2. KERANGKA TEORI
2.1 Program PUAP Kabinet Indonesia bersatu telah menetapkan program pembangunannya dengan menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) yang berazas pro-gowth, pro employment dan pro-poor. Operasionalisasi konsep strategi tiga jalur tersebut dirancang melalui: 1. Peningkatan pertumbuhan ekonomi diatas 6,5 persen per tahun melalui percepatan investasi dan ekspor; 2. Pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru, 3. Revitalisasi sektor pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan. Kemiskinan merupakan cermin entitas sosial dan ekonomi mayoritas penduduk di perdesaan, yang terkait erat dengan ketimpangan, yang sebagian besar terjadi akibat bekerjanya sistem kapitalisme yang mengkooptasi perdesaan Indonesia sejak masa kolonialisme. Penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan dalam 4 bagian, yaitu: Sarana dan prasarana, SDA, teknologi, SDM. Kemiskinan dapat dikategorikan menjadi kemiskinan absolut, relatif, rawan kemiskinan, ataupun yang dikarenakan geografi (kemiskinan diperkotaan, dan di perdesaan) (Elizabeth, 2007). Semakin tinggi realitas komersialisasi dan penetrasi pasar modern di perdesaan menunjukkan semakin memburuknya suatu fenomena kemiskinan, dikarenakan termajinalisasinya tatanan struktur dan nilai (norma) masyarakat desa. Kondisi tersebut kemudian berimplikasi pada munculnya gejala diferensiasi, atau bahkan ketimpangan (inequality) yang selanjutnya menjadi salah satu penyebab kemiskinan di perdesaan. Selain itu, penerapan teknologi modern yang mengutamakan efisiensi bukan saja mengakibatkan makin hilangnya peluang dan kesempatan kerja sebagian besar buruh tani, namun juga kian longgarnya norma dan nilai ikatan sosial masyarakat di perdesaan (Hayami dan Kikuchi, 1987). Secara umum kemiskinan dicirikan seperti rendahnya: kualitas SDM, aksesbilitas informasi dan pasar, penguasaan asset produktif (lahan, modal); mengakibatkan
rendahnya
man-power (kemampuan) petani untuk memperoleh sumber pendapatan
rumahtangga. Beberapa aspek yang terabaikan menjadi penyebab kekeliruan pandangan adalah variabel rasio penduduk-tanah (man and land ratio) atau kepadatan penduduk yang sangat tinggi, dan akibat kesulitan ekonomi yang parah, yang menjadi pembeda derajat kemiskinan, seperti: 1. Terbatas atau tidak adanya tanah untuk diusahakan 2. Terbatas atau tidak adanya modal usahatani
maupun
praktek
pinjam
meminjam uang dengan bunga terjangkau 3. Rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan 4. Terjadinya perebutan rejeki yang intensif pada berbagai pihak dalam rantai pemasaran sehingga memperkecil penerimaan. Beberapa faktor lain pendukung kemiskinan adalah: dinamika penduduk, kemiskinan absolut, ketimpangan struktural, ketimpangan institusional, sistem pasar, informasi dan pilihan, serta SDM dan SDA (saprodi, tanah, tenaga kerja, dan modal sosial lainnya) (Elizabeth, 2008). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di pedesaan mengalami penurunan signifikan dari 44,2 juta orang (40,4%, tahun 1978) menjadi 20 juta orang (21,1%, tahun 2002). Meski demikian, jumlah penduduk miskin masih lebih tinggi dibanding target pembangunan era milenium tahun 2015 (penduduk miskin di perdesaan menjadi 4,52 juta orang atau 8,40%) (Suryana, 2005). Krisis ekonomi sejak pertengahan 1997 menyebabkan kemiskinan nasional meningkat menjadi 49,5 juta yang 31,9 juta orang (64,4%) terdapat di perdesaan. Meski menurun dari 24,2 persen menjadi 16,7 persen tahun 2004, namun kemiskinan absolut tetap tinggi, yaitu 36,1 juta yang 68,7 persennya tinggal di perdesaan (Pasaribu, 2006). Kenaikan harga BBM (Oktober 2005) dan tekanan inflasi sektoral kembali menyebabkan peningkatan kemiskinan menjadi 39,05 juta orang (Kompas, 16 November 2006). Kompleksitas penanganan masalah kemiskinan mencakup beberapa dimensi pokok, yaitu: bersifat lintas dan multi-sektoral, eksistensi kendala internal dan eksternal, koordinasi dan variasi kinerja pelaksanaan penanggulangan sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi
pembangunan,
serta
keterbatasan
persepsi
dan
antisipasi
penanggulangannya di lapangan. Terdapatnya fakta bahwa mata pencaharian penduduk
perdesaan mayoritas bergantung pada sektor pertanian, maka pengentasan kemiskinan dapat diantisipasi melalui kemajuan sektor pertanian. Terkait fakta fenomenal tersebut, sasaran program penelitian utama Badan Litbang Pertanian untuk pencapaian target penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia khususnya di perdesaan, adalah melalui peningkatan pemahaman karakteristik dan akar masalah kemiskinan serta pengembangan teknologi peningkatan produktivitas sektor pertanian (Suryana, 2005). Salah satu program kebijakan pembangunan pertanian dalam rangka pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan mewujudkan kesejahteraan petani dan perdesaan adalah program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program PUAP merupakan program bantuan langsung masyarakat (BLM) sebagai implementasi dari program PNP Mandiri, beserta program lainnya seperti:, Primatani, FEATI, PIDRA, P4M2I, program Inpres Desa Tertinggal (IDT), program Pemberdayaan Daerah Dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE), Bantuan Perbenihan (BLBU), LM3, BMT, Desa Mandiri Pangan, dan sebagainya. Pada dasarnya tingkat kemiskinan suatu masyarakat berhubungan erat dengan kesenjangan distribusi pendapatannya. Artinya, kesenjangan distribusi pendapatan berkorelasi positif dengan besarnya proporsi rumahtangga miskin pada suatu komunitas. Kegiatan PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal kelompok tani atau Gapoktan, yang selanjutnya akan diberikan kepada petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumahtangga tani sebagai bantuan modal dalam kegiatan usaha pertanian. Adapun tujuan dari PUAP adalah: 1. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. 2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani. 3. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. 4. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.
