23
BAB II LANDASAN TEORI A. Fatwa DSN-MUI Dewan Syariah merupakan sebuah lembaga yang berperan dalam menjamin ke-Islaman keuangan syariah di seluruh dunia. Di Indonesia, peran ini dijalankan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1998 dan dikukuhkan oleh SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep-754/MUI/II/1999 tanggal 10 Februari 1999. MUI (Majlis Ulama Indonesia) adalah wadah atau majlis yang menghimpun para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim indonesia untuk menyatukan gerak dan langkahlangkah umat islam indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu'ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air. Dalam khitah pengabdian Majelis Ulama Indonesia telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI yaitu: 1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya) 2. Sebagai pemberi fatwa (mufti) 3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al ummah) 4. Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid 5. Sebagai penegak amar ma'ruf dan nahi munkar.1 DSN (Dewan Syariah Nasional) adalah badan yang dibentuk oleh MUI yang bertugas dan memiliki kewenagan untuk menetapkan fatwa tentang produk 1
www.mui.or.id/konten/mengenai-mui/sekitartentangkami (diakses pada tanggal 24 Juni
2011)
23
24
dan jasa dalam kegiatan usaha bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, pembentukan fatwa bidang ekonomi syariah oleh DSN adalah untuk menghindari adanya perbedaan ketentuan yang dibuat oleh DPS pada masing-masing LKS. 2 Pembentukan Fatwa DSN-MUI ini terjadi karena semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah air akhir-akhir ini, dan adanya Dewan Pengawas Syariah pada setiap lembaga keuangan, dipandang perlu didirikan Dewan Syariah Nasional yang akan menampung berbagai masalah atau kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya dari masing-masing Dewan Pengawas Syariah yang ada di lembaga keuangan syariah. Pembentukan Dewan Syariah Nasional merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi atau keuangan. Dewan Syariah Nasional diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi. Dewan Syariah Nasional berperan secara pro-aktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan. Adapun tugas dan wewenang Dewan Syariah Nasional (DSN) yaitu: 1. Tugas Dewan Syariah Nasional (DSN) a. Menumbuh-kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya. b. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan. 2
Yeni Salma Barlinti, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional Dalam Sistem Hukum Nasional Di Indonesia, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010, hlm. 11.
25
c. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. d. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan. 2. Wewenang Dewan Syariah Nasional (DSN) a) Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah dimasing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait. b) Mengeluarkan
fatwa
ketentuan/peraturan
yang
yang
menjadi
dikeluarkan
oleh
landasan instansi
bagi yang
berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia. c) Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi namanama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah. d) Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri. e) Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional. f) Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.3
3
http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=55:tentang-dewansyariah-nasional&catid=39:dewan-syariah-nasional&Itemid=58 (diakses pada tanggal 11 September 2012)
26
B. Fatwa DSN No.23/DSN-MUI/III/2002 Pada Potongan Pelunasan Dalam Murabahah FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor: 23/DSNMUI/III/2002 Tentang POTONGAN PELUNASAN DALAM MURABAHAH
ْح ِن ا َّلر ِحْي ِم ٰ ْ بِ ْس ِم هللاِ ا َّلر Dewan Syari’ah Nasional setelah, Menimbang : a.
bahwa
sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga
Keuangan Syari’ah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan nasabah; b. bahwa dalam hal nasabah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS sering diminta nasabah untuk memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran tersebut; c. bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang potongan pelunasan
dalam murabahah
sebagai pedoman bagi LKS dan
masyarakat secara umum. Mengingat 1. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 275:
ِ … وٲح َّل هللاُ الْب ْيع وحَّرم … الرب
27
"…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…." 2. Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29:
َي أيُّها الَّ ِذ يْن آمنُ ْوا ال َتْ ُكلُ ْوا ا ْموال ُك ْم ب ْي ن ُك ْم ِب لْبا ِط ِل إِال أ ْن ت ُك ْون ِِتا ِ رًة ع ْن ت ر ...اض ِمْن ُك ْم “Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan
perniagaan
yang berlaku dengan sukarela di
antaramu…”. 3. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
... َي أيُّها ا لَّ ِذيْن آمنُ ْوا أ ْوفُ ْوا ِب لْ ُع ُق ْوِد “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu”. 4. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:
… وت عاونُ ْوا على ا لِِْب والتَّ ْقوى وال وت عا ونُ ْوا على ا ِإل ِْْث و ( ٢ :الع ْدوان ) املا ئدة ُ “… dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa….”
