerintah daerah setempat. Secara umum jumlah lembaga, struktur organisasi, tugas dan tanggung jawab serta wewenang merupakan hubungan berjenjang dan pengendalian administratif dari tingkat pusat sampai dengan tingkat daerah propinsi dan daerah kabupaten dan kota. Dengan demikian struktur organisasi lembaga yang menangani penegakan Tanjung Perak, Belawan, Makasar dan Tanjung Emas mempunyai struktur yang sama sesuai dengan tingkatannya. Pada hakekatnya penegakan hukum di laut tidak dapat ditangani oleh satu instansi saja, karena Undang-Undang memberikan mandat kepada beberapa instansi pemerintah. Instansi/lembaga yang mempunyai fungsi dan wewenang
20
penegakan hukum di laut ditingkat pusat dapat dimatrikulasi pada Tabel 1. Sedangkan lembaga yang mempunyai fungsi dan penegak hukum di laut di tingkat daerah disajikan pada Tabel 1.
21
Tabel 1. Aspek legal kewenangan lembaga penegak hukum di laut. INSTANSI
UNDANG-UNDANG
No
1
1
TZMKO/1939 PASAL 14 PEROMPAKAN & LAIN-LAIN
2
5 / 1983 ZEEI
3
31 / 2004 PERIKANAN
4
5 / 1992 BENDA CAGAR BUDAYA
5
9 / 1992 IMIGRASI
6
21 / 1992 PELAYARAN
7
5 / 1990 KSDA
8 9 10 11 12
TNI AL
POLRI
2
PPNS BEA CUKAI
3
PPNS
PPNS DKP
PPNS IMIGRASI
PPNS LH
PPNS PKA/ HUTAN
PPNS DIKNAS
PPNS DEPKES
PPNS LING. HIDUP
PPNS PARSENI BUD
PPNS DEP DAGRI
BASAR NAS
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
HUBLA
4
10 / 1995 KEPABEANAN 11/1995 CUKAI 6 / 1996 PERAIRAN 23 / 1997 LINGKUNGAN HIDUP 41 / 1999 KEHUTANAN 16/1992 KARANTINA
13
32/2004 OTDA
14
KEPPRES No. 11 1972
: menunjukkan dasar UU yang dipakai dalam melaksanakan tugas oleh 14 instansi 21
22
Bakar (2005) menerangkan bahwa banyaknya penegak hukum di laut merupakan amanat dari undang-undang terhadap instansi yang bersangkutan, dan itu diakui sendiri oleh Direktur KPLP. Memang sampai saat ini pengamanan di laut Nusantara diserahkan kepada banyak instansi sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, namun di kebanyakan negara maritim di pergaulan perdagangan dunia Internasional pengamanan kapal-kapal niaga sudah diatur dan dilakukan oleh satu lembaga. Di balik prospek potensi ekonomi kelautan dan sumberdaya kelautan yang menjanjikan kesejahteraan bagi rakyat, bangsa dan negara, adalah pengalaman bagi bangsa kita dalam membangun sumberdaya kelautan pada masa lalu pada umumnya mengarah ke suatu pola yang merusak daya dukung lingkungan serta tidak berkelanjutan. Pencemaran perairan pesisir yang terus meningkatanjungejala tangkap lebih (overfishing), degradasi habitat pesisir
dengan rusaknya hutan
bakau, rusaknya terumbu karang, abrasi/erosi pantai, pencurian ikan dan non ikan di laut, penyelundupan, perompakan di laut, yang dihadapi masyarakat maritim menunjukan kondisi yang mengancam keamanan dalam kapasitas yang berkelanjutan terhadap ekosistem pesisir dan laut di perairan pelabuhan sekitar Tanjung Emas. Apabila kecenderungan tersebut tidak segera diperbaiki, dikhawatirkan generasi muda penerus bangsa tidak dapat lagi menikmati kekayaan sumber daya kelautan, oleh karena itu diperlukan pengaturan pengawasan dan pengamanan yang dapat mendukung terjaminnya kelestarian di laut Perairan Tanjung Emas. Pada awalnya kapal pengawas sebagai penunjang pelaksanaan tugas masing-masing institusi kemaritiman dalam kegiatan patrolinya dilaksanakan
23
sendiri-sendiri sehingga mengakibatkan upaya pengawasan dan pengamanan di laut tidak dapat terselenggara secara efisien dan efektif. Untuk mengatasi keadaan ini, maka dibentuklah Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menhankam/Pangab, Menteri Keuangan, Menteri Kehakiman, Menteri Perhubungan, dan Jaksa Agung RI. Bakorkamla berfungsi
mengkoordinasikan
fungsi
instansi
dan
aparat
terkait
serta
mengendalikan fungsi dari intansi-instansi tersebut menjadi kesatuan upaya yang terpadu demi terpeliharanya kepentingan keamanan nasional di laut. Berdasarkan Keputusan Pangab/Pang TNI No. Kep/08/VII/’97 dan UU RI No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara serta UU RI No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, maka pengemban fungsi dan tanggung jawab pelaksanaan operasional keamanan laut nasional yang secara hirarki berjenjang, penanggung jawab pelaksanaan operasional Bakorkamla di perairan dan Pelabuhan
