Fadhilla et al./ Effect of Age and Socio Economic Status on the Quality of Life
Effect of Age and Socio Economic Status on the Quality of Life of Patients with Cervical Cancer Undertaking Chemotherapy at Dr. Moewardi Hospital Surakarta Hidayah Nur Fadhilla1), Ambar Mudigdo2), Setyo Sri Rahardjo2) 1)Masters
Program in Public Health, Universitas Sebelas Maret, Surakarta of Medicine, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
2)Faculty
ABSTRACT Background: Cervical cancer is a type of cancer affecting women with high incidence and mortality in the world. Patient with cervical cancer have to undertake prolonged sequential treatment and therefore may experience physical, physicological and social changes, which may affect their quality of life. This study aimed to examine effect of age and socio economic status on the quality of life of patients with cervical cancer undertaking chemotherapy at Dr. Moewardi hospital Surakarta. Subjects and Method: This was an analytic observational study with cross-sectional design. This study was conducted at Dr. Moewardi Hospital, Surakarta, from February to March 2017. A sample of 100 patients was selected by fixed disease sampling. The dependent variable was quality of life. The independent variables were age, education and family income. The data were collected by questionnaire and medical record, and then were analyzed by linear regression model. Results: Education ≥ Senior High School (b= 10.25; 95% CI=5.24 to 15.26; p<0.001) and family income ≥ Minimum Regional Wage (b= 0.47; 95% CI=0.12 to 0.83; p=0.009) increased quality of life in patients with cervical cancer. Age ≥ 45 years (b=-0.53; 95% CI=-0.84 to -0.21; p=0.001) decreased quality of life in patients with cervical cancer. Conclusion: The quality of life of patient with cervical cancer is determine by age, education, and family income. Key Words: age, social economic status, quality of life, cervical cancer, chemotherapy Correspondence: Hidayah Nur Fadhilla. Masters Program in Public Health, Sebelas Maret University, Surakarta. Email:
[email protected]. Mobile: +6285729955373.
LATAR BELAKANG Kanker serviks merupakan salah satu jenis kanker yang paling banyak dijumpai pada wanita dengan angka morbiditas dan angka mortalitas tinggi di dunia. Keganasan dari kanker serviks disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) (Kemenkes, 2015). Menurut hasil survei Globocan (2012) menyatakan bahwa setiap tahun terdapat 527,600 kasus kanker serviks invasif baru dan 265,700 kematian diseluruh dunia pada tahun 2012. Menurut American Cancer Society, diperkirakan terdapat 12,990 kasus kanker serviks invasif
e-ISSN: 2549-0273 (online)
baru dan 4,120 kematian akibat kanker serviks di Amerika Serikat pada tahun 2016 (Siegel et al., 2016). Kanker serviks di Indonesia menempati urutan tertinggi dari sekian banyak jenis penyakit kanker. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2013 menunjukkan bahwa kanker serviks menyumbang sebesar 0.8% yaitu sebanyak 98.692 dari penyakit kanker. Daerah dengan prevalensi penderita kanker serviks tertinggi yaitu Provinsi Jawa Timur sebanyak 21,313 dan Jawa Tengah sebanyak 19,990 (Kemenkes, 2015).
