Indonesian Journal of Medicine (2017), 2(1): 21-34
The Roles of Medical Doctor and Family on Patient Health Behavior in Controlling HbA1C Level Among Patients with Type 2 Diabetes Mellitus at Dr. Moewardi Hospital Hosea Puspitasari Pranoto1), Didik Tamtomo2), Bhisma Murti1) 1)Masters Program in Public Health, Sebelas Maret University, Surakarta 2)Masters Program in Family Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta
ABSTRACT Background: Diabetes Mellitus is one of non-communicable diseases with high prevalence of complication and mortality at productive age. Patients with type 2 DM need to control their blood glucose level to attain optimal blood glucose. Thereby, it is expected to prevent or minimize the incidence of complication. This study aimed to examine the roles of medical doctor and family on patient health behavior in controlling HbA1C level among patients with type 2 diabetes mellitus at Dr. Moewardi Hospital, Surakarta. Subjects and Methods: This was an analytic observational study with case control design. This study was conducted at Dr. Moewardi Hospital, Surakarta, from April to May, 2017. A sample of 50 patients with type 2 Diabetes Mellitus and 100 control group were selected by fixed disease sampling. The dependent variable was HbA1C blood level. The independent variables were roles of medical doctor, roles of family, treatment compliance, physical activity, diet, and duration of illness. HbA1C blood level was measured by clinical laboratory test. The independent variable was measured by a set of questionnaire. The data were analyzed by path analysis. Results: HbA1C blood level was affected by duration of illness (b= 0.04; SE= 0.01; p<0.001), diet (b=0.18; SE=0.09; p=0.044), and physical activity (b=0.16; SE=0.07; p=0.024). Diet was affected by the role of medical doctor (b= 0.02; SE= 0.07; p= 0.766), the role of family (b= 0.13; SE=0.07; p=0.082), duration of illness (b=0.01; SE=0.01; p=0.063), and treatment compliance (b=0.32; SE=0.11; p=0.002). Physical activity was affected by the role of medical doctor (b=0.17; SE=0.08; p=0.025), the role of family (b=0.21; SE=0.09; p=0.017), diet (b=0.27; SE=0.10; p=0.005) and duration of illness (b= 0.03; SE= 0.01; p< 0.001). Treatment compliance was affected by the role of medical doctor (b= 0.18; SE= 0.05; p<0.001) and the role of family (b=0.24; SE= 0.05; p< 0.001). Conclusion: HbA1C blood level was directly affected by duration of illness, diet, and physical activity. HbA1C blood level was indirectly affected by the role of medical doctor, the role of family, duration of illness, and treatment compliance, and diet. Keywords: HbA1C level, diabetes mellitus, healthy behavior Correspondence: Hosea Puspitasari Pranoto. Masters Program in Public Health, Sebelas Maret University, Surakarta. Email:
[email protected]. Mobile: +6281804452941.
LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi prioritas nasional maupun global. Penyakit tidak menular (PTM) tidak hanya menjadi masalah kesehatan saja karena jika tidak dikendalikam secara tepat, benar dan kontinu dapat mempengaruhi ketahanan eko-
20
nomi nasional (Kemenkes RI, 2012). PTM menyebabkan kematian sebanyak 38 juta jiwa dan sekitar tiga perempat kematian terjadi di negara-negara berpenghasilan menengah dan miskin (WHO, 2015). Indonesia menghadapi masalah triple burden diseases karena selain masih seringnya KLB penyakit menular tertentu, munculnya pe-
e-ISSN: 2549-0265 (online)
Pranoto et al./ The Roles of Medical Doctor and Family on Patient Health Behavior
nyakit menular lama dan baru dan kejadian PTM yang menunjukkan adanya kecenderungan meningkat (Kemenkes RI, 2012). Diabetes adalah salah satu jenis PTM yang dapat menyebabkan komplikasi dan meningkatkan risiko kematian pada usia produktif bahkan sejak tahun 2012 diabetes menjadi penyebab langsung dari 1.5 juta kematian secara global (WHO, 2016). Global report on diabetes WHO (2016) menunjukkan bahwa jumlah orang dewasa yang hidup dengan diabetes hampir empat kali lipat sejak tahun 1980 menjadi 422 juta jiwa. Kenaikan yang signifikan ini sebagian besar disebabkan oleh kenaikan diabetes tipe 2 dan termasuk faktor pendorong kelebihan berat badan dan obesitas. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes telah terus meningkat selama beberapa dekade (WHO, 2016). Indonesia termasuk salah satu dari 10 negara yang memiliki jumlah penderita diabetes terbanyak. Indonesia pada tahun 1995 berada pada peringkat ke-7 dan pada tahun 2025 diprediksi akan meningkat menjadi peringkat ke-5 dengan perkiraan 12.4 juta jiwa (Arisman, 2011). International Diabetes Federation (2014), memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang Diabetes Melitus (DM) di Indonesia dari 9.1 juta pada tahun 2014 menjadi 14 juta pada tahun 2035. Diabetes menempati urutan ke dua dari prioritas utama pengendalian PTM di Jawa Tengah sebesar 18.33% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2015). RSUD Dr. Moewardi di Kota Surakarta, Jawa Tengah merupakan rumah sakit besar tipe A dan menjadi pusat rujukan. tahun 2015 diperoleh data kunjungan pasien Diabetes Melitus (DM) tipe 2 yaitu sebesar 1,893 pasien (Dinas Kesehatan Kota Surakarta, 2015). Diabetes merupakan penyakit serius dan kronis yang terjadi baik ketika pane-ISSN: 2549-0265 (online)