Tanjung
Emas
adalah
Panglima
Armada
Kawasan
Timur
(Pangarmatim), sedangkan pelaksana sehari-hari di perairan dan Pelabuhan Tanjung Emas didelegasikan kepada Komandan Gugus Keamanan Laut Kawasan Timur (Danguskamla Armatim) dengan pelaksana harian adalah Komandan Lanal Semarang. Dalam wadah Bakorkamla, keberadaan dan kedudukan masing-masing komponen dalam organisasi serta kewenangan dalam pelaksanaan tugas sebagai aparat keamanan di laut tetap didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan UU RI No. 3 tahun 2002 tentang pertahanan negara dan UU RI No. 2 tahun tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Upaya keamanan nasional di laut dihadapkan kepada spektrum ancaman yang kompleks serta perairan yang sangat luas, secara alamiah menuntut adanya
24
modus operasi yang tepat yaitu keterpaduan kekuatan yang di proyeksikan secara proporsional serta didukung oleh fungsi pengendalian operasi keamanan laut yang handal. Fungsi pengendalian ini merupakan faktor yang menentukan dalam pengembangan pola operasi keamanan laut di lapangan. Dalam pelaksanaannya, Bakorkamla dengan seluruh jajarannya belum dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Kendala utama terletak pada belum satunya pola pikir, pola sikap dan pola tindak aparat penegak hukum di laut dalam mengartikan tujuan utama keamanan nasionaldi laut yang merupakan sub sistem keamanan negara (Mabes TNI AL, 2002). Pencerminan kompleksnya masalah keamanan nasional di laut dapat diproyeksikan pada skala yang lebih kecil yaitu peninjauan dan penelitian tugas dan fungsi aparat negara di perairan dan pelabuhan Tanjung Emas Semarang. 2.4
Kapal Niaga, Transportasi Laut, Keselamatan Kapal di Laut dan Pelabuhan Laut Menurut PP Nomor 2 tahun 1962 Kapal Niaga Indonesia merupakan
sarana pemberi jasa angkutan laut yang ditujukan untuk membina kesatuan ekonomi Negara Kepulauan Indonesia serta melayani dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, yang dinamakan kapal niaga adalah kapal laut yang digerakan secara mekanis dan yang digunakan untuk mengangkut barang dan atau orang untuk umum dengan pungutan biaya. Pasal 310 ayat (1) KUHD menegaskan, kapal laut adalah semua kapal yang dipakai untuk pelayaran di laut. Yang dimaksud Transportasi Laut adalah pengangkutan barang-barang dan atau orang oleh berbagai jenis kapal laut sesuai dengan kemajuan teknologi. Keselamatan Kapal di laut yang dimaksud adalah keselamatan kapal pada saat
25
berlayar maupun pada saat bersandar didermaga pelabuhan atau kapal yang sedang berada di laut. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 67 Tahun 1999 pasal 2 Administrator Pelabuhan mempunyai tugas menyelenggarakan pemberian pelayanan keselamatan pelayaran di dalam lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan untuk memperlancar angkutan laut. Menurut PP Nomor 69 tahun 2001, pelabuhan laut adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi
dipergunakan sebagai
tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Menurut lingkup pelayaran yang dilayani, fungsi pelabuhan dibagi menjadi pelabuhan internasional, pelabuhan nasional, pelabuhan regional dan pelabuhan lokal. Menurut Fauzi (2005), pelabuhan laut adalah sebuah infrasruktur pembangunan ekonomi kelautan memiliki peranan penting sebagai penggerak roda ekonomi suatu kawasan. Peran pelabuhan laut demikian strategis, walaupun perkembangan teknologi di bidang dirgantaraan semakin pesat, namun pelabuhan laut selanjutnya lebih dilihat sebagai komplemen infrastruktur bagi salah satu moda transportasi. Keunggulan pelabuhan laut sebagai infrastruktur bagi transaksi dalam volume besar sebagai tempat berlabuh kapal supercargo atau supertanker merupakan salah satu fungsi pelabuhan yang saat ini belum bisa digantikan. Dalam konteks pembangunan kelautan, pelabuhan laut merupakan bagian yang tidak terpisahkan.
