PRESENTASI POSTER
2
Prosiding “Simposium Nasional Peluang dan Tantangan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan Formal”
Daya Anti Jamur EkstrakTeripang Emas (Stichopus Hermanii) Terhadap Candida AlbicansInVivo Kristanti Parisihni1, Syamsulina Revianti1, Delianis Pringgenies2 Departemen Biologi Oral FKG Universitas Hang Tuah Jurusan Ilmu Kelautan FPIK Universitas Diponegoro Email:
[email protected]
1
2
Abstrak Kandidiasis oral adalah penyakit infeksi jamur yang paling sering dijumpai pada rongga mulut.Teripang telah lama digunakan sebagai makanan dan obat tradisional di berbagai komunitas di Asia.Pada hasil penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa ekstrak teripang emas (Sticophus hermanii) mempunyai khasiat medis sebagai bahan anti jamur.Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya anti jamur ekstrak Sticophus hermanii terhadap Candida albicans secara in vivo. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan post test only control group design. Sampel terdiri dari 30 tikus Wistar jantan yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kontrol positif dan 3 kelompok perlakuan. Kondisi kandidiasis oral dibuat pada semua kelompok kecuali kelompok kontrol negatif dengan cara menyemprotkan 0,1 ml suspensi jamur Candida albicans 108 CFU/ml pada dorsal lidah tikus Wistar setiap dua hari sekali. Pada kelompok perlakuan diberikan ekstrak Stichopus hermanii melalui sonde labung masing-masing pada dosis 4.25 mg/kgBB, 8,5 mg/kgBB dan 17 mg/kgBB. Pada hari ke -14 tikus dikorbankan dan lidahnya dibiopsi dan dilakukan pemeriksaan imunohistokimia terhadap antibodi anti-Candida albicans.Data dianalisis dengan ANOVA selanjutnya dengan tes LSD.Hasil : Ekstrak Stichopus hermanii menurunkan ekspresi antibodi anti-Candida albicans. Dosis 17 mg/kgBB menurunkan ekspresi antibodi anti-Candida albicans paling banyak (p<0,05). Kesimpulan: Ekstrak Stichopus hermanii mempunyai daya anti jamur terhadap Candida albicans secara in vivo. Kata kunci: ekstrak Stichopus hermanii, anti jamur, Candida albicans
Pendahuluan Kandidiasis adalah infeksi jamur yang paling sering dijumpai pada rongga mulut, prevalensi kandidiasis pada rongga mulut meningkat sejak tahun 1980 terutama saat mulai berkembangnya era penyakit HIV-AIDS (Samaranayake, 2001; Williams& Lewis, 2011) Kandidiasis banyak diderita oleh orang dengan kondisi imunokompromais tetapi saat ini diketahui bahwa infeksi ini dapat diderita oleh seluruh populasi. Kandidiasis oral mempunyai berbagai manifestasi klinis yaitu kandidiasis pseudomembran akut, kandidiasis akut atropik, kandidiasis atropik kronis, kandidiasis kronik hiperplastik (William & Lewis, 2011).Kandidiasis adalah infeksi yang sebagian besar disebabkan oleh jamur Candida albicans .suatu jamur komensal yang bersifat patogen oportunistik dimana perubahan pada lingkungan flora rongga mulut berperan penting
dalam pertumbuhan C. albicans dan patogenitasnya (Samaranayake, 2006). Terapi utama antijamur untuk kandidiasis adalah pemberian preparat antijamur golongan polyenes seperti nistatin dan amfoterisin B atau golongan azole termasuk didalamnya mikonazol, flukonazol dan itrakonazol memberikan hasil yang memuaskan meskipun mulai didapatkan adanya berbagai resistensi terhadap obat antijamur (Nimi dkk, 2010). Adanya suatu alternatif bahan antijamur dari bahan alami akan memberikan suatu nilai tambah yang berarti bagi terapi kandidiasis oral. Indonesia adalah negara maritim yang kaya dengan sumber kekayaan laut.Selain diolah sebagai produk makanan, beberapa biota laut mempunyai potensi yang tinggi sebagai bahan berkhasiat obat. Teripang yang termasuk dalam kelompok Holothuria (filum Echinodermata) adalah invertebrata laut yang terdapat diperairan dangkal di Asia
Prosiding “Simposium Nasional Peluang dan Tantangan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan Formal”
3
