DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Jalan Jenderal A.Yani Jakarta Telepon : 4890308 Kotak Pos 108 Jakarta 10002 Faksimile : 4890871 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 06/BC/1999 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENAGIHAN PIUTANG BEA MASUK, CUKAI, DENDA ADMINISTRASI, BUNGA DAN PAJAK DALAM RANGKA IMPOR DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang
:
a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, maka telah dilakukan perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 234/KMK.05/1996 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 147/KMK.04/1998; b. bahwa oleh karena itu dipandang perlu untuk menetapkan petunjuk pelaksanaan penagihan bea masuk, cukai denda administrasi, bunga dan pajak dalam rangka impor dengan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan dengan Surat Paksa (Lebaran Negara Tahun 1998 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3725); 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 234/KMK.05/1996 tentang Tatacara Penagihan Piutang Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga, dan Pajak dalam rangka Impor sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 22/KMK.01/1999; 4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 147/KMK.04/1998 tentang Penunjukan Pejabat Untuk Penagihan Pajak Pusat, Tatacara Dan Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 21/KMK.01/1999; MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENAGIHAN PIUTANG BEA MASUK, CUKAI, DENDA ADMINISTRASI, BUNGA DAN PAJAK DALAM RANGKA IMPOR. Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Pejabat adalah pejabat yang berwenang, mengangkat dan memberhentikan Jurusita Bea dan Cukai, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan Bea/Cukai sehubungan dengan Penanggung Bea/Cukai tidak melunasi sebagian atau seluruh utang Bea/Cukai sebagaimana tercantum dalam SPKPBM menurut peraturan perundangundangan yang berlaku; 2. Jurusita Bea dan Cukai adalah pelaksana tindakan penagihan Bea/Cukai yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan; 3. Pajak Pusat adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Bea Masuk dan Cukai; 4. Pajak Pusat yang dipungut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai meliputi Bea Masuk dan Cukai; 5. SPKPBM adalah Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, Bunga dan Pajak dalam rangka impor yang berfungsi sebagai surat penagihan secara administratif; 6. Tindakan penagihan Bea/Cukai adalah serangkaian tindakan secara aktif agar Penanggung Bea/Cukai melunasi utang Bea/Cukai dan biaya penagihan Bea/Cukai dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita; 7. Penanggung Bea/Cukai adalah Penanggung Pajak sebagaimana dimaksudkan dalam Undangundang Nomor 19 Tahun 1997 yang meliputi orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas bea masuk, cukai, denda administrasi, bunga dan pajak dalam rangka impor terdiri dari importir, pengangkut, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat atau pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan. Pasal 2
(1) Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai melakukan penagihan piutang bea masuk, cukai, denda administrasi, bunga dan pajak dalam rangka impor yang tidak atau kurang dibayar oleh Penanggung Bea/Cukai kecuali PPh Pasal 22 yang tidak atau kurang dibayar setelah lewat tahun takwim. (2) Penagihan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan SPKPBM, sesuai contoh formulir pada Lampiran II Keputusan ini. (3) Penerbitan formulir SPKPBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh : a.
b.
Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemenuhan kewajiban pabean dalam hal penagihan piutang merupakan tambah bayar atas kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, dan atau denda administrasi seperti tersebut dalam Nota Pembetulan, atau hasil pelaksanaan verifikasi dokumen impor, atau hasil post audit, atau piutang denda administrasi yang tidak diakibatkan oleh kekurangan pembayaran bea masuk; Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasi importir, pengangkut, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, atau pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang bersangkutan dalam hal penagihan piutang merupakan hasil pelaksanaan audit dibidang Kepabeanan.
(4) PPh Pasal 22 yang tidak atau kurang dibayar setelah lewat tahun takwin dimaksud pada ayat (1) diberitahukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak diwilayah Penanggung Bea/Cukai berdomisili. (5) Perhitungan tagihan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jumlahnya dibulatkan dalam rupiah penuh.
Pasal 3 Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya SPKPBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Penanggung Bea/Cukai wajib melunasi utangnya dan memberitahukan pelunasannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang menerbitkan SPKPBM. Pasal 4 (1) Pelunasan utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Persepsi dengan menggunakan : a. b.
dilakukan melalui Bank
Devisa
Surat Setoran Bea dan Cukai (SSBC) sepanjang mengenai utang Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi dan Bunga; Surat Setoran Pajak (SSP) sepanjang mengenai utang PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 dalam rangka impor.
(2) Pelunasan utang dapat juga dilakukan melalui Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dengan mendapat tanda bukti setor. Pasal 5 Terhadap penerbitan SPKPBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Penanggung Bea/Cukai dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Pasal 6 Terhadap Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang menolak keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Penanggung Bea/Cukai dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Pasal 7 Dalam hal tagihan utang bea masuk, cukai dan/atau denda administrasi tidak dilunasi sampai tanggal jatuh tempo SPKPBM maka piutang bea masuk, cukai dan/atau denda administrasi dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulannya yang dihitung sejak tanggal jatuh tempo SPKPBM sampai dengan hari pembayaran, bagian bulan dihitung satu bulan penuh untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan. Pasal 8 Tatacara penagihan dengan SPKPBM tersebut Pasal 2 ayat (3) tercantum pada angka I dan II Lampiran I Keputusan ini. Pasal 9
(1) Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai ditunjuk sebagai pejabat untuk melaksanakan tindakan penagihan Bea/Cukai yang terutang sebagaimana tercantum dalam SPKPBM yang menyebabkan jumlah Bea/Cukai yang harus dibayar, tidak atau kurang bayar setelah lewat jatuh tempo. (2) Tindakan penagihan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan oleh Jurusita Bea dan Cukai. (3) Pajabat sebagaimana dimaksud ayat (1) berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Bea dan Cukai. (4) Tatacara melaksanakan tindakan penagihan tersebut pada ayat (1) tercantum pada angka III dan IV Lampiran I Keputusan ini.
Pasal 10 (1) Apabila setelah lewat jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan ditambah 7 (tujuh) hari, Penanggung Bea/Cukai belum melunasi kewajibannya, Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai segera menerbitkan Surat Teguran sesuai contoh formulir pada Lampiran IV Keputusan ini. (2) Apabila dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud ayat (1), Penanggung Bea/Cukai belum melunasi kewajibannya, Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai segera : a. Menerbitkan Surat Paksa sesuai Lampiran V Keputusan ini untuk penagihan bea masuk, cukai, denda administrasi dan bunga kepada Penanggung Bea/Cukai; b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Piutang Pajak dalam rangka impor berupa Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Pasal 22 sesuai Lampiran III Keputusan ini kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah Penanggung Bea/Cukai berdomisili.
(3) Penagihan Seketika dan Sekaligus dapat diterbitkan oleh Pejabat apabila : a. Penanggung Bea/Cukai akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
b. Penanggung Bea/Cukai menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia, ataupun memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasainya; c. terdapat tanda-tanda bahwa Penangung Bea/Cukai akan membubarkan badan usahanya atau berniat untuk itu; d. badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau e. terjadi penyitaan atas barang Penanggung Bea/Cukai oleh pihak ketiga atau terdapat tandatanda kepailitan.
(4) Surat Paksa dapat diterbitkan tanpa menunggu lewat tenggang waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat Teguran diterbitkan dalam hal terhadap Penanggung Bea/Cukai dilakukan Penagihan Seketika dan Sekaligus sebagaimana dimaksud ayat (3). Pasal 11 (1) Apabila jumlah tagihan tersebut pada Pasal 10 ayat (2) huruf a, yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh pihak Penanggung Bea/Cukai setelah lewat waktu 2 kali 24 (dua puluh empat) jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepadanya, Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. (2) Pengajuan keberatan oleh Penanggung Bea/Cukai tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan. Pasal 12 (1) Apabila tagihan dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Bea/Cukai setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal penyitaan, pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang. (2) Apabila tagihan dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Bea/Cukai setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengumuman lelang. Pejabat segera melakukan penjualan barang sitaan Penanggung Bea/Cukai melalui kantor lelang. (3) Pelaksanaan lelang mengikuti ketentuan yang diatur dalam Bab IV Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 235/KMK.05/1996 dengan pengecualian untuk Piutang Pajak dalam rangka impor yang diserahkan ke Kantor Pelayanan Pajak. Pasal 13
(1) Dalam hal domisili Penanggung Bea/Cukai berada diluar wilayah kewenangan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang menerbitkan Surat Teguran; penyampaian surat paksa dan proses selanjutnya dapat ditempuh : a. Dilaksanakan oleh Pejabat pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang menerbitkan Surat Teguran dan sebelumnya dilakukan koordinasi dengan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di wilayah domisili Penanggung Bea/Cukai; atau b. Dilaksanakan oleh Pejabat pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat di wilayah domisili Penanggung Bea/Cukai setelah adanya surat permintaan bantuan dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang menerbitkan Surat Teguran yang hasil pelaksanaannya harus dilaporkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang menerbitkan Surat Teguran, dan penerimaan negara yang dihasilkan menjadi persepsi Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang menerbitkan Surat Teguran. (2) Pelaksanaan penerbitan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan efisiensi dan efektivitas.