26
2.5 International Ship and Port Facility Security Code (ISPS Code) Suyono (2005), menerangkan bahwa kapal merupakan sasaran empuk bagi teroris, karena dengan mobilitas potensinya dapat digunakan untuk melakukan kerusakan yang sangat besar agar dunia mengetahui motif politiknya. Maka diciptakanlah ISPS Code oleh beberapa badan Internasional seperti : 1) International Chamber of Shipping (ICS) 2) The Batic and International Maritime Council (BIMCO) 3) The Society of International Gas Tanker and Terminal Operators (SIGTTO) 4) The International Parcel Tanker Association (PTA) 5) The Oil Companies International Maritime Forum (OCIMF) 6) The World Nuclear Transport Institute (WNTI) 7) The International Association of Port and Harbour (IAPH) 8) The United States Coast Guard (USCG) Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 3/2003, Pelabuhan Tanjung Emas ditetapkan sebagai salah satu pelabuhan di Indonesia yang wajib melaksanakan International Ships and Port Facility Security Code (ISPS Code). Menurut Motik (2005), International Ship and Port Facility Security Code (ISPS Code) yang diterjemahkan menjadi Kode Internasional Keamanan Kapal dan Fasilitas Pelabuhan merupakan bagian dari (IMO MSC) International Maritime Organization Maritime Security Comitee adalah suatu tindakan dan prosedur untuk mencegah aksi teroris pasca serangan bom di WTC New York yang akan mengancam keamanan para penumpang dan awak kapal serta keselamatan kapal. ISPS Code telah diadopsi oleh salah satu resolusi pada 12
27
Desember 2002 oleh Konferensi negara anggota yang dimasukkan ke dalam Konvensi Internasional untuk keselamatan jiwa di laut. Tujuan dari ISPS Code ini adalah: 1) untuk menetapkan suatu kerangka Internasional yang melibatkan kerjasama antara negara anggota, instansi pemerintah, administrasi lokal, pelayaran dan industri pelabuhan; 2) untuk mendeteksi dan menilai ancaman keamanan dan mengambil tindakan pencegahan terhadap insiden keamanan yang mempengaruhi kapal dan fasilitas pelabuhan yang digunakan dalam perdagangan internasional; 3) untuk menetapkan peran dan tanggung jawab masing-masing dari semua pihak yang terkait di tingkat nasional dan internasional; 4) untuk menjamin keamanan maritime; 5) untuk memastikan efisiensi dan secara dini penyusunan dan pertukaran informasi terkait dengan keamanan; 6) untuk menyediakan suatu metodologi bagi penilaian keamanan agar supaya dapat membuat rencana dan prosedur yang menjamin kepercayaan yang cukup dan tindakan keamanan maritim yang proporsional dan siap sedia. Adapun sasaran dari ISPS code ini adalah : 1) untuk menetapkan suatu kerangka internasional yang menyertakan kerjasama antara negara anggota, instansi pemerintah, administrasi lokal, pelayaran dan industri pelabuhan untuk mendeteksi keamanan yang mempengaruhi kapal dan fasilitas pelabuhan yang digunakan dalam perdagangan internasional. 2) untuk menetapkan tanggung jawab dan peran masing-masing negara anggota, instansi pemerintah, administrasi lokal, pelayaran dan industri pelabuhan ditingkat internasional dan nasional, untuk menjamin keamanan maritim. 3) untuk memastikan koleksi efisiensi dan pertukaran informasi dini terkait dengan keamanan.
28
4) menyiapkan suatu metodologi untuk penilaian keamanan agar supaya dapat membuat rencana dan prosedur untuk beraksi sesuai perubahan tingkat keamanan, dan 5) untuk memastikan keyakinan yang cukup dan tindakan keamanan maritim yang sebanding. Struktur Organisasi ISPS Code di Pelabuhan laut disajikan pada Gambar 2 berikut ini : MARINE & PORT SECURITY COMITTEE PELINDO III
ADPEL
BEA CUKAI
PORT MASTER ADPEL (KOORDINATOR)
INSA POLRES KPPP KARANTINA
KES PEL
DIR POLAIRUD TNI AL IMIGRASI
PORT SECURITY OFFICER ADPEL ORGANISASI KEAMANAN BERWENANG
DEPUTY PORT SECURITY OFFICER
SECRETARY / ADMINSITRASI
PERLENGKAPAN
DIKLAT
SHIP SECURITY OFFICER
TERMINAL SAMUDERA
PORT FACILITY SECURITY OFFICER
TERMINAL PENUMPANG
COMPANY SECURITY OFFICER
TPKS
Sumber: Administrator Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, 2007
Gambar 2. Struktur organisassi ISPS code Pelabuhan Tanjung Emas
29
2.6 International Maritime Organization (IMO) IMO adalah badan dari United Nations atau Persatuan Bangsa-Bangsa yang membuat peraturan-peraturan tentang Keselamatan Kapal dan Kemaritiman. Menurut Suyono (2005) pada tahap permulaan berdiri, IMO mengkonsentrasikan diri terhadap keamanan kapal dan peraturan-peraturan terkait. Namun kemudian berkembang menjadi keamanan lingkungan di mana kapal berada. Oleh karena itu, terbentuklah konvensi–konvensi seperti : 1) Safety of Life at Sea (SOLAS) Convention 1974/1978 2) Marine Polution Prevention (MARPOL) 1973/1978 3) Standard of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers (STCW) Convention 1978/1995 4) Tonnage Measurement 5) Loadline Convention Di dalamnya termasuk juga beberapa amandemen dari setiap konvensi. Atas prakarsa Amerika Serikat kepada PBB sebagai tindakan antisipasi terhadap serangan terorisme, anggota IMO diminta untuk menerapkan : 1) Regional Maritime Security Inisiatif (RMSI); yaitu kerjasama regional untuk menjaga keselamatan kapal-kapal cargo, tanker, passanger di laut 2) Container Security Inisiative (CSI); yaitu kewenangan mencurigai, memeriksa, menahan dan menangkap container berisi bom/bom nuklir (weapon massal destructive), limbah dan lain lain di laut bebas. 3)
Proliferation Security Inisiative (PSI); yaitu kewenangan menahan, memeriksa dan menangkap kapal-kapal yang terindikasi dan terbukti melakukan kegiatan pelanggaran hukum laut internasional di laut bebas.
