PENGENALAN UMUM Pemapar: Rumtini Tanggal: 7 Mei 2012 Tempat: Bogor Kesadaran akan pentingnya peranan perempuan telah dimulai sejak tahun 1970-an sejalan dengan lahirnya kritik terhadap model pembangunan yang merugikan perempuan. Akhirnya dihasilkan sebuah rekomendasi bahwa pendidikan perempuan seharusnya mampu memperkecil dampak negatif pembangunan ekonomi. Di sini diyakini bahwa pendidikan sedikitnya dapat menambah akses perempuan terhadap pasar kerja dan memperbaiki keahlian tertentu. Dengan demikian, melalui pendidikan perempuan akan memiliki kemampuan bersaing dalam berbagai bidang, yang berdampak pada peningkatan ekonomi. Pemikiran tersebut kemudian menjadi dasar bagi kegiatan-kegiatan tentang perempuan dan pendidikan perempuan yang didominasi oleh kaitan erat dengan indikator kesejahteraan sosial seperti angkatan kerja perempuan, tingkat kesuburan, tingkat kematian, dan usia harapan hidup. Dalam bidang ekonomi misalnya, teori ekonomi dan sosiologi Ram (1982) dan Standing (1981) menyebutkan bahwa bertambahnya kesempatan pendidikan perempuan mampu menaikkan potensi penghasilan mereka, menambah aspirasi mereka untuk mencari kerja, dan mengubah pandangan mereka terhadap peran tradisional perempuan dalam rumah tangga dan dunia kerja. Sementara itu, dalam bidang sosial, kegiatan yang dilakukan oleh Cochrane (1983) menunjukkan bahwa pendidikan perempuan mempunyai dampak psikologis dalam meningkatkan kesadaran mereka, terutama berkaitan dengan tingkat
1
kesuburan yang lebih bisa dikontrol atau dikelola dengan lebih baik karena keterlibatan mereka dalam dunia pendidikan. Mengacu pada temuan kegiatan-kegiatan yang disebutkan di atas, perlunya perluasan akses perempuan terhadap pendidikan dan ekonomi telah menjadi kecenderungan kebijakan berbagai negara berkembang selama beberapa dekade terakhir ini. Bahkan kebijakan ini tidak hanya didukung oleh World Conference of the International Women’s Year (Konferensi Internasional Tahunan Perempuan) di Meksiko pada tahun 1975 dan Decade for Women (Dekade untuk Perempuan) yang dicanangkan oleh PBB pada tahun 1976-1985, tetapi juga oleh The Beijing Platform for Action (Pedoman Aksi Beijing) di RRC, tahun 1995. Selain itu, Deklarasi Dakar pada tahun 2000, yang menjadi acuan dalam Gerakan Pendidikan untuk Semua (Education for All), juga memastikan bahwa pada tahun 2015 semua anak, terutama anak perempuan, anak kurang beruntung dan anak dari golongan minoritas memiliki akses terhadap pendidikan dasar, penyelesaian pendidikan dasar serta akses ke pendidikan yang bermutu. Indonesia menjadi salah satu dari banyak negara yang berkomitmen melaksanakan deklarasi tersebut. Munculnya sebuah deklarasi pendidikan khususnya pentingnya anak perempuan terhadap pendidikan, mengindikasikan bahwa dunia pendidikan tidak terbebas dari permasalahan bias gender yang terjadi dalam hampir semua aspek kehidupan. Tentu saja permasalahan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja karena hal ini pada gilirannya akan menghambat kemajuan bangsa secara umum dan kemajuan kaum perempuan di Indonesia secara khusus yang dalam banyak aspek tidak berbeda potensinya dengan lelaki. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk menghapuskan permasalahan yang berhubungan dengan bias gender dalam pendidikan. Sekolah dan komponennya sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam pendidikan sangat perlu memiliki pengetahuan tentang permasalahan yang
2
ada dalam rangka pelaksanaan komitmen pemerintah terhadap deklarasi Pendidikan untuk Semua. Oleh karenanya menjelaskan permasalahan yang berhubungan dengan gender dalam dunia pendidikan sekaligus mengenalkan prinsip-prinsip dasar pendidikan berkesetaraan gender dan kaitannya dengan peningkatan perekonomian yang penting untuk dipahami dan dilakukan. Pemahaman merupakan langkah awal dan diperlukan guna menumbuhkan kesadaran sebagai dasar bagi tercapainya pendidikan yang berkeadilan gender yang erat kaitannya dengan peningkatan perekonomian masyrakat. Selanjutnya pemahaman akan pentingnya pendidikan berkeadilan gender dan peningkatan perekonomian msyarakat