Journal of Maternal and Child Health (2017), 2(1): 64-75
Path Analysis on the Effect of Birthweight, Maternal Education, Stimulation, Exclusive Breastfeeding, and Nutritional Status on Motoric Development in Children Aged 6-24 Months in Banyumas District, Central Java Inggar Ratna Kusuma 1,2), Harsono Salimo 3), Endang Sutisna Sulaeman 4) 1) Faculty
of Health Sciences, Muhamamadiyah University Purwokerto Masters Program in Public Health, Sebelas Maret University, Surakarta 3) Department of Pediatrics, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta 4) Department of Public Health, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta 2)
ABSTRACT Background: The first two years of childhood is a sensitive period for growth and development. Motoric skill is one of essential elements in child development. Good command of motoric control helps children to explore their environment and to improve development. This study aimed to determine the effect of birthweight, maternal education, stimulation, exclusive breastfeeding, and nutritional status on motoric development in children aged 6-24 months in Banyumas district, Central Java, using path analysis. Subjects and Method: This was an analytic observational study with retrospective cohort design. This study was conducted at 4 sub-districts (Kembaran, Somagede, Cilongok, and Sumpiuh), Banyumas District, Central Java. A sample of 120 children aged 6-24 months, consisting of 40 children with low birthweight and 80 children with normal birthweight, were selected by fixed exposure sampling. The exogenous variables included birthweight, exclusive breastfeeding, maternal education, and stimulation. The endogenous variable was nutritional status and motoric development. The data on motoric development was collected by SDIDTK test, while some other variables were collected by questionnaire. The data were analyzed by path analysis. Results: Motoric development was directly affected by nutritional status (b=0.12; SE=0.04; p=0.006), frequency of stimulation (b=0.04; SE= 0.01; p=0.005), birthweight (b=0.33; SE=0.06; p<0.001), and maternal education (b=0.02; SE=0.07; p=0.719). Nutritional status was affected by exclusive breastfeeding (b =0.10; SE=0.15; p=0.507), maternal education (b=0.23; SE=0.13; p=0.078), and birthweight (b=0.38; SE=0.12; p=0.002). Conclusion: Motoric development was directly affected by nutritional status, frequency of stimulation, birthweight, and maternal education. Motoric development was indirectly affected by exclusive breastfeeding, maternal education, and birthweight. Keywords: birthweight, exclusive breastfeeding, stimulation, maternal education, nutritional status, motoric development Correspondence: Inggar Ratna Kusuma. Faculty of Health Sciences, Muhamamadiyah University Purwokerto, Purwokerto, Central Java. Email :
[email protected]. Mobile: 08562553967.
LATAR BELAKANG Masa anak di bawah lima tahun merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak karena pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan menentukan pertumbuhan, perkembangan anak
64
selanjutnya. Seperti diketahui bahwa usia dua tahun pertama merupakan periode emas (golden period) karena terjadi optimalisasi tumbuh kembang (Risma, 2009). Perkembangan motorik merupakan salah satu bagian dari perkembangan anak.
e-ISSN: 2549-0257 (online)
Kusuma et al./ Path Analysis on the Effect on Birthweight, Maternal Education
Menguasai ketrampilan motorik halus dan kasar penting untuk pertumbuhan dan kemandirian anak. Memiliki kontrol motor yang baik membantu anak mengeksplorasi lingkungan sekitar juga membantu meningkatkan perkembangan kognitif (Garey H et al., 2016). Pembentukan juga perkembangan motorik dimulai sejak bayi masih berupa janin didalam kandungan. Pada usia 24 minggu hingga 34 minggu merupakan pematangan neurologis dari sistem subcorcitospinal dan peningkatan serabut myelin di tulang belakang yang mempengaruhi perkembangan motorik janin di kemudian hari (Ruike et al., 2015). Bayi BBLR berisiko tinggi mengalami komplikasi diantaranya gangguan nafas, sleep apnea, gangguan jantung, paru-paru, penyakit kuning, anemia, paru-paru kronis, infeksi dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan diusia balita (Tiffani et al., 2008). Penelitian Tavasoli et al., (2014) didapatkan hasil bahwa berat badan bayi baru lahir mempengaruhi perkembangan motorik balita. Penelitian Lindawati (2013) faktor-faktor yang berhubungan dengan perkembangan motorik balita usia pra sekolah di Jakarta yaitu gizi, pola asuh dan usia anak. Menurut Hasyuti (2011) faktorfaktor yang berhubungan dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan dipengaruhi oleh faktor gizi, kesehatan dan pola asuh orangtua. Perkembangan motorik balita sangat dipengaruhi oleh gizi, status kesehatan, dan perlakuan latihan gerak yang sesuai dengan masa perkembangannya. Secara anatomis, perkembangan akan terjadi pada tubuh individu yang berubah secara proporsional seiring dengan bertambahnya usia balita. Status gizi yang kurang akan menghambat tumbuh kembang yang dialami individu, e-ISSN: 2549-0257 (online)
akibatnya proporsi struktur tubuh menjadi tidak sesuai dengan usianya yang pada akhirnya akan berimplikasi pada perkembangan aspek lain (Mahendra dan Saputra, 2006). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh berat badan lahir, pemberian ASI eksklusif, pendidikan ibu, pemberian stimulasi, status gizi terhadap perkembangan motorik baduta. SUBJEK DAN METODE 1. Desain Penelitian Rancangan penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan kohor restrospektif. Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Somagede, Kecamatan Kembaran, Kecamatan Sumpiuh, dan Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. 2. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah seluruh anak usia 6-24 bulan di Kabupaten Banyumas. Subjek penelitian sebanyak 120 balita usia 6-24 bulan terdiri dari 40 anak dengan BBLR dan 80 anak dengan berat badan lahir normal dipilih menggunakan teknik cluster sampling dan fixed disease sampling. Kriteria inklusi penelitian adalah balita usia 6 hingga 24 bulan yang tidak memiliki riwayat penyakit kelainan kongenital, balita yang tidak sedang menderita penyakit kronis dan akut, orangtua balita bersedia menjadi subjek penelitian, dan balita yang memiliki struktur keluarga lengkap (ayah dan ibu). 3. Variabel Penelitian Variabel eksogen penelitian ini adalah berat badan bayi lahir, pemberian ASI eksklusif, pendidikan ibu, dan pemberian stimulasi. Variabel endogen meliputi status gizi dan perkembangan motorik.