kreas tidak cukup memproduksi insulin (hormon yang mengatur gula darah, atau glukosa), atau ketika tubuh tidak efektif dalam menggunakan insulin (WHO, 2016). Diabetes merupakan masalah penting kesehatan masyarakat, salah satu dari empat prioritas penyakit tidak menular yang ditargetkan untuk tangani oleh para pemimpin dunia. Jika diabetes tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan PTM lanjutan seperti jantung, stroke, dan gagal ginjal. Pengendalian PTM dapat dilakukan dengan intervensi yang tepat pada setiap sasaran atau kelompok populasi tertentu sehingga jumlah kasus baru PTM dapat diturunkan. Penyakit DM sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia dan berdampak pada peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar. Semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah perlu ikut secara aktif dalam usaha dalam upaya pencegahan Diabetes Mellitus (PERKENI, 2015). Diabetes Mellitus merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup. Pengelolaan penyakit ini memerlukan peran serta dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lain. Pasien dan keluarga juga mempunyai peran yang penting, sehingga perlu mendapatkan edukasi untuk memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit, dan penatalaksanaan DM. Pemahaman yang baik akan membantu meningkatkan keikutsertaan keluarga dalam upaya penatalaksanaan DM (PERKENI, 2015). Derajat regulasi gula darah merupakan derajat kontrol gula darah dalam hal ini adalah kontrol gula darah HbA1C karena sampai sekarang tes HbA1C termasuk cara yang paling baik untuk mengetahui apakah gula darah dalam batas kontrol yang baik atau buruk (Florkowski, 2013). HbA1C adalah suatu molekul hemoglobin yang terikat dengan glukosa. Sel darah merah dapat hidup selama 90 hingga 21
Indonesian Journal of Medicine (2017), 2(1): 21-34
120 hari, sebanding dengan HbA1C yang meningkat dengan kadar glukosa darah selama 120 hari terakhir. Pengukuran kadar HbA1C pada tes laboratorium dapat mengetahui kadar glukosa darah secara rata-rata selama 2-3 bulan terakhir (Braatvedt et al., 2012). Pasien DM tipe 2 penting untuk menjaga regulasi darah dengan kontrol glikemik yang optimal sehingga dapat membantu untuk deteksi dini kasus, pencegahan, meminimalisasi komplikasi dan perbaikan kualitas hidup pasien (WHO, 2016). Mayberry dan Osborn (2012) menyatakan bahwa dukungan atau peran keluarga memberikan dampak yang positif terhadap pasien DM tipe 2 dalam menjalani diet, aktifitas fisik, kepatuhan dalam berobat sebagai upaya mengendalikan kadar glukosa darah. Peran dokter sebagai praktisi kesehatan juga sangat berpengaruh terhadap perilaku pasien DM tipe 2 dalam menjalani kepatuhan pengobatan, diet dan latihan fisik atau olahraga. Intervensi terapi dan konseling yang diberikan oleh dokter dapat memberikan rasa perhatian, pemecahan masalah serta dukungan sosial bagi pasien (Alam et al., 2009). Menurut studi Kassahun et al., (2016) kepatuhan terhadap obat pada pasien Diabetes di Ethiopia membantu untuk deteksi dini kasus, pencegahan, dan meminimalkan komplikasi, sehingga efektif untuk mengontrol indeks glikemik. Pasien DM yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap obat memiliki tingkat kontrol glikemik yang baik, sedangkan pada pasien yang memiliki tingkat kepatuhan rendah terhadap obat memiliki kontrol glikemik yang buruk. Kusnetsov et al., (2015) mengemukakan bahwa aktivitas jasmani yang teratur pada pasien DM tipe 2 dapat menurunkan kadar HbA1C dan meningkatkan kualitas hidup yang baik. Penelitian yang dilakukan Yates et al., (2015) membuktikan bahwa 22
aktivitas jasmani merupakan salah satu faktor penentu gaya hidup paling penting yang berkontribusi dalam pencegahan dan pengelolaan DM. Aktivitas jasmani minimal 150 menit setiap minggu berpengaruh terhadap penurunan kadar HbA1C pada penderita DM tipe 2 (Umpierre et al., 2011). Diet pada pasien DM tipe 2 berpengaruh terhadap pengendalian kadar glukosa darah untuk mencegah atau memperlambat terjadinya komplikasi (Astuti dan Setiarini, 2013). Gannon dan Nuttall (2006) menyatakan bahwa untuk mengontrol glukosa darah pada orang DM tipe 2 diperlukan diet dengan penekanan pada komposisi makanan yang dilakukan secara konsisten. Penelitian Kusnetsov et al., (2015) pada pasien yang baru didiagnosis dibandingkan dengan pasien yang sudah lama didiagnosis DM tipe 2 sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup yang dapat dilihat dari kadar HbA1C. Pasien yang baru saja didiagnosis cenderung memiliki kepatuhan terhadap pengobatan sehingga menurunkan kadar HbA1C sedangkan pasien yang sudah lama didiagnosis kurang patuh dan kadar HbA1C cenderung meningkat, maka dari itu lamanya penyakit pada pasien DM tipe 2 berpeng-aruh terhadap peningkatan kadar HbA1C paska didiagnosis. Peneliti membatasi faktor-faktor yang berhubungan dengan peran dokter antara lain peran dalam kepatuhan pengobatan, diet, aktivitas jasmani, dan informasi. Faktor yang berhubungan dengan peran keluarga antara lain, peran emosional, finansial, instrumental dan informasional. Berdasarkan faktor tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang peran dokter dan keluarga terhadap perilaku sehat pasien antara lain kepatuhan pengobatan, diet, dan aktivitas jasmani terhadap kadar HbA1C darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Moewardi, Surakarta.
e-ISSN: 2549-0265 (online)
Pranoto et al./ The Roles of Medical Doctor and Family on Patient Health Behavior
SUBJEK DAN METODE 1. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi analitik observasional dengan pendekatan case control. Waktu penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2017 di RSUD Dr. Moewardi, Surakarta, Jawa Tengah. 2. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang berdomisili di Jawa Tengah dan menjalani perawatan di RSUD Dr. Moewardi, Surakarta. Subjek penelitian terseleksi dengan mempertimbangkan kriteria inklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang sudah didiagnosis oleh dokter ≥6 bulan, usia pasien ≥18 tahun, melakukan perawatan di RSUD Dr. Moewardi, melakukan pemeriksaan HbA1C rutin setiap 3 bulan sekali, dan bersedia menjadi subjek penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu pasien DM tipe 2 yang tidak sedang menjalani transfusi darah atau riwayat transfusi darah minimal 2-3 bulan terakhir, tidak anemia/ hemoglobinopat dan dengan keadaan fisik sangat lemah. Teknik pengambilan sampel dengan fixed disease sampling merupakan skema pencuplikan berdasarkan status penyakit subjek, yaitu berpenyakit atau tidak berpenyakit yang diteliti, sedang status paparan subjek bervariasi mengikuti status penyakit subjek (Murti, 2013). Fixed disease sampling memastikan jumlah subjek penelitian yang cukup dalam kelompok berpenyakit (kasus) dan tak berpenyakit (kontrol). Subjek penelitian ini adalah pasien yang telah didiagnosis DM tipe 2. Kelompok kasus sebanyak 50 pasien DM tipe 2 dengan kadar HbA1C <6.5%. Kelompok kontrol sebanyak 100 pasien DM tipe 2 dengan kadar HbA1C ≥6.5%.
