KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR: 170/SK-25/244/01/1999 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUTAI Menimbang : bahwa Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kutai yang ditetapkan dalam Keputursan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kutai Nomor: 170/SK-08/107/01/1997, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, karena itu perlu ditinjau kembali. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan UndangUndang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara
Tahun 1953 Nomor 9)
sebagai Undang-Undang; 2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 24 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3811);
© HuMa 2003
3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839); 4. Keputusan Presiden Nomor 76 Tahun 1999 tentang Tatacara Pencalonan Anggota DPR, DPRD I (Propinsi), dan DPRD II (Kabupaten/Kota) dari Angakatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 122); 5. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 1999 tentang Tata cara Pencalonan Anggota DPR, DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II Dalam Pemilihan Umum Tahun 1999. 6. Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jumlah Kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II unuk Tiap Daerah Pemilihan Dalam Pemilu 1999 Jo. Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 82 Tahun 1999 tentang Perubahan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 42 Tahun 1999. 7. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 8. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatacara Peresmian Keanggotaan dan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; 9. Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur Nomor: 171.2.3-9482, tanggal 12 Agustus 1999 tentang Peresmian Keanggotaan DPRD Kabupaten Kutai; 10.Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai Nomor 4 Tahun 1992 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai.
© HuMa 2003
Memperhatikan: Keputusan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kutai pada Sidang Paripurna Ke II Masa Sidang II Tahun Persidangan 1999/2000. MEMUTUSKAN Menetapkan: PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUTAI BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: a.
Pemerintah adalah Perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Majelis.
b.
Daerah otonom selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas Daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c.
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
d.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kutai, selanjutnya disebut DPRD.
e.
Pimpinan DPRD adalah Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kutai, bersifat Kolektif terdiri atas seorang Ketua dan 3 (tiga) orang Wakil Ketua, yang mencerminkan Fraksi-fraksi.
f.
Kepala Daerah adalah Bupati Kabupaten Kutai.
g.
Wakil Kepala Daerah adalah Wakil Bupati Kabupaten Kutai.
h.
Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Propinsi Kalimantan Timur.
© HuMa 2003
i.
Ketua Pengadilan Negeri adalah Ketua Pengadilan Negeri Tenggarong. BAB II KEDUDUKAN, SUSUNAN, TUGAS, WEWENANG, HAK DAN KEWAJIBAN DPRD Bagian Pertama Kedudukan, Susunan, Tugas, Wewenang, Hak dan Kewajiban DPRD Pasal 2
1.
DPRD sebagai Lembaga Perwakilan Rakyat di Daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila.
2.
DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah.
Pasal 3 1.
DPRD yang jumlah anggotanya sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku terdiri atas anggota Partai Politik hasil Pemilihan Umum dan anggota ABRI yang diangkat.
2.
Alat kelengkapan DPRD terdiri atas Pimpinan, Komisi-Komisi dan Panitia-Panitia.
3.
DPRD membentuk fraksi-fraksi yang bukan alat kelengkapan DPRD.
Pasal 4 DPRD mempunyai tugas dan wewenang: a.
Memilih Bupati dan Wakil Bupati.
b.
Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Bupati/Wakil Bupati.
c.
Bersama dengan Bupati menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
d.
Bersama dengan Bupati membentuk Peraturan Daerah.
e.
Melaksanakan pengawasan terhadap: 1.
Pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Perundang-undangan lain. © HuMa 2003
2.
Pelaksanaan Peraturan-peraturan dan Keputusan Bupati.
3.
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
4.
Kebijakan
Pemerintah
Daerah
yang
disesuaikan
dengan
Pola
Dasar
Pembangunan Daerah. 5. a.
Pelaksanaan Kerjasama Internasional di Daerah.
Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah terhadap rencana Perjanjian Internasional yang menyangkut kepentingan Daerah dan;
b.
Menampung dan menindaklanjuti aspirasi Daerah dan masyarakat. Pasal 5
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang
sebagai dimaksud Pasal 4 DPRD
berkewajiban: a.
Mempertahankan, dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.
Mengamalkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, serta menaati segala Peraturan perundang-undangan.
c.
Membina Demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
d.
Meningkatkan kesejahteraan rakyat di Daerah berdasarkan demokrasi ekonomi.
e.
Memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan pengaduan masyarakat, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya. Bagian Kedua Hak-Hak DPRD Pasal 6
1.
Untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud Pasal 4, DPRD mempunyai hak sebagai berikut: a.
Meminta pertanggung jawaban Bupati.
b.
Meminta keterangan kepada Pemerintah Daerah.
c.
Mengadakan penyelidikan.
d.
Mengadakan perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah.
e.
Mengajukan pernyataan pendapatan.
© HuMa 2003
2.
f.
Mengajukan Rancangan peraturan Daerah.
g.
Menentukan Anggaran Belanja DPRD.
h.
Menetapkan Peraturan Tata tertib DPRD.
Dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, atau Warga Masyarakatnya untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintahan, dan pembangunan.
3.
Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, atau Warga Masyarakat yang menolak permintaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun karena merendahkan martabat dan kehormatan DPRD.
Pasal 7 Selain hak-hak sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal 6 Anggota DPRD mempunyai Mengajukan Pertanyaan, Hak Protokoler dan Hak Keuangan/Administrasi, yang pelaksanaannya diatur berdasarkan ketentuan yang berlaku. Paragraf 1 Hak Meminta Pertanggung Jawaban Bupati Pasal 8 1.
Dalam menjalankan tugas dan kewenangan selaku Kepala Daerah, Bupati bertanggung jawab kepada DPRD.
2.
Kepala Daerah wajib menyampaikan pertanggung jawabannya kepada DPRD pada setiap akhir tahun anggaran yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD.
3.
Pertanggung jawaban Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinilai oleh DPRD dan diambil Keputusan untuk dapat diterima jika disetujui oleh sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
© HuMa 2003
4.
Pertanggung jawaban Kepala Daerah dapat ditolak oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Anggota DPRD yang hadir.
Pasal 9 1.
Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Kepala Daerah segera melengkapi dan atau menyempurnakan serta menyampaikan kembali kepada DPRD.
2.
Apabila pertanggung jawaban Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak untuk kedua kalinya, maka kasusnya harus dibawa ke acara dengar pendapat untuk meminta penilaian publik dari para ahli yang berkompeten menilai kasus yang dirujuk oleh DPRD sebagai alasan penolakannya.
3.
Jika hasil penilaian yang dimaksud pada ayat (2) menyimpulkan bahwa Kepala Daerah sungguh-sungguh telah melakukan kesalahan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, maka DPRD dapat mengusulkan pemberhentian Kepala Daerah yang bersangkutan kepada Presiden dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Keputusan ini.
Paragraf 2 Hak Meminta Keterangan Kepada Pemerintah Daerah
Pasal 10 1.
Seorang Anggota DPRD dapat mengajukan usul kepada DPRD untuk meminta keterangan kepada pemerintah Daerah tentang sesuatu kebijaksanaan Pemerintah Daerah.
2.
Usul sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, disampaikan kepada Pimpinan DPRD, disusun secara singkat, jelas dan ditanda tangani oleh pengusul.
3.
Usul sebagaimana ayat (2) Pasal ini, diberikan nomor pokok oleh Sekretariat DPRD.
© HuMa 2003
4.
Usul meminta keterangan tersebut oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD setelah mendapatkan pertimbangan dari Panitia Musyawarah.
5.
Dalam Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud ayat (4) Pasal ini, para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan dengan lisan atas usul permintaan keterangan tersebut.
6.
Pembicaraan mengenai sesuatu usul meminta keterangan dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada:
7.
a.
Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan.
b.
Pengusul memberikan jawaban atas pandangan para Anggota DPRD.