28
5. Hadist Nabi riwayat Al-Baihaqi dan Ibnu Majah dan shahihkan oleh Ibnu Hibban : 4
ِ إََِّّنا الْب ْي ُع:لى هللاُ علْي ِه وآلِِه وسلَّم قال ْ ع ْن أِ ْب سعِْي ٍد َّ اْلُ ْد ِري هنع هللا يضر أ َّن ر ُس ْول هللا ص ٍ ع ْن ت ر )اض (رواه البيهقي وابن ما جة وصححه ابن حبان Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya
jual
beli
itu
hanya
boleh dilakukan dengan
kerelaan kedua belah pihak. 6. Hadis Nabi riwayat al-Thabrani dalam al-Kabir dan al-Hakim dalam al-Mustadrak yang menyatakan bahwa hadis ini shahih sanadnya:5
ِ سمهيلع هللا ىلص ل ََّّا أمر خإرر ِاِ ب ِِ النs أن النيب ِْْ ِ َّ َّ ابن عبا ٍس ُ روى إِنك أمرت خإررا ِجنا ولنا على النَّا س, اي نيب هللا: فقا لُوا,س منهم ٌ جاءه ان ض ُع ْوا وت ع َّجلُ ْوا:سمهيلع هللا ىلصs فقا ل رسول هللا,ُديُ ْو ٌن مل َِت َّل )(رواه الطبين وا حلا كم يف املستد رك و صححه Ibnu
Abbas
meriwayatkan
bahwa
Nabi
Saw.
ketika beliau
memerintahkan untuk mengusir Bani Nadhir, datanglah beberapa orang
4
dari
mereka
seraya mengatakan: “Wahai Nabiyallah,
Fatwa DSN (Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Jilid II, ‘Isa Al-Bab Al-Halaby wa Syarakah, tt, hlm. 737). 5 Fatwa DSN
29
sesungguhnya Engkau telah memerintahkan untuk mengusir kami sementara kami mempunyai piutang pada orang-orang yang belum jatuh tempo” Maka Rasulullah saw berkata: “Berilah keringanan dan tagihlah lebih cepat”. Dalam hadis lain riwayat Bukhori Muslim dalam Al-Mustadrak:6
سمهيلع هللا ىلص ان خيرِ بىنs عن ابن عبا س رضى هللا عنهَّا قال ملا اراد رسول هللا النِْ قالوا اي ر سو ل هللا إنك امرت بررا جنا ولنا على النا س ديون مل .َتل قال ضعوا وتعجلوا 7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf: 7
ِ ِِ صْل ًحا حَّرم حًَال أ ْو أح َّل حر ًاما ُّ ُ الصْل ُح جائٌز ب ْي الْ َُّ ْسلَّ ْي إِال ِ والَّْسلَِّون على ُشر وط ِه ْم إِال ش ْرطًا حَّرم حَالً أ ْو اح َّل حر ًاما ُ ُْ ُ “Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram;
dan
kaum
musliminterikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan
yang
halal
atau
menghalalkan yang haram.”
6
Al-Mustadrak, Al-Mustadrak ‘Ala shahihaini Fil hadis, Jilid II, Talkhis Al-Mustadrak, tt, hlm. 52. 7 Op. Cit., hlm. 788.
30
8. Kaidah fiqh:
ص ُل ِِف الْ َُّعا مَ ِت ِاإلْب حةُ إِالَّ أ ْن ي ُد َّل دلِْي ٌل على َْت ِرْْيِها ْ األ “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Memperhatikan 1. Surat dari pimpinan Unit Usaha Syariah Bank BNI Nomor: UUS/2/878 tahun 2002. 2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423 H./ 28 Maret 2002 MEMUTUSKAN FATWA TENTANG POTONGAN PELUNASAN DALAM MURABAHAH Ketentuan Umum 1.
Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad
2. Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan LKS. Jakarta, 28 Maret 2002
31
C. Pengertian Pembiayaan Murabahah Murabahah, secara bahasa murabahah merupakan bentuk mutual (saling) dari kata ribh yang artinya keuntungan, yakni pertambahan nilai modal atau saling mendapatkan keuntungan. Sedangkan menurut terminologi ilmu fiqih, murabahah adalah menjual dengan modal asli bersama tambahahn keuntungan yang jelas.8 Dan juga penjual harus memberikan semua informasi yang terkait biaya kepada pembeli. 9 Murabahah dalam konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjualan dalam murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut, dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai tersebut, keuntungan tersebut bisa berupa lump sum atau berdasarkan persentase. Dengan kata lain bahwa prinsip murabahah ini adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahahan keuntungan yang disepakati.10 Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa yang membedakan murabahah dengan penjualan yang biasa kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya. Dalam teknis perbankan, murabahah adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia barang (penjual) dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Melalui akad murabahah, nasabah dapat memenuhi
8
Muhammad Suyanto, Muhammad Business Strategi dan Ethics,Yogyakarta: CV Andi Offset, 2008, hlm.247. 9 Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2009, hlm. 333. 10 Soetanto Hadinoto dan Djoko Retnadi, Micro Credit Challenge: Cara Efektif Mengatasi kemiskinan dan Pengangguran, Jakarta: PT Elex Media komputindo, 2007, hlm. 177.
32
kebutuhannya untuk memperoleh dan memiliki barang yang dibutuhkan tanpa harus menyediakan uang tunai lebih dulu. Dengan kata lain nasabah telah memperoleh pembiayaan dari bank untuk pengadaan barang tersebut.11 Karena pembiayaan murabahah ini merupakan pembiayaan yang memposisikan nasabah sebagai pembeli dan bank sebagai penjual. Maka secara operasional pembiayaan murabahah ini murni menggunakan rukun dan syarat jual beli, dimana terdapat beberapa hal yang harus ada dalam transaksi jual beli tersebut. Harus ada penjual, pembeli, objek yang diperjual belikan, ada ijab dan qabul serta ada akad yang menyertai perjanjian jual beli ini. Muarabahah juga salah satu produk pembiayaan perbankan syariah yang memiliki skema pembiayaan dengan metode jual beli seperti dalam kredit pemilikan rumah. Yaitu bank akan membeli rumah yang diminta nasabah lantas menjualnya kembali kepada nasabah, kemudian nasabah membayar kepada bank dengan cara cicilan atau sekaligus di akhir waktu kesepakatan pelunasan. Besarnya cicilan adalah tetap, tidak berubah sampai masa pembayaran berakhir. Dengan hal
tersebut maka menjadi lebih jelas bahwa murabahah
bukanlah sebuah transaksi keuangan murni karena nasabah tidak menerima uang dari bank syariah, namun berupa aset nyata yaitu rumah. Dalam murabahah, pihak bank syariah berhak mengambil keuntungan dengan marjin tertentu dan dengan sepengetahuan nasabah. Besarnya keuntungan tersebut
11
28.
Zainul arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syaria,Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005, hlm.
33
akan ikut menentukan berapa jumlah angsuran yang harus dibayarkan oleh nasabah. 12 Transaksi murabahah merupakan salah satu skim pembiayaan yang banyak digunakan oleh kalangan perbankan syari’ah yang menempati prosentase paling besar yaitu sekitar 70-80% dari semua produk pembiayaan yang memang untuk memenuhi kebutuhan nasabah. Selain mudah diaplikasikan, skim ini tergolong aman bagi bank dan lebih mudah dalam melakukan analisa persetujuan pembiayaan. Untuk nasabah consumer individual dengan penghasilan tetap Bank hanya tinggal menganalisa faktor 5C (Capital, Character, Collateral, Condition of economy, Competence) tanpa perlu melakukan penghitungan yang lebih dalam walaupun dengan tetap memegang teguh prinsip kehati-hatian (prudent). Disamping dari kelebihan tersebut, akad murabahah juga memiliki kekurangan,
yaitu margin keuntungan harus dibayar penuh sesuai
kesepakatan diawal akad meskipun pembiayaan murabahah sudah dilunasi sebelum masa jatuh tempo. Namun akad Murabahah ini banyak dipakai karena kelenturan dan keluwesan dari akad ini yang tidak mengandung banyak resiko, dan mudah dalam perhitungannya.
