NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN 1970/1971
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I UMUM A. Kebijaksanaan Keuangan 1.1.
Pendahuluan Tahun anggaran 1970-1971 merupakan tahun kedua daripada pelaksanaan Pelita I,
1969-1974. Pelaksanaan pembangunan ini sesuai dengan garis-garis kebijaksanaan yang telah dituangkan dalam berbagai ketetapan hasil-hasil sidang MPRS tahun 1966, terutama Ketetapan MPRS XXIII/MPRS/1966. Ketetapan MPRS No.XLI/MPRS/1968 menentukan bahwa tugas pokok Kabinet Pembangunan adalah melanjutkan tugas-tugas Kabinet Ampera dengan perincian sebagai berikut : (a)
Menciptakan stabilisasi politik dan ekonomi sebagai syarat untuk berhasilnya pelaksanaan rencana pembangunan lima tahun dan pemilihan umum
(b)
Menyusun dan melaksanakan Rencana Pembangunan Lima Tahun
(c)
Melaksanakan
Pemilihan
Umum
sesuai
dengan
Ketetapan
MPRS
No.XLII/MPRS/1968. (d)
Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis habis sisa-sisa G 30 S/PKI dan setiap perongrongan, penyelewengan serta pengkhianatan terhadap Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
(e)
Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara menyeluruh Aparatur Negara dari Tingkat Pusat sampai Daerah. Sudah barang tentu tugas pembangunan itu tidak akan dapat berhasil bila beberapa
prasyarat tidak dipenuhi atau tidak ada. Prasyarat-prasyarat yang diperlukan untuk berhasilnya pembangunan itu adalah : (1)
Adanya kepemimpinan negara dan pemerintahan yang sepenuhnya merasa dan bertindak terikat pada usaha-usaha pembangunan;
(2)
Terciptanya suatu mentalitas rakyat yang yakin akan berhasilnya suatu pembangunan, sehingga dengan demikian bersedia untuk memikul segala biaya dan akibat-akibatnya dan turut serta didalamnya;
(3)
Adanya kesepakatan tentang sasaran-sasaran dan cara-cara untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut, sasaran-sasaran dan cara-cara mana haruslah cukup realistis mengingat kondisi, waktu dan tempat; dengan perkataan lain, harus ada suatu rencana pembangunan yang baik dan realistis;
1
(4)
Memiliki sumber-sumber, baik yang bersifat manusia, kekayaan alam maupun modal, yang dapat dikerahkan untuk melaksanakan usaha-usaha pembangunan; dan akhirnya
(5)
Memiliki perangkat kelembagaan masyarakat yang membantu bahkan turut serta di dalam usaha-usaha pembangunan. Suatu usaha pembangunan mensyaratkan adanya suatu ketenangan dan kemantapan
di dalam bidang moneter. Atas dasar itulah Pemerintah telah melaksanakan usaha-usaha stabilisasi di dalam tahun 1967/1968. Tahun 1969 merupakan tahun pertama kali di mana Indonesia mengalami suatu kemantapan harga meskipun jumlah uang yang beredar terus bertambah (lihat grafik). Stabilisasi moneter bukanlah menjadi tujuan akhir Pemerintah. Kestabilan moneter merupakan salah satu prasyarat ekonomis obyektif yang memungkinkan berhasilnya usaha-usaha pembangunan ekonomi. Berkat tekad dan kesungguhan masyarakat bersama Pemerintah untuk sepenuhnya mengabdikan dan melibatkan diri di dalam usaha stabilisasi dan rehabilitasi itu, maka prasyarat pembangunan tersebut dapat dicapai dalam suatu jangka waktu yang relatif pendek. Usaha pembangunan itu sendiri memerlukan pembiayaan yang besar sekali. Seluruh sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang dapat dihasilkan dan disisihkan oleh masyarakat, baik oleh Pemerintah maupun oleh sektor swasta, merupakan pembatasan yang mencerminkan sampai di mana usaha-usaha pembangunan dapat dilaksanakan. Pembatasanpembatasan pembiayaan ini pulalah yang mengharuskan Pemerintah dan masyarakat untuk melakukan pilihan di antara banyak bidang sasaran. Untuk itulah harus diadakan prioritasprioritas tertentu. Kondisi-kondisi obyektif yang ada di Indonesia mengharuskan Pemerintah untuk menentukan sektor pertanian sebagai prioritas utama kegiatan-kegiatan pembangunan Repelita 1969/1970 – 1973/1974. Dengan terarahnya kegiatan pembangunan pada sektor pertanian, diusahakn pula secara simultan pembangunan sektor-sektor perekonomian lain yang akan menunjang sektor pertanian tersebut. Sebaliknya dengan berkembangnya sektor pertanian itu sendiri diharapkan akan mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Jelaslah bahwa berhasilnya usaha pembangunan sesuai dengan strategi umum Repelita itu bergantung pada 2 hal, yakni : (a) berlangsungnya terus stabilisasi moneter sebagai landasan pembangunan dan (b) tersedianya dana-dana pembiayaan pembangunan serta pengarahan kegiatan-kegiatan pembangunan. Di samping itu adanya tekad dan kesungguhan masyarakat untuk sepenuhnya mengabdikan dan melibatkan diri di dalam usaha-usaha pembangunan tersebut merupakan pula prasyarat. Dengan demikian tugas untuk tetap menjaga stabilisasi di samping meningkatkan suber-sumber pembiayaan membawa 2
konsekuensi terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang ekonomi – keuangan. 1.2.
Landasan Pokok Kebijaksanaan APBN 1970/1971 Landasan pokok Kebijaksanaan APBN 1970/1971 didasarkan pada hal-hal sebagai
berikut : (1)
Sesuai
dengan
ketetapan
MPRS
XXIII/MPRS/1966
Pemerintah akan
tetap
menyelenggarakan kebijaksanaan integral yang mencakup kebijaksanaan budget, kebijaksanaan fiskal, kebijaksanaan upah, kebijaksanaan neraca pembayaran luar negeri dan sebagainya disertai dengan perubahan-perubahan institusionil dan proseduril guna lebih memantapkan stabilisasi sebagai prasyarat pembangunan dan sesuai dengan skala prioritas pembangunan yang telah dituangkan dalam Repelita 1969/1970 – 1973/1974. (2)
Tetap melaksanakan budget management yang disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan ekonomi di Indonesia dan dengan tahap-tahap pembangunan.
(3)
Mengingat akan bertambah besarnya pembiayaan pembangunan di satu pihak dan makin terbatasnya bantuan program yang nilai lawannya dipergunakan untuk pembiayaan pembangunan, maka bagian penerimaan dalam negeri yang sejak pelaksanaan tahun pertama PELITA disisihkan sebagai tabungan Pemerintah untuk pembiayaan pembangunan harus lebih ditingkatkan dalam tahun anggaran 1970/1971.
(4)
Kebijaksanaan di bidang anggaran yang dianut adalah tetap anggaran berimbang. Tetapi anggaran berimbang ini sifatnya tidak statis. Mengingat di dalam anggaran berimbang tersebut harus diciptakan public savings yang makin lama makin besar bagi pembiayaan pembangunan, maka anggaran tersebut merupakan anggaran berimbang yang dinamis.
(5)
Tetap melaksanakan pengintegrasian antara rencana fisik PELITA dengan anggaran pembangunan dari APBN untuk menjamin berhasilnya pelaksanaan rencana pembangunan.
(6)
Pelaksanaan anggaran tetap disusun atas dasar orientasi pada program (program oriented budget).
1.2.1. Pokok-pokok Kebijaksanaan Dalam Penerimaan Negara Khusus mengenai landasan pokok kebijaksanaan APBN yang menyangkut segi penerimaan dapatlah diperinci sebagai berikut : 3
Dalam segi penerimaan negara selalu diusahakan kebijaksanaan yang dapat menjamin bagian yang makin meningkat dari pendapatan nasional (GNP). Untuk tahun anggaran 1970/1971 kenaikan penerimaan negara adalah 40% dibandingkan dengan tahun anggaran 1969/1970. Didalam rangka meningkatkan penerimaan Pemerintah tersebut, maka harus dijaga agar tabungan Pemerintah terus meningkat disamping menjamin pemberian perangsang yang cukup bagi kegiatan-kegiatan produktif.
Sehubungan
dengan
ini
Pemerintah
akan
menurunkan
dan
menyederhanakan tarif-tarif pajak terutama pajak perseroan dan pajak pendapatan. Untuk pajak perseroan tarif maksimum akan diturunkan dari 60% menjadi 45%, sedangkan jumlah golongan tarif dari 7 macam disederhanakan menjadi 2 macam saja. Dalam hubungan inilah maka Pemerintah bermaksud mengajukan 5 buah rancangan undang-undang tentang perubahan-perubahan dan tambahan-tambahan terhadap : 1. Ordonansi Pajak Perseroan 1925 2. Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 3. Undang-undang Pajak Dividen 1959 4. Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing 5. Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Disamping itu dalam rangka meningkatkan penerimaan negara, tetap diusahakan usaha-usaha intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi mencakup hal-hal seperti : penetapan dasar pengenaan pajak, yakni besarnya pendapatan, laba ataupun peredaran, yang lebih sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sedangkan penagihannnya diawasi dan dijaga supaya pajak-pajak dibayar tepat pada waktunya. Dalam hal itu sistim pemungutan MPS dan MPO, yang kini sudah cukup dikenal masyarakat, akan lebih ditingkatkan kemanfaatannya. Dari masyarakat sendiri diharapkan adanya kesadaran, rasa tanggung jawab serta kerelaan yang lebih besar untuk memenuhi kewajiban membayar pajak sebagaimana telah ditetapkan dalam masing-masing undang-undang pajak yang bersangkutan. Adapun ekstensifikasi berarti usaha-usaha untuk menjangkau obyek-obyek serta subyek-subyek yang kini masih lolos dari pengenaan pajak.
4
Kedua usaha tersebut hanya akan berhasil apabila disatu pihak kemampuan aparatur dan ketertiban administrasi perpajakan sendiri ditingkatkan, dilain pihak ditempuh usaha-usaha untuk mempertebal kesadaran masyarakat tentang fungsi perpajakan didalam kehidupan bernegara, tentang diperlukannnya pajak-pajak guna membiayai kebutuhan-kebutuhan umum. Demikian pula dalam bidang bea masuk pokok kebijaksanaan yang ditempuh akan tetap dilaksanakan dalam rangka Peraturan Pemerintah No. 6 bulan Maret 1969 yang kemudian diikuti dengan surat Keputusan Menteri Keuangan RI. No. Kep.600/MK/III/9/1969 tertanggal 1 September 1969. Dalam bidang cukai, penetapan harga limit hasil tembakau, penertiban merk hasil tembakau dan usaha secara langsung mengawasi produksi beberapa hasil tembakau merupakan langkahlangkah kearah pengamanan penerimaan negara yang berasal dari cukai. 1.2.2. Pokok-pokok Kebijaksanaan Dalam Pengeluaran Negara Dibandingkan
dengan
pengeluaran
Negara
tahun
1969/1970,
maka
pengeluaran negara untuk tahun 1970/1971 akan merupakan beban yang lebih berat bagi Pemerintah. Bila didalam tahun 1969/1970 anggaran rutin berjumlah Rp 204 milyar, maka didalam thaun 1970/1971 akan bertambah besar menjadi Rp 283,4 milyar. Sedangkan anggaran pembangunan (diluar bantuan proyek) akan meningkat dari Rp 87 milyar di dalam tahun 1969/1970 menjadi Rp 115,8 milyar didalam tahun 1970/1971. Peningkatan dari pengeluaran negara tersebut meliputi sektor-sektor belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom, pembayaran hutang, biaya pemilihan umum dan public savings. Mengenai belanja pegawai, Pemerintah bermaksud untuk menaikkan gaji pegawai negeri dan ABRI sebesar 50%. Kenaikan ini hanya sebesar jumlah tersebut karena terbatasnya kemampuan penerimaan negara dan adanya pengeluaranpengeluaran lain yang tidak dapat dielakkan dan haruis dibayar oleh Pemerintah, misalnya Pemilihan Umum, dan sebagainya. Pengeluaran lain yang memerlukan pembiayaan yang jauh meningkat dibandingkan dengan tahun 1969/1970 adalah pembiayaan Pemilihan Umum. Untuk ini dalma tahun 1970/1971 disediakan Rp 10 milyar. Meskipun sebenarnya keperluan pembiayan Pemilihan Umum adalah lebih besar daripada jumlah tersebut, tetapi
5
berhubungan terbatasnya dana yang tersedia maka jumlah tersebut adalah yang maksimal dapat disediakan. Disamping itu pengeluaran pembangunan juga memerlukan pembiayaan yang sangat meningkat berhubung dengan adanya faktor-faktor sebagai berikut : (a)
Diperkirakan bahwa untuk tahun anggaran 1970/1971 penyediaan rupiah untuk “local cost” daripada bantuan proyek akan meningkat menjadi kurang lebih Rp 32,0 milyar.
(b)
Berhubungan adanya keperluan “local cost” yang sangat meningkat tersebut, diperlukan tambahan biaya untuk proyek-proyek lain yang sekarang sedang berjalan guna menghindari kemacetan dan kemunduran di dalam pembangunan.
(c)
Pembangunan dari daerah Irian Barat yang harus makin ditingkatkan.
(d)
Disamping subsidi desa yang juga akan diberikan di dalam tahun 1970/1971 ini seperti juga di dalam tahun anggaran yang lalu, maka Pemrintah merasa perlu untuk juga memberikan subsidi kepada kabupaten-kabupaten. Tujuan daripada subsidi tersebut selain dimaksudkan untuk memperluas lapangan kerja juga bertujuan mendorong peningkatan usaha dalam kegiatan ekonomi dan produksi pada tingkat Kabupaten. Dengan demikian dapat lebih dimanfaatkan kelebihan tenaga kerja yang masih tersedia di daerah tersebut, sehingga pendapatan daerah dan kesejahteraan rakyat juga akan meningkat lagi. Untuk tahun-tahun berikutnya pemberian subsidi ini akan dikaitkan dengan
penerimaan daerah. Dengan demikian maka akan diukur dan dinilai pula usaha suatu daerah Kabupaten didalam meningkatkan penerimaan daerah dari sumber-sumber didaerahnya. Dengan demikian maka tabungan Pemerintah yang harus disediakan lebih besar daripada didalam tahun anggaran yang lalu. Untuk itu diperkirakan tabungan Pemerintah akan berjumlah Rp 37,1 milyar (menurut perkiraan didalam REPELITA hanya Rp 33,0 milyar). Mengenai pembiayaan disekitar belanja barang telah terjadi peningkatan dari Rp 36,7 milyar menjadi Rp 69,4 milyar; ini berarti suatu kenaikan hampir sebesar 100%. Kenaikan ini sebagian disebabkan keperluan pemeliharaan (maintenance) dan pelaksanaan proyek-proyek disamping kebutuhan belanja barang yang diperlukan untuk lebih meningkatkan jalannya roda Pemerintahan.
6
Sebagai akibat daripada usaha Pemerintah untuk meningkatkan gaji pegawai, maka subsidi daerah otonom juga meningkat yaitu dari Rp 41,4 milyar menjadi Rp 53,2 milyar. Mengenai pembayaran hutang-hutang terjadi peningkatan sebagai akibat semakin besarnya hutang-hutang yang telah jatuh tempo. 1.3.
Landasan Pokok Kebijaksanaan Perkreditan Bank Pada azasnya kebijaksanaan perkreditan Pemerintah dalam tahun 1970/1971 masih
tetap berlandaskan kebijaksanaan perkreditan yang selektif yang mendorong kegiatankegiatan pembangunan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut meliputi kebijaksanaan suku bunga, pengarahan kredit, penyediaan kredit jangka menengah/panjang untuk investasi dan penyediaan kredit jangka pendek untuk sektor-sektor produksi dan industri. Mengenai kebijaksanaan suku bunga debet, seperti dalam tahun 1969/1970, akan terus disesuaikan sedemikian rupa sehingga akan mendorong kegiatan-kegiatan ekonomi tanpa mengganggu kestabilan ekonomi. Disamping itu guna menjaga pengarahan kredit ke sektor-sektor yang lebih prodyktif maka kebijaksanaan “differential interes rates” akan tepat dilaksanakan. Begitu pula mengenai kebijaksanaan suku bunga deposito akan disesuaikan dengan perkembangan ekonomi pada umumnya. Kebijaksanaan kredit investasi yang telah dimulai sejak bulan April 1969 akan tetap dilanjutkan untuk 1970/1971 guna lebih memberikan perangsang kepada kegiatan-kegiatan investasi yang diprioritaskan oleh Pemerintah. Diperkirakan bahwa ekspansi kredit perbankan untuk tahun 1970/1971 akan mencapai jumlah Rp 130,0 milyar. Didalam pelaksanan daripada pemberian kredit tersebut akan tetap diperhatikan situasi dan keadaan moneter pada umumnya. 1.4.
Situasi Moneter Internasional Segala kebijaksanaan yang akan dilakukan Pemerintah tidak terlepas dari situasi
monoter internasikonal. Kalau diperhatikan keadaan moneter pada waktu ini dan memperkirakan apa yang akan terjadi dalam tahun anggaran 19701971, maka keadaan tersebut secara umum dapat dikatakan tidak begitu mengkhawatirkan dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu. Seperti diketahui, krisis moneter internasional dimulai dengan devaluasi Pound Sterling Inggris dalam bulan Nopember 1967 yang kemudian diikuti oleh negara-negara 7
commonwealth. Krisis tersebut terjadi sebagai akibat adanya defisit dalam Neraca Pembayaran Inggris yang sangat berat yang telah menimbulkan balance of payment gap dan mengakibatkan merosotnya cadangan emas dan devisa secara drastis. Beberapa bulan kemudian telah terjadi pula kegoncangan moneter internasional yang kedua sebagai akibat terjadinya krisis emas internasional. Di dalam bulan Maret 1968 ditentukan adanya “two-tier System” untuk emas yang berarti adanya 2 harga untuk emas : satu harga untuk transaksi emas antar bank sentral beberapa negara besar dan harga yang lain untuk pasaran bebas emas. Harga untuk antar bank sentral ditentukan sebesar US$ 35 per ounce sedangkan untuk pasar bebas diserahkan kepada kekuatan permintaan dan penawaran. Sementara itu dalam tahun 1968 di Perancis telah terjadi kenaikan-kenaikan harga sebagai akibat tuntutan kenaikan upah buruh yang telah mengakibatkan meningkatnya ongkos produksi dan aggregate demand. Gejala ini pada akhirnya telah menekan pada Neraca Pembayaran luar negeri sehingga terjadi defisit yang menyebabkan merosotnya cadangan emas dan devisa pula. Pada bulan November 1968 Pemerintah Perancis terpaksa mengumumkan devaluasi mata uang Franc. Pada waktu yang bersamaan keadaan moneter di Jerman Barat menunjukkan gejala yang sebaliknya dibandingkan dengan di Inggris dan Perancis. Keadaan perekonomian adalah demikian pesatnya sehingga nilai mata uang DM menjadi sangat kuat. Neraca Pembayaran luar negerinya menunjukkan surplus yang sangat besar yang telah menyedot cadangan emas dan devisa dari negara-negara lain. Dengan adanya tekanan-tekanan tersebut Pemerintah Jerman Barat terpaksa melepaskan nilai paritasnya terhadap emas dan US$ dan menyerahkan kursnya kepada suatu “floating rate” dan kemudian diakhiri dengan suatu revaluasi di dalam bulan Oktober 1969. Kegoncangan yang di satu pihak berbentuk devaluasi dan di lain pihak revaluasi pada hakekatnya bersumber pada ketidakseimbangan kekuatan ekonomi di antara negara-negara yang mata uangnya dianggap sebagai cadangan alat pembayaran internasional. Sebagai akibat hal-hal yang disebutkan itu maka terasa sekali gangguan terhadap kelancaran lalulintas pembayaran internasional. Untuk mengatasi hal ini IMF telah mengambil berbagai langkah untuk menetralisir akibat-akibat negatifnya. Didalam sidang tahunan Dana Moneter Internasional 1969 yang baru lalu telah diambil keputusan yang mengijinkan negara-negara yang ekonomi lemah untuk mempergunakan “hak tarik dana khusus” (special drawing right) untuk menambah liquiditas dalam perdagangan luar negeri negara-negara yang bersangkutan yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban internasionalnya. 8
Jumlah SDR yang disediakan IMF adalah US$ 9,5 milyar yang akan dibagikan di dalam 3 tahun. Untuk tahun pertama (1970) akan disediakan US$ 3,5 milyar, sedangkan untuk tahun kedua (1971) dan tahun ketiga (1972) masing-masing disediakan US 3,0 milyar. Besarnya SDR bagi masing-masing negara tergantung pada quota negara-negara mereka. 70% daripada SDR ini dapat digunakan secara bebas sedangkan yang 30% pada akhir tahun harus dikembalikan kepada IMF. SDR tidak dapat digunakan oleh negara-negara yang mengalami surplus di dalam Neraca Pembayarannya tetapi untuk kelebihan SDR-nya IMF membayar bunga. Disamping penciptaan SDR ini IMF dan Bank Dunia menganjurkan agar negara yang maju tetap memenuhi kewajibannya untuk menyisihkan 1% dari Pendapatan Nasional mereka untuk bantuan-bantuan luar negeri. Dalam bidang ekspor diharapkan bahwa harga-harga daripada barang-barang ekspor kita yang berada pada tingkatan yang menguntungkan akan tetap bertahan. Demikian pula dalam bidang impor dapat diharapkan tidak akan terjadi kenaikan-kenaikan harga sehingga tidak akan merugikan “terms of trade” Indonesia. Keadaan moneter internasional dan indikator-indikator ekonomi internasional selalu akan diperhatikan Pemerintah untuk menentukan kebijaksanaan APBN dan kebijaksanaankebijaksanaan ekonomi lainnya. 1.5.
Landasan Pokok Kebijaksanaan Dalam Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Di dalam melaksanakan pencapaian sasaran dalam pembangunan, maka pemerintah
berusaha untuk merangsang sebanyak mungkin dana, baik di dalam sektor pemerintahan sendiri maupun dlaam sektor swasta, dalam dan luar negeri, karena pemerintah berkeyakinan bahwa pendobrakan keterbelakangan ekonomi tidaklah mungkin dilakukan dengan permodalan yang kecil. Saling berkaitannya pelbagai sektor menandakan betapa luas dan banyaknya modal yang dibutuhkan. Oleh karena itu maka keserasian dan harmoni dalam kerjasama antara sektor Pemerintah dan Swasta dalam maupun luar negeri sangatlah dibutuhkan. Haruslah diakui bahwa selama kemampuan kita masih terbatas, maka perlu dimanfaatkan dana-dana luar negeri sepanjang hal tersebut tidak diikuti ikatan-ikatan politik dan dapat dipertanggungjawabkan penggunannya secara ekonomis. Tujuan terpenting penanaman modal asing adalah sebagai alat pembantu untuk mempercepat proses
9
pengolahan kekayaan alam kita yang potensiil menjadi kekayaan yang riil terutama selama kita sendiri belum mampu melaksanakannya. Landasan pokok daripada penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri pada hakekatnya berdasarkan pada Undang-undang No.1 tahun 1967 dan No. 6 tahun 1968 serta Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan. Dalam pelaksanaan Undang-undang tersebut oleh Pemerintah telah dikeluarkan beberapa keputusan baik yang mengenai bidang perpajakan maupun yang mengenai bidang bea dan cukai. Dalam bidang perpajakan telah dikeluarkan : a. Instruksi Presidium Kabinet No. 06/EK/IN/I/1967 tanggal 27 Januari 1967 yang mengatur tentang pedoman pelaksanaan Undang-undang No. 1 tahun 1967 b. Instruksi Menutama EKKU No.IN/026/MEKKU/IV/1967 tanggal 1 April 1967 yang mengatur tax holiday bagi investasi baru oleh perusahaan-perusahaan asing yang dikembalikan. c. Instruksi Presidium Kabinet No. 36/U/IN/6/1967 tanggal 3 Juni 1967 mengenai pemberian tambahan tax holiday 1 tahun untuk proyek-proyek yang mengadakan joint enterprise. Dalam bidang bea dan cukai telah dikeluarkan : a. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 156/Men.Keu/1967 tanggal 3 Agustus 1967 yang kemudian disempurnakan dengan surat keputusan No. Kep-246/M/IV/9/1968 tanggal 5 September 1968, yang mengatur pemberian fasilitas pembebasan/keringanan bea masuk dan pajak penjualan impor, terhadap barang-barang modal yang diimpor. b. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. Kep-342/MK/III/5/1969 tanggal 23 Mei 1969 tentang pemberian fasilitas pembebasan/keringanan bea masuk dan pajak penjualan impor terhadap barang-barang modal yang diimpor dengan mempergunakan DICS-Rp. Sedang dalam rangka memanfaatkan dan merangsang agar modal nasional/domestik turut serta di dalam pembangunan, maka Undang-undang No.6 tahun 1968 merupakan landasan pokok bagi penanaman modal dalam negeri. Sebagai pelaksanaan lebih lanjut, telah pula dikeluarkan beberapa ketentuan baik yang mengatur pemberian fasilitas perpajakan maupun bea dan cukai. Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan penanaman modal dalam negeri adalah : a. Surat Keputusan Ketua Panitia Tehnis Penanaman Modal No.01/Kep/PTPM/68 tanggal 18 November 1968 tentang prosedure pengajuan permohonan fasilitas PMDN. 10
b. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep-24/MK/II/1/1969 tanggal 21 Januari 1969 tentang fasilitas-fasilitas di bidang perpajakan : a. tax holiday (pajak perseroan dan pajak dividen); b. bea materai modal; c. pemutihan modal; d. pajak kekayaan atas modal yang ditanam. c. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. Kep-202/MK/IV/3/1969 tanggal 28 Maret 1969 tentang fasilitas-fasilitas bea masuk dan pajak penjualan impor. d. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.Kep-611/MK/III/9/1969 tanggal 3 September 1969 tentang fasilitas bea masuk dan pajak penjualan impor (PMDN dan PMA), khusus mengenai pembangunan/rehabilitasi hotel tingkat internasional. Dalam pemberian fasilitas penanaman modal, Pemerintah berpegang teguh pada kebijaksanaan ekonomi sebagai keseluruhan. Pemberian fasilitas hanyalah diberikan kepada investor-investor yang benar-benar melakukan penanaman modal dengan mempertaruhkan modalnya terhadap resiko yang harus dihadapi serta yang proyeknya benar-benar sangat diperlukan masyarakat. Di samping memberikan perangsang-perangsang, juga harus diperhitungkan bahwa penanaman modal baru tidak boleh mematikan bahkan sebaliknya harus lebih menyehatkan cara kerja dan management daripada perusahaan-perusahaan yang telah ada (asas proteksi). Akhirnya selalu diperhitungkan pula bahwa pemberian fasilitas kepada perusahaan penanaman modal baru tidak boleh mengganggu kebijaksanaan keuangan negara (penerimaan negara) dan kebijaksanaan moneter yang dilaksanakan Pemerintah. Seperti dijelaskan di atas, pemberian perangsang dalam rangka penanaman modal dimaksudkan untuk menarik modal baik dari luar negeri maupun nasional yang belum dimanfaatkan untuk usaha produktif, agar mau menanamkannnya di dalam usaha-usaha produktif terutama dalam bidang penggalian kekayaan alam. Selain itu juga dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja baru, mendatangkan skill dan teknik modern dan lain-lain hal sehubungan dengan pembangunan ekonomi. Dengan adanya fasilitas penanaman modal dalam negeri, kredit investasi dan lainlain memungkinkan mereka mengadakan pembaruan teknik, management dan organisasinya sehingga dengan demikian mereka akan lebih maju. Dalam kebijaksanaan perekonomian dewasa ini dan dalam suasana pembnagunan sekarang, tidak pada tempatnya lagi usahausaha yang bekerja dengan sistim jatah, sistim lisensi, sistim golongan dan sebagainya
11
seperti di masa-masa lampau, melainkan harus didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi secara rasionil. B. Perkembangan Harga, Gaji, Produksi dan Penanaman Modal Dibandingkan
dengan
tahun-tahun
sebelumnya,
tahun
1969
menunjukkan
perkembangan yang cukup menggembirakan. Perbedaan tersebut secara fundamental terutama terdapat dalam bidang-bidang perkembangan harga, lalu lintas devisa, perkreditan dan investasi/produksi. Di bidang perkembangan harga, maka selama sembilan bulan pertama dalam tahun 1969 tingkat harga menunjukkan perkembangan yang jauh lebih bantap dan stabil. Apabila dalam tahun 1966 tingkat harga telah mengalami kenaikan yang sangat tinggi yaitu lebih dari 600%, maka dalam periode terakhir ini kenaikannya hanya berjumlah 4%. Lebih-lebih bila diperhatikan bahwa kestabilan ini telah dapat dicapai meskipun jumlah uang yang beredar terus bertambah. Kalau di dalam tahun 1967 setiap pertambahan uang beredar selalu mengakibatkan kenaikan harga, maka keadaan ini tidak terjadi lagi dewasa ini. Perbedaan yang fundamentil ini menunjukkan bahwa pertambahan jumlah uang tersebut dapat dikendalikan dan diarahkan oleh pemerintah. Dengan tercapainya kemantapan harga maka telah timbul kembali kepercayaan masyarakat terhadap mata uang rupiah. Hal ini akan lebih jelas lagi apabila dilihat perkembangan di bidang lalu lintas devisa. Dengan adanya kemantapan kurs BE dan DP yang terjadi untuk jangka waktu yang lama yang berbeda pula dengan keadaan sebelumnya, maka telah terjadi pengaliran kembali devisa yang dahulu justru melarikan diri dari Indonesia. Pada gilirannya gejala ini menambah supply devisa dalam negeri dan memperkuat kestabilan kurs devisa yang pada akhirnya menambah pula kemantapan harga pada umumnya. Di bidang suku bunga telah pula terjadi perubahan yang fundamentil jika dibandingkan dengan masa yang lalu. Jika dahulu tingkat bunga di pasar bebas dapat mencapai lebih dari 20% sebulan, maka sebagai hasil daripada kebijaksanaan suku bunga Pemerintah, suku bunga pada waktu ini dapat ditekan menjadi sekitar 6% sebulan. Kalau dahulu Pemerintah tidak dapat mengendalikan suku bunga pasar bebas dan terpaksa mengikuti saja gerak arahnya, maka sekarang Pemerintah justru mengendalikan kekuatan-kekuatan pasar bebas itu sesuai dengan kebijaksanaan ekonomi Pemerintah. Dengan pengendalian itu maka kegiatan spekulatip dapat dialihkan ke arah kegiatan-kegiatan yang produktif.
12
Masalah daya beli rakyat adalah masalah ekonomi secara keseluruhan. Jika keadaan ekonomi bertambah baik, maka yang sedemikian itu akan membawa kekuatan pula pada daya beli. Dalam suasana inflasi, daya beli rakyat akan terus menerus merosot. Pada hakekatnya usaha stabilitasi pemerintah dalam tahun 1967 – 1968 adalah usaha untuk memberikan kemantapan pada daya beli rakyat. Namun demikian, harus disadari bahwa daya beli rakyat masih harus terus ditingkatkan. Yang sedemikian ini hanya dapat dicapai dengan kerja keras, dengan terus menerus meningkatkan investasi dan penanaman modal, dengan terus menerus memperluas produksi serta dalam suatu suasana yang stabil baik ekonomis maupun politis. Di dalam hubungan ini perlu ditegaskan kembali peringatan yang diberikan di dalam REPELITA (Bab I) sebagai berikut : “Oleh karena itu maka perlu diperingatkan bahwa pembangunan tidaklah segera akan memberi kepuasan dan pemenuhan secara menyeluruh. Lain dari pada itu perlu pula dikemukakan bahwa ikhtiar pembangunan tidaklah identik dengan hasil pembangunan. Semua orang menghasrati pembangunan untuk memetik hasil-hasil dan manfaat pembangunan. Akan tetapi mengusahakan pembangunan memerlukan sikap hidup yang berani mengurangi konsumsi, berani menabung dan memupuk modal serta rela untuk dipajak. Usaha pembangunan memerlukan cucuran keringat, kerja keras dan pengorbanan yang tidak kecil. Hasil pembangunan ini tidak segera akan terasa. Hasil jerih payah hari ini baru akan terpetik beberapa waktu kemudian. Menyadari hal ini sepenuhnya maka sudah sewajarnya apabila kita tidak mengharap terlalu banyak dalam waktu terlalu pendek. Yang penting adalah agar masyarakat Indonesia mengetahui ke arah mana bangsa dan negara kita di bawa. Apa yang dapat diharapkan terjadi di hari esok. Apa perspektif di masa depan. Dan apa pula yang belum dapat diharapkan dengan segera.” 1.6.
Perkembangan Harga, Gaji dan Upah
1.6.1. Perkembangan Harga Perkembangan harga-harga dalam semester pertama dari masa pelaksanaan PELITA tahun pertama ini dapat dilihat pada perkembangan angka-angka indeks harga 62 macam barang dan jasa (indeks biaya hidup), indeks harga 9 bahan pokok dan indeks harga beras di Jakarta. Dapat ditambahkan pula bahwa di samping indeks tersebut dapat dilihat pula perkembangan harga-harga barang ekspor penting dan kurs valuta asing di Jakarta sebagai di muat dalam Tabel-tabel yang dilampirkan. 13
a. Indeks Biaya Hidup Angka indeks biaya hidup di Jakarta seperti dimuat dalam Tabel 1.1. selama periode triwulan II 1969/1970 ini menunjukkan kenaikan pada bulan Juli dan Agustus masing-masing sebesar + 1,87% dan + 3,04% dan pada bulan September menunjukkan penurunan sebesar – 1,12% sehingga selama triwulan tersebut terdapat kenaikan indeks sebesar + 3,79% atau rata-rata sebesar + 1,26% per bulan. Dari Tabel 1.2. ternyata kenaikan tersebut terjadi pada semua sektor indeks biaya hidup, yang masing-masing sebesar + 1,09% pada sektor makanan, + 3,10% pada sektor perumahan, + 0,71% pada sektor pakaian dan +1,45% pada sektor lain-lainnya. Sebaliknya angka-angka indeks di dalam periode triwulan I 1969/1970 menunjukkan penurunan total – 6,18% selama triwulan tersebut atau rata-rata – 2,06% per bulan. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa untuk semester I tahun pertama pelaksanaan PELITA ini indeks biaya hidup menunjukkan suatu penurunan. Jika dibandingkan dengan kenaikan yang terjadi pada masa Januari – Maret 1969 yang lalu yakni sebesar + 2% per bulan, maka kenaikan yang terjadi pada masa Juli – September ini sebesar + 1,26% terutama sebagai akibat dari kenaikan indeks harga yang terjadi pada bulan Agustus sebesar + 3,04%. Pada Tabel 1.2. indeks biaya hidup pada sektor perumahan dalam bulan Juli mengalami kenaikan sebear + 7,14% dan pada sektor makanan dalam bulan Agustus menunjukkan kenaikan sebesar + 5,10%. b. Indeks Harga 9 Bahan Pokok Indeks harga 9 bahan pokok di Jakarta selama periode triwulan II 1969/1970 mengalami kenaikan rata-rata sebesar + 5,37% per bulan. Untuk bulan Juli, Agustus dan September masing-masing sebesar + 2,38%, + 10,45% dan + 3,27%. Dibandingkan dengan keadaan pada masa triwulan I – 1969/70 dimana terdapat penurunan rata-rata – 4,88% per bulan, kenaikan pada truwulan II – 1969/70 cukup berarti. Kenaikan yang agak besar terjadi pada bulan Agustus yakni sebesar + 10,45% sebagai akibat dari kenaikan harga beras dan harga bahan lainlain pada minggu ke-IV dan V bulan Agustus. Kenaikan yang terjadi dalam bulan Agustus itu sebagian diimbangi dengan berkurangnya kenaikan dalam bulan September yakni hanya sebesar + 3,27%. c. Indeks Harga Beras Harga beras di Jakarta (Tabel 1.1.) pada periode triwulan II – 1969/70 ini menunjukkan kenaikan pula dengan terjadinya kenaikan sebesar +20% dalam 14
bulan Agustus. Dalam bulan Juli tidak terdapat kenaikan harga, sedangkan dalam bulan September hanya ada sedikit saja perubahan harga sehingga kenaikan ratarata adalah sebesar + 7,86% per bulannya. Dalam periode Januari – Juni 1969 terdapat penurunan rata-rata per bulan sebesar – 3,13%. Masalah dan kebijaksanaan harga beras tetap mendapat perhatian besar dari Pemerintah, terutama di dalam menghadapi hari-hari raya pada akhir tahun 1969agar harga beras tidak mempengaruhi kestabilan harga-harga umumnya. d. Indeks Harga Emas, BE, DP dan Valuta Asing Harga emas (Tabel 1.5.) selama periode triwulan II – 1969/70 menunjukkan harga yang stabil selama dua bulan pertama yakni masing-masing 0,00% (nol) dalam bulan Juli dan Agustus dan dalam bulan September terdapat penurunan sebesar – 1,67% (harga emas 24 karat). Periode triwulan Januari – Maret dan April – Juni tahun 1969 menunjukkan penurunan rata-rata masing-masing sebesar – 1,84% dan – 1,54%. Dibandingkan dengan periode triwulan II – 1969/70 dimana angka penurunan rata-rata sebesar – 0,56% per bulan, dapat dikatakan bahwa harga emas (24 karat) adalah stabil. Harga BE (Tabel 1.5.) dalam periode truwulan II – 1969/70 tetap bertahan pada kurs Rp 326,- untuk setiap US$. Karena keadaan ini telah terjadi sejak bulan Oktober 1968 yang lalu, maka kurs BE telah stabil untuk jangka waktu kurang lebih satu tahun lamanya. Harga DP selama periode triwulan II – 1969/70 tidak mengalami kenaikan. Dalam periode Januari – Juni 1969 yang lalu terlihat adanya tendensi penurunan sebear – 1,46% per bulan, sedang untuk periode Juli – September keadaan harga/kurs DP tetap stabil. Kurs valuta asing di pasaran bebas Jakarta untuk bulan Juli dan Agustus mengalami penurunan masing-masing sebesar – 0,03% dan – 0,17%; dan untuk bulan September sebesar 0,00% (stabil) sehingga untuk masa Juli – September 1969 ini terdapat penurunan sebear – 0,07% per bulan (lihat Tabel 1.4.). Dibandingkan dengan periode Januari – Juni yang lalu dimana penurunan rata-rata sebesar – 0,89% per bulan, harga valuta asing di pasaran bebas adalah stabil pada dua bulan terakhir triwulan II – 1969/70. Angka-angka di atas menunjukkan bahwa nilai rupiah kita di pasaran valuta asing telah menunjukkan kemantapan dan kepercayaan yang bertambah besar dari masyarakat pada umumnya.