30
PSI adalah gagasan dan upaya Amerika Serikat untuk mengajak negara – negara pantai bergabung untuk menerapkan keinginannya dalam rangka menangkal serangan teroris kenegaranya. Dalam hal ini pemerintah Indonesia dengan tegas menolak gagasan PSI tersebut 4) Monitoring, Controlling, Surveillance and Enforcement (MCSE); yaitu kegiatan
mengadakan
pemantauan/pengamatan,
pengendalian,
dan
pengawasan pada kapal-kapal yang dicurigai melakukan tindakan illegal dan memberikan tindakan serta sanksi sesuai hukum yang berlaku. 2.7 Administrator Pelabuhan Administrator
pelabuhan
mempunyai
tugas
memadukan
rencana
operasional tambatan/gudang dan fasilitas pelabuhan lainnya. Administrator juga mengendalikan kelancaran arus kapal dan barang dan mengadakan pembinaan dan tenaga Kerja Bongkar Muat (TKPBM) serta mengkoordinir instansi yang ada dalam pelabuhan (Suyono, 2005). Adapun instansi pemerintah dan perusahaan swasta yang berperan di pelabuhan adalah sebagai berikut : 1. Instansi Pemerintah 1) Admintrator Pelabuhan 2) Bea Cukai 3) Syahbandar 4) Imigrasi 5) Dinas Karantina dan Dinas Kesehatan 6) Keamanan dan Ketertiban 7) Sucofindo 2. Perusahaan Swasta terdiri dari : 1) Perusahaan Pelayaran 2) Perusahaan Bongkar Muat (PBM)
31
3) Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) dan Freight Forwarder 4) Perusahaan Angkutan Bandar 5) Perusahaan Angkutan Darat 6) Perbankan 7) Surveior 8) Jasa Konsultan 9) Perusahaan persewaan peralatan 10) Pemasok Administrator
pelabuhan
mempunyai
tugas
menyelenggarakan
memberikan pelayanan keselamatan pelayaran di dalam daerah lingkungan kerja dan di daerah kepentingan pelabuhan untuk memperlancar angkutan laut. Kantor Administrator dikalsifikasikan dalam lima kelas yaitu : kelas satu, kelas dua, kelas tiga, kelas empat dan kelas lima. Adapun klasifikasi pelabuhan di Indonesia telah mendapatkan pembagian tugas dengan standar struktur organisasi yang seragam, khususnya Pelabuhan Tanjung Emas Jawa Tengah adalah klasifikasi pelabuhan Indonesia yang dikelompokkan pada kelas tiga. Kondisi-kondisi pelabuhanpelabuhan Indonesia menurut kelasnya tersebut tidak jauh berbeda dan mendekati sama khususnya untuk kondisi penegakan hukum dan SAR di perairan pelabuhan besar di Indonesia lainnya seperti di Pelabuhan Tanjung Perak, Tanjung Priok, Belawan, Makasar, dan lain-lain. 2.8 Direktorat Polisi Air POLRI Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
dalam
rangka
terpeliharanya
keamanan
dalam
negeri
dan
melaksanakan fungsi kepolisian yang meliputi seluruh wilayah negara republik
32
Indonesia. Di wilayah perairan Indonesia POLRI membentuk dan memiliki Direktorat Polisi Air. Direktorat Polisi Air melaksanakan fungsi kepolisian di wilayah perairan Indonesia dan bertugas : 1)
Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintahan di wilayah perairan Indonesia.
2)
Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas transportasi laut di wilayah perairan Indonesia.
3)
Membina
masyarakat
untuk
meningkatkan
pertisipasi
masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan. 4)
Turut serta membina hukum nasional khususnya hukum yang berlaku di perairan nasional.
5)
Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum khususnya keamanan di perairan Indonesia.
6)
Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), dan bentukbentuk pengamanan swakarsa di perairan Indonesia.
