BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
Prosedur tahap-tahap pemeriksaan pajak sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-01/PJ.7/1990 tanggal 15 Nopember 1990 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak memiliki maksud dan tujuan untuk memberikan panduan bagi aparat pemeriksa pajak baik yang berada di Kantor Pelayanan Pajak (sebagai pegawai fungsional) dalam menjalankan tugas pemeriksaan. Selain itu, dengan adanya prosedur yang baku memudahkan pelaksanaan review audit, baik itu peer review maupun review oleh unit pengawasan lainnya. Sebelum adanya panduan tersebut, pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh aparat pada Direktorat Jenderal Pajak terkesan kurang terarah dan kurang tertib. Tentu saja hal ini, disamping akan menyebabkan pelaksanaan pemeriksaan itu sendiri menjadi tidak efisien dan tidak efektif juga sulit untuk dilakukan penilaian karena tidak ada standarnya sebagai acuan penilaian. Berdasarkan teori yang dipaparkan pada Bab II, bahwa setiap tahap-tahap pemeriksaan pajak, dalam pelaksanaannya pemeriksa harus mendokumentasikan baik dalam Kertas Kerja Pemeriksaan maupun catatan pemeriksa
dalam
setiap
langkah
yang
diambil.
Maksud
dari
pendokumentasian ini adalah supaya bahwa tahap-tahap pemeriksaan yang dilaksanakan oleh pemeriksa dapat ditelaah lagi baik oleh pemeriksa sendiri maupun oleh atasan pemeriksa yang bersangkutan dan mempermudah penilaian/pengawasan dari unit pengawasan lainnya, misal Jenderal Kementerian Keuangan.
38
:
Inspektorat
Pada Bab ini Penulis akan melakukan analisis penerapan prosedur dan teknik Pemeriksaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan PT. ABC apakah telah sesuai dengan pedoman pemeriksaan pajak atau belum. Wajib Pajak PT. ABC adalah badan usaha yang bergerak dibidang perdagangan sapi impor. Pada Tahun Pajak 2010 Wajib Pajak melaporkan SPT Tahunan PPh Badan dengan status Lebih Bayar. Sehubungan dengan itu maka diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan all taxes untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Secara umum prosedur/tahap pemeriksaan pajak yang diterapkan oleh pemeriksa pada KPP Pratama Bekasi Selatan pada PT. ABC telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tetapi ada sebagian kegiatan yang tidak dilaksanakan dengan baik. Berikut ini
akan
dilakukan
evaluasi atas masing-masing langkah-langkah dalam prosedur pemeriksaan : A. Tahap persiapan pemeriksaan. Sebagai seorang pemeriksa secara umum harus memiliki beberapa persiapan guna menjalankan pemeriksaan pajak. Persiapan tersebut diperlukan guna tercapainya hasil audit yang optimal, dimana jumlah penetapan pajak yang diterbitkan dapat mendekati jumlah pajak yang terutang yang sebenarnya untuk tahun pajak yang bersangkutan. Untuk
memperoleh
hasil
yang
optimal, maka setiap pemeriksa harus memiliki kemampuan dibidang perpajakan dan analisis Laporan Keuangan. Apabila pemeriksa dapat melakukan analisis yang mendalam terhadap laporan keuangan dan dampak aspek perpajakannya, maka dipastikan pekerjaan pemeriksa tidak akan terlalu lama,
39
karena pemeriksa dapat terfokus terhadap hal-hal yang bersifat material untuk dikaji lebih dalam. 1.
Penugasan Pemeriksaan. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.04/2008
tanggal 31 Desember 2008 tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan disebutkan bahwa berdasarkan instruksi/persetujuan/penugasan
pemeriksaan
atau
Lembar
Penugasan
Pemeriksaan (LP2), Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan harus mendistribusikan penugasan pemeriksaan kepada tim pemeriksa pajak yang telah dibentuk dengan membuat nota dinas kepada Supervisor yang ditunjuk melalui Kepala Seksi Pemeriksaan. Hal ini sudah dilakukan karena penugasan pemeriksaan merupakan hal yang sangat penting. Tanpa adanya penugasan kepada Tim Pemeriksa, pemeriksaan tidak akan berjalan. 2.
Peminjaman profil, dokumen dan berkas Wajib Pajak. Berdasarkan nota dinas Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan, tim
Pemeriksa Pajak yang ditunjuk harus meminjam profil, dokumen, dan berkas Wajib Pajak yang akan diperiksa. Dalam pemeriksaan pajak terhadap PT. ABC, tahap ini belum dilakukan sebagaimana mestinya.
Pemeriksa melakukan peminjaman profil
disaat
pemeriksaan sudah berjalan. Hal ini terkait jangka waktu penyelesaian pemeriksaan SPT Lebih Bayar
yang cukup singkat sehingga Surat Perintah
40
Pemeriksaan (SP2) dapat diterbitkan sebelum peminjaman profil Wajib Pajak.
3. Mempelajari Profil, Dokumen dan berkas Wajib Pajak/berkas data.
Berdasarkan uraian pada Bab III tidak semua Pemeriksa melaksanakan tahap ini. Pemeriksa mempelajari berkas Wajib Pajak justru setelah pemeriksa bertemu dengan Wajib Pajak dan menerima data-data dari Wajib Pajak yang dipinjam oleh pemeriksa. Hal ini dikarenakan peminjaman berkas Wajib Pajak kepada Seksi Pelayanan membutuhkan waktu yang cukup lama karena kurangnya tenaga pada bagian arsip. Selain itu juga dikarenakan kurang tertibnya system pemberkasan menyebabkan berkas Wajib Pajak yang diperlukan sulit ditemukan.
Demikian halnya dengan profil Wajib Pajak. Pemeriksa mempelajari profil setelah pemeriksaan sudah berjalan dikarenakan peminjaman profil kepada Seksi Pengawasan dan Konsultasi dilakukan setelah pemeriksaan berjalan. Langkah ini sebenarnya penting dilakukan karena dalam profil tersebut pemeriksa dapat memperoleh gambaran yang lengkap tentang kegiatan usaha Wajib Pajak termasuk benchmark, data, dan informasi yang terkait dengan Wajib Pajak.
Berdasarkan pengamatan pada Kertas Kerja Pemeriksaan PT. ABC dan wawancara, pelaksanaan tahap ini pun juga tidak dituangkan ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan, dengan alasan bahwa pemeriksa berasumsi data 41
yang ada menyangkut identitas Wajib Pajak tidak banyak berubah dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain itu pemeriksa cenderung menganggap kegiatan menuangkan tahap ini hanya membuang waktu karena data identitas tidak banyak berubah.
4. Menganalisis SPT dan Laporan Keuangan wajib pajak. Menganalisis SPT dan Laporan Keuangan Wajib Pajak, langkah awal yang sangat penting dalam mendeteksi apakah SPT yang telah dilaporkan Wajib Pajak telah benar pengisiannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku serta penghitungan angka-angka dalam SPT dan Laporan keuangan telah benar. Analisis terhadap SPT baik SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai maupun SPT Tahunan Pajak Penghasilan, secara umum telah dilakukan oleh pemeriksa dengan baik. Karena cara ini lebih mudah dan efisien dalam mencari temuan koreksi fiskal yang diakibatkan
karena
kesalahan
yang
dilakukan Wajib Pajak dalam mengisi dan melaporkan SPT-nya. Analisis yang dilakukan pemeriksa pada tahap ini antara lain : 1)
Apakah SPT telah dilaporkan dalam batas waktu yang ditentukan atau tidak, yaitu untuk SPT Tahunan tanggal 30 April tahun setelah masa tahun pajak berakhir sedangkan SPT Masa adalah tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
2)
Apakah SPT diisi dengan lengkap atau tidak.