Keputusan atas usul permintaan keterangan kepada Pemerintah Daerah dapat disetujui atau ditolak dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna itu atau Rapat Paripurna yang lain.
8.
Apabila usul permintaan keterangan kepada Pemerintah Daerah disetujui sebagai permintaan keterangan DPRD, maka permintaan keterangan tersebut dikirimkan kepada Pemerintah Daerah dan Pemerintah Daerah memberikan keterangan.
9.
Dalam pemberian keterangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud ayat (8) pasal ini, diadakan pembicaraan dengan memberikan kesempatan kepada pengusul maupun Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan.
10. Atas pandangan pengusul dan para Anggota DPRD lainnya Pemerintah Daerah memberikan jawaban. 11. Atas usul seorang Anggota, DPRD dapat menyatakan pendapatnya terhadap jawaban tersebut. 12. Untuk keperluan sebagaimana dimaksud ayat (11) Pasal ini, dapat diajukan usul pernyataan pendapat yang diselesaikan menurut ketentuan dalam Pasal 13. 13. Jika sesudah jawaban Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, tidak diajukan sesuatu usul pernyataan pendapat, maka pembicaraan mengenai keterangan Pemerintah Daerah seperti pada ayat (9) dinyatakan selesai oleh DPRD.
© HuMa 2003
Paragraf 3 Hak Mengadakan Penyelidikan
Pasal 11 Hak untuk mengadakan penyelidikan, pelaksanaannya berpedoman pada hasil musyawarah yang dituangkan dalam Keputusan DPRD.
Paragraf 4 Hak Mengadakan Perubahan Rancangan Peraturan Daerah
Pasal 12 1.
Setiap Anggota dapat mengajukan usul perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah.
2.
Pokok-pokok usul perubahan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini disampaikan dalam Pemandangan umum para anggota pada pembicaraan tahap II.
3.
Usul perubahan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini disampaikan oleh anggota dalam pembicaraan tahap III untuk dibahas dan diambil Keputusan.
Paragraf 5 Hak Mengajukan Pernyataan Pendapat
Pasal 13 1.
Sekurang-kurangnya seorang anggota DPRD dapat mengajukan usul pernyataan pendapat.
2.
Usul pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, serta penjelasannya disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD, dengan disertai daftar nama dan tanda tangan Pengusul serta Fraksinya. © HuMa 2003
3.
Usul sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini, diberi nomor pokok oleh Sekretariat DPRD.
4.
Usul pernyataan pendapat tersebut oleh Pimpinan DPRD disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Panitia Musyawarah.
5.
Dalam Rapat Paripurna DPRD sebagaimana dimaksud ayat (4) Pasal ini, para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul pernyataan pendapat tersebut.
6.
Pembicaraan mengenai sesuatu usul pernyataan pendapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada: a.
Anggota-anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan.
b.
Pemerintah Daerah untuk menyatakan pendapat.
c.
Pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota dan pendapat Pemerintah Daerah.
7.
Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul pernyataan pendapat tersebut menjadi pernyataan pendapat DPRD.
Paragraf 6 Hak Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah
Pasal 14 1.
Sekurang-kurangnya lima orang anggota yang tidak hanya terdiri satu Fraksi dapat mengajukan usul (prakarsa) Rancangan Peraturan Daerah.
2.
Usul Rancangan Peraturan Daerah dimaksud ayat (1) Pasal ini, disampaikan kepada Pimpinan DPRD disertai penjelasan secara tertulis.
3.
Usul Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini, diberi nomor pokok oleh Sekretariat DPRD.
© HuMa 2003
4.
Usul Rancangan Peraturan Daerah tersebut oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD, seterlah mendapat pertimbangan dari Panitia Musyawarah.
5.
Dalam Rapat Paripurna, para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini.
6.
Pembicaraan mengenaik sesuatu usul Rancangan Peraturan Daerah dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada: a.
Anggota DPRD lainnya memberikan pandangan;
b.
Pemerintah Daerah memberikan pendapat;
c.
Para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota dan pendapat Pemerintah Daerah.
7.
Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD yang menerima atau menolak Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah.
8.
Tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah atas prakarsa DPRD mengikuti ketentuan yang berlaku dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah atas usul Pemerintah Daerah.
9.
Selama usul Rancangan Peraturan Daerah belum diputuskan menjadi Prakarsa Dewan, para pengusul berhak mengajukan perubahan atau mencabutnya kembali.
Paragraf 7 Hak Menentukan Anggaran Belanja DPRD Pasal 15 7.
DPRD dalam melaksanakan fungsinya disediakan pembiayaan yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
8.
DPRD beserta Sekretaris DPRD menyusun rencana Anggaran Belanja DPRD setiap Tahun Anggaran.
9.
Jenis Belanja DPRD sebagaimana dimaksud ayat (2) disesuaikan dengan ketentuan Kedudukan Keuangan DPRD yang akan diatur tersendiri.
© HuMa 2003
10. Hak untuk menentukan Anggaran Belanja DPRD pelaksanaannya berpedoman pada hasil musyawarah yang dituangkan dalam Keputusan DPRD.
Paragraf 8 Hak Mengajukan Pertanyaan bagi Masing-masing Anggota
Pasal 16 1.
Setiap Anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Daerah.
2.
Pertanyaan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini disusun singkat, jelas dan tertulis disampaikan kepada Pimpinan DPRD.
3.
Pimpinan DPRD dapat memusyawarahkan dengan penanya tentang bentuk dan isi pertanyaan.
4.
Pimpinan DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Panitiaa Musyawarah meneruskan pertanyaan sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini kepada Pemerintah Daerah.
5.
Jawaban atas pertanyaan dimaksud oleh Pemerintah Daerah disampaikan secara tertulis.
6.
Penanya dapat meminta supaya pertanyaan dijawab lisan.
Apabila Pemerintah
Daerah memenuhi permintaan dimaksud, maka penanya dlam rapat yang ditentukan untuk membicarakan pertanyaan dapat mengemukakan lagi dengan singkat penjelasan tentang pertanyaan supaya Pemerintah Daerah dapat memberikan keterangan yang jelas.
BAB III KEANGGOTAAN DPRD
© HuMa 2003
Pasal 17 1.
Anggota DPRD adalah mereka yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 dan diresmikan keanggotaannya serta telah diambil sumpah/janji berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
2.
Pengambilan sumpah/janji anggota DPRD dilakukan dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD.
3.
Anggota DPRD yang belum diambil sumpah/janji sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, dan anggota PRD pengganti antar waktu diambil sumpah/janji oleh Ketua atau anggota Pimpinan lainnya dalam Rapat Paripurna DPRD.
4.
Bunyi sumpah/janji bagi anggota DPRD sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) pasal ini, sebagai berikut: “Demi Allah (Tuhan saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota (Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang-Undang Dasar 1945 serta Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Bahwa saya akan menegakkan kehidupan Demokrasi serta berbakti kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 18 Masa keanggotaan DPRD adalah 5 (lima) tahun, dan berakhir bersama-sama pada saat anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 19 1.
Anggota DPRD berhenti antar waktu sebagai anggota karena:
© HuMa 2003
a.
Meninggal dunia;
b.
Permintaan sendiri secara tertulis kepada Pimpinan DPRD;
c.
Bertempat tinggal di luar wilayah Daerah;
d.
Tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 berdasarkan keterangan yang berwajib;
e.
Dinyatakan melanggar sumpah/janji sebagai anggota DPRD dengan Keputusan Pimpinan DPRD.
f.
Terkena larangan perangkapan jabatan menurut Pasal 41 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999.
g. 2.
Diganti menurut Pasal 42 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999.
Anggota DPRD yang berhenti antar waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, tempatnya diisi oleh:
3.
Calon pengganti yang diajukan oleh organisasi yang bersangkutan bagi organisasi Peserta Pemilihan Umum.