12
Taufik Hidayat, Buku Pintar Investasi Syariah, Penyunting: Jarot Setyaji, Cet. I, Jakarta: MediaKita, 2011, hlm. 166.
34
D. Landasan Hukum Pembiayaan Murabahah 1. Al-Quran, Al-Hadits, Ijma’ 1) Al-Quran a. QS. An-Nisa’:29
ِ َي أيُّها الَّ ِذين آمنُوا الَتْ ُكلُوا أموال ُكم ب ي ن ُكم ِبلْب اط ِل إِالَّ أ ْن ت ُك ْون ِِتارةً ع ْن ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ٍ تر اض ِمْن ُك ْم Artinya: “ hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan hak sesamamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”. b. QS. al-Baqarah : 280
...ٍوإِ ْن كان ذُ ْو ُع ْسرةٍ ف ن ِظرةٌ إَِل مْيسرة “Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan…” 2) Al-Hadits 13
إَِِّنا:اْلُ ْد ِري هنع هللا يضر أ َّن ر ُس ْول هللاِ صلَّى هللاُ علْي ِه وآلِِه وسلَّم قال ْ ع ْن أِ ْب سعِْي ٍد ٍ الْب ْي ُع ع ْن ت ر ( ) رواه البيهقي وابن ماجه وصححه ابن حبان،اض Artinya:
13
Ibnu Majah, Loc. Cit.
35
Dari
Abu
Sa’id
Al-Khudri
bahwa
Rasulullah
SAW
bersabda,
"Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka". (HR. alBaihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban). 14
،ُ والْ َُّقارضة، الْب ْي ُع إَِل أج ٍل:ُث فِْي ِه َّن الْب ركة ٌ َ ث:َّيب صلَّى هللاُ علْي ِه وآلِِه وسلَّم قال َّ ِأ َّن الن ِ ط الْب ِر ِبلشَّعِ ِْ لِْلب ي )ت ال لِْلب ْي ِع (رواه ابن ماجه عن صهيب ْ ْ ُ ُ ورْل Artinya: Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah SAW barsabda: ”Tiga perkara didalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”, (HR. Ibnu Majah). 3) Ijma’ Para ulama telah bersepakat mengenai kehalalan jual beli sebagai transaksi riil yang sangat dianjurkan dan merupakan sunah Rasulullah. Umat islam telah berkonsensus tentang keabsahan jual beli, karena manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang dihasilkan dan dimiliki oleh orang lain. Oleh karena itu jual beli adalah salah satu jalan untuk mendapatkannya secara sah. Dengan demikian maka mudahlah bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya. 15
2. Fatwa DSN 14
Ibnu Majah, Op.Cit., hlm. 768. Muhammad, Sistem dan Prosedur Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta, cet ke-3 UII Press, 2003, hlm.21 15
36
Ada beberapa Fatwa DSN-MUI yang mengatur tentang murabahah yaitu : a. Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) NO.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah b. Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) NO.13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka dalam Murabahah c. Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) NO.16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah d. Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) NO.23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan dalam Murabahah
E. Pembiayaan Murabahah 1) Jenis dan Macam Pembiayaan Murabahah 16 Gambar 2.1 Tanpa Pesanan murabahah
Tidak Mengikat Mengikat
JENIS jenis
Berdasarkan Pesanan Cara Pembayaran Tunai
Tidak Mengikat
Tangguh
Secara singkat jenis dan macam Akad Murabahah dapat dijelaskan sebagai berikut: ada dua jenis akad murabahah yaitu pertama, murabahah tanpa pesanan yang bersifat tidak mengikat. Kedua, murabahah berdasarkan pesanan yang bersifat mengikat dan tidak mengikat. Sedangkan untuk cara pembayarannya dapat dilakukan secara tunai atau tangguh.
16
Wiroso, Murabahah, Yogyakarta: Uii Press, 2005, hlm.37.