65
Journal of Maternal and Child Health (2017), 2(1): 64-75
4. Definisi Operasional Definisi operasional pemberian stimulasi perkembangan motorik adalah kegiatan ibu merangsang motorik halus anak usia 6-24 bulan yaitu segala gerakan yang membutuhkan otot-otot kecil serta membutuhkan koordinasi yang cermat dan kegiatan ibu merangsang motorik kasar anak usia 6-24 bulan yaitu segala gerakan yang membutuhkan otot-otot besar anak. Definisi operasional berat badan lahir adalah berat badan bayi pada satu jam pertama waktu dilahirkan. Pemberian ASI eksklusif adalah menyusui secara eksklusif dengan tidak memberi bayi makanan atau minuman lain termasuk air putih, selain menyusui (kecuali obat-obatan, vitamin, ASI perah diperbolehkan) (WHO, 2014). Tingkat pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh/ditamatkan oleh ibu. Status gizi adalah keadaan gizi anak usia 624 bulan yang dinilai berdasarkan tinggi badan terhadap umur (TB/U) (WHO, 2010). 5. Instrumen Penelitian Alat ukur penelitian ini menggunakan kuesioner, buku KIA, dan lembar SDIDTK. Stimulasi perkembangan motorik dibedakan menurut usia yaitu 6-9 bulan, 9-12 bulan, 12-15 bulan, 15-18 bulan, 18-24 bulan. Hasil pengukuran berupa skor angka frekuensi stimulasi yang dilakukan oleh ibu pada usia 6-9 bulan hasil ukur (0-12), 9-12 bulan hasil ukur (0-9), 12-15 bulan hasil ukur (0-10), 15-18 bulan hasil ukur (0-7), 18-24 bulan hasil ukur (0-10).(Depkes, 2010). Pengukur tinggi badan badan balita menggunakan lenght board yang digunakan di puskesmas yang menjadi lokasi penelitian. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan kemudian dibandingkan dengan tabel z score WHO.
66
HASIL A. Karakteristik subjek penelitian Ibu yang sedang berada di usia reproduksi sehat yaitu 20-35 tahun sebanyak 93 orang (77.50%). Ibu yang berada di usia reproduksi yang tidak sehat <20 atau ≥35 tahun sebanyak 27 orang ibu (22.49%). Sebagian besar subjek penelitian merupakan ibu masa reproduksi sehat. Sebanyak 66 (55%) subjek penelitian ibu berpendidikan rendah (SD, SMP) dan 54 orang (45%) berpendidikan tinggi (SMA, Diploma, Sarjana dan pasca sarjana). Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian Karakteristik ibu Usia Ibu < 20 tahun 20-35 tahun ≥ 35 tahun Pendidikan Ibu Pendidikan rendah <SMA Pendidikan tinggi ≥SMA
n
%
4 93 23
3.33 77.50 19.16
66 54
55 45
Tabel 2. Karakteristik pemberian ASI eksklusif Pemberian ASI ASI Eksklusif Tidak ASI eksklusif Total
n 74 46 120
% 61.7 38.3 100
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian yang memberikan ASI eksklusif pada anaknya pada usia 0-6 bulan, sebanyak 74 orang (61.7%) memberikan ASI saja tanpa tambahan susu formula maupun makanan yang lain selama bayi berumur 0-6 bulan. Subjek penelitian yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 46 orang (38.3%). Karakteristik data khusus subjek penelitian tentang frekuensi pemberian stimulasi motorik sesuai perkembangan anak. Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa subjek penelitian paling banyak memberikan stimulasi motorik kepada anaknya dengan frekuensi 5 kali dalam satu pekan sebanyak 27 orang (22.5%). Frekuensi stie-ISSN: 2549-0257 (online)
Kusuma et al./ Path Analysis on the Effect on Birthweight, Maternal Education
mulasi paling sedikit 2, 11, 15 kali dalam sepekan masing-masing sebanyak 1 orang (2.4%). Tabel 3. Frekuensi pemberian stimulasi motorik dari orang tua kepada anak sesuai tumbuh kembang Pemberian stimulasi motorik 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total
n
%
1 2 24 27 7 7 22 5 19 1 4 120
0.8 1.7 20 22.5 5.8 5.8 18.3 4.2 15.8 0.8 4.1 100
Tabel 4. Status gizi baduta Z Score < -3 -3 hingga -2 -2 hingga 2 ≥2
n 1 43 64 12
% 0.8 35.8 53.4 10
B. Hasil analisis jalur Hasil pengolahan data menggunakan analisis jalur dengan bantuan IBM SPSS AMOS 22 diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Spesifikasi Model Spesifikasi model mengambarkan hubungan variabel–variabel yang diteliti. Variabel yang terukur (observed variabel) penelitian ini yaitu berat badan lahir, pemberian ASI eksklusif, pendidikan ibu, pemberian stimulasi perkembangan baduta, status gizi, perkembangan motorik. 2. Identifikasi Model Tahap ini dilakukan perhitungan degree of freedom (df) yang menunjukkan analisis jalur bisa dilakukan atau tidak. Degree of freedom = (jumlah variabel terukur x (jumlah variabel terukur + 1))/2 – (variabel endogen + variabel eksogen + parameter) = (6x(6+1)/2-(2+4+13) = 21-19 = 2 Hasil perhiungan df=2 yang menunjukkan overidentified. Oleh karena itu, analisis jalur dapat dilakukan.