4.
Calon pengganti yang diangkat diusulkan oleh Panglima TNI sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5.
Pemberhentian anggota DPRD karena tidak memenuhi lagi syarat sebagaimana dimaksud pasal 3 ayat (1) huruh c,d,e dan/atau huruf f, dan/atau karena yang bersangkutan melanggar sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana dimaksud Pasal 30 dan/atau diberhentikan menurut pasal 42, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 adalah pemberhentian dengan tidak hormat.
6.
Pengambilan sumpah/janji anggota DPRD pengganti antar waktu dilaksanakan dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD.
7.
Masa keanggotaan DPRD pengganti antar waktu berakhir bersamaan dengan anggota DPRD sebagaimana dimaksud pasal 16.
© HuMa 2003
BAB IV FRAKSI-FRAKSI Kedudukan
Pasal 20 1.
Fraksi adalah pengelompokan anggota DPRD berdasarkan kekuatan partai politik yang mencerminkan partai politik beserta Pemilihan Umum serta TNI dan POLRI yang diangkat,
2.
Partai politik yang dapat membentuk Fraksi adalah partai politik yang memperoleh jumlah kursi sekurang-kurangnya 1/10 (sepersepuluh) dari jumlah anggota DPRD yang ada.
3.
Beberapa partai politik peserta Pemilihan Umum yang jumlah kursinya di DPRD kurang dari 1/10 (sepersepuluh), dapat membentuk satu Fraksi yang merupakan gabungan partai-partai politik yang bersangkutan.
4.
Anggota DPRD dari partai politik yang jumlah kursinya kurang dari 1/10 (sepersepuluh) dapat bergabung ke dalam salah satu fraksi yang sudah diakui keberadaannya.
5.
Anggota DPRD yang dimaksud ayat (4) dan Pimpinan Fraksi tempat ia bergabung wajb menyampaikan keputusan itu kepada Pimpinan DPRD yang selanjutnya mengumumkan kepada seluruh anggota DPRD.
Bagian Kedua Susunan
Pasal 21 1.
Fraksi-fraksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 bukan merupakan alat kelengkapan DPRD.
© HuMa 2003
2.
3.
Fraksi-fraksi dalam DPRD terdiri atas: a.
Fraksi PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
b.
Fraksi Golkar (Partai Golongan Karya)
c.
Fraksi TNI dan POLRI
d.
Fraksi Persatuan Indonesia
e.
Fraksi Amanat Keadilan Bangsa
Jumlah anggota Fraksi dalam DPRD disesuaikan dengan perolehan kursi bagi Fraksi yang bersangkutan.
4.
Setiap anggota DPRD harus menjadi anggota salah satu Fraksi.
Pasal 22 1.
Pemilihan Pimpinan Fraksi diatur oleh Fraksi masing-masing.
2.
Pimpinan Fraksi melaporkan kepada Pimpinan DPRD mengenai Susunan Pimpinan Fraksi dan Anggota Fraksi serta perubahannya.
3.
Susunan sebagimana dimaksu ayat (2) pasal ini, diumumkan dalam Lembaran Daerah.
Bagian Ketiga Tugas
Pasal 23 Fraksi bertugas: a.
Menentukan dan mengatur segala sesuatu yang menyangkut urusan Fraksi masingmasing.
b.
Meningkatkan kualitas, kemampuan, efisiensi dan efektivitas kerja para anggota.
© HuMa 2003
c.
Melaksanakan kegiatan penyaringan dan penetapan pasangan Bakal Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta menyampaikannya kepada Pimpinan DPRD untuk dibawa ke Rapat Paripurna.
d.
Pimpinan DPRD menetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) pasang Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang akan dipilih dalam Rapat Paripurna DPRD yang diambil dari usulan Fraksi-fraksi.
Bagian Keempat Kewajiban
Pasal 24 Fraksi-fraksi dapat memberikan pertimbangan kepada Pimpinan DPRD mengenai hal-hal yang dianggap perlu, berkenaan dengan bidang tugas DPRD, baik diminta atau tidak diminta.
BAB V ALAT KELENGKAPAN DPRD
Pasal 25 1.
Alat kelengkapan DPRD terdiri dari: a.
Pimpinan DPRD;
b.
Panitia Musyawarah;
c.
Panitia Anggaran;
d.
Komisi-komisi;
e.
Panitia Khusus;
f.
Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT).
© HuMa 2003
2.
Susunan keanggotaan alat kelengkapan DPRD sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini ditetapkan oleh DPRD dalam Rapat Paripurna atas usul Fraksi-fraksi dan diumumkan dalam Lembaran Daerah.
3.
Dalam hal terjadinya penggantian anggota alat kelengkapan Dewan sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini ditetapkan oleh DPRD dan dilaporkan dalam Rapat Paripurna.
4.
Alat-alat kelengkapan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini mengatur tata kerjanya sendiri dengan persetujuan Pimpinan DPRD.
Bagian Pertama Pimpinan DPRD
Pasal 26 1.
Pimpinan DPRD adalah salah satu alat kelengkapan DPRD dan merupakan satu kesatuan yang bersifat kolektif dan tidak merupakan wakil dari Fraksi-fraksi yang ada dalam DPRD;
2.
Masa jabatan Pimpinan DPRD sama dengan masa keanggotaan DPRD;
3.
Pimpinan DPRD dipilih oleh dan dari anggota DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD dan ditetapkan dengan Keputusan DPRD;
4.
Hasil pemilihan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud ayat (3), diresmikan dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 27 1.
Pimpinan DPRD terdiri dari 1 (satu) orang Ketua dan 3 (tiga) orang Wakil Ketua;
2.
Setiap Fraksi dapat duduk dalam unsur Pimpinan DPRD, apabila jumlah anggota mencapai 1/10 (sepersepuluh) dari seluruh anggota DPRD dan memenuhi persyaratan yang diperlukan.
© HuMa 2003
Pasal 28 Pimpinan DPRD mempunyai tugas: a.
Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja Ketua dan Wakil Ketua serta mengumumkan kepada Rapat Paripurna;
b.
Memimpin Rapat Panitia Musyawarah dalam menetapkan acara rapat-rapat DPRD serta pelaksanaannya;
c.
Memimpin Rapat DPRD dengan menjaga agar Peraturan Tata Tertib dilaksanakan dengan seksama, memberi izin berbicara dan menjaga agar pembicara dapat menyampaikan pandangannya dengan tidak terganggu;
d.
Menyimpulkan hasil pembahasan dalam rapat yang dipimpinnya;
e.
Melaksanakan Keputusan-keputusan rapat;
f.
Menyampaikan Keputusan-Keputusan Rapat kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
g.
Menyampaikan hasil musyawarah yang dianggap perlu kepada Pemerintah Daerah;
h.
Mengadakan konsultasi dengan Pemerintah Daerah.
Pasal 29 1.
Ketua dan Wakil Ketua memegang Pimpinan sehari-hari dan bertugas penuh di Gedung DPRD.
2.
Wakil-wakil Ketua membantu Ketua dalam Pimpinan DPRD.
3.
Apabila Ketua berhalangan, maka tugas kewajibannya dilakukan oleh Wakil Ketua yang ditunjuk Ketua;
4.
Apabila Ketua dan Wakil Ketua berhalangan, meletakkan jabatan atau meninggal dunia, maka Rapat DPRD dipimpin oleh anggota tertua usianya dibantu oleh anggota termuda usianya.
Bagian Kedua Pimpinan Sementara Musyawarah
© HuMa 2003
Pasal 30 1.
Selama Pimpinan DPRD belum ditetapkan, musyawarah untuk sementara dipimpin oleh anggota yang tertua usianya dengan dibantu oleh anggota yang termuda usianya, yang disebut Pimpinan Sementara Musyawarah.