e-ISSN: 2549-0265 (online)
3. Variabel Penelitian Variabel dependen penelitian adalah kadar HbA1C darah. Variabel independen adalah peran dokter, peran keluarga, kepatuhan pengobatan, diet, aktivitas jasmani, dan lamanya penyakit. 4. Definisi Operasional Definisi operasional kadar HbA1C darah adalah hasil pemeriksaan laboratorium pasien DM tipe 2 terhadap kadar hemoglobin glikosilasi yang menjadi tolok ukur status kesehatannya dan dilakukan secara rutin setiap 3 bulan sekali. Peran dokter yaitu pernyataan subjek penelitian terhadap dukungan dokter sebagai praktisi kesehatan dalam memberikan anjuran dan memotivasi untuk melakukan perilaku sehat dalam mencapai kontrol glikemik pada penderita DM. Peran keluarga yaitu pernyataan subjek penelitian terhadap dukungan keluarga dalam memberikan dukungan sosial yang terdiri dari dukungan emosional, informasional, instrumental dan finansial untuk melakukan perilaku sehat dalam manajemen perawatan diri bagi penderita DM. Kepatuhan pengobatan yaitu pernyataan subjek penelitian terhadap perilaku dalam menerima terapi pengobatan yang diberikan oleh penyedia layanan kesehatan yang terdiri dari hambatan yang terkait dengan obat, hambatan tentang sistem pelayanan kesehatan, hambatan yang disengaja oleh subjek penelitian dan hambatan yang tidak disengaja. Diet yaitu pernyataan subjek penelitian terhadap perilaku/tindakan dalam menjalankan terapi nutrisi oleh tenaga medis yang sesuai dengan jenis, jumlah, dan jadwal makan yang dianjurkan dalam manajemen perawatan diri pasien DM. Aktivitas jasmani yaitu pernyataan subjek penelitian tentang perilaku dalam menjalankan kegiatan atau latihan fisik yang terdiri dari waktu yang dihabiskan 23
Indonesian Journal of Medicine (2017), 2(1): 21-34
saat berjalan di luar ruangan, latihan fisik, hal yang bersifat positif dan mendukung dan kontribusi dalam pekerjaan rumah untuk terjadinya perilaku sehat dalam mentangga. Lamanya penyakit yaitu pernyataan jaga terkontrolnya kadar HbA1C darah) dan subjek penelitian untuk durasi/waktu penyunfavorable (butir pertanyaan yang berisi akit yang sudah diderita sejak saat didiagtentang hal yang bersifat negatif dan tidak nosis oleh dokter sampai saat ditanyakan mendukung terjadinya perilaku sehat oleh peneliti. dalam menjaga terkontrolnya kadar HbA1C 5. Instrumen Penelitian darah). Instrumen pada penelitian mengguData dikumpulkan menggunakan kuesionakan kuesioner yang telah diuji validitas ner. Kuesioner terdiri dari pertanyaan favodan reliabilitas. Hasil uji reliabilitas ditunrable (butir pertanyaan yang berisi tentang jukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil uji reliabilitas variabel peran dokter, peran keluarga, kepatuhan pengobatan, diet, dan aktivitas jasmani Variabel Peran dokter Peran keluarga Kepatuhan pengobatan Diet Aktivitas jasmani
Item-Total Correlation (r) ≥ 0.37 ≥ 0.32 ≥ 0.22 ≥ 0.37 ≥ 0.21
Berdasarkan Tabel 1 hasil uji reliabilitas korelasi item-total didapatkan bahwa pada pengukuran variabel peran dokter, peran keluarga, kepatuhan pengobatan, diet, dan aktivitas jasmani r hitung >0.20, serta Cronbach’s Alpha ≥0.70. Seluruh butir pertanyaan dinyatakan reliabel. 6. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu path analysis. Path analysis merupakan suatu bentuk terapan dari analisis multiregresi. Analisis ini menggunakan diagram jalur yang kompleks sehingga dapat menghitung besarnya pengaruh langsung dari setiap variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengaruh dalam variabel dapat terlihat sebagai koefisien jalur (path coeficients) yang sebenarnya merupakan koefisien regresi yang sudah dibakukan (Kerlinger, 2003). Langkah-langkah dalam melakukan analisis data dengan menggunakan analisis jalur yaitu spesifikasi model, identifikasi model, model fit, estimasi, dan respesifikasi model.
24
Alpha Cronbach 0.93 0.93 0.89 0.91 0.90
HASIL A. Analisis Univariat Dimensi karakteristik dari subjek penelitian pasien DM tipe 2 antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan jenis pekerjaan. Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 150 subjek penelitian penelitian didapatkan jenis kelamin subjek penelitian penelitian pasien DM tipe 2 terbanyak yaitu jenis kelamin perempuan baik pada kelompok kasus (kadar HbA1C darah terkontrol) maupun kelompok kontrol (kadar HbA1C darah tidak terkontrol), yaitu 68% pada kelompok kasus dan 64% pada kelompok kontrol, umur subjek penelitian yang paling banyak yaitu berusia ≥50 tahun 70% pada kelompok kasus dan 66% pada kelompok kontrol, pendidikan SMA 38% yang kadar HbA1C terkontrol dan yang tidak terkontrol sebanyak 36%. Jenis pekerjaan swasta 28% pada kelompok kasus, 36% tidak bekerja pada kelompok kontrol. Hasil stastistik deskriptif data kontinu yang berupa peran dokter, peran keluarga, kepatuhan pengobatan, diet, aktivitas jase-ISSN: 2549-0265 (online)
Pranoto et al./ The Roles of Medical Doctor and Family on Patient Health Behavior
mani, dan lamanya penyakit dapat dilihat keluarga (r=0.06; p=0.051) yang semakin pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa tinggi akan meningkatkan perilaku sehat masing-masing variabel memiliki keberauntuk mengontrol kadar HbA1C darah. gaman data yang relatif kecil. Mean mengKepatuhan pengobatan (r=-0.03; p= gambarkan nilai rata-rata. Nilai standard 0.070), diet (r=-0.27; p<0.001), dan deviation (SD) menggambarkan seberapa aktivitas jasmani (r=-0.35; p<0.001) yang jauh data bervariasi. SD yang kecil merusemakin tinggi akan menurunkan kadar pakan indikasi bahwa data representatif. HbA1C darah, serta semakin lamanya B. Analisis Bivariat penyakit (r=0.51; p<0.001) yang semakin Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa meningkatkan kadar HbA1C darah. peran dokter (r=0.10; p=0.020) dan peran Tabel 2. Karakteristik subjek penelitian penelitian Karakteristik subjek penelitian Umur < 30 tahun 31-50 tahun ≥ 50 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Terakhir SD SMP SMA D3 S1 S2 Jenis Pekerjaan Pedagang Petani Guru Ibu Rumah Tangga Swasta Pegawai Negeri Sipil Tidak Bekerja