yang secara empiris oleh masyarakat setempat telah digunakan mempunyai manfaat obat (Abraham dkk, 2001; Althunibat dkk, 2009; Dang dkk , 2007; Farouk dkk., 2007). Riset farmakologi dari sumber hayati biota laut telah berkembang akhir-akhir ini (Mayer dkk, 2009) Teripang (filum Echinodermata) diketahui kaya akan senyawa yang bermanfaat. Senyawa yang terkandung dalam teripang (filum Echinodermata) pada umumnya sama, hanya persentasenya berbeda antara satu spesies dengan spesies yang lain. Berdasarkan hasil penelitian pada beberapa spesies teripang diketahui bahwa senyawa yang terkandung dalam teripang adalah lektin, sterol, saponin/triperten glikosid (echinosid, holothurin A, holothurin B, holotoxin A, holotoxin B, holotoxin A1, holotoxin B1, stikoposid, telenotosid, cucum cariosid;philinopgenin A, philinopgenin B, philinopgenin C, philinopside E, synallactosid, hemoiedemosid, liouvillosid, calcigerosid, kerosid, DS-penaustrosid), protein, kolagen, mukopolisakarida, glikosaminoglikan, kondroitin sulfat E, kondrotin sulfat fukosilat, asam amino (aspartat, glutamat, histidin, treonin, alanin, arginin, prolin, tirosin, valin, serin, glisin, sistein, isoleusin, leusin, fenilalanin dan lisin), asam lemak (miristat, palmitat, palmitoleat, stearat, oleat, linoleat, araksidat, eicosapentaenat (EPA), behenat, erusat dan docosahexesaenat (DHA) vitamin (tiamin, riboflavin, niacin, C, E) Karotenoid (β-Carotene, βechinenone, canthaxanthin, phoenicoxanthin dan astaxanthin, cucumariasantin A, cucumariasantin B dan cucumariasantin C), mineral (besi, magnesium, kalsium, zinc, kromium), polifenol, flavonoid, SOD (Nurhidayati, 2009). Ekstrak beberapa spesies teripang diketahui mempunyai sifat antimikroba. Pringgenies (2008) menyatakan adanya sifat antimikroba dari beberapa spesies teripang di perairan Karimunjawa. Spesies holothuria lain (Cucumaria japonica) diketahui mempunyai sifat imunomodulator berdasarkan kandungan triterpen oligoglikosidanya yang mempunyai bioaktivitas antifungal dan imunomodulator (Avilov, 2007, Mayer dkk, 2005). Beberapa spesies teripang secara spesifik diketahui mempunyai daya antijamur (Cong dkk, 2006; Hua dkk, 2009). Hasil penelitian terdahulu dari Parisihni dkk, (2013), menunjukkan bahwa ekstrak teripang emas
4
(Sticophus hermanii) diketahui mempunyai sifat anti jamur terhadap Candida albicans secara in vitro. Pada penelitian ini akan diteliti potensi daya antijamur ekstrak Sticophus hermanii in vivo. Upaya menggali potensi sumberdaya laut melalui penelitian ini merupakan langkah awal guna penelitian lebih lanjut, mengenai terapan ekstrak teripang sebagai antijamur pada kandidiasis oral.
Metode Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan post test only control group design. Bahan yang diteliti pada penelitian ini adalah ekstrak metanol teripang emas (Sticopus hermanii )yang diuji daya anti jamurnya secara in vivo pada tikus Wistar yang diinduksi Candida albicans untuk mendapatkan kondisi kandidiasis oral.
Pembuatan ekstrak teripang emas (Sticophus hermanii ) Sampel yang diambil adalah teripang dewasa yang memiliki berat ± 100-250 gram dari perairan Karimunjawa. Teripang dibersihkan, dipotongpotong dengan ukuran 3 – 10 cm, ditimbang berat basahnya setelah itu dikeringkan dalam rak solar dryer selama sampel sampai terlihat kering (3 – 4 hari) untuk mengurangi kadar air. Sampel teripang yang sudah dikeringkan, dipotong-potong ± 1 cm, dihaluskan dengan blender. Proses ekstraksi dilakukan dengan proses maserasi yaitu merendam 250 gram sampel kering halus dalam 500 mL pelarut methanol hingga semua sampel terendam dan didiamkan dalam suhu ruangan selama 24 jam. Setelah itu disaring dengan kertas saring untuk memisahkan filtrat dan residu. Residu kemudian direndam kembali dengan pelarut methanol 500 mL selama 24 jam. Setelah itu disaring dengan kertas saring untuk memisahkan filtrat dan residu. Sehingga didapatkan filtrat hasil maserasi dengan perbandingan 250 gram sampel / 1000 ml pelarut (1:4 w/v). Filtrat metanol (polar) dilakukan homogenisasi dengan pelarut Hexane (non polar) 1000 mL lalu dilakukan partisi dengan separatory funel, kemudian masing-masing lapisan filtrat pelarut methanol dan pelarut hexane di pisahkan. Filtrat methanol dilakukan homogenisasi kembalidengan
Prosiding “Simposium Nasional Peluang dan Tantangan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan Formal”
pelarut khloroform (semi polar) 1000 mL lalu dilakukan partisi dengan separatory funel, kemudian masing-masing lapisan filtrat pelarut methanol dan pelarut khloroform di pisahkan. Masing-masing filtrat kemudian dipisahkan dari pelarutnya dengan menggunakan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak (Pranoto dkk., 2009).