15
e. Harga Hasil Bumi Ekspor Golongan A Harga beberapa hasil bumi ekspor di pasar luar negeri dan lokal dalam periode triwulan II – 1969/70 mengalami kenaikan, kecuali biji sawit yang mengalami tendens harga menurun. (lihat Tabel 1.6. dan Tabel 1.7.). Harga rata-rata karet RSS III di pasar luar negeri untuk triwulan II – 1969/70 tercatat sebesar US$ 26 cts/lb per bulannya, sedang untuk triwulan Januari – Maret dan triwulan I – 1969/70 masing-masing tercatat sebesar US$ 22 cts/lb dan US$ 24 cts/lb per bulannya. Dari angka-angka tersebut ternyata bahwa tendens kenaikan harga karet di pasar luar negeri telah terjadi sejak awal tahun 1969, kenaikan mana diikuti pula oleh kenaikan harga lokal/dalam negeri sebagaimana terlihat pada harga rata-rata karet di pasar lokal Jakarta pada periode triwulan Januari – Maret, I dan I I – 1969/70 yang masing-masing adalah sebear Rp 138,-; Rp 152,- dan Rp 163,- per kg. Harga kopra rata-rata di pasar luar negeri Manila pada periode triwulan II – 1969/70 mengalami tendens kenaikan dengan catatan harga sebesar US$ 200,81/longton. Dibandingkan dengan kejadian pada masa triwulan I – 1969/70 yang mengalami tendens menurun, maka tendens pada periode triwulan II ini menunjukkan suatu kenaikan yang mendekati harga yang tercatat pada triwulan Januari – Maret 1969, yakni sebesar US$ 201,48/longton. Kenaikan harga tersebut diikuti pula dengan kenaikan harga lokal di Sulawesi yang mencatat harga rata-rata Rp 52,57/kg untuk masa triwulan II – 1969/70. Harga kopi (robusta) di pasar luar negeri Singapore mengalami penurunan di dalam triwulan I, II dan III tahun 1969 yang masing-masing tercatat sebesar Str$ 90,14/pic, Str$ 79,52/pic dan Str$ 74,49/pic dan di pasar New York untuk triwulan II – 1969 mengalami kenaikan dengan catatan sebesar US$ 27 cts/lb sedang untuk triwulan II – 1969 tercatat sebesar US$ 26 cts/lb. Kenaikan yang terjadi di pasar New York tidak mempunyai pengaruh terhadap harga pasar lokal. Pada waktu ini harga Singapore yang mempunyai pengaruh terhadap harga lokal. Hal ini ternyata dari harga lokal di Jakarta yang telah menurun sampai Rp 75,70/kg sedang untuk triwulan-triwulan Januari- Maret dan April-Juni 1969 masing-masing tercatat sebesar Rp 111,67 dan Rp 89,67 per kg. Harga Lada hitam di pasar luar negeri New York pada triwulan I, II dan III tahun 1969 masing-masing mencatat sebesar US$ 32 cts, US$ 34 cts, dan US$ 40 cts per lb, sehingga terlihat adanya kenaikan harga. Kenaikan tersebut diikuti pula oleh kenaikan harga lokal di Jakarta untuk triwulan I, II dan III tahun 1969 masing16
masing tercatat Rp 157,85; Rp 176,66 dan Rp 192,41 per kg. Harga timah di pasar luar negeri London pada periode triwulan II – 1969/70 masih menunjukkan tendens kenaikan. Dari catatan harga-harga di pasar luar negeri, untuk periode triwulan I sampai akhir triwulan III tahun 1969 ini masing-masing tercatat sebesar : £ 1370; £ 1420 dan £ 1465 per long ton. Dari angka-angka yang tercatat di pasar luar negeri maupun di pasar lokal, jelas terlihat bahwa harga hasil bumi ekspor golongan A pada periode triwulan II – 1969/70 cukup baik. Tabel 1.1 INDEKS BIAYA HIDUP, INDEKS 9 MACAM BAHAN POKOK DAN INDEKS HARGA BERAS DI JAKARTA, 1965 - 1969
Tahun/Bulan
1965 1966
Desember Maret Juni September Desember Rata-rata 1966
Biaya Hidup Indeks (%) Oktober'66 = 100
9 Macam Bahan Pokok Indeks (%) Oktober'66 = 100
15,23 29,48 46,99 73,38 106,92 -
+ + + + +
34,97 16,91 13,38 10,23 18,85
116,76 -
1967
136,63 154,05 171,85 226,31 -
+ + + + +
10,80 1,21 5,93 8,81 6,69
154,18 153,64 191,82 345,92 -
1968
356,47 369,22 409,18 424,54 -
+ + + + +
17,39 0,55 2,74 2,00 5,76
1969
449,40 456,72 466,83 447,22 444,40 438,42 446,63 460,22 458,52 469,23
+ + + + + +
2,16 1,63 2,21 4,20 0,63 1,35 1,87 3,04 0,37 2,34
+ +
2,00 2,06 1,57
Maret Juni September Desember Rata-rata 1967 Maret Juni September Desember Rata-rata 1968 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Rata-rata 1969 Triwulan I II III IV
Beras Indeks Rata-rata '66 = 100
(%)
-
46,17 70,31 80,46 110,10 140,80 100,00
+ + + +
25,37 14,44 36,87 27,88 26,14
+ + + +
11,38 1,89 14,86 17,94 10,55
187,16 181,90 244,86 504,30 -
+ + + +
12,15 4,01 21,53 22,18 12,95
652,35 545,59 558,16 518,99 -
+ +
23,61 5,05 0,74 1,00 4,21
996,94 748,58 783,56 703,10 -
+ + +
26,39 7,99 0,71 1,94 3,94
516,79 521,07 506,70 483,16 454,57 436,10 446,50 493,14 509,38 570,44
+ + + + +
0,29 0,83 2,76 4,65 5,92 4,06 2,38 10,45 3,27 12,01
671,62 671,62 650,63 598,16 545,49 524,70 524,70 629,65 652,27 770,27
-
+ + +
3,03 0,00 3,13 8,06 8,77 3,85 0,00 20,00 3,59 18,09
+
0,74 4,88 5,37
+
2,05 6,89 7,86
-
Sumber : Biro Pusat Statistik; diolah kembali oleh Departemen Keuangan
17
18
434,67 456,83 447,88
Juli Agustus September *)
+
+ + + 8,40
0,12 5,10 1,96 1,09
7,10 1,95 1,72 3,59
1,43 1,90 1,25 1,53
49,54 10,51 0,55 10,75 3,06 2,59 4,36 1,75 0,60 2,61 1,10 1,05 5,05
437,40
508,06 517,61 517,61
482,84 482,55 473,00
449,52 456,61 486,02
280,74 267,09 286,19 302,64 443,71 391,30 373,56 367,29 367,29 367,29 368,39 449,52 355,42
-
+
+ +
-
+
+
-
-
15,50
7,41 1,88 0,00 3,10
0,05 0,06 1,98 0,90
0,00 1,58 6,44 2,67
5,91 4,86 7,15 5,75 46,61 11,81 4,53 1,68 0,00 0,00 0,30 22,02 5,41
%
Perumahan (11%) Indeks (Okt'66=100)
Sumber : Biro Pusat Statistik; diolah kembali oleh Departemen Keuangan
485,50
-
450,54 441,75 434,13
April Mei Juni Rata-rata Triwulan II
Oktober Nopember Desember Rata-rata
+
470,10 479,01 484,99
+
-
1969 Januari Februari Maret Rata-rata Triwulan I
-
420,79 465,03 467,60 417,35 430,14 441,27 460,50 468,58 465,80 453,64 458,65 463,47 451,52
%
Makanan (63%)
Indeks (Okt'66=100)
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Rata-rata 1968
1968
Tahun / Bulan
321,76
331,59 332,14 332,57
325,73 326,40 325,62
326,43 327,29 325,98
154,67 163,59 166,29 186,42 202,67 221,03 246,55 262,57 264,45 272,51 307,71 323,10 230,96
Indeks (Okt'66=100)
-
+ + + +
-
+
+
%
3,25
1,83 0,17 0,13 0,71
0,077 0,21 0,24 0,18
1,03 0,26 0,40 0,297
23,38 5,77 1,65 1,21 8,72 9,06 11,54 6,50 0,72 3,05 12,92 5,00 7,46
Pakaian (9%)
546,02
547,52 547,63 547,39
517,86 528,74 524,82
480,78 488,77 515,10
229,54 253,22 293,76 307,82 311,90 332,93 346,10 386,84 398,70 400,25 734,16 457,39 346,05
Indeks (Okt'66=100)
-
+ + +
+ + +
+
+
0,25
4,33 0,02 0,04 1,45
0,54 2,10 0,74 0,63
5,11 1,66 5,39 4,05
22,76 10,32 16,01 4,79 1,33 6,74 3,96 11,77 3,06 0,39 8,47 5,35 7,91
%
Lain-lain (17%)
Tabel 1.2. INDEKS BIAYA HIDUP DI JAKARTA (BERDASARKAN 62 MACAM BAHAN), 1968 - 1969
469,23
446,63 460,22 458,52
447,22 444,40 438,42
449,40 456,72 466,83
332,24 362,93 374,25 352,25 372,85 382,59 398,97 413,76 414,80 409,32 424,42 439,89 398,86
+
+ + +
-
+
+
-
-
2,34
1,87 3,04 0,37 1,51
4,20 0,63 1,35 2,06
2,16 1,63 2,21 2,00
39,81 9,24 3,12 5,80 5,85 2,61 4,28 3,71 0,25 1,32 3,69 3,64 5,76
%
Umum (100%) Indeks (Okt'66=100)
19
liter kg btl kg bata btl btg mtr lbr
liter kg btl kg bata btl btg mtr lbr
1. Beras 2. Ikan 3. Minyak Goreng 4. Gula Pasir 5. Garam Bataan 6. Minyak Tanah 7. Sabun Cuci 8. Tekstil 9. Batik
1. Beras 2. Ikan Asin 3. Minyak Goreng 4. Gula Pasir 5. Garam Bataan 6. Minyak Tanah 7. Sabun Cuci 8. Tekstil 9. Batik Indeks Keseluruhan -
0,83 -
556,52 729,04 612,28 639,30 961,59 324,29 433,00 369,03 190,46 521,07
32,00 167,68 85,72 63,93 14,52 4,54 43,30 110,71 428,57
Februari
0,29 +
556,52 694,87 582,92 650,00 913,24 313,57 405,40 367,26 189,67 516,79
32,00 159,82 81,61 65,00 13,79 4,39 40,54 110,18 426,79
Januari
Sumber : Biro Pusat Statistik Diolah kembali oleh Departemen Keuangan
Kenaikan Indeks (%)
Unit
Macam Barang 28,90 162,71 79,28 65,00 14,86 4,55 42,43 110,00 421,43
April 26,13 161,61 76,97 79,91 15,00 4,51 42,14 110,00 421,43
Mei 25,00 160,09 73,75 69,20 15,00 4,20 40,71 108,57 421,43
Juni 25,80 151,71 75,57 63,21 15,64 4,56 42,00 113,15 427,14
Juli
502,61 707,43 566,28 650,00 984,10 325,00 424,30 366,66 187,28 483,16
454,43 702,65 549,78 799,10 993,38 322,14 421,40 366,66 187,28 454,57
434,78 699,52 526,78 692,00 993,38 300,00 407,10 361,90 187,28 436,10
448,70 650,60 539,78 632,10 1035,76 325,71 420,00 377,16 189,82 446,50
518,96 652,17 539,57 596,80 1082,12 348,57 421,40 382,16 191,25 493,14
29,84 150,00 75,54 59,68 16,34 4,88 42,14 114,65 430,36
544,35 650,91 534,21 597,10 1035,76 345,71 420,00 385,70 193,63 509,28
31,30 149,71 74,79 59,71 15,64 4,84 42,00 115,71 435,71
12,01
640,00 642,40 535,71 624,00 993,38 342,86 408,00 382,00 193,63 570,44
36,80 147,80 75,00 62,40 15,00 4,80 40,80 114,60 435,70
Agustus September Oktober Nopember Desember
2,81 - 4,65 - 5,92 - 4,06 + 2,06 + 2,38 + 10,45 Minggu ke I, II & III harga beras Rp 25/ltr Catatan : Pada bulan Juli 1969 Minggu ke IV menjadi Rp 26/ltr Minggu ke V menjadi Rp 28/ltr
534,78 741,43 586,71 618,80 963,58 346,43 432,20 367,86 188,87 506,70
Indeks Rata-rata (Dasar : 4 Oktober 1966 = 100)
30,75 170,53 82,14 61,88 14,55 4,85 43,22 110,36 425,00
Maret
Tabel 1.3. HARGA DAN INDEKS 9 BAHAN POKOK DI JAKARTA (HARGA DALAM Rp) TAHUN 1969
20
US$
292,85 281,25 273,93 272,77 270,00 270,00 269,29 270,00 270,00 270,71
282,68 271,59 269,76
410,00 393,75 333,50 381,88 378,00 378,00 377,00 378,00 378,00 379,00
395,75 379,29 377,67
1969 Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des Rata-rata 1969 Rata-rata Triw. I Rata-rata Triw. II Rata-rata Triw. III Rata-rata Triw. IV 2,69 0,48 0,00
1,50 3,96 2,60 0,42 1,02 0,00 0,26 0,26 0,00 0,26
13,22 6,76 16,69 0,84 8,96
1,59 6,56 3,33 7,35 4,76
125,34 121,46 122,67
128,13 125,50 122,40 121,88 120,00 122,50 123,00 122,50 122,50 123,00
80,00 103,07 132,50 137,17 113,84
41,50 42,33 51,50 53,33 47,13
36,67
+
+ + -
+ + + +
+ + + + +
313,42 303,65 + 306,67
320,21 314,06 306,00 304,69 300,00 306,25 307,50 306,25 306,25 307,50
200,00 257,42 331,25 342,92 282,92
103,75 105,83 128,75 133,33 117,92
91,67 -
1,51 0,04 0,00
0,00 1,95 2,57 0,43 1,54 2,08 0,41 0,41 0,00 0,41
15,15 9,14 12,41 2,66 8,51
4,86 6,29 0,59 1,90 3,41
4,17
914,58 871,92 863,00
947,46 908,83 887,44 883,46 867,79 864,50 865,00 862,00 862,00 858,50
543,33 756,67 946,77 958,94 801,43
319,67 328,33 375,00 413,33 359,08
283,33
65.000
Kenaikan (%) Harga (Rp)
-
+ -
+ + + +
+ + + + +
304,86 290,65 287,66 -
315,82 302,94 295,82 294,49 289,30 288,17 288,35 287,33 287,33 286,17
181,11 252,28 315,59 316,31 267,16
106,55 109,44 125,00 137,78 119,69
4,10 0,87 10,10
5,87 4,08 2,35 0,45 1,76 0,39 0,06 0,35 0,00 0,40
13,58 9,26 7,39 1,00 7,31
7,48 5,62 4,61 0,95 4,66
26,67
426,61 407,90 403,67
441,13 424,78 413,92 411,93 407,26 404,50 404,00 403,50 403,50 404,50
263,33 309,40 442,87 456,32 375,48
121,33 121,67 155,67 170,00 142,17
111,67
55.000
-
+ + + +
+ + + + +
312,69 302,15 299,00 -
326,77 314,68 306,61 305,13 301,68 299,63 299,26 298,87 298,87 299,63
195,06 253,87 328,05 353,44 277,61
89,87 90,12 115,31 125,93 105,31
3,53 0,76 0,45
4,34 3,70 2,57 0,48 1,13 0,68 1,23 0,12 0,00 0,25
14,38 10,52 7,79 0,78 7,98
6,46 3,36 7,74 4,73 5,57
9,83
465,57 445,14 441,75
481,68 463,22 451,82 449,79 443,26 442,38 442,23 441,50 441,50 441,25
293,33 381,47 482,30 497,01 413,51
152,71 157,04 186,79 204,92 175,37
140,00
+ -
+ + + +
+ + + + +
1,08 0,70 0,07
3,06 3,83 2,46 0,45 1,45 0,20 0,03 0,17 0,00 0,05
13,41 8,71 8,39 0,91 7,40
5,62 5,40 4,80 3,20 1,58
14,93
Kenaikan (%)
302,81 289,53 287,31 -
313,29 301,28 293,87 292,55 288,30 287,73 287,64 287,15 287,15 287,00
190,79 248,13 313,63 323,38 268,96
99,32 102,14 121,49 133,28 114,06
91,06
Indeks
RATA-RATA
Kenaikan (%) Harga (Rp)
82,71 -
Indeks
$ AUSTRALIA
Kenaikan (%) Harga (Rp)
94,44 -
Indeks
£ INGGRIS
Sumber : Biro Pusat Statistik Diolah Kembali oleh Departemen Keuangan 1). Peraturan uang baru mulai berlaku tanggal 14-2-1965 (Penpres No.27 tahun 1965) Rp 1.000,- = Rp 1,2). Mulai bulan Februari 1966 mata uang Australia diganti dari POUND ke DOLLAR
+
+
204,76 230,95 290,48 313,51 259,93 +
286,67 323,33 406,67 435,58 363,88
+ + + + +
1968 Maret Juni Sept Des Rata-rata 1968
91,66 97,02 117,86 130,71 109,31
5,65
800
Indeks
$ SINGAPORE Kenaikan (%) Harga (Rp)
89,28 -
Indeks
128,33 135,83 165,00 183,00 153,04
128,33
30.000
Harga (Rp)
1967 Maret Juni Sept Des Rata-rata 1967
1966 Maret 2) Juni Sept Des Rata-rata 1966
1965 Des 1)
TAHUN/BULAN
Tabel 1.4 HARGA RATA-RATA INDEKS BEBERAPA VALUTA ASING DI JAKARTA, 1965 - 1969 (DASAR HARGA RATA-RATA OKTOBER 1966 = 100)
21
330,00 303,75 314,50 301,25 300,00 300,00 300,00 300,00 295,00 290,00 -
316,08 300,42 289,33 -
660,00 607,50 629,00 602,50 600,00 600,00 600,00 600,00 590,00 580,00 -
631,17 600,83 596,67
3,11 2,57 7,08 -
+%
1,84 1,54 0,56
1,11 7,95 3,54 4,21 0,41 0,00 0,00 0,00 1,67 1,69 -
Sumber : Biro Pusat Statistik Diolah kembali oleh Departemen Keuangan
-
+ -
+ 11,40 + 3,89 + 7,61 + 0,03 + 5,73
1969 Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop Des Rata-rata 1969 Rata-rata Triw. I Rata-rata Triw. II Rata-rata Triw. III
195,33 226,33 280,42 337,69 259,94
357,38 452,38 581,18 675,38 524,05
1968 Maret Juni Sept Des Rata-rata 1968
100,00 103,75 104,00 + 118,67 + 129,67 + 114,02
200,00 207,50 208,00 237,00 259,00 227,88
Indeks
E M A S 24
rata-rata (Rp)
Harga
1966 Okt 1967 Maret Juni Sept Des Rata-rata 1967
TAHUN/BULAN
618,00 587,50 576,67
640,00 585,00 629,00 602,50 580,00 580,00 580,00 580,00 570,00 560,00 -
367,50 403,00 561,17 658,33 502,75
175,00 196,33 198,00 226,33 248,00 217,33
3,05 2,94 6,97 -
+%
+ -
0,74 2,55 0,58
1,16 8,59 7,52 4,21 3,44 0,00 0,00 0,00 1,73 1,75 -
+ 10,68 + 11,61 + 7,59 + 2,29 + 0,07
353,14 335,72 329,52 -
365,71 334,29 359,43 344,29 331,43 331,43 331,43 331,43 325,71 320,00 -
209,99 229,68 354,00 376,19 284,14
100,00 117,38 113,33 + 129,33 + 141,72 + 124,19
Indeks
E M A S 23 rata-rata (Rp)
Harga
590,17 560,90 556,67
620,00 562,50 588,00 526,50 560,00 560,00 560,00 560,00 550,00 540,00 -
342,17 387,33 542,83 639,98 477,96
170,00 186,67 189,00 216,33 237,67 207,42
2,95 2,81 7,13 -
+%
-
+ -
2,11 1,59 0,56
1,59 9,28 4,53 4,34 0,44 0,00 0,00 0,00 1,69 1,82 -
+ 9,51 + 12,29 + 7,80 + 2,50 + 8,02
347,16 329,90 327,45 -
364,74 330,88 345,88 330,88 329,41 329,41 329,41 329,41 323,53 317,65 -
201,47 227,84 319,31 375,98 281,15
100,00 109,80 111,18 + 127,26 + 139,80 + 122,00
Indeks
E M A S 22 rata-rata (Rp)
Harga
326,00 326,00 326,00
326,00 326,00 326,00 326,00 326,00 326,00 326,00 326,00 326,00 326,00 -
234,67 290,00 309,60 325,00 293,98
85,00 99,75 126,00 142,33 174,80 135,78
rata-rata (Rp)
Harga +%
384,00 384,00 384,00
384,00 384,00 384,00 384,00 384,00 384,00 384,00 384,00 384,00 384,00 -
315,33 341,33 364,33 382,67 350,92
0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -
+ 10,35 + 4,63 + 1,57 + 0,88 + 4,36
100,00 117,33 114,67 + 9,76 168,00 + 2,44 205,67 + 11,96 159,75 -
Indeks
B. E
394,52 379,60 379,00
408,50 393,50 382,75 381,59 379,22 379,00 379,00 379,00 379,00 379,00 -
288,00 314,00 380,73 436,33 354,76
95,00 116,47 134,30 138,48 192,79 145,49
rata-rata (Rp)
Harga
Tabel 1.5 HARGA RATA-RATA DAN INDEKS RATA-RATA EMAS SERTA KURS DAN INDEKS RATA-RATA BE & DP DI JAKARTA, 1966-1969 (DASAR INDEKS & HARGA RATA-RATA OKTOBER 1966 = 100)
+%
-
2,60 0,32 0,00
1,38 3,80 2,61 0,30 0,62 0,05 0,00 0,00 0,00 0,00 -
+ 8,57 + 3,40 + 11,65 + 1,98 + 5,51
415,52 399,95 399,90
430,00 413,68 402,89 401,67 399,19 399,00 399,00 399,00 399,00 399,00 -
303,00 330,67 401,00 459,33 373,50
100,00 122,67 141,33 + 7,99 166,67 + 3,52 203,00 11,91 158,42 -
Indeks
D. P
Tabel 1.6 PERKEMBANGAN HARGA LOKAL BEBERAPA HASIL BUMI EKSPOR GOLONGAN A DI JAKARTA 1968 - 1969 (Dalam Rp/Kg) RSSI TAHUN/BULAN
Harga
Kopra (Sul)
Indeks (Okt'66=100)
Harga
Indeks (Okt'66=100)
Lada Putih Harga
Kopi Robusta
Indeks (Okt'66=100)
Harga
Indeks (Okt'66=100)
1968 Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop Des
61,50 59,93 62,44 70,55 81,15 87,44 100,33 100,88 109,08 130,12 128,40 126,00
266,46 259,66 270,54 305,68 351,60 378,86 434,71 437,09 472,62 563,78 556,33 545,93
24,00 26,50 36,75 37,50 46,00 46,00 42,50 40,00 38,00 38,25 41,00 40,00
331,03 365,52 506,90 517,24 634,48 634,48 586,21 551,72 524,14 527,59 565,52 551,72
97,50 130,00 131,00 136,50 136,50 132,50 127,50 110,00 107,50 164,50 158,00 166,25
230,33 307,11 309,47 322,47 322,47 313,02 300,02 259,86 253,96 388,61 373,26 392,75
86,27 108,45 126,03 122,80 119,93 118,39 108,12 161,25 100,00 95,00 95,00 110,00
212,33 266,92 310,19 302,24 295,18 291,39 266,11 396,87 246,12 233,82 233,82 270,74
Rata-rata 1968 Rata-rata Triwulan I Rata-rata Triwulan II Rata-rata Triwulan III Rata-rata Triwulan IV
93,11 61,29 79,71 103,43 128,17
403,60 265,56 345,38 448,12 555,35
38,04 29,09 43,17 40,25 39,75
524,71 401,15 595,40 554,02 548,28
133,10 119,50 135,17 114,83 162,92
314,44 282,30 319,32 271,28 384,87
109,66 106,92 120,37 123,12 100,00
277,14 263,11 296,27 303,03 246,13
1969 Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop Des
124,10 135,13 155,54 156,12 149,10 150,82 163,42 177,44
537,69 585,49 673,92 676,43 646,01 653,47 708,06 768,80
50,70 49,10 50,38 49,39 48,26 51,00 51,70 55,00
847,17 677,24 694,90 681,24 665,66 703,45 713,10 758,62
165,00 157,50 151,56 166,25 173,12 190,62 186,00 200,62
389,79 372,08 358,04 392,75 408,98 450,32 439,40 473,94
110,00 110,00 115,00 109,00 95,00 75,4 *) 72,95 78,75
270,74 270,74 283,04 268,28 191,42 159,98 179,55 193,82
138,26 152,01 163,89
559,03 658,64 710,11
50,06 49,55 52,57
739,77 683,45 725,06
157,85 176,66 192,41
373,30 417,35 454,55
111,67 89,67 75,70
274,84 206,56 177,78
Rata-rata 1969 Rata-rata Triwulan I Rata-rata Triwulan II Rata-rata Triwulan III Rata-rata Triwulan IV
Sumber : Biro Pusat Statistik Diolah kembali oleh Departemen Keuangan *) Angka Sementara
22
23
22,40 24,39 26,43
22,35 24,34 26,62
63,43 69,78 75,74
58,27 62,98 69,04 71,00 68,29 70,04 73,65 78,99 74,58
45,80 45,03 43,43 45,30 42,97 48,00 54,13 53,43 54,14 53,72 55,31 56,73 57,62 50,82 44,59 48,37 53,76 56,55
Str.$.Ct/l b (Singapore)
203,09 188,37 200,81
209,94 195,78 198,72 193,67 184,10 187,34 199,01 199,29 204,57
261,85 243,76 265,18 264,94 271,47 284,01 259,19 157,49 210,67 198,53 190,89 194,23 199,38 228,31 257,96 271,56 188,90 194,83
203,09 190,50 202,39
210,60 198,40 200,26 195,98 185,42 190,10 200,75 200,85 205,57
194,60 196,85 205,65 199,03
US$/Lt (London)
KOPRA US$.$/Lt (Manila)
Sumber : Lembaga Penyaluran Perdagangan Departemen Perdagangan Diolah kembali oleh Departemen Keuangan
20,47 22,23 24,49 24,48 23,93 24,47 25,85 27,49 25,95
20,81 22,00 24,15 24,61 23,95 24,47 25,89 27,63 26,35
1969 Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop Des Rata-rata 1969 Rata-rata Triw. I Rata-rata Triw. II Rata-rata Triw. III
15,93 15,97 15,54 16,09 16,21 16,89 18,93 18,66 19,19 18,90 19,53 20,02 20,23 18,01 15,87 17,34 18,92 19,93
Br.P./l b (London)
16,39 15,91 15,63 16,02 16,51 17,72 19,31 19,03 18,86 18,27 19,83 20,50 20,36 18,16 15,85 17,85 18,72 20,23
US$.Ct/l b (New York)
1967 Des 1968 Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop Des Rata-rata 1968 Rata-rata Triw. I Rata-rata Triw. II Rata-rata Triw. III Rata-rata Triw. IV
TAHUN/BULAN
KARET R S S III
90,14 79,52 74,49
91,00 90,29 89,13 83,17 80,11 75,27 73,38 73,15 76,95
88,53 91,75 93,19 91,35 89,30 88,04 90,06 89,48 90,03 91,00 94,72 94,75 91,85 91,29 92,10 89,13 90,17 93,77
Str.$/Pic Lampung (Singapore)
-
-
28,81 25,83 26,76
28,68 28,90 28,84 26,46 25,89 25,15 24,75 26,53 28,99
29,36
29,60 29,48 29,88 28,72
US$/LB Palembang (New York)
KOPI ROBUSTA
31,88 34,27 42,61
30,93 32,16 32,50 33,38 34,88 34,56 35,95 40,38 51,49
36,13 36,41 38,44 37,44 34,87 35,35 33,41 32,72 32,38 32,38 33,68 34,44 34,32 34,65 37,43 34,54 32,49 34,15
Putih Br.P/LB (London)
31,87 33,81 40,12
35,60 30,00 29,91 32,90 34,50 34,02 34,50 35,10 50,77
31,20 30,93 36,34 33,63 34,85 34,95 33,50 30,86 31,35 35,23 30,10 35,50 35,00 33,52 33,83 34,43 32,49 33,53
Hitam US$/Ct/LB (New York)
LADA
1.370,33 1.419,57 1.464,79
1.367,00 1.372,00 1.372,00 1.400,72 1.422,00 1.436,00 1.455,65 1.468,10 1.470,63
1.352,39 1.319,92 1.316,50 1.320,52 1.268,05 1.305,72 1.304,75 1.302,34 1.296,78 1.282,11 1.311,21 1.446,45 1.381,66 1.321,33 1.318,98 1.292,84 1.293,74 1.379,77
E£ /Lt (London)
TIMAH
Tabel 1.7 PERKEMBANGAN HARGA BEBERAPA HASIL BUMI EKSPOR GOLONGAN A DI PASAR INTERNASIONAL, 1967 - 1969
76,65 61,86 53,74
28,50 79,70 79,70 77,13 73,13 66,57 61,43 57,58 57,22 57,00 57,00
165,84 -
174,60 172,00 165,25 160,27 163,45 171,25 -
-
-
E£ /Lt (London) Ex. Sumatra
MINYAK SAWIT
-
70,29 61,63 59,88
71,48 71,50 67,90 63,59 61,94 59,46 59,50 59,50 60,65
84,50 83,50 87,50 91,00 91,33 86,91 66,81 66,80 65,66 64,02 66,30 70,40 77,06 85,17 89,75 66,42 66,91
E£ /Lt (London) Ex. Nigeria
BIJI SAWIT
1.6.2. Perkembangan Gaji dan Upah Dalam rangka stabilitasi dan pembangunan beberapa kebijaksanaan tarif dan harga dari barang-barang dan jasa-jasa milik Pemerintah telah disesuaikan dan disempurnakan. Kebijaksanaan tersebut pada umumnya berbentuk subsidi harga penjualan dan/atau subsidi harga dari bahan baku. Subsidi dari harga bahan baku telah diberikan bersamaan dengan subsidi harga penjualan pada produksi bahan makanan pokok, misalnya beras. Pemerintah menjamin harga padi kering sawah Rp 13,20/kg agar petani mendapat balas jasa yang sama nilainya dengan harga pupuk chemis Rp 31,50/kg yakni harga pupuk yang minimal ditentukan atas dasar kurs BE Rp 326/US$ dan tanpa dipungut bea masuk. Tujuan kebijaksanaan demikian tidak saja untuk tetap mendorong kegairahan petani meningkatkan penggunaan pupuk tetapi juga untuk memantapkan baik harga BE maupun harga beras karena kedua macam barang-barang itu pada saat sekarang merupakan “pemimpin harga” (price leader) dalam pembentukan harga jasa-jasa dan barang-barang lainnya. Dalam rangka menstabilkan harga bahan makanan pokok dna kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya Pemerintah telah memberikan subsidi dollar guna memungkinkan harga penjualan yang serendah-rendahnya bagi masyarakat. Untuk beras impor Pemerintah telah pula mengambil kebijaksanaan dimana harga jualnya disamakan dengan harga pasaran di dalam negeri. Subsidi dollar telah diberikan untuk tepung terigu dimana penerimaan Pemeritnah adalah hanya Rp 20/kg. Subsidi ini diberikan disamping fasilitas-fasilitas lain untuk importir. Pemberian subsidi ini dimaksud supaya masyarakat konsumen dapat mengurangi konsumsinya akan beras pada saat-saat dimana harga beras meningkat karena sebab musiman. Subsidi berbentuk penurunan bea masuk atas berbagai-bagai bahan makanan pokok seperti ikan asin, gula dan garam telah diberikan pada masa yang lalu. Demikian pula atas minyak tanah yang diprodusir di dalam negeri atau langsung harus diimpor berhubung dengan pemakaian yang meningkat pada hari-hari Lebaran dan Tahun Baru. Subsidi dollar pun telah diberikan pada industri tekstil dimana harga kapas kasar yang ditetapkan adalah Rp 170,- - Rp 200,- per US$. Untuk memungkinkan industri pertenunan dapat bersaing dengan tekstil impor telah diberikan pula subsidi impor benang tenun asal USA dengan harga hanya Rp 120/US$. 24
Dalam produksi hasil jasa-jasa dan barang di samping subsidi berupa keringanan bea masuk dan subsidi dollar, Pemerintah telah pula memberikan barangbarang modal tambahan sebagai hadiah dan tambahan modal kerja jika dialami kerugian-kerugian pada industri transpor perhubungan dan tenaga listrik, satu dan lain denganmaksud untuk dapat melaksanakan kebijaksanaan tarif dan harga yang sesuai dengan kemampuan masyarakat konsumen tanpa mengurangi kewajibankewajiban perusahaan negara tersebut untuk berusaha atas dasar cost accounting. Pada dasarnya kebijaksanaan tarip dan harga Pemerintah adalah sedemikian rupa sehingga terdapat suatu tingkat seminimum mungkin dimana perusahaan-perusahaan negara tidak mengalami kerugian dalam biaya operasionilnya. Jelas
bahwa
subsidi
demikian
tidak
mungkin
kita
alihkan
pertanggungjawabnya kepada negara kreditor, melainkan harus ditanggung oleh Pemerintah
di
dalam
pembayaran
kembali
hutang-hutangnya.
Pemerintah
berpendirian bahwa kebijaksanaan pemberian subsidi lebih diutamakan karena tujuan utamanya adalah meningkatkan produksi di dalam negeri tanpa mengorbankan masyarakat konsumen. Menjadi jelas pula bahwa karena beban hutang-hutang luar negeri harus dipikul oleh generasi yang akan datang, kebijaksanaan pemberian subsidi seperti disebutkan di atas tidak bisa berlangsung terus dan tahap demi tahap harus dikurangi. Misalnya seiring dengan sehatnya management, maka bantuan permodalan bagi perusahaan-perusahaan public utilities dapat dihilangkan. Dalam hubungan ini penyehatan management yang dikaitkan dengan penyempurnaan permodalan sudah dilaksanakan dengan bantuan Bank Dunia. Gaji dan upah umumnya meningkat dalam tiap-tiap sektor, bahkan dikebanyakan sektor secara nominal naik antara 40 – 60%. Secara terperinci, maka dibandingkan dengan keadaan pertengahan 1968, gaji di berbagai sektor adalah sebagai berikut : a. Pertambangan
:
Naik antara 40% - 50% untuk gaji minimum dan maksimum.
b. Perindustrian
:
Naik antara 74% - 174%, terutama di industriindustri rokok kretek.
c. Konstruksi
:
Gaji minimum naik 15% dan gaji maksimum turun 35%.
d. Perdagangan
:
Gaji
minimum
naik
dengan
75%
dan
maksimum dengan 55%. 25
e. Transport
:
Gaji minimum dan maksimum naik dengan 10%.
f. Pegawai negeri
:
Penyesuaian PGPS 1968 yang membawa kenaikan 33% untuk pegawai golongan I dan 100% untuk golongan II keatas.
Khusus mengenai gaji pegawai negeri, maka usaha-usaha Pemerintah dalam memperbaiki nasib pegawai negeri tidaklah dapat terlepas dari usaha-usaha dan kebijaksanaan-kebijaksanaan di lain-lain bidang dalam rangka pembangunan ekonomi, khususnya kebijaksanaan yang menyangkut soal tenaga kerja secara keseluruhan. Dalam rangka ini yang harus diperhatikan adalah kenaikan gaji secara riil dan bukannya secara moneter. Dengan demikian kebijaksanaan di bidang perbaikan gaji pegawai negeri tidak dapat terlepas dari kebijaksanaan menaikkan produksi nasional dan kebijaksanaan stabilitasi. Kenaikan gaji hanya akan berarti apabila harga-harga dapat dipertahankan pada tingkat yang stabil. Di dalam tahun 1969, dalam rangka perbaikan gaji pegawai negeri, telah dilaksanakan 2 hal : (1) Berlakunya secara penuh PGPS 1968. (2) Pemberian tambahan gaji bulan ke-13 dan ke-14. Di dalam tahun 1970/1971 direncanakan untuk kenaikan gaji pegawai negeri sipil dan ABRI sebesar 50%. 1.7.
Perkembangan Produksi dan Realisasi Penanaman Modal
1.7.1. Perkembangan Produksi Realisasi perkembangan produksi selama masa satu semester pelaksanaan PELITA tahun pertama ini belum dapat digambarkan dengan data-data yang lengkap dalam laporan ini karena angka-angka statistiknya masih belum terkumpul seluruhnya. Namun untuk memperoleh sedikit gambaran tentang perkembangan produksi berikut ini dikemukakan angka-angka realisasi sementara yang tersedia untuk beberapa jenis hasil produksi nasional menurut sektor-sektor sebagai dimuat di bawah ini. Untuk beberapa sektor produksi dimana angka-angka realisasi produksinya belum terkumpulkan dapat dikemukakan beberapa angka perkiraan dan target menurut REPELITA.