Kadar HbA1C terkontrol N=50 %
Status Kadar HbA1C tidak terkontrol N=100 %
Total N=150
%
4 11 35
8.0 22.0 70.0
3 31 66
3.0 31.0 66.0
7 42 101
4.7 28.0 67.3
16 34
32.0 68.0
36 64
36.0 64.0
52 98
34.7 65.3
9 5 19 5 10 2
18.0 10.0 38.0 10.0 20.0 4.0
21 8 36 17 17 1
21.0 8.0 36.0 17.0 17.0 1.0
30 13 55 22 27 3
20.0 8.7 36.7 14.7 18.0 2.0
10 2 6 7 14 2 9
20.0 4.0 12.0 14.0 28.0 4.0 18.0
15 8 7 13 19 2 36
15.0 8.0 7.0 13.0 19.0 2.0 36.0
25 10 13 20 33 4 45
16.7 6.7 8.7 13.3 22.0 2.7 30.0
Tabel 3. Analisis univariat variabel penelitian Variabel Peran Dokter Peran Keluarga Kepatuhan Pengobatan Diet Aktivitas Jasmani Lamanya Penyakit Kadar HbA1C Darah
e-ISSN: 2549-0265 (online)
n 150 150 150 150 150 150 150
Mean 28.23 27.78 20.61 26.02 23.97 63.00 8.19
SD 2.32 2.22 1.62 2.03 2.60 28.10 2.48
Min. 18 24 15 22 15 6 4.9
Maks. 36 36 26 32 31 120 17.2
25
Indonesian Journal of Medicine (2017), 2(1): 21-34
Tabel 4. Analisis bivariat pengaruh variabel peran dokter, peran keluarga, kepatuhan pengobatan, diet, aktivitas jasmani, dan lamanya penyakit terhadap kadar HbA1C darah pada pasien DM tipe 2 di RSUD Dr. Moewardi Variabel Independen Peran Dokter Peran Keluarga Kepatuhan Pengobatan Diet Aktivitas Jasmani Lamanya Penyakit
C. Analisis Jalur Gambar 1 menunjukkan model struktural setelah dilakukan estimasi menggunakan
r 0.10 0.06 - 0.03 - 0.27 - 0.35 0.51
p 0.020 0.051 0.070 < 0.001 < 0.001 < 0.001
IBM SPSS AMOS 20, sehingga didapatkan nilai seperti pada gambar tersebut.
Gambar 1. Model struktural dengan unstandardized solution Indikator yang menunjukkan kesesuaian model analisis jalur pada Tabel 5 juga menunjukkan adanya goodness of fit measure (pengukuran kecocokan model) bahwa didapatkan hasil fit index (indeks kecocokan) CMIN sebesar 6.44; p=0.210 (>0.05); GFI 0.99 (>0.90); NFI 0.95 (≥0.90); CFI 0.98 (≥0.90); RMSEA 0.05 (≤0.08) yang berarti model empirik tersebut memenuhi kriteria yang ditentukan dan dinyatakan sesuai dengan data empirik.
26
Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar HbA1C darah dipengaruhi oleh lamanya penyakit, diet, dan aktivitas jasmani. Setiap peningkatan satu tahun lamanya penyakit akan meningkatkan kadar HbA1C darah sebesar 0.04 unit (b=0.04; SE=0.01; p< 0.001). Setiap peningkatan kepatuhan dalam diet akan menurunkan kadar HbA1C darah sebesar 0.18 unit (b= 0.18; SE= 0.09; p=0.044). Setiap peningkatan satu jam aktivitas jasmani akan menurunkan kadar
e-ISSN: 2549-0265 (online)
Pranoto et al./ The Roles of Medical Doctor and Family on Patient Health Behavior
HbA1C darah sebesar 0.16 unit (b= 0.16; perannya lemah (b=0.17; SE=0.08; p= SE=0.07; p= 0.024). 0.025). Keluarga yang perannya kuat akan Diet dipengaruhi dipengaruhi oleh meningkatkan skor aktivitas jasmani seperan dokter, peran keluarga, lamanya penbesar 0.21 jam lebih tinggi daripada peranyakit, dan kepatuhan pengobatan. Dokter nya lemah (b= 0.21, SE= 0.09, p= 0.017). yang perannya kuat akan meningkatkan Setiap peningkatan kepatuhan dalam diet skor diet sebesar 0.02 lebih tinggi daripada akan meningkatkan aktivitas jasmani sebeperannya lemah (b=0.02, SE=0.07, p= sar 0.27 jam (b= 0.27; SE= 0.10; p= 0.005). 0.766). Keluarga yang perannya kuat akan Setiap peningkatan satu tahun lamanya meningkatkan skor diet sebesar 0.13 lebih penyakit akan menurunkan aktivitas jastinggi daripada perannya lemah (b=0.13, mani sebesar 0.03 unit (b=0.03; SE= 0.01; SE=0.07, p=0.082). Setiap peningkatan p<0.001). satu tahun lamanya penyakit akan menuKepatuhan pengobatan dipengaruhi runkan skor diet sebesar 0.01 unit (b=0.01, oleh peran dokter dan peran keluarga. SE=0.01; p=0.063). Setiap peningkatan keDokter yang perannya kuat akan meningpatuhan pengobatan akan meningkatkan katkan skor kepatuhan pengobatan sebesar skor diet sebesar 0.32 (b= 0.32; SE= 0.11 , 0.18 lebih tinggi daripada perannya lemah p= 0.002). (b=0.18; SE=0.05; p<0.001). Keluarga Aktivitas jasmani dipengaruhi oleh yang perannya kuat akan meningkatkan peran dokter, peran keluarga, diet, dan skor kepatuhan pengobatan sebesar 0.24 lamanya penyakit. Dokter yang perannya lebih tinggi daripada perannya lemah (b= kuat akan meningkatkan skor aktivitas jas0.24; SE= 0.05; p< 0.001). mani sebesar 0.17 jam lebih tinggi daripada Tabel 5. Hasil analisis jalur peran dokter dan keluarga terhadap perilaku sehat pasien dalam mengontrol kadar HbA1C darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Moewardi, Surakarta Variabel Endogen Pengaruh Langsung Kadar HbA1C (%) Kadar HbA1C (%) Kadar HbA1C (%) Pengaruh Tidak Langsung Diet Diet Diet Diet Aktivitas Jasmani (jam) Aktivitas Jasmani (jam) Aktivitas Jasmani (jam) Aktivitas Jasmani (jam) Kepatuhan Pengobatan Kepatuhan Pengobatan Model Fit p = 0. 210 ( > 0.05 ) CMIN = 6.44 GFI = 0.99 (> 0.90 ) NFI = 0.95 (≥ 0.90 )
Variabel Eksogen
SE
p
β**
Lamanya penyakit (tahun) Diet Aktivitas jasmani (jam)
0.04 - 0.18 - 0.16
0.01 < 0.001 0.09 0.044 0.07 0.024
0.43 - 0.14 - 0.17
Peran dokter Peran keluarga Lamanya penyakit Kepatuhan pengobatan Peran dokter Peran Keluarga Diet Lamanya penyakit (tahun) Peran dokter Peran keluarga
0.02 0.13 - 0.01 0.32 0.17 0.21 0.27 - 0.03 0.18 0.24
0.07 0.766 0.07 0.082 0.01 0.063 0.11 0.002 0.08 0.025 0.09 0.017 0.10 0.005 0.01 < 0.001 0.05 < 0.001 0.05 < 0.001
0.02 0.14 - 0.14 0.26 0.16 0.18 0.21 - 0.28 0.27 0.32
*= koefisien jalur tidak terstandarisasi
e-ISSN: 2549-0265 (online)