Pasal 14 Dengan berlakunya Keputusan ini : 1. Surat Teguran yang jatuh tempo sebelum tanggal 15 Januari 1999 diberlakukan ketentuan lama sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 234/KMK.05/1996, yaitu penyerahan ke KP3N. 2. Surat Teguran yang jatuh tempo sebelum tanggal 15 Januari 1999 tetapi belum ditindak lanjuti sesuai ayat (1) diselesaikan berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 22/KMK.01/1999. 3. Surat Teguran yang jatuh tempo pada tanggal 15 Januari 1999 dan setelahnya diproses sesuai ketentuan pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 22/KMK.01/1999 setelah jatuh tempo Surat Teguran disesuaikan dari 14 hari menjadi 21 hari. 4. Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah diserahkan kepada KP3N untuk ditindak lanjuti agar ditarik kembali, untuk selanjutnya diproses berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 22/KMK.01/1999 sesuai ketentuan pada ayat (3). 5. Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : SE-05/BC/1997 tanggal 14 Januari 1997 dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 15 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 15 Januari 1999.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Pebruari 1999 Direktur Jenderal
DR. R.B. Permana Agung, MSc. NIP 060044475 Tembusan, Yth :
1. Menteri Keuangan; 2. Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan; 3. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan; 4. Direktur Jenderal Pajak; 5. Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen Keuangan; 6. Sekretaris Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; 7. Para Direktur dan Kepala Pusat di lingkungan DJBC; 8. Inspektur Bea dan Cukai pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan; 9. Para Kepala Kantor Wilayah DJBC di seluruh Indonesia; 10. Para Kepala Kantor Pelayanan DJBC di seluruh Indonesia.
TATA CARA PENAGIHAN PIUTANG BEA MASUK, CUKAI, DENDA ADMINISTRASI, BUNGA DAN PAJAK DALAM RANGKA IMPOR I.
PENERBITAN SPKPBM 1. Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi dan Pajak dalam rangka (SPKPBM) diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan bea dan Cukai untuk menagih Bea Masuk dan/atau Cukai dan/atau Denda Administrasi dan/atau Pajak dalam rangka impor yang tidak/ kurang dibayar. 2. SPKPBM dibuat oleh Seksi Perbendaharaan atas dasar : a. Nota Pembetulan yang berisi perhitungan tambah bayar ; b. Nota Temuan Verifikasi atau hasil Post Audit ; c. Surat Pemberitahuan Pengenaan Denda Administrasi (SPPDA); yang mewajibkan Penanggung Bea/Cukai membayar Bea Masuk dan/atau Cukai dan/atau Denda Administrasi dan/atau Pajak dalam rangka impor.
II.
3.
Terhadap Nota Temuan Verifikasi/hasil Post Audit dilakukan penelitian terlebih dahulu terutama tentang kebenaran perhitungan bea-bea yang wajib dibayar.
4.
Sebelum SPKPBM dikirim kepada Penanggung Bea/Cukai terlebih dahulu dibukukan dalam Buku Catatan Khusus SPKPBM.
5.
Pengiriman SPKPBM dilakukan melalui Pos atau Kurir.
Pelunasan SPKPBM Pelunasan SPKPBM dapat dilakukan melalui Bank Devisa Persepsi atau melalui Berdaharawan Penerima Bea dan Cukai di Kantor Pabean penerbit SPKBM. 1.
Pelunasan melalui Bank Devisa Persepsi. 1.1.
Bagi Penanggung Bea/Cukai a. Berdasarkan SPKPBM Penanggung Bea/Cukai mengisi formulir Surat Setoran Bea Cukai (SSBC) dalam rangkap 4 (empat) untuk masing-masing jenis penerimaan Bea Masuk, Cukai dan Denda Administrasi. b. Untuk jenis penerimaan pajak dalam rangka impor, Penanggung Bea/Cukai menisi formulir Surat Setoran Pajak (SSP) dalam rangkap 5 (lima) secara lengkap dan benar. c. Formulir SSBC/SSP yang telah diisi secara lengkap dan benar dengan dilampiri SPKPBM diserahkan kepada Petugas Bank Devisa Persepsi yang sekota / sewilayah dengan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai beserta uang setoran yang jumlahnya sama dengan jumlah nominal yang tertulis dalam SSBC dan SSP yang bersangkutan. d. Atas setoran pembayaran tagihan uang tersebut Penanggung bea / cukai menerima kembali dokumen dari Bank Devisa Persepsi sebagai berikut : − SPKPBM − SSBC lembar ke -1 dan ke – 3 − SSP lembar ke-1, ke-3, dan ke-5. e. Setelah pelaksanaan penyetoran tagihan utang tersebut di atas, Penanggung bea/ cukai menyerahkan SSBC lembar ke-1 dan SSP lembar ke-5 kepada kantor Pelayanan Bea dan Cukai c.q. Kepala Seksi Perbendaharaan.
1.2.
Bagi Bank Devisa Persepsi a. Meneliti kebenaran pengisian SSBC/SSP. b. Meneliti apakah pembayaraan yang dilakukan oleh Penanggung Bea/Cukai harus dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) tiap bulan atau tidak terhadap Bea Masuk dan/atau Denda Administrasi. c. Mencocokkan jumlah tagihan utang yang tertulis pada SSBC /SSP dengan SPKPBM. d. Menerima uang setoran. e. Membubuhkan tanda terima pada SSBC dan SSP berupa : − Tanggal penerimaan setoran;
− −
Nama dan tanda tangan penerima setoran; Cap Bank yang bersangkutan.
f. Menyerahkan kembali dokumen kepada Penanggung bea/ cukai : − SPKPBM; − SSBC lembar ke-1 dan ke-3; − SSP lembar ke-1, ke-3 dan ke-5. 2.
Pelunasan melalui Kantor Pelayanan Bea dan Cukai 2.1.
Bagi Penanggung Bea/Cukai a. Penanggung Bea/Cukai yang akan melunasi tagihan utang menghubungi Bendaharawan Penerima Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai penerbit SPKPBM dengan menyerahkan dokumen SPKPBM beserta uang pelunasan tagihan utang yang jumlahnya sama dengan jumlah nominal yang tertulis dengan SPKPBM yang bersangkutan. b. Atas pembayaran tagihan utang tersebut, Penanggung Bea/ Cukai menerima kembali dokumen dari Bendaharawan Penerima Bea dan Cukai sebagai berikut − SPKPBM; − Bukti pembayaran Bea dan Cukai (BPBC) lembar ke - 1 dan ke – 2 ; − Bukti pemungutan Pajak atas impor (KPU.22) lembar ke-1.
2.2.
Bagi Bendaharawan Penerima Bea dan Cukai a. Meneliti apakah pembayaran yang dilakukan oleh Penanggung Bea/Cukai harus dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) tiap bulan atau tidak terhadap Bea Masuk dan/atau Denda Administrasi. b. Menerima SPKPBM beserta uang pelunasan tagihan utang yang jumlahnya sama dengan jumlah nominal yang tertulis dalam SPKPBM. c. Menyerahkan kembali dokumen kepada Penanggung Bea/Cukai : − SPKPBM; − Bukti pembayaran Bea dan Cukai (BPBC) lembar ke - 1 dan ke – 2 ; − Bukti pemungutan Pajak atas impor (KPU.22) lembar ke-1. d. Melakukan pencatatan bukti pelunasan tagihan utang tersebut pada Buku Catatan Khusus untuk SPKPBM.
III.
Penerbitan Surat Teguran 1. Surat Teguran (ST) diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai kepada Penanggung Bea/Cukai dalam hal Penanggung Bea/Cukai belum melunasi tagihan utang setelah 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya SPKPBM (tanggal jatuh tempo) ditambah 7 (tujuh) hari. Surat teguran dimaksud dibuat sesuai contoh formulir tersebut dalam Lampiran IV (BCF 3.1.P) Keputusan ini. 2. Surat Teguran dibuat dalam rangkap 4 (empat) lembar 1 Asli; untuk disampaikan kepada Penanggung Bea/Cukai. lembar 2 untuk tembusan Dirjen Bea dan Cukai. lembar 3 untuk tembusan Kepala Kantor Wilayah. lembar 4 untuk arsip Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
– – – –
3. Atas penerbitan Surat Teguran dilakukan pencatatan dalam Buku Catatan Khusus untuk SPKPBM. 4. Apabila setelah terbitnya Surat Tegoran Penanggung Bea/Cukai melunasi tagihan utang, Tata Cara Pelunasannya berpedoman pada butir II. 5. Pengiriman Surat Tegoran dilakukan melalui Pos atau Kurir. IV.A.
Penerbitan Surat Paksa Urutan tindakan Pelaksanaan Penagihan piutang Bea/Cukai dengan Surat Paksa adalah sebagai berikut: 1. Jurusita Bea dan Cukai meneliti Buku Catatan Khusus SPKPBM yang Penanggung Bea/Cukainya belum melunasi tagihan setelah dikeluarkan Surat Teguran, hingga jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari dilewati. 2. Jurusita Bea dan Cukai membuat Surat Paksa dengan menggunakan Formulir Lampiran V Keputusan ini (BC.3.3.P) melalui Kasubsi Penagihan Pengembalian dan Kasi Perbendaharaan meneruskannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai untuk ditandatangani. 3. Surat Paksa dibuat dalam rangkap 4 (empat) – lembar 1 Asli untuk dibacakan Juru Sita pada saat Penanggung Bea/Cukai ; yang selanjutnya disimpan di Kantor Pejabat. – lembar 2 Tembusan untuk Dirjen Bea dan Cukai
memberitahukan
kepada
– lembar 3 Tembusan untuk Kepala Kantor Wilayah – lembar 4 Arsip Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dari asli tersebut dibuatkan satu salinan untuk Penanggung Bea/Cukai ; perhatikan Penjelasan UU No. 19/1997 pasal 10 ayat (1) dan (2). Salinan ditandasahkan oleh Kepala Seksi Perbendaharaan.