Sasaran yang hendak dicapai ialah : 1. Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin atau tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa. 2. Berkembangnya 10.000 Gapoktan atau Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani. 3. Meningkatnya kesejahteraan rumahtangga tani miskin, petani atau peternak (pemilik dan atau penggarap) skala kecil, buruh tani. 4. Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan, maupun musiman. Untuk pelaksanaan PUAP, Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan melalui Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007 yang diketuai oleh Kepala Badan Pengembangan SDM dan dibantu oleh Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Peningkatan Efisiensi Pembangunan Pertanian dan Kepala Pusat Pembiayaan Pertanian sebagai Sekretaris. Di tingkat provinsi diketuai oleh salah satu Kepala Dinas Lingkup Pertanian dengan Sekretaris adalah Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sedangkan anggota berasal dari instansi terkait lainnya. Di tingkat kabupaten diketuai oleh salah satu Kepala Dinas Lingkup Pertanian dan Sekretaris adalah Kepala Kelembagaan yang menangani Penyuluhan Pertanian, sedangkan anggota Tim Pelaksana adalah Penyelia Mitra Tani (PMT) dan instansi terkait lainnya. Di tingkat kecamatan diketuai Camat dibantu oleh Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) sebagai sekretaris, Kantor Cabang Dinas Pertanian (KCD) dan Kepala Desa lokasi PUAP sebagai anggota. Di tingkat desa terdiri dari Gapoktan, Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. Kriteria yang digunakan untuk menentukan desa penerima program adalah: PUAP data lokasi PNPM-Mandiri, Data Potensi Desa (Podes), Data desa miskin dari BPS, Data desa tertinggal dari Kementerian PDT. Pada penentuan calon desa PUAP 2008, data-data tersebut kemudian diseleksi dengan mekanisme :Daftar calon desa PUAP dikirim oleh Tim PUAP Pusat ke Gubernur dan Bupati/Walikota, Berdasarkan daftar tersebut diatas, Pemerintah Kabupaten/Kota mengusulkan calon desa PUAP kepada Kementerian Pertanian melalui Gubernur, Tim PUAP Pusat melakukan verifikasi atas usulan desa PUAP yang diajukan oleh Gubernur, Bupati/Walikota dan Aspirasi
Masyarakat, Hasil verifikasi desa PUAP oleh Tim PUAP Pusat, selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pertanian sebagai desa PUAP (Anonim, 2009a).
2.2
Evaluasi Program Evaluasi program adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengkaji kembali
draft/usulan program yang sudah dirumuskan, sebelum program itu dilaksanakan. Kegiatan evaluasi seperti ini, selain bertujuan untuk mengkaji kembali keterandalan program untuk mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan pedoman/ patokanpatokan yang diberikan dimaksudkan agar semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program tersebut merasa bertanggung jawab terhadap program yang mereka rumuskan itu, jika program tersebut kelak akan dilaksanakan. Karena itu, didalam evaluasi program, selain dievaluasi tentang bagaimana proses perumusan program juga dievaluasi tentang semua unsur program, yang menyangkut: pengumpulan informasi (data dan fakta), analisis keadaan, perumusan masalah,, tujuan, dan cara-cara mencapai tujuan yang menyangkut: kegiatan yang akan dilaksanakan, metoda yang akan diterapkan, sasaran kegiatan, volume kegiatan, tempat (lokasi) dan waktu pelaksanaan kegiatan, serta jumlah dan sumber dana yang dipergunakan. Tentang evaluasi program ini, secara khusus sangat menekankan pentingnya kegiatan evaluasi terhadap: 1. Siapa (kelompok) sasaran program, dimana lokasinya, dan bagaimana spesifikasi (kekhususan) kelompok sasaran program tersebut? 2. Apa metoda terbaik yang akan diterapkan, demi tercapainya tujuan yang diinginkan? 3. Apakah program tersebut benar-benar konsisten dengan tujuan yang diinginkan? 4. Seberapa jauh peluang keberhasilan program yang akan dilaksanakan itu
2.3
Penerapan Pendekatan Pemberdayaan. Penggunaan pendekatan pembangunan di Deptan mengikuti kecendrungan
pemikiran yang sedang berkembang ditingkat dunia. Pada era 1960an, pendekatan pembangunan pertanian lebih banyak berpedoman kepada pendekatan wilayah atau