11
Journal of Epidemiology and Public Health (2017), 2(1): 11-20
Kanker serviks merupakan salah satu Penyakit Tidak Menular yang menyumbang tingginya angka kematian, dimana angka kejadian yang semakin bertambah sehingga menimbulkan masalah ekonomi, sosial dan psikologis dikarenakan pengobatan yang mahal. Sebagian pasien kanker serviks di Indonesia datang pada stadium lanjut dan membutuhkan penatalaksanaan medis yang cepat. Kanker digambarkan sebagai penyakit yang berkelanjutan (continum) diawali dari diagnosis, terapi, remisi, kekambuhan atau pemburukan dan stadium terminal. Hal ini membuat pasien sulit menerima diagnostik dan membutuhkan penyesuaian diri pada tiap stadium dan penangananya. Pada fase diagnosik dokter sudah dapat menentukan tindakan yang tepat yaitu apakah dengan pembedahan, terapi radiasi/ radioterapi atau dengan kemoterapi (Arum, 2015). Kemoterapi merupakan salah satu pengobatan yang menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi juga memiliki dampak terhadap kehidupan antara lain dampak terhadap fisik dan psikologis (Arum, 2015). Dampak fisik yang sering ditimbulkan pasca kemoterapi yaitu mual muntah, konstipasi, perubahan rasa, penurunan berat badan, toksisitas kulit, alopecia, penurunan nafsu makan, nyeri, neuropati perifer. Dampak psikologis yang mungkin terjadi yaitu kecemasan, berjuang untuk menjadi normal, kesedihan, harga diri (self esteem) negatif dan kepasrahan (Wardani, 2014). Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang terjadi pada penderita kanker serviks dapat menimbulkan gangguan konsep diri pasien, dimana pasien kanker serviks mengalami kebergantungan pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan dasar dan pemenuhan fungsi anggota tubuh (Fitriana dan Ambarini, 2012). 12
Kualitas hidup dapat digambarkan dengan terpenuhinya kebutuhan manusia secara baik atau sejauh mana individu atau kelompok memandang kepuasan atau ketidakpuasan terhadap berbagai domain kehidupan seperti kesehatan fisik, keadaan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, keyakinan pribadi dan hubungan mereka dengan lingkungan (Costanza et al., 2007). Usia merupakan faktor alamiah penyebab penderita kanker serviks. Orang yang terkena penyakit kanker serviks adalah wanita dengan usia diatas 40 tahun. Hasil penelitian pada tahun 2002 menunjukkan puncak usia penderita kanker serviks di Indonesia yaitu 45-54 tahun. Menurut Norwitz dan Schorge (2011) usia pasien kanker servik paling banyak terjadi pada rentang usia 41-54 tahun karena merupakan usia pramenopause yang memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita lesi multifokal yang berhubungan dengan HPV yang merupakan salah satu penyebab kanker serviks. Usia berpengaruh terhadap risiko kejadian kanker serviks, dimana bertambahnya usia merupakan bertambah lamanya pemaparan karsinogen serta melemahnya sistem kekebalan tubuh sehingga berisiko terkena kanker serviks maupun menurunkan kualitas hidup pasien kanker serviks. Tingkat pendidikan pasien berpengaruh terhadap kesehatan pasien kanker serviks, dimana pasien yang berpendidikan rendah akan sulit untuk menerima informasi yang cukup banyak mengenai penyakit kanker serviks. Kondisi sosial ekonomi keluarga berperan langsung dalam proses pengobatan. Pengobatan yang berlangsung lama memiliki efek kesakitan yang tinggi dan kekhawatiran terhadap biaya pengobatan (Prastiwi, 2012). Keterlibatan keluarga dalam membantu pasien menghadapi proses pengobatan kanker serviks dapat e-ISSN: 2549-0273 (online)
Fadhilla et al./ Effect of Age and Socio Economic Status on the Quality of Life