37
Murabahah tanpa Pesanan yaitu penjual melakukan pembelian barang tanpa memperhatikan ada pemesanan dari pembeli. Secara singkat Akad Murabahah tanpa pesanan dapat digambarkan sebagai berikut: Skema Murabahah Tanpa Pesanan 17 Gambar 22 Barang (Mabi)
Penjual (Ba’i)
Akad Murabahah
Pembeli (musytari)
Cost + Margin
Murabahah berdasarkan Pesanan yaitu, dimana bank (penjual) melakukan pembelian atas aset yang pasti setelah ada pemesanan dari nasabah (pembeli) dan berjanji membeli aset yang sama senilai biaya ditambah marjin keuntungan bank.18 Secara singkat akad murabahah dengan pesanan dapat digambarkan sebagai berikut:
Skema Murabahah Dengan Pesanan 19 Gambar 2.3 Negosiasi Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah Di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2008, hlm.163. Muhammad Ayub, Op.Cit., hlm. 162. 19 Sri Nurhayati, Loc.Cit. 17 18
Akad Jual Beli Penjual
Pembeli Bayar
38
2) Rukun dan Syarat Pembiayaan Murabahah a. Penjual dan Pembeli Pelaku cakap hukum dan baligh (berakal dan dapat membedakan mana yang baik dan tidak baik), sehingga jual beli dengan orang gila menjadi tidak sah sedangkan jual beli dengan anak kecil dianggap sah, apabila seizin walinya. b. Objek Jual Beli 1. Barang yang diperjualbelikan adalah barang halal. “sesungguhnya Allah mengharamkan menjualbelikan khamar, bangkai, babi, patung-patung”. (HR. Bukhari Muslim). 2. Barang yang diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya atau memiliki nilai. 3. Barang tersebut dimiliki oleh penjual “janganlah seorang menjual barang yang telah dijual... “. (HR. Bukhari Muslim).
39
4. Barang tersebut dapat diserahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu dimasa depan. 5. Barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat diidentifikasikan oleh pembeli sehingga tidak ada gharar (ketidakpastian). 6. Barang tersebut dapat diketahui kuantitasnya dengan jelas. 7. Barang tersebut dapat diketahui kualitasnya dengan jelas sehingga tidak ada gharar. 8. Harga barang tersebut jelas. 9. Barang yang diakadkan secra fisik ada ditangan penjual. c. Adanya Harga Yang Di Sepakati Yaitu besarnya harga atas barang yang diperjualbelikan dimana harga tersebut disepakati oleh kedua belah pihak yaitu pihak bank (penjual) dan nasabah (pembeli). d. Ijab Qabul Pernyataan dan ekspresi saling ridho atau rela diantara pihakpihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.20
3) prosedur Pembiayaan Murabahah
20
Ibid., hlm. 167.
40
Setiap bank mempunyai cara tersendiri tentang pengajuan dan penyelesaian permintaan kredit (pembiayaan). Pada umumnya prosedur tersebut dapat dibagi dalam beberapa tahap: Skema Pembiayaan Murabahah Gambar 2.4 1. Negosiasi dan Persyaratan 2. Akad Jual Beli Bank
Nasabah 6. Bayar Penjual Supplier 3. Beli
4. Kirim
5. Terima Barang dan Dokumen
Penjelasan Skema Murabahah 1. Bank dan nasabah melakukan negosiasi dan persyaratan tentang pembiayaan murabahah yang akan dilakukan 2. Bank dan nasabah melakukan akad pembiayaan jual beli atas suatu barang, dalam akad ini bank bertindak sebagai penjual dan nasabah berlaku sebagai pembeli. 3. Bank melakukan pembelian barang yang diingginkan nasabah dari supplier atau penjual dan dibayar secara tunai. 4. Barang yang telah dibeli bank dikirim oleh supplier kepada nasabah. 5. Nasabah menerima barang yang dibeli
41
6. Atas barang yang dibelinya, nasabah membayar kewajiban kepada bank secara angsuran selama jangka waktu tertentu.21 4) Ketentuan-Ketentuan Dalam Pembiayaan Murabahah Murabahah bukan merupakan jasa pada perbankan, namun merupakan transaksi perdagangan. Sesuai dengan standar akuntansi keuangan, dalam transaksi murabahah harus dilakukan dengan: 1. Memberitahukan harga pertama (harga pembelian) Pembeli kedua hendaknya mengetahui harga pembelian karena hal itu syarat sahnya transaksi jual beli. Syarat ini meliputi semua transaksi yang terkait dengan murabahah, seperti pelimpahan wewenang
(tauliyah),
kerja
sama
((isyrak)
dan
kerugian
(wadhi’ah), karena semua transaksi ini berdasar pada harga pertama yang merupakan modal. 2. Mengetahui besarnya keuntungan, Mengetahui jumlah keuntungan adalah keharusan, karena ia merupakan bagian dari harga (tsaman), sedangkan mengetahui harga adalah syrat sahnya jual beli. 3. Modal hendaklah berupa komoditas yang memiliki kesamaan dan sejenis, seperti benda-benda yang ditakar, ditimbang dan dihitung. 4. Sistem murabahah dalam harta riba hendaknya tidak menisbatkan riba tersebut terhadap harga pertama, Seperti membeli barang yang ditakar atau ditimbang dengan harga sejenis dengan takaran yang sama, maka tidak boleh menjualnya dengan sistem murabahah.