2.
Dalam hal anggota tertua dan atau yang termuda usianya sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini berhalangan, sebagai penggantinya adalah Anggota yang tertua dan atau yang termuda usianya diantara yang hadir.
Bagian Ketiga Pemilihan Pimpinan DPRD
Pasal 31 Untuk dapat menjadi Pimpinan DPRD harus memenuhi peryaratan sebagai berikut: 1.
Pimpinan DPRD bersifat kolektif yang mencerminkan Fraksi-fraksi.
2.
Apabila ada beberapa Fraksi memilih jumlah anggota yang sama sehingga berhak untuk duduk dalam salah satu posisi Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka penentuan tentang Fraksi mana yang berhak duduk dalam Pimpinan DPRD mengacu kepada: a.
Fraksi yang tidak seorang pun anggotanya diperoleh dari stembush accord; dan atau
b.
Fraksi yang memperoleh sisa suara terbanyak dalam Pemilihan Umum.
3.
Calon Pimpinan diusulkan oleh Fraksi.
4.
Mempunyai kemampuan dan kualitas kepemimpinan.
5.
Mempunyai pengalaman dibidang Pemerintahan dan atau Kemasyarakatan.
© HuMa 2003
Pasal 32 1.
Pemilihan Pimpinan DPRD dilaksanakan dalam Rapat Paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD.
2.
Apabila jumlah anggota DPRD belum mencapai kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan Rapat dapat menunda rapat paling lama 1 (satu) jam.
3.
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum juga tercapai, Rapat Paripurna diundur paling lama 1 (satu) jam lagi dan selanjutnya pemilihan Pimpinan DPRD tetap dilaksanakan.
Pasal 33 1.
Calon unsur Pimpinan DPRD diusulkan oleh masing-masing Fraksi sebagai hasil musyawara/mufakat dan atau hasil pemungutan suara terbanyak dari setiap Fraksi.
2.
Masing-masing Fraksi mengusulkan 1 (satu) orang calon unsur Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan Sementara DPRD untuk ditetapkan sebagai calon Pimpinan DPRD yang berhak dipilih.
3.
Calon Unsur Pimpinan yang berhak dipilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Pimpinan Sementara DPRD setelah dibahas bersamasama dengan Fraksi-fraksi DPRD.
Pasal 34 1.
Pemilihan Pimpinan DPRD dilaksanakan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil.
2.
Untuk melaksanakan pemilihan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dibentuk Panitia Teknis Pemilihan yang ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan Sementara DPRD.
3.
Tata cara pemilihan Pimpinan DPRD yang terdiri seorang Ketua dan 3 (tiga) orang Wakil Ketua dilakukan secara bertahap yaitu sebanyak dua tahap pemilihan.
© HuMa 2003
4.
Pemilihan tahap pertama adalah Pemilihan Ketua DPRD, yang dipilih dari calon Pimpinan yang diusulkan oleh masing-masing Fraksi.
5.
Pemilihan tahap kedua adalah Pemilihan Wakil-wakil Ketua DPRD yang dipilih dari calon Pimpinan yang diusulkan oleh masing-masing Fraksi, terkecuali usulan Fraksi yang terpilih sebagai Ketua.
6.
Ketua DPRD terpilih adalah Calon Pimpinan DPRD yang mendapatkan dukungan suara terbanyak dari pemilihan tahap pertama.
7.
Wakil-wakil Ketua DPRD terpilih adalah calon Pimpinan DPRD yang mendapatkan dukungan suara terbanyak secara berurutan berdasarkan hasil perolehan suara sampai suara terbanyak ke tiga dari pemilihan tahap kedua.
8.
Setiap anggota DPRD berhak memberikan suara kepada seorang Calon Pimpinan DPRD (one man one vote) dalam sampul tertutup, pada masing-masing tahapan pemilihan.
Bagian Keempat Pengambilan Sumpah/Janji Pimpinan DPRD
Pasal 35 1.
Sebelum memangku jabatannya, Pimpinan DPRD diambil sumpah/janji menurut agama/kepercayaan masing-masing oleh Ketua Pengadilan Negeri atas nama Ketua Mahkamah Agung dalam Rapat Paripurna Terbuka.
2.
Bunyi sumpah/janji sebagaimanan dimaksud ayat (1) pasal ini adalah sebagaimana tercantum dalam ayat (4) pasal 16.
Pasal 36 Setelah Pimpinan DPRD dipilih dan diambil sumpah/janjinya, maka Pimpinan Sementara Musyawarah menyerahkan jabatan pimpinan kepada Pimpinan DPRD terpilih.
© HuMa 2003
Bagian Kelima Pengisian Lowongan Jabatan Pimpinan DPRD
Pasal 37 Apabila terjadi lowongan pada jabatan Pimpinan DPRD, maka secepatnya diadakan pengisian yang dipilih oleh dan dari anggota DPRD yang tata cara pemilihannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32,33 dan Pasal 34.
Pasal 38 Pengambilan sumpah/janji Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud Pasal 35 dilaksanakan sesuai ketentuan Peraturan Tata Tertib ini.
Bagian Keenam Kedudukan, Susunan dan Tugas Panitia Musyawarah
Pasal 39 Panitia Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada permulaan masa keanggotaan DPRD.
Pasal 40 1.
Panitia Musyawarah terdiri dari wakil setiap fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggotanya dan seorang wakil dari setiap komisi.
2.
Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil Ketua Panitia Musyawarah merangkap anggota.
3.
Susunan keanggotaan Panitia Musyawarah ditetapkan oleh Rapat Paripurna.
© HuMa 2003
4.
Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris bukan anggota Panitia Musyawarah.
Pasal 41 Panitia Musyawarah mempunyai tugas: a.
Memberi pertimbangan atau saran kepada Pimpinan DPTD tentang penetapan Program Kerja DPRD dan pelaksanaannya, baik atas permintaan pimpinan DPRD maupun tidak;
b.
Menetapkan kegiatan dan jadwal Acara Rapat DPRD;
c.
Memutuskan pilihan mengenai isi, risalah apabila timbul perbedaan pendapat;
d.
Memberi saran/pendapat kepada Pimpinan DPRD untuk memperlancar segala pembicaraan atas dasar musyawarah untuk mufakat;
e.
Bermusyawarah dengan Kepala Daerah mengenai hal yang berkenaan dengan penetapan acara serta pelaksanaannya apabila dianggap perlu oleh DPRD atau oleh Kepala Daerah.
Bagian Ketujuh Kedudukan, Susunan dan Tugas Panitia Musyawarah
Pasal 42 Panitia Anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada permulaan masa keanggotaan DPRD.
Pasal 43 1.
Anggota Panitia Anggaran terdiri dari wakil dari setiap Fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan seorang wakil dari setiap Komisi.
2.
Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil Ketua Panita Anggaran merangkap anggota. © HuMa 2003
3.
Susunan keanggotaan Panitia Musyawarah ditetapkan oleh Rapat Paripurna.
4.
Sekretaris DPRD karena jabatannya dapat ditunjuk sebagai Sekretaris bukan anggota Panitia Anggaran.
Pasal 44 Panitia Anggaran mempunyai tugas: a.
Memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan Rancangan Nota Keuangan, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan perubahannya;
b.
Memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai Nota Keuangan, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Perubahan serta perhitungan yang telah disampaikan oleh Kepala Daerah.
Bagian Kedelapan Kedudukan, Susunan dan Tugas Komisi Komisi
Pasal 45 Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada permulaan masa keanggotaan DPRD.
Pasal 46 1.
Setiap anggota DPRD kecuali anggota Pimpinan DPRD, harus menjadi anggota salah satu Komisi.
2.
Penempatan anggota DPRD dalam Komisi-komisi didasarkan atas tercapainya efisiensi tugas DPRD.