4. Nomor dan tanggal Surat Paksa dicatat dalam Buku Catatan Khusus Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa.
5. Juru Sita melaksanakan penagihan dengan Surat Paksa. Pelaksanaan penagihan piutang Bea/Cukai dengan Surat Paksa adalah sebagai berikut :
a. Juru
Sita mendatangi tempat tinggal/tempat kedudukan Penanggung Bea/Cukai, dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Juru Sita mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan Pernyataan dan menyerahkan salinan Surat Paksa tersebut.
b. Jika Juru Sita bertemu langsung dengan Penanggung Bea/Cukai maka diminta agar Penanggung Bea/Cukai memperlihatkan surat-surat keterangan pabean yang ada untuk diteliti : – Apakah tunggakan Bea/Cukai menurut SPKPBM cocok dengan jumlah tunggakan yang tercantum pada Surat Paksa. – Apakah terhadap utang dalam Surat Paksa telah diajukan keberatan yang memenuhi syarat.
c. Kalau Juru Sita tidak menjumpai Penanggung Bea/Cukai maka Salinan Surat Paksa tersebut dapat diserahkan kepada : c.1. Keluarga Penanggung Bea/Cukai atau orang bertempat tinggal bersama Penanggung Bea/Cukai yang akil baliq (Dewasa dan sehat mental), c.2. Anggota Pengurus Komisaris atau para persero dari Badan Usaha yang bersangkutan atau ; c.3.
Pejabat Pemerintah setempat (Bupati/Walikota/Camat/Lurah) dalam hal mereka tersebut pada butir c.1. dan c.2. di atas tidak dapat dijumpai. Pejabat-pejabat ini harus memberi tanda tangan pada Surat Paksa dan salinannya, sebagai tanda diketahuinya dan menyampaikan salinannya kepada Penanggung Bea/Cukai yang bersangkutan.
c.4.
Juru Sita yang telah melaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa harus membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa Lampiran VIII Keputusan ini (BCL. 3.5.P).
d. Kalau Penanggung Bea/Cukai tidak diketemukan di kantor atau tempat usaha/tempat tinggal . Apabila hal ini terjadi maka Juru Sita dapat menyerahkan salinan Surat Paksa kepada:
– seseorang yang ada di kantornya (salah seorang pegawai). – seseorang yang ada di tempat tinggalnya (misalnya: istri,anak atau pembantu rumahnya) Catatan: Tamu yang kebetulan ada di tempat-tempat tersebut adalah bukan wakil Penanggung Bea/Cukai yang dapat menerima salinan Surat Paksa. Anak adalah anak yang sudah berumur 14 tahun keatas. e. Kalau tunggakan berbeda. Apabila dalam melaksanakan penyampaian SP Juru Sita menemukan persoalan seperti tersebut diatas, yaitu tunggakan menurut SP berbeda dengan tunggakan menurut SPKPBM yang ada pada Penanggung Bea/Cukai, maka Juru Sita tidak boleh merubah, apa yang tertulis pada SP ataupun mencoret dan menambahkan pembetulannya. Juru Sita mengembalikan SP tersebut kepada Kepala Seksi Perbendaharaan dan Kepala Sub Seksi Penagihan dan Pengembalian dengan disertai laporan dan usul agar dikeluarkan SP yang baru dengan menggunakan nomor dan tanggal yang sama (pengganti SP yang salah tadi) sesuai dengan data-data yang sebenarnya. Hal ini dapat dilakukan pula atas kesalahan/perbedaan-perbedaan lainnya misalnya : salah/perbedaan alamat, nomor dokumen penagihan dan lain sebagainya.
f. Kalau Penanggung Bea/Cukai menolak Surat Paksa. Adakalanya Penanggung Bea/Cukai menolak menerima SP dengan berbagai alasan. Apabila alasan penolakan adalah karena kesalahan SP itu sendiri (seperti kasus pada point e) maka penyeleseiannya adalah seperti yang telah diuraikan pada point e diatas. Apabila penolakan didasarkan pada alasan lainnya misalnya : – Karena sedang mengajukan surat keberatan ; – Sengaja menolak dengan alasan yang tidak jelas. Maka terhadap hal-hal yang demikian Juru Sita setelah memberikan keterangan seperlunya tetap melaksanakan SP tersebut dengan menyerahkan Salinan SP kepada yang bersangkutan. Dan apabila Penanggung Bea/Cukai atau wakilnya tetap menolak maka Salinan SP tersebut dapat ditinggalkan
saja pada tempat kediaman/tempat kedudukan Penanggung Bea/Cukai atau wakilnya, dengan demikian SP dianggap telah diberitahukan/disampaikan.
g. Surat Paksa tidak dapat disampaikan. Apabila karena satu dan lain hal SP tidak disampaikan kepada Penanggung Bea/Cukai yang bersangkutan maka Juru Sita harus membuat laporan tertulis mengenai sebab-sebab tidak dapat disampaikannya SP dan usaha apa yang telah dilakukannya. Perlu ditambahkan bahwa Juru Sita terlebih dahulu harus menghubungi Camat/Lurah setempat untuk meminta keterangan mengenai Penanggung Bea/Cukai yang bersangkutan. Kalau Penanggung Bea/Cukai masih bertempat tinggal dialamatnya maka SP harus diserahkan kepada Camat/Lurah yang bersangkutan. Kalau Penanggung Bea/Cukai sudah pindah dan tidak diketahui alamatnya yang baru maka laporan Juru Sita sedapat mungkin dilengkapi dengan keterangan Camat/Lurah setempat. Dalam hal demikian Surat Paksa dapat ditempelkan pada pintu utama Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC). Dengan penempelan ini Surat Paksa dianggap telah diberitahukan kepada Penanggung Bea/Cukai.
h. Kalau Penanggung Bea/Cukai bertempat tinggal di Wilayah KPBC lain. Apabila hal ini terjadi di dalam satu kota, misalnya di Jakarta atau Surabaya (dimana dalam satu kota terdapat lebih dari satu KPBC) maka Juru Sita dari KPBC yang mengeluarkan SP dapat melaksanakan penyampaian Salinan SP tersebut kepada Penanggung Bea/Cukai yang bersangkutan dengan terlebih dahulu melapor kepada Kepala KPBC di Wilayah dimana Penanggung Bea/Cukai tersebut bertempat tinggal. Apabila hal ini terjadi di KPBC yang berlainan Kota (misalnya KPBC Tanjung Priok mengeluarkan SP atas Penanggung Bea/Cukai yang bertempat tinggal di dalam Wilayah KPBC Bandung ) maka caranya adalah sebagai berikut: Kepala KPBC yang berwenang mengeluarkan SP (KPBC Tanjung Priok ) meminta bantuan kepada Kepala KPBC Bandung dimana Penanggung Bea/Cukai bertempat tinggal. Kepala KPBC Bandung kemudian memerintahkan Juru Sitanya untuk melaksanakan penyampaian SP tersebut (SP dari KPBC Tanjung Priok). Selanjutnya Kepala KPBC Bandung memberitahukan apa yang telah dilakukannya kepada Kepala KPBC Tanjung Priok.
6. Pemberitahuan Surat Paksa kepada Penanggung Bea/Cukai yang telah meninggal dunia. Mengenai hal ini ketentuan pada pasal 10 ayat (3) huruf c dan d UU nomor 19/1997 membagi dalam 2 (dua) hal yaitu :
a. Penanggung Bea/Cukai yang telah meninggal dunia dan harta warisannya belum dibagi. Pada kejadian ini maka pemberitahuan Surat Paksa (SP) diserahkan kepada : – Salah seorang dari ahli waris Penanggung Bea/Cukai, atau – Pelaksana surat wasiat, atau – Seseorang yang diberi kuasa untuk mengurus harta/peninggalan Penanggung Bea/Cukai tersebut. Apabila salinan SP tidak dapat diserahkan kepada salah seorang di atas maka penyerahan Salinan SP dapat dilakukan seperti pada point 5 c dan 5 d.
b. Penanggung Bea/Cukai yang telah meninggal dunia dan harta warisannya telah dibagi. Pada kejadian ini maka SP harus dibuat atas nama para ahli waris. Tiap orang ahli waris dikenakan SP sendiri-sendiri dan besarnya menurut perbandingan bagian warisannya masing-masing. Selanjutnya ketentuan-ketentuan pada point 5c dan 5d dapat pula dilakukan apabila SP tersebut tidak dapat diserahkan.
7. Biaya Penyampaian SP. a. Jumlah biaya penyampaian SP ditentukan dengan Keputusan DJBC tersendiri berupa Biaya Harian Juru Sita dan Biaya Perjalanan.
b. Apabila seorang Juru Sita telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka ia berhak sepenuhnya menerima biaya penagihan tanpa dikaitkan apakah piutang pajak dan biaya penagihannya telah dilunasi oleh Penanggung Bea/Cukai atau belum, sebaliknya dalam hal ketentuan-ketentuan tersebut tidak sepenuhnya diikuti, maka biaya penagihan tersebut tidak dapat diberikan. Tetapi itu tidak berarti bahwa Juru Sita yang bersangkutan setelah menerima biaya penagihan lalu bebas dari tanggungjawabnya terhadap pencairan piutang Bea/Cukai tersebut. Apabila Juru Sita yakin bahwa Penanggung Bea/Cukai tersebut masih aktif dan potensial maka ia harus segera mengambil langkah-langkah untuk melakukan tahap Tindakan Penagihan lebih lanjut.
