BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Awal mula aktivitas pertambangan di Pulau Bangka terjadi sejak awal abad
ke-18 oleh VOC (Heidhues, 2008). Pulau Bangka memiliki cadangan timah yang sangat besar karena termasuk dalam bentangan wilayah yang disebut The Indonesian Tin Belt (Sabuk Timah Indonesia) yang merupakan bagian dari The Southeast Asia Tin Belt (Sabuk Timah Asia Tenggara), membujur dari daratan Asia ke arah Thailand (Sukandarrumidi, 2009). Timah merupakan bahan galian yang sangat potensial di Pulau Bangka khususnya Kabupaten Bangka Tengah. Setelah Indonesia merdeka, pengelolaan kawasan pertambangan timah dikelola oleh pemerintah dengan membentuk badan usaha milik negara yang saat ini dikenal dengan nama PT. Timah. Hak istimewa diberikan kepada PT. Timah berupa hak kuasa penambangan timah untuk mengelola lahan tambang di Pulau Bangka termasuk di Kabupaten Bangka Tengah sekaligus menguasai wilayah-wilayah yang secara de facto menjadi wilayah penduduk setempat. Penduduk di sekitar kawasan pertambangan dilarang untuk memasuki wilayah pertambangan dan memanfaatkan lahan-lahan pertambangan tersebut (Budimanta, 2007). Selain PT. Timah, pada awal tahun 1970 di Kabupaten Bangka Tengah juga terdapat perusahaan joint venture antara pemerintah Indonesia dan Australia, yaitu PT. Koba Tin. Sama halnya dengan PT. Timah, PT. Koba Tin pun diberikan hak istimewa dalam mengelola pertambangan timah di Kabupaten Bangka Tengah (Sukandarrumidi, 2009). Sebenarnya tanah di Kabupaten Bangka Tengah cukup subur untuk lahan pertanian, yaitu lada. Itu terbukti dahulu sebelum penduduk di Kabupaten Bangka Tengah diizinkan untuk membuka tambang
inkonvensional, lada menjadi
komoditas utama di Kabupaten Bangka Tengah. Banyak penduduk Kabupaten Bangka Tengah berprofesi sebagai petani lada. Tetapi seiringnya waktu dan
1
dikeluarkannya izin untuk aktivitas pertambangan pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya SK Menperindag Nomor. 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999 bahwa Timah dikategorikan sebagai barang bebas (tidak diawasi) dan pencabutan status timah sebagai komoditas strategis, sehingga tidak dimonopoli lagi oleh satu BUMN dan dapat dieskpor secara bebas, para penduduk mengalih fungsikan kebun mereka menjadi tambang inkonvensional. Hal itu jelas menyalahi aturan Permen PU No. 41/2007 tentang kawasan budidaya. Dalam Permen PU No. 41/2007 dijelaskan bahwa lokasi dan kegiatan pertambangan tidak boleh berada dan dilakukan di kawasan hutan. Berdasarkan kondisi di lapangan saat ini banyak penduduk yang membuka dan melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan. Sehingga mengakibatkan adanya deforestasi. Salah satu poin faktor penyebab yang menarik terkait dengan fenomena deforestasi ini adalah mengenai alih fungsi lahan hutan menjadi kawasan pertambangan.
Lahan hutan ini biasanya dibabat untuk penggalian tambang
inkonvensional. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan Bangka Belitung, luas hutan yang rusak akibat penambangan dan penebangan liar sekitar 36.000 hektar dari total 120.000 hektar hutan. Hal itu disebabkan belum adanya instrumen pengendalian berupa peraturan zonasi kesesuaian lahan oleh pemerintah daerah terhadap masyarakat. Meskipun secara ekonomi pertambangan timah memberikan banyak keuntungan, akan tetapi banyak eksternalitas negatif yang seringkali tidak diperhatikan. Adanya kecenderungan konversi lahan yang melebihi batas berakibat pada hilangnya keanekaragaman hayati ini di hutan. Hal ini akan memicu kerentanan kondisi alam berupa menurunnya kualitas lahan disertai erosi, hama, dan penyakit. Selain itu, pertambangan timah juga akan mencemari unsur hara dan air yang dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah serta dapat menyebabkan kerusakan lahan di kawasan sekitar pertambangan timah. Pembukaan tambang timah oleh berbagai macam bahan kimia juga akan berdampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat.