3)
Apakah terdapat kesalahan dalam mengisi SPT.
42
4)
Apakah terdapat pos-pos dalam SPT yang tidak wajar dalam jumlah maupun keberadaan atau ketidakberadaannya.
5)
Pengujian
perhitungan-perhitungan
yang
berhubungan
dengan
penghitungan besarnya pajak yang terhutang maupun pajak yang masih harus dibayar. Tahap ini sudah dilakukan dengan baik oleh Pemeriksa karena data mengenai SPT Wajib Pajak dapat dengan mudah diakses oleh Pemeriksa melalui Sistem Informasi Perpajakan. Analisis atas Laporan Keuangan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksa antara lain adalah :
1)
Membandingkan Laporan Laba Rugi tahun pajak yang diperiksa dengan peredaran usaha, dengan membuat persentase (perbandingan vertikal).
2)
Membandingkan laba rugi dan neraca dari tahun pajak yang diperiksa dengan tahun sebelumnya, dengan membuat persentase (perbandingan horisontal).
3)
Melakukan analisis ratio sebagai berikut : Ratio Likuiditas, ratio solvabilitas, ratio rentabilitas, ratio perputaran persediaan, ratio periode penagihan rata-rata, ratio perputaran aktiva tetap, ratio pembebanan dalam aktiva.
Dalam melakukan analisis atas Laporan Keuangan, terutama analisis ratio pemeriksa menghadapi kendala dalam mengartikan angka ratio yang diperoleh. Pemeriksa kurang/tidak dapat menterjemahkan apakah ratio yang telah
43
dihitung tersebut sudah wajar atau belum dilihat dari jenis usaha maupun kondisi perekonomian pada saat tahun
yang sama dengan tahun yang diperiksa.
Dengan kata lain pemeriksa tidak mengetahui standar nilai ratio yang wajar. Sebenarnya informasi ini bisa di perloleh dari internet, tetapi hal ini tidak semua pemeriksa mampu dan bisa memperolehnya. Sehingga dalam penyusunan rencana pemeriksaan dan program pemeriksaan Pemeriksa tidak dapat menentukan fokus masalah yang harus didalami dan cenderung untuk melakukan Pemeriksaan secara keseluruhan. Hal ini tentu mengurangi efisiensi Pemeriksaan. 5. Mengidentifikasi masalah.
Dalam tahap ini akan ditentukan apakah terdapat masalah-masalah yang memerlukan perhatian khusus. Tahap ini merupakan lanjutan dari tahap analisis atas SPT dan Laporan Keuangan Wajib Pajak. Setelah analisis selesai dilaksanakan, pemeriksa dapat memutuskan apakah terdapat masalah penting yang perlu mendapat perhatian khusus. Selain itu tahap ini juga akan menentukan tahap berikutnya, yaitu penentuan ruang lingkup pemeriksaan. Oleh karena itu seharusnya tahap analisis SPT dan Laporan Keuangan serta identifikasi masalah harus dilaksanakan dengan baik serta dilakukan pendokumentasian yang memadai. Berdasarkan praktiknya yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa pemeriksa hampir semua telah melakukan identifikasi masalah pada setiap penugasan pemeriksaan.
Namum sebagian besar hanya membuat
catatan sekedarnya mengenai masalah
44
yang telah
diidentifikasi.
Hanya
sebagian
kecil
yang
benar-benar menuangkannya dalam Kertas Kerja
Pemeriksaan. Padahal identifikasi masalah sangat penting bagi tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya. Sehingga apabila pemeriksa lalai dalam mencatat dan
menuangkannya
dalam
Kertas
Kerja
Pemeriksaan,
maka
kemungkinan besar hal ini akan terlupakan pada saat pelaksanaan pemeriksaan nantinya. Selain itu dengan dicantumkannya identifikasi masalah dalam Kertas Kerja Pemeriksaan akan memudahkan atasan pemeriksa dalam menelaah apakah hal-hal penting yang harus mendapatkan perhatian khusus telah dilaksanakan dengan
semestinya.
Keuntungan lainnya adalah memudahkan pemeriksaan-
pemeriksaan berikutnya oleh pemeriksa yang bersangkutan maupun pemeriksa lain apabila kembali ditugaskan memeriksa Wajib Pajak yang sama atau jenis usaha yang sama. Tentunya hal ini akan menghemat waktu pemeriksaan sehingga pemeriksaan menjadi lebih efisien. 6. Melakukan pengenalan lokasi. Dalam tahap persiapan, melakukan pengenalan lokasi tidak kalah pentingnya dengan langkah-langkah yang lain. Dengan mengetahui secara tepat lokasi Wajib Pajak baik tempat usaha maupun tempat tinggal Wajib Pajak, akan memudahkan pemeriksa pada saat pelaksanaan pemeriksaan. Pemeriksa harus memastikan bahwa alamat Wajib Pajak yang tercantum dalam berkas Wajib Pajak maupun SPT adalah alamat terakhir Wajib Pajak. Pemeriksa harus mengantisipasi kemungkinan Wajib Pajak pindah alamat dalam waktu dekat. Hal lain yang tidak kalah pentingnya dari pengenalan lokasi adalah memahami kebiasaan-kebiasaan perusahaan Wajib Pajak seperti jam kerja, lalu lintas
45
barang, sistem pengamanan aset fisik, pemasok bahan baku maupun kebiasaan lainnya.
Sebenarnya tahap ini mudah untuk dilaksanakan dan cukup bermanfaat bagi pemeriksa,
tetapi
karena
keterbatasan
jangka
waktu
penyelesaian pemeriksaan dan banyaknya jumlah SP2 yang harus diselesaikan, Tim Pemeriksa (supervisor, ketua tim dan anggota tim) baru datang ke lokasi Wajib Pajak pada saat mengantarkan surat pemberitahuan pemeriksaan pajak dan surat permintaan peminjaman dokumen. Hal ini pun dilakukan pemeriksa dalam waktu yang relatif singkat karena pada hari yang sama, tim yang bersangkutan juga mengantar surat pemberitahuan pemeriksaan untuk Wajib Pajak lainnya yang ditugaskan untuk diperiksa. 7. Menentukan ruang lingkup pemeriksaan. Luas tidaknya pemeriksaan harus ditentukan pada saat persiapan pemeriksaan untuk memberikan batasan kepada pemeriksa agar terfokus pada halhal penting yang ada pada lingkup pemeriksaan dan tidak memeriksa hal-hal di luar ruang lingkup yang tidak berkaitan dengan tujuan pemeriksaan pajak. Ruang lingkup pemeriksaan baru dapat ditentukan dengan baik apabila keempat tahap sebelumnya dijalankan dengan baik dan memadai. Hal penting yang harus mendapat perhatian pemeriksa pada tahap ini adalah bahwa ruang lingkup pemeriksaan dapat berubah sesuai dengan keadaan pada saat pemeriksaan setempat dan penilaian terhadap pengendalian intern Wajib Pajak. Tahap ini secara umum telah dilaksanakan oleh para pemeriksa pada KPP
46
Pratama Bekasi Selatan yang dapat dilihat pada Kertas Kerja Pemeriksaan.