7)
Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di perairan Indonesia.
8)
Menyelenggarakan
identifikasi
kepolisian,
kedokteran
kepolisian,
laboratorium forensik, dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian khususnya kepolisian air.
33
9)
Melindungi keselamatan raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup di perairan Indonesia dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
10) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang khususnya masyarakat yang melakukan kegiatan di perairan Indonesia. 11) Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian air. 12) Melakukan tugas lain di perairan Indonesia sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Strukrur oraganisasi Direktorat Kepolisian Air (Ditpolair) Mabes Polri disajikan pada Gambar 3. KAPOLRI
KABABINKUM
DITLANTAS
DIRPOLAIR
DITPOLUD
DITSAMAPTA
WADIRPOLAIR
KASUBDIT KAFASHARKAN
KASUBDIT SATROL
KAPAL TIPE A K-57
KAPAL TIPE B K-28
29 UNIT FPB-57
21 UNIT FPB-28
KASUBDIT GAKKUM
KAPAL TIPE C KECIL & SEDANG
Sumber: Ditpolair Polda Jateng, 2006
Gambar 3. Struktur organisasi Ditpolair Mabes Polri
KASUBDIT BIN OPS
34
2.9 Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Terbentuknya Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) diawali oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1939 dalam melaksanakan penegakan hukum, ketertiban dan keamanan di wilayah laut Hindia Belanda yang pada saat itu instansi yang diberi tugas bernama Zeen en Kust Bawaking Cient (Dinas Penjagaan Laut dan Pantai). Selanjutnya pada masa pemerintahan Republik Indonesia instansi tersebut diberi nama : Tahun 1945
bernama Kantor Urusan Laut
Tahun 1947
menjadi Djawatan Pelayaran
Tahun 1952
menjadi Djawatan Pelayaran Departemen Perhubungan dan Tenaga Kerja Umum
Tahun 1963
berubah nama menjadi Djawatan Pelayaran Dinas Penjagaan Laut dan Pantai (DPLP)
Tahun 1966
perkembangan
selanjutnya
pemerintah
membentuk
jawatan
pelayaran yang membawahi Komando Satuan Operasi (Kosatop) dengan tugas : Penegakan Hukum di laut dan Keselamatan Pelayaran Tahun 1973
Kosatop menjadi salah satu Direktorat di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yaitu Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (Direktorat KPLP) dan selanjutnya saat ini berubah menjadi Direktorat Penjagaan dan Penyelamatan (Direktoratanjungamat) Direktorat KPLP berubah nama menjadi Direktorat Penjagaan dan
Tahun 1999
Penyelamatan (Direktoratanjungamat)
35
Kembali berubah menjadi Direktorat KPLP dengan menambah Sub Tahun 2005
Direktorat Pengawasan dan Keselamatan yang memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
Sebelum berubah nama dari Direktoratanjungamat ke Direktorat KPLP kembali, Departemen Perhubungan dan Telekomunikasi pada tahun 2001 telah mengeluarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Perhubungan nomor KM 24 tahun 2001 tentang organisasi dan tata kerja Departemen Perhubungan menetapkan pada pasal 344 menjelaskan bahwa “Direktorat Penjagaan dan Penyelamatan mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi dibidang pengamanan, patroli, penanggulangan musibah dan pencemaran tertib perairan dan pelabuhan, salvage dan pekerjaan bawah air serta penjagaan dan penyelamatan“. Pasal 345 mengatur fungsi Direktorat Penjagaan dan Penyelamatan yaitu : 1) Penyiapan
perumusan
kebijakan
dibidang
pengamanan,
patroli
penanggulangan musibah dan pencemaran, tertib perairan dan pelabuhan, salvage dan pekerjaan bawah air, kesiapan sarana penjagaan dan penyelamatan. 2) Penyiapan perumusan pedoman, norma, kriteria, dan prosedur dibidang pengamanan, patroli, penanggulangan musibah dan pencemaran, tertib perairan dan pelabuhan, salvage, dan pekerjaan bawah air serta kesiapan sarana penjagaan dan penyelamatan. 3) Pemberian bimbingan teknis dibidang pengamanan patroli, penanggulangan musibah dan pencemaran, tertib perairan dan pelabuhan, salvage dan pekerjaan bawah air serta kesiapan sarana penjagaan dan penyelamatan.