membantu pasien kanker serviks mencapai kualitas hidup yang optimal (Kusumaningrum et al., 2016). Sehubungan dengan banyaknya kasus kanker serviks yang mendapatkan pengobatan kemoterapi dan berpengaruh terhadap kualitas hidup, makatujuan penelitian ini untuk menjelaskan pengaruh usia dan status sosial ekonomi terhadap kualitas hidup pasien kanker serviks yang mendapat kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi, Surakarta. SUBJEK DAN METODE 1. Desain Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan studi analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Dr. Moewardi, Surakarta pada bulan Februari sampai Maret 2017. 2. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien kanker serviks yang menjalani pengobatan di Rumah Sakit Dr. Moewardi, Surakarta. Subjek penelitian sebanyak 100 pasien kanker serviks yang mendapat pengobatan kemoterapi dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dipilih dengan cara fixed disease sampling. 3. Variabel Penelitian Variabel independen dalam penelitian ini adalah usia, pendidikan dan pendapatan keluarga. Variabel dependen adalah kualitas hidup. 4. Instrumen Penelitian Pengumpulan data dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan data rekam medik. Kuesioner kualitas hidup diukur dengan menggunkaan The European Organisation for Research and Treatment of Cancer (EORTC) QLQ-C30 dan QLQCX24 yang dikhususkan untuk menilai kualitas hidup pasien kanker serviks. Kuesioner ini telah melalui proses translasi dan
e-ISSN: 2549-0273 (online)
validasi oleh penelitian sebelumnya (Perwitasari et al., 2011). EORTC QLQ-C30 terdiri dari beberapa kriteria yaitu 5 item skala fungsi, 3 item skala gejala, status kesehatan global, dan 6 item tunggal. Skala fungsi terdiri dari fungsi fisik, fungsi peran, fungsi emosional, fungsi kognitif, dan fungsi sosial. Untuk gejala terdiri dari aspek kelelahan, mual muntah dan nyeri. Sedangkan item tunggal terdiri dari pernapasan, insomnia, nafsu makan, konstipasi, diare, dan kesulitan finansial. QLQ-CX24 terdiri dari 4 item skala fungsi dan 5 item skala gejala. Skala fungsi terdiri dari citra diri, aktivitas seksual, kenikmatan seksual dan fungsi seksual, sedangkan skala gejala terdiri dari gejala pengalaman, pembesaran getah bening, saraf perifer, gejala menopouse, dan kekhawatiran seksual. Penghitungan skor yang lebih tinggi mempresentasikan yang lebih baik untuk fungsional atau lebih buruk untuk gejala. Penilaian kualitas hidup dapat disimpulkan berdasarkan dari status kesehatan global (Aaronson et al,1993; Frayer et al, 2001). Peneliti memperhatikan etika penelitian yaitu dengan memberikan inform consent berupa lembar persetujuan kepada subjek penelitian sehingga mengetahui maksud penelitian, anonymity yakni tidak mencantumkan nama subjek penelitan, dan confidentiality menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subjek penelitian. 5. Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan teknik editing dengan memeriksa kembali intrumen yang telah diisi pada saat pengumpulan data, scoring dengan memberikan nilai pada tiap item pertanyaan,coding data yaitu memberikan kode pada data, kemudian entry data yaitu memasukkan semua data yang suda diberikan kode kedalam file komputer, dan tabulating yaitu pengolahan 13
Journal of Epidemiology and Public Health (2017), 2(1): 11-20
data dengan membuat tabel-tabel yang memberikan gambaran statistik. Analisis data menggunakan SPSS versi 22. Teknik analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan regresi linear ganda (Murti, 2013). HASIL Karakteristik subjek penelitian pada Tabel 1 diidentifikasi berdasarkan data sosiodemografik dan klinis yang merupakan hasil dari analisis univariat. Data dalam Tabel 1 meTabel 1. Karakteristik subjek penelitian Karakteristik Usia Stadium Kanker Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Status Pernikahan
Kriteria ≤ 45 tahun > 45 tahun II III < SMA ≥ SMA Tidak Bekerja Bekerja < UMR ≥ UMR Menikah Janda
nunjukkan bahwa dari 100 subjek penelitian, sebagian besar subjek berusia >45 tahun (61.0%) dengan rentang usia 35 sampai 60 tahun. Mayoritas subjek menderita kanker serviks stadium III (56.0%). Tingkat pendidikan subjek penelitian sebagian besar berpendidikan < SMA (61.0%), dimana sebagian besar subjek penelitian bekerja (58.0%). Penghasilan subjek penelitian sebagian besar ≥ UMR (Rp 1,534,985) yaitu 70.0%. Sebagian besar subjek penelitian berstatus menikah (79.0%).