Induksi kandidiasis dan pemberian ekstrak teripang emas. Sampel terdiri dari 30 tikus Wistar jantan yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kontrol positif dan 3 kelompok perlakuan. Kondisi kandidiasis oral dibuat pada semua kelompok kecuali kelompok kontrol negatif dengan cara menyemprotkan 0,1 ml suspensi jamur Candida albicans108 CFU/ml pada dorsal lidah tikus Wistar setiap dua hari sekali (Dewanti, 2008). Pada kelompok perlakuan diberikan ekstrak Stichopus hermanii melalui sonde lambung masingmasing pada dosis 4.25 mg/kgBB, 8,5 mg/kgBB dan 17 mg/kgBB satu kali sehari selama 14 hari. Pada hari ke-14 tikus dikorbankan dan lidahnya dibiopsi dan dilakukan pemeriksaan imunohistokimia terhadap antibodi anti-Candida albicans.
Pemulasan dan pemeriksaan imunohistokimia Jaringan lidah dicuci dengan PBS 3-5 x untuk membersihkan dari kontaminan, kemudian. difiksasi pada formalin 10%. Setelah itu dilakukan dehidrasi menggunakan alkohol bertingkat (30%, 50%, 70%, 80%, 96% dan absolut) masing-masing 60 menit, clearing menggunakan xilol 2 kali masingmasing 60 menit. Infiltrasi dengan parafin lunak dilakukan selama 60 menit pada suhu 48oC, kemudian dilakukan blokdalam parafin keras pada cetakan dan didiamkan selama sehari dan dilakukan pemotongan setebal 4-6um dengan rotary microtome., mounting pada gelas objek dengan gelatin 5%. Proses deparafinisasi dilakukan dengan dengan merendam gelas obyek hasil parafin block dalam
xilol 2 kali masing-masing selama 5 menit, kemudian dilakukan rehidrasi menggunakan alkohol berseri (absolut, 96%, 80%, 70%, 50% dan 30%) masing-masing selama 5 menit, dibilas dalam dH2O selama 5 menit. Pewarnaan imunohistokimia dilakukan dengan mencuci slide menggunakan PBS pH 7,4 satu kali selama 1 menit, dilakukan blocking endogenous peroxide menggunakan H2O2 3% (NovocastraTM, Leica Biosystem, New Castle, UK) selama 20 menit lalu dicuci dengan menggunakan PBS pH 7,4 tiga kali selama 5 menit. Kemudian dilakukan blocking unspecified protein menggunakan PBS 5% syang mengandung 0,25% Triton X-100 (NovocastraTM, Leica Biosystem, New Castle, UK) lalu dicuci dengan menggunakan PBS pH 7,4 tiga kali selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan inkubasi menggunakan antibodi poliklonal anti Candida albicans (ab2005, Abcam Inc, Boston, USA) selama 60 menit lalu dicuci dengan PBS pH 7,4 tiga kali selama 5 menit. Berikutnya dilakukan inkubasi menggunakan anti HRP conjugated selama 40 menit lalu dicuci menggunakan PBS pH 7,4 tiga kali selama 5 menit. Ditetesi dengan DAB (NovolinkTM DAB, Leica Biosystem, New Castle, UK) dan inkubasi selama 10 menit lalu cuci menggunakan PBS pH 7,4 tiga kali selama 5 menit, cuci menggunakan dH20 selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan counterstaining menggunakan Mayer-Hematoxilen (NovocastraTM, Leica Biosystem, New Castle, UK) yang diinkubasi selama 10 menit dan dicuci dengan menggunakan tap water , bilas menggunakan dH20 dan kering anginkan. Terakhir, dilakukan mounting menggunakan Entelan dan tutup dengan cover glass, diamati pada mikroskop cahaya. Pemeriksaan pada slide hasil pewarnaan imunohistokimia dilakukan dengan mengamati dan menghitung ekspresi anti Candida albicans pada sitoplasma sel yang menunjukkan warna coklat tua. Perhitungan dilakukan dibawah pemeriksaan mikroskop dengan perbesaran 400x, untuk masing-masing slide pada 20 lapangan pandang dan hasilnya diambil nilai rata-rata untuk tiap lapangan pandang.