pedesaan. Pada era selanjutnya (1970-an dan 1980-an), pendekatan pengembangan komoditas sangat mendominasi, terutama padi yang menjadi target utama pemerintah (Bimas sampai Supra Insus). Pada awal 1990-an isu kemiskinan mewarnai aktivitas di Deptan, yang dilanjutkan isu Gender. Terakhir, sejak akhir 1990-an hingga awal 2000-an, isu “pemberdayaan” telah mewarnai berbagai kegiatan di Deptan. Dari empat kegiatan di Deptan yang dipelajari, P4K merupakan kegiatan yang paling lama (mulai tahun 1979) dan telah berlangsung selama tiga fase. Jika dicermati buku pedoman dan petunjuk yang dikeluarkan dari kegiatan ini, maka terlihat makin kentalnya pendekatan pemberdayaan. Pada tahap awal, cakupan kegiatan ini relatif sempit, terbatas sebagai upaya menyediakan pemodalan untuk masyarakat miskin. Namun pada fase ketiga dikatakan bahwa P4K melaksanakan kegiatan berlandaskan kepada sistem yang partisipatif dan berkelanjutan. Kegiatan PIDRA yang dimulai dari tahun 2001, merupakan dampak dari kekeringan yang terjadi pada akhir 1990-an, yang diikuti oleh krisis ekonomi. PIDRA melibatkan partisipasi masyarakat dengan memberikan pioritas kepada masyarakat miskin, daerah tadah hujan yang kurang mendapat kesempatan dalam proses pembangunan, masyarakat yang berusaha tani secara tradisional, dengan fasilitas sarana dan prasarana yang belum memadai, dan kemampuan ekonomi dalam modal usaha lemah akibat kemiskinan. Kegiatan P4MI yang dimulai pada tahun 2003 di lima kabupaten bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani miskin melalui inovasi pertanian, mulai dari tahap produksi sampai memasaran hasil. Untuk itu diperlukan peningkatan akses petani terhadap informasi pertanian, dukungan pengembangan inovasi pertanian, dan upaya pemberdayaan petani, pendekatan partisipatif dalam perencanaan dan pelaksanaan, pengembangan kelembagaan, dan perbaikan infrastruktur tang dibutuhkan di desa merupakan alternatif dalam pemberdayaan petani untuk meningkatkan kemampuan inovasi. Terakhir, Prima Tani yang dimulai pada tahun 2005, diimplementasi untuk dapat berfungsi ganda, yaitu sebagai modus diseminasi dan sekaligus sebagi laboratorium lapang penelitian dan pengembangan teknologi pertanian.
Dari empat kegiatan di Deptan (P4K, PIDRA, P4MI, dan Prima Tani), penerapan pemberdayaan dalam kegiatannya terlihat setidaknya dari 4 aspek. Pertama, penempatkan proses sebagai prinsip utama dibandingkan dengan hasil kegiatan. Kegiatan P4K memberikan fasilitas kredit untuk rumah tangga miskin, P4MI mengutamakan insfrastruktur desa, PIDRA memberikan bantuan permodalan dan ketrampilan, dan Prima Tani mengutamakan diseminasi teknologi pertanian dan rekayasa kelembagaan. Namun, partisipasi masyarakat dan stakeholders sangat dihargai untuk mendapatkan proses yang matang. Durasi kegiatan yang bersifat multiyear dan kontinu merupakan indikator yang menunjukkan dihargainya proses diatas hasil. Kedua, terjadinya peningkatan kontrol dan akses terhadap sumber daya ekonomi yang dimaknai sebagai penyediaan modal berusaha berupa kredit pada P4K dan PIDRA. Pada kegiatan P4MI, penyediaan modal juga ditekankan pada pengembangan lembaga keuangan mikro masyarakat. Di Prima Tani, penyediaan modal bukan merupakan keharusan, yang difasilitasi adalah berupa alternatif-alternatif. Ketiga, peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat. Kegiatan P4MI dan Prima Tani secara tegas menyebutkan adanya komponen difusi inovasi teknologi, mungkin karena keduanya berada dibawah koordinasi Badan Litbang Pertanian. Demikian pula P4MI, dimana komponen pengembangan sumber daya informasi nasional dan lokal bertujuan untuk mengembangkan
sumber informasi pasar dan teknologi
pertanian dengan membangun sistem informasi tepat guna, sehingga petani memiliki kemampuan untuk mengakses pasar dan mengarahkan produksi pertaniannya berdasarkan keunggulan kompetitif. Dalam Prima Tani, diseminasi teknologi merupakan tujuan utama. Prima Tani diirancang untuk dua tujuan, yaitu untuk mendesiminasikan hasil-hasil penelitian dan sebagai laboratorium lapang untuk mendapatkan feedback dari teknologi-teknologi yang didesiminasikan. Keempat, penggunaan kelembagaan lokal. Keempat kegiatan menjadikan pengembangan kelembagaan lokal sebagai komponen penting dari kegiatannya. Pengembangan kelembagaan berupa organisasi formal yang beranggotakan petani, selain merupakan wadah untuk melaksanakan kegiatan juga merupakan syarat wajib untuk implementasi kegiatan secara keseluruhan. P4K menumbuhkan Kelompok Petani Kecil
(KPK) dan Gabungan KPK, sedangkan PIDRA membentuk Kelompok Mandiri (KM) sebagai kelompok partisipan, federasi untuk jaringan pemodalan, koperasi, dan Lembaga Pembangunan Desa (LPD). Dalam pelaksanaan P4MI, di tingkat desa di bentuk komisi Investasi Desa (KID) dan Forum Antar Desa (FAD), Fasilitator Desa (FD), dan kelompok tani. Sementara di Prima Tani, kelembagaan merupakan komponen yang amat penting karena pada hakekatnya hanya ada dua inovasi, yaitu inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan. Keduanya ibarat dua sisi mata uang yang saling melengkapi (Anonim 2007).