Frekuensi (n) 39 61 44 56 61 39 42 58 30 70 79 21
Persentase (%) 39.0 61.0 44.0 56.0 61.0 39.0 42.0 58.0 30.0 70.0 79.0 21.0
Tabel 2. Deskripsi nilai kualitas hidup berdasarkan EORTC QLQ-C30 Keterangan Status Kesehatan Global Skala Fungsi1 Fungsi fisik1 Fungsi peran1 Fungsi emosi1 Fungsi kognitif1 Fungsi sosial1 Skala Simptom/ Gejala2 Kelelahan2 Mual dan Muntah2 Nyeri2 Kesulitan bernafas2 Insomnia2 Kehilangan nafsu makan2 Konstipasi2 Diare2 Kesulitan Finansial2 1 2
Baik n (%) 42 (42)
Buruk n (%) 58 (58)
Mean (SD)
Range
57.33 (17.37)
25-91.67
49 (49) 57 (57) 44 (44) 68 (68) 32 (32)
51 (51) 43 (43) 56 (56) 32 (32) 68 (68)
58.47 (19.29) 58.33 (24.10) 75.25 (22.89) 86.67 (22.47) 67.00 (24.95)
20-100 16.67-100 8.33-100 33.33-100 0-100
55 (55) 69 (69) 57 (57) 86 (86) 51 (51) 57 (57) 70 (70 93 (93) 36 (36)
45 (45) 31 (31) 43 (43) 14 (14) 49 (49) 43 (43) 30 (30) 7 (7) 64 (64)
40.33 (18.05) 11.83 (21.62) 37.00 (31.48) 6.67 (18.35) 27.99 (33.41) 22.99 (30.22) 15.33 (25.69) 3.33 (13.81) 33.33 (31.78)
0-100 0-83.33 0-100 0-100 0-100 0-100 0-100 0-100 0-100
Skala fungsi, nilai berkisar dari 0-100. Semakin besar nilai, menunjukkan kualitas hidup yang semakin baik. Skala simptom/ gejala dan dampak dari masalah, nilai berkisar dari 0-100. Semakin besar nilai, menunjukkan simptom/ gejala semakin banyak sehingga kualitas hidup semakin buruk.
14
e-ISSN: 2549-0273 (online)
Fadhilla et al./ Effect of Age and Socio Economic Status on the Quality of Life
Tabel 3. Distribusi nilai kualitas hidup berdasarkan EORTC QLQ-CX24 Keterangan Skala Fungsi1 Citra diri1 Aktivitas Seksual1 Kenikmatan Seksual 1 Fungsi Seksual1 Skala Simptom/ Gejala2 Pengalaman2 Lymphoedema2 Peripheral neuropathy2 Menopouse2 Kekawatiran Seksual2 1 2
Baik n (%)
Buruk n (%)
Mean (SD)
Range
70 (70) 12 (12) 12 (12) 12 (12)
30 (30) 88 (88) 88 (88) 88 (88)
86.67 (21.78) 7.00 (20.26) 0.30 (0.86) 3.58 (12.49)
0-100 0-100 0-4.00 0-66.67
51 (51) 95 (95) 44 (44) 49 (49) 55 (55.0)
49 (49) 5 (5) 56 (56) 51 (51) 45 (45.0)
18.84 (12.96) 2.67 (12.24) 50.67 (42.24) 30.67 (35.03) 45.00 (34.61)
0-63.64 0-66.67 0-100 0-100 0-100
Skala fungsi, nilai berkisar dari 0-100. Semakin besar nilai, menunjukkan kualitas hidup yang semakin baik. Skala simptom/ gejala dan dampak dari masalah, nilai berkisar dari 0-100. Semakin besar nilai, menunjukkan simptom/ gejala semakin banyak sehingga kualitas hidup semakin buruk.
Tabel 2 dan 3 menyajikan nilai kualitas hidup pasien kanker serviks yang mendapat kemoterapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien kanker serviks berdasarkan QLQ-C30 dinilai dari beberapa aspek yakni status kesehatan global, 5 aspek skala fungsi, 3 aspek skala simptom/ gejala, dan 6 item tunggal dampak dari penyakit kanker. Pada status kesehatan global dan skala fungsi, semakin besar nilai maka semakin baik kualitas hidupnya, sedangkan pada skala simptom/ gejala dan 6 item skala tunggal dampak akibat penyakit apabila semakin besar nilai maka semakin buruk kualitas hidupnya. Tabel 2 menunjukkan bahwa domain skala fungsional pasien kanker serviks seperti fungsi fisik, fungsi emosi dan fungsi sosial mengalami penurunan setelah men-
dapatkan pengobatan kemoterapi. Kesulitan finansial meningkat seiring dengan pengobatan kemoterapi yang bertahap.Tabel 3. menunjukkan bahwa terjadi penurunan pada fungsi seksual, aktivitas seksual dan kenikmatan seksual pasien kanker serviks dikarenakan efek dari pengobatan dan juga timbul kekhawatiran karena penyakit yang dideritanya. Selain itu juga adanya peningkatan pada skala simptom seperti menopuse dan peripheral neuropathy. Tabel 4 menunjukkan data hasil analisis bivariat yang menjelaskan pengaruh dari variabel independen terhadap satu variabel dependen. Variabel independen dari penelitian ini adalah usia, pendidikan dan pendapatan keluarga terhadap variabel dependen yaitu kualitas hidup pasien kanker serviks yang mendapat kemoterapi.