Gambar 1. Model struktural unstandardized solution 1) Kesesuaian Model Model analisis jalur yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori dilakukan tes kese-
e-ISSN: 2549-0257 (online)
suaiannya dengan model hubungan variabel yang terbaik menurut komputer (SPSS)
67
Journal of Maternal and Child Health (2017), 2(1): 64-75
disebut model saturasi, yang dibuat berdasarkan data sampel penelitian. Gambar 1 menunjukkan model struktural setelah dilakukan estimasi menggunakan IBM SPSS AMOS 22, sehingga didapatkan nilai seperti pada gambar tersebut. Indikator yang menunjukkan kesesuaian model analisis jalur yaitu seperti pada tabel 5 juga menunjukkan adanya goodness of fit measure (pengukuran kecocokan model) bahwa didapatkan hasil fit index (indeks kecocokan) CMIN Tabel 5. Analisis jalur faktor-faktor yang motorik baduta
sebesar 0.19 dengan p = 0.91 >0.05; NFI = 0.99 >0.90; CFI= 1.00 >0.90; RMSEA = 0.00 <0.05 yang berarti model empirik tersebut memenuhi kriteria yang ditentukan dan dinyatakan sesuai data empirik. 2) Estimasi parameter Estimasi parameter menunjukkan hubungan sebab akibat variabel ditunjukkan oleh koefisien jalur (b), yang belum terstandarisasi (unstandardized). berpengaruh terhadap perkembangan
Variabel Dependen Variabel Independen Pengaruh Langsung Perkembangan Motorik Status gizi baik (PB/U) ≥-2 Perkembangan Motorik Pendidikan ibu ≥SMA Perkembangan Motorik Frekuensi stimulasi Perkembangan Motorik Berat badan lahir ≥ 2,500 g Pengaruh Tidak Langsung Status gizi ASI eksklusif Status gizi Pendidikan ibu ≥SMA Status gizi Berat badan lahir ≥ 2,500 g Model Fit CMIN= 0.19 p=0.91 >0.05 CFI=1 >0.09 NFI= 0.99 >0.09 RMSEA =0.00 <0.08 b*= koefisien jalur tidak terstandarisasi β**=koefisien jalur terstandarisasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan motorik dipengaruhi oleh status gizi, frekuensi stimulasi, berat badan lahir, dan pendidikan ibu. Status gizi dipengaruhi oleh ASI eksklusif, pendidikan ibu dan berat badan lahir. 1. Setiap peningkatan satu unit status gizi baik (PB/U) akan meningkatkan perkembangan motorik baduta sebesar 0.12 unit (b=0.12; SE=0.04;p=0.006). 2. Setiap peningkatan satu unit pendidikan ibu akan meningkatkan perkembangan motorik sebesar 0.02 unit (b= 0.02, SE = 0.07, p = 0.719). 3. Setiap peningkatan satu unit frekuensi stimulasi akan meningkatkan perkembang-
68
b*
SE
p
β*
0.12 0.02 0.04 0.33
0.04 0.07 0.01 0.06
0.006 0.719 0.005 <0.001
0.21 0.03 0.21 0.45
0.10 0.23 0.38
0.15 0.13 0.12
0.507 0.078 0.002
0.06 0.15 0.30
an motorik sebesar 0.04 unit (b=0.04; SE=0.01; p=0.005). 4. Setiap peningkatan satu unit berat badan lahir normal ≥2,500 g akan meningkatkan perkembangan motorik sebesar 0.33 unit (b=0.33;SE=0.06;p<0.001). Status gizi dipengaruhi oleh pemberian ASI eksklusif, pendidikan ibu ≥SMA dan berat badan lahir ≥2,500 g. 1. Setiap peningkatan satu unit pemberian ASI eksklusif akan meningkatkan status gizi baduta sebesar 0.10 unit (b=0.10; SE=0.15; p=0.507). 2. Setiap peningkatan satu unit pendidikan ibu ≥SMA akan meningkatkan status gizi
e-ISSN: 2549-0257 (online)
Kusuma et al./ Path Analysis on the Effect on Birthweight, Maternal Education
baduta sebesar 0.23 unit (b=0.23; SE=0.13; p=0.078). 3. Setiap peningkatan satu unit berat badan lahir ≥2,500 g akan meningkatkan status gizi baduta sebesar 0.38 unit (b= 0.38; SE= 0.12; p=0.002). 3) Respesifikasi Model Model dalam penelitian ini sudah sesuai dengan data sampel sebagai mana ditunjukkan oleh model saturasi dan juga koefisien jalur yang bernilai lebih dari nol serta secara statistik sudah signifikan, maka tidak perlu dibuat ulang model analisis jalur karena sudah diperoleh model yang sesuai dengan data sampel. PEMBAHASAN A. Pemberian ASI eksklusif berpengaruh terhadap status gizi baduta Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi baduta secara langsung. Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi usia 0-6 bulan tanpa pendamping makanan apapun (Kligman et al., 2006). Pemberian ASI eksklusif pada anak usia 0-6 bulan akan mempengaruhi pemenuhan nutrisi bayi karena ASI merupakan makanan yang paling lengkap dan sesuai dengan kebutuhan bayi usia 0-6 bulan. Fisher et al., (2008) yang menjelaskan bahwa ibu yang menyusui bayinya mulai 012 bulan akan memberikan efek positif pada pola makan anak pada masa balita dan dikaitkan dengan asupan energi balita yang lebih tinggi sehingga balita lebih mudah makan dan minum (pola makan lebih baik). Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan tanpa makanan dan minuman lain sangat dianjurkan untuk optimalisasi pertumbuhan bayi dikemudian hari, selain itu juga sebagai upaya preventif terjadinya obesitas pada masa balita (mengurangi risiko obesitas sebanyak 4%) (Sinigaglia et e-ISSN: 2549-0257 (online)