2.4
Syarat-Syarat Pembangunan Pertanian Menurut A.T Mosher (1983) ada lima syarat yang tidak boleh tidak harus ada
untuk adanya pembangunan pertanian. Kalau satu saja syarat-syarat tersebut tidak ada maka terhentilah pembangunan pertanian; pertanian dapat berjalan tetapi statis. Syarat-syarat mutlak tersebut menurut Mosher adalah : 1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usaha tani 2. Teknologi yang senantiasa berkembang 3. Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi 4. Adanya perangsang produksi bagi petani, dan 5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu. Disamping syarat-syarat mutlak yang lima itu menurut Mosher ada lima syarat lagi yang adanya tidak mutlak tetapi kalau ada ( atau dapat diadakan) benar-benar akan sangat memperlancar pembangunan pertanian. Yang temasuk syarat-syarat atau sarana pelancar itu adalah : 1. Pendidikan pembangunan 2. Kredit produksi 3. Kegiatan gotong royong petani 4. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian 5. Perencanaan nasional pembangunan pertanian. (Mubyarto, 1989)
2.5
Faktor- Faktor Kesuksesan Pemberdayaan Usahatani
2.5.1
Pendidikan Pembangunan Pertanian Supaya efektif, program pendidikan petani hendaklah memenuhi 8 syarat : A. Harus datang ke tempat petani. Berbeda dengan anak- anak, yang kegiatan pokoknya selama mereka bersekolah adalah belajar, kegiatan pokok petani dewasa adalah bertani. Pekerjaan ini mengikatnya hampir sepanjang hari di usahatani dan dirumahnya. Oleh karena itu, pendidikan pembangunan untuk petani harus diberikan ditempat dimana ia berada : di usahatani dan dikampung halamannya sendiri. B. Harus bersifat khas, sesuai dengan minat dan kebutuhan petani sekarang ini. Pendidikan itu harus mengenai pokok- pokok yang memang telah menarik minat petani : bagaimana menaikkan produksi tanaman dan ternak, bagaimana memperbesar selisih antara biaya dan hasil, bagaimana meningkatkan taraf kehidupan keluarga didalam maayarakatnya sendiri. C. Harus mengindahkan kenyataan bahwa petani itu adalah orang dewasa. Anak- anak yang sedang bersekolah mengetahui bahwa mereka akan bertambah dewasa. Mereka tahu bahwa mereka akan berubah. Mereka berada dalam suasana dimana mereka segera mendapat penghargaan apabila berhasil mempelajari sesuatu dan ini mendorong mereka untuk terus belajar dengan giat. Sebaliknya, orang dewasa biasanya merasa bahwa mereka sudah mengetahui segala sesuatu yang diperlukan dalam bidang pekerjaannya. Proses belajar itu serta kesalahan- kesalahan yang mereka perbuat dalam proses itu tidak tersembunyi didalam kelas dan laboratorium. Malahan belajar dan membuat kesalahan- kesalahan itu berlangsung dibawah sorotan mata anggota keluarga dan tetangga mereka. Tambahan pula, hasil yang mereka peroleh dari belajar itu mungkin tertunda berminggu- minggu atau berbulanbulan sampai pengetahuan dan ketrampilan baru itu terwujud berupa produksi pertanian yang lebih besar.
D. Harus disesuaikan dengan waktu-waktu senggang petani. Pendidikan pembangunan untuk petani hendaklah dilaksanakan selama kunjungan-kunjungan singkat kepada petani seorang demi seorang ketika mereka sedang berada dilapangan, pada pertemuan-pertemuan yang diadakan sekali-sekali dengan kelompok tani diwaktu siang atau malam hari selagi mereka sedang tidak bekerja atau selama musim-musim senggang dikala beban pekerjaan mereka ringan. E. Unit bahan pelajaran dalam kebanyakan hal haruslah merupakan suatu cara kerja tertentu yang baru atau telah diperbaiki. Disekolah dan fakultas, pendidikan diorganisir sekitar mata pelajaran-mata pelajaran yang bersifat umum. Sebaliknya,
kebanyakan pendidikan
pembangunan untuk petani hendaknya diorganisir sekitar cara-cara kerja produksi pertanian tertentu yang baru atau yang telah diubah. Ada beberapa pengecualian mengenai ketentuan ini. Untuk petani yang belum pernah mendapat latihan dalam hal ketrampilan-ketrampilan khusus dalam hal pengelolaan usahatani seperti prencanaan, kecakapan tataniaga dan pengelolaan koperasi maka ketrampilan-ketrampilan itu merupakan pokokpokok penting untuk diajarkan secara sistematis selama periode-periode kursus yang singkat. Kursus-kursus pendek tentang bagaimana menjalankan dan memelihara mesin-mesin telah dilaksakan dengan berhasil baik di Nigeria, Yunani, Columbia, dan ditempat-tempat lain. F. Harus disertai dengan kesempatan bagi petani untuk segera mempraktekkan metoda baru yang diajarkan itu. Ini memerlukan cocoknya waktu mengajar dengan tersedianya sarana dan peralatan yang perlu untuk segera mempraktekan tiap metoda dari itu. Tiap latihan petani dalam penggunaan pupuk haruslah dilangsungkan sesaat menjelang datangnya musim untuk menggunakan pupuk itu. Pupuknya hendaklah tersedia pada waktu itu. Kalau tidak, maka hasil pengajaran itu adalah patah semangat dan waktu terbuang.