Tabel 4. Hasil analisis korelasi pearsontentang pengaruh usia dan status sosial ekonomi terhadap kualitas hidup pasien kanker serviks Variabel Independen p R Usia (tahun) <0.001 -0.46 Pendidikan <0.001 0.74 Pendapatan Keluarga (rupiah) <0.001 0.67 Tabel 4 menyajikan hasil analisis uji korelasi Pearson tentang pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel usia didapatkan nilai r sebesar -
e-ISSN: 2549-0273 (online)
0.46 dengan p<0.001. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif yang moderate dan secara statistik signifikan antara usia terhadap kualitas hidup.
15
Journal of Epidemiology and Public Health (2017), 2(1): 11-20
Variabel pendidikan didapatkan nilai Variabel pendapatan keluarga didpatr sebesar 0.74 dengan p<0.001. Hal ini kan nilai r sebesar 0.67 dengan p<0.001. menunjukkan bahwa terdapat pengaruh Hal ini menunjukkan bahwa terdapat positif yang kuat dan secara statistik pengaruh positif yang kuat dan secara signifikan antara pendidikan terhadap statistik signifikan antara pendapatan kualitas hidup. keluarga terhadap kualitas hidup. Tabel 5. Hasil analisis regresi linear ganda tentang pengaruh usia dan status sosial ekonomi terhadap kualitas hidup pasien kanker serviks Variabel Independen Intersep Umur (≥45 tahun) Pendidikan (≥ SMA) Pendapatan Keluarga (≥ UMR) N observasi = 100 AdjustedR2= 70.9% p<0.001
Koefisien regresi b 67.61 -0.60 12.41 0.67
Tabel 5 menyajikan hasil analisis multivariat antara variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil analisis menunjukkan terdapat pengaruh yang secara statistik signifikan antara usia terhadap kualitas hidup, setelah mengontrol pengaruh pendidikan dan pendapatan keluarga. Setiap peningkatan 1 tahun usia menurunkan kualitas hidup sebesar 0.60 (b=-0.60; CI 95%=-0.94 hingga -0.27; p<0.001). Hasil analisis menunjukkan terdapat pengaruh yang secara statistik signifikan antara pendidikan terhadap kualitas hidup, setelah mengontrol pengaruh usia dan pendapatan keluarga. Tingkat pendidikan yang tinggi (≥SMA) akan meningkatkan kualitas hidup sebesar 12.41 daripada tingkat pendidikan yang rendah (<SMA) (b=12.41; CI 95% = 7.10 hingga 17.72; p<0.001). Hasil analisis menunjukkan terdapat pengaruh yang secara statistik signifikan antara pendapatan keluarga terhadap kualitas hidup, setelah mengontrol pengaruh usia dan pendidikan. Pendapatan keluarga yang tinggi (≥UMR) akan meningkatkan kualitas hidup sebesar 0.67 daripada pendapatan keluarga yang rendah (b=0.67; CI 95% = 0.46 hingga 0.88; p<0.001). 16
CI 95% Batas Bawah Batas Atas 50.25 84.97 -0.94 -0.27 7.10 17.72 0.46 0.88
p <0.001 <0.001 <0.001 <0.001
Nilai Adjusted R2 sebesar 70.9% berarti bahwa ke tiga variabel independen (usia, pendidikan dan pendapatan keluarga) mampu menjelaskan kualitas hidup pasien kanker serviks yang mendapat kemoterapi 70.9% dan sisanya yaitu sebesar 29.1% dijelaskan oleh faktor lain diluar model penelitian. PEMBAHASAN 1. Pengaruh Usia Terhadap Kualitas Hidup Pasien Kanker Serviks yang Mendapat Kemoterapi Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang negatif antara usia terhadap kualitas hidup pasien kanker serviks yang mendapat kemoterapi dan secara statistik signifikan. Semakin bertambah usia pasien maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker serviks. Hal ini disebabkan karena seiring bertambahnya usia merupakan bertambah lamanya pemaparan karsinogen serta melemahnya sistem kekebalan tubuh sehingga berisiko terkena kanker serviks maupun menurunkan kualitas hidup pasien kanker serviks. Subjek penelitian berusia antara 35 sampai 60 tahun, dengan rerata usia 47 e-ISSN: 2549-0273 (online)