36
4) Penyiapan pemberian perizinan pelayaran dibidang tertib perairan dan pelabuhan, penanggulangan musibah dan pencemaran serta salvage dan pekerjaan bawah air serta penyelaman. 5) Pelaksanaan evaluasi penyelenggaraan kegiatan dibidang tertib perairan dan pelabuhan, penanggulangan musibah dan pencemaran serta salvage dan pekerjaan bawah air. 6) Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian dan rumah tangga Direktorat. Pengamanan di laut sebenarnya
telah diatur dan dilakukan oleh satu
lembaga sebagaimana telah diamanatkan sejak zaman Belanda dalam TZMKO tahun 1939 yang mengatakan Government Maritime atau pemerintah di laut adalah kapal – kapal negara yaitu : kapal-kapal penjagaan pantai (coast guard) dan kapal-kapal bantu navigasi yang melakukan tugas pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan pelayaran. Di samping itu juga tugas penjagaan laut dan pantai tertuang pada konvensi IMO, UNCLOS 1982, Salas 1974, Marpol 1973, 1978 dan ISPS Code yang pada intinya penegakan hukum di laut itu oleh kapal-kapal aparat negara, selanjutnya untuk memperlancarkan pergerakan kapal-kapal di laut bukan malah menghambat. Menurut Abubakar (2005), pada Mingguan Maritim No. 367 bahwa jika ditelusuri lembaga/institusi mana yang pantas untuk dimajukan sebagai satu instansi sebagai penegak hukum di laut, maka pilihannya tentu jatuh kepada KPLP yang saat ini berada di bawah kendali Direktorat KPLP, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Tugas dan fungsi Direktorat KPLP adalah melaksanakan perumusan kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengamanan, patroli,
37
penanggulangan musibah dan evaluasi di mbidang pengamanan, patroli, penanggulangan musibah dan pencemaran, tertib perairan dan pelabuhan, salvage dan pekerjaan bawah air serta sarana penjagaan dan penyelamatan. Struktur Organisasi Direktorat KPLP di gambarkan seperti Gambar 4.
38
DIREKTORAT KESATUAN PENJAGAAN LAUT DAN PANTAI SUBBAGIAN TATA USAHA
SUBDIREKTORAT PATROLI DAN PENGAMANAN
SEKSI PATROLI
SEKSI PENGAMANAN
SUBDIREKTORAT PENGAWASAN KESELAMATAN DAN PPNS
SEKSI ADVOKASI DAN DESIMINASI PENGAWASAN KESELAMATAN
SEKSI PPNS
SUBDIREKTORAT TERTIB PELAYARAN
SUBDIREKTORAT PENANGGULANGAN MUSIBAH DAN PEKERJAAN BAWAH AIR
SEKSI KEBANDARAN
SEKSI KECELAKAAN KAPAL
SEKSI PENANGGULANGAN MUSIBAH
SEKSI PEKERJAAN BAWAH AIR
SUBDIREKTORAT SARANA DAN PRASARANA
SEKSI SARANA DAN PRASARANA OPERASIONAL
SEKSI AWAK KAPAL
Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2006
Gambar 4. Struktur organisasi Direktorat KPLP
38
39
2.10 Search And Rescue (SAR) Indonesia sebagai anggota International Maritim Organization (IMO) dan International Civil Aviation Organization (ICAO) mempunyai konsekuensi yang logis untuk dapat menangani musibah-musibah penerbangan ataupun musibah pelayaran, sehingga Indonesia sudah selayaknya mempunyai organisasi SAR untuk mewujudkan harapan dunia Internasional yaitu mampu menangani musibah penerbangan dan pelayaran, yang mengkoordinir segala kegiatan-kegiatan SAR dibawah satu komando. Untuk mengantisipasi tugas-tugas SAR tersebut ditetapkan Keputusan Presiden Nomor: 11/1972 tanggal 28 Februari tahun 1972 tentang pembentukan Badan SAR Indonesia (BASARI). Pusarnas merupakan unit BASARI yang bertanggung jawab sebagai pelaksana organisasi kegiatan SAR di Indonesia. Dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi tugas dan fungsi SAR di Indonesia, pada tahun 1979 melalui Keputusan Presiden Nomor : 47/1979, Pusarnas yang semula dibawah BASARI, dimasukkan kedalam struktur organisasi Departemen Perhubungan dan namanya diubah menjadi Badan SAR Nasional (BASARNAS), yang membawahi BASARDA tipe A dan tipe B. Struktur BASARNAS diperlihatkan pada Gambar 5 berikut ini:
40 BADAN SAR NASIONAL SEKRETARIAT PERENCANAAN BAGIAN PERENCANAAN
BAGIAN KEUANGAN
BAGIAN UMUM
SUBBAG RENPROG
SUBBAG ANGGARAN
SUBBAG TATA USAHA
SUBBAG HUK & ORG
SUBBAG PERB & VER
SUBBAG KE-RT-AN SUBBAG KEPEGAWAIAN
SUBBAG EVALAP PUSAT BINA POTENSI SAR
PUSAT BINA OPERASI SAR
BIDANG SIAGA & RAHPOT SAR