26
a. Pertanian Berdasarkan anga-angka sementara yang diperoleh, perkembangan produksi sektor pertanian adalah sebagai berikut : (i) Bahan makanan utama Angka-angka produksi bahan makanan utama yang disajikan di bawah ini meliputi periode Januari- Juni 1969 dan untuk periode Juli-Desember merupakan angka-angka taksiran. Angka-angka triwulanan belum terkumpulkan walaupun diperlukan untuk mengadakan penilaian dalam triwulan I dan II tahun 1969/70. Dari angka-angka produksi bahan makanan utama dibuat berdasarkan realisasi masa Januari-Juni 1969 dapat diharapkan bahwa target produksi beras 1969/70 akan dapat tercapai. Target untuk masa 1969/70 adalah 20.231.000 ton padi atau 10.520.000 ton beras. Pertambahan produksi beras diharapkan dengan perbaikan persediaan dan pemakaian pupuk dalam tahun 1969, keadaan hujan yang diramalkan normal, dan disamping itu adanya penambangan luas areal sawah dengan mulai mengalirnya air dari proyek pengairan Jatiluhur. Angka-angka produksi hasil palawija yakni jagung, ubi-ubian dan kacangkacangan menunjukkan kemunduran. Hal ini dapat disebabkan karena iklim yang terlalu basah pada musim tanam tiap tanaman itu sehingga hasil per Ha. Turun. Sedang kemungkinan kedua adalah karena harga yang relatif turun pada awal tahun 1969 ini sehingga mengurangi kegairahan untuk berproduksi. Tabel 1.8 PRODUKSI BAHAN MAKANAN UTAMA DI INDONESIA, 1969 - 1970 ( Dalam Ton ) Bahan Makanan 1. Padi (kering giling) 2. (Beras)
Jan-Juni 1969
Juli-Des 1969
Jumlah
Target
(Realisasi)
(Taksiran)
Jan-Des 1969
1969/70
15.852.634
+)
+)
20.231.000
( 8.243.370 )
+)
+)
( 10.520.000 )
3. Ketela pohon (ubi basah)
3.783.139
6.814.161
10.597.300
12.287.000
4. Jagung (pipilan kering)
1.252.008
691.529
1.943.537
3.370.000
5. Ketela rambat (ubi basah)
780.469
1.175.431
1.955.900
3.363.000
6. Kacang tanah (biji kering)
172.425
135.356
307.781 }
7. Kacang kedele (biji kering)
112.823
206.720
319.543 }
947.500
Sumber : 1) Biro Pusat Statistik (untuk padi; konversi padi-beras = 100 : 52) 2) Departemen Pertanian +) Menurut Sumber Departemen Pertanian, maka angka target 1969/70 akan dapat dicapai, bahkan akan dilampaui. Angka realisasi baru dapat diperoleh pada bulan Januari 1970.
27
(ii) Perkebunan Angka-angka realisasi produksi hasil Perkebunan Negara untuk masa JanuariJuni 1969 dan target produksi 1969/1970 adalah sebagai berikut : Tabel 1.9 PRODUKSI PERKEBUNAN NEGARA, 1969 - 1970 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Budidaya
Satuan
Gula (Hablur) Minyak Sawit Inti Sawit The Karet Serat Manilla Serat Agave Coklat Kina Kopi Robusta Kopi Arabica Kelapa Kopra Gutta Percha
Target (1969/70)
Kw Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg Kg Bh Kg Kg
Realisasi (Januari-Juni 1969)
6.251.023 127.254.268 25.867.838 63.241.000 104.152.885 265.690 8.700.146 886.937 1.520.000 1.366.500 9.905.150 945.000 1.505.000 30.000
2.360.383 50.798.532 11.066.933 31.932.985 49.620.935 43.004 3.711.100 360.802 1.053.148 58.100 1.894.062 486.459 195.636 17.626
Sumber : Departemen Pertanian
Angka-angka dalam daftar di atas hanya memuat realisasi produksi Perkebunan Negara sedang hasil produksi swasta belum terkumpulkan data-datanya dan demikian pula halnya dengan realisasi produksi perkebunan rakyat yang jumlahnya tidak dapat diabaikan. Dari angka-angka produksi Perkebunan Negara di atas dapat diharapkan bahwa target nasioanl 1969-70 akan terpenuhi misalnya untuk minyak sawit, inti sawit, teh, karet, coklat, kina dan gula khususnya karena penggilingan besar akan terdapat pada semester II/1969 ini. Untuk kopi robusta dan kopi arabica sangant kecil kemungkinannya untuk memenuhi target. b. Perindustrian Perkembangan di bidang perindustrian menunjukkan hasil-hasil yang lebih memuaskan
dengan
adanya
dorongan
positif
sebagai
akibat
terdapatnya 28
perkembangan harga-harga yang relatif stabil dan pula dengan adanya dorongan perbaikan dalam sarana-sarana produksi maupun fasilitas-fasilitas dari Pemerintah seperti di bidang perkreditan, perpajakan, anggaran pembangunan, penanaman modal asing dan dalam negeri. Keadaan harga-harga yang stabil dan fasilitas-fasilitas berproduksi yang mendorong kegairahan berproduksi menjadi landasan bagi kebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah. Dalam menilai perkembangan hasil-hasil produksi perindustrian sementara baru dapat dikemukakan untuk bidang-bidang tertentu. Hal ini karena masih terdapatnya kesulitan dan kelambatan dalam kompilasi statistiknya. (i) Sandang Produksi benang tenun dalam negeri dari permulaan tahun sampai dengan bulan September 1969 diperkirakan mencapai jumlah 119.414 β @ 400 lbs dengan perincian sebagai berikut (sumber : Sekretariat Sektor B, Departemen Perindustrian) : Produksi triwulan I 1969
32.630,8 β
Produksi triwulan II 1969
41.058,2 β
Produksi bulan Juli 1969
15.725,-
Produksi bulan Agustus 1969
15.000,-
Produksi bulan September 1969
15.000,-
Produksi triwulan III 1969
_____________
Jumlah produksi triwulan I + II + III :
45.725,-- β 119.414 β @ 400 lbs
Carry over stock dari tahun 1968 pada awal Januari 1969 adalah sebesar
21.902,8 β
Jumlah produksi Januari s.d. April 1969 sebesar
32.630,8 β
Jumlah produksi April – September 1969 sebesar
86.783,- β
Sehingga stock awal dengan jumlah produksi dalam negeri Januari – September 1969 sebesar
141.316,6 β
yang mana sebagian telah diolah menjadi tekstil. Benang tenun impor yang diolah berjumlah :
62.000,- β
Sehingga jumlah benang tenun produksi dalam negeri dan benang tenun ex-impor yang diolah adalah sejumlah :
203.316,6 β
Khusus untuk periode April – September produksi benang tenun dalam negeri yang dicapai adalah sejumlah 86.783
β sehingga diperkirakan mencapai hasil
produksi ± 108.478.750 m tekstil dan ini berarti sebesar 24,11% dari target produksi dalam negeri 1969 – 70 yaitu sebesar 450 juta meter. 29
Penyediaan tekstil dari Januari s.d. September diperkirakan akan meliputi (Sumber : Departemen Perindustrian) : 1. Carry over 1968
192.000.000 m
2. Produksi dalam negeri
239.000.000 m
3. Tekstil Impor (menurut taksasi berdasarkan konversi US$ 1 = 5 meter)
112.500.000 m
4. Tekstil dalam rangka kiriman dagang (diperkirakan 20% dari ad.3)
22.500.000 m
5. Tekstil impor lain-lain (diperkirakan 25% dari ad.3)
28.000.000 m
Jumlah persediaan seluruhnya : Jan – Sept.
594.000.000 m
(ii) Industri Kimia Angka-angka realisasi yang dapat dikemukakan berupa angka-angka produksi sampai dengan semester I/1969 khususnya dari Perusahaan-perusahaan Negera dalam lingkungan Departemen Perindustrian yang perkembangannya adalah seperti terlihat dalam tabel berikut :
Tabel 1.10 PRODUKSI INDUSTRI KIMIA (PN2) 1968-1969/1970
Jenis Produksi 1. Semen 2. Kertas 3. Pupuk Urea 4. Gelas 5. Zat Asam
Satuan
Semester I/1968
Ton Ton Ton Ton M3
Semester II/1968
Semester I/1969
Target 1969/1970
187.758 5.096 46.985 2.640
222.207 6.061 48.543 3.144
243.700 6.754 36.570 3.928
515.000 10.000 46.500 -
827.500
975.800
980.000
-
Sumber : Departemen Perindustrian Tabel 1.11 SPESIFIKASI PRODUKSI DAN PENJUALAN SEMEN JANUARI s.d. SEPTEMBER 1969 (Dalam Ton) Semen Gresik Produksi Penjualan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September
27.578 24.933 26.581 27.659 27.884 27.952 20.184 31.292 25.000*)
27.437 20.830 27.687 28.144 28.712 29.243 29.962 27.620 25.000*)
Semen Padang Produksi Penjualan 8.467 9.927 11.393 12.548 12.864 12.356 8.781 10.000*) 10.000*)
8.172 10.069 12.401 12.442 12.508 10.735 8.260 10.000*) 10.000*)
Sumber : Departemen Perindustrian *) Estimate dari Sekretariat Sektor B, Departemen Perindustrian
Semen Tonasa Produksi Penjualan 3.440 5.700 6.860 3.720 7.460 1.220 560 5.000*) 5.000*)
1.707 3.044 5.764 4.880 4.748 776 7.846 5.000*) 5.000*)
30
Produksi semen pada semester I tahun 1969 mengalami kenaikan dibandingkan dengan Semester I dan Semester II tahun 1968. Hal ini disebabkan oleh tercapainya rehabilitasi dan konsolidasi dari unit-unit produksi yang sudah ada yaitu Gresik dan Padang. Produksi kertas secara menyeluruh juga mengalami kenaikan walaupun ada kemacetan di pabrik Pematang Siantar. Produksi pupuk urea mengalami kemunduran dalam semester I tahun 1969, karena adanya kerusakan pada Cooper Besamer Compressor, yang menyebabkan turunnya produksi PUSRI; tetapi pada semester II – 1969 diharapkan akan normal kembali karena sudah diperbaiki. Dari angka-angka di atas dapat diharapkan target 1969/1970 tercapai. c. Pertambangan Perkembangan produksi pertambangan sampai dengan semester I/1969 adalah sebagai berikut : Tabel 1.12 PRODUKSI PERTAMBANGAN, 1969/1970 Jenis Produksi
1. Batu Bara 2. Timah 3. Bauksit 4. Nikel 5. Emas 6. Perak
Satuan/ Berat
Ton Kw Ton Ton Kg Kg
Triwulan I/1969 (Januari-Maret)
44.493 40.069 185.104 65.316 83.4016*) 3.156.602
Triwulan I/1969/70 Triwulan II/1969/70 Triw I + II 1969/1970 (April-Juni)
63.325 46.023 132.315 56.410 70.4530*) 2.443.337
Juli-Sept)
48.208 47.461 145.761 62.390 27.3264*) 914.011
(April-Sept)
111.533 93.484 278.076 118.800 27.3264*) 914.011
Target 1969/70
140.000 161.600 1.000.000 222,5 9.715
Sumber : Departemen Keuangan *) Inclusif Emas dari Logam
Khusus mengenai produksi tambang minyak adalah sebagai dimuat dalam tabel berikut :
31
Tabel 1.13 PRODUKSI MINYAK MENTAH INDONESIA, 1967-1969/1970 1967 Bbls
1968 Bbls
1969 Bbls
Triwulan I Januari Februari Maret Total
15.254.233 13.727.094 15.445.404 44.426.731
16.133.675 14.114.435 17.238.442 47.486.552
19.684.094 19.263.417 22.839.292 61.786.803
Triwulan II April Mei Juni Total
15.540.856 15.752.483 14.102.523 45.395.862
17.003.391 18.312.120 18.275.087 53.590.598
22.016.540 22.160.292 21.003.647 65.180.479
Juli Agustus Tahun Anggaran 1969/70
Target 1969/70
23.328.503 293.000.000
Sumber : Departemen Pertambangan Produksi Minyak Mentak ini meliput hasil Pertamina unit I, II, III, IV dan V serta Cilacap Cepu, Caltex, Stanvac.
Dari angka-angka ini dapat dilihat bahwa realisasi produksi hasil minyak mengalami kenaikan. Target produksi minyak tahun 1969/1970 adalah sebesar 293 juta BBL yang besar kemungkinan akan dapat dipenuhi. d. Angka-angka produksi sektor-sektor lainnya Perkembangan produksi di sektor-sektor seperti perkebunan swasta, kehutanan, perindustrian ringan dan kerajinan rakyat, prasarana-prasarana umum, listrik dan pengairan belum dapat dikompilasikan pada saat ini untuk melengkapi data-data sampai dengan tahun 1969. 1.7.2. Realisasi Penanaman Modal Mengenai realisasi penanaman modal asing, maka dalam triwulan II tahun anggaran 1969/1970 telah disetujui Pemerintah 23 proyek, terdiri dari 4 proyek investasi langsung dan 19 proyek joint enterprise. Sehingga dengan demikian selama 9 bulan tahun 1969 telah disetujui 58 proyek penanaman modal asing, 15 proyek investasi langsung dengan intended capital US$ 247.134 ribu dan 43 proyek joint enterprise dengan modal akan ditanam masing-masing US$ 59.004 ribu modal asing dan US$ 17.974 ribu modal nasional. Dari jumlah itu sebanyak 36 proyek dengan modal US$ 54.582 ribu akan beroperasi di pulau Jawa dan 22 proyek lainnya dengan 32
modal US$ 269.530 ribu akan beroperasi di luar pulau Jawa. Proyek-proyek dalam bidang perindustrian dan perhubungan/pariwisata hampir semua memusat di pulau Jawa sedang di luar Djawa kebanyakan beroperasi di bidang pertambangan dan kehutanan/perkebunan. Dengan demikian semenjak tahun 1967 sampai dengan akhir triwulan II1969/1970 telah disetujui Pemerintah 148 proyek penanaman modal asing, meliputi jumlah modal akan ditanam US$ 672.756 ribu, terdiri dari US$ 626.457 ribu modal asing dan US$ 46.299 ribu modal dari peserta nasional. Sejumlah 45 proyek berupa straight investment dengan modal akan ditanam US$ 503.995 ribu dan 103 proyek joint enterprise dengan modal akan ditanam US$ 168.761 ribu (terdiri dari US$ 122.462 ribu modal asing dan US$ 46.299 ribu modal peserta nasional). Menurut daerah usahanya, 94 proyek dengan modal akan ditanam sebesar US$ 151.645 ribu (terdiri dari US$ 118.892 ribu modal asing dan US$ 32.753 ribu modal peserta nasional) beroperasi di pulau Jawa, dan 54 proyek lainnya di luar Jawa dengan modal akan ditanam sebesar US$ 521.111 ribu (terdiri dari US$ 507.565 ribu modal asing dan US$ 13.546 ribu modal peserta Indonesia).Pada umumnya modal yang ditanam berasal dari Amerika Serikat, Jepang dan Kanada. Selama 9 bulan dalam tahun 1969 ini tercatat pemasukan modal asing US$ 16.733.043,27 yang terdiri dari US$ 4.446.431,27 dalam triwulan peralihan (Januari-Maret), US$ 3.441.645,76 dalam triwulan I tahun anggaran 1969/1970 dan selebihnya US$ 8.844.966,24 dalam triwulan II-1969/1970. Sedangkan realisasi pemasukan modal asing selama dua tahun (1967-1968) hanya berjumlah US$ 11.205.097,40. Dengan demikian realisasi pemasukan modal asing berjumlah US$ 27.938.504,67 (US$ 11.205.097,40 tahun 1967-1968 dan US$ 16.733.043,27 triwulan peralihan, triwulan I dan II tahun anggaran 1969/1970). Apabila kita bandingkan dengan modal yang disanggupkan akan ditanam memang jumlah realisasi ini masih terlalu kecil, tetapi perlu diingat bahwa modalmodal yang telah direalisir itu kebanyakan barulah paid up capital, sedang autrhorized capital dan intended capital masih beberapa tahun kemudian harus disetor penuh. Lagi pula kebanyakan dari proyek-proyek itu masih pada tingkat survey, belum sampai tingkat eksploitasi, sehingga modalnya belum diperlukan seluruhnya.
33
Mengenai realisasi penanaman modal dalam negeri, maka selam triwulan II tahun anggaran 1969/1970 telah masuk permohonan fasilitas penanaman modal dalam negeri sebanyak 78 proyek yang meliputi modal akan ditanam Rp 18.840.491 ribu (termasuk nilai lawan valuta asing yang dipergunakan). Dari jumlah itu telah dikeluarkan rekomendasi dari Sub-Panitia PMDN sebanyak 31 proyek diantaranya telah dapat diselesaikan oleh Departemen Keuangan proyek-proyek yang meliputi modal yang akan ditanam sebesar Rp 11.689.966 ribu. Sampai dengan triwulan II 1969/1970 sejumlah 196 proyek telah mengajukan fasilitas penanaman modal dalam negeri yang meliputi Rp 119.568.943 ribu. Sebanyak 82 proyek telah memperoleh rekomendasi Sub-Panitia PMDN dengan jumlah modal yang akan ditanam sebesar Rp 23.450.754 ribu. Sebagian terbesar dari proyek-proyek itu bergerak di bidang perindustrian, kemudian diikuti pertanian/perkebunan, perhubungan/pariwisata dan kehutanan. Sejumlah 25 proyek telah mulai berproduksi meliputi modal yang ditanam Rp 4.426.145 ribu, terdiri dari 16 buah proyek di bidang perindustrian, 5 buah di bidang pertanian/perkebunan, 2 buah di bidang perhubungan/pariwisata dan masingmasing sebuah untuk bidang peternakan, kehutanan dan parmasi. Apabila dilihat dari angka-angka realisasi pemasukan modal asing maupun penanaman modal dalam negeri, tampaklah suatu kenaikan yang sangat besar pada tahun 1969 ini. a. PMA Tahun 1967/1968 aplikasi sebesar
:
US$ 348.644 ribu
:
US$ 11.205 ribu
:
US$ 324.112 ribu
:
US$ 16.733 ribu
9 bulan tahun 1969 aplikasi sebesar
:
Rp 119.569 juta
proyek telah jalan
:
Rp
realisasi pemasukan 9 bulan tahun 1969 aplikasi sebesar realisasi pemasukan b. PMDN
4.426 juta
34
BAB II PELAKSANAAN APBN 1969/1970 2.1. Pendahuluan Seperti diketahui APBN 1969/1970 tetap dilaksanakan dalam rangka kebijaksanaan anggaran berimbang (balanced budget policy). Pelaksanaan kebijaksanaan dimaksud adalah untuk keseluruhan APBN 1969/1970, yaitu keseimbangan antara keseluruhan penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan di satu pihak dan keseluruhan pengeluaran rutin dan penerimaan pembangunan di pihak lain. Kebijaksanaan anggaran berimbang tersebut juga dimaksudkan berlaku untuk seluruh tahun anggaran. Dengan demikian pelaksanan secara triwulanan tidak perlu selalu seimbang. Hal ini dapat terjadi karena pola penerimaan tidak selalu bersamaan dengan pola pengeluaran yang disebabkan oleh berlainannya faktor-faktor yang
menguasai
atau
mempengaruhi
penerimaan
dengan
yang
menguasai
atau
mempengaruhi pengeluaran. APBN 1969/1970 memperkirakan penerimaan rutin sebesar Rp 228,0 milyar dan penerimaan pembangunan (tidak termasuk bantuan proyek) sebesar Rp 63,2 milyar sehingga jumlah seluruh penerimaan (tidak termasuk bantuan proyek) diperkirakan sebesar Rp 291,2 milyar. Di pihak lain pengeluaran rutin diperkirkan sejumlah Rp 204,0 milyar dan pengeluaran pembangunan (tidak termasuk bantuan proyek) sejumlah Rp 87,2 milyar; jumlah seluruh pengeluaran (tidak termasuk bantuan proyek) menjadi Rp 291,2 milyar. 2.2. Anggaran Rutin 2.2.1. Penerimaan Rutin Pada Tabel 2.1 dapat diketahui perincian daripada seluruh penerimaan negara baik rutin maupun pembangunan. Dari jumlah seluruh penerimaan rutin sebesar Rp 228,0 milyar, maka pajak langsung menghasilkan Rp 91,2 milyar, pajak tidak langsung Rp 134,3 milyar dan penerimaan non-tax Rp 2,5 milyar. Berbagai usaha, tindakan dan peraturan telah diambil dan ditempuh Pemerintah yang kesemuanya bertujuan untuk lebih meningkatkan lagi penerimaan negara. Pada umumnya cara pendekatan (approach) yang ditempuh Pemerintah ialah dengan jalan secara lebih aktif turut serta dan ikut mendorong majunya aktivitas perekonomian itu sendiri. Diharapkan bila aktivitas perekonomian lebih meningkat,
35
maka pendapatan masyarakatpun akan lebih meningkat sehingga menyebabkan lebih banyak pula pemasukan penerimaan negara. Dalam rangka inilah dapat dilihat segala usaha-usaha ataupun peraturanperaturan yang telah diambil Pemerintah. Berbagai fasilitas dan kelonggarankelonggaran telah diberikan di bidang pajak langsung baik dalam rangka penanaman modal, pajak pendapatan dan pajak perseroan. Di bidang pajak-pajak tidak langsung juga telah diambil beberapa tindakan yang dimasudkan untuk memberikan lebih banyak pertolongan dan dorongan kepada berbagai-bagai cabang usaha masyarakat. Tarif-tarif pajak penjualan atas bermacammacam barang dan jasa telah diturutkan sehingga diharapkan dapat memberikan perangsang (incentive) yang lebih besar lagi pada berbagai cabang usaha yang bersangkutan. Demikian pula terhadap tarif-tarif pajak penjualan impor atas beberapa jenis barang telah dilakukan penyesuaian-penyesuaian. Di bidang cukai juga telah diberikan berbagai kelonggaran-kelonggaran dan penyesuaian-penyesuaian. Atas hasil-hasil tembakau telah diberikan pembebasan sebagian cukai tembakau di samping diadakannya tindakan-tindakan penertiban lainnya yang juga dimasudkan untuk lebih meningkatkan lagi baik produksi maupun mutu daripada hasil-hasil tembakau. Demikian pula atas perhitungan-perhitungan cukai gula, cukai alkohol sulingan dan cukai bir telah dilakukan penyesuaianpenyesuaian sehingga menjadi lebih wajar. Dengan Peraturan Pemerintah No.6 tahun 1969 telha dilakukan penyesuaianpenyesuaian dan penurunan-penurunan tarif bea masuk atas sejumlah besar barangbarang impor. Kepada industri-industri dalam negeri dengan demikian telah diberikan perangsang maupun proteksi yang lebih besar lagi. Sedangkan kepada cabang-cabang usaha produktif lainnya yang baru mulai tumbuh telah pula diberikan dorongan-dorongan yang lebih efektif legi karena bea masuk atas bahan-bahan baku, bahan penolong, spareparts dan benda-benda modal pada umumnya telah diturunkan, bahkan ada yang dibebaskan sama sekali dari bea masuk. Sebagai follow up dari PP No.6/1969 ini dalam bulan September 1969 telah dikeluarkan SK Menkeu No.KEP-600/MK/III/9/1969 sehingga diharapkan dapat lebih positif lagi akibat-akibatnya atas kegiatan-kegiatan ekonomi di dalam negeri. Selain penyesuaian-penyesuaian dan penurunan tarif-tarif bea masuk, Pemerintah juga telah memberikan kelonggaran lainnya seperti : penghapusan pembayaran muka pungutan-pungutan pabean untuk barang-barang golongan B dan 36
C (SK Menkeu No.KEP-287/MK/III/4/1969 yang merupakan SK Bersama dengan Menteri Perdagangan) pemberian ijin vooruitslag berupa pnangguhan bea masuk dan pungutan-pungutan lainnya atas 11 macam barang-barang impor (SK Menkeu No.KEP-782/MK/III/11/1969 yang dikeluarkan dalam bulan November 1969 yang sebenarnya merupakan lanjutan dari pemberian ijin vooruitslag yang telah dikeluarkan
dalam
bulan
Januari
1969
dengan
SK
Menkeu
No.KEP-
18/MK/III/1/1969). Dalam hubungan dengan penyesuaian-penyesuaian dan penurunan tarif-tarif bea masuk serta pemberian kelonggaran-kelonggaran lainnya tersebut Pemerintah memperhatikan pula kepentingan rakyat banyak sebagai konsumen. Hal ini dilakukan dengan jalan memberikan pula keringanan-keringanan bahkan pembebasanpembebasan bea masuk atas beberapa barang impor yang merupakan kebutuhan pokok rakyat banyak. Dengan demikian selalu dijaga keseimbangan yang wajar antara kepentingan konsumen, kepentingan produsen dan kepentingan penerimaan negara. Mengenai jenis-jenis penerimaan pajak tidak langsung yang lainnya, seperti : pajak devisa ekspor, penerimaan minyak lainnya dan lain-lain sebagainya Pemerintah juga telah melakukan berbagai usaha sehingga memungkinkan hasil-hasil penerimaan yang lebih baik. Akhirnya mengenai penerimaan non-tax ternyata telah dapat dihasilkan jumlah yang cukup berarti juga. Sebagai hasil penertuiban-penertiban yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang dimuat di dalam Keputusan Presiden No.33 tahun 1969 tentang pedoman pelaksanaan APBN 1969/1970, maka hasil-hasil yang diterima dari departemen-departemen (“administrative revenues”) ataupun dari perusahaan-perusahaan negara dan bank-bank Pemerintah (bagian Pemerintah dari laba) telah menunjukkan perkembangan yang positif. 2.2.2. Pengeluaran Rutin Anggaran induk untuk belanja rutin tahun anggaran 1969/1970 ditetapkan sebesar Rp 204,0 milyar. Untuk melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negera tahun 1969/1970 Pemerintah telah mengeluarkan pedoman pelaksanaan APBN tahun 1969/1970 dengan Keputusan Presiden No.33 tahun 1969, tanggal 31 Maret 1969.
37
Peraturan ini dipakai sebagai pegangan bagi seluruh aparatur Pemerintahan di bidang keuangan negara dalam melaksanakan APBN 1969/1970. Berdasarkan angka-angka sementara (lihat Tabel 2.2) pengeluaran rutin sampai dengan Semester I tahun anggaran 1969/1970 berjumlah Rp 102,2 milyar yang terdiri atas pengeluaran untuk belanja pegawai/pensiun sebesar Rp 38,4 milyar, belanja makan (uang lauk pauk) ABRI dan Sipil sebesar Rp 5,2 milyar, belanja barang, dan sebagainya sebesar Rp 19,9 milyar, subsidi/perimbangan keuangan daerah otonom sebesar Rp 28,8 milyar, bunga/cicilan hutang sebesar Rp 8,6 milyar dan lain-lain pengeluaran rutin serta pengeluaran yang berasal dari tahun anggaran yang lalu sebesar Rp 1,3 milyar. Pengeluaran rutin selama semester I tahun 1969/1970 tersebut diatas telah mencapai ± 50% dari anggaran induk tahun 1969/1970. Mengingat bahwa sebagian besar dari subsidi/perimbangan keuangan daerah otonom adalah untuk mencukupi belanja pegawai daerah otonom, maka dapat dikatakan bahwa sebagian terbesar dari belanja rutin tahun 1969/1970 adalah untuk belanja pegawai/pensiun. Mengenai belanja barang dan sebagainya masih terus dilakukan penghematan-penghematan. Pemerintah masih harus melakukan penghematan-penghematan di dalam belanja rutin ini. Namun demikian, belanja rutin yang sifatnya urgen dan merupakan kewajiban Pemerintah yang tidak dapat ditunda-tunda telah mendapatkan prioritas dari Pemerintah. Untuk memperbaiki tingkat hidup pegawai-pegawai negeri dan ABRI, Pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbaiki kehidupan mereka dalam batasbatas kemampuan keuangan negara. Dalam tahun anggaran 1969/1970 ini Pemerintah telah memutuskan untuk memberikan tambahan gaji bulan ke 13 dan ke 14. 2.3. Anggaran Pembangunan 2.3.1. Penerimaan Pembangunan Pada Tabel 2.1 dapat diketahui pula bahwa untuk seluruh tahun anggaran 1969/1970, Pemerintah memperkirakan jumlah penerimaan pembangunan (di luar bantuan proyek) sebesar Rp 63,2 milyar. Suatu ciri utama daripada penerimaan Pemerintah untuk APBN 1969/1970 termasuk penerimaan pembangunan adalah kenyataan stabilnya kurs BE pada tingkat Rp 326,0/US$. Stabilnya kurs BE tersebut juga mempunyai arti bahwa untuk pertama 38
kalinya di dalam sejarah kebijaksanaan APBN, Pemerintah diharuskan untuk mengubah cara bekerja dan usaha-usahanya kepada hal-hal yang sifatnya riil dan produktif untuk dapat meningkatkan penerimaannya. Kenyataan ini pastilah mengakibatkan tugas Pemerintah untuk dapat memperoleh penerimaan pembangunan sebesar mungkin menjadi lebih berat daripada di masa-masa sebelumnya. Mengenai bantuan proyek (project aid) seluruhnya diteruskan kepada Departemen-departemen/Badan-badan pelaksanaan teknis yang menggunakannya. Realisasi daripada bantuan proyek diperkirakan akan lebih kecil daripada yang diperhitungakn semula mengingat pelaksanaannya memerlukan waktu yang jauh lebih lama daripada yang diperkirakan. Perlu dikemukakan di sini bahwa penerimaan pembangunan memerlukan beberapa tahap yang agak panjang sebelum dapat direalisir sepenuhnya. Tahapantahapan tersebut adalah : (1) aid requirement, (2) aid commitment, (3) aid realization, dan (4) aid disbursement. 2.3.2. Pengeluaran Pembangunan Prosedur Pembiayaan Pembangunan Dalam tahun anggaran 1969/1970, prosedur pembiayaan pembangunan mengalami perubahan jika dibandingkan dengan prosedur pembiayaan pembangunan dalam tahun-tahun sebelumnya. Prosedur pembiayaan yang berlaku dalam tahuntahun anggaran 1969/1970 ini adalah sebagai berikut : (1) Departemen-departemen mengajukan Daftar Isian Proyek (DIP) kepada Departemen Keuangan dan Bappenas. Daftar Isian Proyek memuat program dan rencana biayanya untuk satu proyek/sub-proyek guna keperluan satu tahun, diperinci per triwulan. Untuk tiap proyek/su-proyek dibuat DIP tersendiri. (2) Departemen Keuangan bersama-sama dengan Bappenas mengadakan penelaahan mengenai DIP yang diajukan oleh Departemen-departemen. (3) DIP yang telah disetujui disahkan oleh Menteri Keuangan dan Ketua Bappenas dan dikirimkan aslinya kepada Menteri yang bersangkutan, sedangkan copynya dikirimkan kepada Kantor Bendahara Negara di daerah lokasi proyek. (4) Setelah menerima DIP yang telah disahkan, Menteri yang bersangkutan mengeluarkan SKO (Surat Keputusan Otorisasi) yang aslinya dikirimkan kepada Kantor Bendahara Negara yang bersangkutan, sedangkan copynya dikirimkan kepada pelaksana proyek. 39
(5) Pelaksana proyek mengajukan permintaan uang kepada Kantor Bendahara Negara setempat. (6) Setelah ditelaah, Kantor Bendahara Negara memberikan uang kepada pelaksana proyek menurut kebutuhan. (7) Untuk proyek-proyek yang dibiayai melalui Bank, pelaksana proyek mengajukan permintaan kredit kepada Bank yang akan membiayai proyeknya. Setelah ditelaah dan memenuhi ketentuan-ketentuan bank, maka bank yang bersangkutan memberikan kreditnya. Prosedur pembiayaan pembangunan yang baru ini berbeda dengan prosedur yang terdahulu dalam hal-hal sebagai berikut : (1) Untuk tiap-tiap proyek/sub-proyek, pembiayaannya harus didasarkan pada DIP. Dengan DIP ini paling sedikit telah ada rencana proyek-proyek baik mengenai fisik maupun keuangannya. Selanjutnya dengan DIP ini dapat disusun pula perencanaan penyediaan biaya menurut daerah-daerah lokasi proyek. DIP tersebut juga akan dapat dipergunakan sebagai alat pengawasan, baik secara preventif oleh Kantor-kantor Bendahara Negara, yaitu sebelum mengeluarkan uang, maupun secara represif oleh unit-unit pengawasan, yaitu untuk meneliti apakah rencana telah dilaksanakan sebagaimana mestinya. (2) Penerbitan SKO lebih disederhanakan. Kalau dalam tahun-tahun yang lalu untuk menerbitkan otorisasi guna pembiayaan pembangunan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Departemen Keuangan, cq. Direktorat Jenderal Anggaran, maka dengan prosedure yang baru ini masing-masing Departemen dapat menerbitkan SKO atas dasar DIP yang telah disahkan olehMenteri Keuangan dan Ketua Bappenas, tanpa pengesahan lagi dari Direktorat Jenderal Anggaran. Dengan begini diharapkan bahwa pelaksanaan pembiayaan dapat lebih diperlancar karena satu mata rantai telah dikurangi. (3) Dengan adanya DIP dan otorisasi yang diterbitkan sendiri oleh masing-masing Departemen, maka pembiayaan pembangunan dapat disesuaikan menurut kebutuhan pada tiap-tiap triwulan. Pelaksana-pelaksana proyek dapat menerima pembiayaan pada Kantor-kantor Bendahara Negara di daerah lokasi proyeknya. Realisasi Pembiayaan Pembangunan Anggaran induk untuk belanja pembangunan tahun anggaran 1969/1970 berjumlah Rp 123,4 milyar, diantaranya Rp 36,2 milyar berupa bantuan 40
proyek/bantuan teknis dan Rp 87,2 milyar terdiri dari nilai lawan bantuan luar negeri yang di BE-kan dan dari tabungan Pemerintah. Penggunaan dari anggaran belanja pembangunan tahun 1969/1970 tersebut diats direncanakan untuk proyek bidang ekonomi sebanyak Rp 94,4 milyar (76,5%), bidang sosial sebanyak Rp 19,6 milyar (15,9%), dan bidang umum sebesar Rp 9,4 milyar (7,6%). Dari jumlah biaya pembangunan Rp 87,2 milyar yang pembiayaannya diperoleh dari bantuan luar negeri yang di BE-kan dan dari tabungan pemerintah tersebut di ats, direncanakan Rp 73,3 milyar disalurkan melalui Kantor-kantor Bendahara Negara, Rp 4,0 milyar untuk pembangunan bidang Hankam, Rp 7,3 milyar disalurkan melalui bank-bank Pemerintah dan Rp 2,6 milyar untuk subsidi (bantuan) desa yang penyalurannya melalui Bank Rakyat Indonesia. Berdasarkan
angka-angka
sementara,
realisasi
anggaran
belanja
pembangunan selama semester I (April sampai dengan September 1969) tahun anggaran 1969/1970 dapat disimpulkan sebagai berikut (dalam milyar Rp) : (1) Pembiayaan melalui KBN-KBN
21,0
(2) Pembiayaan pembangunan Hankan
2,0
(3) Pembiayaan pembangunan yang disalurkan melalui perbankan
3,0
(4) Subsidi desa
2,0
(5) Lain-lain pengeluaran dan pengeluaran yang berasal dari tahun anggaran yang lalu Jumlah
2,6 30,6
Angka-angka tersebut di atas adalah untuk anggaran pembangunan yang dibiayai dari nilai lawan bantuan luar negeri yang di BE-kan dan dari tabungan pemerintah. Angka realisasi pembiayaan pembangunan melalui KBN-KBN tersebut di atas adalah berdasarkan realisasi pengeluaran SPM (Surat Perintah Membayar) yang dikeluarkan oleh KBN-KBN dan yang dilaporkan sampai dengan akhir September 1969. SKO-SKO (Surat Keputusan Otorisasi) yang diterima oleh KBN-KBN selama semester I tahun anggaran 1969/1970 ini telah mencapai jumlah kira-kira Rp 26,8 milyar.
41
Pelaksanaan anggaran pembangunan di dalam tahun anggaran yang lalu telah mengalami beberapa kelambatan yang disebabkan oleh beberapa faktor : (1) Penyusunan daripada program yang harus dinyatakan di dalam DIP (Daftar Isian Proyek) merupakan hal yang baru. Hal ini telah memerlukan waktu yang agak lama sehingga baru dapat diselesaikan di dalam triwulan I daripada tahun anggaran 1969/1970. (2) Di dalam pelaksanaan daripada dropping uang yang telah dipergunakan prosedur baru dengan tujuan untuk mempercepat pembiayaan dan pencapaian ketepatan (doelmatigheid) yang sebesar-besarnya. Inipun memerlukan waktu untuk penyesuaiannya. (3) Pelaksanaan daripada proyek-proyek pada umumnya dilaksanakan dengan sistim tender dan voorfinanciering, artinya pelaksanaan proyek-proyek terlebih dahulu ditawarkan secara terbuka kepada kontraktor-kontraktor dan bila telah disetujui, pembiayaannya dilakukan lebih dahulu oleh kontraktor. Pembayaran oleh proyek-proyek baru dilakukan bila pekerjaan seluruhnya atau sebagian telah selesai. (4) Berhubung banyaknya proyek-proyek yang harus dilakukan di daerah-daerah di mana ada kemungkinan tidak terdapatnya kontraktor-kontraktor yang memenuhi syarat atau tidak terdapatnya bahan-bahan yang diperlukan menurut program yang telah ditentukan, maka biasanya terpaksa dicarikan kontraktor-kontraktor dari daerah lain yang kemungkinan besar jauh letaknya dari tempat/lokasi proyek. Dengan sendirinya keadaan ini memerlukan waktu yang lebih lama di dalam pelaksanaannya. Kalau diperhatikan perkembangan pembiayaan pembangunan melalui KBNKBN dalam triwulan I dan triwulan II tahun anggaran 1969/1970, maka terlihat bahwa pembiayaan pembangunan dalam triwulan II tahun 1969/1970 mencapai kirakira tiga kali lebih banyak daripada pembiayaan dalam triwulan I tahun 1969/1970. Jadi telah menunjukkan perkembangan yang berarti. Jika dilihat angka-angka mengenai pelaksanaan pembiayaan pembangunan melalui KBN-KBN, maka dapat disimpulkan bahwa dari realisasi pembiayaan pembangunan selama semester I tahun 1969/1970 sebesar Rp 21,0 milyar tersebut di atas (tidak termasuk subsidi desa), Rp 16,6 milyar (79,2%) adalah untuk proyekproyek di bidang ekonomi, Rp 3,1 milyar (14,7%) adalah untuk proyek-proyek di bidang sosial dan Rp 1,3 milyar (6,1%) adalah untuk proyek-proyek di bidang umum. 42
Kalau angka-angka realisasi pembiayaan pembangunan selama semester I tahun anggaran 1969/1970 tersebut di atas dibandingkan dengan anggaran pembangunan induk tahun 1969/1970 (di luar bantuan proyek dan bantuan teknis), maka untuk masing-masing bidang dapat diperoleh gambaran sebagai berikut : (1) Pembiayaan melalui KBN-KBN : -
Bidang Ekonomi, telah dikeluarkan 33% dari anggaran induk 1969/1970
-
Bidang Sosial, telah dikeluarkan 17% dari anggaran induk 1969/1970
-
Bidang Umum, telah dikeluarkan 25% dari anggaran induk 1969/1970
(2) Pembiayaan pembangunan Hankam, telah dikeluarkan 50% dari anggaran induk 1969/1970. (3) Pembiayaan yang disalurkan melalui perbankan telah dikeluarkan 43% dari anggaran induk 1969/1970. (4) Subsidi Desa, telah dikeluarkan 77% dari anggaran induk 1969/1970. Dari angka-angka tersebut di atas dapat dilihat bahwa realisasi pembiayaan pembangunan selama semester I tahun anggaran 1969/1970 ini telah diarahkan sebagian terbesar pada bidang ekonomi sesuai dengan prioritas yang telah digariskan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun dan dalam APBN 1969/1970. Dengan berhasilnya PEPERA, maka khusus untuk daerah Irian Barat Pemerintah telah menyediakan pembiayaan pembangunan sebesar Rp 3,1 milyar. Tabel 2.1 REALISASI DAN PERKIRAAN PENERIMAAN NEGARA APBN 1969/1970 (Milyar Rupiah) Jenis Penerimaan I. Penerimaan Rutin A. Pajak Langsung 1. 2. 3. 4. 5.