b*
CFI = 0.98 (≥ 0.90 ) RMSEA = 0.05 (≤ 0.08 )
**= koefisien jalur terstandarisasi
27
Indonesian Journal of Medicine (2017), 2(1): 21-34
PEMBAHASAN 1. Pengaruh diet terhadap kadar HbA1C darah pada pasien DM tipe 2 Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara langsung antara diet menjaga pola makan yang sehat terhadap kadar HbA1C darah. Hasil penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Astuti dan Setiarini (2013) yang menunjukkan bahwa kepatuhan diet menjaga pola makan yang sehat (karbohidrat, protein, lemak, dan serat) pada pasien DM tipe 2 secara signifikan dapat mengendalikan kadar glukosa darah puasa. Pasien DM tipe 2 yang tidak melakukan diet yang sehat memiliki kadar glukosa darah puasa yang buruk. Angamo et al., (2013) memberikan bukti bahwa ketidakpatuhan pasien DM dalam menjalani diet menyebabkan kontrol glikemik yang buruk. Menjaga kontrol glikemik yang baik pada pasien DM dengan tujuan utama yaitu mencegah kerusakan organ-organ mikrovaskuler dan komplikasi pada organ makrovaskuler. Pengaruh kepatuhan diet oleh pasien DM tipe 2 sangat berpengaruh terhadap Kadar HbA1C darah dalam mencapai kontrol glikemik yang baik. Pasien yang tidak mematuhi diet menjaga pola asupan makanan sehari-hari, makan tidak sesuai dengan jadwal dapat mempengaruhi kadar glikemik yang buruk. Diet dengan mengkonsumsi lebih banyak sayur dan buahbuahan pada menu sehari-hari menjadi salah satu pendekatan yang baik dalam meningkatkan kontrol glikemik pada pasien DM (Jiang et al., 2012). 2. Pengaruh aktivitas jasmani terhadap kadar HbA1C darah pada pasien DM tipe 2 Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara langsung antara aktivitas jasmani terhadap kadar HbA1C darah. Hasil penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Umpierre et al., (2011) 28
yang menunjukkan bahwa latihan fisik dan olah-raga yang konsisten pada pasien DM tipe 2 secara signifikan dapat menurunkan kadar HbA1C darah. Pasien DM tipe 2 yang tidak konsisten melakukan aktivitas jasmani dengan latihan fisik dan olahraga memiliki kadar HbA1C darah yang cenderung meningkat. Al-Kaabi et al., (2009) menunjukkan bahwa aktivitas jasmani pada pasien DM tipe 2 yang sesuai anjuran dapat menjaga kontrol glikemik yang baik terhadap kadar HbA1C darah. Pasien yang tidak melakukan aktivitas jasmani yang dianjurkan memiliki kontrol glikemik yang buruk. Aktivitas jasmani yang dapat dilakukan penderita DM antara lain mengikuti gym, olahraga khusus bagi penderita DM seperti senam atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Aktivitas yang dilakukan secara konsisten dapat memberikan manfaat dalam menjaga kontrol glikemik yang baik terhadap kadar HbA1C darah. Penderita DM yang tidak melakukan aktivitas jasmani secara rutin dan konsisten akan sulit dalam menjaga kontrol glikemik yang baik, sehingga akan meningkatkan kadar HbA1C darah (Yates et al., 2015). 3. Pengaruh lamanya penyakit terhadap kadar HbA1C darah pada pasien DM tipe 2 Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara langsung antara lamanya penyakit terhadap kadar HbA1C darah. Studi penelitian ini mendukung bukti yang berkembang bahwa lamanya penyakit pada pasien DM tipe 2 yang semakin bertambah dapat meningkatkan kadar glukosa darah puasa dan HbA1C darah. Pasien yang mengalami durasi penyakit <5 tahun dapat menjaga kadar glukosa darah lebih baik daripada pasien yang didiagnosis DM tipe 2 ≥5 tahun (Kusnetsov et al., 2015; Kassahun et al., 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Ali et al., (2012) juga mendukung dalam hasil e-ISSN: 2549-0265 (online)
Pranoto et al./ The Roles of Medical Doctor and Family on Patient Health Behavior
penelitian ini bahwa lamanya penyakit pada pasien DM tipe 2 yang berkisar 1-5 tahun memiliki pengaruh terhadap terkontrolnya kadar HbA1C darah. Uraian tersebut menunjukkan bahwa pasien yang semakin lama di diagnosis oleh dokter DM tipe 2 khususnya yang lamanya penyakit ≥5 tahun sudah merasakan jenuh untuk berobat, memiliki kepatuhan yang rendah dalam pengobatan, diet menjaga pola makan yang sehat dan melakukan aktivitas jasmani sehingga niat untuk melakukan perilaku sehat juga sudah mulai berkurang. Pasien dengan yang baru saja didiagnosis oleh dokter memiliki penerapan perilaku sehat yang baik dan memiliki kontrol glikemik kadar HbA1C darah yang baik. Menurut Jiang et al., (2012) bahwa pasien dengan lamanya penyakit <5 tahun memiliki kontrol glikemik yang baik dan tidak memiliki komplikasi pada organ makrovaskuler. 4. Pengaruh peran dokter terhadap diet menjaga pola makan yang sehat pada pasien DM tipe 2 Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara peran dokter terhadap diet menjaga pola makan yang sehat pada pasien DM tipe 2. Hal ini menjadi koreksi dokter karena dalam manajemen diabetes, peran dokter bukan hanya sebagai praktisi kesehatan saja tetapi juga harus ikut terlibat aktif dengan perkembangan baru dari manajemen diabetes. Dokter memberikan perhatian kepada pasien berupa pendekatan memberikan nasehat untuk mengambil keputusan bersama pasien dalam mengatur diet dan memonitoring sampai pasien mencapai hasil yang lebih baik terhadap kadar HbA1C darah (Marrero et al., 2013). Penelitian ini juga didukung oleh Ciechanowski et al., (2001), bahwa pasien yang merasa kurang puas terhadap pelayanan dokter dalam memberikan konseling e-ISSN: 2549-0265 (online)