KEL. JABATAN FUNGSIONAL
KEL. JABATAN FUNGSIONAL
BIDANG KOMUNIKASI
BIDANG BINA KETENAGAAN
BIDANG BINA PERALATAN
SUBBID PELATIHAN & KESIAGAAN
SUBBID PERANGKAT KOMUNIKASI
SUBBID PELATIHAN & KETRAMPILAN
SUBBID PEMELIHARAAN
SUBBID RAH POT & EVALUASI OPS
SUBBID OPERASI KOMUNIKASI
SUBBID PENYULUHAN
SUBBID STAND & INVEN
KANTOR SAR TYPE A
KANTOR SAR TYPE B
Subbag TU Seksi Operasi
Kel. Jabatan Fungsional
Petugas TU Sub seksi Operasi
Kel. Jabatan Fungsional
Sumber: Badan SAR Nasional, 2006
Gambar 5. Struktur organisasi Badan SAR Nasional
2.11 Ekonomi Kelautan Ekonomi kelautan merupakan kegiatan pengelolaan, pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia yang berada di wilayah pesisir dan laut seperti kegiatan industri budi daya rumput laut, teripang, ikan kerapu, mutiara, pengembangan wisata bahari, produksi garam dapur, budi daya dan pengolahan hasil perikanan, industri perkapalan, pelabuhan dan pelayaran, perniagaan antar pulau serta perniagaan antar benua. Perikanan merupakan salah
41
satu hasil dari pengolahan dari sumber daya laut yang banyak dikelola oleh masyarakat maritim nasional maupun internasional. Menurut Ariadno (2005), populasi ikan yang semula diyakini tidak terbatas saat ini mulai dirasakan akan terancam dengan semakin canggihnya armada dan alat penangkapan ikan. Monintja (2005), mengatakan untuk mencegah, menghambat, dan menghapuskan kegiatan penangkapan ikan yang melanggar hukum telah ada rencana aksi internasional yaitu program yang disusun dan berasal dari CCRF yang bertujuan untuk keberlanjutan perikanan dan kepedulian terhadap isu penangkapan ikan ilegal. Adrianto (2005), mengatakan bahwa perikanan sebagai sebuah sistem yang memiliki peranan penting dalam penyediaan bahan pangan, kesempatan kerja, rekreasi, perdagangan dan kesejahteraan ekonomi bagi sebagian penduduk Indonesia membutuhkan pengelolaan yang mencakup berbagai komponen. Salah satu adalah bagaimana pendistribusiannya agar dapat sampai pada konsumen, maka diperlukan transportasi dan pelabuhan bongkar muat. Kegiatan ekonomi kelautan yang sifatnya perpindahan barang dan jasa dari daerah A ke daerah B atau sebaliknya melalui perairan yang mengakibatkan terjadinya transaksi antara daerah A dan daerah B atau pertukaran dalam bentuk barang dan jasa, Surplus barang dan jasa X di daerah A akan menjadi kebutuhan di daerah B, sebaliknya surplus barang dan jasa Y di daerah B akan menjadi kebutuhan didaerah A (Kamaludin, 2005). Sistem pengangkutan barang dan jasa lewat laut akan membutuhkan transportasi laut sebagai sarana pengangkutan yang kegiatannya dititik beratkan di area pelabuhan, disinilah peranan dan fungsi pelabuhan laut sangat terkait dengan tingkat pertumbuhan ekonomi kelautan.
42
Fungsi pelabuhan laut yang komprehensif akan menunjang aktivitas ekonomi kelautan lainnya, yang pada gilirannya akan mengurangi biaya transaksi sehingga menyebabkan pelabuhan lebih efisien dan memberikan manfaat ekonomi yang tinggi (Adisasmita, 2006). Fungsi ekonomi pelabuhan laut juga tidak terbatas pada wilayah pantai dan laut, tetapi juga pada skala regional secara menyeluruh baik pada tingkat rural maupun urban. Hal ini karena pelabuhan bukan saja melayani jasa transportasi, melainkan lebih dari itu menyediakan lapangan pekerjaan, pusat perdagangan, rekreasi, dok service, dan sederet aktivitas turunan yang dihasilkan dari satu kegiatan ke kegiatan ekonomi lainnya (Fauzi, 2005) Faktor-faktor yang mempengaruhi efek pengganda positif pelabuhan terhadap ekonomi kelautan: 1) Efisiensi dan Produktivitas Salah satu kunci keberhasilan ekonomi kelautan adalah dengan cara efisiensi dengan meningkatkan kapasitas volume muat angkutan dengan menekan biaya muat dan angkut per m³ sehingga energi akan lebih banyak digunakan untuk memenuhi permintaan jasa pelabuhan. 2) Aspek lingkungan Pembangunan pelabuhan dan aktivitas pelabuhan yang berupa reklamasi pantai dan jalur transportasi laut sangat berdampak pada rusaknya ekosistem padang lamun terumbu karang, hilangnya ekosistem itu dalam jangka panjang bisa berakibat cukup serius bagi kehidupan masyarakat yang bergantung pada sektor ekonomi kelautan lainnya seperti perikanan dan budi daya laut yang bersifat irrevisible (tidak dapat diperbaharui)