Pajak Pendapatan Pajak Perseroan Pajak Perseroan Minyak MPO 1) Lain-lain
B. Pajak Tidak Langsung 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pajak Penjualan Pajak Penjualan Impor Cukai Bea Masuk Pajak Devisa Ekspor Penerimaan minyak lainnya Lain-lain
C. Penerimaan non-tax II. Penerimaan Pembangunan
Semester I (Realisasi)
APBN 1969/1970
113,0
228,0
41,3
91,2
5,7 8,1 20,1
15,5 15,0 48,7
7,3 0,1
11,5 0,5
70,3
134,3
7,2 7,5 15,1 28,0 3,8 7,0 1,7
12,0 10,0 28,2 60,0 7,0 14,1 3,0
1,4
2,5
25,0
1. Kredit Luar Negeri
25,0
2. Bantuan Proyek
p.m
Jumlah Penerimaan
138,0
2)
99,4
3)
36,2
63,2
327,4
Sumber : Departemen Keuangan RI 1) Sudah termasuk hasil MPO yang dipungut oleh pabean 2) Tidak termasuk bantuan proyek 3) Lihat Tabel 5.1
43
Tabel 2.2 REALISASI DAN PERKIRAAN PENGELUARAN NEGARA APBN 1969/1970 (Milyar Rupiah) Semester I (Realisasi)
APBN 1969/1970
102,2
204,0
38,4
93,4
6,1 5,5 23,1 2,1 1,6
26,5 12,0 48,5 2,0 4,4
5,2
13,8
19,9
36,7
16,9 3,0
27,4 9,3
4. Subsidi Daerah Otonom
28,8
41,4
Irian Barat Daerah Otonom lainnya
4,9 23,9
8,0 33,4
8,6
16,5
0,4 8,2
1,0 15,5
1,3
2,2
30,6
123,4
23,0 3,0 2,0 2,6 p.m.
77,3 7,3 2,6 36,2
132,8
327,4
Jenis Pengeluaran I. Rutin 1. Belanja Pegawai/Pensiun Tunjangan beras in natura Tunjangan beras dalam uang Gaji/Upah/Pensiun Pengeluaran dalam negeri lainnya Pengeluaran luar negeri 2. Belanja Lauk Pauk 3. Belanja Barang Pengeluaran Dalam Negeri Pengeluaran Luar Negeri
5. Bunga/Cicilan Hutang-hutang Hutang Dalam Negeri Hutang Luar Negeri 6. Pengeluaran lainnya II. Pembangunan 1. Proyek Pemerintah Pusat 2. Pembiayaan melalui perbankan 3. Subsidi Desa 4. Lain-lain pengeluaran 5. Bantuan Proyek Jumlah Pengeluaran Sumber : Departemen Keuangan RI 1) Tidak termasuk project aid 2) Lihat Tabel 5.1
44
BAB III RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA 1970/1971 3.1. Pendahuluan Seperti telah dikemukakan di atas, anggaran berimbang yang dinamis disamping menyesuaikan pengeluaran dan penerimaan, harus memperhatikan peningkatan tabungan Pemerintah. Peningkatan tabungan tersebut, mengharuskan Pemerintah untuk menyisihkan sebagian dari penerimaan dalam negeri utnuk pembiayaan pembangunan. Tugas Pemerintah menjadi semakin berat karena di samping harus melaksanakan pembangunan juga harus mempertahankan kestabilan ekonomi yang telah tercapai. Makin besar pembangunan yang harus dilakukan makin besar pula keharusan untuk menciptakan public savings. Dengan demikian maka tahun demi tahun harus diusahakan agar komponen pembiayaan yang berasal dari sumber dalam negeri makin lama makin lebih besar daripada sumber pembiayaan luar negeri. Disadari sepenuhnya bahwa didalam periode PELITA pertama hal tersebut tidak mudah tercapai. Meskipun demikian akan tetap diusahakan untuk bekerja ke arah itu. Makin bertambah besarnya anggaran pembangunan untuk tahun anggaran 1970/1971 disebabkan adanya keharusan untuk menyediakan pembiayaan pembangunan Irian Barat dan subsidi kepada kabupaten-kabupaten di samping meningkatnya “local cost” untuk bantuan proyek. Di bidang anggaran rutin pun harus dilaksanakan pengeluaran-pengeluaran yang sifatnya sukar untuk dielakkan. Pengeluaran-pengeluaran tersebut meliputi pengeluaran untuk kenaikan belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom dan pembayaran hutang-hutang. Khusus di dalam tahun anggaran 1970/1971 pengeluaran rutin menanggung beban yang lebih berat lagi berhubung adanya keharusan untuk menyediakan pembiayaan bagi Pemilihan Umum. Faktor-faktor
tersebut
diataslah
yang
mempengengaruhi
kebijaksanaan-
kebijaksanaan Pemerintah dalam tahun anggaran 1970/1971. Tabel 3.1. memuat angkaangka perbandingan antara APBN 1969/1970 dengan APBN 1970/1971. Faktor komposisi impor yang sesuai dengan pembangunan membawa pengaruh bagi penerimaan baik yang berasal dari nilai lawan bantuan luar negeri maupun dari impor umum. Seperti telah dikemukakan dalam Bab Umum, secara bertahap komposisi bantuan luar negeri akan beralih pada bantuan proyek dan pengurangan dalam bantuan program. Dari bantuan program yang diusahakan, maka sebagian besar diperuntukkan bagi pencukupan bahan-
45
bahan kebutuhan pokok yang menghasilkan nilai lawan yang tidak penuh berhubung sebagian masih harus diberikan subsidi. Anggaran pembangunan tahun 1970/1971 akan bertambah dengan 32% jika dibandingkan dengan tahun 1969/1970. Hal ini dimungkinkan antara lain karena tabungan pemerintah dapat ditingkatkan. Dari bantuan luar negeri yang diharapkan diperoleh sebesar US$ 600 juta untuk 15 bulan, hanya US$ 200 juta yang dapat di BE-kan dan US$ 140 juta berupa bantuan pangan. Kedua-duanya menghasilkan nilai lawan yang dapat dipergunakan untuk pembiayaan pembangunan. Tabel 3.1 PERBANDINGAN ANGGARAN RUTIN DARI APBN 1969/1970 DENGAN APBN 1970/1971 ( Dalam Milyar Rupiah ) Anggaran I. Pengeluaran Rutin 1. Belanja Pegawai/Pensiun 2. Belanja Barang 3. Subsidi Daerah Otonom 4. Bunga/cicilan Hutang 5. Pemilihan Umum 6. Lain-lain
APBN 1969/70 Jumlah Persen
APBN 1970/71 Jumlah Persen
Jumlah
Kenaikan Persen
93,4 50,5 41,4 16,5 1,0 1,2
45,8 24,7 20,3 8,1 0,5 0,6
119,4 69,4 53,2 31,4 10,0
42,2 24,5 18,8 11,0 3,5
+ + + + +
26,0 18,9 11,8 14,9 9,0
32,8 22,0 14,9 18,9 11,4
Jumlah
204,0
100,0
283,4
100,0
+
79,4
100,0
II. Tabungan Pemerintah
24,0
+
13,1
+
92,5
37,1
Jumlah I + II :
228,0
III. Penerimaan Rutin 1. Pajak Langsung 2. Pajak Tak Langsung 3. Minyak 4. Non-Tax
42,5 120,2 62,8 2,5
55,6 167,2 95,1 2,6
+ + + +
13,1 47,0 32,3 0,1
228,0
320,5
+
92,5
Jumlah III :
100,0
320,5
100,0
100,0
Sumber : Departemen Keuangan RI
46
Penyediaan “local cost” bagi bantuan proyek untuk tahun anggaran 1970/1971 akan sangat meningkat dibandingkan dengan tahun anggaran 1969/1970. Hal ini disebabkan karena perkiraan daripada disbursement dari bantuan proyek jauh lebih besar daripada tahun anggaran yang lalu. Tabel 3.2. di bawah ini memperlihatkan keseluruhan RAPBN 1970/1971 : Tabel 3.2 RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA 1970/1971 (Dalam Milyar Rupiah) Penerimaan I. Penerimaan Rutin
Jumlah 320,583
Pengeluaran
Jumlah
I. Pengeluaran Rutin
283,475
A. Pajak Langsung 1. Pajak Pendapatan 2. Pajak Perseroan 3. P. Ps. Minyak 4. MPO 5. Lain-lain
117,120 13,250 21,250 61,470 20,900 0,250
1. Belanja Pegawai dan Pensiun a. Tunjangan Beras b. Gaji/Upah/Pensiun c. Kenaikan Gaji 50% d. Lain-lain Belanja Pegawai DN e. Belanja Pegawai LN
B. Pajak Tidak Langsung 1. Pajak Penjualan 2. P.Pn. Impor 3. Cukai 4. Bea Masuk 5. Pajak Devisa Ekspor 6. Penerimaan Minyak lainnya 7. Lain-lain
200,810 19,000 19,500 39,460 78,000 7,000 33,600 4,250
2. Belanja Barang
69,443
3. Subsidi/Perimbangan Keuangan
53,219
4. Bunga/Cicilan Hutang
31,374
5. Pemilu
10,000
C. Penerimaan Non-Tax II. Penerimaan Pembangunan 1. Kredit Luar Negeri 2. Bantuan Proyek
2,653 124,316 78,676 45,640
II. Pengeluaran Pembangunan A. Bidang Ekonomi B. Bidang Sosial C. Bidang Umum D. Bantuan Proyek
Jumlah
119,439 30,734 51,938 21,584 10,992 4,191
444,899
Jumlah
161,424 81,644 21,612 12,528 115,784 45,640 444,899
Sumber : Departemen Keuangan RI
47
3.2. Anggaran Rutin 3.2.1. Penerimaan Rutin Di dalam memperkirakan penerimaan rutin untuk tahun anggaran 1970/1971 ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh Pemerintah : (1) Karena kebutuhan pembiayaan baik untuk pengeluaran rutin maupun untuk pengeluaran pembangunan makin meningkat di dalam tahun kedua (1970/1971) PELITA, maka penerimaan rutin harus lebih ditingkatkan lagi daripada apa yang dapat dihasilkan di dalam tahun anggaran 1969/1970. (2) Untuk lebih meningkatkan pemasukan daripada penerimaan rutin tersebut, maka selain fasilitas-fasilitas dan perangsang-perangsang fiskal yang telah diberikan kepada industri-industri baru dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal dan kepada industri-industri yang sudah ada (existing industries), akan diberikan pula perangsang-perangsang (incentives) yang cukup berarti yang mendorong kegiatan produksi dalam negeri. (3) Di dalam usaha untuk lebih meningkatkan lagi penerimaan rutin 1970/1971, Pemerintah tetap menjaga agar kestabilan moneter yang telah dicapai di dalam tahun 1969/1970 terus dipelihara dan lebih dimantapkan lagi. Hanya perlu ditekankan di sini bahwa kestabilan yang dimaksud bukanlah kestabilan yang statis, tetapi merupakan kestabilan yang dinamis. Artinya di dalam usahanya untuk tetap memelihara kestabilan moneter tersebut, maka Pemerintah melalui kebijaksanaan anggaran harus dapat melaksanakan kegiatan pembangunan yang makin besar. (4) Harus dapat dipertahankan peningkatan penerimaan yang berasal dari sektor perdagangan internasional, meskipun pola daripada impor harus disesuaikan dengan kegiatan pembangunan yang lebih terarah kepada barang-barang modal, bahan-bahan baku dan bahan-bahan penolong yang sebenarnya tidak menghasilkan bea masuk yang besar. Berdasarkan faktor-faktor seperti disebutkan di atas, maka dalam tahun anggaran 1970/1971 Pemerintah akan menjalankan beberapa tindakan pelaksanaan sebagai berikut : (1) Intensifikasi pemungutan dan ekstensifikasi pengenaan pajak akan terus ditingkatkan, baik mengenai pajak-pajak langsung maupun mengenai pajakpajak tidak langsung. 48
(2) Dalam rangka memberikan fasilitas dan perangsang (incentives) kepada dunia usaha maka Pemerintah merencanakan mengajukan beberapa RUU Perpajakan tentang perubahan dan tambahan atas ordonansi-ordonansi pajak pendapatan, pajak perseroan dan pajak dividen. Dengan adanya perubahan dan tambahan (tax reform) tersebut, maka diharapkan dunia usaha akan memperoleh peluang dan kesempatan yang lebih besar untuk memperkembangkan usaha-usahanya. Berarti aktivitas perekonomian akan lebih hidup dan lebih maju lagi dari masa sebelumnya, sehingga pada akhirnya penerimaan pajak-pajak pun diharapkan dapat lebih ditingkatkan. “Tax Reform” tersebut mencakup penurunan dan penyederhanaan tarif, peningkatan batas minimum kena pajak, penambahan dan penyempurnaan lapisan-lapisan pendapatan (income brackets), penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap badan usaha, penghapusan yang dipercepat (accelerated depreciation), perangsang penanaman modal baru, kemungkinan kompensasi kerugian inisial (carry forward of initial losses), perpanjangan jangka waktu untuk kompensasi kerugian nominal, dan lain-lain lagi yang semuanya diharapkan dapat mendorong kemajuan dan perluasan dunia industri dan perusahaan. (3) Juga terhadap Undang-undang No.1 tahun 1967 (Penanaman Modal Asing) dan Undang-undang No.6 tahun 1968 (Penanaman Modal Dalam Negeri) akan diadakan beberapa perubahan-perubahan dan tambahan. Hal ini dilakukan sebagai akibat perubahan-prubahan dan tambahan-tambahan yang diadakan atas Ordonansi Pajak Perseroan 1925 itu sendiri. Dengan demikian diharapkan prinsip keseragaman dapat dipegang teguh. Dari perubahan-perubahan dan tambahan atas kedua Undang-undang tersebut di atas diharapkan penanaman modal pada umumnya dapat lebih berkembang lagi. (4) Di bidang impor, maka Peraturan Pemerintah No.6 tahun 1969 yang mengatur kembali pengenaan bea masuk akan terus disempurnakan sehingga pengarahan impor menjadi lebih baik lagi, tetapi tetap memperhatikan keseimbangan yang harus dicapai diantara kepentingan penerimaan Pemerintah, kepentingan produsen (baik berupa perangsang maupun dalam bentuk proteksi) dan kepentingan rakyat banyak (konsumen terbesar). Dengan memperhitungkan faktor-faktor dan tindakan-tindakan pelaksanaan seperti disebutkan di atas, maka Pemerintah memperkirakan bahwa penerimaan rutin 1970/1971 akan berjumlah Rp 320,5 milyar yang terdiri dari pajak langsung 49
Rp 117,1 milyar, pajak tidak langsung Rp 200,8 milyar dan penerimaan non tax Rp 2,6 milyar. Perincian lebih lanjut dari penerimaan rutin 1970/1971 dapat dibaca dalam Lampiran 1 dari Nota Keuangan ini. 3.2.2. Pengeluaran Rutin Pengeluaran rutin 1970/1971 diperkirakan lebih besar daripada yang dikeluarkan di dalam tahun anggaran 1969/1970 disebabkan oleh kebijaksanaankebijaksanaan yang hendak dijalankan Pemerintah seperti di bawah ini : (1) Khusus dalam tahun anggarn 1970/1971 maka anggaran rutin harus menanggung beban yang berat yang disebabkan keharusan penyediaan pembiayaan Pemilihan Umum. (2) Sebagai salah satu usaha untuk memperbaiki taraf hidup pegawai negeri dan ABRI, maka Pemerintah bermaksud menaikkan gaji pegawai. (3) Pemeliharaan peralatan (maintenance) Pemerintah akan dipertinggi tarafnya. Juga secara kuantitatif hal tersebut harus dilakukan karena makin meningkatnya volume pembangunan sesuai penahapan di dalam PELITA. Termasuk pula di dalam hubungan ini peningkatan aktivitas-aktivitas Pemerintah dalam bidang pengawasan. (4) Subsidi daerah otonom juga akan lebih meningkat antara lain sebagai akibat kenaikan gaji pegawai. (5) Guna mengembalikan kepercayaan dunia internasional akan kemampuan dan kesungguhan Indonesia untuk memenuhi kewajiban-kewajiban internasionalnya sesuai dengan perjanjian-perjanjian antaranegara yang telah disetujuinya, maka di dalam tahun anggaran 1970/1971 Pemerintah tetap akan memenuhi kewajiban pembayaran hutang-hutangnya yang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan sebagaimana disebutkan diatas, maka pengeluaran rutin 1970/1971 diperkirakan akan berjumlah Rp 283,4 milyar dengan pembagian sebagai berikut :
50
Rp miliar 1. Belanja Pegawai/Pensiun
119,4
2. Belanja Barang
69,4
3. Subsidi Daerah Otonom
53,2
4. Bunga/cicilan hutang
31,4
5. Pemilihan Umum
10,0 Jumlah :
283,4
Keterangan-keterangan selanjutnya adalah sebagai berikut : ad. 1. Belanja Pegawai/Pensiun Di samping kenaikan berkala (naruurlijk acc-res) sudah selayaknyalah kepada pegawai negeri diberikan kenaikan gaji tambahan. Namun mengingat kemampuan keuangan negara dan mengingat beban yang harus ditanggung oleh Pemerintah dalam bidang lainnya maka diperkirakan bahwa gaji baru dapat dinaikkan dengan 50%. Tunjangan beras tetap diberikan dalam bentuk natura maupun dalam bentuk uang menurut peraturan-peraturan yang berlaku. Tabel 3.3. PERINCIAN BELANJA PEGAWAI/PENSIUN 1970/1971 (Dalam Milyar Rupiah) Perincian 1. Tunjangan Beras 2. Gaji/Upah/Pensiun 3. Kenaikan Gaji 50% 4. Lain-lain belanja pegawai dalam negeri 5. Belanja pegawai luar negeri Jumlah
Jumlah 30,734 51,938 21,584 10,992 4,191 119,439
Sumber : Departemen Keuangan RI
ad. 2. Belanja Barang Pada umumnya dalam tahun-tahun yang lalu perlengkapan Pemerintah kurang dipelihara sebagaimana mestinya karena biaya yang tersedia untuk keperluan itu jauh daripada mencukupi. Lain daripada itu pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan aktivitas-aktivitas lainnya misalnya : biaya perjalanan yang perlu untuk aktivitas pembinaan dan pengawasan daripada proyek-proyek belum seluruhnya mendapat 51
perhatian sebagaimana seharusnya. Dengan meningkatnya volume pembangunan, maka kegiatan rutin pun akan meningkat. Dengan demikian pengeluaran-pengeluaran untuk tugas-tugas pembinaan dan pengawasan perlu ditingkatkan baik untuk kelancaran roda pemerintahan maupun kelancaran pembangunan. ad. 3. Subsidi Daerah Otonom Dengan adanya kenaikan gaji, maka subsidi daerah otonom mengalami kenaikan pula oleh karena di dalam subsidi tersebut termasuk gaji dari pegawai daerah otonom. ad. 4. Bunga/Cicilan Hutang Jumlah anggaran untuk keperluan ini tergantung daripada besarnya hutanghutang yang jatuh tempo untuk tiap tahunnya. Pengeluaran untuk hutang-hutang yang sudah jatuh tempo ini tiap tahunnya makin besar dan pengeluaran untuk hutanghutang luar negeri untuk tahun anggaran 1970/1971 diperkirakan besarnya Rp 20,2 milyar. Dibandingkan dengan tahun anggaran 1969/1970 ini berarti kenaikan sebesar kurang lebih Rp 5,0 milyar. Oleh karena itu Pemerintah senantiasa berusaha untuk menunda secara menyeluruh pembayaran kembali hutang-hutang warisan orde lama. Disamping itu pinjaman-pinjaman baru hanya diterima bilamana syarat-syaratnya betul-betul lunak. Dengan demikian maka beban embayaran kembali hutang-hutang untuk tahun-tahun yang akan datang akan menjadi lebih ringan. Mengenai hutang-hutang dalam negeri, tunggakan-tunggakan daripada hutang-hutang tahun-tahun yang lalu sudah sedemikian meningkatnya sehingga perlu untuk mulai diangsur. Guna kelangsungan usaha daripada perusahaan-perusahaan negara, maka hutang-hutang antar PN/Departemen perlu diselesaikan secara menyeluruh. Pelaksanaan pembayarannya dilakukan secara bertahap. Tabel 3.4. menunjukkan perincian pembayaran kembali hutang-hutang Luar Negeri dalam tahun anggaran 1970/1971.
52
Tabel 3.4. PEMBAYARAN KEMBALI HUTANG-HUTANG LUAR NEGERI, 1970/1971 (Dalam Milyar Rp dan Jutaan US$) US$ 1 = Rp 326,Macam Hutang
Dalam US$ juta
I. Hutang-hutang Lama (Sebelum Juni 1966)
26,0
II. Hutang-hutang Baru (Sesudah Juni 1966) a. Stop-gap Kredit 1966 1. Jepang 2. Jerman Barat 3. P.L. 480 (USA) 4. India
28,0
b. Bantuan Program IGGI 1. Bunga Pinjaman 1967 2. Bunga Pinjaman 1968 3. Bunga Pinjaman 1969
( ( ( (
15,0 10,0 1,0 3,0 1,0
( ( (
13,0 3,0 ) 6,0 ) 4,0 )
III. Pembayaran pada IMF (Repurchase + bunga) Jumlah
Dalam Milyar Rp
) ) ) )
8,0 62,0
20,212
Sumber : Departemen Keuangan ad. 5. Pengeluaran untuk Pemilihan Umum Mengingat bahwa pengeluaran untuk Pemilihan Umum merupakan suatu keharusan, maka didalam tahun anggaran 1970/1971 oleh Pemerintah disediakan Rp 10,- milyar. Keperluan untuk Pemilihan Umum sebenarnya lebih besar daripada jumlah tersebut. Perincian lebih lanjut dari pengeluaran rutin 1970/1971 dapat diketahui di dalam Lampiran 2 dari Nota Keuangan ini. 3.3. Anggaran Pembangunan 3.3.1. Penerimaan Pembangunan Untuk tahun anggaran 1970/1971 Pemerintah memperkirakan penerimaan pembangunan sebesar Rp 124,3 milyar yang terdiri dari kredit luar negeri sebesar Rp 78,7 milyar dan bantuan proyek sebesar Rp 45,6 milyar. 53
Untuk tahun 1970/1971 diperkirakan bantuan “non-food” adalah US$ 200 juta yang terdiri dari BE, barang modal, pupuk, kapas kasar dan benang tenun. Untuk “food aid” diperkirakan bantuan sebesar US$ 140 juta yang terdiri dari beras, tepung terigu dan lain-lain bahan makanan. Bantuan proyek diperkirakan sebesar US$ 260 juta atas dasar commitment, sedangkan atas dasar disbursement diperkirakan US$ 140 juta. Perlu dikemukakan bahwa kesediaan negara-negara yang membantu Indonesia untuk memberikan “program aid” makin berkurang dan pada umumnya ada usaha untuk menggeser pada “project aid”. Jika di dalam APBN 1969/1970 bantuan proyek yang diterima diperkirakan Rp 36,2 milyar, maka di dalam APBN 1970/1971 bantuan proyek tersebut diperkirakan meningkat menjadi Rp 45,6 milyar, berarti suatu kenaikan sebesar kira-kira 26%. Sebaliknya bantuan-bantuan luar negeri lainnya telah meningkat dari Rp 63,2 milyar di dalam APBN 1969/1970 mejadi Rp 78,7 milyar di dalam APBN 1970/1971, suatu kenaikan sebesar kira-kira 23%. Dengan berkurangnya hasrat negara-negara kreditor untuk memberikan “program aid” yang lebih besar membawa akibat bertambah pentingnya peranan public savings sebagai sumber pembiayaan pembangunan untuk program-program yang tidak dicakup di dalam bantuan-bantuan proyek. Dengan demikian sumber pembiayaan dalam negeri untuk menghasilkan public savings akan sangat dipengaruhi oleh performance APBN 1970/1971. Perincian lebih lanjut dari penerimaan pembangunan dapat dilihat di dalam Lampiran 1 dari Nota Keuangan ini. 3.3.2. Pengeluaran Pembangunan Sesuai dengan REPELITA, maka pengeluaran pembangunan di dalam tahun anggaran 1970/1971 diharapkan akan meningkat dibandingkan dengan tahun anggaran 1969/1970. Faktor-faktor yang harus diperhitungkan di dalam pelaksanaan anggaran pembangunan 1970/1971 adalah : (8) Meningkatnya keperluan “local cost” untuk bantuan-bantuan proyek yang jauh lebih besar daripada tahun yang lalu. (9) Keharusan untuk melaksanakan pembangunan di daerah Irian Barat sebagai “follow up” daripada hasil PEPERA. 54
(10)
Pemberian subsidi kepada kabupaten-kabupaten, di samping subsidi desa,
guna memanfaatkan kelebihan tenaga kerja sebagai akibat ertambahan penduduk dan kurangnya kesempatan kerja serta mendorong pelaksanaan proyek-proyek pembangunan di daerah-daerah. ad.(1). “Local cost” untuk bantuan-bantuan proyek diperhitungkan sebesar Rp 32,0 milyar. Pembagiannya adalah sebagai berikut (dalam Rp milyar) : 1. Bidang Ekonomi - Pertanian - Telekomunikasi - Kereta Api - Perhubungan Laut - Perhubungan Udara - Air minum - Jalan Raya - Irigasi - Tenaga Listrik 2. Bidang Sosial
31,5 0,5 1,9 0,5 2,3 0,2 1,0 7,5 9,0 8,5 0,5
3. Bidang Umum
Jumlah :
32,0
ad.(2). Pembangunan Irian Barat diperkirakan sebesar Rp 3,5 milyar. ad.(3). Pemberian subsidi kepada kabupaten diperkirakan sebesar Rp 5,7 milyar, sedang untuk subsidi desa diperlukan Rp 5,6 milyar. Atas dasar hal-hal tersebut di atas, maka prioritas pembiayaan pembangunan harus pula disesuaikan. Urutan prioritas tersebut adalah sebagai berikut : a) Keperluan pembiayaan untuk pencapaian terget fisik 1969/1970 dari proyekproek yang direncanakan dan tersedia anggarannya dalam tahun anggaran tersebut, yang karena berbagai sebab dalam pelaksanaannya tidak akan mencapai target fisiknya pada akhir tahun anggaran 1969/1970 tersebut. b) Keperluan pembiayaan dalam negeri (“local cost”) untuk pelaksanaan bantuan proyek dan bantuan teknis yang akan dilaksanakan dalam tahun anggaran 1970/1971. c) Keperluan pembiayaan untuk melanjutkan proyek-proyek dalam tahun anggaran 1969/1970, yang dalam perencanaannya semula memerlukan kelanjutan atau penyelesaian dalam tahun anggaran 1970/1971. 55
d) Keperluan pembiayaan proyek-proyek baru yang akan dimulai dalam tahun 1970/1971. Dengan memperhitungkan hal-hal tersebut di atas, maka pengeluaran pembangunan 1970/1971 (tanpa project aid) adalah sebagai terlihat di dalam Tabel 3.5. Dari tabel tersebut diketahui bahwa seluruh anggaran pembangunan yang berjumlah Rp 115,7 milyar tersebut dibagi di dalam bidang ekonomi sebesar Rp 81,6 milyar (70,5%), bidang sosial sebesar Rp 21,6 milyar (18,8%) dan bidang umum sebesar Rp 12,5 milyar (10,7%). Angka-angka terperinci mengenai project aid dapat dilihat dalam Lampiran 3a dan 3e. Perincian lebih lanjut dari pengeluaran pembangunan 1970/1971 dapat diketahui di dalam Lampiran 3 dari Nota Keuangan ini. Tabel 3.5 RANCANGAN ANGGARAN PEMBANGUNAN 1970/1971 Daftar Rekapitulasi menurut Departemen/Lembaga dan Bidang (tidak termasuk nilai lawan bantuan proyek/bantuan teknis) (Dalam Ribuan Rupiah) No.
Departemen/Lembaga
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII XIX XX XXI XXII XXIII XXIV XXV XXVI XXVII XXVIII
MPRS DPR - GR DPA BPK Mahkamah Agung Kejaksanaan Agung Kepresidenan Sekretariat Negara Badan/Lembaga Non Departemen Departemen Dalam Negeri Departemen Luar Negeri Departemen Hankam Departemen Kehakiman Departemen Penerangan Departemen Keuangan Bagian Pembiayaan dan Perhitungan Departemen Perdagangan Departemen Pertanian Departemen Perindustrian Departemen Pertambangan Departemen PUTL Departemen Perhubungan Departemen P & K Departemen Kesehatan Departemen Agama Departemen Tenaga Kerja Departemen Sosial Departemen Transkop
Jumlah (Dalam persen) Sumber : Departemen Keuangan dan Bappenas
Ekonomi (A) -
Sosial (B)
811.000
607.000 452.500 4.400 2.731.000 140.000 5.650.000 4.196.000 930.600 200.665 264.800 410.500
206.000 1.492.800 406.500 522.500 576.000 300.000 160.900 679.000 230.000 200.000 204.000 169.400 71.500 54.900 138.500
81.644.335 ( 70,5% )
21.611.549 ( 18,8% )
12.528.116 ( 10,7% )
115.784.000 (100,0% )
19.790.000 5.387.000 1.321.000 836.700 42.590.000 10.673.000
135.635
55.000 266.000 415.000 536.484 551.000 2.900 940.500 800.000 107.200 2.350.000
133.000 667.000 27.000 67.000
Jumlah Biaya (A + B + C) 133.000 667.000 27.000 67.000 55.000 266.000 54.000 721.500 744.000 1.494.000 314.000 4.500.000 940.500 1.006.000 1.600.000 22.546.500 522.500 6.570.000 2.073.500 1.002.000 46.000.000 11.043.000 5.850.000 4.400.000 1.100.000 407.800 319.700 1.360.000
100.000
-
Umum (C)
54.000 306.500 207.516 843.000 311.100 4.500.000
56
BAB IV JUMLAH UANG BEREDAR DAN PERKREDITAN BANK 4.1. Perkembangan uang beredar dan tingkat inflasi 1966 - 1969 Kebijaksanaan stabilisasi ekonomi yang dijalankan oleh Pemerintah sejak bulan Oktober 1966 telah menunjukkan hasil-hasilnya. Jika digunakan angka indeks biaya hidup di Jakarta (Oktober 1966 = 100) sebagai pengukur laju inflasi, maka ternyata tingkat kenaikan index harga tersebut selama : Tahun 1966
636,8 %
Tahun 1967
112,1 %
Tahun 1968
85,1 %
Tahun 1969
4,6 %
(hingga September). Dengan turunnya laju inflasi maka terlihat adanya kenyataan bahwa jumlah uang beredar terus bertambah meskipun tingkat kenaikannya berkurang (lihat Grafik dalam bab I). Jumlah uang beredar bertambah dalam tahun 1966 sebesar ± Rp 19.636 juta (763%), dalam tahun 1967 sebesar ± Rp 29.263 juta (131,8%) dalam tahun 1968 sebesar ± Rp 62.423 juta (121,3%). Sedangkan dalam tahun 1969 sampai dengan bulan September adalah sebesar Rp 56.776 juta (49,8%) (lihat Tabel 4.1). Kenyataan bahwa tingkat pertambhan jumlah uang beredar bertambah, sedangkan laju inflasi menurun, menunjukkan bahwa kecepatan uang beredar (velocity) telah menurun. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap nilai uang rupiah telah bertambah. Gambaran yang lebih jelas dapat diperoleh bila jumlah uang beredar diperluas dengan berbagai jenis deposito. Berbagai jenis deposito tersebut dapat dianggap sebagai mendekat uang (near money). Seperti diketahui maka sistim moneter dapat menciptakan sejumlah uang kartal, uang giral dan pelbagai jenis deposito dalam arti nominal. Tetapi yang menentukan nilai riil dari tagihan moneter tersebut adalah masyarakat dan bukan sistim moneter. Yang dimaksudkan dengan nilai riil dari tagihan moneter tersebut adalah nilai nominal dari tagihan moneter tersebut dibandingkan dengan indeks tingkat biaya hidup. Jika sistim moneter menciptakan jumlah nominal uang (kartal dan giral) dan deposito lebih besar daripada jumlah yang diperlukan oleh masyarakat pada tingkat harga-harga yang berlaku maka masyarakat berusaha melemparkan kelebihan uang tersebut dengan jalan membeli barang-barang. Ini mengakibatkan tingkat harga-harga akan naik. Sebaliknya bila sistim moneter menciptakan jumlah nominal uang dan deposito lebih kecil daripada jumlah yang 57
diperlukan oleh masyarakat pada tingkat harga yang berlaku, maka mereka berusaha menambah kekurangan itu dengan jalan menjual barang-barangnya atau mengurangi pembelian barang-barang. Ini mengakibatkan tingkat harga-harga akan menurun. Dari Tabel 4.1 ternyata bahwa pada bulan September 1966 sistim moneter telah menciptakan uang dan deposito sebesar Rp 15,4 milyar dan pada bulan September 1969 telah meningkat menjadi Rp 214,7 milyar atau menjadi ± empat belas kali. Dalam arti riil pertambhaan uang dan deposito itu hanya ± 2,5 kali. Hal ini berarti tingkat harga telah naik kira-kira lebih dari lima kali selama periode tersebut. Jika dilihat per tahun maka sejak September 1966 s.d September 1967 jumlah uang dan deposito dalam arti riil bertambah sebesar ± 20%, dan dari bulan September 1967 s.d September 1968 bertambah sebesar 12,5% sedangkan kenaikan terbesar terjadi selama September 1968 s.d September 1969 yaitu suatu kenaikan sebesar 69%. 4.2. Sebab-sebab jumlah uang beredar Dari Tabel 4.2 dapat diikuti sektor-sektor yang memegang peranan dalam memperbesar jumlah uang beredar. Dalam tahun 1966 pertambahan jumlah uang beredar sebesar ± Rp 19.636 juta terutama disebabkan karena bertambahnya tagihan bersih terhadap pemerintah sebanyak ± 64,2%. Sedangkan peranan daeri sektor “kegiatan perusahaanperusahaan”, sektor “luar negeri” dan “sektor lain” adalah masing-masing 29,0%, -1,3%, 8,1% dari pertambahan jumlah uang beredar. Dalam tahun 1967 polanya sedikit berbeda di mana sektor “resmi” dan sektor “kegiatan perusahaan” mengambil bagian yang hampir sama besar dari pertambahan jumlah uang yang beredar yakni 55,8% dan 76,2%. Perubahan yang drastis terjadi dalam tahun 1968 di mana sektor “kegiatan perusahaan” memegang peranan utama yaitu 77,3%. Sedangkan sektor “resmi” hanya 4,6% dari pertambhaan jumlah uang beredar. Pola yang hampir bersamaan dengan tahun 1968 telah terjadi dalam tahun 1969 (sampai dengan September 1969) di mana sektor-sektor resmi malah memberikan efek penurunan uang beredar -36,9%, sedangkan sektor kegiatan perusahaan dan sektor luar negeri menimbulkan efek penambahan uang beredar yaitu masing-masing dengan +87,3% dan +59,4% dari pertambahan jumlah uang beredar. Suatu kesimpulan penting yang dapat ditarik ialah : 1) Peranan dari anggaran belanja negara sebagai faktor penyebab utama kenaikan harga makin lama makin berkurang. Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan anggaran berimbang yang dijalankan oleh pemerintah.