Prosiding “Simposium Nasional Peluang dan Tantangan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan Formal”
5
Hasil
Gambar 1.
Gambar 2.
Tabel 1.
6
Ekspresi antibodi anti-Candida albicans pada epitel lidah hasil pemulasan imunohistokimia
Grafik hasil rerata ekspresi antibodi anti-Candida albicans pada epitel lidah
Hasil uji Anova ekspresi antibodi anti-Candida albicans pada epitel lidah
Prosiding “Simposium Nasional Peluang dan Tantangan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan Formal”
Hasil penelitian menunjukkan adanya ekspresi antibodi anti-Candida albicans pada seluruh kelompok yang diinduksi Candida albicans, sedangkan pada kelompok kontrol negatif yang tidak diinduksi Candida albicans tidak didapatkan adanya ekspresi antibodi anti-Candida albicans. Hasil uji Anova dan LSD menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antar kelompok kontrol dan perlakuan (p<0,05) Pemberian ekstrak Sticophus hermanii pada semua kelompok perlakuan menurunkan jumlah ekspresi antibodi anti-Candida albicans secara signifikan. Semakin besar dosis ekstrak Sticophus hermanii semakin kecil jumlah ekspresi antibodi anti-Candida albicans.
Pembahasan Pada penelitian in vivo ini digunakan hewan coba tikus Wistar yang telah umum digunakan pada eksperimen kandidiasis karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu relatif mudah untuk dikelola dan memiliki ukuran rongga mulut yang memadai untuk inokulasi dan pengambilan sampel. Inokulasi C. albicans dan pengambilan sampel dilakukan pada lidah dengan pertimbangan bahwa area lidah merupakan daerah predileksi infeksi candida yang paling sering, baik untuk kandidiasis eritematus , atropik, median rhomboid glositis dan pseudomembran (Samaranayake, 2001). Kelompok kontrol negatif merupakan kelompok tikus normal yang tidak diinokulasi C.albicans, sedangkan kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan diinduksi kandidiasis selama 14 hari. Pemberian ekstrak teripang emas dilakukan secara sistemik per sonde dengan tiga konsentrasi, dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan negatif yang diberikan hanya larutan CMC 1%. Setelah inokulasi C. albicans tidak tampak adanya perbedaan manifestasi klinis yang bermakna antara kelompok normal dan yang diinduksi kandidiasis. Rentang waktu pemberian selama 14 hari diperkirakan belum memberikan manifestasi klinis yang tampak signifikan tetapi pada pemeriksaan imunohistokimia diharapkan mampu memberikan gambaran tentang adanya kondisi kandidiasis oral dengan memeriksa ekspresi antibodi anti-Candida albicans. Berdasarkan adanya ekspresi antibodi anti-Candida albicans ini diasumsikan bahwa terdapat adanya Candida
albicans pada jumlah tertentu pada lidah yang mengindikasikan adanya kondisi kandidiasis oral. Pada kelompok kontrol negatif tidak didapatkan adanya jamur C. albicans, hal ini sesuai dengan asumsi bahwa pada hewan normal tersebut tidak ada proses kandidiasis, dimana Candida albicans bukanlah flora normal rongga mulut tikus. Pada kelompok kontrol positif dan perlakuan didapatkan adanya antibodi anti C. albicans, dimana pada kelompok kontrol positif yang tidak diberi teripang jumlahnya lebih tinggi dibanding kelompok yang diberi perlakuan yang diberikan ekstrak teripang emas (p<0,05). Ekstrak dari beberapa ekstrak teripang diketahui mempunyai sifat anti jamur dimana senyawa yang terkandung dan diduga berperan sebagai antijamur adalah saponin, alkaloid, dan triterpen (Mayer dkk, 2005; Hua dkk, 2009; Pranoto dkk, 2012). Saponin merupakan glikosida alami terdiri dari gula dan