G. Setiap cara kerja yang baru atau diubah, yang dianjurkan itu, haruslah teknis baik dan ekonomis menguntungkan. Untuk menjamin bahwa syarat ini dipenuhi, sebaiknya selalu dilakukan pengujian setempat untuk mengetahui bagaimana hasilnya. Kalau petani yang berdekatan mempraktekkan cara baru itu, dan untuk memastikan dengan perhitungan yang teliti, bahwa nilai hasil yang diperoleh dengan metoda baru itu akan melebihi biayanya dengan jumlah yang cukup besar. H. Petani memerlukan dorongan untuk melakukan percobaan. Petani yang telah memperoleh pengetahuan dan ketrampilan baru, masih memerlukan cukup keberanian untuk mencoba suatu metode baru untuk pertama kalinya. Supaya keinginannya untuk mencoba itu menjadi lebih kuat, ia memerlukan dukungan dari seorang teman yang memberanikan hatinya. “Mencoba melaksanakannya” merupakan bagian penting dari pendidikan petani untuk pembangunan. Langkah ini biasanya lebih mudah apabila ia mempunyai seorang guru dan kawan untuk membantunya.
2.5.2 Memperbaiki dan Memperluas Lahan Pertanian. Dimana petani sepenuhnya bergantung kepada curah hujan, maka kapasitas produksi tanahnya dapat dinaikan dengan meratakan tanah, serta mengatur pengaliran air dan pembuangan air. Perbaikan tanah seperti itu dimaksudkan untuk meningkatkan daya menahan air, ataupun membuang air yang berlebih-lebihan pada musim-musim hujan. Banyak tanah pertanian yang ada sekarang memerlukan drainase. Ini jarang sekali dapat dikerjakan dengan memuaskan oleh seorang petani yang bertindak sendiri. Sering sekali diperlukan sistem yang lebih luas yang melayani banyak petani. Perbaikan tanah semacam ini sering dapat dilakukan dengan biaya yang relatif murah dengan menggunakan tenaga kerja setempat dan hewan penarik pada musim senggang. Demikian pula dibanyak daerah terdapat kesempatan baik untuk membangun irigasi secara kecil-kecilan. Dengan sedikit bantuan dari luar, petani dapat membuat sendiri sistim irigasinya, misalnya dengan mengambil air dari sumur-sumur dangkal atau dengan mengalihkan aliran sungai.
Membuka lahan baru untuk pertanian adalah cara membangun pertanian yang menarik perhatian dan mempesona khalayak ramai. Ini dengan cara apakah berupa membuka hutan menjadi usahatani ataukah memperluas irigasi didaerah yang kering tandus sehingga dapat ditanam, ataupun mengeringkan dasar danau atau daerah pasang surut sepanjang pantai. Alasan utama untuk membenarkan pembukaan tanah pertanian baru ialah bahwa pembukaan tanah baru ini memperluas landasan fisik bagi pertanian dalam jangka panjang. Sebuah sistem irigasi besar yang baru, disertai jalan dan fasilitas masyarakat yang jumlahnya begitu banyak, memerlukan waktu 5 sampai 10 tahun atau lebih untuk pembangunannya. Sesudah itu diperlukan kira-kira 10 tahun lagi menjelang penetappenetap baru dapat mengembangkan sistem pertanian yang intensif dan berimbang guna memanfaatkan secara penuh dan efisien sumber air dan tanah baru itu. Untuk masa dekat ini, kenaikan terbesar produksi bahan pangan dan serat haruslah datang dari tanah-tanah yang sedang diusahakan sekarang. Alasan yang lain untuk membuka lahan baru berdasarkan kenyataan, bahwa didaerah pertanian baru itu sering lebih mudah memperkenalkan sistim dan teknik pertanian baru, tata cara penyakapan baru, luas usaha tani menurut ukuran baru dan berbagai perubahan lainnya dibandingkan di daerah yang telah lama diusahakan, karena daerah baru itu tidak terdapat penghalang tradisionil. Corak usahatani baru, corak penyuluhan baru serta badan kredit dan koperasi serta perangsang-perangsang baru yang telah membimbing petani dan penduduk desa kearah sistim produksi dan organisasi masyarakat yang lebih modern di daerah baru itu, dapat merupakan demonstrasi yang bermanfaat bagi seluruh negara. Dalam pada itu, haruslah diakui bahwa proyek yang serba lengkap seperti itu sangat mahal biayanya (Mosher, 1983).