8. Surat Paksa yang telah dilaksanakan diserahkan kepada Kasubsi Penagihan Pengembalian disertai Laporan Pelaksanaan Surat Paksa/ Lampiran VIII (BCL.3.5.P) dan diteruskan kepada Kepala Seksi Perbendaharaan untuk ditandatangani dan selanjutnya dimasukkan dalam Berkas Penagihan Penanggung Bea/Cukai yang bersangkutan dengan terlebih dahulu dicatat tanggal pelaksanaan Surat Paksa dalam Buku Catatan Khusus Penagihan dengan Surat Paksa yang bersangkutan. Dalam melaksanakan SP tersebut Juru Sita sedapat mungkin melihat keadaan rumah tangga /Perusahaan Penanggung Bea/Cukai untuk dapat memberikan informasi dalam rangka mengambil langkah berikutnya.
9. Laporan Pelaksanaan Surat Paksa : Lampiran VIII (BCL.3.5.P) a. Atas pelaksanaan Surat Paksa dibuat Laporan oleh Juru Sita yang melaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa tersebut.
b. Hal-hal yang mendapat perhatian untuk dilaporkan : 1. Pengajuan penyelesaian surat keberatan. Mengenai hal ini agar diuraikan secara jelas dan jangan sampai melaksanakan penagihan secara paksa sedangkan tunggakkannya ternyata sudah dikurangi.
2. Jenis, letak dan taksiran harga dari objek sita dengan memperhatikan tunggakan Bea/Cukai dan biaya pelaksanaan yang mungkin akan dikeluarkan.
3. Dalam kesan dan usul hendaknya dilaporkan keadaan yang sebenarnya dari Penanggung Bea/Cukai antara lain; Kemampuan bayar, itikad mau membayar dan pandangannya terhadap penetapan/penagihan Bea/Cukai dab sebagainya sehingga Juru Sita dapat mengajukan usul untuk Tindakan Penagihan selanjutnya. c. Apabila Juru Sita tidak dapat melaksanakan Surat Paksa secara langsung, maka harus membuat laporan secara tertulis mengenai sebab-sebabnya dan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam upaya melaksanakan Surat Paksa tersebut antara lain menghubungi Pejabat Pemerintah setempat, Polisi dan sebagainya. IV.B.
Tindak Lanjut Penagihan Dengan Surat Paksa. 1. Pengeluaran Surat Perintah Melakukan Penyitaan. 1.1. Apabila setelah lampau dua kali dua puluh empat jam setelah tanggal Pemberitahuan Surat Paksa, Penanggung Bea/Cukai masih belum melunasi utang pajaknya, maka dapat dilakukan penyitaan terhadap harta kekayaan Penanggung Bea/Cukai oleh Kepala KPBC dengan mengeluarkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (Formulir BCF.3.8.P) Tanggal dan nomr Surat perintah Melakukan Penyitaan dicatat dalam Buku Catatan khusus penagihan dengan Surat Paksa bersangkutan 1.2. Sebelum melakukan penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Bea/Cukai atau aktiva milik perusahaan, maka Juru Sita hendaknya mengumpulkan dan mempelajari data mengenai harta kekayaan /aktiva yang akan disita tersebut. Data ini dapat diperoleh antara lain dari: a. Surat Pemberitahuan Impor Barang; b. Laporan Keuangan (Neraca dan Daftar R/L); c. Laporan Pemeriksaan Audit Kepabeanan; d. Laporan Pelaksanaan Surat Paksa. 1.3. Dalam melaksanakan Sita supaya diikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a. Sita dilakukan bersama-sama dengan 2 (dua) orang Saksi yang memenuhi syarat antara lain : – Warga Negara (Penduduk) Indonesia; – Sudah mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun; – Dikenal oleh Juru Sita; – Dapat dipercaya. b. Pertama-tama disita barang bergerak. Jika jumlah nilai barang bergerak tidak mencukupi, maka dapat diteruskan dengan menyita barang tidak bergerak sampai sejumlah mencukupi untuk membayar utang Bea/Cukai tersebut serta biaya pelaksanaanya. c. Dibuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAS – BCF.3.9.P.). 1.4. Dalam hal membuat BAS harus memperlihatkan hal-hal sebagai berikut: – BAS harus dibuat secara jelas, benar dan lengkap. – Pencantuman taksiran harga barang dimaksudkan untuk dapat mambatasi sampai jumlah berapa penyitaan itu dilakukan. Taksiran harga berdasarkan harga pasar yang wajar. – Mencantumkan sebab-sebab jika penyitaan tidak dapat dilakukan. – Para Saksi yang nama, pekerjaan dan alamat tem,pat tinggalnya disebut dalam Berita Acara, ikut menandatangani Berita Acara itu serta salinan-salinaanya. 1.5. Barang-barang gerak yang disita dapat dititipkan pada Penanggung Bea/Cukai dan hal tersebut dapat diberitahukan kepada Polisi yang harus menjaga supaya jangan ada barang yang diambil orang. 1.6. Juru Sita memberitahukan kepada Penannggung Bea/Cukai maksud dari tindakan penyitaan yaitu bahwa barang-barang yang disita akan dijual melalui pelelangan dengan perantaraan Kantor Lelang Negara apabila Penanggung Bea/Cukai tidak melunasi utang Bea/Cukainya. Selembar dari Berita Acara ditempelkan ditempat umum atau tempat-tempat dimana barang-barang gerak dan tidak bergerak kepunyaan Penanggung Bea/Cukai disita. Penempelan tersebut berlaku sebagai pemberitahuan maksud tindakan Juru Sita pada Penanggung Bea/Cukai. 1.7. Selain penempelan BAS, maka Segel Sita/Kutipan Berita Acara Sita pada (Formulir BCF.3.11.P.) juga ditempelkan pada barang-barang yang disita.
1.8. Penyitaan atas barang tidak bergerak didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional/Administrator Pelabuhan/Kantor Pengadilan Negeri setempat dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Penyitaan Barang tidak bergerak atas nama Penanggung Bea/Cukai (Formulir BCF.3.13.P.) yang dilampiri tindasan Berita Acara Sita (BCF.3.9.P).
1.9. Prosedur Penyitaan Barang Tidak Bergerak: Seperti halnya pada prosedur penyitaan barang gerak, maka pada penyitaan barang tak gerak ini Juru Sita harus membuat BAS dengan mempergunakan formulir BCF.3.13.P. yang ditandatangani oleh Juru Sita dan 2 (dua) orang Saksi serta Penanggung Bea/Cukai atau wakilnya. Disamping itu penyitaan barang tidak bergerak ini harus didaftarkan pada Badan Pertanahan Nasional setempat. Dalam Penyitaan Barang Tidak Bergerak ini mungkin ditemukan kasus-kasus sebagai berikut: a. Barang tidak bergerak tersebut sudah terdaftar di Badan Pertanahan Nasional. Berita Acara Sita diserahkan ke Badan Pertanahan Nasional untuk diberi catatan pada aslinya mengenai: jam, hari, bulan dan tahun pengumuman. Kemudian Berita Acara tersebut oleh Badan Pertanahan Nasional dicatat dalam suatu Daftar tertentu. Salinan dari Berita Acara tersebut diserahkan pada Badan Pertanahan Nasional sedang aslinya diambil oeleh Juru Sita,. b. Barang Tidak Bergerak tesebut belum/tidak terdaftar di Badan Pertanahan Nasional. Dalam hal ini Berita Acara diumumkan dengan jalan menyalin Berita Acara tersebut dalam Daftar yang disediakan untuk itu pada Kantor Panitera Pengadilan Negeri dengan menyebutkan jam, hari, bulan dan tahun pengumuman. 1.10. Berita Acara Sita dibuat rangkap 3 (tiga): – Lembar ke-1 (asli) Berita Acaara diserahkan kepada Kepala Sub Seksi Penagihan/Pengembalian untuk selanjutnya digabungkan ke dalam Berkas Penagihan Penaggung Bea/Cukai yang bersangkutan. Tanggal dan nomor BAS dicatat dalam Buku Khusus BAS juga dicatat pada Buku Catatan Khusus SPKPBM, Buku Catatan Khusus Penagihan dengan Surat Paksa. Catatan: Buku Register Berita Acara Sita memuat kolom-kolom: nomor urut, Tanggal dan nomor Berita Acara. Nama dan alamat Penanggung Bea/Cukai, NPWP dan keterangan.
– Lembar ke-2 (dua) untuk ditempelkan ditempat umum atau ditempat-tempat dimana barang bergerak dan tidak bergerak kepunyaan Penanggung Bea/Cukai yang disita. Catatan: Dalam hal penyitaan atas barang tidak bergerak, maka Berita Acara dibuat rangkap 4 (empat), satu lembar tindasan untuk diserahkan ke Badan Pertanahan Nasional/Administrator Pelabuhan/Kantor Penagdilan Negeri setempat.