tersebut tidak hanya di lingkungan sekolah melainkan di lingkungan orang tua dan masyarakat. Dengan demikian keberhasilan pengenalan pendidikan berkeadilan gender dan kaitanyya denga peningkatan kesejahteraan keluarga akan dicapai kalau ada dukungan dari orangtua dan masyarakat. Tepatnya, semakin besar dukungan orangtua dan masyarkat semakin besar peluang tercapainya pendidikan yang berkeadilan gender yang berujung pada peningkatan perekonomian masyarakat. Dalam kenyataannya, sejauh ini sulit ditemukan model atau pedoman yang menjelaskan secara khusus tentang pendidikan yang berkesetaraan gender yang diperuntukkan bagi guru, orangtua, dan masyarakat yang ditujukan pada penyadaran dan pemahaman akan pentingnya
kesetaraan
gender
dalam
pendidikan
guna
meningkatkan
perekonomian masyarakat. Untuk tujuan inilah, maka model pendidikan berkesetaraan gender perlu dikembangkan, untuk selanjutnya disosialisasikan baik ke lingkungan sekolah, orangtua, dan masyarakat. Model tersebut selanjutnya perlu diverifikasi di tingkat satuan pendidikan guna memperoleh penyempurnaan terutama sisi kontekstual lingkungan setempat khususnya terkait dengan upaya peningkatan dan pemanfaatan perekonomian yang dalam model saat ini di lingkungan perkebunan kelapa sawit dan karet di propinsi Lampung.
3
B. Dasar Hukum 1. Indonesia sebagai anggota PBB terikat dengan beragam konvensi dan deklarasi yang telah ditandatangani, khususnya yang berhubungan dengan penerapan kesetaraan dan keadilan gender. Berbagai keputusan dunia tersebut antara lain: a. Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia, b. Konferensi Tingkat Dunia IV (tahun 1995) tentang Perempuan di Beijing yang diselenggarakan oleh PBB merekomendasikan tentang perlunya peningkatan akses dan kontrol perempuan atas sumberdaya ekonomi, politik, dan sosial-budaya, yang dikenal dengan Beijing Declaration and Platform for Action. c. Konvensi Hak asasi Anak, d. Deklarasi
tentang
Pendidikan
untuk
Semua.
Forum
Pendidikan Dunia (diselenggarakan di Dakar, Senegal) 2. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warganegara, baik perempuan maupun laki-laki, mendapatkan kesempatan yang setara untuk memperoleh pendidikan. 3. Konvensi mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan yang dikenal dengan CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women). 4. Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan melalui UndangUndang No. 7/1984
4
5. Kebijakan di atas diperluas dengan penandatanganan Optional Protocol to CEDAW pada tanggal 28 Pebruari 2000. 6. Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000, dimana ditegaskan bahwa sasaran Program Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan adalah meningkatkan kualitas dan peranan perempuan dalam program-program pra sekolah dan Pendidikan Dasar, Pendidikan dasar, pendidikan Tinggi, pembinaan Pendidikan Luar Sekolah, serta Sinkronisasi dan Koordinasi Pembangunan. 7. Instruksi Presiden No. 9 Th 2000 tentang pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) dalam pembangunan nasional dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. 050/1232/2001 tentang pelaksanaan pengarus-utamaan gender. 8. Program PKPP Kementerian Riset dan Teknologi RI, khususnya dalam program: pemberian dukungan insentif peningkatan kemampuan peneliti dan perekayasa kepada para peneliti dan perekayasa merupakan program strategis yang mempunyai fungsi utama, yaitu: (1) meningkatkan pemanfaatan hasil litbangyasa yang selama ini dihasilkan dari proses penelitian, pengembangan dan rekayasa, (2) meningkatkan pemenuhan kebutuhan teknologi yang dibutuhkan masyarakat dan daerah, dan (3) meningkatkan dukungan pengembangan SIDa, SINAS dan pelaksanaan MP3EI yang terbagi ke dalam 6 (enam) koridor ekonomi dalam rangka meningkatkan perekonomian dan daya saing bangsa. Guna mewujudkan langkah tersebut, maka dalam DIPA Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2012 telah dialokasikan dana insentif bagi para peneliti dan perekayasa di lingkungan LPK dan LPNK yang tersusun dalam Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa (PKPP).