2
Industri pertambangan timah selain mendatangkan devisa dan menyedot lapangan kerja juga hampir dipastikan akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif tersebut antara lain terjadinya gerakan tanah yang dapat menelan korban baik harta benda maupun nyawa, hilangnya daerah resapan air di daerah perbukitan, rusaknya bentang alam, pelumpuran ke dalam sungai yang dampaknya bisa sampai ke hilir, meningkatkan intensitas erosi di daerah perbukitan, jalan-jalan yang dilalui kendaraan pengangkut bahan tambang menjadi rusak, mengganggu kondisi air tanah, dan terjadinya kubangan-kubangan besar yang berisi air bila penggalian di daerah pedataran, serta mempengaruhi kehidupan sosial penduduk di sekitar lokasi penambangan (Hasibuan, 2006) disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang tata cara dan teknologi pertambangan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji mengenai perbandingan antara nilai ekonomis hutan dan kandungan di dalamnya dengan nilai ekonomi dari pertambangan timah. Dengan penelitian ini dapat diketahui seberapa besar kerugian dan keuntungan secara ekonomi dari konversi hutan menjadi
kawasan
pertambangan
timah. Sehingga
akan
menjadi
bahan
pertimbangan bagi para pengambil kebijakan untuk menentukan langkah-langkah strategis dalam agenda pembangunan.
1.2
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan dari latar belakang dilakukannya penelitian ini seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, dapat dirumuskan pertanyaan yang dapat diajukan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Berapa nilai ekonomi hutan dan nilai ekonomi kawasan pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah ? 2. Bagaimana perbandingan nilai ekonomi hutan dengan nilai ekonomi kawasan pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah ?
3
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu: 1. Menghitung nilai ekonomi hutan dan nilai ekonomi kawasan pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah. 2. Membandingkan nilai ekonomi hutan dengan nilai ekonomi kawasan pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat dicapai dengan dilakukannya penelitian ini
adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah Memberikan gambaran kepada pemerintah daerah Kabupaten Bangka Tengah mengenai dampak perubahan guna lahan hutan menjadi kawasan pertambangan timah di Kabupaten Bangka Tengah. Hasil penelitian akan menjadi masukan dalam mengambil kebijakan dan pembuatan RTRW atau RPJM yang lebih memperhatikan kelestarian lingkungan di Kabupaten Bangka Tengah.
2. Masyarakat Menjadi gambaran kepada masyarakat mengenai dampak yang terjadi karena eksploitasi lahan tambang di kawasan lindung, serta dalam perhatiannya terhadap daerah dan lingkungan. Penelitian ini juga diharapkan dapat membuka pemikiran masyarakat agar lebih kritis terkait kinerja pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan.
3. Keilmuan Perencanaan Wilayah dan Kota Menambah pengetahuan dan referensi dalam ilmu perencanaan mengenai memvaluasi suatu sektor di dalam wilayah atau kota. Selain itu dapat juga menjadi acuan dalam proses perencanaan, seperti penentuan pola ruang.
4
1.5
Batasan Penelitian Batasan atau lingkup dari penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut: 1. Fokus Fokus penelitian ini adalah untuk mengkaji mengenai perbandingan antara nilai ekonomi hutan dan kandungan di dalamnya dengan nilai ekonomi dari pertambangan timah di wilayah penelitian. 2. Lokus Wilayah amatan pada penelitian ini adalah kawasan pertambangan dan hutan di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kep. Bangka Belitung.
1.6
Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil pencarian di internet, penelitian ini belum pernah
dilakukan, tetapi terdapat beberapa penelitian yang memiliki pola yang mendekati topik dan tema penulis dengan perbedaan yang cukup mendasar antara penelitian tersebut, terutama mengenai lokasi dan metode yang digunakan. Penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
5
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti Objek Penelitian 1. Andryan Nilai Ekonomi Hutan Wikrawardana dan Perkebunan Kelapa Sawit di (2013) Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah 2.
Yanto Rochmayanto et. al. (2010)
Perubahan Kandungan Karbo dan Nilai Ekonominya Pada Konversi Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri Pulp Pelalawan Riau
Variabel Kayu, hutan sebagai pendapatan masyarakat, keanekaragaman hayati, budaya lokal masyarakat. Kandungan Karbon
Metode Penelitian Pendekatan harga pasar, benefit transfer, dan contingent valuation.