58
2) Peranan sektor “kegiatan perusahaan” makin lama makin menonjol dalam memperbesar jumlah uang beredar. Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah dewasa ini maupun di masa depan dalam rangka meningkatkan kegiatan investasi dan produksi. 4.3. Perkembangan Dana Perkreditan Perkembangan Dana Kredit Perbankan dapat di lihat dalam Tabel 4.3. Selama periode bulan September 1966 s.d. bulan September 1967 dana kredit perbankan telah bertambah sebesar + Rp 11.714,29 juta (263,7%). Pertambahan tersebut terutama disebabkan oleh pertambahan giro bank-bank Pemerintah sebesar Rp 7.216,24 juta (61,6%) dari pertambhaan dana seluruhnya, sedangkan giro Bank Swasta hanya bertambah sebesar Rp 2.232,60 juta (19,1%). Sedangkan dalam periode bulan September 1967 s.d 1968 dana kredit perbankan telah bertambah sebesarp Rp 25.031,71 juta (154,9%) yang terutama disebabkan oleh : Pertambahan deposito : Bank-bank Pemerintah
:
+ Rp 1.460,78 juta (5,8%)
Bank-bank Swasta
:
+ Rp 4.158,48 juta (16,6%)
Bank-bank Pemerintah
:
+ Rp 15.816,83 juta (63,2%)
Bank-bank Swasta
:
+ Rp 2.941,76 juta (11,8%)
Pertambahan giro :
Pola yang sangat berbeda terjadi selama periode September 1968 s.d. 1969 di mana dana kredit perbankan seluruhnya bertambah sebesar + Rp 69.224,57 juta (168%). Pertambahan dana tersebut disebabkan : Pertambahan deposito : Bank-bank Pemerintah
:
+ Rp 28.039,28 juta (40,5%)
Bank-bank Swasta
:
+ Rp 8.591,92 juta (12,4%)
Bank-bank Pemerintah
:
+ Rp 25.979,39 juta (37,5%)
Bank-bank Swasta
:
+ Rp 4.010,73 juta (5,8%)
Pertambahan giro :
Dengan demikian dapat dilihat : 1) Deposito bertambah lebih besar daripada giro 2) Deposito dan giro bertambah lebih cepat dari pertambahan uang kartal
59
3) Deposito bank Pemerintah bertambah lebih besar daripada deposito bank-bank Swasta, meskipun bunga deposito pada bank-bank Swasta lebih tinggi daripada Bank-bank Pemerintah. Kesimpulan tersebut di atas adalah sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang ini : a) Dalam bulan Oktober 1968 dalam rangka kebijaksanaan deposito berjangka, tingkat bunga deposito berjangka dari bank-bank Pemerintah telah dinaikkan menjadi 6% per bulan, dan deposito itu dijamin oleh Pemerintah. b) Dalam bulan Pebruari 1967 suatu program tabungan berhadiah telah dijalankan oleh Bank-bank Pemerintah yang berkedudukan di Jakarta sebagai percobaan dengan bunga yang cukup menarik. Sejak bulan Maret 1969 tingkat bunga deposito berjangka bank-bank Pemerintah telah diturunkan beberapa kali (lihat Tabel 4.4) untuk menyesuaikan dengan perkembangan harga. Dari Tabel 4.4 dan 4.5 dapat dilihat, bahwa meskipun suku bunga deposito selalu diturunkan namun hasrat masyarakat terhadap deposito berjangka bahkan semakin besar. Ini menunjukkan bertambahnya kepercayaan kepada rupiah kita. Adapun kenaikan (bukan posisi) deposito berjangka pada Bank-bank Pemerintah per bulan sejak Desember 1968 dibandingkan dengna bulan-bulan sebelumnya adalah : Januari
:
+ Rp
2.138,0 juta
( + 47,3 %)
Februari
:
+ Rp
3.705,2 juta
( + 55,7 %)
Maret
:
+ Rp
6.028,4 juta
( + 58,2 %)
April
:
+ Rp
5.178,4 juta
( + 32
%)
Mei
:
+ Rp
2.208,0 juta
( + 10
%)
Juni
:
+ Rp
772,0 juta
(+
3
%)
Juli
:
+ Rp
1.302,9 juta
(+
5,3 %)
Agustus
:
+ Rp
1.931,7 juta
(+
7,5 %)
September
:
+ Rp
2.040,2 juta
(+
7,3 %)
Bila dibandingkan angka akhir triwulan III 1969 dengan angka akhir triwulan II 1969 maka telah terjadi kenaikan sebesar Rp 5.274,8 juta (+ 21,5%). Untuk meningkatkan usaha-usaha pengerahan dana dari masyarakat di samping deposito berjangka adalah tabungan berhadiah yang diselenggarakan oleh bank-bank pemerintah, yang mulai dilaksanakan sejak awal Februari 1969 dengan perincian suku bunga sebagai berikut :
60
- 1 tahun atau lebih 3,5% - 6 bulan atau lebih 3,0% - 3 bulan atau lebih 2,5% - kurang 3 bulan tidak diberikan bunga Adapun perkembangan tabungan berhadiah 1969, setiap bulan mulai Februari 1969 dapat dilihat dalam Tabel 4.6. Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa sejak bulan Februari sampai dengan akhir September 1969 nilai nominal tabungan berhadian 1969 meningkat setiap bulan berturutturut dengan : Rp 15,15 juta (73,4%), Rp 16,46 juta (46%), Rp 11,22 juta (21,5%), Rp 13,26 juta (20,9%), Rp 19,70 juta (25,7%), Rp 23,12 juta (24,0%) dan Rp 39,91 juta (33,4%), sedangkan perinciannya adalah ± 61,4% berasal dari Bank-bank Pemerintah dan sisanya ± 35,6% dari Bank-bank Swasta. 4.4. Perkembangan Pemberian Kredit Perbankan menurut Sektor Perkembangan pemberian kredit perbankan secara keseluruhan dapat diikuti dari Tabel 4.7. Perkembangan pemberian kredit perbankan sejak bulan September 1966 s.d September 1967, demikian pula dari 1967-1968 dan 1968-1969 dalam jangka waktu yang sama tersebut adalah masing-masing + Rp 14.311,90 juta (311,1%), + Rp 80.327,35 juta (424,7%), dan + Rp 108.264,43 juta (109,6%). Secara absolut dapat dikatakan bahwa pemberian kredit perbankan menunjukkan pertambahan yang cukup besar dari tahun ke tahun sesuai dengan pola kebijaksanaan stabilisasi ekonomi yang dijalankan oleh Pemerintah sejak Oktober 1966 yang mengarahkan kredit-kredit pada sektor yang diprioritaskan. Perubahan
yang
terjadi
hanya
terletak
pada
pelaksanaannya
yang
lebih
mencerminkan kepada kondisi ekonomi yang sedang brjalan, sehinga dapat diciptakan suatu iklim yang menguntungkan bagi pembangunan ekonomi. Dalam rangka mensukseskan pembangunan, kebijaksanaan perkreditan merupakan suatu alat yang penting, sehingga dapat diharapkan perkembangan pemberian kredit bank di masa-masa depan akan bertambah lebih besar lagi. 4.4.1. Perkembangan pemberian kredit menurut sektor perbankan Sesuai dengan Undang-undang tentang bank-bank pemerintah yang telah disahkan pada akhir tahun 1968, maka dewasa ini terdapat 8 buah bank-bank pemerintah :
61
1. Bank Indonesia, sebagai bank sentral (sebelumnya disebut BNI Unit I) 2. Bank Rakyat Indonesia (adalah bagian dari BNI Unit II sebelumnya) 3. Bank Ekspor Import (adalah bagian dari BNI Unit II sebelumnya) 4. BNI 1946 (sebelumnya disebut BNI Unit III) 5. Bank Bumi Daya (sebelumnya BNI Unit IV) 6. Bank Tabungan Negara (sebelumnya BNI Unit V) 7. Bank Dagang Negara (statusnya sama dengan sebelumnya) 8. Bank Pembangunan Indonesia. Perkembangan pemberian kredit menurut sektor perbankan dapat dilihat dalam Tabel 4.7. Pertambahan pemberian kredit bank sebesar Rp 14.311,90 juta dalam periode bulan September 1966 – September 1967 adalah disebabkan : - Bank Indonesia
:
+ Rp
6.300,62 juta
(44,3 %)
- Bank Pemerintah
:
+ Rp
5.311,19 juta
(37,2 %)
- Bank-bank Swasta
:
+ Rp
2.700,09 juta
(18,5 %)
Dalam periode September 1967 – September 1968 pertambahan pemberian kredit bank adalah sebesar + Rp 80.327,35 juta yang dapat diperinci sebagai berikut : - Bank Indonesia
:
+ Rp
61.994,58 juta
(77,1 %)
- Bank Pemerintah
:
+ Rp
14.517,44 juta
(18,3 %)
- Bank-bank Swasta
:
+ Rp
3.815,33 juta
( 4,6 %)
Selanjutnya dalam periode September 1968 – September 1969 pertambahan kredit bank adalah sebesar + Rp 108.264,43 juta yang dapat diperinci sebagai berikut - Bank Indonesia
:
+ Rp
62.312,93 juta
(57,8 %)
- Bank Pemerintah
:
+ Rp
37.347,84 juta
(34,7 %)
- Bank-bank Swasta
:
+ Rp
8.603,66 juta
( 7,5 %)
4.4.2. Perkembangan perkreditan menurut sektor kegiatan usaha Pemerintah dan Swasta Pemberian kredit perbankan menurut sektor Pemerintah dan Swasta menunjukkan trend yang menaik terus. Kenaikan tersebut adalah cukup besar ini dapat dilihat pada Tabel 4.8. Perkembangan kredit perbankan, yaitu Bank Sentral, Bank-bank Swasta Nasional (tidak termasuk Bank-bank Asing) per akhir triwulan III 1966 sampai
62
dengan akhir triwulan III 1969 dapat diperinci menurut sektor Pemerintah dan Swasta sebagai berikut : Posisi Jumlah
Sektor Pemerintah :
Pertambahan
Triwulan III 1969
Rp
110.606,14 juta
+ Rp
46.495,86 juta
Triwulan III 1968
Rp
64.110,28 juta
+ Rp
54.805,01 juta
Triwulan III 1967
Rp
9.305,27 juta
+ Rp
6.660,44 juta
Triwulan III 1966
Rp
2.644,83 juta
Triwulan III 1969
Rp
96.897,34 juta
+ Rp
61.768,57 juta
Triwulan III 1968
Rp
35.128,77 juta
+ Rp
25.522,34 juta
Triwulan III 1967
Rp
9.608,43 juta
+ Rp
7.651,46 juta
Triwulan III 1966
Rp
1.954,97 juta
Sektor Swasta :
Dari perincian tersebut di atas jelas terlihat bahwa posisi kredit perbankan pada akhir Triwulan III 1969 yang diberikan ke Sektor Pemerintah dan Swasta adalah masing-masing sebesar Rp 110.606,14 juta dan Rp 96.897,34 juta. Ini berarti telah terjadi kenaikan masing-masing sebesar Rp 46.495,86 juta dan Rp 61.768,57 juta jika dibandingkan dengan posisi akhir triwulan III 1968. Posisi akhir triwulan III 1969 yang sebesar Rp 110.606,14 juta untuk sektor Pemerintah adalah hampir seluruhnya diberikan oleh Bank Sentral yaitu sebesar Rp 104.652,31 juta atau ± 93%, baik berupa kredit langsung sebesar Rp 64.475,21 juta maupun berupa kredit likuiditas sebesar Rp 40.177,10 juta. Sedang selebihnya yaitu Rp 5.953,83 juta adalah diberikan oleh Bank-bank Pemerintah lainnya. Sedang untuk sektor Swasta yang pada akhir Triwulan III 1969 menunjukkan posisi Rp 96.897,34 juta adalah sebagian besar disebabkan oleh pemberian kredit Bankbank Pemerintah yaitu sebesar Rp 52.410,37 juta dan oleh Bank Sentral sebesar Rp 28.422,63 juta, sedangkan oleh Bank-bank Swasta Nasional adalah sebesar Rp 16.064,34 juta. Kenaikan kredit yang terjadi pada akhir triwulan III 1969 terhadap akhir Triwulan III 1968 bagi sektor Pemerintah yaitu sebesar + Rp 46.495,86 juta adalah sebagian besra disebabkan oleh kredit likuiditas Bank Sentral yaitu sebesar Rp 29.665,36 juta dan kredit langsung bank Sentral Rp 13.606,36 juta, sedang dari Bank-bank Pemerintah lainnya menunjukkan kenaikan sebesar Rp 3.224,14 juta. Untuk sektor Swasta, sebagian besar kenaikannya adalah disebabkan kenaikan pemberian kredit oleh Bank-bank Pemerintah yaitu sebesar Rp 34.123,70 63
juta dan juga oleh kenaikan kredit Bank Sentral sebesar Rp 2.767,99 juta kredit langsung dan Rp 16.273,22 juta kredit likuiditas. Sedangkan kenaikan pemberian kredit Bank Swasta adalah sebesar Rp 8.603,66 juta. Begitu pula kalau diperhatikan dengan membandingkan posisi kredit pada akhir triwulan III 1968 dan akhir triwulan III 1967, dan seterusnya yaitu akhir triwulan III 1967 dengan akhir triwulan III 1966, baik untuk sektor Pemerintah maupun untuk sektor swasta, dapat dikatakan menunjukkan pola yang hampir bersamaan yaitu untuk sektor pemerintah adalah sebagian besar dibiayai dari kredit Bank Sentral baik dengan kredit likuiditas maupun dengna kredit langsungnya. Untuk sektor swasta pemberian kredit yang terbesar dilakukan oleh Bankbank Pemerintah di luar Bank Sentral. 4.4.3. Perkembangan pemberian kredit menurut sektor ekonomi Kebijaksanaan kredit pemerintah sejak bulan Oktober 1986 terutama diarahkan kepada sektor-sektor yang dapat membantu proses stabilisasi dan rehabilitasi. Sejak mulai 1 April 1969 diarahkan juga ke sektor-sektor yang dapat melancarkan pelaksanaan pembangunan. Salah satu alat kebijaksanaan untuk mencapai tujuan ini adalah dengan jalan mengenakan tingkat bunga yang berbedabeda untuk pelbagai golongan sektor kegiatan ekonomi sesuai dengan tujuan yang diprioritaskan. Dalam pelaksanaannya sampai sekarang telah terjadi beberapa kali perubahan tingkat bunga dan penggolongannya. Jika tanggal 3 Oktober 1966 bunga pinjaman telah dinaikkan menjadi 6-9% (6% yang terendah sedangkan 9% yang tertinggi), maka kemudian secara berturutturut perubahan tingkat bunga telah terjadi pada bulan-bulan April 1967, Juli 1967, Oktober 1968, Mei 1969 dan September 1969 yang masing-masing adalah 4-7%, 3-5%, 3-7%, 1-6% dan ½-5%. Perubahan tingkat bunga tersebut menunjukkan tendens yang makin lama makin menurun yang disesuaikan dengan makin rendahnya perkembangan harga. Perkembangan pemberian kredit perbankan menurut sektor ekonomi dapat dilihat dalam Tabel 4.7. Pertambahan pemberian kredit selama periode September 1966-1967 sebesar Rp 14.311,90 juta (311,1%) dapat diperinci menurut sektor ekonomi.
64
Produksi
Rp 8.707,74 juta (60,8%)
Ekspor
Rp 3.914,02 juta (27,3%)
Lain-lain
Rp 1.690,14 juta (11,9%)
Pertambahan kredit yang terbesar adalah ke sektor produksi dalam periode tersebut dan dibiayai terutama oleh kredit bank Sentral Rp 5.491,44 juta (63,1%) (kredit langsung Rp 3.025,72 juta dan kredit likuiditas Rp 2.465,72 juta), sedangkan dari Bank-bank Pemerintah dan Bank-bank Swasta adalah masing-masing sebesar Rp 2.666,17 juta (30,6%) dan Rp 550,13 juta (6,3%). Sedangkan pertambahan kredit ke sektor ekspor terutama dibiayai oleh Bank Pemerintah Rp 2.045,31 juta (52,3%), sedang kredit Bank Swasta dan Bank Indonesia adalah masing-masing Rp 1.320,59 juta (33,7%) dan Rp 584,12 juta (14%). Pemberian kredit untuk sektor lain terutama dibiayai oleh Bank-bank Swasta yaitu Rp 829,37 juta (49,1%), sedangkan Bank Pemerintah dan Bank Sentral adalah masing-masing Rp 599,71 juta (35,5%) dan Rp 261,06 juta (15,4%). Pola yang agak berbeda terjadi dalam periode bulan September 1967 – 1968 di mana pertambahan pemberian kredit sebesar Rp 80.327,35 juta (424,7%) dapat diperinci sebagai berikut : Produksi
+ Rp 28.054,68 juta (34,9%)
Ekspor
+ Rp 5.121,03 juta ( 6,4%)
Lain-lain
+ Rp 47.151,64 juta (58,7%)
Pertambahan kredit yang terbesar adalah ke sektor lain-lain yang terutama dibiayai oleh kredit langsung Bank Sentral Rp 37.088,62 juta (78,7%) yang didalamnya termasuk kredit untuk pengadaan pangan sebesar Rp 28.183,0 juta, kredit likuiditas bank Sentral Rp 3.317,94 juta (7,0%) sedangkan yang berasal dari Bankbank Pemerintah dan Swasta adalah masing-masing Rp 3.302,03 juta (7,0%) dan Rp 3.443,05 juta (7,3%). Selanjutnya pertambahan kredit ke sektor produksi terutama dibiayai oleh kredit Bank Sentral Rp 19.338,02 juta (68,9%) sedangkan bank-bank pemerintah dan swasta adalah masing-masing sebesar Rp 7.745,65 juta (27,6%) dan Rp 991,01 juta (3,5%). Selanjutnya dalam periode bulan September 1968 – September 1969 pertambahan kredit perbankan sebear Rp 108.264,43 juta (109,1%) dapat diperinci menurut sektor ekonomi .
65
Produksi
+ Rp 45.760,72 juta (42,3%)
Ekspor
+ Rp 7.156,20 juta ( 6,6%)
Lain-lain
+ Rp 55.347,51 juta (51,1%)
Ternyata dalam periode terakhir ini pemberian kredit juga sebagian besar diarahkan ke sektor lain yang terutama dibiayai oelh kredit bank sentral Rp 41.275,58 juta (74,6%) yang didalamnya termasuk pertambahan kredit untuk pengadaan pangan sebesar Rp 29.989,0 juta. Selanjutnya pertambahan kredit ke sektor produksi terutama dibiayai oleh Bank Pemerintah sebesar Rp 21.639,57 juta (47,3%) sedangkan dari Bank Sentral dan Bank Swasta adalah masing-masing sebesar Rp 20.453,41 jtua (44,7%) dan Rp 3.687,74 juta (8,0%). Akhirnya pertambahan kredit ke sektor ekspor terutama berasal dari Bank-bank Pemerintah yakni sebesar Rp 6.011,87 juta (84,0%) sedangkan dari Bank Sentral dan Swasta adalah masingmasing sebesar Rp 583,94 juta (8,2%) dan Rp 560,39 juta (7,8%). Dari uraian di atas ternyata bahwa sejak tahun 1966, jika pemberian kredit untuk pengadaan pangan tidak diperhitungkan, maka proporsi alokasi pemberian kredit yang terbesar adalah ke sektor produksi dan kemudian ke sektor lain dan sektor ekspor. Perlu dijelaskan bahwa pemberian kredit untuk sektor lain-lain pada akhir bulan September 1969 antara lain terdiri dari kredit-kredit untuk keperluan pengadaan pangan Rp 58.171,78 juta, pengadaan barang untuk Irian Barat Rp 3.308,89 juta, impor terigu Rp 2.170,99 juta dan lain sebagainya. 4.5. Kredit Investasi (jangka menengah dan panjang) Dalam rangka pelaksanaan PELITA, maka bank-bank Pemerintah ditugaskan untuk memberikan kredit investasi jangka menengah/panjang. Ketentuan-ketentuan mengenai kredit jangka menengah/panjang adalah antara lain sebagai berikut : kredit adalah untuk pembiayaan impor barang modal (devisa) maupun untuk pembiayaan investasi dalam negeri guna pembiayaan rehabilitasi/modernisasi maupun pembangunan proyek baru. Sekurangkurangnya 25% dari seluruh pembiayaan harus dipikul sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan. Jangka waktu kredit (termasuk grace period) adalah 3 sampai 5 tahun dengan bunga 12% setahun dengan pengertian bahwa jangka waktu tersebut dapat pula diperhitungkan jangka waktu yang diperlukan sampai proyek yang dibiayai mulai berproduksi termasuk masa trial-run. Pemberian kredit investasi itu diberikan dengan syarat nilai tetap dan diutamakan untuk proyek-proyek yang quick yielding dalam sektor-sektor
66
yang diprioritaskan oleh pemerintah. Untuk keperluan kredit investasi, Bank Sentral dapat memberikan bantuan kredit likuiditas maksimum sebesar 75%. Dari tabel di bawah ini akan terlihat jumlah pemberian kredit investasi jangka menengah/panjang pada tanggal 30 September 1969 yang telah disetujui (dalam jutaan rupiah). Sektor Bank-bank
Pertanian
Industri
Pertam-
Perhubungan/
bangan
Pariwisata
Lain-lain
Jumlah
1. Bank Rakyat Indonesia
59,2
-
-
24,4
-
83,6
2. Bank Ekspor Impor
66,5
-
-
47,6
-
114,1
1.692,0
976,1
-
58,2
-
2.726,3
4. Bank Bumi Daya
349,6
333,9
-
-
-
716,5
5. Bank Dagang Negara
150,8
57,6
700,0
-
33,0
908,4
1.457,6
2.187,9
-
615,4
-
4.260,9
520,0
50,5
-
1.849,7
70,0
2.490,2
4.295,7
3.606,0
700,0
2.595,3
103,0
11.300,0
Indonesia 3. Bank Negara Indonesia 1946
6. Bank Pembangunan Indonesia 7. Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia Pemberian kredit investasi yang telah disetujui per 30 September untuk sektor pertanian telah mencapai jumlah Rp 4.295,7 juta, untuk sektor industri Rp 3.606,0 juta, untuk sektor pertambangan Rp 700,0 juta, untuk sektor perhubungan/pariwisata Rp 2.595,3 juta dan sektor lain-lain sebesar Rp 103,0 juta. Selanjutnya dapat pula diketahui dari tabel tersebut, pemberian kredit investasi yang dilakukan oleh masing-masing bank-bank Pemerintah dalam jumlah total dan per sektor. 4.6. Perkembangan pemberian kredit Bank-bank Pemerintah menurut Daswati I Pemberian kredit seluruh bank-bank Pemerintah (tidak termasuk Bank Indonesia) menurut Daerah Swatantra Tingkat I dalam tahun 1969 menunjukkan posisi sebagai berikut : Triwulan I 1969
: Rp 81,3 milyar
Triwulan II 1969
: Rp 95,6 milyar
Triwulan III 1969 *)
: Rp --
Dari tabel pemberian kredit pada Daswati I tahun 1969 (Tabel 4.9 dan 4.10) dapat dilihat bahwa alokasi kredit menurut sektor-sektor ekonomi adalah :
67
Dalam milyar Rp Triwulan I Produksi Ekspor Lain-lain
Triwulan II
59,0 (73%)
67,4 (70%)
9,6 (12%)
11,1 (12%)
12,7 (15%)
17,1 (18%)
*) angka belum tersedia
Pemberian kredit tersebut terutama terjadi pada daerah-daerah yang menjadi pusat kegiatan ekonomi, hal mana dapat dilihat pada uraian di bawah : Dalam milyar Rp Triwulan I
Triwulan II
1. D.K.I Jaya
42,3 (52%)
43,1 (45%)
2. Jawa Timur
8,7 (17%)
11,2 (12%)
3. Jawa Tengah
6,1 ( 8%)
7,6 (8%)
4. Sumatera Utara
5,3 ( 6%)
6,2 (6%)
5. Jawa Barat
5,6 ( 7%)
5,8 (6%)
13,3 (10%)
21,7 (23%)
81,3 (100%)
95,6 (100%)
6. Daerah-daerah lainnya Jumlah
Dari uraian tersebut ternyata bahwa jumlah kredit Bank-bank Pemerintah untuk sebagian besar diberikan di Jakarta, hal aman bukanlah semata-mata berarti bahwa penggunaannya untuk keperluan daerah Jakarta sendiri, tetapi sebagian daripadanya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan kredit daerah-daerah lainnya yang pemberiannya dilakukan melalui kantor Pusat (Jakarta). Kredit termaksud misalnya adalah kredit-kredit untuk pengadaan pangan, impor pupuk, industri (dalam rangka impor kapas dan benang tenun PL-480), dan lain-lainnya. Selanjutnya pemberian kredit di Daswati I Jawa Timur terutama diarahkan kepada sektor produksi bahan pangan, demikian pula di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sedangkan di Daswati I Sumatera Utara, pemberian kreditnya sebagian besar untuk sektor produksi barang ekspor dan ekspor. Mengenai pemberian kredit Bank-bank Pemerintah di daerah-daerah lainnya menunjukkan perimbangan yang agak merata bagi kegiatan sektor ekonominya.
68
4.7. Perkiraan perkembangan jumlah uang beredar dan perkreditan tahun 1970-1971 Untuk membuat perkiraan secara tepat mengenai perkembangan jumlah uang beredar dan perkreditan untuk sesuatu periode adalah tidak mudah. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkiraan tersebut antara lain adalah : 1. tingkat perkembangan harga-harga 2. hasil pelaksanaan anggaran triwulanan 3. keadaan perdagangan luar negeri Selain dari faktor tersebut di atas masih terdapat faktor-faktor lainnya misalnya besarnya GNP yang biasanya ikut juga menentukan besar kecilnya jumlah uang beredar. Tetapi dewasa ini faktor-faktor yuang lebih relevan adalah ketiga faktor yang disebut di atas. Pada triwulan II 1969/1970 jumlah uang beredar adalah Rp 170,6 milyar. Dengan demikian maka untuk semester I 1969/1970 telah terjadi pertambahan jumlah uang beredar sebesar Rp 41,2 milyar. Dengan asumsi bahwa perkembangan harga dan keadaan lainnya tidak mengalami perubahan, maka untuk semester II 1969/1970 jumlah uang beredar akan mengalami perubahan yang sama besarnya dengan semester I 1969/1970. Ini berarti bahwa untuk seluruh tahun 1969/1970 jumlah uang beredar akan mencapai posisi Rp 211,2 milyar. Selanjutnya bila perkembangan harga dan faktor lainnya sama dengan keadaan dalam tahun 1969/1970, maka untuk tahun anggaran 1970/1971, jumlah uang beredar akan diperkirakan mencapai jumlah Rp 352,0 milyar. Mengenai masalah pemberian kredit oleh perbankan dapat dijelaskan bahwa dalam semester I 1969/1970 telah terjadi pertambahan volume kredit sebesar Rp 73,0 milyar. Dalam semester kedua pertambahan kredit ini diperkirakan tidak akan sebesar pertambahan di dalam semester I, berhubung pemberian kredit untuk pupuk dan pangan akan tidak sebesar semester I. Dengan demikian diperkirakan pada akhir tahun anggaran 1969/1970 posisi kredit akan mencapai ± Rp 270,0 milyar. Berdasarkan pengalaman tersebut maka dapat diperkirakan bahwa untuk tahun anggaran 1970/1971 posisi kredit perbankan akan mencapai sekitar Rp 400,0 milyar. Perlu dicatat di sini bahwa meskipun posisi perkreditan diperkirakan mencapai jumlah tersebut, namun dalam pelaksanaannya masih harus diperhitungkan faktor-faktor tersebut di atas serta kegiatan pembangunan pada umumnya.
69
70
16,9 21,7 26,9 34,1
41,2 56,9 62,2 74,7
81,1 88,6 102,5
1967 I II III IV
1968 I II III IV
1969 I II III
Sumber : Bank Indonesia
3,8 7,8 11,3 14,4
1966 I II III IV
(1)
48,3 58,0 68,1
21,6 29,0 32,7 32,2
7,3 10,7 12,2 17,3
1,8 2,8 3,8 7,8
(2)
Akhir Triwulan Uang Kartal Uang Giral
25,7 36,3 44,1
3,6 5,0 7,5 10,7
0,7 1,3 1,9 2,7
0,1 0,2 0,3 0,4
(3)
Deposito Berjangka
155,1 182,9 214,7
66,4 90,3 102,4 124,6
24,9 33,7 40,9 54,1
5,7 10,8 15,4 22,6
(4)
466,8 438,4 460,3
374,3 382,5 414,8 439,9
151,6 157,1 186,4 237,6
36,8 57,8 84,1 112,0
(5)
106,5 100,0 150,0
85,4 87,2 94,6 100,3
34,6 35,8 42,5 54,2
8,4 13,2 19,2 25,5
(6)
145,6 182,9 204,5
77,8 104,2 108,2 124,2
72,0 94,1 96,2 29,8
67,9 81,8 80,2 88,6
Uang dan Indeks harga Indeks harga Uang dan Deposito Deposito dalam (62 macam barang) (62 macam barang) dalam arti riil arti nominal Okt 1966=100 Juni 1969=100 (4) + (6) (1)+(2)+(3)
Tabel 4.1 PERKEMBANGAN UANG BEREDAR DAN DEPOSITO BERJANGKA DALAM ARTI RIIL
71
+ + + + +
69,1 36,9
37,5
13,6
21,1 36,6 43,3 3,7 4,6
+ + + + +
60,1 52,6 87,2 88,6 76,2
41,4 25,9 31,5 24,2 29,0
%*)
+ + -
+ -
77,0
6.893 16.087 14.719 37.699 + 156,8 49.550 + 87,3
1.826 9.739 5.333 13.246 +
9,0
15,7 1,5 13,5 4,4 1,3
+ + + +
119 1.637 8.629 7.111 33.733 -
7.675 658 4.801 13.134 + + + 29,6 + 59,4 -
+ 76,4 -
-
+ 13,5 + + 20,9 + 51,7 - 198,1 + 42,9 +
- 274,8 + 6,1 + 21,4 + 11,4 16,7 -
+ -
502 13.950 13.258 27.710 + 178,3
1.531 4.819 4.624 37.780 26.806
5.364 502 1.402 1.431 4.891
478 77 613 314 256
%*)
Luar Negeri Jumlah 45,6 1,5 9,6 4,3 8,1
+ + + + +
3.504 1.282 7.843 10.065 + 5.570 -
4.700 3.965 5.926 2.739 -
+ + + 41,9 + 9,8 +
+ + + 15,9 +
+ + + 82,9 +
+ 71,9 + 45,2 + 32,6 + + 226,9 + + 60,1 +
- 134,7 + 25,4 + + 36,3 + - 13,26 + 15,3 +
+ + + +
451 5.395 7.050 12.896 -
8.170 10.437 2.914 43.263 38.082
678 2.109 2.374 4.074 4.487
1.392 74 434 304 1.596
%*)
Lainnya Jumlah
*) Prosentasi dari Mutasi x) Kenaikan dalam prosentasi per triwulan
+ 35,7 + + 87,7 + + 124,2 + + 67,5 + 77,3 -
+ + + + +
+ + + + +
3.846 4.083 1.158 1.395 -
4.052 20.227 11.107 12.880 48.266
1.174 4.351 5.706 11.078 22.309
1.263 1.271 1.426 1.728 5.688
Jumlah
Kegiatan Perusahaan
Sumber Bank Indonesia Diolah kembali oleh Departemen Keuangan RI 1) angka-angka sementara
3.448 3.088 10.074 16.610 20.937 -
Juli Agustus Sept Kumulatif Triw. III Kumulatif 1969
+ + +
3.537 2.698 7.105 6.446 -
2.392 8.442 3.875 706 2.881
28,7 74,1 45,4 84,5 64,2
%*)
+ 349,4 + + 66,8 + 44,9 + + 55,4 + + 55,8 +
April Mei Jun Kumulatif Triw. II
+ + +
1968 Maret Juni Sept Des Kumulatif 1968
6.820 5.525 2.939 6.926 16.332
2.870 1.356 3.633 2.119 +
+ + + +
1967 Maret Juni Sept Des Kumulatif 1967
875 3.635 2.054 6.044 12.608
+ + + + +
Resmi
Jumlah
1969 Jan Feb Maret Kumulatif Triw. I
+ + + + +
1966 Maret Juni Sept Des Kumulatif 1966
Akhir Masa
6.830 13.354 3.859 24.043 56.776
4.506 3.734 8.955 17.195
1.027 5.828 8.638 15.538
11.361 23.051 8.942 19.069 62.423
1.952 8.269 6.543 12.499 29.263
3.052 4.903 4.527 7.154 19.636
Jumlah
Mutasi
24.160 32.429 38.972 51.471
5.624 10.527 15.054 22.208
Posisi Money Supply
16,4
13,3
13,6
153.457 166.811 170.670
133.938 137.672 146.627
114.921 120.749 129.432
22,1 62.832 36,7 85.883 10,4 94.825 20,1 113.894
8,8 34,2 20,2 32,1 -
118,7 87,2 43,0 47,5 -
%x)
Tabel 4.2 JUMLAH UANG YANG BEREDAR DAN SEBAB-SEBAB PERUBAHANNYA MENURUT SEKTOR (Dalam Jutaan Rp) Kartal
91.608 99.184 102.522
81.292 85.346 88.583
71.674 75.972 81.066
41.172 56.923 62.169 74.684
16.874 21.687 26.882 34.098
3.828 7.762 11.293 14.360
Jumlah
%*)
60 59 60
61 62 60
62 63 63
66 66 66 66
70 67 69 66
68 74 75 65
Giral
61.849 67.627 68.148
52.646 52.326 58.044
43.247 44.777 48.366
21.660 28.960 32.656 39.210
7.286 10.742 12.090 17.373
1.796 2.765 3.761 7.848
Jumlah
%*)
40 41 40
39 38 40
38 37 37
34 34 34 34
30 33 31 34
32 26 25 35
72
5.319,22 8.627,62 10.328,29 13.973,21
16.021,44 22.347,70 26.145,12 29.070,10
36.876,89 42.709,26 52.124,51
1967 I II III IV
1968 I II III IV
1969 I II III
17.013,36 24.465,84 29.930,57
544,26 663,72 1.891,29 4.729,34
171,17 330,24 430,51 371,57
46,73 67,17 74,79 83,34
1.041,83 1.695,03 3.469,85
1.493,48 1.733,83 828,74 930,18
484,07 568,90 685,13 520,27
62,67 155,94 170,69 137,49
Sumber : Bank Indonesia *) Tidak termasuk Bank Indonesia, Bank Tabungan Negara dan Bapindo
1.361,08 2.235,64 3.112,05 4.830,83
Giro
1966 I II III IV
Akhir Triwulan
Bank-bank Pemerintah Deposito Lain-lain
7.292,74 8.866,32 10.014,79
4.520,95 6.595,38 6.004,06 7.765,63
1.515,58 2.028,40 3.062,30 4.106,14
298,80 655,10 829,70 1.307,23
Giro
8.662,62 11.822,69 14.218,63
3.016,34 4.350,68 5.646,71 5.978,39
479,94 970,61 1.488,23 2.315,50
42,01 137,00 200,30 310,94
573,07 557,29 653,88
224,19 334,38 671,74 447,62
110,44 120,38 161,47 257,69
12,80 32,00 54,11 66,04
Bank-bank Swasta Deposito Lain-lain
Tabel 4.3 PERKEMBANGAN DANA KREDIT PERBANKAN
71.460,51 90.116,43 110.412,23
25.820,66 36.025,69 41.187,66 48.921,26
8.080,42 12.646,15 16.155,93 21.544,38
1.824,09 ) 3.282,85 ) 4.441,64 ) 6.735,87 )
Jumlah
Dalam juta Rp.