– Lembar ke-3 untuk arsip Juru Sita yang bersangkutan. 1.11. Pengumuman oleh Pemerintah Daerah setempat. Dalam Pasal 17 ayat (3) UU No. 19 Tahun 1997 dinyatakan bahwa Juru Sita harus meminta kepada Pemerintah Daerah setempat untuk mengumumkan penyitaan tersebut seluas-luasnya menurut cara yang lazim di daerah yang bersangkutan. Catatan: Untuk diketahui bahwa sejak Pengumuman BAS itu Penanggung Bea/Cukai tidak boleh memindahkan hak, menggadaikan atau menyewakan barang tidak bergerak barang yang telah disita. Ketentuan ini diatur pada pasal 23 ayat (1) huruf a UU No. 19 Tahun 1997. 1.12. Penyitaan barang yang terletak di luar Wilayah wewenang KPBC. Ada kalanya barang-barang kepunyaan Penanggung Bea/Cukai yang akan disita sebagian atau seluruhnya terletak di luar wilayah wewenang KPBC yang bersangkutan (berada dalam Wilayah KPBC lain). Dalam hal demikian, maka prosedur penyitaan dilakukan sebagai berikut:
– Kepala KPBC yang bersangkutan meminta bantuan kepada KPBC dimana terdapat barangbarang Penanggung Bea/Cukai yang bersangkutan dengan melampirkan Salinan Surat Paksa dari Penanggung Bea/Cukai. – Kepala KPBC yang menerima permintaan penyitaan melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: a. Membuat Surat Perintah Melakukan Penyitaan dengan mencantumkan tanggal dan nomor Surat Paksa yang dikeluarkan oleh Kepala KPBC di mana Penanggung Bea/Cukai itu berdomisili. b. Prosedur penyitaan selanjutnya sama dengan yang dijelaskan pada point 1.1. sampai dengan 1.8. Berita Acara Sita yang ditandatangani dikirimkan kepada Kepala KPBC yang meminta bantuan Penyitaan. Catatan:
Prosedur di atas tidak berlaku kota-kota dimana terdapat lebih dari satu KPBC umpamanya Jakarta, Surabaya, Medan dan lain-lain. Dikota-kota ini Surat Perintah Melakukan Penyitaan dapat dilakukan oleh KPBC di mana Penanggung Bea/Cukai itu berdomisili meskipun barang-barang yang disita sebagian atau seluruhnya berada dalam Wilayah wewenang KPBC lain dalam kota yang sama. Dalam hal ini Kepala KPBC domisili hanya berkewajiban unutk memberitahukan Kepala KPBC di mana barang-barang Penanggung Bea/Cukai itu berada, bahwa pada hari dan tanggal tertentu akan dilaksanakan penyitaan atas barang-barang Penanggung Bea/Cukai yang berada dalam Wilayah wewenang KPBC yang bersangkutan. Ketentuan ini semata-mata karena pertimbangan praktis agar pelaksanaan penyitaan dapat berjalan dengan cepat dan lancar. 1.13. Penyitaan barang yang telah disita terlebih dahulu untuk orang lain. Hal ini telah ditentukan pada pasal 19 UU No. 19 Tahun 1997 ayat (1) s.d. (7). 1.14. Penyitaan tanpa hadirnya Penanggung Bea/Cukai. Dalam praktek sering dijumpai bahwa pada waktu akan diadakan Bea/Cukai tidak hadir.
penyitaan Penanggung
Dalam hal ini timbul pertanyaan apakah penyitaan dapat dilaksanakan. a. UU No. 19 Tahun 1997 pasal 12 ayat (4) sampai dengan (7) menyatakan sebagai berikut: Juru Sita membuat berita acara tentang apa yang telah dilakukan dan memberitahukan maksud tindakannya kepada yang disita. Selembar dari salinan berita acara ditempelkan di tempat umum atau di tempat-tempat dimana barang-barang bergerak dan tidak bergerak kepunyaan Penanggung Bea/Cukai disita. Penempelan salinan atau salinan-salinan berita acara tersebut berlaku sebagai pemberitahuan maksud tindakan Juru Sita kepada Penanggung Bea/Cukai. Saksi-saksi yang namanya, pekerjaannya dan tempat tinggalnya disebutkan dalam berita acara termaksud, ikut serta menandatangani berita acara itu serta salinan-salinannya. b. Pada pasal 448 Reglement of de Rechtsvordering (Rv) yang menentukan bahwa penyitaan tanpa hadirnya WP/PP (in absentia) harus didampingi oleh Kepala Desa setempat sebagai saksi. Dari kedua ketentuan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penyitaan dapat dilaksanakan dengan catatan salah satu saksi haruslah Kepala Daerah Setempat (Camat atau paling tidak Kepala Desa). 1.15. Juru Sita tidak diperbolehkan masuk rumah. Pada waktu pelaksanaan penyitaan ada kemungkinan Juru Sita tersebut tidak dapat masuk atau tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah Penanggung Bea/Cukai yang barang-barangnya akan disita. Kalau Juru Sita tidak dapat masuk karena di dalam rumah tersebut betul-betul tidak ada seorangpun, maka dalam hal ini Juru Sita supaya menunda pelaksanaan penyitaan itu. Tetapi kalau di dalam rumah itu ada penghuninya (bahkan menurut perkiraan Juru Sita ada Penanggung Bea/Cukai atau orang yang dapat mewakilinya) maka Juru Sita dapat meminta izin untuk masuk ke dalam rumah tersebut guna melaksanakan tugasnya. Perlu diingatkan bahwa Juru Sita tidak diperkenankan memasuki rumah tersebut dengan kekerasan (umpamanya merusak pintu atau dengan cara lain tanpa izin penghuninya) karena perbuatan ini diancam dengan Hukum Pidana menurut pasal 429 KUHP (pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan). Kalau Juru Sita sudah menyampaikan maksudnya kepada penghuni rumah tersebut dengan caracara yang wajar tetapi tidak mendapatkan izin untuk memasuki rumah tersebut maka dalam hal ini Juru Sita dapat meminta bantuan pihak Kepolisian untuk dapat melaksanakan tugas penyitaan tersebut. Perlu ditambahkan pula bahwaPenanggung Bea/Cukai atau wakilnya yang menghalanghalangi pejabat yang akan melakukan tugasnya diancaam dengan hukuman pidana berdaarkan pasal 216 KUHP (pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu. 1.16. Juru Sita tidak diperbolehkan menyita barang Penanggung Bea/Cukai. Kemungkinan lain ialah Juru Sita diizinkanmasuk ke dalam rumah tetapi tidak diperkenankan menyita barang-barang milik Penanggung Bea/Cukai. Dalam hal ini Juru Sita supaya memberikan penjelasan dan pengertian kepada Penanggung Bea/Cukai mengenai maksud penyitaan tersebut dan bahwa penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang-barang tersebut apabila Penanggung Bea/Cukai bersedia melunasi utang-utang Bea/Cukainya. Bilamana Juru Sita tidak juga dapat melaksanakan tugasnya bahkan umpamanya mendapat ancaman dari Penanggung Bea/Cukai maka Juru Sita melaporkan kejadian ini kepada Kepolisian dan tindakan selanjutnya dilakukan bersama-sama pihak Kepolisian. 1.17. Penanggung Bea/Cukai atau Wakilnya tidak mau menandatangani Berita Acara Sita. Berita Acara Sita (BCF. 3.9.P.) dibuat dan ditandatangani oleh Juru Sita, para Saksi dan Penanggung Bea/Cukai atau Wakilnya menolak untuk ikut menandatangani Berita Acara Sita tersebut, maka Juru Sita dapat mengambil tindakan sebagai berikut :
a. Memberitahukan kepada Kepolisian dan meminta bantuan agar dapat membantu menjaga supaya tidak ada barang-barang sitaan yang hilang. b. Juru Sita dapat membawa barang-barang sitaan tersebut (sebagian atau seluruhnya) ke tempat titipan yang baik (lihat pasal 16 UU No. 19 tahun 1997). 1.18. Pembuktian barang-barang yang bukan milik Penanggung Bea/Cukai. Pada waktu melakukan penyitaan ada kemungkinan bahwa Penanggung Bea/Cukai menyatakan bahwa sebagian barang-barang yang disita tersebut bukan miliknya. Dalam hal ini maka Penanggung Bea/Cukai atau Wakilnya harus dapat menunjukkan bukti-bukti yang jelas bahwa barang-barang termaksud memang benar bukan barang milik Penaggung Bea/Cukai. Dapat ditambahkan bahwa semua barang gerak (termasuk mobil dan kendaraan bermotor lainnya), yang berada di tempat Penanggung Bea/Cukai dianggap sebagai milik Penanggung Bea/Cukai kecuali Penanggung Bea/Cukai dapat membuktikan kebalikannya. 1.19. Penyitaan Barang Tidak Bergerak yang Tidak Terdaftar. Ada kalanya barang tidak bergerak (tanah, bangunan dan sebagainya) yang akan disita itu tidak terdaftar pada Badan Pertanahan Nasional setempat. Dalam hal ini Juru Sita dapat meminta keterangan pada Kantor Pemerintah Daerah Setempat (Kelurahan) karena ada kemungkinan bahwa harta tidak bergerak itu terdaftar pada Kelurahan (terdaftar pada Daftar C Kelurahan). Kalau demikian halnya maka Berita Acara Sita didaftarkan pada Kantor Kelurahan setempat untuk dicatat pada Daftar yang bersangkutan, disamping itu Juru Sita supaya juga mendaftarkan penyitaan ini pada Badan Pertanahan Nasional atau Kantor Pengadilan Negeri setempat untuk dicatat dalam Daftar yang telah disediakan untuk itu. 1.20. Penempelan/Penyegelan pada barang-barang yang disita. Tidak ada yang mengatur bahwa barang-barang yang disita harus disegel dan atau ditempel dengan pengumuman penyitaan. Ketentuan yang ada ialah bahwa Salinan atau Salinan-salinan dari BAS itu ditempelkan di tempat Umum atau di tempat-tempat dimana barang bergerak atau barang tidak bergerak kepunyaan Penanggung Bea/Cukai itu disita. Namun agar maksud dan tujuan dari tindakan penyitaan berhasil sebagaimana dimaksud maka Segel Sita (Formulir BCF 3.11.P.) yang berupa ringkasan isi berita acara sita ditempel pada barang yang disita. 