21
Yusak Laksmana, Tanya Jawab Cara Mudah Mendapatkan Pembiayaan di Bank Syariah,Jakarta: Elex Media, 2009, hlm. 46.
42
5. Transaksi pertama haruslah sah secra syara’. Jika transaksi pertama tidak sah, maka tidak boleh dilakukan jual beli secara murabahah, karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama disertai tambahan keuntungan dan hak milik jual beli yang tidak sah ditetapkan dengan nilai barang atau dengan barang yang semisal bukan dengan harga, karena tidak benarnya penamaan. 22 6. Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual kepada nasabah (pembeli) 7. Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang nasabah, antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank. 8. Pada saat perolehan aktiva yang diperoleh dengan tujuan untuk dijual kembali dalam murabahah diakui sebagai aktiva murabahah sebesar biaya perolehan. 23 9. Dalam murabahah pesanan mengikat, pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah yang telah dibeli oleh penjual, dalam murabahah pesanan mengikat, mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad. 10. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 11. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam. 22
Wiroso, Op.Cit., hlm.17-18. Djoko Muljono, Tax Plannin: Menyiasati Pajak Dengan Bijak, Yogyakarta: CV Andi Offset, 2009, hlm. 58. 23
43
12. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 13. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 14. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepaki. 15. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 16. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.
F. Potongan Pelunasan Pada Pembiayaan Murabahah 1. Sistem Pembayaran Pembiayaan Murabahah Pembayaran atas akad murabahah (jual beli) yaitu dengan cara pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama yang dapat dilakukan secara tunai atau tangguh (Bai’Mu’ajjal). Pembayaran tunai yaitu pembayaran yang dilakukan saat itu juga atau saat barang itu diterima, sedangkan pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat barang diserahkan kepada pembeli, tetapi pembayaran dilakukan secara angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu.
44
Melalui
akad
murabahah,
nasabah
dapat
memenuhi
kebutuhannya untuk memperoleh dan memiliki barang yang dibutuhkan tanpa harus menyediakan uang tunai lebih dulu. Dengan kata lain, nasabah telah memperoleh pembiayaan dari bank untuk pengadaan barang tersebut.24 Akad murabahah memperkenankan penawaran harga yang berbeda untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan. Namun jika akad tersebut telah disepakati, maka hanya ada satu harga (harga dalam akad) yang digunakan, dalam Pembayaran juga sesuai dengan kebijakan bank yang bersangkutan. Selama akad belum berakhir maka harga jual-beli tidak boleh berubah.
Apabila terjadi
perubahan maka akad tersebut menjadi batal. Dalam prakteknya nasabah yang memesan untuk membeli barang menunjuk pemasok yang telah diketahuinya menyediakan barang dengan spesifikasi dan harga yang sesuai dengan keinginannya, atas dasar itu bank melakukan pembelian secara tunai dari pemasok yang di kehendaki oleh nasabahnya, kemudian menjualnya secara tangguh kepada nasabah yang bersangkutan. Melalui akad murabahah, nasabah dapat memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh dan memiliki barang yang dibutuhkan tanpa harus menyediakan uang tunai lebih dulu. Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat barang diserahkan kepada pembeli tetapi pembayaran
24
Muhammad Syafi’i Antonio, Op.Cit., hlm.28
45
dilakukan dalam bentuk angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Nasabah dalam melunasi pinjamannya dilakukan dengan cara angsuran, (sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSNMUI/IV/2000 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/31/DPbS tentang Produk bank Syariah dan Unit Usaha Syariah) tentunya hal ini memberikan keringanan kepada nasabah. Sehingga diharapkan dengan diberikannya pelayanan oleh bank, nasabah dapat meningkatkan kesejahteraannya.