triterpen, mempunyai aktivitas biologik dengan spektrum luas termasuk hemolitik, antifungi, sitotoksik dan reaksi membranotropik. Saponin memiliki kemampuan untuk melisis eritrosit dan membentuk kompleks dengan membran sel yang mengakibatkan terjadinya pembentukan lubang dan mempengaruhi permeabilitas sel, bersifat seperti ’deterjen’ yang mengandung bagian hidrofilik dan hidrofobik (Podolak, et.al, 2010). Saponin dapat juga mengakibatkan terjadinya apoptosis karena dapat merusak membran mitokondria sel, menurunkan potensial transmembran, meningkatkan kandungan kalsium sitosol serta mengaktivasi jalur apoptosis melalui kalsium (Wojtkielewicz, 2007). Bordbar et al. (2011) melaporkan, saponin teridentifikasi dari teripang.Struktur kimianya cukup dapat dibandingkan dengan bioaktif ganoderma, ginseng, dan obat herbal lainnya.Saponin dihasilkan sebagai salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri secara kimiawi bagi teripang di alam. Selain diduga sebagai pertahanan diri dari predator, juga diyakini memiliki efek biologis, termasuk diantaranya sebagai anti jamur, sitotoksik melawan sel tumor, hemolisis, aktivitas kekebalan tubuh, dan anti kanker (Zhang dkk, 2006). Saponin merupakan golongan senyawa yang dapat menghambat atau membunuh mikroba dengan cara berinteraksi dengan membran sterol, berkontribusi sebagai antijamur dengan mekanismemenurunkan tegangan permukaan membran sterol dari dinding sel C. albicans,
Prosiding “Simposium Nasional Peluang dan Tantangan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan Formal”
7
sehingga permeabilitasnya meningkat (Podolak dkk, 2010; Pranoto dkk, 2012), serupa dengan mekanisme aksi nistatin. Pada penelitian ini digunakan whole extract teripang dimana kandungan saponin kemungkinan belum terekspos secara maksimal.Upaya untuk memaksimalkan kandungan zat aktif anti jamur teripang emas dilakukan dengan ekstrak dengan metanol sesuai dengan hasil penelitian Pranoto et. al (2012). Senyawa antijamur pada teripang diduga bersifat polar karena larut dalam pelarut metanol, seperti dalam penelitian Abraham (2002) yang menggunakan pelarut polar untuk menguji aktivitas antijamur dan antibakteri dari Holothuria, begitu juga dengan Thanh (2006) yang mengisolasi senyawa triterpen dari teripang pasir di Vietnam menggunakan pelarut polar dan terbukti berfungsi sebagai antijamur, antibakteri, dan agen sitotoksik. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian terdahulu dimana telah diketahui adanya daya anti jamur ekstrak Sticophus hermanii terhadap C. Albicans secara in vitro(Parisihni dkk, 2013). Diperkirakan ada kemungkinan lain mekanisme saponin dalam potensi antijamurnya dengan kemampuan imunomodulator yang memicu makrofag sebagai respon terhadap adanya infeksi dimana mekanisme ini tidak terlihat dengan uji antijamur secara in vitrosehingga dilakukan secara in vivo pada penelitian ini.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak teripang emas pada semua kelompok perlakuan menurunkan jumlah ekspresi antibodi anti-Candida albicans secara signifikan (p<0,05). Ekstrak Sticophus hermanii mempunyai daya anti jamur terhadap Candida albicans secara in vivo. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut eksplorasi ekstrak Sticophus hermanii sebagai sumber hayati untuk terapi kandidiasis oral.
Kesimpulan Ekstrak Stichopus hermaniimempunyai daya anti jamur terhadap Candida albicans secara in vivo.
Ucapan Terima Kasih Penelitian ini didukung oleh dana Hibah Penelitian Fundamental dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi RI 2012-2013.