8. Menyusun program pemeriksaan. Program pemeriksaan merupakan alat bantu pemeriksaan
yang
mengarahkan pelaksanaan pemeriksaan agar pemeriksa memiliki panduan mengenai apa saja yang harus dilakukan untuk menguji suatu transaksi atau perkiraan yang berhubungan dengan neraca dan laba rugi. Program pemeriksaan harus disusun berdasarkan hasil penelaahan yang diperoleh pada tahap-tahap persiapan pemeriksaan sebelumnya. Meskipun telah ada program standar untuk menguji suatu transaksi atau perkiraan, program tersebut harus dilakukan penyesuaian dengan kondisi Wajib Pajak yang diperiksa pada saat ini. Tidak semua prosedur yang terdapat dalam suatu program pemeriksaan perlu dilaksanakan untuk setiap Wajib Pajak dengan pertimbangan efektifitas dan efisiensi. Pemeriksa harus mempertimbangkan kekhasan jenis usaha Wajib Pajak dan luasnya ruang lingkup pemeriksaan. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa pemeriksa, mereka yang menyusun program pemeriksaan hanya menyalin atau meng-copy program pemeriksaan yang sudah ada pada pemeriksaan-pemeriksaan yang sebelumnya atau Kertas Kerja Pemeriksaan lainnya. Pemeriksa beranggapan bahwa program pemeriksaan bentuknya sudah baku/standar sehingga pencantuman program pemeriksaan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan hanya bersifat formalitas guna melengkapi standar penyusunan kertas kerja.
47
Kalau dilihat dari segi manfaatnya, penyusunan dan pencantuman program pemeriksaan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan cukup besar manfaatnya, antara lain : 1)
Program pemeriksaan dapat menghemat waktu pemeriksaan di tempat Wajib Pajak karena pemeriksa akan terfokus pada hal-hal penting yang didapat pada tahap-tahap sebelumnya dan telah tersusun secara berurutan.
2)
Program pemeriksaan dapat menjadi panduan bagi pemeriksa dalam melakukan pengujian-pengujian, baik pengujian atas transaksi maupun pengujian atas saldo perkiraan-perkiraan dalam Laporan Keungan Wajib Pajak.
3)
Program pemeriksaan dapat digunakan oleh atasan pemeriksa untuk menelaah Kertas Kerja Pemeriksaan dan menilai mutu pemeriksaan yang telah dilakukan.
4)
Program pemeriksaan dapat digunakan sebagai acuan pemeriksaan berikutnya.
5)
Program pemeriksaan dapat mengoptimalkan pemanfaatan data dan informasi yang diperoleh dari tahap-tahap sebelumnya sehingga temuan yang dihasilkan akan lebih besar dan didasarkan pada fakta yang ada. Keengganan pemeriksa untuk menyesuaikan program pemeriksaan
dengan kondisi/jenis
usaha Wajib
Pajak
yang
diperiksa
dan
keengganan untuk mendokumentasikan ke dalam Kertas Kerja Pemeriksa akan membuat manfaat-manfaat diatas tidak diperoleh oleh pemeriksa.
48
9. Menentukan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang akan dipinjam. Tidak dilakukannya langkah-langkah persiapan pemeriksaan dengan baik, menyebabkan pemeriksa membuat daftar peminjaman buku-buku, catatancatatan, serta dokumen-dokumen Wajib Pajak yang berdasarkan format baku yang ada, tidak sesuai dengan jenis usaha atau kegiatan Wajib Pajak. Yang terjadi kemudian adalah pemeriksa meminjam buku-buku, catatan-catatan, dan dokumendokumen Wajib Pajak yang tidak diperlukan dalam pemeriksaan atau sebaliknya, pemeriksa tidak meminjam buku-buku, catatan-catatan, serta dokumen-dokumen yang sangat diperlukan. Hal ini menyebakan pemeriksa melakukan peminjaman kembali kepada Wajib Pajak. Sehingga pemeriksaan menjadi tidak efisien. Dampak
lain
yang
mungkin
timbul
jika
pemeriksa
meminta
seluruh
data/informasi/dokumen tanpa meminta hal yang khusus adalah : 1)
Dokumen yang menumpuk, hal ini mengakibatkan pemeriksa malas untuk mengerjakan mana yang harus didahulukan.
2)
Ruang kerja yang sempit, hal ini mengakibatkan pemeriksa kurang nyaman dalam bekerja.
3)
Kinerja yang tidak menentu, misalnya asal merekap dokumen penjualan, pembelian atau biaya-biaya.
4)
Waktu penyelesaian laporan pemeriksaan yang relatif lebih lama. Wajib Pajak yang tidak segera menyerahkan buku,catatan serta
dokumen yang dipinjam dengan alasan terlalu banyaknya dokumen yang dipinjam/tidak siap memberi kesempatan kepada Wajib Pajak untuk dapat
49
mengubah atau memanipulasi data yang dipinjam.
Dampak lebih
jauhnya
pemeriksa tidak akan/sulit menemukan kesalahan ataupun kecurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak jika Wajib Pajak melakukan kesalahan atau kecurangan tersebut. 10. Menyediakan sarana pemeriksaan Dalam Bab II telah dijelaskan mengenai sarana-sarana yang harus dipersiapkan oleh pemerika sebelum melakukan pemeriksaan sehingga pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar. Termasuk dalam sarana-sarana tersebut diantaranya adalah : Kartu Tanda Pengenal
Pemeriksa,
Surat
Pemerintah Pemeriksaan Pajak, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak, serta formulir-formulir lainnya. Formulir-formulir tersebut oleh pemeriksa sebagian disiapkan dalam bentuk soft copy, dan pada waktu akan dipergunakan pemeriksa tinggal mencetak saja. Hal ini tidak menghambat atau mengurangi kualitas pemeriksaan karena waktu yang dibutuhkan untuk mencetakpun tidak membutuhkan waktu yang lama. Tetapi secara umum para pemeriksa telah menjalankan tahap ini dengan baik, karena semua kelengkapan tersebut diatas
sangat diperlukan dalam
melakukan pemeriksaan. Secara ringkas pemenuhan prosedur pemeriksaan dalam tahap persiapan pemeriksaan pajak PT. ABC dapat dilihat dalam tabel berikut :
50
Tabel 4.1 Pemenuhan Prosedur tahap persiapan pemeriksaan dalam pemeriksaan pajak PT. ABC No.
Prosedur Pemeriksaan
Dilakukan
1.
Penugasan Pemeriksaan.
X
2.
peminjaman profil, dokumen dan berkas Wajib
X
Tidak dilakukan
Pajak. 3.
Mempelajari Profil, Dokumen dan berkas Wajib
X
Pajak/berkas data. 4.
Menganalisis SPT dan Laporan Keuangan wajib
X
pajak. 5.
Mengidentifikasi masalah
X
6.
Melakukan pengenalan lokasi
7.
Menentukan ruang lingkup pemeriksaan
X
8.
Menyusun program pemeriksaan
X
9.
Menentukan buku-buku, catatan-catatan, dan
X
X
dokumen-dokumen yang akan dipinjam 10.