dan anjuran untuk melakukan kepatuhan diet akan memiliki kepatuhan untuk diet menjaga pola makan sehat yang rendah. Peran dokter dalam memberikan rekomendasi kepada pasien untuk diet dan meninjau kembali setelah diberikan intervensi masih sangat minim. Diperlukan perhatian lebih untuk para dokter dalam memberikan anjuran diet dan perlu dilakukan monitoring terhadap pasien demi keberhasilan dalam mencapai kontrol glikemik yang baik melalui HbA1C darah. 5. Pengaruh peran dokter terhadap aktivitas jasmani pada pasien DM tipe 2 Hasil pada studi penelitian ini memberikan bukti yang didukung oleh penelitian Walker et al., (2015) menyatakan bahwa manajemen perawatan diri pada perilaku pasien DM tipe 2 terhadap kontrol HbA1C darah secara signifikan dipengaruhi oleh dukungan sosial dalam hal ini peran dokter sangat penting dalam memberikan nasehat, evaluasi dan memonitoring aktivitas jasmani yang direkomendasikan kepada pasien. Intervensi yang diberikan dokter kepada pasien dalam hal aktivitas jasmani melalui strategi kegiatan senam atau olahraga yang dikhususkan bagi pasien DM tipe 2 disediakan di pusat layanan kesehatan setempat, sehingga pasien merasakan adanya terapi dan dukungan sosial yang bermanfaat untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih baik. Alam et al., (2009) juga menyatakan bahwa terdapat efektivitas pengaruh yang signifikan adanya intervensi oleh praktisi kesehatan (peran dokter) terhadap pasien DM tipe 2 dalam memperbaiki kontrol glikemik. Terapi dan konseling yang diberikan oleh dokter melalui aktivitas jasmani dapat memberikan kenyamanan, pemecahan masalah serta dukungan sosial bagi pasien. Pasien yang merasakan dukungan oleh dokter dan layanan kesehatan setem29
Indonesian Journal of Medicine (2017), 2(1): 21-34
pat menjadi lebih bersemangat melakukan aktivitas jasmani dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang lebih baik sehingga komplikasi pada DM tipe 2 dapat dihindari. 6. Pengaruh peran keluarga terhadap diet menjaga pola makan yang sehat pada pasien DM tipe 2 Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara peran keluarga terhadap diet menjaga pola makan yang sehat pada pasien DM tipe 2. Hasil penelitian ini didukung oleh Astuti dan Setiarini (2013) yang menunjukkan bahwa peran keluarga dalam memotivasi pada pasien DM tipe 2 agar patuh untuk diet menjaga pola makan yang sehat (karbohidrat, protein, lemak, dan serat) secara signifikan dapat mengendalikan kadar glukosa darah puasa. Keluarga yang tidak memahami peran pentingnya dalam memotivasi pasien DM tipe 2 untuk diet yang sehat, akan memiliki kadar glukosa darah puasa yang buruk. Peran keluarga yang positif terhadap pasien DM tipe 2 yang menjalani diet berhubungan terhadap pengendalian kadar glukosa darah, sedangkan dukungan atau peran keluarga yang negatif dalam menjalani diet tidak berhubungan terhadap pengendalian kadar glukosa darah (Mayberry dan Osborn, 2012). Hal ini sesuai dengan teori perubahan perilaku oleh Riley et al., (2016) bahwa teori kognitif sosial menjadi dasar dalam pengembangan intervensi untuk melihat bahwa perilaku kesehatan pada pasien DM tipe 2 adalah hasil dari interaksi yang dinamis antara pengaruh individu, perilaku, dan lingkungan sosial. Perawatan diri yang baik melalui kepatuhan diet dalam menjaga pola makan yang sehat berhubungan positif dengan peran keluarga (dukungan sosial) yang tinggi. Pasien yang merasakan adanya dukungan keluarga untuk melakukan dan 30
mengingatkan diet yang sehat akan memiliki kepatuhan diet yang baik, sehingga kadar glikemik juga terkontrol dengan baik. Peran keluarga dapat dilakukan misalnya membantu menyediakan menu sehat yang banyak mengandung serat dan vitamin misalnya buah dan sayur-sayuran dalam menu sehari-hari, mencegah pasien untuk makan makanan yang mengadung lemak, dan mengingatkan pasien makan secara teratur 3x sehari sesuai dengan jadwal diet. Karena untuk menghindari terjadinya komplikasi terhadap DM tipe 2 diperlukan kerjasama yang baik antara kelurga dan pasien. 7. Pengaruh peran keluarga terhadap aktivitas jasmani pada pasien DM tipe 2 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara peran keluarga terhadap aktivitas jasmani pada pasien DM tipe 2. Hasil penelitian ini didukung oleh Astuti dan Setiarini (2013) yang menunjukkan bahwa peran keluarga yang positif dalam pengelolaan pada pasien DM tipe 2 untuk melakukan aktivitas jasmani (latihan fisik dan olahraga) secara signifikan dapat mengendalikan kadar glukosa darah puasa. Sebaliknya, keluarga yang tidak memahami peran pentingnya dalam pengelolaan pasien DM tipe 2 untuk melakukan aktivitas jasmani (latihan fisik dan olahraga), akan memiliki kadar glukosa darah puasa yang buruk. Peran keluarga dapat membantu menurunkan kadar HbA1C darah melalui partisipasi anggota keluarga untuk mendukung pasien diabetes melitus tipe 2 melakukan aktivitas jasmani (McElfish et al., 2015). Aktivitas jasmani diakui menjadi sarana untuk mengurangi berat badan ke tingkat normal, demikian juga bagi pasien DM yang aktif dalam menjalani latihan fisik khusus untuk penderita diabetes akan memiliki kontrol glikemik yang lebih baik e-ISSN: 2549-0265 (online)
Pranoto et al./ The Roles of Medical Doctor and Family on Patient Health Behavior