*)
Tabel 4.4 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA DARIPADA DEPOSITO BERJANGKA PADA BANK-BANK PEMERINTAH Deposito dengan jangka waktu
01-Okt-68
17-Mar-69
01-Mei-69
10-Jul-69
15-Sep-69
1 bulan atau lebih
1,5
1,5
1,0
1,0
1,0
3 bulan atau lebih
4,0
3,0
2,0
1,5
1,5
6 bulan atau lebih
5,0
4,0
3,0
2,5
2,0
1 tahun atau lebih
6,0
5,0
4,0
3,0
2,5
Sumber : Bank Indonesia Tabel 4.5 PERKEMBANGAN DEPOSITO BERJANGKA SELAMA OKTOBER 1968 - SEPTEMBER 1969 (Dalam Juta Rupiah) Bank-bank
Okt-68
Triwulan I - 1969 Januari Februari Maret
Des-68
Triwulan II - 1969 April Mei Juni
Triwulan III - 1969 Juli Agustus September
1. B E I I
66,4
127,3
127,5
487,6
1.367,9
1.594,9
1.655,1
1.857,0
2.148,2
2.288,8
2.398,1
2. B R I
144,7
691,4
897,3
1.362,4
1.734,3
2.126,0
2.734,3
2.644,8
2.654,7
2.946,9
3.345,4
3. B N I 1946
589,7
1.383,8
1.824,8
3.121,1
4.423,3
6.432,1
6.670,4
7.166,7
7.572,0
7.758,9
7.999,4
4. B B D
318,5
1.241,0
1.907,2
2.570,7
3.863,8
4.628,4
5.365,3
5.585,4
6.574,6
6.354,6
6.948,2
5. B D N
501,9
628,6
1.172,8
1.914,5
3.910,7
5.419,0
5.904,6
5.746,7
5.651,8
7.092,1
8.119,1
6. BAPINDO
145,3
446,0
726,7
905,0
1.087,7
1.427,7
1.546,4
1.547,5
1.249,7
1.341,4
1.414,7
1.766,5
4.518,1
6.656,1
10.361,3
16.389,7
21.568,1
23.776,1
24.548,1
25.851,0
27.788,7
29.822,9
Sumber : Bank Indonesia Tabel 4.6. NILAI NOMINAL TABUNGAN BERHADIAH 1969 *) (Dalam Juta Rupiah) 1969 Februari Maret April Mei Juni I. Bank Pemerintah 1. B E I I 2. B R I 3. B N I 1946 4. B B D 5. B D N 6. B T N
Juli
Agustus September
-
-
-
-
Jumlah I :
3,62 1,41 5,50 0,24 1,89 12,66
4,62 5,79 7,77 0,39 2,96 21,73
6,12 10,44 10,48 0,71 3,50 31,25
7,46 13,75 13,77 0,90 4,62 40,56
8,80 9,33 16,31 16,55 1,05 5,40 49,44
1,87 12,62 19,66 23,59 1,22 7,02 65,98
2,67 16,91 23,12 30,38 2,99 8,85 84,92
2,89 21,58 24,78 44,92 5,52 15,54 115,23
II
7,98
14,06
21,00
22,91
27,29
30,45
34,63
44,23
Jumlah I +
20,64
35,79
52,25
63,47
76,73
96,43
119,55
159,46
II. Bank Swasta
*) Nilai Nominal Terjual Sumber : Bank Indonesia
73
Tabel 4.7 KREDIT PERBANKAN MENURUT SEKTOR-SEKTOR EKONOMI AKHIR TRIWULAN 1966 I. Produksi Ekspor Lain-lain
BANK SENTRAL Kredit Langsung Kredit Likuiditas ) ) )
JUMLAH
II. Produksi Ekspor Lain-lain
227,13 334,03 142,19
896,13 258,22
III. Produksi Ekspor Lain-lain
304,09 369,78 229,78
1.346,95 216,53
IV. Produksi Ekspor Lain-lain
679,39 545,14 288,17
1.478,63 56,46
275,03 ) 221,20 ) 67,25 ) ) 302,73 ) 304,27 ) 152,29 ) ) 557,58 ) 355,40 ) 274,75 ) ) 1.295,52 ) 460,10 ) 355,05 )
1967 I. Produksi Ekspor Lain-lain
587,95 575,61 321,39
2.373,87 73,78
1.116,21 672,36 443,94
485,18 585,94 584,61
4.563,21 1.833,91 1.423,72
II. Produksi Ekspor Lain-lain
1.660,81 595,71 303,05
3.232,23 145,25
2.122,29 1.128,70 775,14
640,58 1.099,41 1.071,54
7.655,91 2.823,82 2.294,98
III. Produksi Ekspor Lain-lain
3.329,81 553,70 362,29
3.812,67 363,88 345,08
3.223,75 2.400,71 874,46
932,11 1.381,45 1.331,79
11.298,34 4.699,74 2.913,62
IV. Produksi Ekspor Lain-lain
3.309,63 249,25 8.528,16
4.618,89 324,25 141,56
4.511,48 2.874,77 1.956,71
1.553,09 1.425,64 1.702,06
13.993,09 4.873,91 12.328,49
1968 I. Produksi Ekspor Lain-lain
4.516,51 270,74 6.032,18
5.736,38 1.399,01 662,02
6.205,55 4.250,47 2.654,22
1.637,74 1.081,52 2.564,26
18.096,18 7.001,74 11.912,68
II. Produksi Ekspor Lain-lain
6.275,91 318,14 19.186,10
8.936,74 2.148,65 1.398,26
8.052,95 5.644,63 3.298,03
1.362,62 430,45 3.393,39
24.628,22 8.541,87 27.275,78
III. Produksi Ekspor Lain-lain
15.752,18 345,02 37.450,91
10.728,32 2.842,56 3.663,02
10.969,40 5.870,47 4.176,49
1.923,12 762,72 4.774,84
39.353,02 9.820,77 50.065,26
IV. Produksi Ekspor Lain-lain
17.016,85 420,30 44.410,60
22.507,80 2.865,26 4.775,46
13.373,70 6.082,37 6.754,86
2.540,41 780,02 4.155,89
55.438,76 10.147,95 60.096,81
1969 I. Produksi Ekspor Lain-lain
3.666,39 420,96 40.446,81
39.897,56 2.771,13 5.163,95
19.085,78 6.848,42 7.502,33
3.315,82 1.033,21 5.562,83
65.965,55 11.073,72 58.675,92
II. Produksi Ekspor Lain-lain
4.427,91 417,12 43.584,03
42.393,10 2.293,82 8.068,30
25.040,15 8.747,35 9.426,74
4.680,48 1.229,51 7.622,58
76.541,64 12.687,80 68.701,65
III. Produksi Ekspor Lain-lain
3.484,46 417,48 66.000,52
43.429,45 3.354,04 16.388,99
32.608,97 11.882,34 13.872,89
5.590,86 1.323,11 9.150,37
85.113,74 16.976,97 105.412,77
531,80 *
) ) )
BANK PEMERINTAH BANK SWASTA Likuiditas Sendiri Likuiditas Sendiri
745,00 *
92,71 14,44 94,64
1.284,25 496,44 261,38
260,41 39,68 333,51
1.686,40 677,98 886,21
381,98 60,86 502,42
2.590,60 785,72 1.223,48
524,19 109,68 549,89
3.977,73 1.114,92 1.249,57
* Data-datanya tidak diperinci ** Tidak termasuk Bank Tabungan Negara dan Bapindo Sumber : Bank Indonesia
74
Tabel 4.8 KREDIT PERBANKAN MENURUT SEKTOR-SEKTOR PEMERINTAH DAN SWASTA BANK SENTRAL Kredit Langsung
Dalam Juta Rupiah BANK SWASTA
BANK PEMERINTAH
Kredit Likuiditas
Likuiditas Sendiri
Likuiditas B.Sentral *)
Likuiditas Sendiri
Likuiditas B.Sentral
JUMLAH
1966 Triwulan I Sektor Swasta Sektor Swasta
531,80 +)
745,00
137,32 426,16
-
201,79
-
1.392,80 649,27
633,60
-
1.963,28 1.287,30
Triwulan II Sektor Pemerintah Sektor Swasta
667,86 35,49
1.153,27 1,07
142,15 617,14
1.153,27 1,07
-
Triwulan III Sektor Pemerintah Sektor Swasta
821,16 82,17
1.561,96 1,52
261,71 926,02
1.561,96 1,52
-
Triwulan IV Sektor Pemerintah Sektor Swasta
1.406,53 106,17
1.533,61 1,48
905,25 1.205,42
1.533,61 1,48
1.183,76
-
3.845,39 2.496,83
Triwulan I Sektor Pemerintah Sektor Swasta
1.315,00 169,95
2.446,56 1,09
459,35 1.773,16
2.446,56 1,09
1.655,73
-
4.220,91 3.599,93
Triwulan II Sektor Pemerintah Sektor Swasta
2.338,47 221,10
3.354,86 22,62
964,83 3.061,30
3.354,86 22,62
2.811,53
-
6.658,16 6.116,55
Triwulan III Sektor Pemerintah Sektor Swasta
4.016,44 229,36
4.338,48 183,15
950,35 5.548,57
4.338,48 183,15
3.645,35
-
9.305,27 9.606,43
Triwulan IV Sektor Pemerintah Sektor Swasta
11.636,54 450,50
4.456,03 628,67
1.243,45 8.099,51
4.456,03 497,79
4.680,79
-
Triwulan I Sektor Pemerintah Sektor Swasta
9.659,97 1.159,39
5.482,93 2.314,48
1.822,97 11.287,27
5.482,93 2.077,54
5.283,52
-
Triwulan II Sektor Pemerintah Sektor Swasta
23.982,76 1.797,39
7.290,27 5.193,38
2.129,05 14.866,56
7.290,27 4.896,21
5.186,46
-
Triwulan III Sektor Pemerintah Sektor Swasta
50.868,85 2.659,26
10.511,74 6.722,16
2.729,69 18.286,67
10.511,74 6.423,03
7.460,68
-
Triwulan IV Sektor Pemerintah Sektor Swasta
58.806,57 3.041,18
20.191,85 9.956,67
2.694,99 23.515,94
20.191,85 9.817,33
7.476,32
-
Triwulan I Sektor Pemerintah Sektor Swasta
40.375,89 4.158,27
37.661,33 10.171,31
3.465,56 29.970,97
37.661,33 10.040,99
9.911,86
-
Triwulan II Sektor Pemerintah Sektor Swasta
43.353,37 5.075,69
37.985,89 14.769,33
4.631,75 38.582,49
37.985,89 13.636,01
Triwulan III Sektor Pemerintah Sektor Swasta
64.475,21 5.427,25
40.177,10 22.995,38
5.953,83 52.410,37
40.177,00 21.024,04
945,26
1967
130,88
17.336,02 13.859,47
236,94
16.965,87 20.044,73
297,17
33.402,08 27.043,79
299,13
64.110,28 35.128,77
139,34
81.693,41 43.990,11
130,32
81.502,78 54.212,41
13.532,57
1.133,32
85.971,01 71.960,08
16.064,34
1.971,34
110.606,14 96.897,34
1968
1969
Sumber : Bank Indonesia Catatan : 1) Tidak dihitung, karena sudah termasuk Kolom Bank Sentral *) Data-data terperinci belum tersedia Tidak termasuk Bank Tabungan Negara dan BAPPINDO
75
76
18,63
131,90
76,02
31,37
21. Maluku
22. Bali
23. Nusa Tenggara Barat
24. Nusa Tenggara Timur
Sumber : Bank Indonesia
30.098,67
-
20. Sulawesi Tenggara
Jumlah
35,14
275,97
19. Sulawesi Selatan
110,91
17. Sulawesi Utara
18. Sulawesi Tengah
12,89
89,24
13. Kalimantan Barat
16. Kalimantan Timur
123,07
12. Lampung
3,31
190,81
11. Sumatera Selatan
65,62
148,21
10. Jambi
15. Kalimantan Selatan
79,66
9. Riau
14. Kalimantan Tengah
231,03
8. Sumatera Barat
5.588,04
5. Jawa Timur
125,83
451,82
4. Yogyakarta
568,02
3.493,66
3. Jawa Tengah
7. Sumatera Utara
3.597,64
6. Aceh
14.649,88
2. Jawa Barat
Bahan Pangan
1. Jakarta
DASWATI I Sandang
5,23
8,34
0,24
-
-
-
-
-
-
-
0,56
0,84
9,91
0,76
0,18
0,35
0,90
7,34
0,28
23,19
15,29
2,24
138,29
121,14
433,32
684,35
7.712,09 14.540,99
-
-
73,21
4,78
14,02
81,69
116,74
6,96
161,05
212,20
707,22
129,66
216,18
403,63
2.743,60
82,25
826,66
-
315,65
108,04
1.494,74 13.102,05
Barang Ekspor
8,09
5.967,86
4,51
5,85
47,18
-
21,77
-
19,56
12,72
19,03
-
17,05
8,89
128,34
-
10,27
58,71
548,84
33,95
381,52
24,46
686,27
297,09
3.633,76
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1,29
0,80
0,34
0,15
-
4,00
2,50
667,44
0,66
2,48
80,61
-
-
-
-
-
9,85
27,41
62,77
26,76
18,19
9,62
12,53
2,52
34,69
1,99
27,44
3,57
339,85
58.988,34
36,54
90,14
268,87
26,96
384,86
39,92
144,49
109,80
202,95
10,45
277,54
372,47
1.096,48
304,63
324,58
726,18
3.888,28
246,79
6.969,54
599,41
4.956,49
4.690,69
33.220,28
PerPerPrasarana Jumlah I industrian tambangan
I. PRODUKSI
9.623,67
140,87
49,34
91,82
168,60
0,84
149,47
139,17
1.659,60
121,40
455,65
75,24
672,89
425,03
930,98
309,99
227,58
311,94
1.050,06
164,47
1.056,25
3,10
538,37
79,61
801,40
Jumlah II
II. EKSPOR
5.067,18
35,44
45,32
63,95
77,43
19,19
240,77
59,14
165,59
57,93
83,87
21,48
117,28
40,57
200,84
39,16
227,46
175,52
312,84
97,40
548,63
45,44
495,25
651,68
1.245,00
Perdag.Dlm Negeri
2.307,66
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.307,66
Non Konsumsi
7,70
-
-
-
-
-
-
8,58
0,88
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Konsumsi
Imp.dg BE -Kred
5.374,86
3,63
3,93
1,00
41,06
9,94
5,23
112,13
5,21
11,61
0,75
8,81
3,40
16,79
-
14,16
0,27
25,42
20,06
118,10
9,74
77,77
143,37
4.742,48
14.640,22
39,07
49,25
64,95
118,49
19,19
250,71
65,25
277,72
63,14
95,48
22,23
126,09
43,97
2.171,63
39,16
163,26
175,89
338,26
117,46
666,73
58,28
573,02
795,05
8.305,94
81.295,01
216,48
188,73
425,64
314,05
20,03
785,04
244,34
2.081,81
294,34
754,08
107,92
1.076,52
841,47
2.245,09
653,78
715,30
1.214,01
5.276,60
528,72
8.692,52
660,79
6.067,88
5.565,35
42.327,62
JUMLAH I+II+III
Dalam Juta Rupiah
Lain-lain Jumlah III
III. LAIN-LAIN
Tabel 4.9 PEMBERIAN KREDIT BANK-BANK PEMERINTAH MENURUT DASWATI I (EXCL.KREDIT LANGSUNG BANK SENTRAL) UNTUK BULAN MARET 1969
77
16.795,53 2.330,97 3.493,37 342,11 5.766,12 147,59 470,47 201,86 192,60 1.045,00 315,58 150,14 58,24 16,52 77,70 24,60 141,37 53,04 182,84 37,95 187,39 85,07 51,00
32.167,06
1. Jakarta 2. Jawa Barat 3. Jawa Tengah 4. Yogyakarta 5. Jawa Timur 6. Aceh 7. Sumatera Utara 8. Sumatera Barat 9. Riau 10. Jambi 11. Sumatera Selatan 12. Lampung 13. Kalimantan Barat 14. Kalimantan Tengah 15. Kalimantan Selatan 16. Kalimantan Timur 17. Sulawesi Utara 18. Sulawesi Tengah 19. Sulawesi Selatan 20. Sulawesi Tenggara 21. Maluku 22. Bali 23. Nusa Tenggara Barat 24. Nusa Tenggara Timur
Jumlah
Sumber : Bank Indonesia
Bahan Pangan
DASWATI I
10.981,45
1.043,71 363,20 828,30 1.512,50 79,79 3.234,98 599,20 149,57 130,14 742,06 548,28 619,46 29,42 145,66 23,51 220,96 49,11 646,18 3,14 5,70 6,58
Barang Ekspor
15.484,60
13.604,62 952,97 584,49 109,92 136,78 2,12 23,83 39,78 0,77 10,57 1,00 0,12 1,24 0,20 3,63 5,91 6,54 0,11
Sandang
8.370,76
4.998,64 503,06 680,17 28,62 626,87 80,18 530,50 190,77 11,81 159,76 74,61 127,87 32,85 9,35 50,18 0,77 164,24 35,24 36,20 15,85 13,22 1,32
0,06 0,46 0,80 427,47
218,36 6,68 32,87 5,05 10,19 4,98 54,98 14,60 17,72 30,15 14,69 1,70 11,17 4,33 67.332,66
36.560,86 4.156,88 5.619,20 485,70 8.052,46 314,66 4.314,76 1.046,21 372,47 1.205,29 1.242,72 776,19 805,57 46,06 258,25 68,63 412,51 103,12 1.001,22 76,33 235,20 107,46 70,91
PerPerPrasarana Jumlah I industrian tambangan
I. PRODUKSI
11.055,35
1.375,36 111,26 486,35 9,64 1.340,93 187,62 1.006,62 350,22 248,35 257,47 897,31 388,42 632,07 86,01 580,41 353,37 1.752,23 138,58 260,82 223,48 131,34 62,85 174,64
Jumlah II
II. EKSPOR
7.653,93
2.248,06 661,17 718,93 84,01 817,40 129,12 417,88 128,34 144,69 57,57 287,13 44,69 178,00 20,96 117,51 95,80 323,73 138,55 615,92 48,72 172,37 83,65 65,70 54,03
Perdag.Dlm Negeri
1.550,42
1.550,42 -
Non Konsumsi
-
-
Konsumsi
7.873,04
1.337,11 828,46 829,75 243,31 951,98 140,50 510,73 154,04 162,75 57,57 442,39 47,87 196,62 21,63 150,44 102,47 595,59 157,28 630,28 191,53 66,18 54,56
17.119,69
5.175,59 1.489,63 1.548,68 327,32 1.769,38 269,62 929,61 282,38 307,44 115,14 729,52 92,86 374,62 43,59 267,95 198,27 919,32 295,83 1.246,20 48,72 172,37 275,18 131,88 108,59
95.606,41
43.111,81 5.757,77 7.654,23 822,66 11.162,77 771,90 6.249,99 1.678,81 928,26 1.577,90 2.869,55 1.257,47 1.812,26 174,66 1.106,61 620,27 3.084,06 537,53 2.508,24 48,72 472,19 641,72 302,19 354,14
JUMLAH I+II+III
Dalam Juta Rupiah
Lain-lain Jumlah III
III. LAIN-LAIN Imp.dg BE -Kred
Tabel 4.10 PEMBERIAN KREDIT BANK-BANK PEMERINTAH MENURUT DASWATI I UNTUK BULAN JUNI 1969
BAB V HUBUNGAN EKONOMI LUAR NEGERI DAN PERKEMBANGAN LALU LINTAS DEVISA 5.1. Pengaruh Kebijaksanaan Dalam Hubungan Ekonomi Luar Negeri Pada Perkembangan Lalu Lintas Devisa 1969/1970 Landasan pokok dari kebijaksanaan pemerintah dalam hubungan ekonomi luar negeri diarahkan
sedemikian
rupa
sehingga
dapat
mempertahankan
kemantapan
dalam
perekonomian melalui kebijaksanaan perdagangan luar negeri dan bantuan luar negeri. Dengan demikian lalu lintas devisa dapat lancar serta membantu kepada berhasilnya pembangunan. 5.1.1. Kebijaksanaan dalam Perdagangan Luar Negeri 1969 Landasan pokok dari kebijaksanaan dalam bidang ekspor adalah : a. memberikan kepastian berusaha kepada para usahawan eksportir; b. meningkatkan jumlah dan mutu dari produksi barang-barang untuk ekspor. ad. a. Untuk memberikan kepastian berusaha bagi para usahawan eksportir, maka sistim “overprice” dipertahankan. Penetapan “harga penjerahan” (HP) yang semula berubah-ubah terlalu sering, ditentukan hanya sebulan sekali, agar menambah iklim yang pasti bagi para eksportir. Penetapan kembali dari HP tersebut dilakukan bersama-sama dengan gabungan eksportir dan instansi-instansi lain. Untuk tahun 1969 overprice yang telah diterima (untuk golongan A maupun golongan B) oleh para eksportir diperkirakan berjumlah US$ 131 juta, sedangkan pada tahun 1968 berjumlah US$ 110 juta. ad. b. Untuk meningkatkan jumlah barang-barang ekspor, maka barang-barang ekspor golongan B telah mendapatkan perhatian yang besar dengan tidak mengabaikan barang-barang ekspor golongan A, yang memang masih merupakan 90% dari hasil seluruh ekspor Indonesia. Dalam pada itu perlu dikemukakan bahwa barang-barang ekspor Indonesia sudah cukup terkenal di pasar dunia, tetapi mutunya masih perlu ditingkatkan agar dapat lebih bersaing serta dapat mencapai harga yang lebih tinggi. Karena mutu tersebut belum memenuhi syarat-syarat internasional maka barang-barang ekspor Indonesia terpaksa dioleh di luar negeri. Untuk menanggulangi 78
keadaan yang demikian itu maka pemerintah telah mengambil kebijaksanaan “offensif operasionil”. Untuk karet misalnya kebijaksanaan offensif operasionil tersebut meliputi lima unsur : (1) Penyediaan kredit pembelian jangka pendek yang dikaitkan dengan usaha-usaha up grading dari mutu karet; (2) Kredit investasi berjangka menengah untuk rehabilitasi dan modernisasi remilling serta rumah-rumah asap yang ada; (3) Kredit investasi berjangka menengah untuk mendirikan “Crum-Rubber Plant” baru; (4) Penambahan alat transpor dan sarana-sarana produksi bagi petani produsen; (5) Pengolahan bahan-bahan remilling dari daerah-daerah yang kekurangan kapasitas unit-unit remilling ke daerah-daerah lain yang masih kelebihan kapasitas dari unit-unit remillinya. Tujuan dari pengarangan jenis pengolahan karena menjadi Crum Rubber adalah sebagai berikut : i. Mengembangkan teknologi modern dalam pengolahan karet; ii. Mengimbangi saingan dari karet synthetis, yang telah merebut 55% dari pemakaian karet dunia; iii. Meningkatkan mutu dan menjaga ketinggian mutu dari karet Indonesia, guna menjamin pasaran untuk karet Indonesia, melalui penetapan suatu Standard Indonesian Rubber (SIR) Dalam hubungan penjagaan ketinggian mutu, maka Balai Penelitian Perkebunan Bogor dan Medan telah ditugaskan sebagai National Testing Station, yang berhak mengeluarkan “Sertifikat Kualitas”. Di samping landasan pokok dari kebijaksanaan dalam bidang ekspor sebagaimana diuraikan di atas, maka prosedur ekspor juga disederhanakan. Perlu dikemukakan bahwa dalam tahun 1968 peningkatan ekspor adalah dengan mengurangi pajak ekspor dari 15% menjadi 5%, di samping pemberian “overprice”. Di dalam tahun 1969 suku bunga yang berlaku untuk produksi ekspor dan perdagangan ekspor diturunkan dari masing-masing 3-3½% dan 5% tiap bulan menjadi masing-masing 2¼% dan 2¼ - 2½% sebulan dalam September 1969.
79
Dari ekspor Indonesia, hanya kopi dan timah yang telah ditentukan kuotanya melalui International Commodity Agreement. Kuota ekspor secara triwulanan telah ditentukan oleh International Tin Council dalam bulan September 1968. Bagian Indonesia adalah 9,41% dari jumlah kuota yang ditentukan atau 4.040 ton, 3.575 ton, 3.645 ton, 3.716 ton dan 3.904 ton masing-masing untuk triwulan terakhir 1968 sampai triwulan terakhir 1969. Mengenai kopi maka kuota ekspor Indonesia kepada negara-negara anggota ICO (International Coffee Organization) di dalam tahun kopi 1968/1969 telah dinaikkan dari 64.100 ton menjadi 66.100 ton. Kuota untuk 1969/1970 telah ditentukan sebesar 67.980 ton. Ekspor kopi kepada negara-negara non kuota telah naik dari 6.500 ton dalam tahun 1967/1968 menjadi kurang lebih 42.100 ton dalam tahun 1968/1969. Hasil dari kebijaksanaan tersebut diatas tercermin dalam nilai ekspor dalam tahun 1969 yang lebih besar daripada nilai ekspor dalam tahun 1968. Berdasarkan perkembangan triwulan-triwulan yang telah lalu, maka diperkirakan ekspor tanpa minyak dalam tahun 1969 akan mencapai US$ 622 juta, di antaranya US$ 471 juta adalah dari golongan A dan US$ 151 juta dari golongan B, sedangkan dalam tahun 1968, ekspor tanpa minyak telah mencapai US$ 569 juta, di antaranya US$ 422 juta dari golongan A dan US$ 147 juta dari golongan B. Landasan pokok dari kebijaksanaan dalam bidang impor adalah : a. mengarahkan penggunaan devisa, melalui suatu sistim BE yang mencerminkan prioritas kebutuhan produksi dan konsumsi dalam negeri. b. Mengamankan setidak-tidaknya kebutuhan untuk produksi pangan, sandang dan lain-lain barang kebutuhan yang strategis untuk pembangunan. c. Mengimpor barang-barang kebutuhan yang belum dapat dipenuhi oleh aparat produksi di dalam negeri, dalam bentuk yang dapat menciptakan multiplier-effect kegiatan ekonomi di dalam negeri, misalnya dengan memasukkan barang-barang berbentuk CKD atau “complete knocked down”, untuk kemudian diassembling atau dikerjakan di dalam negeri. Pengarahan impor dilakukan melalui : i. Penyusunan suatu rencana/program operasional untuk : (a) bahan-bahan pokok yang masih dianggap perlu untuk diimpor dari luar negeri; (b) tepung terigu, kapas kasar, benang tenun; 80
(c) pupuk dan insectisida; (d) kertas koran ii. Kebijaksanaan tarif dan sistim kurs devisa berganda (“multiple exchange rate”), yang meliputi : penentuan daftar barang-barang yang boleh diimpor dengan BE dan DP; barang-barang yang hanya dapat diimpor dengan devisa pelengkap (DP), dan barang-barang yang dilarang diimpor, kesemuanya berdasarkan atas kriteria seperti berikut : (1) Sifat barangnya : barang-barang essensiil, kurang essensiil dan nonessensiil. (2) Memberikan dorongan yang aktif bagi perkembangan industri-industri dalam negeri (termasuk proteksi yang wajar). Pengaruh dari kebijaksanaan tersebut di atas tercermin dalam realisasi dari impor dalam tahun 1969. Dalam masa Januari s.d September 1969, impor barangbarang konsumsi mencapai US$ 148 juta, sedangkan dalam masa yang sama pada tahun 1968 impor barang-barang konsumsi mencapai US$ 269 juta; sebaliknya impor bahan baku dan barang modal dalam masa Januari s.d September 1969 mencapai US$ 386 juta, sedangkan dalam masa yang sama pada tahun 1968 impor bahan baku dan barang modal mencapai US$ 274 juta. Seirama dengan makin meningkatnya kegiatan-kegiatan pembangunan maka impor tanpa minyak untuk seluruh tahun 1969 diperkirakan akan meningkat dan mencapai US$ 886 juta, sedangkan dalam tahun 1968 hanya berjumlah US$ 751 juta. Dengan meningkatnya impor, maka pengeluaran jasa-jasa dalam tahun 1969 diperkirakan akan meningkat pula sampai mencapai US$ 183 juta (tanpa minyak), sedangkan pada tahun 1968 pengeluaran jasa-jasa berjumlah US$ 160 juta. 5.1.2. Kebijaksanaan Jasa Berhubungan Dengan Bantuan Luar Negeri dalam Tahun 1969 Salah satu fungsi dari bantuan luar negeri adalah menutup balance of payment gap dan memperbesar kapasitas impor dalam rangka kebutuhan untuk memasukkan barang dan bahan baku guna investasi untuk pembangunan nasional. Bagi Indonesia, maka fungsi dari bantuan luar negeri tidak saja untuk membantu neraca pembayaran luar negeri, tetapi juga untuk membantu kebutuhan anggaran pembangunan Pemerintah.
81
Di samping itu, sementara usaha produksi dan pengadaan bahan makanan masih belum mencukupi, serta pula untuk menjaga stabilitas harga bahan makanan, maka bantuan luar negeri untuk memasukkan bahan makanan merupakan unsur pelengkap yang penting pula. Pemerintah selalu berusaha memperoleh bantuan luar negeri dengan syaratsyarat yang lunak (bunga yang rendah dan pembayaran kembali dalam jangka waktu yang panjang), serta jenis bantuan yang dapat menghasilkan rupiah guna meningkatkan penerimaan negara. Jenis bantuan luar negeri dapat digolongkan sebagai berikut : (1)
Bantuan program, yang terdiri atas : kredit BE, grant BE, PL 480, Kennedy Round dan bantuan pangan lainnya;
(2)
Bantuan proyek ialah bantuan yang berbentuk proyek-proyek;
(3)
Bantuan teknis, yang berbentuk pendidikan, survey, penelitian, penyuluhan, dan sebagainya. Jumlah dan perincian bantuan luar negeri dapat dilihat pada Tabel 5.1 yang
menggambarkan besarnya commitment, persetujuan yang telah ditandatangani dan jumlah yang tersedia untuk dijual/dilaksanakan dalam masa Januari s.d. Oktober 1969. 5.1.3. Perkembangan Lalu Lintas Devisa 1969/1970 Pengaruh dari kebijaksanaan-kebijaksanaan seperti tersebut di atas tercermin pula dalam perkiraan lalu lintas devisa 1969/1970. Perkembangan ini perlu dikemukakan dalam rangka penyusunan perkiraan perkembangan lalu lintas devisa untuk 1970/1971, yang akan dibahas lebih lanjut dalam bagian 5.3. Ekspor tanpa minyak diperkirakan mencapai US$ 632 juta dalam tahun anggaran 1969/1970, yang merupakan kenaikan sebesar 11% di atas ekspor dalam tahun anggaran 1968. Ekspor keseluruhan (termasuk minyak) dalam tahun anggaran 1969/1970 diperkirakan akan mencapai US$ 1.001 juta atau 15% di atas seluruh ekspor dalam tahun anggaran 1968. Impor tanpa minyak dalam tahun anggaran 1969/1970 diperkirakan akan mencapai US$ 956 juta, yang berarti 27% di atas impor dalam tahun anggaran 1968. Impor yang diperlukan untuk perusahaan minyak diperkirakan akan naik ± 5% di atas tahun anggaran 1968.
82
Meskipun demikian neraca perdagangan dalam tahun anggaran 1969/1970 menunjukkan suatu defisit yang lebih kecil kalau dibandingkan dengan tahun anggaran 1968. Defisit pada Neraca Perdagangan dalam tahun anggaran 1969/1970 adalah sebesar US$ 39 juta, sedangkan dalam tahun anggaran 1968 adalah sebesar US$ 41 juta; dengan demikian ada penurunan defisit sebesar 5%. Pengeluaran untuk jasa-jasa akan meningkat sesuai dengan kenaikan impor. Dalam tahun anggaran 1969/1970 nerada jasa-jasa diperkirakan akan mengalami defisit sebesar US$ 367 juta, sedangkan dalam tahun anggaran 1968 defisit itu adalah sebesar US$ 305 juta, sehingga dengan demikian defisit neraca jasa-jasa diperkirakan naik dengan 20%. Kesemuanya itu menyebabkan bahwa transaksi berjalan dalam tahun anggaran 1969/1970 akan mengalami kenaikan defisit. Kalau dibandingkan dengan tahun anggaran 1968, maka defisit pada transaksi berjalan dalam tahun anggaran 1969/1970 diperkirakan akan meningkat dengan 54%. Defisit pada transasksi berjalan dalam tahun anggaran 1969/1970 diperkirakan dapat diimbangi dengan pemasukan modal dari sektor pemerintah maupun swasta. Pemasukan modal sektor pemerintah akan naik dengan 56% kalau dibandingkan dengan tahun anggaran 1968. Pemasukan modal sektor Pemerintah ini masih harus dikurangi dengan pembayaran/pencicilan hutang-hutang luar negeri. Dengan memperhitungkan pemasukan modal dari sektor swasta dan pembayaran kembali/pencicilan hutang-hutang luar negeri maka pemasukan modal netto dalam tahun anggaran 1968. Dengan pemasukan modal netto tersebut, maka defisit pada Neraca Pembayaran dapat ditekan sampai US$ 11 juta, yaitu US$ 3 juta defisit pada Neraca Pembayaran dalam tahun anggaran 1968 (yang berjumlah US$ 8 juta). 5.2. Kebijaksanaan dalam Hubungan Ekonomi Luar Negeri tahun 1970/1971 Mobilisasi sumber-sumber pembiayaan di dalam negeri adalah terbatas, terutama di dalam suatu jangka waktu yang pendek seperti dalam suatu tahun anggaran tertentu. Disamping itu, sumber-sumber pembiayaan dalam negeri yang dapat digali oleh Pemerintah dalam tahun anggaran 1970/1971 dapat dibuat perkiraannya relatif lebih mudah daripada sektor swasta. Terbatasnya sumber-sumber di dalam negeri di suatu pihak dan kebutuhan untuk membangun secepat mungkin di lain pihak, mendorong pemerintah untuk mengusahakan sumber-sumber pembiayaan tambahan yang berasal dari luar negeri. Oleh karena itu semua 83
kebijaksanaan dalam bidang hubungan ekonomi luar negeri berlandaskan tuuan-tujuan demikian. Pula perkiraan perangkaan di dalam anggaran devisa yang disusun dalam anggaran tahun 1970/1971 berdasarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan di dalam bidang hubungan ekonomi luar negeri dengan memperhatikan situasi moneter internasional yang mempengaruhi pada saat tersebut. Landasan pokok kebijaksanaan dalam hubungan ekonomi luar negeri ialah agar dalam rangka keseimbangan Neraca Pembayaran mengusahakan secara kontinu alat pembayaran luar negeri yang diperlukan sebagai tambahan untuk menutup kekurangan sumber-sumber di dalam negeri untuk pembiayaan pembangunan. Demikian pula kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk dapat mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah dan menjamin komposisi impor yang penting melalui kebijaksanaan impor dan kebijaksanaankebijaksanaan fiskal dan kredit lainnya akan tetap dilanjutkan. Kebijaksanaan dalam bidang ekspor untuk tahun anggaran 1970/1971 akan ditingkatkan lagi, sekurang-kurangnya akan mempertahankan hasl-hasil positif dari kebijaksanaan dalam tahun 1979/1970. Kebijaksanaan dalam bidang impor untuk tahun anggaran 1970/1971 akan pula melanjutkan pengarahan yang telah dimulai dalam tahun anggaran yang lalu, yaitu mendorong ke arah kegiatan-kegiatan yang produktif. 5.3. Perkiraan Perkembangan Lalu Lintas Devisa 1970/1971 Dalam memperkirakan neraca pembayaran tahun anggaran 1970/1971, gambaran dari perkembangan neraca pembayaran tahun anggaran 1969/1970 merupakan bahan perhitungan. Neraca Pembayaran 1970/1971 diperkirakan akan mengalami defisit dalam transaksi berjalan sebesar US$ 459 juta, yang berarti 13% lebih besar dari defisit dalam tahun anggaran 1969/1970. Defisit tersebut diperkirakan dapat ditutup dengan pemasukan modal netto sebesar US$ 459 juta, yang merupakan kenaikan sebesar 16% di atas pemasukan modal netto dalam tahun anggaran 1969/1970. Ekspor dalam tahun anggaran 1970/1971 diperkirakan akan mencapai jumlah US$ 1.113 juta, yang berarti kenaikan sebesar 11% di atas ekspor dalam tahun anggaran 1969/1970. Di antara jumlah ekspor ini, ekspor tanpa minyak berjumlah US$ 676 juta, atau 7% di atas ekspor dalam tahun anggaran 1970/1971. Sebaliknya impor dalam tahun anggaran 1970/1971 diperkirakan akan mencapai jumlah US$ 1.159 juta, yang merupakan kenaikan sebesar 11% di atas impor dalam tahun anggaran 1969/1970. Di antara jumlah tersebut termasuk impor tanpa minyak sebesar 84
US$ 1.059 juta, yang berarti kenaikan sebesar 12% di atas impor dalam tahun anggaran 1969/1970. Dengan demikian maka Neraca Perdagangan dalam tahun anggaran 1970/1971 diperkirakan akan mengalami defisit sebesar US$ 46 juta atau 17% di atas defisit dalam Neraca Perdagangan dalam tahun anggaran 1969/1970. Dengan defisit pada neraca jasa-jasa sebesar US$ 413 juta, maka transaksi berjalan diperkirakan akan mengalami defisit sebesar US$ 459 juta, yang sebagaimana telah disebut di atas akan diusahakan untuk menutupnya dengan pemasukan modal netto. Pemasukan modal dari sektor pemerintah diperkirakan sebesar US$ 480 juta, yang terdiri atas progran aid sebesar US$ 340 juta dan project aid sebesar US$ 140 juta. Pemasukan modal dari sektor pemerintah tersebut masih harus dikurangi dengan pembayaran kembali/pencicilan hutang-hutang luar negeri yang berjumlah US$ 84 juta. Dengan memperhitungkan pemasukan modal dari sektor swasta sebesar US$ 63 juta, pemasukan modal dari sektor pemerintah sebear US$ 480 juta serta dikurangi dengan pembayaran kembali hutang-hutang luar negeri, maka tercapailah angka US$ 459 juta seperti tersebut di atas, yang dapat menutup defisit pada neraca pembayaran tahun anggaran 1970/1971. Tabel 5.1. BANTUAN LUAR NEGERI 1969 s.d 31 Oktober 1969 Dalam Ribuan US$ NEGARA
COMMITMENT
Proyek
B.E
P.L 480
PERSETUJUAN TELAH DITANDATANGANI
K. R
Jumlah
1. Australia
3.249
7.042
-
5.686
15.977
2. Belgia
1.000
1.200
-
518
2.718
3. Perancis
6.302
6.302
-
1.088
4. Jerman Barat *)
13.661
13.661
-
5. Amerika Serikat
31.300
44.000
140.200
Proyek
B.E
P.L 480
K. R
TERSEDIA UNTUK DIJUAL/DILAKSANAKAN
Jumlah
Proyek
B.E
P.L 480
K. R
Jumlah
3.249
7.042
-
5.686
15.977
3.249
2.464
-
878
6.591
-
1.200
-
518
1.718
-
1.200
-
518
1.718
13.692
6.302
6.302
-
1.088
13.692
-
-
-
1.088
1.088
1.261
28.583
13.661
13.661
-
1.261
28.583
-
-
-
1.261
1.261
16.000
231.500
6.300
44.000
79.250
16.050
145.600
6.300
25.000
79.250
16.050
126.600
900
1.800
-
-
-
1.850
1.850
-
-
-
1.850
1.850
4.800
-
4.200
-
-
4.200
-
4.200
-
-
10.000
18.055
-
689
28.744
-
10.635
-
120.000
6. Canada
900
-
-
7. Inggris
600
4.200
-
-
8. Nederland
10.000
18.055
-
1.945
30.000
9. Jepang
55.000
55.000
-
10.000
120.000
55.000
55.000
-
10.000
-
55.000
-
-
55.000
10. I D A
86.000
-
-
-
86.000
46.000
-
-
-
46.000
46.000
-
-
-
46.000
11. Denmark
4.000
-
-
-
4.000
4.000
-
-
-
4.000
4.000
-
-
-
4.000
12. Italia
-
-
-
1.000
1.000
-
-
-
-
-
-
-
-
13. New Zealand 14. A D B
13.432
-
-
-
560 13.432
3.432
-
-
-
3.432
3.432
-
-
-
3.432
554.062
147.944
79.250
37.383
414.829
62.981
98.499
79.250
22.334
225.444
560 150.020
140.200
38.398
149.460
241
241
4.200 689
11.324
263.064
Sumber : Departemen Keuangan *) Berdasarkan Kurs US$ 1 = DM 3,66
85
Tabel 5.2 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA TAHUN ANGGARAN 1969/1970 DAN PERKIRAAN TAHUN 1970/1971 (Dalam jutaan US$) Transaksi
1968
1969/1970
1970/1971
A. Barang dan Jasa 1. Ekspor (minyak) (tanpa minyak)
872 303 569
1.001 369 632
1.113 437 676
2. Impor (minyak) (tanpa minyak)
-831 -80 -751
-1.040 -84 -956
-1.159 -100 -1.059
-41
-39
-46
3. Jasa-jasa (minyak) (tanpa minyak)
-305 -145 -160
-367 -175 -192
-413 -198 -215
Transaksi Berjalan
-264
-406
-459
65 266 -75
39 414 -58
63 480 -84
256 -8
395 -11
459 0
C. Selisih yang tak diperhitungkan
-4
-7
0
D. Lalu lintas Moneter 1. IMF Position 2. Kewajiban jangka pendek netto (kenaikan +) 3. Cadangan Devisa (penurunan +)
12 15
Neraca Perdagangan
B. Lalu lintas Modal dan Transfer 1. Swasta 2. Pemerintah 3. Pembayaran kembali hutang-hutang Pemasukan Modal (netto) Jumlah A + B
-3 -
) ) ) ) )
18
18 -
Sumber : Bank Indonesia
86
BAB VI PRODUKSI DALAM TAHUN 1970/1971 6.1. Pendapatan Nasional Angka-angka resmi pendapatan nasional Indonesia untuk tahun akhir-akhir ini tidak tersedia yang dapat menunjukkan gambaran yang jelas mengenai perkiraan pertumbuhan ekonomi. Data statistik untuk produksi dan perdagangan dalam negeri yang menjadi landasan untuk perhitungan pendapatan nasional (GNP) pada umumnya tidak lengkap dan kurang up to date. Meskipun demikian untuk tahun 1967 dan 1968 dapat diperkirakan pendapatan nasional dalam arti riil telah menunjukkan kenaikan yang sedang sebagai akibat pertambahan produksi bidang pertambangan dan kehutanan bersamaan dengan perbaikan di bidang pertanian terutama beras. Begitu pula perkembangan di bidang ekspor menunjukkan suatu kenaikan. Diharapkan perkembangan ini akan meningkat untuk tahun-tahun selanjutnya. 6.2. Sektor Pertanian a. Bahan Makan Utama Produksi bahan makanan merupakan urang lebih 2/3 dari seluruh produksi sektor pertanian di mana produksi beras merupakan hasil yang paling utama. (i) Beras Seperti telah dimuat di dalam Bab Umum, angka-angka realisasi produksi tahun 1969/1970 menurut perkiraan akan dapat dicapai bahkan ada kemungkinan akan sedikit terlampaui. Berhasilnya usaha-usaha untuk mempertahankan target tersebut adalah berkat usaha-usaha yang dilancarkan Pemerintah dalam mengefektifkan usaha-usaha intensifikasi prodksi padi dengan memberi bimbingan dan menganjurkan kepada petani-petani pemakaian bibit unggul, pupuk dan pemberantasan hama. Sedangkan usaha-usaha perbaikan prasarana-prasarana tetap pula ditingkatkan selain daripada proyek pengairan Jatiluhur yang kini telah mulai didayagunakan. Dalam tahun 1969 tidak dapat dilupakan bahwa faktor iklim turut pula membantu peningkatan produksi padi. Oleh Pemerintah ditetapkan program peningkatan produksi padi musim tanam Oktober 1969 – Maret 1970 untuk sejumlah areal 2.225.020 Ha sawah yang tersebar di seluruh Nusantara. Peningkatan produksi diusahakan denan cara 87
intensifikasi melalui proyek-proyek yang diklassifisir dalam Bimas, Bimas Baru, Bimas Baru yang disempurnakan, Bimas Gotong Royong, Bimas Baru Gotong Royong, Inmas dan Inmas Baru. Masing-masing proyek itu ditentukan dengan cara tersendiri mengenai penyediaan pupuk dan alat-alat pertanian serta kredit-kredit untuk petani dan pemakaian benihbenih tertentu dan sebagainya sesuai dengan keadaan pertanian setempat dan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan pengalaman-pengalaman maka dalam pelaksanaan program-program Bimas/Inmas yang akan datang Pemerintah akan lebih memperhatikan faktor-faktor penyediaan pupuk, benih dan obat-obat hama bagi petani tepat pada waktunya. Pemberian kredit bagi petani di atur sedemikian rupa sehingga tidak menghambat usaha-usaha petani. Disamping itu bimbingan bagi petani-petani akan lebih diintensifkan pula. Sasaran produksi beras tahun 1970/1971 dalam rangka PELITA adalah sebesar 11.430.000 ton. Dengan usaha-usaha intensifikasi seperti diuraikan di atas yang pelaksanaannya akan dilanjutkan dalam tahun 1970/1971 dan disesuaikan dengan perkembanganperkembangan
keadaan
target
tersebut
diharapkan
akan
dapat
dicapai.