Menyediakan sarana pemeriksaan
X
B. Tahap pelaksanaan pemeriksaan. 1. Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak. Setelah melakukan kegiatan persiapan pemeriksaan dilanjutkan di tempat Wajib Pajak. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di tempat Wajib Pajak untuk pertama kalinya adalah pemeriksa memperlihatkan tanda pengenal pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) yang ditugaskan kepadanya, kemudian
51
memberitahukan kepada Wajib Pajak tentang akan dilakukan pemeriksaan pajak dengan menyerahkan surat pemberitahuan pemeriksaan. Pemeriksa menjelaskan alasan dan tujuan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak, menjelaskan hak-hak dan kewajibannya serta hak-hak dan kewajiban pemeriksa selama dilakukan pemeriksaan.
Hal tersebut telah dilaksanakan oleh Tim Pemeriksa sesuai ketentuan karena prosedur tersebut merupakan syarat formal dalam pemeriksaan yang apabila tidak dilakukan dapat menjadi bumerang bagi Tim Pemeriksa. Apabila berdasarkan pemeriksaan Tim Pemeriksa menghasilkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKP tersebut hingga banding, maka apabila prosedur diatas tidak dilakukan akan menjadi kelemahan bagi Tim Pemeriksa. Pemeriksa kemudian menyerahkan surat peminjaman buku-buku, catatancatatan, dokumen-dokumen, dan memberitahukan bahwa buku-buku, catatancatatan, dokumen-dokumen yang dipinjam tersebut harus diserahkan kepada pemeriksa dalam jangka waktu 7 hari sejak Wajib Pajak menerima surat pemberitahuan. Pembatasan waktu ini tidak hanya dimaksudkan agar pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai dengan jadwalnya dan selesai waktu, tetapi
juga
tidak
memberi
tepat
kesempatan bagi Wajib Pajak untuk
mengubah atau membuat data-data baru (memanipulasi data). Pemeriksa juga melakukan wawancara singkat dengan Wajib Pajak mengenai keadaan usahanya dan melakukan pengenalan lokasi Wajib Pajak. Hal penting
yang perlu
mendapat
52
perhatian
pemeriksa
dalam
melaksanakan pemeriksaan di tempat Wajib Pajak adalah pemeriksaan fisik atas aset-aset Wajib Pajak serta tempat-tempat yang digunakan untuk menyimpan datadata keuangan Wajib Pajak. Permasalahan yang ditemui dalam tahap ini antara lain :
1)
Wajib Pajak tidak dapat ditemui karena tidak ada ditempat, tidak ada kuasanya atau tidak ada pegawai yang bersedia mewakilinya, sehingga pemeriksa
harus
kembali
pada
lain
waktu
berikutnya
untuk
menyerahkan surat pemberitahuan. Dalam hal ini yang dapat dilakukan pemeriksa adalah melakukan perjanjian terlebih dahulu dengan Wajib Pajak, misal sebelum datang ke tempat Wajib Pajak pemeriksa menelpon Wajib Pajak terlebih dahulu. 2)
Wajib Pajak yang telah menggunakan jasa konsultan perpajakan, biasanya menyatakan masalah
bahwa
segala
sesuatu
menyangkut
perpajakan diserahkan kepada konsultannya. Sehingga
pemeriksa pajak harus menunggu untuk konsultan
yang
pajak
tersebut,
akibatnya
dipertemukan
dengan
proses pemeriksaan pajak
menjadi lebih lama. 3)
Tidak dilakukannya pengujian fisik atas persediaan barang atau aktiva/aset Wajib Pajak oleh pemeriksa, memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk merekayasa mengenai keberadaan dan ketepatan nilainya baik dari jumlah barang maupun nilai rupiahnya. Sehingga terdapat perbedaan antara keadaan sebenarnya dengan yang tertuang dalam Laporan
53
Keuangan sebagai dasar pengisian SPT. Pertimbangan pemeriksa untuk tidak melakukan cek fisik karena pertimbangan waktu dan menghindari konfrontasi dengan Wajib Pajak karena biasanya Wajib Pajak akan tersinggung jika dilakukan pemeriksaan fisik ( Wajib Pajak berpikir bahwa pemeriksa hanya akan mencari-cari kelemahan Wajib Pajak saja ). Oleh karena itu cara dan metode komunikasi pemeriksa sangat berperan dalam hal ini.
4)
Permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumendokumen yang diajukan oleh pemeriksa tidak langsung dipenuhi oleh Wajib Pajak. Hal ini disebabkan ketidaksiapan Wajib Pajak karena ketidaklengkapan pembukuan Wajib Pajak atau sebab lain. Wajib Pajak diberi waktu untuk mempersiapkannya dalam jangka waktu 7 hari. Bagi Wajib Pajak yang tidak meminjamkan dalam jangka waktu 7 hari sejak surat pemberitahuan diterima Wajib Pajak, pemeriksa mengirimkan surat peringatan I untuk mengingatkan Wajib Pajak, yang apabila tidak diindahkan dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam surat peringatan pertama ( 3 hari ) akan dilanjutkan dengan mengirimkan dengan surat peringatan kedua. Jika hal ini terjadi, data-data yang dimiliki/diperoleh oleh pemeriksa dalam pelaksanaan pemeriksaan tidak/kurang memadai. Untuk mengatasi masalah ini model pendekatan komunikasi pemeriksa sangat berperan.
54
2. Melakukan penilaian atas pengendalian intern. Penilaian atas pengendalian intern Wajib Pajak perlu dilakukan sebagai dasar untuk menentukan dalamnya pengujian-pengujian yang akan dilakukan. Untuk dapat menilai pengendalian intern Wajib Pajak dengan baik maka pemeriksa
harus melaksanakan
lima
langkah
yaitu
pertama,
mengumpulkan informasi mengenai pengendalian intern wajib pajak; kedua, menelaah pengendalian intern tersebut; ketiga, melakukan penilaian sementara terhadap struktur pengendalian intern; keempat, melakukan pengujian atas struktur pengendalian intern; dan terakhir melakukan penilaian akhir struktur pengendalian
intern.
Tahap
ini
sebagian
besar
telah
dilakukan
oleh
pemeriksa. Namun pelaksanaan penilaian pengendalian intern Wajib Pajak tersebut baru sampai tahap penilaian sementara yaitu pengambilan kesimpulan hanya didasarkan pada manual yang ada pada perusahaan Wajib Pajak seperti struktur organisasi, bagan perkiraan, arus dokumen, dan arus barang serta wawancara dan pengamatan proses pelaksanaan pengendalian intern. Pemeriksa pada umumnya sangat jarang melaksanakan tahap ini sampai pada penilaian akhir struktur pengendalian intern, yaitu setelah diadakan pengujian-pengujian. Pengujian
yang
dimaksud
disini
adalah
pengujian mengenai
kepatuhan/ketaatan dalam melaksanakan prosedur/sistem/metode/peraturan yang telah ditetapkan yang berhubungan dengan sistem pengendalian intern. Apabila penilaian akhir ini dilaksanakan maka hasilnya akan sangat bermanfaat sebagai dasar pemutakhiran ruang lingkup dan program pemeriksaan. Selain itu apabila hasil penilaian akhir ini disimpulkan bahwa pengendalian intern
55
Wajib Pajak cukup baik/memadai, maka pelaksanaan pemeriksaan atas bukubuku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen tidak perlu dilakukan secara penuh, tetapi cukup dilakukan secara sampling. Hal ini tentunya akan menghemat waktu dan tenaga pemeriksa itu sendiri. 3. Memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan. Tahap ini merupakan kelanjutan dari dua tahap sebelumnya yaitu tahap penyusunan program pemeriksaan pada tahap persiapan pemeriksaan dan penilaian atas pengendalian intern. Bila kedua tahap tersebut telah dilaksanakan dengan baik, maka pelaksanaan tahap ini akan lebih mudah untuk dilaksanakan. Melihat kedua tahap diatas yang masih menghadapi banyak kendala, maka akan sulit untuk melaksanakan tahap ini dengan mudah serta memadai. Kenyataannya pemutakhiran ruang lingkup tidak dilaksanakan karena ruang lingkup pemeriksaan telah ditetapkan pada saat persiapan pemeriksaan dan sudah dinyatakan dalam Surat Perintah Pemeriksaan Pajak. Begitu juga dengan program pemeriksaan, pada umumnya pemeriksa sudah pemeriksa puas dengan menggunakan program pemeriksaan yang telah disusun pada saat persiapan pemeriksaan. Padahal tahap ini sangat berguna untuk menyesuaikan ruang lingkup dan program pemeriksaan yang telah disusun dengan fakta-fakta baru yang ditemukan pada pemeriksaan di tempat Wajib Pajak dan hasil atas penilaian pengandalian intern.
4. Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan, dan dokumendokumen.
56
Tanggung jawab utama seorang pemeriksa pajak adalah untuk memastikan bahwa Wajib Pajak telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, salah satunya dengan memeriksa apakah seluruh penghasilan sudah dilaporkan dalam SPT Wajib Pajak. Untuk mengetahui lebih lanjut kebenaran angkaangka
dalam
SPT
serta
apakah
seluruh kompenan penghasilan telah
dilaporkan dalam SPT, diperlukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan, serta dokumen-dokumen Wajib Pajak. Menurut pemeriksa tahap ini adalah tahap yang paling penting dari pelaksanaan pemeriksaan, karena pada tahap ini dilakukan pengujian-pengujian untuk membuktikan angka-angka yang ada dalam SPT serta memastikan apakah semua penghasilan telah dilaporkan. SPT yang dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam pengisiannya harus didasarkan pada pencatatan dan penghitunganpenghitungan yang ada pada buku-buku, catatancatatan,
dan
dokumen-
dokumen Wajib Pajak. Mengingat bahwa pemeriksaan pajak bertujuan menguji kebenaran angka-angka yang dilaporkan Wajib Pajak, maka kecenderungan pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh tidak dapat dihindari. Sebenarnya pemeriksa tidak harus melakukan pemeriksaan menyeluruh bila hasil dari penilaian pengendalian intern Wajib Pajak menunjukan bahwa pengendalian intern Wajib Pajak telah memadai. Karena pemeriksa dalam melakukan penilaian atas pengendalian intern hanya sampai pada langkah penilaian sementara atas struktur pengendalian intern tidak sampai pada pengujiannya, maka hasil dari penilaian tersebut belum bisa
57
meyakinkan apakah sistem pengendalian intern telah memadai dan apakah pengendalian intern telah dilaksanakan dengan baik dan konsisten.
Pemeriksaan
pajak
merupakan
jenis
pemeriksaan
untuk
menguji kepatuhan/ketaatan Wajib Pajak. Sehingga pemeriksaan secara menyeluruh tidak dapat dihindari lagi ( harus dengan pemeriksaan secara menyeluruh) dalam meyakinkan bahwa Wajib Pajak telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik. Namun hal ini menghadapi kendala jika pemeriksa melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang merupakan perusahaan besar dengan banyak melakukan transaksi, akan memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan pemeriksaan. Jika mengingat sempitnya jangka waktu pemeriksaan yang hanya 4 bulan (meskipun bisa diperpanjang sampai 8 bulan), pemeriksaan menyeluruh ini sulit untuk dilakukan. Dalam menghadapi kendala ini pemeriksa meminta rekapan-rekapan per transaksi dalam bentuk soft copy, sehingga pemeriksa tinggal mengecek dengan dokumendokumen pendukungnya saja.
Dalam melakukan pemeriksaan terhadap melakukan pemeriksaan terhadap pembukuan Wajib Pajak terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan yaitu :
a. Teknik Pemeriksaan dengan Metode Langsung Teknik pemeriksaan dengan metode langsung merupakan teknik pemeriksaan yang selalu digunakan oleh pemeriksa pajak khususnya di KPP Pratama Bekasi Selatan. Pemakaian teknik ini sebagai pilihan utama dalam setiap pemeriksaan disebabkan oleh pengujian kebenaran angka-angka 58
dalam SPT Wajib Pajak dilakukan langsung terhadap laporan
keuangan
dan
buku-buku, catatan-catatan, serta dokumen-dokumen pendukungnya harus ada dalam setiap pemeriksaan. Berdasarkan pengamatan langsung atas kertas kerja pemeriksaan dan didukung dengan waawancara yang dilakukan penulis, pemeriksa pada KPP Pratama Bekasi Selatan mengunakan metode ini dalam melaksanakan penugasan pemeriksaan pajak terhadap PT. ABC. Penerapan teknik pemeriksaan langsung ini dilakukan sesuai dengan program pemeriksaan yang disusun pemeriksa untuk setiap pos dalam neraca dan laba rugi. Apabila pembukuan dan pencatatan yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak cukup baik dan lengkap maka teknik pemeriksaan ini akan efektif dalam meyakinkan bahwa Wajib Pajak telah melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pelaporan dan pengisian SPT-nya. Pembukuan PT. ABC secara umum sudah cukup baik namun berdasarkan pemeriksaan dengan menelusuri bukti-bukti yang menjadi dasar pencatatan transaksi, Tim Pemeriksa banyak menemukan koreksi-koreksi seperti tidak adanya bukti pengeluaran kas/bank, pengeluaran biaya yang tidak semestinya, dan bukti pembayaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga disimpulkan bahwa penerapan metode langsung sangat efektif dilakukan namun tidak efisien karena memerlukan waktu yang cukup lama. b. Teknik Pemeriksaan dengan Metode Tidak Langsung PT. ABC telah menyelenggarakan pembukuan dan pencacatan dengan
59
baik.
Pengujian
kebenaran
angka-angka
yang tercantum
dalam
SPT
biasanya dapat dilakukan secara langsung dengan laporan keuangan dan pembukuan Wajib Pajak. Namun adakalanya hasil pemeriksaan dengan metode langsung tersebut kurang meyakinkan bagi tim pemeriksa (supervisor, ketua tim, maupun anggota pemeriksa) dengan membandingkan dengan perusahaan yang sejenis. Hal ini
mengindikasikan
bahwa ada ketidakberesan dalam
pembukuan dan laporan keuangan Wajib Pajak, atau dengan kata lain ada kemungkinan bahwa Wajib Pajak tidak melaporkan seluruh penghasilannya dalam SPT. Dalam keadaan seperti ini maka untuk mendukung/melengkapi metode langsung yang telah digunakan maka pemeriksa menggunakan metode tidak langsung, atau keadaan dimana pemakaian metode langsung tidak dapat dilaksanakan sebagian atau seluruhnya, misalnya :
1.
Pembukuan dan pencatatan Wajib Pajak tidak lengkap, sehingga urutan proses pemeriksaan tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan.
2.
Catatan atau berkas maupun dokumen pendukung hilang atau tidak ada.
3.
Diketemukan ketidak beresan dalam buku-buku dan catatan-catatan Wajib Pajak.
4.