dibandingkan dengan pasien yang tidak aktif dalam latihan fisik. Al-Kaabi (2009) menyebutkan bahwa peran anggota keluarga yang memberikan dukungan positif terhadap aktivitas fisik dapat menjaga kontrol glikemik pasien DM tipe 2 pada kadar HbA1C darah. Peran keluarga yang memberikan dukungan positif kepada pasien dengan mengingatkan, menganjurkan dan menemani aktivitas fisik sehari-hari berjalan saat pagi hari dapat memberikan efek yang positif terhadap perilaku pasien sehingga dapat mengontrol kadar HbA1C dengan lebih baik. Osborn dan Egede (2010) yang menyebutkan bahwa dukungan keluarga secara langsung mempengaruhi perilaku pasien untuk beraktivitas fisik dan secara tidak langsung mempengaruhi kontrol glikemik pasien DM tipe 2 ke arah yang lebih baik. 8. Pengaruh kepatuhan pengobatan terhadap diet menjaga pola makan yang sehat pada pasien DM tipe 2 Terdapat pengaruh antara kepatuhan pengobatan terhadap diet menjaga pola makan yangs sehat pada pasien DM tipe 2. Kepatuhan pengobatan terhadap kadar HbA1C darah pada hasil analisis diketahui berpeng¬aruh secara tidak langsung melalui variabel antara diet. Hasil penelitian ini didukung oleh Kassahun et al., (2016) bahwa terdapat pengaruh kepatuhan pengobatan yang tinggi pada pasien DM tipe 2 dengan kontrol glukosa darah puasa yang baik jika diimbangi dengan perilaku perawatan diri melalui diet menjaga pola makan yang sehat. Pasien DM tipe 2 memiliki kepatuhan pengobatan yang rendah dan diet yang buruk maka tidak dapat mengontrol kadar glukosa darah puasa. Pasien DM tipe 2 yang mimiliki kepatuhan pengobatan yang rendah contohnya, pasien yang tidak mematuhi aturan e-ISSN: 2549-0265 (online)
minum obat yang sudah diresepkan oleh dokter, terkadang pasien lupa jawdal minum obat dan memiliki kepatuhan dalam diet yang buruk. Pasien sering makan tidak tepat waktu, hal ini sekaligus menjadi alasan pasien untuk tidak meminum obat yang sudah diresepkan oleh dokter sesuai dengan dosisnya. Minimnya kepatuhan dalam pengobatan dan diet menyebabkan kadar HbA1C darah tidak terkontrol. Pasien yang memiliki kepatuhan dalam pengobatan dan diet yang tinggi akan memiliki kontrol glikemik yang baik (Kassahun et al., 2016) 9. Pengaruh diet terhadap aktivitas jasmani pada pasien DM tipe 2 Terdapat pengaruh antara diet menjaga pola makan yang sehat terhadap aktivitas jasmani pasien DM tipe 2. Hasil penelitian ini didukung bukti bahwa perawatan diri pada manajemen DM melalui diet menjaga pola makan yang sehat dan aktivitas jasmani yang sesuai dengan anjuran secara signifikan berpengaruh terhadap kadar HbA1C darah (Walker et al., 2015). Variabel aktivitas jasmani sangat berperan terhadap keberhasilan diet menjaga pola makan yang sehat demi tercapainya kontrol glikemik yang baik. Pasien DM tipe 2 yang hanya melakukan diet saja tetapi tidak melakukan latihan fisik atau olahraga secara rutin sangat sulit untuk mencapai kadar HbA1C yang terkontrol, dan sebaliknya diet sehat yang diimbangi dengan melakukan latihan fisik atau olahraga secara konsisten dapat mencapai kadar HbA1C yang terkontrol (Kassahun et al., 2016). Diet yang tidak seimbang pada pasien DM tipe 2 berhubungan dengan aktivitas fisik yang tidak konsisten secara signifikan menyebabkan tidak terkontrolnya kadar HbA1C darah (Yates et al., 2012). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk membuat kebijakan kesehatan tentang intervensi pola gaya hidup 31
Indonesian Journal of Medicine (2017), 2(1): 21-34
yang sehat bagi pasien DM tipe 2 dan pencegahan penyakit diabetes melitus dini. 10. Pengaruh lamanya penyakit terhadap diet menjaga pola makan yang sehat pada pasien DM tipe 2 Terdapat pengaruh antara lamanya penyakit terhadap diet menjaga pola makan yang sehat pada pasien DM tipe 2. Lamanya penyakit terhadap kadar HbA1C darah pada hasil analisis diketahui berpengaruh secara tidak langsung melalui variabel antara diet. Hasil penelitian ini didukung oleh Kassahun et al., (2016) bahwa terdapat pengaruh lamanya penyakit pada pasien DM tipe 2 yang ≤5 tahun memiliki tingkat perawatan diri yang baik melalui diet menjaga pola makan yang sehat. Pasien DM tipe 2 dengan lamanya penyakit 5-10 tahun dan ≥10 tahun memiliki tingkat perawatan diri yang buruk dalam hal kepatuhan diet sehingga memiliki kontrol glikemik yang buruk. Perilaku pasien untuk sehat semakin berkurang dalam kepatuhan untuk diet menjaga pola makan. Perlu adanya koreksi bagaimana caranya untuk meningkatkan kesadaran bagi pasien untuk memiliki kemauan yang tinggi dalam mencapai kontrol glikemik yang baik dengan menjaga asupan makanan yang banyak mengandung buah dan sayur dalam menu sehari-hari. Pasien yang semakin lama didiagnosa oleh dokter DM tipe 2 memiliki kejenuhan dalam menerapkan pola diet yang sehat sehingga kadar glikemik memburuk. Jiang et al., (2012) menyatakan bahwa pasien yang memiliki lama penyakit <5 tahun memiliki kepatuhan diet yang baik dan kontrol glikemik yang baik serta tidak memiliki komplikasi pada organ makrovaskuler. 11. Pengaruh lamanya penyakit terhadap aktivitas jasmani pada pasien DM tipe 2 Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh lamanya penyakit terhadap aktivitas jasmani pada pasien DM tipe 2. 32
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Kusnetsov et al., (2015) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh lamanya penyakit terhadap kadar HbA1C darah. Pasien DM tipe 2 yang lamanya penyakit <5 tahun memiliki tingkat perawatan diri yang baik melalui aktivitas fisik dan olahraga sehingga kadar kadar HbA1C darah terkontrol. Pasien DM tipe 2 dengan lamanya penyakit yang semakin meningkat berdampak negatif terhadap status kesehatan dan kontol kadar HbA1C darah yang buruk karena pasien sudah jenuh untuk melakukan aktivitas fisik dan olahraga. Lamanya penyakit pada pasien DM tipe 2 antara 1-5 tahun memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap kadar HbA1C darah melalui aktivitas jasmani. Pasien yang semakin lama didiagnosis oleh dokter DM tipe 2 yang lamanya penyakit ≥5 tahun sudah merasakan jenuh untuk melakukan aktivitas jasmani sehingga niat untuk melakukan perilaku sehat juga sudah mulai berkurang (Ali et al., 2012). Pasien yang baru saja didiagnosa oleh dokter DM tipe 2 memiliki niat untuk perilaku sehat dalam melakukan aktivitas jasmani sehingga kadar glikemik Hba1C darah terkontrol dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kadar HbA1C darah yang terkontrol dipengaruhi oleh diet, aktivitas jasmani, dan lamanya penyakit. Diet dipengaruhi oleh peran dokter, peran keluarga, lamanya penyakit, dan kepatuhan pengobatan. Aktivitas jasmani dipengaruhi oleh peran dokter, peran keluarga, diet, dan lamanya penyakit. Kepatuhan pengobatan dipengaruhi oleh peran dokter dan peran keluarga. REFERENCE Alam R, Sturt J, Lall R, dan Winkley K (2009). An updated meta-analysis to e-ISSN: 2549-0265 (online)