2.5.3 Kepemimpinan Suatu survai dengan sampling 16 desa mengungkapkan kenyataan bahwa 60% dari desa-desa itu masih dipimpin oleh kepala desa yang masuk kategori tradisional (kekuasaannya didasarkan atas otoritas tradisioanal pula). Ini berarti bahwa kekuasaan serta perintahnya masih sangat efektif dikalangan rakyat yang patuh, karena kepala desa dipandang sebagai pewaris dan pemangku yang wajar dari kekuasaan yang turun-
temurun diteruskan kepadanya. Pada umumnya fungsi kepemimpinannya masih bersifat polymorphic mencakup pelbagai kegiatan dan tidak dikhususkan pada bidang atau sektor tertentu. Survai lain membuktikan bahwa tipe pemimpin tradisional seperti ini, baik di Jawa maupun di Sumatra, sangat efektif dalam melaksanakan program di desanya, sedang kurang atau sama sekali tidak efektif dalam menyampaikan pesan-pesan yang lebih bersifat teknis kepada rakyat. Agar pelaksanaan program pembangunan pedesaan dapat mencapai targetnya yang ada di lapisan bawah di pedesaan perlu dicari pekerja lapangan yang mampu meneruskan pesan-pesan dari para teknisi kepada rakyat di lingkungannya, dan cukup ada pengaruh disekitarnya untuk dapat diterima dan dipercayai oleh pihak lain. Meskipun tampaknya sederhana peranannya itu, namun dalam usaha pembangunan pedesaan di pelbagai bidang tugas yang sangat “crucial” (pokok). Berhasil atau tidaknya pekerjaan kader itu sering tergantung pada cara pemilihannya, sarana-sarana yang mendukungnya, tindak lanjut dari penyelenggaraan latihan, hubungan antara kader dengan elit desa dan sebagainya (Mubyarto dan Kartodirdjo, Sartono. 1988). Menurut Smircich dan Morgan (1982) pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat mengelola dan mendefinisikan situasi sedemikian rupa sehingga para bawahannya “menyerah” pada makna yang terbentuk dan pada gilirannya akan dijadikan sebagai dasar bertindak. Salah satu indikator penting dalam pencapaian kondisi ini adalah keahlian pemimpin dalam berkomunikasi secara lisan. Dalam organisasi tidak jarang ditemui pemimpin yang memiliki kelemahan dalam menyampaikan ide atau sikap kepada bawahannya, padahal ia tergolong cemerlang di bidang yang lain. Akibatnya dia tidak mampu untuk mendefinisikan makna dan menyampaikan sikap kepada anggota organisasi sesuai dengan keinginannya. Jika dikaitkan dengan kondisi antar budaya, menarik untuk disimak bahwa di negara-negara tertentu ternyata keahlian berkomunikasi secara lisan tampak bukan menjadi unsur efektifitas kepemimpinan yang esensial. Hal ini terlihat dari gambaran hasil studi yang dilakukan oleh Smith, dkk, 1989 (dalam House dan Aditya, 1997) berkaitan dengan fungsi kepemimpinan generik. Beda negara, beda cara pemimpin dalam menyampaikan ide dan sikapnya kepada bawahan. Di negara demokratis seperti Amerika Serikat pemimpin cenderung bersikap konsultatif dan partisipatif terhadap bawahan sehingga segala sesuatu disampaikan secara lisan dengan
basis tatap muka. Kondisi ini tentu saja mensyaratkan keahlian berkomunikasi kepada seorang pemimpin sebagai pemimpin formal dalam organisasi. Hal ini penting karena jika gagal berarti dia dapat dianggap gagal sebagai pemimpin. Seperti yang dikemukakan oleh Morgan dan Smirsich (1982), jika seorang pemimpin gagal dalam mendefinisikan makna, bukannya tidak mungkin akan muncul pemimpin informal yang dapat membahayakan kelangsungan hidup organisasi. Sebaliknya, cara komunikasi yang dipilih oleh para pemimpin organisasi di Jepang dengan bawahan mereka mengarah pada komunikasi tertulis melalui penyampaian memo atau catatan kecil. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya konfrontasi langsung terutama jika ditengarai terdapat kemungkinan ketidaksepakatan antara pemimpin dengan para bawahannya (Manuarty, 2009).
2.5.4
Manajemen Agribisnis Sebagai usaha yang akan tumbuh dan berkembang, usaha agribisnis seringkali
menemui berbagai kendala untuk tumbuh lebih besar. Bagi bisnis yang kecil yang bergerak di bidang agribisnis, kendala ini umumnya mencakup kendala yang dihadapi dalam diri pengusaha itu sendiri. Kendala yang ada didalam pengusaha mencakup : 1. Sulit mendapat modal yang cukup 2. Kurangnya pengetahuan di bidang agribisnis 3. Lemah dalam pengelolaan (manajemen usaha) 4. Kurangnya perencanaan usaha 5. Kurangnya pengalaman berusaha 6. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan teknis bidang usaha yang dilakukan. Hal-hal tersebut merupakan tantangan yang dihadapi oleh seorang manajer agribisnis. Sebagai suatu proses, manajemen pada dasarnya adalah pemanfaatan manusia dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen memiliki orientasi jangka panjang dan umumnya keputusan-keputusan manajemen dibuat dengan pasar pandangan masa depan. Penekanan untuk setiap aktifitas yang digolongkan sebagai suatu seni adalah dalam menggunakan kemampuan dan pengetahuan serta penyelesaian
akhirnya dilakukan dengan hati-hati dan teliti. Jika pengertian tersebut diterapkan dalam kegiatan manajemen jelas sekali bahwa manajemen merupakan suatu seni. Dimasa lalu, strategi pemasaran produk-produk agribisnis lebih memandang pasar (konsumen) sebagai sesuatu yang homogen. Hal ini antara lain ditunjukan oleh strategi pemasaran yang cenderung menjual apa yang dihasilkan dan hampir melupakan keadaan pasar yang sebetulnya adalah heterogen. Akibatnya, kasus penolakan ekspor produkproduk agribisnis sering terjadi karena produk yang dijual mengabaikan preferensi konsumen. Untuk mempercepat pengembangan pasar produk-produk agribisnis, perlu dikembangkan strategi pemasaran modern seperti strategi aliansi antar produsen, aliansi produsen-konsumen, yang didasarkan pada kajian yang mendalam dari segi kekuatan dan kelemahan. Pada pemasaran produk minyak kelapa sawit misalnya, dapat dikembangkan strategi aliansi Indonesia dan Malaysia atau antara Indonesia dengan negara-negara Eropa. Demikian juga pada produk-produk agribisnis perikanan, dapat dikembangkan strategi aliansi indonesia dengan Jepang. Pengembangan strategi aliansi produsenkonsumen ini mempermudah memasuki pasar dan menghindari klaim atau tuduhan praktek perdagangan yang tidak adil dari negara-negara konsumen. Usaha mengembangkan kegiatan produksi dapat diwujudkan melalui tahapan sebagai berikut: perencanaan produksi, pengorganisasian, pelaksanaan, dan monitoring proses produksi. Dalam hal ini kegiatan produksi dan operasi dipandu oleh untuk terus menghasilkan keluaran yang bermutu (quality orientation) dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Dalam agribisnis, mengingat seluruh kegiatan usaha yang dilakukan berbasis pada kegiatan alamiah, maka keunggulan tersebut dibangun atas dasar keunggulan komparatif dengan dasar pada ketersediaan sumberdaya yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk keunggulan biaya produksi dan kemudian dikembangkan dalam bentuk keunggulan kompetitif (Adjid, 2001).