2. Ilustrasi Pembayaran Pembiayaan Murabahah dengan Tangguh (cicilan) Dalam perhitungan pembayaran kredit dengan akad murabahah, keuntungan Bank disepakati terlebih dahulu antara nasabah (pembeli) dengan bank (penjual), keuntungan tersebut biasa di sebut margin atau tambahan. Dalam istilah teknis perbankan syari’ah, murabahah ini diartikan sebagai suatu perjanjian yang disepakati antara Bank Syariah dengan nasabah, dimana Bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank + margin keuntungan) pada waktu yang ditetapkan. Jadi, keuntungan bank telah disepakati oleh pihak Bank dan nasabah.
46
Untuk lebih jelasnya berikut contoh perhitungan pembiayaan murabahah dengan pembayaran secara tangguh (cicilan) : Investasi
Rp 20.000.000,00
Pembayaran Sendiri
Rp 5.000.000,00 _
Pembiayaan Bank Rp 15.000.000,00 Margin/tahun disepakati 10% Jangka waktu 5 tahun (60 bulan) Total margin (Rp 15.000.000 x 5 thn x 10%) = Rp 7.500.000,00 Harga jual bank (Rp 15.000.000 + Rp 7.500.000) = Rp 22.500.000,00 Angsuran/ bulan (Rp 22.500.000 : 60bulan) = Rp 375.000,00 Dari contoh berhitungan diatas nasabah yang mengajukan pembiayaan murabahah sebesar Rp. 15.000.000,00 harus mengangsur tiap bulannya kepada bank sebesar Rp. 375.000,00 selama 5 tahun (60 bulan).
3.
Potongan Pelunasan Dalam Murabahah Potongan
pelunasan
dalam
pembiayaan
murabahah
ini
merupakan potongan yang diberikan oleh bank (penjual) kepada nasabah (pembeli) atas pelunasan pembayaran yang dilakukan tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati. Karena bagaimanapun juga mempercepat pembayaran itu dianjurkan dalam islam dan sebaliknya menunda pembayaran itu suatu kezaliman sebagaimana hadits berikut :
47
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. :25
…مطْ ُل الْغ ِِِ ظُْل ٌم... Artinya : “...Menunda-nunda waktu pembayaran utang seseorang (padahal dia mampu membayarnya) adalah perbuatan zalim…” Adanya potongan pelunasan ini merupakan kebijakan masing-masing perbankan, namun untuk besarnya potongan pelunasan itu sendiri pihak bank mempunyai beberapa pertimbangan yang sesuai dengan aturan dan keputusan internal perusahaan. ketentuan potongan pelunasan pada murabahah adalah sebagai berikut a) Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS (Lembaga Keuangan Syariah) boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad. b) Besar potongan sebagaimana dimaksud diatas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan LKS (Lembaga Keuangan Syariah). 26 Bagi pihak bank sendiri biasanya potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli yang melunasi secara tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah. Potongan angsuran murabahah diakui sebagai berikut : 25
Al-Hafizh Zaki Al-Din ‘Abd Al-‘Azhim Al-Munziri, Terj. Syinqithy Djamaluddin dan H.M. Mochtar Zoerni, Ringkasan Shahih Muslim, Cet. II, Bandung : Penerbit Mizan, 2004, hlm. 522. 26 Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010, hlm. 536.
48
1) Jika disebabkan oleh pembeli yang membayar dengan cara tepat waktu, maka diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah. 2) Jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran pembeli, maka diakui sebagai beban.27 Dalam praktek perbankan, Jika dalam transaksi murabahah terdapat pelunasan dini dari nasabah dan terdapat pemberian potongan oleh bank maka apabila potongan diberikan, yaitu: a. Pada saat pelunasan piutang murabahah, potongan tersebut langsung akan mengurangi pendapatan marjin murabahah. b. Setelah pelunasan piutang murabahah, potongan tersebut diakui sebagai potongan pelunasan dan disajikan sebagai pos lawan “ pendapatan marjin murabahah” dalam laporan laba rugi. 28
27
Standar Akuntansi Keuangan, Ikatan Akuntansi Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2004, hlm.102. 5) 28 Wiroso, Op.Cit., hlm.101.