8
Referensi Abraham TJ, Nagarajan J, Shanmugam SA, (2002). Antimicrobial Substances of Potential Biomedical Importance from Holothurian Species. Indian Journal of Marine Sciences Vol 31 (2), June 2002, pp 161-164. Althunibat OY, etal, (2009). In Vitro Antioxidant and Antiproliferative Activities of Three Malaysian Sea Cucumber Species.European Journal of Scientific Research Vol 37 No 3.pp 376-387. Avilov (2007).Process for isolating sea cucumber saponin frondoside A and immunomodulatory methods of use. United States Patent no. : US 7,163, 702 B1. Available at h t t p : / / w w w. f re e pa te n ts o n l i n e . c o m / 7163702.pdf, accessed November 2010.. Dang N.H, Thanh N.V., Kiem P.V. , Huong L.M., Minh C.V., Kim Y.H., (2007). Two New Triterpen Glycosides from the V ietnamese Sea Cucumber Holothuria scabra. Arch Pharm Res. Vol 30. No 11:1387-1391 Dewanti IDAR (2008). Efek Ekstrak Cair Daun Mimba (Azadirachta indica) Terhadap Peningkatan Fagositosis Makrofag pada Tikus Wistar yang Diinokulasi C. albicans. Disertasi, Program Pasca Sarjana Unair. Surabaya Farouk A.E., Ghouse F.A.H., Ridzwan B.H ,(2007). New Bacterial Species Isolated from Malaysian Sea Cucumbers with Optimized Secreted Antibacterial Activity. American Journal of Biochemistry and Biotechnology 3 (2): 60. Hua H, Yang-hua YI, LingLI, Bao-shu L1, Mingping LA Hong-wei Z, (2009). Antifungal active triterpene glycosides from sea cucumber Holothuria scabra. Acta Pharmaceutica Sinica 2009, 44 (6): 620-624. Niimi M, Firth NA, Cannon RD. (2010). Antifungal drug resistance of oral fungi.Odontology (2010) 98:15–25. Nurhidayati, (2009).Efek Protektif Teripang Pasir (Holothuria Scabra) Terhadap Hepatotoksisitas Yang Diinduksi Karbon Tetraklorida (Ccl4). Available at http://www.fk.unair.ac.id/attachments/527_JURNAL-IKD-090610060MNurhidayati.pdf, accessed February 2011.
Prosiding “Simposium Nasional Peluang dan Tantangan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan Formal”
Mayer AMS, Rodrigues AD, Berlinck RGS, Hamann MT, (2009). Marine Pharmacology in 20056: Marine Compounds with Anthelminthic, Antibacterial, Anticoagulant, Antifungal, Antiinflammatory, Antimalarial, Antiprotozoal, Antituberculosis, Antiviral Activities; Affecting the Cardiovascular Immune and Nervous System and other Miscelanous Mechanism of Action. Bhiochimica et Biophysica Acta 1790 (2009) 283-308. Netea MG, Brown GD, Kullberg J, Gow NAR. 2008. An integrated model of the recognition of Candida albicans by the innateimmune system. Nature Review Microbiology vol 6: 67-78 Parisihni K, Revianti S, Pringgenies D. (2013). The Antifungal Effect of Stichopus Hermanii Extract To Candida Albicans In Vitro. Proceeding on5th Hiroshima Conference on Education and Science in Dentistry, Hiroshima, 1213 Oktober 2013. Podolak I, Galanty A, Sobolewska D. (2010). Saponin as Cytotoxic Agent: A Review. Phytochem Rev. 9(3): 425–474
(Holothuria Scabra) terhadap Jamur Candida albicans. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 1, Nomor 1 : 1-8. Pringgenies D, Ocky KR, A. Sabdono, Retno hartati dan Widianingsih. (2008). Penerapan Teknologi Budidaya Teripang Dalam Meningkatkan Produksinya dan Bioprospek Teripang Sebagai Sumber Senyawa Anti-mikroba Untuk Kesehatan. Laporan Penelitian. Hibah Kemitraan Hi-Link.. 65 hal. Samaranayake Yh and Samaranayake L. (2001). Experimental Oral Candidiasis In Animal Models. Clinical Microbiology Reviews .Vol. 14, No. 2: 398-429 Samaranayake L. (2006). Essential Microbiologi for Dentistry, 3rded.An imprint of Elsevier Limited, pp 275-283. Williams Dand Lewis M. (2011). Pathogenesis and treatment of oral candidosis.Journal of Oral Microbiology, Vol 3 incl Supplements. Wojtkielewicz A. (2007). New analogues of the potent cytotoxic saponin OSW-1. J Med Chem 50:3667.
Pranoto EN, Maruf WS, Pringgenies D.(2012). Kajian Aktivitas Bioaktif Ekstrak Teripang pasir
Prosiding “Simposium Nasional Peluang dan Tantangan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan Formal”
9