Fadhilla et al./ Effect of Age and Socio Economic Status on the Quality of Life
tahun, dimana merupakan kelompok usia produktif dan dibawah umur harapan hidup penduduk Indonesia yang saat ini mencapai 65 tahun. Usia produktif merupakan puncak risiko tinggi terkena kanker serviks dimana dapat menyebabkan ganguan kualitas hidup secara fisik maupun psikologis dan juga kesehatan seksual. Hal serupa juga dinyatakan oleh Susilawati (2013) bahwa umumnya pasien kanker serviks ditemukan pada usia diatas 40 tahun, dimana usia tersebut merupakan usia yang rentan terjadi gangguan kesehatan karena proses degeneratif. Sebagian besar pasien kanker serviks dalam penelitian ini memiliki kualitas hidup yang buruk dikarenakan faktor usia yang sebagian besar berusia diatas 45 tahun dan juga dipengaruhi oleh efek dari pengobatan kemoterapi yang berkelanjutan. Terdapat beberapa domain kualitas hidup yang mengalami gangguan seperti pada fungsi fisik, dimana semakin tinggi usia mempengaruhi aktivitas fisik menjadi berkurang karena hilangnya kekuatan masa otot tubuh. Selain itu juga adanya gangguan pada fungsi seksual, dimana sebagian besar tidak dapat melakukan aktivitas seksual karena takut akan penyakit yang dideritanya, selain itu juga disebabkan karena faktor usia yang menyebabkan menopouse. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Einstein et al, (2011) yang menyatakan bahwa 20% pasien kanker serviks mengalami gangguan pada fungsi seksualnya meliputi kekeringan vagina, adanya ketakutan untuk melakukan hubungan seksual akibat penyakit kanker. 2. Pengaruh Pendidikan Terhadap Kualitas Hidup Pasien Kanker Serviks yang Mendapat Kemoterapi Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara pendidikan terhadap kualitas hidup pasien kanker serviks yang mendapat kemoterapi e-ISSN: 2549-0273 (online)
dan secara statistik signifikan. Dalam penelitian ini sebagian besar pasien kanker serviks memiliki tingkat pendidikan rendah <SMA. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Susilawati (2013) dan Perwitasari (2009) dimana mayoritas pasien kanker serviks memiliki pendidikan rendah. Tingkat pendidikan pasien kanker serviks umumnya rendah, hal ini juga berhubungan dengan status sosial ekonomi yang rendah.Tingkat pendidikan yang rendah sangat berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap terhadap adanya gejala kanker serviks. Tingginya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan karena masih rendahnya cakupan angka skrining pencegahan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain para wanita Indonesia sering enggan memeriksakan kesehatannya karena ketidaktahuan, rasa malu, rasa takut dan faktor biaya. Hal ini umumnya karena disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan penduduk (Susilawati, 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pradono dan Sulistyowati (2013), mengatakan bahwa status kesehatan berhubungan positif dan signifikan dengan pengetahuan (51.6%), perilaku hidup sehat 48.2%) dan tingkat pendidikan (47.1%). Lamanya tahun pendidikan dapat mengembangkan kapasitas kehidupan yang efektif yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesehatan seseorang, termasuk bekerja paruh waktu, dapat menjalankan pekerjaan dengan baik, meningkatkan kesejahteraan, ekonomi, dapat mengontrol diri, dukungan sosial lebih besar, dan bergaya hidup sehat. Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi kemampuan individu dalam mengontrol hidupnya dimana akan termotivasi untuk memelihara kesehatan dengan lebih baik dengan sikap positif dalam hidup 17
Journal of Epidemiology and Public Health (2017), 2(1): 11-20
dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi akan mempengaruhi ibu dalam menyikapi masalah yang ada, khususnya menghadapi rasa kelelahan, mual muntah dan nyeri yang diakibatkan karena pengaruh kemoterapi yang akan berimplikasi pada meningkatnya kualitas hidup pasien kanker serviks. 3. Pengaruh Pendapatan Keluarga Terhadap Kualitas Hidup Pasien Kanker Serviks yang Mendapat Kemoterapi Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara pendapatan keluarga terhadap kualitas hidup pasien kanker serviks yang mendapat kemoterapi dan secara statistik signifikan. Sebagian besar pendapatan keluarga pasien kanker serviks dalam penelitian ini yaitu diatas UMR Kota Surakarta.Rata-rata pasien kanker serviks adalah keluarga menengah kebawah, dimana untuk biaya pengobatan menggunakan BPJS dari pemerintah.Hampir semua pasien kanker serviks tidak dapat bekerja dan mengandalkan penghasilan dari suami maupun anak. Walaupun menggunakan BPJS, namun keluarga mengalami kesulitan keuangan, dimana membutuhkan biaya yang besar untuk operasional saat kontrol maupun pengobatan kemoterapi yang secara bertahap dan terus menerus. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wan et al., (2008), bahwa kesulitan keuangan mengalami peningkatan secara signifikan karena setelah pasien keluar dari rumah sakit, akan mengetahui jumlah biaya yang dikeluarkan selama kemoterapi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di China, dimana hampir semua domain kualitas hidup mengalami penurunan yang signifikan setelah kemoterapi. 18
Keadaan sosial ekonomi pada umumnya berkaitan dengan berbagai masalah kesehatan yang dihadapi. Pada kelompok ekonomi menengah ke atas paparan informasi tentang penyakit kanker akan lebih besar dibandingkan dengan kelompok ekonomi menengah ke bawah (Oemiati et al, 2011). Sebagian pasien kanker serviks di Indonesia datang pada stadium yang lanjut dan membutuhkan penatalaksanaan medis yang cepat sehingga keluarga tidak mempunyai banyak pilihan dan waktu dalam memutuskan hal yang harus dilakukan untuk anggota keluarga yang sakit. Selain pemahaman tentang penyakit, biaya pengobatan menjadi kekhawatiran khusus bagi penderita kanker, sehingga akan berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien kanker (Prastiwi, 2012). Penyakit kanker merupakan penyebab utama kematian di dunia dengan permasalahan beban ekonomi yang cukup besar. Dampak besar pada biaya dapat dilihat dari biaya perawatan primer (termasuk perawatan di rumah), rawat jalan di rumah sakit dan rawat inap di rumah sakit seperti obat-obatan, perawatan onkologis, terapi radiasi, diagnosis imaging, dan biaya laboratorium Kovacevia et al. (2015). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup pasien kanker serviks yang mendapat kemoterapi dipengaruhi oleh usia ≤ 45 tahun (b=-0.60; CI 95%=-0.94 hingga -0.27; p<0.001); pendidikan tinggi ≥ SMA (b=12.41; CI 95% = 7.10 hingga 17.72; p<0.001); dan pendapatan keluarga yang tinggi ≥UMR (b= 0.67; CI 95%=0.46 hingga 0.88; p<0.001). FERERENCE Aaronson NK, Ahmedzai S, Bergman B, Bullinger M, Cull A, Duez NJ, Filiberti A, Flechtner H, Fleishman SB, de Haes JCJM, Kaasa S, Klee MC, Osoba D, Razavi D, Rofe PB, Schraub S, e-ISSN: 2549-0273 (online)
Fadhilla et al./ Effect of Age and Socio Economic Status on the Quality of Life