1.21. Biaya Penyitaan. a. Jumlah Biaya penyitaan. Biaya penyitaan meliputi : – Biaya Harian Juru Sita – Biaya Harian Saksi Pertama – Biaya Harian Saksi Kedua – Biaya Perjalanan. ditentukan dengan Keputusan DJBC tersendiri b. Apabila seorang Juru Sita telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka ia berhak sepenuhnya menerima biaya penagihan tanpa dikaitkan apakah piutang Bea/Cukai dan biaya penagihannya telah dilunasi oleh Penanggung Bea/Cukai atau belum, sebaliknya dalam hal ketentuan-ketentuantersebut tidak sepenuhnya diikuti, maka biaya penagihan tersebut tidak dapat diberikan. Tetapi itu tidak berarti bahwa Juru Sita yang bersangkutan setelah menerima biaya penagihan lalu bebas dari tanggungjawabnya terhadap pencairan tunggakan piutang Bea/Cukai tersebut. Apabila Juru Sita yakin bahwa Penanggung Bea/Cukai tersebut masih aktif dan potensial maka ia harus segera mengambil langkah-langkah untuk melakukan tahap Tindakan Penagihan lebih lanjut. 2. Pengeluaran Pencabutan Sita. Apabila Penanggung Bea/Cukai sudah melunasi utang Bea/Cukainya sebelum permintaan penetapan tanggal pelelangan diajukan maka Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai harus mengeluarkan Surat Pencabutan Sita (Formulir BCF. 3.12.P.). 3. Pengeluaran Permintaan Jadwal Waktu dan Tempat Pelelangan. Jika setelah lampau 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melakukan Penyitaan, Penanggung Bea/Cukai belum juga melunasi utang bea/cukainya maka Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai mengajukan permintaan penetapan tanggal dan tempat Pelelangan kepada kantor Lelang Negara Setempat (Formulir BCF. 3.17.P.). 4. Pengeluaran Surat Pemberitahuan Akan Dilakukan Pelelangan/Kesempatan Terakhir. Setelah mendapat kepastian tentang tanggal dan tempat pelelangan akan dilaksanakan, maka Juru Sita memberitahukan hal tersebut kepada Penanggung Bea/Cukai dengan segera dan tertulis dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan akan Dilakukan Pelelangan/Kesempatan Terakhir kepada Penanggung Bea/Cukai. 5. Lelang
Apabila Surat Pemberitahuan akan Dilakukan Pelelangan/Kesempatan Terakhir telah diberikan kepada Penanggung Bea/Cukai ternyata utang Bea/Cukai belum dilunasi maka dapat dilakukan pelelangan atas barang-barang milik Penanggung Bea/Cukai yang telah disita. 5.1. Persiapan untuk mengadakan lelang. Juru Sita harus mempersiapkan segala sesuatunya untuk pelelangan tersebut antara lain : a. Menyiapkan Berkas-Berkas Penagihan yang terdiri dari: – Surat Teguran (Formulir BCF. 3.1.P) – Surat Paksa (Formulir BCF. 3.3.P) – Laporan Pelaksanaan Penyampaian Surat Paksa (Formulir BCL. 3.5.P) – Surat Perintah Melakukan Penyitaan (Formulir BCF. 3.8.P) – Berita Acara Pelaksanaan Sita (Formulir BCF. 3.9.P) – Pemberitahuan Penyitaan Barang Tidak Bergerak atas nama Penanggung Bea/Cukai (Formulir BCF.3.13P) – Permintaan Jadwal Waktu dan tempat pelelangan (Formulir BCF. 3.17.P) – Surat Pemberitahuan akan Dilakukan Pelelangan / Kesempatan Terakhir, – Bukti-bukti pemilikan dari barang-barang yang disita. Catatan: Untuk barang bergerak, bukti pemilikan tidak diharuskan tetapi apabila yang akan dilelang ada barang tidak bergerak maka harus disertai dengan bukti pemilikan dari barang tidak bergerak tersebut. Jika ini sulit didapat, maka dapat dimintakan keterangan dari Badan Pertanahan Nasional setempat berupa Surat Keterangan Pendaftaran Tanah.
– Daftar Perincian utang Bea/Cukai terdiri dari: Bea Masuk; cukai; denda administrasi; bunga; dan biaya penagihan. Catatan: Bentuk Formulir-Formulir BCF.3.1.P s/d 3.4P, BCL.3.5.P. BCF.3.6.P s/d 3.18P telah ditetapkan dengan Keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai No. KEP.04/BC/1999 tanggal 28 Januari 1999. 5.2. Mengadakan Pengumuman Lelang. Setelah hari, tanggal dan jam pelelangan ditentukan maka segera diadakan Pengumuman Lelang. a. Juru Sita membuat konsep Pengumuman Lelang dan meneruskan konsep pengumuman ini kepada Kepala Subsie Penagihan/Pengembalian dan Kepala Seksi Perbendaharaan untuk diiklankan dalam surat kabar / media cetak/media elektronik dan sebagainya. b. Apabila Pengumuman Lelang sudah dimuat dalam surat kabar/media cetak/media elektronik/cara lain yang lazim maka tanggal pemuatan dicatat dalam Buku Catatan Penagihan dengan Surat paksa dan pada berkas arsip SPKPBM yang bersangkutan. c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengadakan Pengumuman Lelang adalah sebagai berikut:
– Apabila barang yang akan dilelang hanya barang gerak saja maka pengumumannya dilakukan menurut kebiasaan setempat (tidak diharuskan melalui iklan di surat kabar/media cetak/media elektronik) misalnya dengan menggunakan surat selebaran atau diumumkan melalui Pemda setempat dan lain-lain cara.
– Penjualan dari barang-barang tersebut tidak boleh dilakukan sebelum hari kedua puluh delapan dari saat barang-barang itu disita.
– Apabila selain barang bergerak juga akan dilelang barang tidak bergerak, maka pengumuman dilakukan dua kali dengan berselang lima belas hari dimana satu kali pengumuman tersebut dilakukan melalui iklan surat kabar/media cetak/media elektronik setempat atau apabila ditempat tersebut tidak terbit sebuah harian pun, dalam harian ditempat yang berdekatan. Penjualan dilakukan serentak dan baru dapat dilakukan setelah empat belas hari sejak pengumuman yang dilakukan iklan di surat kabar/media cetak/media elektronik. 5.3. Pembatalan Pengumuman Lelang. Apabila Penanggung Bea/Cukai melunasi utang-utang Bea/Cukai serta biaya pelaksanaanya sesudah pengumuman lelang dimuat di surat kabar/media cetak/media elektronik tetapi sebelum pelaksanaan lelang, maka pengumuman lelang itu dibatalkan dengan memuat iklan pembatalan lelang dalam surat kabar/media cetak/media elektronik yang bersangkutan. Pembatalan Pengumuman Lelang baru dapat dilakukan apabila Penanggung Bea/Cukai menunjukkan bukti pembayaran utang Bea/Cukai serta biaya pelaksanaannya. 5.4. Saat Melakukan Pelelangan. Juru Sita datang ketempat dimana barang-barang sitaan itu akan dilelang untuk mendampingi Juru Lelang. Sesaat sebelum pelelangan dimulai sebaiknya Juru Sita menanyakan kepada Penanggung Bea/Cukai apakah utang Bea/Cukai akan dilunasi. Seandainya Penanggung Bea/Cukai dapat dan bersedia melunasi utang Bea/Cukai maka pelelangan dibatalkan dan apabila tidak, maka pelelangan segera dilakukan. Pada
saat pelelangan sebaiknya Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang bersangkutan atau wakilnya dapat menghadirinya tepat pada jam yang ditentukan segera pelelangan dimulai. Juru Lelang mengumumkan kepada para calon pembeli tentang syarat-syarat apa yang harus dipenuhi serta cara-cara penawarannya. Penanggung Bea/Cukai berhak untuk menentukan urutan menurut mana barang-barang yang disita akan dilelang. Jika hasil penjualan barang telah mencapai jumlah hutang Bea/Cukai ditambah dengan biaya pelaksanaannya, maka penjualan tersebut dihentikan dan sisa barang dikembalikan dengan segera kepada Penanggung Bea/Cukai. Setelah selesai pelelangan maka Kantor Lelang Negara, Juru Sita, atau orang yang diserahi untuk menjual barang-barang sitaan melaporkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dengan membuat Laporan Hasil Pelaksanaan Lelang. 5.5. Akibat Pelelangan Dengan telah dijualnya barang-barang sitaan itu, maka hak atas barang-barang tersebut berpindah dari Penanggung Bea/Cukai kepada pembeli yang tawarannya telah diterima, segera setelah pembeli tersebut memenuhi syarat-syarat pembelian. Kepadanya akan diberikan surat keterangan tentang memenuhi syarat-syarat tersebut oleh Kantor Lelang atau orang yang ditugaskan penjualan tersebut. Jika orang yang disita menolak untuk meninggalkan barang-barang tidak bergerak yang telah dilelang tersebut, maka Hakim Pengadilan Negeri mengeluarkan perintah tertulis kepada seorang yang berhak melaksanakan surat perintah tersebut untuk berusaha supaya barang tidak bergerak tersebut ditinggalkan dan dikosongkan oleh yang disita dengan keluarganya serta barang miliknya dengan bantuan Panitera Pengadilan Negeri atau pegawai lain yang ditunjuk oleh Hakim, jika perlu dengan bantuan alat negara.