al., 2016). Faktor yang mempengaruhi malnutrisi balita di Uganda diantaranya adalah tidak optimalnya pemberian ASI ekskusif ketika bayi berumur 0-6 bulan karena ibu bekerja (Habaasa, 2015). Penelitian Giri et al., (2013) menunjukkan hal yang serupa yaitu terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi anak usia 6-24 bulan, dimana ibu yang memberikan ASI Eksklusif akan semakin baik status gizi balitanya dari pada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada balita usia 6 – 24 bulan. ASI memiliki semua unsur yang memenuhi kebutuhan bayi akan gizi selama periode 6 bulan, kecuali jika ibu mengalami keadaan gizi kurang yang berat atau gangguan kesehatan. Bagi anak usia 6-24 bulan pemberian ASI disamping makanan pendamping ASI dapat memberian antibodi alami bagi anak sehingga anak menjadi jarang sakit. Menyusui secara eksklusif juga akan memberikan pengaruh yang posotif pada status nutrisi balita (Sahanggamu et al., 2017) B. Pendidikan ibu berpengaruh terhadap status gizi baduta Hasil uji hipotesis menunjukkan adanya pengaruh positif antara pendidikan ibu dengan status gizi baduta. Pendidikan merupakan hal yang penting bagi pembentukan pola pikir dan karakter individu. Sesuai amanat undangundang dasar 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang memadai. Tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi memudahkan menyerap informasi kesehatan. Penddidikan orang tua yang tinggi terutama ibu maka diharapkan akan terbuka untuk menerima informasi, terutama informasi mengenai permasalahan kesehatan, sehingga status kesehatan akan semakin baik. Berdasarkan hasil penelitian Latorre et al., (2016) bahwa orangtua yang me69
Journal of Maternal and Child Health (2017), 2(1): 64-75
miliki pendidikan tinggi (menyelesaikan pendidikan sarjana) memiliki anak dengan status nutrisi yang lebih baik dibandingkan dengan orang tua yang berpendidikan rendah. Penelitian Ahsan et al., (2017) di Banglades status gizi anak dipengaruhi oleh banyak faktor mulai dari karaktristik masyarakat/komunitas, rumah tangga, juga oleh karakteristik individu. Karakteristik individu diantaranya pendidikan ibu, status ibu bekerja atau tidak, dan usia ibu. Oleh karena itu, upaya penigkatan status gizi baduta harus melalui kerjasama berbagai pihak. Program yang digulirkan hendaknya juga lintas sektoral. Program tersebut diantaranya pemberian pendidikan dan edukasi mengenai nutrisi pada ibu, upaya peningkatan santasi lingkungan, peningkatan kapasitas pelayanan kesehatan, peningkatan pendidikan orangtua terutama ibu karena ibu adalah pendidik pertama dikeluarga. Pendidikan ibu menjadi salah satu karakteristik individu penyebab stunting dan wasting di Uganda sesuai dengan framework UNICEF penyebab malnutrisi pada balita adalah rendahnya pendidikan orang tua (Grace et al., 2016) C. Berat badan lahir berpengaruh terhadap status gizi baduta Hasil uji hipotesis menunjukkan adanya pengaruh positif antara berat badan lahir dengan status gizi baduta. Berat badan lahir merupakan gambaran status gizi balita pada awal kehidupan. Bayi yang lahir kurang dari 2,500 g atau disebut berat badan lahir rendah mengalami defisiensi gizi selama masa intrauterinnya. Berdasarkan penelitian Kensara et al., (2016) di Saudi Arabia didapatkan hasil bahwa bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah berhubungan dengan status gizi yang memburuk diukur melalui antropometri didapat hasil yang rendah dan diukur melalui tes biokimia darah juga 70