Adanya ketidak serasian antara penghasilan dengan pengeluaran pribadi Wajib Pajak.
5.
Wajib Pajak menggunakan norma penghitungan dalam menghitung besarnya penghasilan neto.
60
Pemeriksa dalam menerapkan metode tidak langsung, biasanya menerapkan hal-hal
1.
sebagai berikut :
Kalau dipakai lebih dari satu metode tidak langsung maka dalam pengambilan kesimpulan atas hasil pemeriksaan harus dipertimbangkan secara seksama, jangan sampai hal ini merugikan Wajib Pajak.
2.
Jika
metode tidak
langsung dipakai
sebagai
pengecekan terhadap
metode
perhitungan
tejadi didiskusikan dengan Wajib Pajak dan
yang
langsung,
pelengkap atau alat
perbedaan
jumlah
hasil
dipertimbangkan dengan benar-benar. 3.
Hasil perhitungan dari metode tidak langsung baru merupakan petunjuk, untuk mengambil keputusan tentang ketidak benaran angka-angka dalam SPT diperlukan pembuktian secukupnya. Metode tidak langsung yang biasa digunakan oleh pemeriksa pada
KPP Pratama Bekasi Selatan antara lain pengujian kaitan yaitu pengujian atas arus barang, arus uang, arus utang, arus piutang, metode transaksi tunai/bank. Berikut tersebut
ini
akan
dibahas
penerapan
metode-metode
dalam mendukung/melengkapi metode langsung :
a. Metode pengujian arus barang. Maksud dari pengujian dari arus barang ini adalah untuk menentukan kelengkapan dari omzet/penjualan/peredaran usaha Wajib Pajak. Kendala yang muncul dalam penggunaan metode ini disebabkan oleh hal-hal yang menyangkut : 1. Keakuratannya dalam pembelian yang tidak dibukukan seluruhnya.
61
2. Ketepatan dari penilaian persediaan. 3. Fluktuasi harga beli dan harga jual 4. Jenis barang persediaan sangat bervariasi dan jumlah yang cukup banyak. 5. Kesulitan penilaian atas barang-barang yang hilang/menguap/menyusut dalam
proses. Dalam menggunakan metode ini pemeriksa menggunakan formula
untuk menghitung penjualan Wajib Pajak yaitu : Saldo awal persediaan + Pembelian -Saldo akhir persediaan = Penjualan Formula tersebut digunakan untuk menghitung total penjualan baik dalam satuan unit yang terjual maupun besar rupiahnya. Pemeriksa telah menerapkan metode ini dalam pemeriksaan pajak PT. ABC dan telah dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan sebagai salah satu alat pengujian. b. Metode pengujian arus uang. Tujuan
pengujian
arus
uang
adalah
untuk
menentukan
kelengkapan dari penerimaan uang (melalui kas/bank/giro). Formula yang digunakan : Saldo akhir + Pengeluaran -Saldo awal = Penerimaan Untuk
menerapkan
metode
ini
pemeriksa
harus
meneliti
penerimaan dan pengeluaran melalui kas, rekening koran, dan dokumen yang berkaitan dengan pengeluaran dan penerimaan. Selisih yang sering terjadi antara penghitungan Wajib Pajak dengan pemeriksa yang mengunakan metode ini
62
biasanya karena adanya pengambilan prive direktur atau pemegang saham yang tidak dibukukan. c. Metode pengujian arus utang. Tujuan
pengujian
arus
utang
adalah
untuk
menentukan
kelengkapan dan ketepatan jumlah pembelian. Formula yang digunakan : Saldo akhir utang + Pelunasan + Pembelian tunai - Saldo awal utang = Pembelian total Dengan pengujian arus utang pemeriksa dapat mengetahui pembelian yang sebenarnya dilakukan oleh Wajib Pajak dengan meneliti catatan dan dokumen status utang Wajib Pajak dan dokumen-dokumen pembelian. Namun metode ini juga harus diikuti dengan metode pengujian arus piutang. d. Metode pengujian arus piutang. Tujuan pengujian arus piutang adalah untuk menentukan kelengkapan jumlah omzet.
Formula yang digunakan : Saldo akhir piutang + Penerimaan piutang + Penjualan tunai - saldo awal piutang = Penjualan total
Satu hal yang harus diperhatikan dalam penerapan metode pengujian kaitan ini adalah apabila terdapat selisih dengan jumlah yang dilaporkan Wajib Pajak dalam SPTnya, maka harus diteliti lebih jauh untuk mendapatkan jumlah
63
penjualan/pembelian yang sebenarnya. Pemeriksa telah menerapkan metode ini dan menemukan selisih antara penjualan total hasil pengujian arus piutang dengan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan Wajib Pajak. Atas selisih tersebut ada yang dapat dijelaskan oleh Wajib Pajak antara lain transfer antar rekening, penarikan untuk kas, dan lainlain. Namun ada juga yang tidak dapat dijelaskan oleh Wajib Pajak dan dijadikan koreksi oleh Pemeriksa dan dianggap sebagai penjualan yang belum dilaporkan. e. Metode equalisasi Faktor yang cukup dominan yang mempengaruhi lancarnya jalannya pemeriksaan disamping sifat kooperatif dari Wajib Pajak adalah dari sistem pembukuan dan catatan Wajib Pajak. Jika sistem pembukuan dan pencatatan yang diterapkan telah sesuai dengan standar, maka pemeriksaan akan berjalan dengan lancar. Penggunaan metode langsung akan cukup efektif diterapkan dalam keadaan seperti ini. Namun demikian adakalanya terdapat bagian tertentu dari penghasilan yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak baik disengaja atau karena kealpaan/kekhilafan. Metode equalisasi dalam penerapannya tidak banyak mengalami hambatan. Hampir setiap pemeriksaan yang dilakukan selalu menggunakan metode ini. Dalam metode ini pemeriksa membandingkan besarnya peredaran usaha yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan (PPh) dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dalam menghitung pajak keluaran dalam Pajak
Pertambahan
Nilai
(PPN).
DPP
PPN
tersebut
merupakan
omzet/peredaran usaha minimal Wajib Pajak. Selisih antara peredaran usaha 64
sebagai dasar penghitungan PPh dengan DPP PPN keluaran merupakan penghasilan yang tidak dilaporkan Wajib Pajak. Pemeriksa juga melakukan equalisasi dengan membandingkan objek PPh Pemotongan dan Pemungutan (PPh Pasal 21, 22, 23, dan 4 ayat (2) ) dengan pos-pos biaya dalam laporan laba rugi. 5. Melakukan konfirmasi pada pihak ketiga. Konfirmasi digambarkan sebagai penerimaan jawaban tertulis maupun lisan dari pihak ketiga yang independen dalam memverifikasi akurasi informasi yang telah diminta oleh pemeriksa. Konfirmasi dilakukan untuk memperkuat data/informasi mengenai Wajib Pajak kepada pihak ketiga. Konfirmasi yang dilakukan kepada pihak ketiga oleh pemeriksa pada KPP Pratama Bekasi Selatan antara lain kepada KPP-KPP terkait mengenai kewajiban pajak Wajib Pajak maupun kepada bank. Data yang dilakukan konfirmasi ke KPP lain antara lain :
1.
konfirmasi PPN masukan kepada KPP-KPP dimana perusahaan yang berkaitan dengan Wajib Pajak yang diperiksa tersebut terdaftar,
2.