Hasil Penelitian Nilai ekonomi hutan sebesar Rp 11.000.128,71 ha/tahun dan nilai ekonomi perkebunan kelapa sawit sebesar Rp 3.347.554,32 per ha/tahun.
Biaya orputinitas dan biaya transaksi
Konversi pada hutan rawa gambut bekas tebangan dan sekunder menyebabkan penurunan kandungan karbon vegetasi masing-masing sebesar 103.53 ton/ha/tahun dan 61.02 ton/ha/tahun. Sedangkan konversi pada hutan gambut terdegradasi menyebabkan terjadinya peningkatan kandungan karbon vegetasi sebesar 22.47 ton/ha/tahun. Nilai ekonomi HTI pulp diperoleh sebesar Rp 15.561.772,30 perhektar. Nilai ekonomi karbon vegetasi berbeda untuk setiap kondisi hutan alam. Bersambung...
6
Lanjutan... No Peneliti 3. F.Alves, P.Roebelling, P.Pinto dan P.Batista -2009
4.
Fitri Nurfatriani dan Handoyo (2007)
Objek Penelitian Nilai ekonomi yang hilang dari erosi di kawasan pesisir Portugal Tengah
Nilai Ekonomi Manfaat Hidrologis Hutan DI DAS Brantas Hulu Untuk Pemanfaatan Non Komersial
Variabel Metode Penelitian Nilai ekonomi dari Benefit Transfer lahan garapan, padang rumput, keheterogenan kawasan agrikultur, hutan, belukar, ruang terbuka, lahan basah pesisir, perairan darat Manfaat Hidrologis Berdasarkan harga Hutan Lindung, pasar Pemanfaatan air untuk: Industri Sumber pembangkit tenaga listrik Air baku untuk PDAM. Pemanfaatan air untuk: Pertanian
Hasil Penelitian Nilai total ekonomi dari jasa lingkungan di zona Portugal Tengah adalah sebesar €193 juta per tahun. Nilai ekonomi yang hilang akibat dari erosi di zona Portugal Tengah diperkirakan sebesar €30 juta pada tahun 2028 dan €45 juta pada tahun 2058 Nilai ekonomi dari manfaat air non komersial WTP atas manfaat air pertanian sebesar Rp20,8 juta/petani/tahunsebesarRp5,9trilyu n/tahun. Nilai ekonomi dari manfaat air rumah tangga dengan WTP sebesar Rp641.783/orang/tahun sebesar Rp14,4 milyar/tahun. Bersambung...
7
Lanjutan... No Peneliti 5. Fitri Nurfatriani (2006)
Objek Penelitian Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian Sumberdaya Hutan
6.
Valuasi ekonomi Greenomics hutan rawa gambut Indonesia Sebangau Kalimantan -2003 Tengah
7.
Wetlands International Indonesia
Nilai ekonomi pemanfaatan lahan gambut Blok Perian
Kalimantan Programme -2000 Timur
Variabel Teknik Penilaian Sumberdaya Hutan
Metode Penelitian Hasil Penelitian Desk study dan Rangkuman berbagai studi literatur penilaian sumberdaya hutan
Nilai ekonomi kawasan Sebangau sebagai hutan rawa gambut dibandingkan dengan nilai ekonomi kawasan Sebangau sebagai kawasan hutan produksi Manfaat dari lahan gambut
-
Nilai ekonomi kawasan Sebangau secara ekologis lebih tinggi yaitu sekitar 1,6 kali lipat dari nilai penerimaan potensial kayu tersebut.
-
Nilai hasil pemanfaatan lahan gambut oleh penduduk tujuh desa di sekitar wilayah tersebut mencapai Rp. 8.669.885.457(delapan milyar enam ratus enam puluh sembilan juta delapan ratus delapan puluh lima ribu empat ratus lima puluh tujuh rupiah) per tahun Bersambung...
teknik
8
Lanjutan... No Peneliti 8. Kanchan
Chopra (1993)
Objek Penelitian Nilai ekonomi hutan dari produksi non kayu Hutan Tropical Deciduous di India
Variabel Nilai ekonomi dari kayubakar, pakan ternak, produksi hutan, konservasi tanah, daur ulang nutrisi, rekreasi dan wisata
Metode Penelitian Produktivitas, pendekatan teknologi alternatif, biaya oportunitas, eksperimen data,
Hasil Penelitian
9