menggambarkan status gizi yang buruk. Berdasarkan model regresi hasil penelitian Roifah (2010) menunjukkan bahwa angka kematian bayi akan meningkat pada bayi dengan riwayat berat badan bayi lahir rendah dan angka kematian bayi akan meningkat pada gizi buruk dengan syarat variabel prediktor yang lain adalah konstan. Berbeda dengan penelitian Patandianan et al., (2015) pada anak usia 2-3 tahun di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado yang memiliki riwayat lahir Kecil Masa Kehamilan (KMK)/Small Gestasional Age (SAG) menunjukkan tidak ada pengaruh antara status gizi balita dengan berat badan lahir. Namun, ada korelasi yang positif atau searah antara berat lahir dan status gizi. Artinya, semakin besar nilai berat lahir semakin besar pula nilai status gizi. Anak usia 2-3 tahun dengan riwayat berat lahir rendah dan kecil masa kehamilan akan mengalami tumbuh kejar. D. Status gizi berpengaruh terhadap perkembangan motorik baduta Status gizi merupakan hasil out come dari pola konsumsi harian baduta. Perkembangan motorik balita meliputi motorik kasar dan motorik halus. Perkembangan motorik kasar disini adalah perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh dan pengkembangan tersebut erat kaitannya dengan perkembangan pusat motorik di otak. Perkembangan motorik kasar bila gerakan yang dilakukan melibatkan sebagian besar bagian tubuh dan biasanya memerlukan tenaga karena dilakukan oleh otot-otot yang besar. Status gizi memiliki hubungan yang bermakna dengan perkembangan motorik kasar juga dijelaskan pada penelitian Solihin et al., (2013) Perkembangan fisik, khususnya kemampuan motorik kasar, akan meningkat dengan sempurna dalam permainan yang aktif, bebas dan tidak e-ISSN: 2549-0257 (online)
Kusuma et al./ Path Analysis on the Effect on Birthweight, Maternal Education
terstruktur. Berbeda dengan hasil penelitian Wulandari (2010) yang menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi balita dengan perkembangan motorik kasar balita. Berdasarkan penelitian Sani (2014) asupan protein balita akan mempengaruhi perkembangan motorik kasar balita. Status gizi yang baik akan membuat balita memiliki cukup energi untuk kegiatan yang melibatkan motorik kasar. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Ati et al., (2013) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif dan secara statistik signifikan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar baduta. Perkembangan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoretcoret, menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya. Subasinge et al., (2010) menjelaskan balita yang mengalami kekurangan energi kronis rentan mengalami keterlambatan motorik halus dibandingkan balita yang sehat dengan status gizi yang baik. Kekurangan energi kronis menyebabkan anak tidak mendapat asupan yang memadai terutama untuk kebutuhan nutrisi otak sehingga potensial mengalami keterlambatan perkembangan motorik halus dan perkembangan yang lainnya (Park et al., 2011). Status gizi yang adekuat penting sebagai sarana optimalisasi tumbuh kembang anak. E. Pendidian ibu berpengaruh terhadap perkembangan motorik Hasil uji hipotesis menunjukkan adanya pengaruh positif antara pendidikan ibu dengan perkembangan motorik baduta. Anak-anak dari ibu yang kurang berpendidikan umumnya memiliki angka kematian yang lebih tinggi daripada mereka e-ISSN: 2549-0257 (online)
yang lahir dari ibu yang lebih berpendidikan. Tingkat pendidikan orangtua berpengaruh terhadap perkembangan anak. Tingkat pendidikan orangtua yang rendah merupakan risiko untuk terjadinya keterlambatan perkembangan anak. Berdasarkan hasil penelitian Hastuti (2009) didapatkan hasil orang tua yang berpendidikan lebih tinggi memberikan stimulasi motorik lebih sering dibandingkan dengan orang tua yang berpendidikan rendah. Hal tersebut memberikan dampak positif terhadap perkembangan motorik kasar baduta. Lingkungan keluarga mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam pembentukan anak mulai dari kepribadian anak maupun perkembangan motorik balita karena keluarga merupakan faktor eksternal terdekat yang mepengaruhi tumbuh kembang anak. Orangtua yang memiliki pendidikan tinggi memberikan pengaruh positif pada perkembangan psikomotor balita (Nurdin, 2015). Pendidikan orang tua berhubungan positif dengan perkembangan motorik. Orangtua yang berpendidikan tinggi memiliki anak yang dengan perkembangan motorik yang lebih baik dibandingkan anak dengan orang tua berpendidikan rendah (Hastuti, 2009). Orang tua yang berpendidikan tinggi diharapkan untuk memberikan stimulasi intelektual yang lebih besar dan menciptakan lingkungan rumah yang mendorong dan memfasilitasi perkembangan anak. Hasil penelitian di Malawi persepsi orang tua terhadap aktifitas fisik anak akan mempengaruhi perkembangan terutama motorik anak. Anak yang aktif bergerak dianggap lebih sehat dibandingkan anak yang lebih sedikit gerak. Orangtua berperan sebagai fasilitator kegiatan motorik halus anak sehingga penting untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang mendukung (Pullaka, 2015). Pendidikan ibu juga mem71