konfirmasi SSP lembar 2 PPh Pasal 22 dan PPN ke KPP dengan menggunakan Modul Penerimaan Negara, Pemeriksa jarang melakukan konfirmasi atas piutang, penjualan dan
pembelian atau konfirmasi kepada pihak yang mempunyai hubungan usaha dengan Wajib Pajak. Hal ini disebabkan pemeriksa menganggap konfirmasi atas hal-hal
65
tersebut akan menyita waktu sedangkan jangka waktu pemeriksaan terbatas. Dan juga pihak yang dilakukan konfirmasi sering tidak menghiraukan karena menganggap konfirmasi tersebut mengganggu pekerjaan pokok pihak tersebut. Akibat tidak dilakukannya konfirmasi untuk pos-pos selain SSP lembar 2 dan PPN masukan, maka data yang dipakai pemeriksa hanya terpaku pada data yang tersedia pada KPP dan Wajib Pajak. Akhirnya dasar pemeriksaan menjadi relatif sedikit, sehingga kualitas pemeriksaan yang baik tidak tercapai. Ada beberapa konfirmasi yang terpaksa harus diabaikan mengingat lamanya pihak yang diminta konfirmasi memberikan jawaban dan dengan pertimbangan data yang dimintai konfirmasi tersebut tidak terlalu signifikan. Namun Pemeriksa cukup terbantu dengan adanya Modul Penerimaan Negara (MPN). Dengan sistem tersebut pemeriksa dapat melihat data pembayaran pajak Wajib Pajak secara real-time. 6. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak. Salah satu hak Wajib Pajak yang juga merupakan kewajiban bagi pemeriksa pajak adalah menyampaikan atau memberitahukan hasil yang telah dicapai oleh pemeriksa dalam kegiatan yang telah dilakukannya. Tujuannya agar Wajib Pajak mengetahui sejauh mana pelaksanaan kewajiban perpajakannya dinilai oleh pemeriksa, sehingga apabila Wajib Pajak tidak menyetujui hasil pemeriksaan tersebut dapat segera mengajukan sanggahan atas hasil temuan Pemeriksa. Prosedur pemberitahuan hasil pemeriksaan ini telah dilaksanakan oleh pemeriksa pada KPP Pratama Bekasi Selatan dengan cukup baik. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan disampaikan baik oleh pemeriksa secara
66
langsung ke tempat Wajib Pajak PT. ABC. 7. Melakukan sidang penutupan. Pembahasan akhir hasil pemeriksaan yang telah dilaksanakan merupakan sarana untuk mengadakan pembahasan yang dilakukan antara pemeriksa pajak dan Wajib Pajak atas temuan selama pemeriksaan dan hasil pembahasan tersebut baik yang disetujui maupun tidak disetujui dituangkan ke dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh pemeriksa dan Wajib Pajak. Jadi apapun tanggapan Wajib Pajak atas hasil pemeriksaan harus diadakan pembahasan. Sidang penutupan ini juga merupakan perlindungan bagi Wajib Pajak dari pemeriksa yang kurang profesional yang melakukan penetapan koreksi fiskal secara sewenang-wenang. Sidang penutupan ini juga menjadi sarana bagi Wajib Pajak untuk melakukan pembelaan diri. Analisis yang dilakukan terhadap tahap ini dalam pemeriksaan terhadap Wajib Pajak PT. ABC menunjukan bahwa pemeriksa
telah
menerapkan
aturan pelaksanaan pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Wajib Pajak diberi kesempatan untuk menanggapi dan membuktikan pos-pos yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak dan menuangkannya dalam Risalah Pembahasan Hasil Pemeriksaan baik yang disetujui oleh Wajib Pajak maupun yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak. Setelah dijelaskan kepada Wajib Pajak mengenai hasil pemeriksaan tersebut maka ada dua kemungkinan tanggapan Wajib Pajak, yaitu : 1). Menyetujui seluruh hasil pemeriksaan tersebut. 2). Tidak sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan tersebut, baik menyangkut
67
fakta-fakta atau segi yuridisnya. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil pemeriksaan, maka tidak banyak masalah yang timbul, Laporan Pemeriksaan Pajak dapat segera disiapkan. Akan tetapi apabila Wajib Pajak tidak setuju, maka terhadap bagian yang disangkal harus ditegaskan masalahnya dan dijelaskan kepada Wajib Pajak mengenai jumlah, maupun landasan hukum dilakukan
oleh
pemeriksa.
Perbedaaan
mengenai
koreksi
yang
penafsiran peraturan perundang-
undangan biasa terjadi antara pemeriksa dan Wajib Pajak. Juga dalam sidang penutup ini aparat pemeriksa harus menjelaskan hak mengajukan keberatan dan prosedurnya. Seperti jangka waktu keberatan, syarat-syarat pengajuan keberatan serta tata caranya. Dalam pemeriksaan terhadap PT. ABC pemeriksa telah memberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan kepada Wajib Pajak. Namun Wajib Pajak tidak dapat memberikan dasar argumen yang kuat atas koreksi Pemeriksa, sehingga Tim Pemeriksa tetap mempertahankan koreksi yang dilakukan. Hal-Hal tersebut telah dituangkan secara jelas dalam risalah pembahasan akhir. Secara ringkas pemenuhan prosedur pemeriksaan dalam tahap persiapan pemeriksaan pajak PT. ABC dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 4.2
68
Pemenuhan Prosedur tahap pelaksanaan pemeriksaan dalam pemeriksaan pajak PT. ABC No.
Prosedur Pemeriksaan
Dilakukan
1.
Pemeriksaan ditempat Wajib Pajak
X
2.
Melakukan Penilaian atas Pengendalian Intern
X
3.
Memutakhirkan Ruang Lingkup dan Program
Tidak dilakukan
X
Pemeriksaan 4.
Melakukan
Pemeriksaan
atas
buku-buku,
catatan-catatan dan dokumen-dokumen a. Metode Langsung
X
b. Metode Tidak Langsung
X
5.
Melakukan Konfirmasi Pada Pihak Ketiga
X
6.
Memberitahu Hasil Pemeriksaan kepada Wajib
X
Pajak 7.