3.
Masa penempatan anggota dalam Komisi dan perpindahan ke Komisi lain, diputuskan oleh Pimpinan DPRD atas usul Fraksi. © HuMa 2003
4.
Jumlah anggota tiap Komisi sedapat-dapatnya sama banyak.
5.
Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota Komisi yang digantikannya.
6.
Setiap anggota dapat menghadiri Rapat Komisi Tertutup yang bukan Komisinya, dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada Ketua Rapat.
Pasal 47 Komisi-komisi mempunyai tugas: a.
Melakukan pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah, dan Rancangan Keputusan DPRD yang masuk bidang tugas masing-masing Komisi;
b.
Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat yang termasuk tugas Komisinya;
c.
Membantu Pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan Kepala Daerah kepada DPRD;
d.
Mengadakan peninjauan dan kunjungan kerja yang dianggap perlu oleh Komisi yang bersangkutan atas persetujuan Pimpinan DPRD;
e.
Mengadakan rapat kerja dengan Kepala Daerah dan Rapat Dengar Pendapat dengan Perangkat Daerah, Lembaga, Badan dan Organisasi Kemasyarakatan;
f.
Mengajukan usul dan saran kepada Pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing Komisi;
g.
Menyusun pertanyaan tertulis dalam rangka pembahasan sesuatu masalah yang menjadi bidang tugas masing-masing Komisi;
h.
Memberikan laporan kepada Pimpinan DPRD tentang hasil pekerjaan Komisi.
Pasal 48 1.
Pimpinan Komisi merupak satu kesatuan Pimpinan yang bersifat kolektif.
© HuMa 2003
2.
Komisi dalam melaksanakan tugasnya dipimpin oleh masing-masing Ketua dan Wakil Ketua Komisi yang dipilih dari dan oleh anggotaa Komisi yang bersangkutan dan ditetapkan dengan Keputusan DPRD.
3.
Masa tugas Pimpinan Komisis adalah selama satu tahun sidang dan dapat ditetapkan kembali untuk tahun berikutnya.
Pasal 49 1.
Jumlah Komis di DPRD terdiri dari:
2.
Komisi A :
bidang Pemerintahan;
3.
Komisi B :
bidang Perekonomian;
4.
Komisi C :
bidang Keuangan;
5.
Komisi D :
bidang Pembangunan;
6.
Komisi E :
bidang Kesejahteraan Rakyat;
7.
Pembidangan masing-masing Komisi yaitu:
8.
Komisi A, bidang Pemerintahan, meliputi Pemerintahan, Ketertiban, Kependudukan, Penerangan/Pers, Hukum/Perundang-undangan, Kepegawaian/Aparatur, Perizinan, Sosial Politik, Organisasi Masyarakat dan Pertanahan;
9.
Komisi B, bidang Perekonomian, meliputi Perdagangan, Perindustrian, Pertanian, Perikanan, Peternakan, Perkebunan, Kehutanan, Pengadaan Pangan, Logistik, Koperasi dan Pariwisata.
10. Komisi C, bidang Keuangan, meliputi Keuangan Daerah, Perpajakan, Retribusi, Perbankan, Perusahaan Daerah, Perusahaan Patungan, Dunia Usaha dan Penanaman Modal; 11. Komisi D, bidang Pembangunan, meliputi Pekerjaan Umum, Tata Kota, Pertamanan, Kebersihan, Perhubungan, Pertambangan dan Energi, Perumahan Rakyat dan Lingkungan Hidup;
© HuMa 2003
12. Komisi E, bidang Kesejahteraan Rakyat, meliputi Ketenaga Kerjaan, Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kepemudaan dan Olah Raga, Agama, Kebudayaan, Sosial, Kesehatan dan Keluarga Berencana, Peranan Wanita dan Transmigrasi.
Bagian Kesembilan Kedudukan, Susunan dan Tugas Panitia Khusus
Pasal 50 1.
Pimpinan DPRD dapat membentuk Panitia Khusus setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah.
2.
Panitia Khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat sementara.
Pasal 51 1.
Panitia Khusus terdiri sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota termasuk seorang Ketua yang ditentukan oleh Pimpinan DPRD.
2.
Panitia Khusus dapat menunjuk seorang anggotanya sebagai pelapor.
3.
Sekretaris DPRD karena jabatannya dapat ditunjuk sebagai Sekretaris bukan anggota Panitia Khusus.
Pasal 52 1.
Panitia Khusus melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD.
2.
Panitia Khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini bertanggung jawab kepada DPRD.
© HuMa 2003
3.
Rapat Paripurna dapat memperpanjang atau memperpendek jangka waktu penugasan Panitia Khusus.
4.
Panitia Khusus dibubarkan oleh DPRD setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai.
5.
Tindak lanjut hasil Panitia Khusus dilaporkan dalam Rapat Paripurna DPRD
Bagian Kesepuluh Kedudukan, Susunan dan Tugas Panitia Urusan Rumah Tangga
Pasal 53 Kedudukan, Susunan dan Tugas Panitia Urusan Rumah Tangga DPRD akan diatur tersendiri, berpedoman kepada hasil Musyawarah yang dituangkan dalam Keputusan DPRD.
BAB VI PERSIDANGAN RAPAT DPRD Bagian Pertama Persidangan
Pasal 54 1.
Tahun sidang DPRD dimulai pada tanggal 1 April dan berakhir pada tanggal 31 Maret tahun berikutnya, dan dibagi empat masa persidangan.
2.
Tiap masa persidangan kegiatannya terdiri dari Rapat-rapat, Peninjauan dan Kunjungan Kerja.
3.
Study Banding dilaksanakan 2 (dua) kali dalam satu tahun di Dalam Negeri dan 2 (dua) kali dalam lima tahun ke Luar Negeri.
© HuMa 2003
Bagian Kedua Jenis Rapat
Pasal 55 Jenis Rapat DPRD terdiri dari: a.
Rapat Paripurna;
b.
Rapat Paripurna Istimewa;
c.
Rapat Paripurna Khusus;
d.
Rapat Fraksi;
e.
Rapat Pimpinan DPRD;
f.
Rapat Panitia Musyawarah;
g.
Rapat Komisi;
h.
Rapat Gabungan Komisi;
i.
Rapat Panitia Anggaran;
j.
Rapat Panitia Khusus;
k.
Rapat Kerja;
l.
Rapat Dengar Pendapat;
m. Rapat Panitia Urusan Rumah Tangga.
Pasal 56 Rapat Paripurna adalah rapat anggota DPRD yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua dan merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan wewenang dan tugas DPRD antara lain untuk menyetujui Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah dan menetapkan Keputusan DPRD.
© HuMa 2003
Pasal 57 Rapat Paripurna Istimewa adalah rapat anggota DPRD yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua untuk melaksanakan suatu acara tertentu dengan tidak mengambil Keputusan.
Pasal 58 Rapat Paripurna Khusus adalah rapat anggota DPRD yang dipimpin Ketua atau Wakil Ketua membahas hal-hal yang khusus.
Pasal 59 Rapat Fraksi adalah rapat anggota Fraksi yang dipimpin oleh Ketua Fraksi atau Wakil Ketua Fraksi.
Pasal 60 Rapat Pimpinan adalah rapat unsur Pimpinan yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD.
Pasal 61 Rapat Panitia Musyawarah adalah rapat anggota Panitia Musyawarah yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Panitia Musyawarah.
Pasal 62 Rapat Komisi adalah rapat anggota Komisi yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua atau Sekretaris Komisi.
© HuMa 2003
Pasal 63 Rapat Gabungan Komisi adalah rapat Komisi-Komisi yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD.
Pasal 64 Rapat Panitia Anggaran adalah rapat anggota Panitia Anggaran yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Panitia Anggaran.