Journal of Maternal and Child Health (2017), 2(1): 64-75
pengaruhi kondisi kesehatan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi akan memberikan interaksi positif pada proses stimulasi perkembangan motorik halus balita. Pendidikan ibu mejadi faktor sosial yang berhubungan dengan kesejahteraan kesehatan anak (Quansah et al., 2016) F. Frekuensi stimulasi berpengaruh terhadap perkembangan motorik Hasil uji hipotesis menunjukkan adanya pengaruh positif antara frekuensi stimulasi dengan perkembangan motorik baduta. Perkembangan motorik dipengaruhi oleh organ otak, melalui bermain terjadi stimulasi pertumbuhan otot-ototnya ketika anak melompat, melempar, atau berlari. Selain itu anak bermain dengan menggunakan emosi, perasaan, dan pikirannya. Menurut Rismayanti (2012) bahwa pemberian stimulasi dapat mengoptimalkan perkembangan motorik pada anak sesuai dengan tahap perkembangannya dengan mempersepsikan sesuatu di lingkungannya. Stimulasi paling banyak didapatkan dari lingkungan terdekat anak. Keluarga atau orangtua, khususnya ibu, merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi seorang anak balita. Stimulasi yang diberikan pada anak selama tiga tahun pertama (golden age) akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan otaknya dan menjadi dasar pembentuk kehidupan yang akan datang. Semakin dini stimulasi yang diberikan, maka perkembangan anak akan semakin baik. Penelitian Wulandari (2015) memberikan gambaran bahwa semakin sering bayi diberikan stimulasi maka akan berpengaruh positif terhadap perkembangan motoriknya. Hasil penelitian Yanti et al., (2011) menunjukkan bahwa anak-anak yang diberikan stimulasi motorik memiliki skor perkembangan motorik yang lebih
72
tinggi dibandingkan anak-anak yang sedikit diberikan stimulasi. Pemberian stimulasi motorik halus dengan menggunakan high tecnology tidak memberikan dampak negatif selama tidak diberikan secara berlebihan. Stimulasi yang berupa permainan yang membutuhkan gerakan motorik halus (touch screen) bagi anak usia dibawah 3 tahun tidak memberikan implikasi positif pada perkembangan motorik halus (Bedford et al., 2016). Tingkat stimulasi dari keluarga dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan motorik (Giagazoglou et al., 2007). G. Berat badan lahir berpengaruh terhadap perkembangan motorik Hasil uji hipotesis menunjukkan adanya pengaruh positif antra berat badan lahir dengan perkembangan motorik baduta. Kehamilan usia 24 hingga 34 minggu merupakan pematangan neurologis dari sistem subcorcitospinal dan peningkatan serabut myelin ditulang belakang yang mempengaruhi perkembangan motorik janin dikemudian hari (Ruike et al., 2015). Bayi yang lahir dengan berat lahir rendah karena lahir prematur maka akan beresiko mengalami gangguan perkembangan motorik pada usia balita. Penelitian Tavasoli et al., (2014) di Turki balita dengan riwayat BBLR memiliki perkembangan motorik yang lebih rendah dibanding balita yang lahir dengan berat badan normal terutama di motorik halus balita. Berbeda dengan hasil penelitian Eickmann et al., (2012) di Brazil yang menyebutkan bahwa prematur tidak mempengaruhi perkembangan motorik pada bayi usia 6-12 bulan karena perkembangan motorik dipengaruhi oleh banyak faktor. Hasil pada penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh positif antara berat badan lahir dengan perkembangan motorik kasar baduta. Sesuai dengan toeri Barker pada epidemiologi sepanjang hayat bahwa e-ISSN: 2549-0257 (online)
Kusuma et al./ Path Analysis on the Effect on Birthweight, Maternal Education