Sneeuw KCA, Sullivan M, Takeda F (1993). The European Organisation for Research and Treatment of Cancer QLQ-C30: A Quality of Life Instrument for use in International Clinical Trial in oncology. Journal of the National Cancer Institute. 85: 365375. Arum SP (2015). Kanker Serviks– Panduan Bagi Wanita Untuk Mengenal, Mencegah Dan Mengobati. Yogyakarta: Notebook. Costanza R, Fisher B, Ali S, Beer C, Bond L, Boumans R, Danigelis NL, Dickinson J, Elliott C, Farley J, Gayer DE, Glenn LM, Hudspeth T, Mahoney D, McCahill L, Mclntosh B, Reed B, Rizvi SAT, Rizzo DM, Simpatico T, Snapp R (2007). Quality of Life: An approach Integrating Opportunitis, Human Needs, and Subjective well-being. Science direct. Ecological Economics, 267-276. Einstein MH, Joanne KR, Richard JC, Jacquelyn MS, James PH, Joseph PC (2011). Quality of life in cervical cancer survivors: Patient and provider perspectives on common complications of cervical cancer and treatment. Gynecologic Oncology. 125(1): 163-7. Fayers PM, Aaronson NK, Bjordal K, Groenvold M, Curran D, Bottomley A (2001). The EORTC QLQ-C30 Scoring Manual (3rd Edition). European Organisation for Research and Treatment of Cancer. Brussels. Fitriana NA, Ambarini TK (2012). Kualitas Hidup Pada Penderita Kanker Serviks Yang Menjalani Pengobatan Radioterapi. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental 123. 1(02). Globocan (2012). Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide. International Agency for Research on Cancer (IARC). WHO. e-ISSN: 2549-0273 (online)
Kementrian Kesehatan RI (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta. _____ (2015). Situasi Penyakit Kanker. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, 1: 1-11. ISSN 2088-270X. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Kovaceia A, Dragojevic SV, Rancic N, Jurisevic M, Gutzwiller FS, Matter WK, Jakovljevic M (2015). End-ofLife Cost of Medical Care for Advanced Stage Cancer Patient. US National Library of Medicine National Institute of Health. 72 (4): 334-41. Kusumaningrum T, Pradanie R, Yunitasari E, Kinanti S (2016). The Role of Family and Quality of Life in Patients with Cervical Cancer. Jurnal Ners. 11 (1): 112-117. Murti B (2013). Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Norwitz E, Schorge J (2011). At a Glance Obstetri dan Ginokologi. Jakarta. Erlangga. Medical Series. Oemiati R, Rahajeng E, Kristanto AY. (2007). Prevalensi Tumor dan beberapa faktor yang mempengaruhinya di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. 39 (4): 190-204. Perwitasari DA (2009). Pengukuran kualitas hidup pasien kanker sebelum dan sesudah kemoterapi dengan EORTC QLQ-C30 di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Majalah Farmasi Indonesia. 20(2), 68 – 72. Perwitasari DA, Atthobari J, Dwiprahasto I, Hakimi M, Gelderblom H, Putter H, Nortier JW, Guchelaar HJ, Kaptein AA (2011). Translation and validation of EORTC QLQ-C30 into Indonesian version for cancer patients in Indonesia. Jpn J Clin Oncol, 41(4): 519-29. 19
Journal of Epidemiology and Public Health (2017), 2(1): 11-20
Pradono J, Sulistyowati N (2013). Hubungan antara Tingkat Pendidikan, Pengetahuan tentang Kesehatan Lingkungan, Perilaku Hidup Sehat dengan Status Kesehatan. Jakarta: Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan Litbang Kemenkes RI. Prastiwi TF (2012). Kualitas hidup penderita kanker. Journal Unnes. Universitas Negeri Semarang. Siegel RL, Miller KD, Jemal A (2016). Cancer statistics 2016. CA: A Cancer Journal Clinicians. 66(1): 7–30
20
Susilawati D. (2013). Relationship between family support and anxiety level on palliative cervix cancer patients in RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. Jurnal Keperawatan. ISSN 2086-3071. 4(2). Wan C, Meng Q, Yang Z, Tu X, Feng C, Tang X, Zhang C (2008). Validation of the simplified Chinese version of EORTC QLQ-C30 from the measurements of five types of inpatients with cancer. Ann. Oncol. 19, 2053–2060.
e-ISSN: 2549-0273 (online)