5.6. Hasil Pelelangan 1. Hasil pelelangan setelah dikurangi biaya-biaya pelaksanaan lelang segera diserahkan oleh Juru Lelang kepada Bendaharawan KPBC yang melakukan penagihan.
2. Jumlah hasil bersih lelang seperti dimaksud butir 1; setelah dikurangi dengan jumlah piutang (bea masuk, cukai, denda administrasi, bunga dalam rangka impor); serta biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka penagihan; sisanya disediakan untuk diterimakan kepada pemiliknya (Penanggung Bea/Cukai).
3. Sisa uang sebagaimana dimaksud pada butir 2 diberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelelangan.
4. Sisa uang hasil lelang sebagaimana dimaksud butir 3 menjadi milik negara apabila dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah tanggal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada butir 3 tidak diambil oleh pemiliknya.
5. Jumlah penerimaan negara yang berasal dari lelang berupa piutang bea masuk, cukai, denda administrasi, dan bunga tersebut seluruhnya oleh Bendaharawan KPBC disetor ke Kas Negara.
V.
Pemberitahuan Piutang Pajak dalam Rangka Impor kepada KPP. 1. Apabila dalam batas waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkannya Surat Teguran (ST) Penanggung Bea/Cukai belum juga melunasi kewajibannya, maka Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai memberitahukan adanya piutang pajak dalam rangka impor kepada KPP diwilayah Penanggung Bea/Cukai berdomisili untuk diproses lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku. Pemberitahuan piutang pajak tersebut dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Keputusan ini dengan dilampiri :
– Perincian perhitungan piutang pajak dalam rangka impor – Fotocopy bukti pendukung terjadinya piutang yang ditandasahkan – dan lain-lain yang dianggap perlu 2. Atas pemberitahuan piutang pajak kepada KPP dilakukan pencatatan dalam Buku Catatan Khusus untuk SPKPBM 3. Terhadap piutang pajak yang telah diberitahukan kepada KPP tidak perlu dilakukan monitoring (dianggap telah selesai) VI.
Pengajuan Keberatan dan Banding 1. Apabila atas penerbitan SPKPBM, Penanggung Bea/Cukai berkeberatan karena merasa tidak melakukan kesalahan, maka Penanggung Bea/Cukai dapat meminta penjelasan atau memberikan tanggapan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang menerbitkan SPKPBM baik mengenai penerbitan SPKPBM maupun terhadap jumlah tagihannya, sebelum jangka waktu 30 (tiga puluh) hari berakhir. 2. Atas permintaan penjelasan tersebut pada butir 1, Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai wajib memberikan penjelasan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya Surat Permintaan Penjelasan dimaksud. 3. Apabila atas penjelasan Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tersebut, pihak Penanggung Bea/Cukai masih merasa keberatan, Penanggung Bea/Cukai dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan syarat :
– Keberatan diajukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal – Menyerahkan jaminan sebesar jumlah tagihan piutang
diterbitkannya SPKPBM;
4. Direktur Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan atau Penolakan atas keberatan yang diajukan Penanggung Bea/Cukai, dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya keberatan secara lengkap. Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya permohonan keberatan tidak ada keputusan, maka keberatan dianggap diterima. 5. Bilamana keberatan Penanggung Bea/Cukai ditolak, maka jaminan dicairkan dan tagihan piutang dianggap lunas. 6. Apabila Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai menolak permohonan keberatan Penanggung Bea/Cukai, maka Penanggung Bea/Cukai dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) dengan syarat : – Banding diajukan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai – Pengajuan banding dilakukan secara tertulis dengan disertai alasan yang jelas dan menggunakan Bahasa Indonesia – Pengajuan banding dilampiri dengan salinan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang dimintakan banding. VII.
Buku Catatan Khusus untuk SPKPBM Buku Catatan khusus untuk SPKPBM minimal harus mempunyai kolom-kolom sebagai berikut :
– – – – – – VIII.
Nomor urut; Nomor dan tanggal SPKPBM; Nama dan alamat Penanggung Bea/Cukai; Jumlah tagihan utang (Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi dan Pajak dalam rangka impor); Penyelesaian (dilunasi, diterbitkan Surat Teguran, diterbitkan Surat Paksa, diberitahukan ke KPP); Keterangan.
Buku Catatan Khusus untuk Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa Buku Catatan Khusus untuk Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa ini minimal harus mempunyai kolom-kolom sebagai berikut:
– – – – – – – – –
Nomor urut; Nomor dan tanggal SPKPBM; Nomor dan tanggal Surat Teguran; Nama dan alamat Penanggung Bea/Cukai; Nomor dan tanggal Surat Paksa; Nomor dan tanggal Laporan Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa; Jumlah tagihan utang (Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, dan Bunga dalam rangka impor); Penyelesaian (dilunasi, dilakukan penyitaan, pengumuman lelang, penjualan lelang); Keterangan. Direktur Jenderal
DR. RB. Permana Agung, MSc NIP 060044475
LAMPIRAN II KEP-DJBC NOMOR : KEP - 06 / BC / 1999 TANGGAL : 5 Pebruari 1999 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH .…….. DJBC …………….…........... KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI .....…............ Tempat, ………............tgl…................19…. Kepada Yth. Nama : ………………………….……............... NPWP : ………….. .................………………… Alamat : …………………………………………. Di …………………………………… SURAT PEMBERITAHUAN KEKURANGAN PEMBAYARAN BEA MASUK, CUKAI, DENDA ADMINISTRASI DAN PAJAK DALAM RANGKA IMPOR (SPKPBM) Nomor : S - …………....................... Menurut catatan kami hingga saat ini Saudara masih mempunyai utang Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi dan Pajak dalam rangka impor *) sebagai berikut : Nomor dan tanggal PIB/PIBK/NOTUL/LHP : …………………………………….. Tanggal jatuh tempo : …………………………………….. JENIS TAGIHAN
TAGIHAN BEA CUKAI (Rp)
TAGIHAN PAJAK (Rp)
JUMLAH TAGIHAN (Rp)
Bea Masuk Cukai PPnBM PPh Pasal …… Denda Administrasi JUMLAH Uraian terjadinya utang : ………………………………………………………………………………………………………. Diminta kepada Saudara agar melunasi jumlah utang tersebut dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah surat tagihan ini. Bukti setoran (SSBC/SSP) tersebut di atas agar disampaikan kepada Kepala Pelayanan Bea dan Cukai ……………………... Keberatan atas SPKPBM ini diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai melalui Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tersebut diatas sebelum tanggal jatuh tempo dengan ketentuan sebelumnya sudah menyerahkan jaminan sebesar tagihan utang. Tagihan utang yang tidak dibayar pada jatuh tempo dikenakan bungan sebesar 2% (dua persen) sebelum dari jumlah tagihan yang terutang, bagian bulan dihitung satu bulan penuh untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan. KEPALA KANTOR *) Coret yang tidak perlu Tembusan disampaikan kepada Yth.: 1. Direktur Jenderal Bea dan Cukai 2. Kepala Kantor Wilayah …. DJBC ………… NIP.
LAMPIRAN III KEP-DJBC NOMOR : KEP - 06 / BC / 1999 TANGGAL : 5 Pebruari 1999 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH ..... DJBC ............... KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI .................. Tempat, .............tgl...............19… Kepada Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak ................. di ................... SURAT PEMBERITAHUAN PIUTANG PAJAK DALAM RANGKA IMPOR Nomor : S- ........................ Sehubungan dengan SPKPBM Nomor ........... Tanggal .............. dengan ini kami beritahukan : Nama : ............................................................................................................ NPWP : ............................................................................................................ Alamat : ........................................................................................................... Bidang Usaha : .......................................................................................................... Mempunyai utang pajak yang berkaitan dengan pungutan impor sebagaimana dimaksud dalam PIB/PIBK/LKP*) Nomor ...........................tanggal ............................. Jenis dan jumlah tagihan : PPN **) : Rp. .................................................... PPh Pasal 22 : Rp. .................................................... PPnBM**) : Rp. ................................................... Jumlah : Rp. .................................................... ( ............................................) .................................................................................................... (bukti dan perincian terlampir) Selanjutnya piutang tersebut di atas diteruskan kepada Saudara untuk mendapatkan penyelesaian. Atas perhatian dan kerjasama yang baik diucapkan terima kasih.
Kepala Kantor
NIP * ) Coret yang tidak perlu **) Bilamana Tembusan disampaikan kepada Yth.: 1. Direktur Jenderal Bea dan Cukai 2. Kepala Kantor Wilayah …. DJBC …………
BCF.3.1.P
LAMPIRAN IV KEP-DJBC NOMOR : KEP - 06 / BC / 1999 TANGGAL : 5 Pebruari 1999 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH …… DJBC …………….. KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI …………………. Tempat, …………….tgl …………………. 19… Kepada Yth. Nama NPWP Alamat
: ………………………. : ………………………. : ………………………. di …………………. SURAT TEGURAN Nomor : S- ……………..……….