kondisi di dalam intrauteri akan mempengaruhi kondisi ekstrauteri, kondisi ketika lahir akan berpengaruh pada masa balita dan remaja. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian Fitriana (2016) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara berat lahir bayi dengan perkembangan motorik kasar baduta. Berdasarkan penelitian Nazi et al., (2012) di Iran pada bayi usia 8-12 bulan menjelaskan bahwa balita dengan riwayat Berat badan lahir Rendah lebih rentan mengalami gangguan perkembangan motorik halus dibandingkan balita yang memiliki Berat badan Lahir Normal. Pada penelitan yang berbeda Nazi et al., (2015) membandingkan perkembangan motorik bayi dengan berat badan lahir rendah yang menggunakan bantuan pernafasan dengan ventilasi dan yang tidak menggunakan bantuan ventilasi serta dengan bayi yang lahir dengan berat normal didapatkan hasil bayi yang memiliki berat lahir sangat rendah memiliki perkembangan motorik halus yang buruk dan rentan mengalami gangguan perkembangan motorik pada tahapan selanjutnya. Tavazoli et al., (2014) juga menjelaskan bayi yang lahir dengan moderat low birt weight banyak mengalami gangguan perkembangan motorik terutama motorik halus. Hasil penelitian yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian systematic review Moreira et al., (2013) bayi prematur lebih rentan mengalami gangguan perkembangan motorik di bandingkan bayi yang cukup bulan dan panjangnya dapat mengalami gangguan dibidang akademis hal tersebut dapat dicegah dengan bimbingan awal pada orangtua dan pendampingan khusus tenaga kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa perkembangan motorik dipengaruhi oleh status gizi, frekuensi stimulasi, berat badan lahir, dan pendidikan ibu. e-ISSN: 2549-0257 (online)
Status gizi dipengaruhi oleh ASI eksklusif, pendidikan ibu dan berat badan lahir.
REFERENCE Alhusen JL, Hayat MJ, Gross D (2013). A Longitudinal Study Of Maternal Attachment And Infant Developmental Outcomes. Arch Womens Ment Health, 16(6). Ali SS, Dhaded, Goudar S (2014). The Impact of Nutrition on Child Development at 3 Years in a Rural Community of India. International Journal of Preventif Medicine. Int J Prev Med, 5(4): 494–499. Ati CA, Alfiyanti D, Solekhan A (2013). Hubungan Antara Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak Balita Di RSUD Tugurejo Semarang Tahun 2013. http://download.portalgaruda.org. Bedford R, Urabain IRS, Cheung CHM, Smitt AK, Smitt TJ (2016). Toddlers’ Fine Motor Milestone Achievement Is Associated with Early Touchscreen Scrolling. Frontiers in Psychology. 7(1108). doi: 10.3389/fpsyg.2016.01108. 7. Burns CE, Dunn AM, Brady MA, Starr NB, Blosser CG. 2013. Pediatric Primary Care. Fifth Edition. Elsevier. Pediatric and Primary Health Care: United States of America. Callahan T, Stampfel C, Cornell A, Diop H, Josiah DB, Kane D, Mccracken S, McKane P, Phillips G, Theall K, Pies C, Sappenfield W (2015). From Theory to Measurement: Recommended State MCH Life Course Indicators. Matern Child Health J, 19: 2336–2347. Colditz P, Sanders MR, Boyd R, Pritchard M, Gray PO, Callaghan MJ, Slaughter V, Whittingham K (2015). Prem Baby Triple P: a Randomised Controlled 73
Journal of Maternal and Child Health (2017), 2(1): 64-75
Trial Of Enhanced Parenting Capacity To Improve Developmental Outcomes In Preterm Infants. BioMed Central Pediatrics, 15:15. Devi M (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Status Gizi Balita Di Pedesaan. Jurnal Teknologi dan Kejuruan, 33(2): 183-192. Dhuara IK (2015). Determinan Kematian Bayi Berat Lahir Rendah Selama Rawat Inap di RSUD Karangasem tahun 2012-2014. Tesis. http://www.pps.unud.ac.id. 17 November 2016 Dilworth-Bart JE, Poehlmann JA, Miller KE, Hilgendorf AE (2011). Do Mothers’ Play Behaviors Moderate the Associations between Socioeconomic Status and 24-Month Neurocognitive Outcomes of Toddlers Born Preterm or with Low Birth Weight? Journal of Pediatric Psychology 36(3): 289–300. Eickmann SH, Malkesll NFA, Limall MC (2012). Psychomotor Development Of Preterm Infants Aged 6 To 12 Months. Sao Paulo Med J, 130(5):299-306. Fisher JO, Birch LL, Wright HS (2008). Breast-Feeding Through The First Year Predicts Maternal Control In Feeding And Subsequent Toddler Energy Intakes. J Am Diet Assoc, 100(6): 641–646. Garey H, Nouris MD, Nancy A, Murfi MD (2013). Motor Delays: Early Identification and Evaluation. Pediatrics, 131(6). Giagazoglou P, Kyparos A, Fotiadou E, Angelopoulou N (2007). The Effect of Residence Area and Mather’s Education and Motor Development of Preschool Aged Children in Greece. Taylor & Francis. Giri MKW, Muliarta IW, Wahyuni MPDS (2013). Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan Di Kampung Kajan74