Pasal 65 Rapat Panitia Khusus adalah rapat anggota Panitia Khusus yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Panitia Khusus.
Pasal 66 Rapat
Kerja
adalah
rapat
antara
DPRD/Panitai
Anggaran/Komisi/Gabungan
Komisi/Panitia Khusus dengan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 67 Rapat Dengar Pendapat adalah rapat antara DPRD/Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus dengan Lembaga/Badan/Organisasi Kemasyarakatan.
Pasal 68 Rapat Panitia Urusan Rumah Tangga adalah rapat anggota Panitia Urusan Rumah Tangga yang dipimpin oleh Ketua dan Wakil-wakil Ketua Panitia Urusan Rumah Tangga.
Bagian Ketiga Sifat Rapat © HuMa 2003
Pasal 69 Rapat-rapat DPRD pada dasarnya bersifat terbuka untuk umum kecuali atas permintaan Kepala Daerah atau permintaan sekurang-kurangnya 1/5 jumlah anggota atau apabila di pandang perlu oleh Pimpinan DPRD untuk dinyatakan sebagai rapat tertutup.
Pasal 70 1.
Rapat terbuka adalah rapat anggota DPRD yang dapat dihadiri oleh umum.
2.
Rapat tertutup adalah rapat anggota DPRD yang tidak dapat dihadiri oleh umum.
Pasal 71 1.
Pembicaraan dalam Rapat Tertutup bersifat rahasia dan tidak boleh diumumkan.
2.
Sifat rahasia sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini juga harus dipegang teguh oleh mereka yang mengetahui pembicaraan dalam rapat tertutup tersebut.
Pasal 72 Rapat Tertutup dapat mengambil keputusan, kecuali mengenai: a.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta perhitungannya;
b.
Penetapan, Perubahan dan Penghapusan Pajak dan Retribusi;
c.
Hutang Piutang dan menanggung pinjaman;
d.
Perusahaan Daerah;
e.
Pemborongan Pekerjaan, Jual beli barang-barang dan Pemborongan Pengangkutan tanpa mengadakan penawaran umum;
f.
Penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya;
g.
Persetujuan penyelesaian Perkara Perdata secara damai;
h.
Pemilihan Ketua, Wakil Ketua dan Pelantikan anggota DPRD baru.
© HuMa 2003
Pasal 73 1.
Setiap Rapat Tertutup dibuat laporan tertulis tentang pembicaraan yang dilakukan.
2.
Pada laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dicantumkan dengan jelas pernyataan mengenai Sifat Rapat yaitu “RAHASIA”.
3.
Pimpinan DPRD dapat memutuskan bahwa sesuatu hal yang dibicarakan dalam Rapat Tertutup, tidak dimaukan dalam laporan.
Bagian Keempat Waktu Rapat
Pasal 74 1.
Waktu-waktu Rapat DPRD: a.
Siang
: - Hari Senin sampai Kamis, pukul 09.00 sampai pukul 14.00. : - Hari Jumat, pukul 08.00 sampai pukul 11.00.
b. 2.
Malam
: - Mulai pukul 19.00 sampai pukul 23.00.
Penyimpangan dari waktu rapat sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini ditentukan oleh rapat yang bersangkutan.
Bagian Kelima Tata Cara Rapat
Pasal 75 1.
Sebelum menghadiri rapat setiap anggota DPRD harus menandatangani Daftar Hadir.
2.
Untuk para undangan, disediakan Daftar Hadir tersendiri.
© HuMa 2003
3.
Rapat dibuka oleh Pimpinan Rapat apabila kuorum telah tercapai yaitu daftar hadir telah ditandatangani oleh lebih dari separuh jumlah anggota DPRD.
4.
Rapat Paripurna Khusus dalam pemilihan Kepala Daerah dibuka oleh Pimpinan Rapat apabila kuorum telah tercapai yaitu daftar hadir telah ditandatangani oleh lebih dari 2/3 jumlah anggota DPRD.
5.
Anggota DPRD yang telah menandatangani daftar hadir apabila akan meninggalkan Rapat, memberitahukan kepada Pimpinan Rapat.
Pasal 76 1.
Apabila pada waktu yang ditetapkan untuk pembukaan rapat jumlah anggota DPRD belum mencapai kuorum, Pimpinan Rapat mengundurkan Rapat paling lama 1 (satu) jam.
2.
Apabila pada akhir waktu pengunduran sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini kuorum belum tercapai, Pimpinan Rapat menunda Rapat sampai waktu yang ditentukan.
3.
Dalam hal Rapat Pemilihan Kepala Daerah, dan Wakil Kepala Daerah penundaan waktu Rapat ditetapkan selama-lamanya 1 (satu) jam.
4.
Apabila setelah 1 (satu) jam sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini belum dicapai, Rapat diundur paling lama 1 (satu) jam lagi dan selanjutnya Rapat Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dapat dilaksanakan tanpa terikat kuorum.
Pasal 77 1.
Setelah rapat dibuka, Sekretaris DPRD memberitahukan surat-surat yang dipandang perlu untuk dapat dibicarakan dalam rapat kecuali surat-surat yang mengenai urusan rumah tangga.
2.
Setiap persoalan dalam komisi-komisi sebelum dibahas dalam Rapat Paripurna dapat dibahas lebih dahulu dalam Rapat Gabungan Komisi untuk kelancaran jalannya Rapat Paripurna DPRD. © HuMa 2003
Bagian Keenan Tata Cara Pembicaraan
Pasal 78 1.
Untuk kelancaran jalannya rapat, Ketua Rapat dapat menetapkan babak pembicaraan dan pembicara agar mencatatkan namanya terlebih dahulu sebelum pembicaraan mengenai sesuatu hal dimulai.
2.
Pencatatan nama sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dapat juga dilakukan atas nama pembicara oleh Ketua Fraksinya pada setiap babak pembicaraan.
3.
Bagi anggota yang tidak mencatatkan namanya, tidak dapat menggunakan hak berbicara.
Pasal 79 1.
Untuk kelancaran jalannya rapat, Ketua Rapat menetapkan lamanya waktu berbicara.
2.
Apabila pembicara telah melampaui batas waktu yang telah ditentukan, Ketua Rapat memperingatkan pembicara supaya mengakhiri pembicaraannya.
3.
Ketua Rapat dapat memperingatkan pembicara yang menyimpang dari pokok pembicaraan.
Pasal 80 1.
Ketua Rapat hanya berbicara selaku Pimpinan Rapat untuk menyelesaikan masalah yang menjadi pokok pembicaraan dan menyimpulkan pembicaran dalam rapat.
2.
Apabila Ketua Rapat hendak berbicara selaku anggota rapat maka untuk sementara Pimpinan Rapat diserahkan kepada anggota Pimpinan Rapat yang lain.
© HuMa 2003
Pasal 81 1.
Anggota berbicara ditempat yang disediakan setelah mendapat izin dari Ketua Rapat.
2.
Pembicara tidak boleh diganggu selama berbicara.
Pasal 82 1.
Giliran berbicara diberikan menurut urutan permintaan.
2.
Untuk kepentingan pembicaraan, Ketua Rapat dapat mengadakan penyimpangan dari urutan pembicara sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini.
3.
Seorang anggota DPRD yang berhalangan pada waktu mendapat giliran berbicara, dapat diganti oleh seorang anggota lain dari Fraksinya sebagai pembicara dan jika tidak ada anggota lainnya, gilirannya berbicara diteruskan.
Pasal 83 1.
Ketua Rapat memperingatkan pembicara, apabila pembicaraannya menyimpang atau bertentangan dengan Peraturan Tata tertib.
2.
Pada saat seorang anggota DPRD sedang berbicara kepada anggota yang lain dengan seizin Ketua Rapat dapat menyampaikan (interupsi) untuk: a.