2.5.4.1 Perencanaan Didalam usaha agribisnis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran usahanya itu ialah : 1. Faktor alam atau pengaruh alam 2. Faktor ekonomi atau pengaruh ekonomi Keadaan alam meminta perhatian untuk dipikirkan secara matang oleh para petani yang bergerak dalam bidang agribisnis, seperti halnya iklim dengan unsur-unsurnya sinar matahari, temperatur, curah hujan, pergerakan angin, kemudian bencana alam (banjir, erosi, kelongsoran) serta wabah tanaman yang berjangkit, kesemuanya itu dapat mempengaruhi usaha bertani yang sedang dilakukan, apakah usaha tersebut akan mencapai keberhasilan atau sebaliknya yaitu mengalami kegagalan. Pemikiran para petani sangat diminta untuk mencoba menanggulangi pengaruh-pengaruh alam, yaitu dengan cara melakukan pendekatan dengan memanfaatkan ilmu dan pengalaman yang telah dimilikinya serta teknik bercocok tanam (pertanian) yang mantap yang sesuai dengan iklim, tekstur dan struktur tanah. Berhasil atau tidaknya usaha agribisnis tidak hanya dipengaruhi oleh pengaruh alam saja melainkan juga oleh pengaruh ekonomi yang berlangsung pada waktu usaha itu dilakukan. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa berhasil atau tidaknya usaha agribisnis ini akan sangat ditentukan juga oleh : a. Tingkatan harga yang berlaku dipasar (para konsumen atau pembeli) b. Tingkatan harga dari sarana pertanian yang diperlukan untuk keperluan produksi (usaha bertanam hingga pemanenan) dalam sarana ini termasuk harga benih, harga pupuk, harga pertisida serta harga jasa atau upah tenaga kerja. Pengaruh ekonomi sangat kuat dan hanya dapat ditanggulangi kalau aktivitas marketing dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya yang berarti bahwa : a. Sebelum usaha agribisnis ini dilakukan harus diselidiki terlebih dahulu produk pertanian apa yang banyak diminta oleh pasar dan berapa kemampuan daya belinya serta tingginya harga produk tersebut. b. Apakah biaya produksi atau pengelolaan tanaman tersebut jauh lebih rendah dari pada harga jual atau harga yang berlaku di pasar.
c. Apakah produk tanaman tersebut tanamannya mampu dikembangkan pada lahan pertanian yang dimiliki yang berarti mampu dipertahankan sejak mulai ditanam sehingga tibanya masa panen. d. Cara penjualan dan atau penyampaiannya kepada konsumen atau pembeli dapat mudah dilaksanakan dengan biaya transpor yang murah atau wajar. e. Cara pengawetan produk agar pada waktu penyampaian produk kepada pembeli tidak terjadi kerusakan-kerusakan.
2.5.4.2 Pengorganisasian Menurut Tamanyun (2009) Dalam kehidupan nyata orang-orang bekerja bersamasama untuk mencapai suatu tujuan bersama, yang dilakukan adalah kegiatan menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional atau biasa disebut dengan istilah organisasi. Organisasi dalam hal ini bisa terdapat pada badan usaha, instansi pemerintah, lembaga pendidikan, militer, kelompok masyarakat atau suatu
perkumpulan olahraga.
Kata organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pengertian pertama menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional, seperti organisasi perusahaan, rumah sakit, perwakilan pemerintah atau suatu perkumpulan olahraga. Pengertian kedua berkenaan dengan proses pengorganisasian sebagai suatu cara dalam mana kegiatan organisasi dialokasikan dan ditugaskan diantara para anggotanya agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien. Aspek-aspek penting dari pengorganisasian adalah : 1. Adanya kelompok orang yang bekerja sama. 2. Adanya tujuan tertentu yang akan dicapai 3. Adanya pekerjaan yang akan dikerjakan 4. Adanya penetapan dan pengelompokkan pekerjaan 5. Adanya wewenang dan tanggung jawab 6. Adanya pendelegasian wewenang 7. Adanya hubungan (relationship) satu sama lain 8. Adanya penempatan orang-orang yang akan melakukan pekerjaan 9. Adanya tata tertib yang harus ditaati.