Perkembangan realisasi produksi beras sampai dengan tahun 1969 dan target-target REPELITA 1969/1970 s.d. 1973/1974 dapat terlihat dalam tabel berikut. Tabel 6.1 PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN TARGET PRODUKSI BERAS 1961-1973/1974 Tahun
Produksi (dlm juta ton)
Realisasi 1) 1960 1961 1962 1963 1964 1965 1966 1967 1968 I/1969
7,950 8,536 7,628 8,420 8,840 9,137 9,324 10,683 8,243
Target 2) 1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74
10,52 11,43 12,52 13,81 15,42
Persentase Pertambahan Produksi
+ + + + + +
7,62 10,84 10,38 4,28 3,35 2,15 14,57
+ + + +
8,65 9,50 10,30 11,60
Sumber : 1) 1961 s.d 1967 BPS 1968 ) I/1969 ) Departemen Pertanian 2) Buku Repelita
88
(ii) Palawija dan hortikultura Perkembangan produksi palawija dan hortikultura adalah dapat terlihat seperti dalam tabel berikut : Tabel 6.2 PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN TARGET PRODUKSI PALAWIJA DAN HORTIKULTURA 1961-1973/1974 (jutaan ton) Ketela pohon + rambat Produksi
Jagung
Kacang-kacangan
Produksi
Produksi
Realisasi 1) 1961 1962 1963 1964 1965 1966 1967 1968 I/1969
2,283 3,243 2,359 3,769 2,361 3,220 2,960 2,693 1,252
0,678 0,658 0,584 0,653 0,640 0,638 0,605 0,584 0,285
13,654 15,066 14,590 16,154 15,655 15,625 15,080 11,745 4,563
Target 2) 1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74
3,37 3,51 3,70 3,94 4,23
0,95 0,99 1,08 1,21 1,40
15,66 16,00 16,35 16,71 18,09
Tahun
Hortikultura (sayursayuran + buah-buahan) Produksi 8,30 8,70 9,30 10,20 11,20
Sumber : 1) 1961 s.d 1967 BPS 1968 ) I/1969 ) Departemen Pertanian 2) Buku Repelita
b. Perkebunan Perkembangan hasil-hasil dan target-target produksi utama perkebunan besar dan rakyat selama beberapa tahun terakhir adalah sebagai terlihat dalam tabel-tabel berikut :
89
Tabel 6.3 PRODUKSI HASIL-HASIL UTAMA PERKEBUNAN NEGARA (dalam 1.000 metric ton) Tahun Realisasi 1) 1960 1961
Palm Oil + Palm Kernel
Karet
-
229
1962
217
1963
216
1964
232
1965
228
1966
210
1967
215
1968
102
3)
49,6
3)
Tehe
Kopi
Gula
-
-
-
146 34 141 33 148 33 161 34 157 32 159 31 171 35
43
19
651
47
12
585
39
18
650
46
7
649
47
20
776
43
12
612
32
18
663
122
30
7,2
525
50 11
31
2,3
236
172 41 199 50 220 55 246 61 275 68
39,5
11,1
677
40
8,0
761
40,5
10,9
788
42
7,5
862
43
11,7
907
24 I/1969 Target 2) 1969/70
104
1970/71
107
1971/72
114
1972/73
121
1973/74
132
Sumber : 1) 1961 s.d 1967 BPS 1968 1969 Departemen Pertanian 2) Buku Repelita 3) Tidak termasuk perkebunan swasta besar
90
Tabel 6.4 PRODUKSI HASIL-HASIL UTAMA PERKEBUNAN RAKYAT, 1961 - 1968 (dalam 1.000 metric ton) Tahun
Kopra
Kopi
Lada
1961
476
89
24
-
37
1.361
1962
496
99
62
-
37
1.387
1963
490
127
66
-
39
1.379
1964
500
80
65
-
41
1.193
1965
510
92
60
-
42
1.249
1966
528
107
68
-
42
1.350
1967
530
117
74
-
46
1.320
1968
512
143
46
61
1.275
Realisasi
Tembakau
The
Karet
1)
42
Sumber : 1) 1961 s.d 1967 BPS 1968 Departemen Pertanian
Sektor perkebunan memegang peranan penting, karena hasil-hasil perkebunan merupakan hasil-hasil ekspor yang menjadi sumbe devisa bagi negara. Dalam tahun-tahun yang lalu devisa yang berasal dari ekspor hasil-hasil perkebunan hampir mencapai 70% dari seluruh penerimaan devisa. Dalam sektor perkebunan baik perkebunan besar maupun rakyat kebijaksanaan Pemerintah terutama diarahkan kepada usaha-usaha peremajaan tanaman-tanaman tua dan mengadakan investasi-investasi baru untuk perluasan areal tanaman-tanaman baru dengan benihbenih unggul dan cara-caran penanaman baru yang lebih efisien. Usaha-usaha penyuluhan bagi petani-petani rakyat digiatkan baik untuk mempertinggi produktivitas dan daya tanam rakyat maupun memperbaiki tata cara pemasaran hasil-hasil. Dalam rangka usaha-usaha peremajaan dan perluasan perkebunan-perkebunan negara dalam REPELITA ditentukan target peremajaan tahun 1970/1971 untuk beberapa jenis tanaman seperti tertera dalam tabel di bawah ini. Tabel 6.5 RENCANA PEREMAJAAN, KONVERSI, PERLUASAN PERKEBUNAN NEGARA TAHUN 1970/1971 Peremajaan (Ha) Karet
8.700
Kelapa Sawit
Konversi 1.480 6.800
Perluasan 2.220
1)
Sumber : Buku Repelita 1) Jumlah peremajaan, konversi dan perluasan
Biaya (juta Rp) 1.360 835
91
Sasaran produksi khusus dalam tahun 1970/1971 dari sektor perkebunan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 6.6 LUAS AREAL PRODUKTIF, PRODUKSI DAN PERTAMBAHAN PRODUKSI PERKEBUNAN NEGARA 1970/1971 DARI BEBERAPA JENIS HASIL Luas areal produktif
Produksi (ton)
Karet Kelapa sawit
154.000 59.474
109.000 148.686
Tehe Gula Kopi Tembakau Kopra
……… 78.000 18.570 3.065
87.000 1) 761.000 7.988 9,82 1.100
Pertambahan (%) produksi 4,81 21,86 1,75 ……… 7,14 1,24 0
Sumber : Buku REPELITA 1) Termasuk produksi perkebunan rakyat sebear 47.000 ton
b. Kehutanan Di bidang kehutanan terlihat bahwa di dalam tahun 1967 dan 1968 terjadi kenaikan hasil kayu yang sangat besar dari 1.983 ribu metric ton menjadi 3.828 ribu metric ton. Diperkirakan bahwa di dalam tahun 1969 hasil tersebut akan lebih meningkat lagi menjadi 5.200 metric ton. Tabel 6.7 PRODUKSI BEBERAPA HASIL KAYU-KAYUAN HUTAN 1966- 1969 (dalam ribuan metric ton) Kayu 1. Logs dan kayu grajen 2. Kayu bakar 3. Arang
1966
1967
1968
1969
1.983 1.161 363
2.853 1.133 364
3.828 1.105 366
5.200 *) -
Sumber : Departemen Pertanian *) Angka-angka taksiran
92
6.3. Sektor Perindustrian Gambaran tentang perkembangan produksi dalam tahun 1970/1971 dari sektor perindustrian dapat diberikan untuk beberapa hasil tertentu seperti sandang dan beberapa industri kimia sebagai berikut : a. Sandang Di dalam Bab Umum telah dimuat angka-angka realisasi sementara pengadaan dan produksi tekstil yang mana diperkirakan akan mencapai jumlah produksi ±108.478.750 m selama triwulan-triwulan I dan II tahun 1969/1970. Adapun target produksi 1969/1970 adalah sebesar 450 juta meter. Menurut perkiraan Departemen Perindustrian taksasi produksi tahun 1969 akan mencapai jumlah ±419.125.000 m di mana pada bulan-bulan terakhir tahun 1969 diharapkan produksi akan meningkat sesuai dengan keadaan permintaan. Kebijaksanaan dalam industri sandang telah diarahkan pada persediaan yang cukup untuk kapas dan benang tenun baik berasal dari produksi dalam negeri maupun dari impor. Di dalam bidang produksi sandang ini oleh Pemerintah telah diberikan berbagai macam fasilitas-fasilitas antara lain subsidi kepada kapas kasar dan benang tenun, penerimaan MPO dan pemberian proteksi. Sasaran produksi tahun 1970/1971 untuk sandang adalah sejumlah 575 juta meter tekstil dengan kebutuhan kapas sejumlah 260 bale (1bale kapas = 500 lbs) dan benang impor sejumlah 206 bales (1 bale benang = 400 lbs). Untuk mencapai kenaikan produksi tersebut, kebijaksanaan diarahkan pula pada perluasan perusahaan pemintalan, pertenunan, dan perajutan di dalam negeri di samping usaha-usaha pencukupan spareparts untuk rehabilitasi unit-unit produksi yang ada. b. Industri Kimia Hasil-hasil produksi industri seperti semen, kertas dan pupuk urea, menurut angkaangka realisasi 1969 yang disajikan dalam Bab Umum memberikan harapan bahwa target 1969/1970 akan tercapai. Khusus mengenai semen, maka untuk menjaga kestabilan harganya masih perlu dipertahankan kebijaksanaan impor untuk mengatasi kekuarangan persediaan yang sewaktu-waktu dapat terjadi kekurangan. Demikian pula halnya dengan kebijaksanaan pengadaan pupuk yang dalam masa pembangunan dengan titik sentral bidang pertanian sekarang merupakan landasan kebijaksanaan penting. Pupuk produksi dalam negeri belum mencukupi sehingga masih diperlukan import pupuk. Dalam pada itu direncanakan untuk memperluas 93
pabrik pupuk PN Pusri di Palembang sehingga akan tercapai kapasitas yang dapat memenuhi target-target produksi pembangunan. Unit-unit perluasan ini diharapkan sudah akan memberi hasil pertambahan produksi dalam tahun 1972. 6.4. Sektor Pertambangan Dalam tahap permulaan dari REPELITA kegiatan-kegiatan di sektor pertambangan lebih banyak tertuju pada usaha-usaha penelitian, eksplorasi dan lebih lanjut pendekatan pada pengadaan kerjasama dengan pengusaha-pengusaha dan ahli-ahli luar negeri untuk mencari landasan-landasan fisik maupun finansial dalam sektor ini. Usaha-usaha demikian dilakukan dalam hal tambang minyak bumi maupun timah, bauksit, nikkel, mangan, emas dan perak. Dari kegiatan-kegiatan yang ada sekarang terlihat banyaknya pengusahapengusaha yang berminat akan berusaha di bidang pertambangan. Khusus mengenai hasil minyak bumi, angka-angka produksi tahun-tahun terakhir seperti dimuat dalam Bab Umum menunjukkan kenaikan-kenaikan yang melonjak bila dibandingkan angka-angka realisasi semester I/1969 dengan semester I/1967 dan semester I/1968. Usaha dan kebijaksanaan Pemerintah di bidang perminyakan yang pokok adalah untuk mendapatkan cadangan-cadangan dan lapangan-lapangan baru sebagai pengganti yang kini dan tengah diambil hasilnya. Dalam usaha eksplorasi dan eksploitasi ini, Pemerintah membuka kesempatan kerja sama dengan perusahaan asing umumnya untuk daerah lepas pantai (off shore). Di samping itu usaha dan kebijaksanaan diarahkan pula ketujuan memperluas pasaran ekspor minyak di luar negeri. Produksi hasil pertambangan dapat dilihat dari tabel di bawah ini : Tabel 6.8 HASIL-HASIL PERTAMBANGAN 1966-1969 (dalam ribuan metric ton) Hasil-hasil Tambang
Tahun 1969 3)
1966
1967
1968
170,7
186,2
219,9
72,7
75,8
116,0
3. Timah
12,8
13,8
16,9
8,6
4. Bauxit
701
912
879
317
5. Batu bara
320
208
175
108
6. Nikkel
117
172
262
122
1. Minyak bumi 2. Gas bumi
2)
1)
56,1 -
Sumber : Departemen Pertambangan 1) Dalam jutaan British Barrels 2) Dalam jutaan mega cubic feet 3) s.d. bulan Maret
94
Lampiran 1 RENCANA PENERIMAAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1970/1971 ( x Rp 1 juta ) JENIS PENERIMAAN I. Penerimaan Rutin A. Pajak Langsung 1. Pajak Pendapatan 1.1. Buruh 1.1.1. Dalam Rupiah 1.1.2. Dalam Valuta Asing 1.2. Usahawan 1.2.1. Kohir 1.2.2. MPS 2. Pajak Perseroan 2.1. Perusahaan Negara 2.1.1. Kohir 2.1.2. MPS 2.2. Perusahaan Swasta 2.2.1. Kohir 2.2.2. MPS
JUMLAH PENERIMAAN 320.583 117.120 13.250 6.750 4.750 2.000 6.500 1.400 5.100 21.250 11.750 750 11.000 9.500 750 8.750
3. Pajak Perseroan Minyak
61.470
4. MPO 4.1. Ditjen Pajak 4.2. Ditjen Bea dan Cukai
20.900 17.000 3.900
5. Lain-lain B. Pajak Tidak Langsung 1. Pajak Penjualan 2. Pajak Penjualan Impor 3. Cukai 3.1. Cukai Tembakau 3.2. Cukai Gula 3.3. Cukai Bir 3.4. Cukai Alkohol Sulingan 3.5. Cukai Minyak Tanah 4. Bea Masuk 5. Pajak Devisa Ekspor 6. Penerimaan Minyak Lainnya 7. Lain-lain
250 200.810 19.000 19.500 39.460 36.720 2.400 180 160 p.m 78.000 7.000 33.600 4.250
C. Penerimaan Non-Tax II. Penerimaan Pembangunan 1. Kredit Luar Negeri 2. Bantuan Proyek JUMLAH
2.653 124.316 78.676 45.640 444.899
95
DASAR PERHITUNGAN PENERIMAAN NEGARA DI DALAM RAPBN 1970/1971 (x Rp 1 juta) I. PENERIMAAN RUTIN A. PAJAK LANGSUNG 1. Pajak Pendapatan 1.1. Pajak Pendapatan Buruh 1.1.1. Dalam Rupiah Asumsi-asumsi : (1) Batas minimum kena pajak akan dinaikkan menjadi dua kali, yang mengakibatkan turunnya penerimaan pajak dengan ± 40% (2) Adanya kemungkinan kenaikan gaji/upah (3) Bertambahnya kesempatan bekerja sebagai akibat penanaman modal asing, modal dalam negeri dan pelaksanaan PELITA (4) Ditingkatkannya intensifikasi pemungutan. Dengan asumsi-asumsi tersebut diperkirakan bahwa untuk tahun 1970/1971 akan diterima sebagai berikut : Realisasi penerimaan tahun 1969/70 diperkirakan sebear 5.665, dimana untuk tahun pajak 1969 saja sebesar 5.500,Unsur-unsurnya :
320.583 117.120 13.250 6.750 4.750
a) Penyetoran bulanan tahun 1970/1971 sebagai akibat dari dinaikkannya batas minimum kena pajak maka realisasi bulanan yang akan diterima hanya tinggal 60% x 5.665 = 3.399,b) Hasil verifikasi atas penyetoran tahun 1969 diperkirakan 15% x 5.500 = 825,c) Sebagai akibat dari pada asumsi (2), (3) dan (4) diatas, maka diperkirakan tambahan penerimaan sebesar 15% x 60% x 5.665 = 510,-. Jadi jumlah semua = 3.399 + 825 + 510 = 4.734 atau dibulatkan 4.750,1.1.2. Dalam Valuta Asing Asumsi-asumsi : (1) Akan diturunkannya tarif (2) Penambahan jumlah WP (wajib pajak) sebagai akibat penanaman modal asing.
2.000
96
(3) Ditingkatkannya intensifikasi pemungutan (4) Penertiban pembayaran Penerimaan dalam tahun 1970/1971 diperkirakan sebagai berikut : Penyetoran bulanan dalam tahun 1969/1970 rata-rata tiap bulan sebesar US$ 350.000 akibat asumsi-asumsi (1) s.d (4) di atas diharapkan penerimaan tiap-tiap bulan menjadi $ 450.000 atau dalam 1 th = $ 5.400.000,Jadi penerimaan 1970/1971 menjadi $ 5.400.000 @ 370 = 1.998 atau dibulatkan = 2.000,1.2. Pajak Pendapatan Usahawan 1.2.1. Menurut cara lama (kohir) Unsur-unsurnya : a) Tunggakan-tunggakan lama b) Verifikasi MPS 1968 dengan penagihan cara lama (kohir) c) Verifikasi MPS 1969 dengan penagihan cara lama (kohir)
6.500 1.400
ad (a) : - Tunggakan 1-4-69 = 4.231 Tambahan perampungan th pajak '67 ke bawah diperkirakan tidak ada lagi. Jumlah tunggakan = 4.231 - Diterima dalam th 69/70 diperkirakan 1.181, Sisa tunggakan 14-1970 …. 3.050. Diperkirakan dalam tahun 1970/71 dapat ditagih 10% = 305,ad (b) : Dalam APP (Anggaran Penerimaan Pajak) 1969/70 hasil verifikasi MPS 1968 yang ditagih menurut cara lama, akan ada tambahan yang dapat ditagih dalam tahun 1969/70 sebesar 1.200,Kelihatannya jumlah yang dapat ditagih dalam tahun tersebut baru sebesar 400, sehingga sisanya 800, akan dapat ditagih dalam tahun 1970/1971. ad ( c) : Realisasi MPS dalam tahun 1969 diperkirakan = 2.750,- Realisasi MPO diperkirakan sebesar 12.700 dan 20% adalah PPd. Usahawan = 2.540. Jumlah pembayaran PPd Usahawan …. 5.290,-
97
Akibat sudah ditingkatkannya intensifikasi pemungutan dan ditertibkannya pemasukan Spt akhir 1969, diperkirakan yang diterima th 1970/71 hanya 5% lagi, atau 5% x 5.290 = 265,-. Jadi jumlah seluruhnya - 305 + 800 + 265 = 1.370 atau dibulatkan menjadi 1.400,1.2.2. Menurut cara baru (MPS) Asumsi-asumsi : (1) Peningkatan intensifikasi pemungutan (2) Peningkatan kegiatan produksi dan ekonomi akibat penanaman modal asing, modal dalam negeri dan pelaksanaan PELITA. Unsur-unsurnya : (a ) Setoran tambahan Spt akhir th 1969 yang diterima dalam tahun 1970/1971. (b) Setoran MPS Masa 70/71. ( c) Hasil intensifikasi (d) Setoran tambahan Spt. Akhir tahun 1970 yang diterima dalam tahun 1970/1971.
5.100
ad (a) : Penyetoran tambahan sukarela atas Spt akhir 1969 diperkirakan sebesar 20% dari jumlah pajak yang sudah dibayar dalam tahun tersebut yaitu 20% x 5.290 = 1.058, dan diharap masih dapat diterima dalam tahun 1970/71 sebesar 60% atau sebesar 635,ad (b) : Setoran MPS Masa dalam tahun 1970/71 diusahakan menjadi sebesar penyetoran bulanan dalam tahun 1969/70 ditambah lagi dengan hasil penyetoran tambahan Spt akhir tahun 1969, yaitu 2.750 + 1.058 = 3.808,ad ( c) : Akibat ditingkatkannya internsifikasi pemungutan maka diharapkan penambahan penerimaan penyetoran bulanan sebesar 5% dari MPS dalam tahun 1969/70, yaitu 5% x 2.750 = 265,ad (d) : Jumlah PPD Usahawan mengenai tahun pajak 1970 yang akan diterima ialah :
98
- Setoran masa = 3.808 - 20% dari MPO : 20% x 17.000 = 3.400 Jumlah : 7.208 Setoran tambahan Spt akhir 1970 sebagai akibat intensifikasi pemungutan dan pengawasan yang sudah lebih ditingkatkan dalam tahun 1970/71, diperkirakan hanya sebesar 12½ % saja lagi. Dari jumlah tersebut 40% diperkirakan diterima dalam tahun 1970/71 (Sisanya dalam tahun 1971/72) atau = 40% x 12½% x 7.208 = 360,Sehingga jumlah semua menjadi = 635 + 3.808 + 265 + 360 = 5.068, atau dibulatkan = 5.100,2. Pajak Perseroan 2.1. Perusahaan Negara 2.1.1. Menurut cara lama (kohir) Unsur-unsurnya : (a) Tunggakan lama (b) Verifikasi MPS 1968 dengan penagihan menurut cara lama (kohir) ( c) Verifikasi MPS 1969, dengan penagihan menurut cara lama (kohir) ad (a) : - Tunggakan 1-4-69 = 930 - Tambahan perampungan th pajak 67 ke bawah diperkirakan sebesar = 500 Jumlah : 1.430 - Diperkirakan dapat ditagih dalam tahun 1969/70 dari jumlah tersebut sebesar = 900. Sisa 1-4-1970 = 530. Ditagih dalam tahun 1970/71 diperkirakan ± 25% atau sebesar 132,ad (b) : Dalam APP 1969/70 telah diperkirakan dari verifikasi MPS 1968 akan diterima sebesar 400,Kelihatannya jumlah yang mungkin tertagih dalam tahun tersebut baru 300. Sisanya yang 100 diharapkan dapat ditagih dalam tahun 1970/71. ad (c ) : Jumlah pajak th 1969 yang akan diterima diperkirakan sebagai berikut: - MPS Masa = 8.000 dari MPO 20% x 12.700 = 2.540 Jumlah : 10.540
21.250 11.750 750
99
Tambahan verifikasi yang ditagih menurut cara lama diperkirakan dapat diterima dalam th 1970/71 sebesar 5%, atau 5% x 10.540 = 527,Jumlah semua menjadi : 132 + 100 + 527 = 759 atau bulat 750. 2.1.2. Menurut cara baru (MPS) Unsur-unsurnya : (a) Penyetoran tambahan Spt akhir MPS tahun 1969. (b) MPS Masa 1970/71. ( c) Penyetoran tambahan Spt akhir MPS tahun 1970.
11.000
ad (a) : Penyetoran tambahan Spt akhir MPS 1969 yang diterima dalam tahun 70/71 diperkirakan 10% dari jumlah yang sudah dibayar, yaitu 10% x 10.540 = 1.054,ad (b) : Asumsi-asumsi : (1) Reorganisasi PN-PN mengakibatkan peningkatan aktivitasnya. (2) Peningkatan disiplin membayar pajak (3) Peningkatan kegiatan produksi dan ekonomi lainnya sebagai akibat pelaksanaan PELITA, penanaman modal asing dan modal dalam negeri. Realisasi MPS Masa 1970/71 diharapkan sama dengan realisasi MPS Masa 1969/70 ditambah dengan setoran tambahan Spt akhir MPS 1969, yaitu sebesar 8.000 + 1.054 = 9.054. Akibat dari asumsi-asumsi (1) s.d (3) di atas diharapkan adanya penambahan realisasi MPS Masa 1970/71 sebesar 10% atau 10% x 9.054 = 905. Jadi MPS Masa 1970/71 = 9.054 + 905 = 9.959,ad (c ) : Setoran tambahan Spt akhir MPS 1969 berjumlah nol (0), karena diperkirakan baru akan diterima dalam tahun 1971/1972. Jumlah penerimaan MPS 1970/71 ialah sebesar 1.054 + 9.959 = 11.013 atau dibulatkan 11.000,-
100
2.2. Perusahaan Swasta 2.2.1. Menurut cara lama (kohir) Unsur-unsurnya : (a) Pencairan tunggakan th pajak 1967 dan sebelumnya (b) Verifikasi MPS 1968 yang ditagih menurut cara lama (c ) Verifikasi MPS 1969 yang ditagih menurut cara lama. ad (a) : - Tunggakan 1-4-69 = 1.316 - Tambahan perampungan th pajak 1967 dan sebelumnya diperkirakan = 700. Jumlah : 2.016 - Diperkirakan diterima dalam th 69/70 sebesar = 700. Sisa 1-4-1970 = 1.316 Dapat diterima dalam tahun 1970/71 ± 25% = 329 ad (b) : Dalam APP 1969/1970 tambahan verifikasi yang dapat ditagih telah diperkirakan sebesar 1.200. Dari jumlah tersebut diperkirakan hanya 2/3 saja yang dapat direalisir yaitu = 800. Dari jumlah ini diterima dalam th 1969/70 diharapkan sebesar 600, dan sisanya 200 akan diterima dalam th 1970/71. ad (c ) : Pembayaran pajak th 1969 diperkirakan : - MPS = 3.600 - 60% dari MPO, 60% x 12.700…. = 7.620 Jumlah = 11.220 Tambahan verifikasi yang ditagih menurut cara lama, akibat penertiban setoran tambahan Spt akhir MPS 1969, diperkirakan hanya 2% saja lagi, yaitu 2% x 11.220 = 224. Jumlah semua menjadi 329 + 200 + 224 = 753 atau bulat 750. 2.2.2. Menurut cara baru (MPS) Asumsi-asumsi : (1) Peningkatan intensifikasi pemungutan dan pengawasan (2) Peningkatan produksi dan kegiatan ekonomi lainnya sebagai akibat penanaman modal asing, modal dalam negeri dan pelaksanan
9.500 750
8.750
101
Unsur-unsurnya : (a) Setoran tambahan Spt akhir 1969 (b) MPS masa 1970/1971 (c ) Setoran tambahan Spt akhir 1970 ad.(a) : Penyetoran tambahan Spt akhir 1969 diperkirakan 20% dari jumlah pajak tahun 1969 yang akan diperkirakan dibayar, yaitu 20% x 11.220 = 2.244,ad (b) : MPS Masa 1970/71 diharapkan sama dengan MPS Masa 69/70 + verifikasi setoran akhir 1969, yaitu = 3.600 + 2.244 = 5.844,Sehubungan dengan asumsi-asumsi (1) dan (2) di atas diharapkan MPS Masa tersebut akan bertambah ±10%, yaitu 10% x 5.844 = 584. Jadi jumlah MPS Masa 1970/71 = 5.844 + 584 = 6.428,ad (c ) : Setoran tambahan Spt akhir 1970 diharapkan baru diterima dalam th 1971/72. Jadi dalam th 1970/71 belum ada yang diterima. Jumlah penerimaan yang diharapkan menjadi : 2.244 + 6.428 = 8.672 atau dibulatkan 8.750,3. Pajak Perseroan Minyak Asumsi-asumsi : (1) Penerimaan Negara dari perusahaanperusahaan minyak asing, yaitu merupakan "60% operating income " menurut Perjanjian Karya Minyak, untuk tahun 1970/1971 diperkirakan berjumlah US$ 188,56 juta (US$ 95,50 juta untuk dikonversi dan US$ 93,06 juta untuk perbekalan dalam negeri). (2) Kurs konversi : Rp 326,-/US$ (3) Kurs NLM (Nilai Lawan Minyak) : Rp 326,-/US$ Penerimaan : (95,50 x 93,06) x 326,- = 61.470,4. MPO (Memungut Pajak Orang) 4.1. Ditjen Pajak Asumsi-asumsi : (1) Perluasan wapu, sehingga yang dapat dipungut semakin luas (2) Peningkatan intensifikasi pemungutan dan pengawasan
61.470
20.900 17.000
102
(3) Peningkatan produksi dan kegiatan ekonomi lainnya akibat pelaksanaan PELITA, penanaman modal asing dan modal dalam negeri. Sehugungan dengan itu penerimaan dalam tahun 1970/1971 diperkirakan sebagai berikut : Realisasi triw IV-69/70 diperkirakan sebesar 3.750; setahun menjadi 4 x 3.750 = 15.000,65% dari jumlah tersebut adalah MPO di luar yang dipungut bank. Ini diharapkan dapat ditingkatkan sehubungan dengan asumsi-asumsi (1), (2) dan (3) sebesar 20%, atau 20% x 65% x 15.000 = 1.955. Jumlah semua = 15.000 + 1.955 = 16.955 atau dibulatkan = 17.000,4.2. Ditjen Bea dan Cukai Asumsi-asumsi : (1) Penerimaan diperkirakan kira-kira 10½% daripada bea masuk yang dikenakan atas barang-barang yang diimpor dengan DP dan devisa bebas lainnya. (2) Bea masuk atas impor dengan DP dan devisa bebas diperkirakan besarnya Rp 37.375,- juta (lihat penerimaan bea masuk). Penerimaan : 10½% x 37.735,- = 3.962 dibulatkan : 3.900 5. Lain-lain Unsur-unsurnya : (a) Pajak kekayaan (b) Pajak Dividen (c ) Lain-lain yang tidak dapat dispesifikasikan B. PAJAK TIDAK LANGSUNG 1. Pajak Penjualan Asumsi-asumsi : (1) Kenaikan produksi fisik dan kegiatankegiatan ekonomi lainnya sebagai akibat dari penanaman modal asing, modal dalam negeri dan pelaksanaan PELITA. (2) Peningkatan intensifikasi pemungutan dan pengawasan. Penerimaan tahun 1970/71 diperkirakan sebagai berikut : Realisasi triw.IV-69/70 diperkirakan sebesar 4.500; untuk 1 tahun = 4 x 4.500 = 18.000,-
3.900
250
200.810 19.000
103
Akibat dari asumsi-asumsi (1) dan (2) diharapkan pertambahan peneriman 5% x 18.000 = 900,- Jumlah semua + 18.000 + 900 = 18.900 atau dibulatkan = 19.000,2. Pajak Penjualan Impor Asumsi-asumsi : (1) Penerimaan diperkirakan 25% daripada jumlah seluruh bea masuk 1970/1971. (2) Jumlah seluruh bea masuk 1970/1971 diperkirakan sebesar Rp 78.000,- juta (lihat penerimaan bea masuk). Penerimaan : 25% x 78.000,- = 19.500,3. Cukai 3.1. Cukai Tembakau Asumsi-asumsi : (1) Kenaikan penerimaan cukai atas tembakau di dalam tahun 1970/1971 diperkirakan 33½%, yaitu sebagai akibat dari kenaikan produksi serta aktivitas perekonomian pada umumnya, perbaikan mutu dari hasil-hasil tembakau itu sendiri dan penertibanpenertiban yang dilakukan di bidang pemungutan dan pengenaan pita-pita cukai. (2) Penerimaan cukai tembakau di dalam tahun 1969/1970 diperkirakan akan berjumlah Rp 27.500,- juta. Penerimaan : 27.500,- + 33½% x 27.500,- = 27.500,- + 9.213,- = 36.713 Dibulatkan : 36.720,-
19.500
39.460 36.720
3.2. Cukai Gula Asumsi-asumsi : (1) Penerimaan rata-rata bulanan untuk tahun 1970/1971 diperkirakan : Rp 200,- juta. (2) Tidak ada perubahan atas harga dasar pengenaan cukai. Penerimaan : 12 x 200,- = 2.400,-
2.400
3.3. Cukai Bir Asumsi-asumsi : (1) Penerimaan rata-rata bulanan untuk tahun 1970/1971 diperkirakan : Rp 15,- juta (2) Tidak ada perubahan atas harga dasar pengenaan cukai. Penerimaan : 12 x 15,- = 180,-
180
104
3.4. Cukai Alkohol Sulingan Asumsi-asumsi : (1) Penerimaan rata-rata triwulan untuk tahun 1970/1971 diperkirakan : Rp 40,- juta (2) Tidak ada perubahan atas harga dasar pengenaan cukai. Penerimaan : 4 x 40,- = 160,-
160
3.5. Cukai minyak tanah (Sudah termasuk di dalam "penerimaan minyak lainnya").
p.m
4. Bea Masuk Asumsi-asumsi : (1) Dutiable imports diperkirakan : US$ 810 juta. Sejumlah US$ 695 juta merupakan impor dengan BE, sedangkan sisanya sebesar US$ 115 juta merupakan impor dengan DP dan devisa bebas lainnya. (2) NDPBM (Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk) Rp 325,-/US$. (3) Tarip rata-rata bea masuk untuk impor dengan BE adalah : 18%. (4) Tarip rata-rata bea masuk untuk impor dengan DP dan devisa bebas adalah : 100%. Penerimaan : - Impor dengan BE : 18% x 695 juta x 325,- = 40.657,- Impor dengan DP dan devisa bebas lainnya : 100% x 115 juta x 325,- = 37.375,Jumlah = 78.032,Dibulatkan : 78.000,5. Pajak Devisa Ekspor Asumsi-asumsi : (1) Jumlah ekspor 1970/1971 (di luar minyak) diperkirakan : US$ 535 juta. (2) Sejumlah US$ 432,- juta dari jumlah tersebut merupakan ekspor barang-barang golongan A. (3) Bagian Pemerintah Pusat dari hasil ekspor golongan A tersebut adalah 5%. (4) Kurs BE : Rp 326,-/US$ Penerimaan : 5% x 432 juta x 326,- = 7.042,Dibulatkan : 7.000,-
78.000
7.000
105
6. Penerimaan Minyak Lainnya Asumsi-asumsi : Diperkirakan adanya kenaikan ongkos produksi minyak sebesar 10%, kenaikan perbekalan dalam negeri sebesar 27% dan perubahanperubahan lainnya. Atas dasar itu diperhitungkan bahwa penerimaan rata-rata per triwulan adalah Rp Penerimaan : 4 x 8.400,- = 33.600,7. Lain-lain Unsur-unsurnya : (a) Bea Materai (b) Bea Lelang (c ) Lain-lain
33.600
4.250
ad (a) : Asumsi-asumsi : (1) Peningkatan produksi (2) Peningkatan intensifikasi pemungutan dan pengawasan Realisasi triw.IV-69/70 diperkirakan sebesar 910,- Dalam 1 tahun = 4 x 910,- = 3.640,-. Akibat asumsi-asumsi di atas, diharapkan pertambahan penerimaan sebesar 10% x 3.640 = 364,-. Jumlah semua = 3.640 + 364 = 4.004 atau dibulatkan 4.000,-. ad (b) : Realisasi th. 1969/70 diperkirakan sebesar 125,Untuk tahun 1970/71 diperkirakan berjumlah 150. ad (c ) : Realisasi th 1969/70 diperkirakan sebesar 75,Untuk tahun 1970/71 diperkirakan diterima sebesar 100,-. Jadi jumlah semua : 4.000 + 150 + 100 = 4.250,C. PENERIMAAN NON-TAX Asumsi-asumsi : (1) Baik terhadap penerimaan-penerimaan yang berasal dari bagian Pemerintah dari laba perusahaan-perusahaan Negara, maupun terhadap penerimaan-penerimaan departemen (administrative revenues) diusahakan tindakan-tindakan penertiban sehingga diharapkan pemasukan penerimaan akan menjadi lebih lancar lagi. (2) Penerimaan non-tax ini antara lain terdiri dari denda overdraft, royalties, hasil-hasil tagihan Pemerintah, denda-denda lainnya, dsb., yang semuanya sulit diperkirakan secara tepat. Perkiraan penerimaan ini adalah 2.653,-.