Pranoto et al./ The Roles of Medical Doctor and Family on Patient Health Behavior
assess the effectiveness of psychological specialists and generalist clinicians on glycaemic control and on psychological status. Patient Education and Counseling.75(1): 25–36. Ali MK, Feeney P, Hire D, Simmons DL, O’Connor PJ, Ganz-Lord F, Goff Jr D, Zhang P, Anderson RT, Narayan KMV, Sullivan MD (2012). Glycaemia and correlates of patientreported outcomes in ACCORD trial partici¬pants. Diabetic Medicine. 29(7): 67–74. Al-Kaabi J, Al-Maskari F, Saadi H, Afandi B, Parkar H, Nagelkerke N (2009). Physical Activity and Reported Barriers to Activity Among Type 2 Diabetic Patients in the United Arab Emirates. Diabetic Studies. 6(4):271-278. Angamo MT, Melese BH, Ayen WY (2013). Determinants of glycemic control among insulin treated diabetic patients in Southwest Ethiopia: hospital based cross sectional study. 2013. PLOSE ONE. 8(4): 1-8. Arisman (2011). Obesitas, Diabetes Melitus, dan Dislipidemia. Jakarta: EGC. Astuti CM, Setiarini A (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di poliklinik penyakit dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Ciechanowski PS, Katon WJ, Russo JE, Walker EA (2001). The patient provider relationship: attachment theory and adherence to treatment in diabetes. American Journal of Psychiatry. 158:29–35. Dinas Kesehatan Kota Surakarta (2015). Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2015. 1-92. Gannon MC, Nuttall FQ (20060. Control of blood glucose in type 2 diabetes without weight loss by modification of e-ISSN: 2549-0265 (online)
diet composition. Nutrition & Metabolism. 3(16):1-8. International Diabetic Federation (IDF) (2014). IDF Diabetes Atlas. Edisi 6. http://www.idf.org/diabetesatlas. Diakses 9 November 2016. Jiang J, Qiu H, Zhao G, Zhou Y, Zhang Z, Zhang H, Jiang Q, Sun Q, Wu H, Yang L, Ruan X, Xu W (2012). Dietary fiber intake is associated with HbA1c level among prevalent patients with type 2 diabetes in Pudong new area of Shanghai, China. PLOS ONE. 7(10): 17. Kassahun T, Gesesew H, Mwanri L, Eshetie T (2016). Diabetes related knowledge, self-care behaviours and adherence to medications among diabetic patients in Southwest Ethiopia: a cross sectional survey. BMC Endrocine Disorders. 16(28):1-11. Kassahun T, Eshetie T, Gesesew H (2016). Factors associated with glycemic control among adult patients with type 2 diabetes mellitus: a cross sectional survey in Ethiopia. BMC Research Notes. 9(78):1-6. Kementrian Kesehatan RI (2012). Penyakit Tidak Menular. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2(2):1-41. Jakarta. Kerlinger FN (2003). Asas-asas Penelitian Behavioral. Terjemahan Landung R Simatupang. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Kusnetsov L, Long GH, Griffin SJ, Simmons RK (2015). Are changes in glycaemic control associated with diabetes specific quality of life and health status in screen-detected type 2 diabetes patients? Four-year follow up of the ADDITION-Cambridge cohort. Diabetes/Metabolism Research and Reviews. 31:69-75.
33
Indonesian Journal of Medicine (2017), 2(1): 21-34
Marrero DG, Ard J, Delamater AM, Peragallo V, Mayer EJ, Nwankwo R, Fisher EB (2013). Twenty-first century behavioral medicine: a context for empowering clinicians and patients with diabetes. Diabetes Care. 35(2): 463470. Mayberry LS, Osborn CY (2012). Family Support, Medication Adherence, and Glycemic Control Among Adults With Type 2 Diabetes. Diabetes Care. 35: 1239-1245. McElfish PA, Bridges MD, Hudson JS, Purvis RS, Bursac Z, Kohler PO, Goulden PA (2015). Family Model of Diabetes Education With a Pacific Islander Community. Diabetes Education. 41(6): 706-715. Murti B (2013). Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Umpierre D, Ribeiro PA, Kramer CK, Leitao CB, Zucatti AT, Azevedo MJ, Gross JL, Riberio JP, Schaan BD (2011). Physical activity adviced only or structured exercise training and association with hba1c levels in type 2 diabetes. Journal American Medical Association. 305(17): 1790-1799. Walker RJ, Gebregziabher M, MartinHarris B, Egede LE (2015). Understanding the influence of psychological and socioeconomic factors on diabetes self-care using structured equa-
34
tion modeling. Patient Education and Counseling. 98(1): 34-40. WHO (2015). Noncommunicable Diseases. http://www.who.int/mediacentre/fac tsheets/fs355/en/. Diakses 15 November 2016. _____ (2016). Global Report on Diabetes. http://www.who.int/diabetes/globalreport/en/. Diakses 15 November 2016. _____ (2016). Diabetes. http://www.who.int/diabetes/en/. Diakses 15 November 2016. Yates T, Davies MJ, Henson J, Troughton J, Edwardson C, Gray LJ, Khunti K (2012). Walking away from type 2 diabetes: trial protocol of a cluster randomised controlled trial evaluating a structured education programme in those at high risk of developing type 2 diabetes. BMC Family Practice. 13(46): 1-10. Yates T, Griffin S, Bodicoat DH, Brierly G, Dallosso H, Davies MJ, Eborall H, Edwardson C, Gillett M, Gray L, Hardeman W, Hill S, Morton K, Sutton S, Troughton J, Khunti K (2015). Promotion Of Physical activity through structured Education with differing Levels of ongoing Support for people at high risk of type 2 diabetes (PROPELS): study protocol for a randomized controlled trial. Trials. 16(289).
e-ISSN: 2549-0265 (online)