Menunjuk SPKPBM nomor : S- /WBC. /KI. /19 tanggal ……………., menurut catatan kami hingga saat ini Saudara belum melunasi utang Bea Masuk, Cukai, denda Administrasi, dan Pajak dalam rangka impor*) sebagai berikut : Nomor dan tanggal PIB/PIBK/LHP*) : ……………………………… Tanggal jatuh tempo : ……………………………… JENIS TAGIHAN TAGIHAN BEA TAGIHAN JUMLAH CUKAI PAJAK TAGIHAN (RP.) (RP.) (RP.) Bea Masuk Cukai PPN PPnBM PPh Pasal 22 Denda Administrasi JUMLAH Uraian terjadinya utang : ……………………………………………………………………………………………………………… Diminta kepada Saudara agar melunasi jumlah utang tersebut dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari setelah tanggal surat tagihan ini. Bukti setoran (SSBC/SSP) tersebut diatas agar disampaikan kepada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai ……………………… Tagihan utang yang tidak terbayar pada jatuh tempo dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari jumlah tagihan Bea dan Cukai yang terutang, bagian bulan dihitung satu bulan penuh. PERHATIAN KEPALA KANTOR PELAYANAN TAGIHAN BEA CUKAI HARUS BEA DAN CUKAI DILUNASI DALAM WAKTU 21 (DUA PULUH SATU) HARI SETELAH TANGGAL SURAT TEGURAN INI. SESUDAH BATAS WAKTU ITU, NIP. TINDAKAN PENAGIHAN BEA CUKAI AKAN DILANJUTKAN DENGAN PENERBITAN SURAT PAKSA. (Pasal 8 UU Nomor 19 Th. 1997)
*) Coret yang tidak perlu Tembusan disampaikan kepada Yth. : 1. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Jakarta 2. Kepala Kantor Wilayah ….DJBC ……..
BCF.3.3.P LAMPIRAN V KEP-DJBC NOMOR : KEP - 06 / BC / 1999 TANGGAL : 5 Pebruari 1999 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH ……. DJBC ………… KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI ……………… SURAT PAKSA Nomor : ………………………….. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA KEPALA KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI Menimbang bahwa : Nama Wajib Pajak/Penanggung Bea/Cukai : …………………………………………………. NPWP : Alamat
: .………………………………………………….
menunggak Bea/Cukai sebagaimana tercantum dibawah ini : SPKPBM No. dan Tgl.
SURAT TEGURAN No. dan Tgl.
JENIS UTANG *)
•
Bea Masuk
•
Cukai
•
Denda
JUMLAH TUNGGAKAN BEA/CUKAI (RP.)
Administrasi •
Bunga
Jumlah Rp. ………………………… (………………………………………………………………………………………) Dengan ini : 1. memerintahkan Wajib Pajak/Penanggung Bea/Cukai untuk membayar jumlah tunggakan Bea/Cukai tersebut ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai atau Bank Persepsi, ditambah dengan biaya penagihan dalam waktu 2 (dua) kali dua puluh empat jam sesudah pemberitahuan Surat Paksa ini. 2. memerintahkan kepada Jurusita yang melaksanakan Surat Paksa ini atau Jurusita lain yang ditunjuk untuk melanjutkan pelaksanaan Surat Paksa untuk melakukan penyitaan atas barang-barang milik Wajib Pajak / Penanggung Bea/Cukai apabila dalam waktu 2 (dua) kali dua puluh empat jam Surat Paksa ini tidak dipenuhi. PERHATIAN Ditetapkan di : TUNGGAKAN HARUS DILUNASI Pada tanggal : DALAM WAKTU 2X24 JAM SETELAH MENERIMA SURAT PAKSA INI. Kepala Kantor SESUDAH BATAS WAKTU ITU, TINDAKAN PENAGIHAN UTANG AKAN DILANJUTKAN DENGAN PENYITAAN. (Pasal 12 Ayat (1) UU No. 19 Th. 1997)
…………………………………… ……. NIP ……………………………………. *) Coret yang tidak perlu
Tembusan disampaikan kepada Yth.: 1. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Jakarta 2. Kepala Kantor Wilayah ……… DJBC ….
BCF.3.4.P LAMPIRAN VI KEP-DJBC NOMOR : KEP - 06 / BC / 1999 TANGGAL : 5 Pebruari 1999 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH …….. DJBC ………… KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI ………………
BERITA ACARA PEMBERITAHUAN SURAT PAKSA Pada hari ini ………………. Tanggal ……………………….. 19….. atas permintaan Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang memilih tempat kedudukan di Kantor ……………………………………………………………………… di ………………………………. saya, Jurusita Bea dan Cukai pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai ………………………………….. bertempat kedudukan di ……………………………………………………………………………… .. MEMBERITAHUKAN DENGAN RESMI Kepada Saudara ………………………………………………………………………………………… Bertempat tinggal di ………………………………………………………….. berkedudukan sebagai …………………………………….. Surat Paksa di sebaliknya ini tertanggal ………………………… dan saya , Jurusita Bea dan Cukai berdasarkan ketentuan Surat Paksa tersebut memerintahkan kepada Penanggung Bea/Cukai supaya dalam waktu 2 (dua) kali dua puluh empat jam , memenuhi isi Surat Paksa dan oleh karena itu harus menyetor di Bank Persepsi/Kantor Pelayanan Bea dan Cukai …………………….. sebanyak Rp. …………………………. ( …………………………………… ………………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………… ) dengan tidak mengurangi kewajiban untuk membayar biayabiaya penagihan pajak ini dan biaya selanjutnya, dan jika ia tidak membayar dalam waktu yang telah ditentukan, maka harta bendanya baik yang berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak akan disita dan dijual di muka umum / dijual langsung kepada pembeli dan hasil penjualannya digunakan untuk membayar utang Bea Masuk, Cukai, Denda, Bunga dan biaya-biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan penagihan ini. Surat Paksa ini dapat dilanjutkan dengan tindakan PENCEGAHAN dan PENYANDERAAN. Saya, Jurusita Bea dan Cukai telah menyerahkan salinan Surat Paksa ini kepada Wajib Pajak/Penanggung Bea/Cukai dan saya lakukan di tempat tinggal / kedudukan orang pribadi / badan yang menanggung Bea/Cukai. Penyerahan salinan Surat Paksa dilakukan kepada …………………………………………………….. bertempat tinggal di ……………………………………………………………………………………. disebabkan …………………………………………………………………………………………….. Yang menerima salinan Surat Paksa
(……………………………………) Jabatan ……………………………
*) coret yang tidak perlu
Jurusita Bea dan Cukai
(……………………………………) NIP 0600…..………………
BCF.3.2.P
LAMPIRAN VII KEP-DJBC NOMOR : KEP - 06 / BC / 1999 TANGGAL : 5 Pebruari 1999 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH …….. DJBC ………… KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI ………………
SURAT PERINTAH PENAGIHAN BEA DAN CUKAI SEKETIKA DAN SEKALIGUS Nomor : ……………………………………. Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 6 Undang-undang nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Pasal 8, 9 Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor 147/KMK.04/1998 berikut perubahannya, dengan ini diperintahkan kepada : Nama Wajib Pajak/Penanggung Bea/Cukai NPWP : Alamat
: ………………………………………………….
: .…………………………………………………
untuk melunasi sekaligus utang Bea/Cukai sejumlah Rp …………………………………………… menurut perincian berikut : SPKPBM SURAT JENIS UTANG JUMLAH No. dan Tgl. TEGURAN *) TUNGGAKAN Tgl. Jatuh No. dan Tgl. BEA/CUKAI Tempo (RP.) • Bea Masuk •
Cukai
•
Denda Administrasi
•
Bunga
Jumlah Rp. ………………………… (………………………………………………………………………………………………………………) Pada hari …………. tanggal ………………… bulan ……………………….. tahun …………………
……………………., ……………………… 19 Kepala Kantor
……………………………………………… NIP …………………………………………. Tembusan : 1. Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta; 2. Kepala Kantor Wilayah ……. DJBC …………. *) Coret yang tidak perlu
BCF.3.5.P LAMPIRAN VIII KEP-DJBC NOMOR : KEP - 06 / BC / 1999 TANGGAL : 5 Pebruari 1999 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH …… DJBC ………….. KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI ……………… LAPORAN PELAKSANAAN SURAT PAKSA Nomor : ………………………….. I. Nama Wajib Pajak/Penanggung Bea/Cukai : ………………………………………. NPWP : Alamat : ……………………………………. II. Pelaksanaan : 1. Penyerahan Salinan Surat Paksa dilaksanakan pada tanggal ………………………………… 2. Berita Acara pelaksanaan Surat Paksa terlampir. 3. Utang Bea/Cukai sebagai berikut. Jumlah Jumlah pajak yang Jumlah pajak SPKPB Surat Bea/Cukai telah dibayar yang masih M. Teguran yg harus dibayar No. dan No. dan masih Menurut Menurut Menur Menur Tgl Tgl. harus Surat Wajib ut ut dibayar Paksa Pajak Surat Wajib Paksa Pajak
III. Data mengenai Wajib Pajak/Penanggung Bea/Cukai. A. Pengajuan/penyelesaian Surat Keberatan SPKPB Surat Tanggal Penyelesaian Surat Keberatan M Teguran Surat No. dan No. dan Keberatan Tanggal Diterima/ Tunggakan Tgl. Tgl. Ditolak
B. Objek Sita. 1.
2.
Jenis barang bergerak : Terletak di : ……………………… ……………………….. ……………………… ……………………….. Jenis barang tidak bergerak : Terletak di : ……………………… ……………………….. ……………………… ………………………..
Taksiran harga : Rp………………… Rp………………… Taksiran harga : Rp………………… Rp…………………
IV. Kesan-kesan dan usul jurusita : …………………………………………………………………………………………………… Mengetahui : ………………, ………………….19.. KEPALA SEKSI PERBENDAHARAAN JURUSITA BEA DAN CUKAI …………………………………………. ……………………………………….. NIP NIP • Asli Kepada Kepala KPBC ……….. • Tembusan : 1. Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta; 2. Kepala Kantor Wilayah ……. DJBC …….