an, Buleleng. Jurnal Sains dan Teknologi, 2(1). Grace K, Muhoozi M, Atukunda P, Mwadime R, Iversen PO and Westerberg AC (2016). Nutritional and developmental status among 6 to 8-monthold children in southwestern Uganda: a cross-sectional study. Food & Nutrition Research, 60: 30270. Habaasa G (2015). An Investigation On Factors Associated With Malnutrition Among Underfive Children In Nakaseke And Nakasongola Districts, Uganda. BMC Pediatrics, 15:134 DOI 10.1186/s12887-015-0448-y. Hastuti D (2009). Stimulasi Psikososial Pada Anak Kelompok Bermain Dan Pengaruhnya Pada Perkembangan Motorik, Kognitif, Sosial Emosi, Dan Moral/karakter Anak. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, 1(2): 41-56. Huang JH, Huang HL, Chen HL, Lin LC, Tseng HI, Kao TJ (2012). Inattenttion and Development of Toddler Born in Preterm and With Low Birth Weight. Kaohsiung Journal of Medical Sciences. Joshi HS, Srivastava PC, Agnihotri AK, Joshi MC, Shalini C, Vipul M (2010). Risk Factors for Low Birth Weight (LBW) Babies and its MedicoLegal Significance. J Indian Acad Forensic Med, 32(3). Kliegman RM, Marcdante KJ, Jenson HB, Behrman RE (2006). Essentials of Pediatrics Fifth Edition. China: Elsevier Saunders Kuh D, Shlomo DY, Lynch J, Hallqvist J, Power C (2003). Life course epidemiology. J Epidemiol Community Health, 57:778–783 Latorre RPA, Lopez LDM, Pinillos LG (2016). Feeding Practices, Physical Activity, And Fitness In Spanish Preschoolers: Influence Of Sociodemoe-ISSN: 2549-0257 (online)
Kusuma et al./ Path Analysis on the Effect on Birthweight, Maternal Education
graphic Outcome Measures. Arch Argent Pediatr, 114(5):441-447. Lindawati (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perkembangan Motorik Anak Usia Pra Sekolah. Jurnal Health Quality, 4(1): 1 – 76. Maggi EF, Magalhaese LC, Campos AF, Bouzada MCF (2014). Preterm Children Have Unfavorable Motor, Cognitive, And Functional Performance When Compared To Term Children Of Preschool Age. J Pediatr (Rio J), 90(4):377-383 Murti B (2013). Desain Dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. _____ (2016). Prinsip Dan Metode Riset Epidemiologi. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta: Yuma Pustaka. Nazi S, Aliabadi F (2015). Comparison Of Motor Development Of Low Birth Weight (LBW) Infants With And Without Using Mechanical Ventilation And Normal Birth Weight Infants. Med J Islam Repub Iran, 29:301. Negrato CA, Gomes MB (2013). Low Birth Weight: Causes And Consequences. Diabetology & Metabolic Syndrome, 5:49. Park H, Bothe D, Holsinger E, Kirchner HL, Olness K and Mandalakas A (2011). The Impact of Nutritional Status and Longitudinal Recovery of Motor and Cognitive Milestones in Internationally Adopted Children. Int. J. Environ. Res. Public Health, 8:105116.
e-ISSN: 2549-0257 (online)
Hockenberry PSE, Lowdermilk MJ, Wilson DL (2010). Maternal Child Nursing Care Fourth Edition.Canada : Elsevier Proverawati A, Ismawati C (2010). Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika Pulakka A (2015). Measurement, Effect Of Nutrient Supplements And Parental Perceptions. Dessertation. University of Tamperee. Quansah E, Ohene LA, Norman NL, Mireku MO, Thomas K, Karikari TK (2016). Social Factors Influencing Child Health in Ghana. PLOS ONE, 11(1): e0145401. Risma (2009). Hubungan Antara Status Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi dan Perkembangan Anak Usia 1-3 tahun di Kecamatan Kadia Kota Kendari. Tesis. Program pasca Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Ruike L, Jui S, Yan HL, Fang L (2015). Correlation Between Growth Rate Of Corpus Callosum And Neuromotor Development In Preterm Infants. Chinese Journal of Contemporary Pediatric, 17(8): 841-346. Sinigaglia OE, Ríos OM, Campos M, Díaz B, Palacios C (2016). Breastfeeding Practices, Timing Of Introduction Of Complementary Beverages And Foods And Weight Status In Infants And Toddlers Participants Of A WIC Clinic In Puerto Rico. Springer Plus, 5:1437. UNICEF (2012). Ringkasan Kajian Kesehatan Ibu dan Anak. http://www.unicef.org. diakses 8 Januari 2016 WHO (2010). Nutrition Landscape Information System (NLIS) Country Profile Indicators Interpretation Guide. http:// www.who.int.
75