5
C. Tujuan Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk menyusun model pendidikan yang berkesetaraan gender dalam konteks peningkatan perekonomian masyarakat di lingkungan perkebunan kelapa sawit dan karet di propinsi Lampung. Selanjutnya model disusun dalam rangka memberikan acuan bagi para pengambil keputusan, kepala sekolah, guru, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan (stake holder) guna meningkatkan kesadaran, pemahaman, perubahan sikap terhadap perlunya kesetaraan gender dalam pendidikan yang selanjutnya dapat berkontribusi terhadap peningkatan akses dan mutu pendidikan yang berujung pada peningkatan perekonomian. Secara khusus pengembangan model ini (2012) bertujuan: 1. Menyusun model pendidikan berkeadilan gender yang mudah dipahami dan dimengerti oleh masyarakat sekolah di lingkungan perkebunan kelapa sawit dan karet propinsi Lampung. 2. Mengidentifikasi model pemberdayaan masyarakat yang terkait dengan perempuan dan perkebunan. 3. Mengidentifikasi potensi perekonomian masyarakat di lingkungan perkebunan kelapa sawit dan karet propinsi Lampung. 4. Menghasilkan model pendidikan berkeadilan gender dan model pemberdayaan yang mendukung peningkatan perekonomian masyarakat sekolah di lingkungan perkebunan kelapa sawit dan karet propinsi Lampung.
6
D. Signifikansi Pengembangan Model Pengembangan
model
ini
penting
dilakukan
mengingat
belum
ada
pemahaman/persepsi yang sama tentang pendidikan berkesetaraan gender di kalangan pengambil keputusan, kepala sekolah, guru, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan (stake holder), termasuk orangtua dan masyarakat. Kurangnya pemahaman tersebut diyakini memperlambat upaya peningkatan perekonomian masyarakat karena lemahnya peranan pendidikan dalam memperkenalkan
pendidikan
berkesetaraan
gender.
Jika pendidikan
berkesetaraan gender diperkenalkan, dipahami dan dilaksanakan sejak awal niscaya peningkatan perekonomian akan meningkat seiring meningkatnya peran serta perempuan dalam pembangunan, khusunya pada masyarakat masyarakat sekolah di lingkungan perkebunan kelapa sawit dan karet propinsi Lampung. Pada saat ini belum ada model yang komprehensif yang dapat dijadikan acuan dalam penyelenggaraan pendidikan. E. Penerima Manfaat Penerima manfaat pengembangan model ini meliputi: 1) Mendikbud 2) Direktorat Jenderal PAUD-NI 3) Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar 4) Dinas pendidikan kabupaten/kota 5) Kepala sekolah 6) Guru 7) Peserta didik 8) Orangtua siswa
7
9) Masyarakat dan pemda setempat F. Lingkup Pengembangan model Lingkup pengembangan model ini dibatasi pada satuan pendidikan Sekolah Menengah Atas di lingkungan perkebunan kelapa sawit dan karet di propinsi Lampung. G. Hasil Yang Diharapkan Hasil yang diharapkan dari pengembangan model ini adalah berupa laporan model pendidikan berkeadilan gender berbasis-ekonomi mudah dipahami dan dimengerti pengelola dan praktisi pendidikan tingkat sekolah, orangtua siswa, dan masyarakat, maupun siswa di lingkungan perkebunan kelapa sawit dan karet di propinsi Lampung. Model ini ditujukan bagi para pengelola dan praktisi pendidikan
pada tingkat sekolah menengah baik umum maupun
kejuruan.
8
9