Minta penjelasan tentang duduk permasalahan yang sebenarnya mengenai halhal yang sedang dibicarakan serta hal-hal yang berkaitan;
b. 3.
Usul menunda pembicaraan.
Permasalahan mengenai hal-hal yang dibicarakan sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini tidak diadakan perdebatan.
4.
Lamanya kesempatan berbicara sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini ditentukan Ketua Rapat.
Pasal 84
© HuMa 2003
1.
Apabila seorang pembicara dalam rapat menggunakan perkataan yang tidak layak, dan melakukan perbuatan yang mengganggu jalannya rapat, Ketua Rapat memberikan peringatan supaya pembicara tertib kembali.
2.
Ketua Rapat memberikan kesempatan kepada pembicara untuk menarik kembali perkataan yang tidak layak sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini.
3.
Apabila pembicara menggunakan kesempatan sebagaimana dimaksud ayat (20 Pasal ini maka perkataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dimuat dalam risalah rapat.
Pasal 85 1.
Apabila seorang pembicara tidak memenuhi peringatan Ketua Rapat sebagaimana dimaksud pasal 779 ayat (1) dan pasal 80 ayat (1) atau mengulangi hal yang sama, maka Ketua Rapat melarang meneruskan pembicaraannya.
2.
Apabila larangan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini masih juga tidak diindahkan oleh yang bersangkutan, maka Ketua Rapat meminta kepada yang bersangkutan untuk meninggalkan rapat.
3.
Apabila pembicara menggunakan kesempatan sebagaimana dimaksud ayat (20 pasal ini maka perkataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dimuat dalam risalah rapat.
Pasal 86 Apabila terjadi peristiwa sebagaimana dimaksud pasal 81 dan Ketua berpendapat bahwa rapat tidak mungkin diteruskan, maka Ketua Rapat menunda rapat dalam waktu tidak lebih dari 12 jam.
© HuMa 2003
Pasal 87 1.
Sebelum rapat ditutup, Ketua mengambil keputusan mengenai hasil pembicaraan yang bersangkutan, dan apabila rapat tidak diperlukan suatu keputusan, Ketua Rapat menyatakan bahwa pembicaraan selesai.
2.
Apabila pembicaraan mengenai pokok permasalahan telah selesai Ketua Rapat mengusulkan agar rapat ditutup.
Bagian Ketujuh Risalah, Catatan Rapat dan Laporan
Pasal 88 1.
Untuk setiap Rapat Paripurna, dan Rapat Paripurna Istimewa, dibuat risalah resmi yang ditandatangani oleh Sekretaris DPRD dan diketahui oleh Ketua/Wakil Ketua Rapat.
2.
Risalah merupakan catatan Rapat Paripurna atau Rapat Paripurna Istimewa secara lengkap memuat jalannya pembicaraan, pokok pembicaraan termasuk kesimpulan dan keputusan rapat dalam hal rapat mengambil keputusan serta dilengkapi dengan keterangan mengenai: a.
Jenis dan sifat rapat;
b.
Hari dan tanggal rapat;
c.
Tempat rapat;
d.
Acara rapat;
e.
Waktu pembukaan dan penutupan rapat;
f.
Ketua dan Sekretaris rapat;
g.
Jumlah dan nama anggota yang hadir;
h.
Undangan yang hadir.
© HuMa 2003
3.
Setelah rapat selesai sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini Sekretaris DPRD secepatnya menyusun Rancangan Risalah atau Risalah Sementara untuk dibagikan kepada anggota DPRD dan pihak yang bersangkutan.
4.
Setiap anggota DPRD dan pihak yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk mengadakan koreksi terhadap Rancangan Risalah atau Risalah Sementara itu dalam waktu empat belas hari sejak diterimanya Risalah Sementara tersebut dan menyampaikannya kepada Sekretaris DPRD.
5.
Apabila terjadi perdebatan pendapat tentang isi Risalah Sementara, keputusan diserahkan kepada Ketua Rapat ayng bersangkutan.
6.
Setelah batas waktu sebagaimana dimaksud ayat (4) pasal ini berakhir, Sekretaris DPRD segera menyusun Risalah Resmi untuk dibagikan kepada anggota DPRD dan pihak yang bersangkutan.
Pasal 89 1.
Untuk setiap Rapat Pimpinan DPRD, Komisi, Rapat Gabungan Komisi, Rapat Panitia-panitia dibuat Catatan Rapat yang ditandatangani oleh Ketua yang bersangkutan.
2.
Catatan Rapat sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah Catatan yang memuat pokok pembicaraan, kesimpulan dan keputusan serta dilengkapi dengan keterangan sebagaimana dimaksud pasal 86 ayat (2).
3.
Untuk Rapat Komisi dan Panitia Khusus dibuat laporan tertulis mengenai hasil rapat yang disampaikan kepada Pimpinan DPRD.
Bagian Kedelapan Perubahan Acara Rapat
© HuMa 2003
Pasal 90 1.
Acara rapat dapat diubah atas usul sekurang-kurangnya lima orang anggota dan disampaikan melalui Pimpinan DPRD.
2.
Usul perubahan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, baik yang berupa perubahan waktu dan atau pokok pembicaraan maupun yang menghendaki supaya pokok pembicaraan baru dimasukkan kedalam acara rapat disampaikan melalui Pimpinan DPRD.
3.
Usul perubahan sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini, diajukan selambatlambatnya dua hari sebelum acara rapat yang bersangkutan mulai berlaku.
4.
Usul perubahan sebagaimana dimaksud ayat (3) pasal ini, diputuskan oleh Panitia Musyawarah.
5.
Apabila Panitia Musyawarah tidak dapat mengadakan rapat untuk membahas perubahan acara rapat, Pimpinan DPRD dapat menetapkan jadwal rapat dengan memperhatikan pendapat Pimpinan Fraksi.
Bagian Kesembilan Undangan dan Peninjau Rapat
Pasal 91 1.
Undangan ialah: a.
Mereka yang bukan anggota DPRD yang hadir dalam rapat atas undangan Pimpinan DPRD.
b.
Anggota DPRD yang hadir dalam rapat alat kelengkapan DPRD, yang bukan anggota alat kelengkapan DPRD yang bersangkutan.
2.
Peninjau ialah mereka yang hadir dalam Rapat Paripurna DPRD tanpa undangan Pimpinan DPRD.
3.
Untuk Undangan dan Peninjau disediakan tempat tersendiri.
© HuMa 2003
4.
Undangan dan Peninjau wajib mentaati Tata Tertib Rapat dan atau ketentuan lain yang diatur oleh DPRD.
5.
Undangan dapat berbicara dalam rapat atas persetujuan Ketua Rapat, tetapi tidak mempunyai hak suara.
6.
Peninjau tidak mempunyai hak suara, dan tidak boleh menyatakan sesuatu, baik perkataan maupun dengan cara lain.
Pasal 92 Surat Undangan untuk rapat Pimpinan DPRD, rapat Komisi, rapat Gabungan Komisi dan rapat Panitia-panitiaa ditandatangani oleh Pimpinan DPRD.
BAB VII PENGAMBILAN KEPUTUSAN Bagian Pertama Tata Cara
Pasal 93 1.
Pengambilan keputusan dalam rapat DPRD dan rapat Pimpinan DPRD pada dasarnya diusahakan sejauh mungkin dengan cara musyawarah untuk mufakat.
2.
Apabila mufakat sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini belum tercapai, maka Pimpinan DPRD bersama-sama Panitia Musyawarah dan Ketua-Ketua Fraksi berusaha mendapatkan kata mufakat dengan pihak yang belum memberikan kata mufakatnya dengan semangat persatuan serta menginsafi kedudukannya sebagai anggota DPRD yang mewakili dan memperhatikan kepentingan rakyat Daerah.