Melakukan
Sidang
Penutupan
(Melakukan
X
Sidang Penutupan)
D. Pembuatan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP). Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat kesimpulan pemeriksa yang didukung temuan-temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait. Laporan Pemeriksaan Pajak yang terkait dengan pengungkapan penyimpangan
69
Surat Pemberitahuan (SPT) harus memperhatikan kertas kerja pemeriksaan antara lain mengenai berbagai faktor perbandingan, nilai absolut dari
penyimpangan,
sifat dari penyimpangan, petunjuk atau temuan adanya penyimpangan, pengaruh penyimpangan, dan hubungan dengan permasalahan lainnya. Penyimpangan-penyimpangan
tersebut
merupakan
temuan
dalam
pemeriksaan pajak yang merupakan ketidaksesuaian antara peraturan perpajakan dengan hal-hal yang dilaporkan oleh Wajib Pajak. Laporan Pemeriksaan Pajak yang disusun oleh pemeriksa pada KPP Pratama Bekasi Selatan atas pemeriksaan pajak PT. ABC umumnya telah memenuhi kriteria-kriteria pelaporan pemeriksaan yang memadai. Hal ini dimungkinkan
karena
telah
ada
bentuk
yang
baku
mengenai
penyusunan pelaporan yang terdapat dalam pedoman pemeriksaan pajak ( KEP-01/PJ.7/1990). Resume hasil pemeriksaan pajak PT. ABC dapat dilihat dalam lampiran IV.I
D. Hambatan-hambatan yang Dihadapi Pada bab sebelumnya telah disebutkan beberapa hambatan yang dihadapi oleh pemeriksa dalam menjalankan tugasnya antara lain : 1. Terbatasnya jangka waktu pemeriksaan. Dari analisis atas penerapan prosedur pemeriksaan pajak pada subbab sebelumnya diketahui bahwa kendala waktu merupakan kendala yang paling sering
ditemukan
sebagai
penyebab
suatu
prosedur
tidak
dapat
dijalankan/dilaksanakan. Karena waktu yang terbatas ini pula pemeriksaan yang
70
dilakukan belum optimal. Diketahui bahwa pemeriksaan lengkap jangka waktunya hanya 4 bulan dan dapat diperpanjang hingga 4 bulan. Perpanjangan waktu ini merupakan salah satu solusi jika pemeriksaan yang dilakukan tidak berjalan lancar dan membutuhkan waktu yang lebih lama, pemeriksa dapat mengajukan perpanjangan waktu. Namun akar permasalahannya belum dapat dipecahkan dengan tuntas, karena memperpanjang jangka waktu pemeriksaan akan muncul kendala
lain
yaitu meningkatnya biaya pemeriksaan dan tenaga yang
dicurahkan untuk suatu penugasan pemeriksaan. Pemeriksaan pajak merupakan jenis pemeriksaan yang menguji/menilai tingkat kepatuhan/ketaatan Wajib Pajak dalam menjalankan kewajibannya dalam
bidang perpajakan apakah telah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku. Dalam pemeriksaan dengan tujuan menguji kepatuhan/ketaatan, pemeriksaan secara
menyeluruh disyaratkan dalam
pelaksanaannya. Sehingga pemeriksaan dengan metode sampling sangat dihindari untuk
diterapkan. Tetapi
karena keterbatasan jangka
waktu
pemeriksaan yang hanya 4 bulan ( meskipun dapat diperpanjang sampai 8 bulan) dan tenaga pemeriksa yang terbatas, pemeriksaan dengan menggunakan metode sampling dapat diterapkan sebagai suatu solusi alternatif. Di dalam lampiran KEP-01/PJ.7/1990 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak, juga disebutkan mengenai penggunaan metode sampling dalam pemeriksaan pajak. Surat keputusan tersebut memperbolehkan penggunaan metode sampling dengan syarat :
71
1.
Setiap terlebih
pemeriksa
dalam
menggunakan
dahulu membuat
metode
perencanaan
yang
sampling matang.
harus Dalam
perencanaan ini, pemeriksa harus mempertimbangkan hubungan antara sampel dengan tujuan pemeriksaan serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi besarnya sampel yang akan dipilih atau diuji. 2.
Pemilihan sampel harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga sampel tersebut dapat diharapkan mewakili populasi. Dalam hal ini setiap bukti atau transaksi harus mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel.
3.
Pemeriksa harus memproyeksikan kesalahan hasil-hasil dari sampel ke bukti atau transaksi dari mana sampel itu dipilih. Dalam pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak PT. ABC pemeriksa tidak
melakukan metode sampling sehingga waktu yang dibutuhkan cukup lama. Permasalahan yang mendasar menurut penulis dalam pelaksanaan pemeriksaan adalah faktor penunjang jalannya pemeriksaan. Tersedianya data yang lengkap dan cepat dalam mengaksesnya. Jika Direktorat Jenderal Pajak mempunyai data base yang baik maka pelaksanaan pemeriksaan akan berjalan dengan lancar dan tidak memakan waktu yang cukup lama. 2. Terbatasnya kemampuan pemeriksa. Prosedur pemeriksaan pajak yang ada memerlukan keahlian khusus untuk menerapkannya. Pemeriksaan pajak harus memiliki kemampuan dibidang akuntansi, auditing, Elektronik Data Procesing (EDP), di samping bidang-bidang lain
seperti pemahaman tentang dunia bisnis dan juga
72
kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Sistem administrasi yang banyak dimiliki Wajib Pajak dewasa ini telah menggunakan komputer. File-file Wajib Pajak tidak hanya disimpan dalam bentuk hard copy, tetapi juga dalam bentuk elektronik. Hal ini menuntut pemeriksa untuk memiliki pemahaman mengenai program-program komputer yang berhubungan dengan akuntansi dan pemeriksaan. Pemrosesan data dengan menggunakan media elektronik ( EDP = Electronic Data Procesing) memberi kemudahan bagi pemeriksa dalam melaksanakan suatu penugasan pemeriksaan. Untuk mengatasi masalah ini harusnya lebih sering dilaksanakan diklat-diklat yang bagi pemeriksa. Sehingga kemampuan pemeriksa selalu meningkat. Tidak kalah penting juga mengenai peraturan-peraturan ketentuan perpajakan yang baru harus diketahui oleh pemeriksa. Jadi pengetahuan pemeriksa harus up to date. Citra aparat pajak di mata Wajib Pajak yang kurang begitu baik dapat menimbulkan kendala yang tidak diharapkan. Oleh sebab itu sikap mental aparat pajak terutama pemeriksa harus ditingkatkan. Untuk memperbaiki citra aparat pajak yang kurang baik tersebut, pemeriksa pajak diharapkan dapat bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap terbuka, sopan, dan obyektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela dalam melaksanakan suatu penugasan. 3. Wajib Pajak kurang membantu dalam kelancaran pemeriksaan. Dalam suatu penugasan pemeriksaan, pemeriksa kadang menemui Wajib Pajak yang diperiksa kurang kooperatif, hal ini berdampak pada kelancaran pelaksanaan pemeriksaan yang dilaksanakan. Sifat kooperatif Wajib Pajak
73
dapat dilihat pada saat pemeriksa memeriksa di tempat Wajib Pajak dan melakukan peminjaman buku-buku, catatan-catatan,
serta
dokumen-
dokumen. Dalam pemeriksaan pajak terhadap PT. ABC, Wajib Pajak tidak menyerahkan semua data-data yang dipinjam. Hal tersebut diketahui pada saat dilakukan pemeriksaan. Atas dasar tersebut Pemeriksa melakukan pinjaman atas dokumen yang belum dipinjamkan tersebut namun sampai dikeluarkan surat peringatan Wajib Pajak belum menyerahkan data-data yang akan dipinjam tersebut. 4. Kurangnya koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait. Koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait yang dimaksudkan sebagai sumber data dan informasi yang dibutuhkan mengenai mengenai Wajib Pajak yang diperiksa. Mengingat masih lemahnya sistem pengelolaan data base Wajib Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak maka koordinasi dengan berbagai pihak yang memiliki akses data dan infrastrukur menjadi bagian sangat penting untuk menunjang kelancaran pemeriksaan. Sistem informasi yang ada hanya dapat memberikan data internal saja, data-data eksternal seperti data impor dan ekspor dari bead an cukai dan data penjualan/pembelian dari lawan transaksi belum dapat disajikan dengan benar sehingga fasilitas ini belum bisa dimanfaatkan secara optimal. Pihak-pihak terkait yang dimaksud adalah organisasi-organisasi di dalam Direktorat Jenderal Pajak seperti Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan instansi-instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak seperti bank dan perusahaanperusahaan yang memiliki hubungan dengan Wajib Pajak.
74