2.5.4.3 Komunikasi Komunikasi kebawah dapat berupa tulisan atau lisan (oral). Contoh komunikasi tertulis adalah memorandum, manual, majalah, surat kabar, bulletin, dan penyebaran informasi. Beberapa contoh komunikasi lisan yang mengalir ke bawah termasuk media pengarahan verbal atau lisan, percakapan, konperensi, dan kontak telepon. Secara lebih terperinci, aliran komunikasi vertikal ke bawah mungkin berbentuk : 1. Rantai perintah 2. Plakat dan papan pengumuman 3. Majalah 4. Surat 5. Buku petunjuk 6. Sistem pengeras suara 7. Desas-desus 8. Laporan tahunan 9. Pertemuan kelompok Gerakan informasi ke atas (upward) melalui tingkatan-tingkatan hirarki organisasional paling sering berbentuk umpan balik pelaksanaan kerja dan secara mendasar dihubungkan dengan fungsi pengawasan. Sebagai contoh, penyampaian data keluaran produksi keatas adalah esensial bagi fungsi pengawasan. Disamping itu, komunikasi ke atas juga melaksanakan peranan integratif dengan menyediakan sarana-sarana penyampaian masalah-masalah yang dihadapi para anggota. Survai sikap, manajemen berdasarkan sasaran (management by objective), dan terdengarnya keluhan merupakan beberapa contoh komunikasi keatas. Secara lebih terperinci, aliran komunikasi vertikal keatas mungkin berbentuk : 1. Kontak tatap muka 2. Pertemuan kelompok 3. Prosedur pengaduan 4. Surat usulan 5. Pemberian saran 6. Wawancara
2.5.4.4 Pengawasan Menurut George R. Tery (2006) pengawasan merupakan salah satu fungsi dalam manajemen suatu organisasi. Dimana memiliki arti suatu proses mengawasi dan mengevaluasi suatu kegiatan. Suatu pengawasan dikatakan penting karena tanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi para pekerjanya. Di dalam suatu organisasi terdapat tipe-tipe pengawasan yang digunakan, seperti pengawasan pendahuluan (preliminary control), pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control), Pengawasan balik (feed back control). Di dalam proses pengawasan juga diperlukan tahap-tahap pengawasan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tahap-tahap pengawasan tersebut terdiri dari beberapa macam, yaitu tahap penetapan standar, tahap penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan, tahap pengukuran pelaksanaan kegiatan, tahap pembandingan pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan dan tahap pengambilan tindakan koreksi. Suatu organisasi juga memiliki perancangan proses pengawasan, yang berguna untuk merencanakan secara sistematis dan terstruktur agar proses pengawasan berjalan sesuai dengan apa yang dibutuhkan atau direncanakan. Untuk menjalankan proses pengawasan tersebut dibutuhkan alat bantu manajerial dikarenakan jika terjadi kesalahan dalam suatu proses dapat langsung diperbaiki. Selain itu, pada alat-alat bantu pengawasan ini dapat menunjang terwujudnya proses pengawasan yang sesuai dengan kebutuhan. Pengawasan juga meliputi bidang-bidang pengawasan yang menunjang keberhasilan dari suatu tujuan organisasi diantaranya. Pengawasan bisa didefinisikan sebagai suatu usaha sistematis oleh manajemen bisnis untuk membandingkan kinerja standar, rencana, atau tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan apakah kinerja sejalan dengan standar tersebut dan untuk mengambil tindakan penyembuhan yang diperlukan untuk melihat bahwa sumber daya manusia digunakan dengan seefektif dan seefisien mungkin didalam mencapai tujuan. Mengartikan pengawasan sebagai mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tidakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Admosudirdjo (2005) mengatakan bahwa pada pokoknya pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Siagian (1990) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
2.5.5
Motivasi Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua
manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.
Aktualisasi diri penghargaan sosial keamanan Fisiologis Gambar 2.1 Piramid tingkat motivasi menurut Maslow
Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan
diri dan menyadari
potensinya)
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman. Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya factor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor intrinsik terdiri dari achievement, pengakuan, dan kemajuan tingkat kehidupan (Donnelly et al, 1996).
2.5.6
Pendampingan Samsudin (1987) menilai bahwa suatu program penyuluhan dapat berjalan dengan
baik, apabila adanya komunikasi yang baik antara penyuluh dengan sasaran (petani). Kelancaran komunikasi dalam penyuluhan pertanian tidak semudah seperti yang dibayangkan. Penyesuaian antara antara kelompok penyuluh sebagai suatu sistem, dengan kelompok petani sebagai sistem lainnya, tidak terjadi begitu saja. Dalam sistem antar penyuluh sendiri dalam kenyataannya selalu mendapat rintangan yang menyebabkan satu sama lain kurang harmonis, baik dalam bentuk hubungan pribadi maupun hubungan organisasi kedinasan. Menurut Mubyarto (1972) tugas penyuluhan pertanian terutama menyangkut usaha membantu petani agar senantiasa meningkatkan efisiensi usahatani. Sedangkan bagi petani, penyuluhan itu adalah suatu kesempatan pendidikan diluar sekolah, dimana
mereka dapat belajar sambil berbuat (learning by doing). Penyuluhan dapat dianggap berhasil kalau : 1. Pengetahuan petani mengenai sesuatu yang berguna bertambah. 2. Ada penerimaan (adopsi) petani terhadap hal-hal yang dianjurkan penyuluh 3. Petani bersedia memberi sesuatu balas jasa kepada penyuluh. 4. Petani bersedia bekerja sama dengan penyuluh. 5. Penyuluh dapat mengubah sikap petani yang merugikan. 6. Pengetahuan praktis yang ada pada penyuluh bertambah. 7. Penyuluh dapat memberitahukan sesuatu yang berguna diluar tujuan proyek tertentu. 8. Ada perkembangan keinginan pada kedua pihak untuk mempertahan hubungan. Di Indonesia pada umumnya penyuluhan pertanian belum dapat dikatakan berhasil. Hal ini disebabkan antara lain karena jumlah penyuluh masih terlalu sedikit yaitu hanya sampai pada tingkat kecamatan.