43
3) Aspek sosial dan kelembagaan Salah satu dampak yang mendasar dari berfungsinya pelabuhan adalah terjadinya perubahan sosial dan kelembagaan di wilayah pesisir dan sekitarnya. 4) Aspek pertumbuhan atau permintaan terhadap jasa pelabuhan. Hal tersebut sangat dirasakan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan kawasan pariwisata, kawasan industri dan lain-lain. Peningkatan terhadap permintaan fungsi pelabuhan hanya bias dilakukan melalui iklim ekonomi mikro da makro yang sehat. Instrumen ekonomi hendaknya dibuat atraktif dan iklim investasi harus dibarengi dengan stabilitas politik dan keamanan. Pelabuhan melayani transaksi multi miliaran dolar, dengan transaksi sebesar itu maka resiko sekecil apapun harus diperhitungkan karena kerugian yang ditimbulkan oleh resiko dan ketidakpastian sangat besar dan bisa menurunkan kapasitas muatan angkut terhadap jasa pelabuhan dimasa mendatang. Besarnya pelayanan transaksi multi miliaran dolar pada ekonomi kelautan yang bergerak disekitar perairan dan pelabuhan diperlukan manajemen pengelolaan yang membutuhkan pengawasan, pengamanan, penyelamatan, dan law enforcement yang terintegrasi dalam satu sistem yang terpadu. 2.12 Geografi Perairan dan Pelabuhan Tanjung Emas Pelabuhan Tanjung Emas Semarang sebagaimana tertuang dalam Keputusan bersama Menteri Perdagangan, Menteri Perhubungan, dan Menteri Keuangan Nomor: 885 / KPB / VII / 1985 ; Nomor: KM.139/HK.205/Phb-85 dan
44
Nomor: 677/KMK.05/1985, ditetapkan sebagai salah satu perdagangan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri. Wilayah daratan dan perairan Tanjung Emas mempunyai posisi yang strategis bagi Provinsi Jawa Tengah untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan perekonomian yang potensial dalam sektor perikanan tangkap, budi daya tambak, pariwisata, jasa dan fasilitas pelabuhan, Industri Perkapalan, transportasi laut dan industri pengolahan hasil laut, yang terletak antara 1100 18’ 22” BT s/d 1100 29’ 50” BT dan 060 48’ 00 LS s/d 070 00’00” LS, batas-batas tersebut sesuai pada Gambar 6 perairan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang dan sekitarnya. Pada Gambar 7 kolam Pelabuhan Tanjung Emas Semarang sendiri terletak di Pantai Utara Jawa Tengah pada posisi : - Lintang 060 53’ 00’’ s/d 060 57’ 00’’S - Bujur 1100 24’ 00’’ s/d 1100 26’ 02’’ T Keadaan pantai dan perairan sekitar Pelabuhan Tanjung Emas merupakan dataran rendah yang berrawa-rawa dengan kondisi sebagai berikut : 1) Keadaan dasar laut lumpur 2) Kedalaman : Terdangkal 3,5 m (L,W,S); Terdalam 10 m (L,W,S) 3) Menara suar (Light House): C (4) 20 det. 33 m 16 M ; Posisi : 060 57’ 15’’S / 1100 25’ 03’’T 4) Suar penuntun (Leading Light) : C 3 det 16 m 11 M ; Posisi 060 57’ 33’’S / 1100 25’ 23’’T 5) Suar Ujung DAM (Break Water), Bagian Barat : C.HJ 10 det 8 m 6 M ; Bagian Timur C.M 10 det. 8 m. 6 M 6) Sesuai situasi yang digambarkan Peta Laut Indonesia No.91
45
7) Kepanduan Bahari Volume II 8) Keadaan Pasang Surut : (1) Waktu Tolok : GMT + 07.00 (2) Muka Surutan : (ZO) 60 cm di bawah DT (3) Sifat Pasut : Campuran, condong ke harian tanggal (4) Ramalan Pasut dapat dilihat pada buku ramalan pasut 9) Keadaan Arus : (1) Arah arus : 060 54’ 52’’.20 S (2) Sifat arus sesuai dengan sifat pasut (3) Posisi stasiun pasut : 1100 25’ 50’’.41 T (4) Kecepatan maksimum arus umum , 0,31 knot dengan arah 3240 terjadi pada siang hari, waktu air menuju surut, dan pada sore hari sekitar 0,28 knot dengan arah 1640. Arus ini lemah, baik arus pasut maupun bukan arus pasut. Dimuka pintu masuk pelabuhan menunjukkan adanya arus melintang meskipun arus lemah. 10) Area Labuh Jangkar (1) Rede Tanjung Emas : 060-53’, 0 S / 1100-23’, 5 T Radius = 1,5 mile 14,0 m LWS (2) Rede Kaliwungu : 060-53’, 0 S / 1100-20’, 0 T Radius = 1,0 mile 14,0 m LWS