3.
Apabila usaha sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, setelah diikhtiarkan dengan sungguh-sungguh tidak juga tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan persetujuan suara terbanyak.
© HuMa 2003
4.
Keputusan berdasarkan persetujuan suara terbanyak sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini, ialah keputusan yang ditetapkan berdasarkan pemungutan suara dengan jumlah suara yang diperoleh lebih dari separuh jumlah anggota DPRD yang hadir dan didukung oleh sekurang-kurangnya dua fraksi.
Bagian Kedua Jenis dan Proses Penetapan Keputusan
Pasal 94 Produk DPRD berbentuk: Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD.
Pasal 95 1.
Keputusan DPRD, ditetapkan melalui Rapat Paripurna;
2.
Keputusan Pimpinan DPRD ditetapkan dalam rapat Pimpinan DPRD.
BAB VIII PENYUSUNAN DAN PENETAPAN PERATURAN DAERAH Bagian Pertama Umum
Pasal 96 1.
Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD menetapkan Peraturan Daerah.
2.
Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Kepala Daerah atau atas usul prakarsa dari DPRD.
3.
Persetujuan DPRD ditetapkan dalam Keputusan DPRD.
© HuMa 2003
Pasal 97 1.
Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Kepala Daerah disampaikan kepada Pimpinan DPRD dengan Nota Pengantar Kepala Daerah.
2.
Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari usul prakarsa DPRD beserta penjelasannya sebagaimana dimaksud Pasal 14 disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD.
3.
Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada seluruh anggota DPRD.
Pasal 98 Apabila ada dua Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan mengenai hal yang sama, maka yang dibicarakan adalah Rancangan Peraturan Daerah yang diterima lebih dahulu, dan Rancangan Peraturan Daerah yang diterima kemudian dipergunakan sebagai pelengkap.
Bagian Ketiga Tahapan Pembicaraan
Pasal 99 1.
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dilakukan melalui empat tahapan pembicaraan, yaitu tahap I,II,III,IV kecuali apabila Panitia Musyawarah menentukan lain.
2.
Empat tahapan Pembicaraan sebagai dimaksud ayat (1) Pasal ini meliputi: a.
Tahap I dalam Rapat Paripurna.
b.
Tahap II dalam Rapat Paripurna
c.
Tahap III dalam Rapat Komisi
d.
Tahap IV dalam Rapat Paripurna
© HuMa 2003
3.
Sebelum dilakukan pembicaraan Tahap II,III,IV diadakan Rapat Fraksi.
4.
Apabila dipandang perlu Panitia Musyawarah dapat menentukan bahwa pembicaraan tahap III dilakukan dalam Rapat Gabungan Komisi atau dalam Rapat Panitia Khusus.
Pasal 100 Pembicaraan Tahap I meliputi: a.
Penjelasan Kepala Daerah dalam Rapat Paripurna terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Kepala Daerah.
b.
Penjelasan dalam Rapat Paripurna oleh Pimpinan Komisi/Pimpinan Rapat Gabungan Komisi atau Pimpinan Rapat Panitia Khusus atas nama DPRD terhadap Rancangan Peraturan Daerah usul prakarsa.
Pasal 101 Pembicaraan Tahap II meliputi: a.
Dalam hal Peraturan Daerah yang berasal dari Kepala Daerah: 1.
Pemandangan Umum dalam Rapat Paripurna oleh para anggota yang membawakan
suara
Fraksinya
terhadap
Rancangan
Peraturan
Daerah
sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal 97. 2.
Jawaban Kepala Daerah dalam Rapat Paripurna terhadap Pemandangan Umum para anggota sebagai dimaksud pada angka 1 huruf a.
b.
Dalam hal Peraturan Daerah Usul Prakarsa: 1.
Pendapat Kepala Daerah dalam Rapat Paripurna terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal 97.
2.
Jawaban Pimpinan Komisi, Pimpinan Rapat Gabungan Komisi atau Pimpinan Panitia Khusus atas nama DPRD dalam Rapat Paripurna terhadap Pendapat Kepala Daerah sebagaimana dimaksud angka 1 huruf b.
© HuMa 2003
Pasal 102 Pembicaraan Tahap III ialah pembahasan dalam rapat Komisi/Rapat Gabungan Komisi atau Rapat Panitia Khusus, yang dilakukan bersama-sama dengan Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.
Pasal 103 Pembicaraan Tahap IV meliputi: a.
b.
Pengambilan Keputusan dalam Rapat Paripurna, yang didahului dengan: 1.
Laporan hasil pembicaraan Tahap III;
2.
Pendapat Akhir Fraksi-Fraksi yang disampaikan oleh anggotanya.
Pemberian kesempatan kepada Kepala Daerh untuk menyampaikan sambutan terhadap Pengambilan Keputusan tersebut.
Bagian Keempat Penandatanganan Peraturan Daerah
Pasal 104 Peraturan Daerah yang telah memperoleh persetujuan DPRD ditandatangani Kepala Daerah.
BAB IX PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
© HuMa 2003
Pasal 105 1.
Setiap tahun menjelang Tahun Anggaran baru Kepala Daerah wajib menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan lampiran selengkapnya dengan Nota Keuangan kepada DPRD.
2.
Pimpinan DPRD menyerahkan Nota Keuangan dan Rancangan Peraturan Daerah tentang RAPBD beserta lampirannya sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, kepada Panitia Anggaran, untuk memperoleh pendapatnya.
3.
Pendapat Panitia Anggaran sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, diserahkan kepada Komisi-Komisi sebagai bahan pembahasan.
Pasal 106 Pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 105 dilakukan dalam Rapat-rapat DPRD yang diadakan khusus untuk keperluan itu.
Pasal 107 Ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 105 dan pasal 106 berlaku juga bagi pembahasan Rancangan Peraturan Daerah mengenai Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal 108 1.
Peraturan Daerah tentang APBD ditetapkan selambat-lambatnya tiga bulan setelah penetapan APBN untuk Tahun Anggaran berjalan.
2.
Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD ditetapkan dalam tahun Anggaran yang bersangkutan.
3.
Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD untuk tahun Anggaran yang berlaku sebelumnya ditetapkan selambat-lambatnya enam bulan setelah penetapan APBN.
© HuMa 2003
BAB X KEDUDUKAN, SUSUNAN DAN TUGAS SEKRETARIAT DPRD
Pasal 109 1.
Sekretariat
DPRD
adalah
unsur
Staf
yang
membantu
DPRD
dalam
menyelenggarakan tugad and kewajibannya. 2.
Sekretariat DPRD dalam menjalankan fungsinya dapat menyediakan tenaga ahli untuk membantu anggota DPRD.
Pasal 110 Kedudukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja, dan Keuangan Sekretariat DPRD diatur tersendiri.
BAB XI SURAT MASUK DAN SURAT KELUAR
Pasal 111 Tata cara pencatatan surat masuk dan surat keluar serta penanganan selanjutnya diatur oleh Sekretaris DPRD.
BAB XII KETENTUAN PENUTUP
© HuMa 2003
Pasal 112 1.
Dengan berlakunya Peraturan Tata Tertib ini, maka Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Kutai Nomor: 170/SK-08/107/01/1993 dinyatakan tidak berlaku lagi.
2.
Hal-hal yang merupakan Petunjuk Pelaksanaan Keputusan ini ditetapkan lebih lanjut oleh Pimpinan DPRD setelah adanya penetapan dari Menteri Dalam Negeri.
Pasal 113 Peraturan ini disebut PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUTAI dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di
: Tenggarong
Pada Tanggal
: 31 Agustus 1999
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KUTAI PIMPINAN SEMENTARA,
H.BERAHIM.B
DIDIK AGUNG EKO WAHONO
© HuMa 2003