2.653
106
II. PENERIMAAN PEMBANGUNAN 1. Kredit Luar Negeri Asumsi-asumsi : (1) Diperkirakan seluruh kredit luar negeri yang akan diterima berjumlah US$ 340 (2) Dari jumlah tersebut diperkirakan sebesar US$ 90 juta berupa barang-barang BE dan US$ 30 juta berupa barang-barang modal (capitalgoods). Seluruh nilai lawannya merupakan penerimaan pembangunan. (3) Sejumlah US$ 80 juta merupakan bantuan berupa pupuk, kapas kasar dan benang tenun. Pemerintah memberikan subsidi untuk barang-barang tersebut sehingga hanya nilai lawan netto saja yang merupakan penerimaan pembangunan. (4) Sisanya sejumlah US$ 140 juta merupakan bantuan pangan (beras, terigu, dll). Untuk jumlah ini Pemerintah juga memberikan subsidi sehingga hanya nilai lawan bersih saja yang merupakan penerimaan pembangunan. (5) Kurs BE : Rp 326,-/US$ Penerimaan nilai-lawan (counterpart) :
124.316 78.676
- Barang-barang BE dan barang-barang modal : (90 + 30) juta x Rp 326,- = Rp 39.120 juta. - Bantuan pupuk : 30 juta x Rp 326,- = Rp 9.780 juta Subsidi = Rp 3.750 juta Penerimaan = Rp 6.030 juta - Bantuan kapas-kasar : 35 juta x Rp 326,- = Rp 11.410 juta Subsidi = Rp 5.450 juta Penerimaan = Rp 5.960 juta - Bantuan benang tenun : 15 juta x Rp 326,- = Rp 4.890 juta Subsidi = Rp 2.970 juta Penerimaan = Rp 1.920 juta - Bantuan beras dan pangan lainnya : 95 juta x Rp 326,- = Rp 30.970 juta Subsidi = Rp 10.319 juta Penerimaan = Rp 20.651 juta - Bantuan terigu : 45 juta x Rp 326,- = Rp 14.670 juta Subsidi = Rp 9.675 juta Penerimaan = Rp 4.995 juta
107
- Jumlah seluruh penerimaan : 39.120 6.030 5.960 1.920 20.651 4.995 78.676 2. Bantuan Proyek Asumsi-asumsi : (1) Seluruh bantuan proyek yang dijanjikan (commitment) berjumlah US$ 260 juta (2) Dari jumlah tersebut diperkirakan akan direalisasikan (disbursement) sejumlah US$ 140 juta. (3) Kurs penilaian : Rp 326,- /US$ Bantuan proyek dinilai dalam rupiah : 140 juta x Rp 326,- = Rp 45.640 juta
45.640
108
109
750,0 730,0
358,2
256,0 5.520,2 -
-
12.391,2 42.326,0 53.430,8 61.578,0
61.200,0
5.000,0 20.287,4 42.897,0
12.474,0 27.700,0 -
20.500,0 98.440,0 8.400,0 72.500,0
-
596.688,3 749.856,5 288.712,1 519.284,5 -
-
796.825,8 826.357,0 732.195,4 1.741.014,8 5.985.941,6 103.007.115,8 3.299.775,3 2.473.436,9 5.855.779,2 115.064.637,4
10.000.000,0
3.445.547,0 3.445.547,0 -
V. LAIN-LAIN PENGELUARAN RUTIN
503.896,8 3.029.440,0 42.511.888,8 1.496.696,8 1.234.975,0 3.501.397,8 10.791.756,0 662.094,0 24.574,7 337.430,0 26.458.676,8 817.112,8 978.100,0 3.421.213,1 503.896,8 2.692.010,0 5.261.456,0 17.490,0 256.875,0 55.610,0
2.291,0 300,0 100.000,0 10.099,5 1.000,0 35.000,0 229.696,0 3.308.962,0 2.826.049,3 909.516,0
-
264.078,4 404.557,1 163.559,9 297.908,1
31.373.581,9 11.100.000,0 20.273.581,9
41.343,7 1.351.965,7
15.100,0 2.763,2 -
764.562,0 631.082,4 361.074,5 623.877,2 561.461,6 289.300,7 140.684,8 69.620,8 71.773,8
-
-
-
457.095,3 538.675,0 204.696,5 371.685,7
IV. BUNGA/CICILAN HUTANG Hutang Dalam Negeri Hutang Luar Negeri
146.742,7 633.229,0 58.481,7 188.865,5
1.359,0 2.645,0 4.800,0 -
26.145,0 430.419,0 26.145,0 394.119,0 36.300,0
-
-
-
16.479.318,0 19.319.582,0 7.269.039,0 13.073.810,0
53.218.666,7
96.325,2 500.883,2 43.615,2 131.833,2 93.125,2 465.883,2 43.615,2 130.233,2 3.200,0 35.000,0 1.600,0
14.621,3 3.780,0 5.250,0 570,2 75,8 1.000,0 125,0 3.000,0 -
289,8 4.692,0 2.392,9
23.426,0 50.889,6 19.594,6 35.242,1
III. SUBSIDI/PERIMBANGAN KEUANGAN
II. BELANJA BARANG Uang makan/lauk-pauk Belanja Barang Dalam Negeri Belanja Barang Luar Negeri
-
300,0
-
113,4 450,0
260.646,1 353.483,9 136.106,5 244.795,0
2.466.000,0 1.840.000,0 21.000,0
-
-
49.324,0 126.239,4 58.103,0 115.089,3 22.372,1 44.314,2 40.237,6 79.701,8
Lain-lain Belanja Pegawai Honorarium dan vakasi Uang lembur Belanja pegawai lain-lain DN Belanja pegawai Luar Negeri
-
15.732,4 7.513,5 2.893,0 5.203,3
17.026.841,8
7.269.857,6 4.600.000,0 829.984,2
63,0 5.216,4 340,2 264,6 930,0 50.010,0 3.390,0 2.850,0 37.411,5 27.505,1 1.864,5 1.567,5
219.572,6 332.595,0 129.518,4 231.056,7
3.238,2 5.059,3 1.927,7 3.493,5
9.817,9 16.019,9 6.168,3 11.094,1
32.263,8 195.274,6 371.120,9 1.237.118,0 2.956.501,6 60.495.227,0 1.803.078,5 1.238.461,9 2.354.381,4
477.234,3 42.500,0 411.200,0 23.534,3
12.200,0 11.956,5 1.027,6 18.964,0
-
-
208.341,0 239.129,8 92.322,8 165.225,9
749.167,6
642.683,9 1.226.401,9
278.500,0 241.000,0 37.500,0
3.000,0 10.000,0 1.000,0 57.600,0
-
-
63.271,0 110.376,4 42.499,3 76.437,2
364.183,9
807.402,4
392.343,6 360.663,6 31.680,0
7.083,8 7.083,8 4.250,3 29.355,5
-
-
76.459,2 141.675,3 52.208,8 96.942,1
415.058,8
4.697,6 7.010,8 9.704,9 -
-
-
130.417,6 140.214,7 53.988,5 97.101,7
-
19.000,0
2.590.368,5 4.649.275,9 1.791.549,4 3.220.412,7
28.494,4 1.300.000,0 23.401,1 61.281,0 15.329,1 287.054,2 47.884,5 104.000,0
-
-
326.007,4 284.944,3 109.715,4 197.329,9
10.500,0 19.006,7 1.548,7 -
-
-
803.428,9 665.233,9 254.542,8 459.888,3
842.138,0
439.469,5 57.344,1
619.349,1 33.000,0
244.324,9 1.481.019,4 2.689.129,1 16.700.893,3 4.502.799,3 10.473.637,6
496.813,6
3.032,0 3.199,9 21.215,2
88.860,2 111.997,4 43.143,2 73.876,5
345.324,4
652.349,1
517.090,1 3.960,0 190.291,2
3.034.422,7 2.924.352,4 1.125.997,3 2.025.174,8
443.135,8 1.033.106,1 14.022.941,7 2.214.149,3 9.821.288,5
82.605,6 1.037.883,6 1.656.023,0 2.677.951,6 2.288.650,0 7.776,0 181.768,0 978.200,0 79.441,3 960.847,6 1.440.430,0 2.331.951,6 1.290.650,0 3.164,3 69.260,0 33.825,0 346.000,0 19.800,0
2.802,9 2.802,9 1.681,8 -
-
-
37.966,3 56.058,7 21.584,9 38.821,8
161.719,3
896.243,3
483.650,0 179.380,0 299.020,0 5.250,0
3.000,0 3.348,2 80.000,0
86.420,9 117.188,5 45.270,8 77.364,9
412.593,3
JUMLAH
10.000.000,0
31.373.581,9 11.100.000,0 20.273.581,9
53.218.666,7
69.443.418,8 12.868.048,7 46.769.495,2 9.805.874,9
4.541.749,3 384.843,9 6.065.246,8 4.191.344,3
7.269.857,6 4.600.000,0 829.984,2
18.761,4 90.022,0 150.941,5
26.115.278,0 31.597.076,0 12.000.631,2 21.584.143,4
765.166,4 283.475.547,0
209.632,5
209.632,5
3.000,0 10.657,5 3.000,0
150.129,0 187.117,1 72.047,8 129.582,5
555.533,9 119.439.879,6
Mahkamah Kejaksaan Sekretariat Sekretariat Lemb.Non Dep. Dalam Dep. Luar Dep. Dep. Dep. Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Dep. Hankam Pemb.& Perhit. Agung Agung Kepresidenan Negara Dept. Negeri Negeri Kehakiman Penerangan Keuangan Perdagangan Pertanian Perindustrian Pertambangan PU & TL Perhubungan P & K Kesehatan Agama Tenaga Kerja Sosial Transkop.
3.127,3 9.419,8 1.461,6 4.209,5 11.974,6 1.903,4 1.514,3 4.610,7 732,9 2.861,9 8.292,7 1.318,1
BPK
15.198,7 921.546,7
DPA
50.417,5 132.345,8 14.866,5 57.032,3
MPRS DPR-GR
Pensiun Pensiun pokok Tunjangan beras Tunjangan umum
Pejabat Negara Tunjangan beras penj. khusus Tunjangan pokok penj. khusus Tunjangan umum penj.khusus
I. BELANJA PEGAWAI/PENSIUN Pegawai Negeri Tunjangan beras Gaji/Upah Tunjangan umum Kenaikan gaji 50%
Jenis Pengeluaran
(dalam ribuan rupiah)
ANGGARAN RUTIN 1970/1971
Lampiran 2
110
Bidang / Sektor
Sektor Pertanian dan Irigasi Sektor Industri dan Pertambangan Sektor Tenaga Listrik Sektor Perhubungan dan Pariwisata Sektor Pembangunan Daerah dan Desa Sektor Penyertaan Pemerintah
Jumlah
938
55.000 253.000
13.000
55.000 266.000 2.900
2.900
4.500.000
900.168
206.000
1.492.800
206.000 1.492.800
704.000
40.332 96.000 107.200
940.500 800.000 107.200 607.000
607.000
5.387.000
379.000
27.500 522.500 576.000
300.000
300.000
452.500
452.500
1.321.000
5.387.000 1.321.000
406.500 522.500 576.000
250.000 1.600.000 500.000
2.350.000
14.790.000 5.000.000
19.790.000
160.900
160.900
4.400
679.000
679.000
2.315.000
416.000
135.635
135.635
811.000
811.000
230.000 200.000 204.000 169.400
230.000 200.000 204.000 169.400
71.500
71.500
54.900 138.500
54.900 138.500
319.250 140.000 5.650.000 252.400 611.350 193.665 23.320 410.500 7.000 3.925.600 18.000 241.480
140.000 5.650.000 4.196.000 930.600 200.665 264.800 410.500
8.620.000 13.890.000 10.673.000
20.080.000
4.400 2.731.000
836.700
836.700 42.590.000 10.673.000
5.488.378 4.500.000 667.000 1.872.738
12.528.116
704.000 1.208.168
619.250 10.473.051 1.607.000 4.425.600 2.574.480
21.611.549
26.278.000 2.157.700 8.620.000 24.563.000 15.025.635 5.000.000
81.644.335
54.000 721.500 744.000 1.494.000 314.000 4.500.000 940.500 1.006.000 1.600.000 22.546.500 522.500 6.570.000 2.073.500 1.002.000 46.000.000 11.043.000 5.850.000 4.400.000 1.100.000 407.800 319.700 1.360.000 115.784.000
54.000 306.500 207.516 843.000 311.100
54.000 306.500 207.516 843.000 311.100 4.500.000
300.000 115.000 536.484 551.000
415.000 536.484 551.000
100.000
100.000
Mahkamah Kejaksaan Sekretariat Sekretariat Lemb.Non Dep. Dalam Dep. Luar Dep. Dep. Dep. Dep. Bag. Pemb.& Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen JUMLAH Agung Agung Kepresidenan Negara Dept. Negeri Negeri Hankam Kehakiman Penerangan Keuangan Perhit. Perdagangan Pertanian Perindustrian Pertambangan PU & TL Perhubungan P & K Kesehatan Agama Tenaga Kerja Sosial Transkop.
133.000 667.000 27.000 67.000 55.000 266.000
667.000
27.000 66.062
133.000
3.1. 3.2. 3.3. 3.4.
Sektor Pemerintah Umum Sektor Pertahanan dan Keamanan Sektor Badan-badan Perwakilan Sektor Pengurusan Keuangan Negara
133.000 667.000 27.000 67.000
MPRS DPR-GR DPA BPK
3 BIDANG UMUM
Sektor Agama Sektor Pendidikan dan Kebudayaan Sektor Tenaga Kerja dan Penduduk Sektor Kesehatan dan Keluarga Berencana Sektor Perumahan, Kesejahteraan Sosial dan Penyediaan Air Minm 2.6. Sektor Penerangan 2.7. Sektor Tertib Hukum
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5.
2 BIDANG SOSIAL
1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6.
1 BIDANG EKONOMI
No. Kode
(dalam ribuan rupiah)
ANGGARAN PEMBANGUNAN 1970/1971
Lampiran 3 a
111
Sub Sektor Irigasi Program Penyelamatan Tanah dan Air Program Perbaikan Irigasi Program Perluasan Irigasi Program Perbaikan dan Pengamanan Sungai Program Pembangunan Irigasi lainnya
Sektor Industri dan Pertambangan
Sub Sektor Industri Program Pembinaan Industri Ringan & Ker. Rakyat Program Pemanfaatan Proyek-proyek tertunda Program Pengembangan Industri
Sub Sektor Pertambangan Program Penelitian Minyak dan Gas bumi Program Perbaikan Pertambangan Timah Program Perbaikan Pertambangan Batu Bara Program Peningkatan Kegiatan Gesloge
Program Perbaikan Fasilitas Pembinaan Pertambangan
Sektor Tenaga Listrik
Sub Sektor Tenaga Listrik Program Peningkatan Tenaga Listrik
Sektor Perhubungan dan Pariwisata
Sub Sektor Perhubungan Program Perbaikan Prasarana Perhubungan Darat (jalan dan jembatan) Program Peningkatan Fasilitas Angkutan Jalan
1.1.2. 1.1.2.1 1.1.2.2 1.1.2.3 1.1.2.4 1.1.2.5
1.2.
1.2.1. 1.2.1.1 1.2.1.2 1.2.1.3
1.2.2. 1.2.2.1. 1.2.2.2. 1.2.2.3. 1.2.2.4. 1.2.2.5.
1.3.
1.3.1. 1.3.1.1.
1.4.
1.4.1. 1.4.1.1.
Program Perbaikan Prasaan Perhubungan Laut Program Perbaikan Armada Niaga Program Peningkatan Fasilitas Sungai, Pembinaan Sungai dan Anggutan Sungai Program Perbaikan Prasarana Perhubungan Udara Program Pembinaan Armada Udara Niaga Program Peningkatan Jasa Pos dan Giro
Subsektor Desa Program pembangunan Desa Program Tata Agraria
Sub Sektor Daerah Program Pembangunan Daerah Tk. II Program Pembangunan Daerah Irian Barat
Sektor Penyertaan Pemerintah
Sub Sektor Kredit Investasi Program Kredit Investasi melalui Perbankan
1.5.2. 1.5.2.1. 1.5.2.2.
1.6.
1.6.1. 1.6.1.1.
Jumlah
Sektor Pembangunan Daerah dan Desa
1.5.
Sub Sektor Pariwisata Program Pengembangan Pariwisata
1.5.1. 1.5.1.1. 1.5.1.2.
1.4.2. 1.4.2.1.
1.4.1.7. 1.4.1.8. 1.4.1.9. 1.4.1.10. Program Perbaikan dan Peningkatan Jasa Telekomunikasi 1.4.1.11. Program Peningkatan Sarana Pembangunan
1.4.1.2. 1.4.1.3. 1.4.1.4. 1.4.1.5. 1.4.1.6.
Program Peningkatan dan Perbaikan Angkutan Kereta Api
Sub Sektor Pertanian Program Peningkatan Produksi Bahan Makanan Program Peningkatan Produksi Hasil Perkebunan Program Peningkatan Produksi Hasil Perikanan Program Peningkatan Produksi Hasil Kehutanan & Pembinaan Hutan Program Peningkatan Produksi Peternakan
1.1.1. 1.1.1.1 1.1.1.2 1.1.1.3 1.1.1.4
1.1.1.5
Sektor Pertanian dan Irigasi
1.1
No. Kode
Bidang / Sektor
MPRS
DPR-GR
RANCANGAN ANGGARAN PEMBANGUNAN 1970/1971 BIDANG EKONOMI
(dalam ribuan rupiah)
DPA
BPK
100.000
100.000
100.000
100.000
Mahkamah Kejaksaan Sekretariat Sekretariat Lemb.Non Dep. Dalam Agung Agung Kepresidenan Negara Dept. Negeri
Dep. Luar Negeri
0
0
0
0
Dep. Dep. Dep. Dep. Hankam Kehakiman Penerangan Keuangan
0
19.790.000
5.000.000 5.000.000
5.000.000
9.200.000 5.700.000 3.500.000
5.590.000 5.590.000
14.790.000
0
5.387.000
470.000 470.000
1.321.000
836.700
1.321.000
1.321.000 1.000.000 186.000 135.000
836.700
408.200 293.500
836.700 135.000
10.673.000
42.590.000
13.890.000
13.890.000
13.890.000
8.620.000 8.620.000
0
0
0
135.635
10.673.000
135.635
135.635 135.635
0
811.000
121.000 2.100.000 365.000
121.000 2.100.000 365.000
81.644.335
5.000.000 5.000.000
5.000.000
9.200.000 5.700.000 3.500.000
5.825.635 5.725.635 100.000
15.025.635
50.000 50.000
92.000 2.000.000
92.000 2.000.000
50.000 50.000
13.890.000 90.000 2.685.000 3.170.000
24.513.000
24.563.000
8.620.000 8.620.000
8.620.000
836.700 135.000 0 0 408.200 293.500
1.321.000 1.000.000 186.000 135.000
2.157.700
21.361.000 470.000 8.580.000 3.966.500 1.011.000 7.333.500
90.000 2.685.000 3.170.000
10.623.000
811.000
8.580.000 3.966.500 1.011.000 6.522.500
8.620.000
811.000
20.080.000
484.000 439.000
26.278.000
484.000 439.000
811.000
4.917.000 2.958.000 518.000 518.000
20.080.000
JUMLAH
4.917.000 2.958.000 518.000 518.000
5.387.000
Bag. Pemb.& Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Perhit. Perdagangan Pertanian Perindustrian Pertambangan PU & TL Perhubungan P&K Kesehatan Agama Tenaga Kerja Sosial Transkop.
Lampiran 3 b
112
Program Bantuan/Rehabilitasi Sosial
Sub Sektor Air Minum dan Assainering Program Peningkatan Persediaan Air Minum Program Peningkatan Assainering
2.5.3. 2.5.3.1. 2.5.3.2.
Sub Sektor Kesejahteraan Sosial
Sektor Tertib Hukum Sub Sektor Tertib Hukum Program Pembinaan Tertib Hukum Program Pemasyarakatan/Reklasering
2.6.1. 2.6.1.1. 2.6.1.2. 2.6.1.3.
2.7. 2.7.1. 2.7.1.1. 2.7.1.2.
Jumlah
Sektor Penerangan
Sub Sektor Penerangan Program Peningkatan Penerangan Rakyat/Operasi Penerangan Program Pengembangan Alat-alat Mass Media
2.6.
Program Pembinaan Kesejahteraan dan Perubahan Sosial
2.5.2. 2.5.2.1. 2.5.2.2.
55.000 55.000 55.000
55.000
266.000
253.000 253.000 253.000
415.000
536.484
551.000
2.900
940.500
900.168 900.168 626.000 274.168 452.500
4.400
2.731.000
140.000
410.500 290.000 120.500
25.000 300.000
5.320.000 360.000
10.473.051
5.650.000
330.000 210.000 120.000
4.196.000
18.000 18.000
18.000
3.925.600 46.000 1.589.900 1.047.574 72.100 1.170.026
3.925.600
930.600
200.665
5.000 2.000
7.000
7.000
264.800
241.480 101.480 140.000
241.480
410.500
704.000
1.913.000 1.853.000 60.000
241.480 101.480 140.000
300.000 120.000
420.000
2.574.480
500.000
3.925.600 46.000 1.589.900 1.047.574 72.100 1.170.026
4.425.600
1.500.000 1.500.000
107.000 100.000 5.000 2.000
1.607.000
4.733.051 3.261.881 1.471.170
420.000 300.000 120.000
800.000
21.611.549
1.208.168 1.208.168 934.000 274.168
346.000 358.000
607.000
23.320 19.800 3.520
410.500
160.000 100.000
193.665 171.665 22.000
23.320
160.000 100.000
611.350 586.350 25.000
193.665
704.000
2.350.000
25.000
611.350
500.000 2.161.000 239.000 1.800.000
252.400 197.400 55.000
252.400
500.000 2.161.000 239.000 1.800.000
5.320.000 360.000
5.650.000
619.250 207.750 63.500 23.000
619.250
JUMLAH
346.000 358.000
107.200
1.895.000 1.835.000 60.000
140.000 140.000
140.000
319.250 207.750 63.500 23.000
319.250
Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Perhubungan P&K Kesehatan Agama Tenaga Kerja Sosial Transkop.
Lampiran 3 c
704.000
704.000
300.000 120.000
Program Penyuluhan Pembangunan Perumahan Kota dan Perumahan Desa Program Perencanaan Tata Kota dan Tata Daerah
2.5.1.2.
420.000
Sub Sektor Perumahan Rakyat,Tata Kota dan Tata Daerah
2.5.1. 2.5.1.1.
2.315.000
Sektor Perumahan Kesejahteraan Sosial dan Penyediaan Air Minum
500.000 500.000
500.000
1.500.000 1.500.000
100.000 100.000
1.600.000
250.000
2.5.
Program Pemulihan dan Peningkatan Kesehatan
Program Pemberantasan Penyakit Menular
25.000
25.000
Sub Sektor Keluarga Berencana Program Pembinaan Keluarga Berencana
416.000 166.000 250.000
416.000
Program Pengadaan Obat-obatan dan Alat-alat Kesehatan
4.400 4.400
4.400
2.4.2. 2.4.2.1.
452.500 182.500 270.000
452.500
Sub Sektor Kesehatan Program Pendidikan Kesehatan Masyarakat Program Pengembangan Infrastruktur Kesehatan
607.000 449.000 158.000
607.000
Sektor Kesehatan dan Keluarga Berencana
250.000
250.000
2.4.1. 2.4.1.1. 2.4.1.2. 2.4.1.3. 2.4.1.4. 2.4.1.5.
107.200 107.200
107.200
2.4.
96.000 61.500 34.500
96.000
Sub Sektor Penduduk Program Sensus Penduduk
40.332 40.332
40.332
Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Perdagangan Pertanian Perindustrian Pertambangan PU & TL
Program Pembinaan Norma-norma Perlindungan Kerja
2.900 2.900
2.900
Bag. Pemb.& Perhit.
2.3.2. 2.3.2.1.
551.000 551.000
551.000
Dep. Dep. Dep. Kehakiman Penerangan Keuangan
Sub Sektor Tenaga Kerja Program Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja Program Pembinaan Keahlian dan Kejuruan
536.484 278.834 257.650
536.484
Dep. Hankam
Sektor Tenaga Kerja dan Penduduk
90.000 90.000
115.000
300.000
Dep. Luar Negeri
2.3.1. 2.3.1.1. 2.3.1.2. 2.3.1.3.
13.000 13.000
13.000
300.000
300.000
Mahkamah Kejaksaan Sekretariat Sekretariat Bdn/Lemb. Dep. Dalam Agung Agung Kepresidenan Negara Non Dept. Negeri
2.3.
BPK
Sub Sektor Pendidikan dan Penelitian Institutional Program Pendidikan & Latihan Institutionil Program Peningkatan Penelitian/Survey
DPA
2.2.3. 2.2.3.1 2.2.3.2
DPR-GR
Sub Sektor Kebudayaan Program Pengembangan Kebudayaan Nasional Program Peningkatan Kegiatan Olah Raga
Program Peningkatan Pendidikan Guru Program Pembinaan Perguruan Tinggi Program Peningkatan Pendidikan Masyarakat dan Orang Dewasa Program Pengembangan Pendidikan
Program Peningkatan Pendidikan Teknik dan Kejuruan
Program Penambahan Pendidikan Kejuruan pada Sekolah Lanjutan Umum
MPRS
2.2.2. 2.2.2.1. 2.2.2.2.
2.2.1.7.
2.2.1.3. 2.2.1.4. 2.2.1.5. 2.2.1.6.
Sub Sektor Pendidikan
2.2.1. 2.2.1.1 2.2.1.2
Program Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar
Sektor Pendidikan dan Kebudayaan
Program Pengawasan dan Bantuan kepada Lembagalembaga Keagamaan Swasta Program Pembangunan Masjid Istiqlal
2.2.
2.1.1.5
Sub Sektor Agama Program Penyediaan Sarana Kehidupan Beragama Program Penerangan dan Bimbingan Agama
2.1.1. 2.1.1.1 2.1.1.2 2.1.1.3 2.1.1.4
Program Peningkatan Kesejahteraan Perjalanan Haji/Ziarah
Sektor Agama
Bidang / Sektor
2.1
No. Kode
(dalam ribuan rupiah)
RANCANGAN ANGGARAN PEMBANGUNAN 1970/1971 BIDANG SOSIAL
113
Sektor Pemerintahan Umum
Bidang / Sektor
Sub Sektor Pertahanan dan Keamanan
Jumlah
133.000 667.000 27.000 67.000
938
938
3.4.1. 3.4.1.1. 3.4.1.2. 3.4.1.3. 3.4.1.4.
Sub Sektor Pengurusan Keuangan Negara Program Peningkatan Penerimaan Negara Program Peningkatan Efisiensi Pengeluaran Negara Program Peningkatan Tata Usaha Keuangan Negara Program Peningkatan Pengawasan Keuangan Negara
938
667.000 667.000
3.3.1. Sub Sektor Badan-badan Perwakilan 3.3.1.1. Program Peningkatan Produk Legislatif
3.4. Sektor Pengurusan Keuangan Negara
667.000
3.3. Sektor Badan-badan Perwakilan
Program Perluasan Potensi Pembangunan
Program Penelitian dan Pengembangan
Program Organisasi dan Pembinaan Tenaga Tempur
Program Organisasi dan Pembinaan Tenaga Manusia
54.000
306.500 207.516
843.000
843.000 43.500 799.500
843.000
311.100
311.100
311.100
311.100 4.500.000
4.500.000 1.500.000 1.000.000 500.000 1.500.000
54.000
306.500 207.516 8.500 298.000 207.516
306.500 207.516
3.2.1. 3.2.1.1 3.2.1.2 3.2.1.3. 3.2.1.4.
27.000 66.062
133.000
54.000
54.000
1.492.800 1.101.800 259.000 32.400 99.600
1.492.800
206.000 1.492.800
206.000 26.000 180.000
206.000
406.500
379.000 379.000
379.000
27.500 27.500
27.500
522.500
522.500 378.500 144.000
522.500
576.000
576.000 576.000
576.000
300.000
300.000
300.000
300.000
160.900
160.900
160.900
160.900
679.000
679.000
679.000
679.000
230.000 200.000 204.000 169.400
230.000 200.000 204.000 169.400 6.500 230.000 200.000 204.000 162.900
230.000 200.000 204.000 169.400
71.500
71.500 7.500 64.000
71.500
54.900 138.500
54.900 138.500 2.500 52.400 138.500
54.900 138.500
12.528.116
1.872.738 1.480.800 259.000 32.400 100.538
1.872.738
667.000 667.000
667.000
4.500.000 1.500.000 1.000.000 500.000 1.500.000
4.500.000
5.488.378 1.076.500 4.411.878
5.488.378
Mahkamah Kejaksaan Sekretariat Sekretariat Bdn/Lemb. Dep. Dalam Dep. Luar Dep. Dep. Dep. Dep. Bag. Pemb.& Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen Departemen JUMLAH Agung Agung Kepresidenan Negara Non Dept. Negeri Negeri Hankam Kehakiman Penerangan Keuangan Perhit. Perdagangan Pertanian Perindustrian Pertambangan PU & TL Perhubungan P & K Kesehatan Agama Tenaga Kerja Sosial Transkop.
4.500.000
27.000 66.062
27.000 66.062
133.000
133.000
MPRS DPR-GR DPA BPK
3.2. Sektor Pertahanan dan Keamanan
3.1.1. Sub Sektor Pemerintahan Umum 3.1.1.1 Program Penyem. Efisiensi Aparatur Pemerintahan 3.1.1.2 Program Penyem. Prasarana Fisik Pemerintahan
3.1
No. Kode
(dalam ribuan rupiah)
RANCANGAN ANGGARAN PEMBANGUNAN 1970/1971 BIDANG UMUM
Lampiran 3 d
Lampiran 4. RANCANGAN UNDANG-UNDANG NO. TAHUN 1970 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN 1970/1971 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang
:
1. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk tahun anggaran 1970/1971 perlu ditetapkan dengan Undang-undang; 2. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1970/1971 sebagai “performance budget” adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kedua dalam masa Pembangunan Lima Tahun I 1969-1974, di mana sasaran pembangunan mengikuti skala prioritas yang ditetapkan oleh Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966, khususnya Pasal 25; 3. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1970/1971 sebagai penuangan daripada pelaksanaan tugas-tugas pokok Kabinet Pembangunan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, tetap menempatkan bidang pertanian sebagai titik sentral pembagnunan; 4. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1970/1971 selain mengutamakan perampungan usaha pembangunan yang telah dilaksanakan dalam tahun anggaran 1969/1970, juga merupakan landasan bagi usaha-usaha pembangunan selanjutnya dalam rangka Pembangunan Lima Tahun.
Mengingat
:
1. Pasal 5 ayat (1) jo pasal 23 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.XXIII/MPRS/1966; 3. Ketetapan MPRS No. XLI/MPRS/1968; 4. Undang-undang No.9 Tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 7 Indische Comptabiliteitwet (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 No. 53). Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN 1970/1971 Pasal 1 (1) Pendapatan Negara tahun anggaran 1970/1971 diperoleh dari : a. Sumber-sumber Anggaran Rutin dan b. Sumber-sumber Anggaran Pembangunan 114
(2) Pendapatan Rutin dimaksud pada ayat (1) sub a menurut perkiraan berjumlah Rp 320.583.547.000,0 (3) Pendapatan Pembangunan dimaksud pada ayat (1) sub b menurut perkiraan berjumlah Rp 124.316.000.000,0 (4) Jumlah seluruh pendapatan Negara 1970/1971 menurut perkiraan berjumlah Rp 444.899.547.000,0 (5) Perincian pendapatan dimaksud pada ayat (2) dan (3) di atas berturut-turut di muat dalam Lampiran I dan II Undang-undang ini. (1)
(2) (3) (4) (5)
(1)
(2)
(3) (4)
(5)
(6)
Pasal 2 Anggaran Belanja Negara tahun anggaran 1970/1971 terdiri atas : a. Anggaran Belanja Rutin dan b. Anggaran Belanja Pembangunan Anggaran Belanja Rutin dimaksud pada ayat (1) sub a menurut perkiraan berjumlah Rp 283.475.000,0 Anggaran Belanja Pembangunan dimaksud pada ayat (1) sub b menurut perkiraan berjumlah Rp 161.424.000.000,0 Jumlah seluruh Anggaran Belanja Negara tahun 1970/1971 menurut perkiraan berjumlah Rp 444.899.547.000,0 Perincian Pengeluaran dimaksud pada ayat (2) dan (3) di atas berturut-turut dimuat dalam Lampiran III dan IV Undang-undang ini. Pasal 3 Setiap triwulan dibuat laporan realisasi mengenai : a. Anggaran Pendapatan Rutin, b. Anggaran Pendapatan Pembangunan, c. Anggaran Belanja Rutin, d. Anggaran Belanja Pembangunan. Setiap triwulan dibuat laporan realisasi mengenai : a. Kebijaksanaan Perkreditan, b. Perkembangan lalu lintas pembayaran Luar Negeri Dalam laporan-laporan dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini, disusun pula prognosa untuk setiap triwulan mendatang. Badan Pemeriksa Keuangan memberitahukan hasil pemeriksaannya atas laporan dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong. Laporan-laporan dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dalam pasal ini dibahas bersama antara Pemerintah dengan Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong. Penyesuaian anggaran dengan perkembangan/perubahan keadaan, dibahas bersama antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.
115
Pasal 4 Selambat-lambatnya pada akhir tahun anggaran 1970/1971 oleh Pemerintah harus diajukan Rancangan Undang-undang tentang Tambahan dan Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 1970/1971 berdasarkan kepada Perubahan/tambahan sebagai hasil penyesuaian dimaksud dalam pasal 3 ayat (6) untuk mendapatkan pengesahan dari Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong. Pasal 5 (1) Setelah tahun anggaran 1970/1971 berakhir, dibuat perhitungan anggaran mengenai pelaksanaan anggaran. (2) Perhitungan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini setelah diteliti oleh Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong untuk mendapatkan penilaian seperlunya. Pasal 6 Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Perbendaharaan (ICW) yang bertentangan dengan bentuk dan susunan Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 7 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal …………………... Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya, dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta. Pada tanggal ………………….. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO JENDERAL TNI Diundangkan di Jakarta. Pada tanggal ……………………… SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ALAMSJAH LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN………NOMOR…….
116
Penjelasan Atas Undang-undang Nomor ….. Tahun 1970 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 1970/1971 Umum
:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 1970/1971 adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kedua setelah Tahun Anggaran diubah dengan Undang-undang No.9 Tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 7 Indische Comptabiliteitswet (Lembaran Negara RI Tahun 1968 nomor 53). Sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kedua yang anggaran pembangunannya disusun berdasarkan program yang merupakan manifestasi dari pelaksanaan Pembangunan Lima Tahun pertama (1969 – 1974), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1970/1971 tetap menempatkan bidang pertanian sebagai titik sentral pembangunan. Sebagaimana lazimnya, sesuatu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara adalah rencana kerja Pemerintah yang dituangkan dalam angka-angka; dan untuk tahun anggaran 1970/1971, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1970/1971 adalah pengungkapan yang sedemikian itu daripada tugas-tugas pokok Kabinet Pembangunan. Maka adalah suatu kebijaksanaan yang wajar, jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dimaksud terutama mementingkan perampungan usaha pembangunan yang telah dimulai dalam tahun anggaran 1969/1970, disamping menyediakan dana untuk menampung bantuan proyek serta usaha pembangunan baru. Dengan tetap dilandaskannya kebijaksanaan ekonomi Indonesia pada ketetapan MPRS XXIII/MPRS/1966, serta dipertahankannya prinsip anggaran berimbang yang luwes dan dinamis, maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1970/1971 disusun berdasarkan asumsi-asumsi umum sebagai berikut : a. Harus dipertahankan kestabilan moneter yang telah tercapai dalam tahun anggaran 1969/1970 serta terselenggaranya perkembangan harga ke arah yang lebih mantap lagi. b. Dapat ditingkatkannya penerimaan negara meskipun akan diberikan fasilitas-fasilitas dan perangsang-perangsang fiskal kepada industriindustri baik industri yang telah ada maupun industri baru dalam rangka penanaman modal. c. Target penerimaan negara yang ditetapkan dari sektor perdagangan Internasional dapat dipertahankan, meskipun adanya penyesuaian dalam kebijaksanaan ekonomi, antara lain penyesuaian pola impor yang mendorong kegiatan pembangunan. d. Tidak terjadi perubahan yang menyolok dalam situasi internasional yang dapat membawa pengaruh negatif dalam hubungan ekonomi internasional Republik Indonesia. 117
Adapun sistimatika daripada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1970/1971 adalah sama dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1969/1970, sedangkan prinsip, bahwa Anggaran Rutin disusun sedemikian rupa agar mempunyai efek bagi peningkatan kemampuan pelaksanaan pembangunan, tetap dipegang teguh. Sejalan dengan prinsip balanced budget tersebut di atas dan dengan tidak meninggalkan dasar pertanggungan jawab menurut ketentuan perbendaharaan yang ada dan berlaku, maka pergeseran antara mata anggaran, pasal dan pos dari sesuatu bagain anggaran, jika perlu dapat dilakukan. Adapun jika terdapat kelebihan dalam target tabungan Pemerintah, maka kelebihan itu hendaknya dipergunakan bagi keperluan anggaran rutin. Disamping itu juga dibuka kemungkinan adanya penambahan pembiayaan bagi pos-pos tertentu, jika terdapat surplus dalam penerimaan. Kemungkinan untuk mengadakan pergeseran dan atau penambahan pembiayaan adalah bertujuan untuk mempertahankan kemantapan ekonomi serta usaha-usaha penyempurnaannya.
PASAL DEMI PASAL : Pasal 1. Cukup Jelas Pasal 2. Cukup Jelas Pasal 3. Ayat (1). Cukup Jelas Ayat (2). Cukup Jelas Ayat (3). Cukup Jelas Ayat (4). Maksud daripada adanya ketentuan, bahwa Badan Pemeriksa Keuangan mengadakan pemeriksaan atas tiap Laporan Triwulan ini; yang hasil pemeriksaannya disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, ialah bahan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, khususnya panitia Anggaran, bila diadakan pembahasan sesuatu laporan Triwulan oleh panitia Anggaran. Ayat (5). Pembahasan dimaksudkan untuk menemukan prinsip-prinsip dalam menentukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun berikutnya sesuai dengan pasal 5 ayat (1) jo Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945. Ayat (6). Cukup Jelas Pasal 4. Cukup Jelas
118
Pasal 5. Prosedure pembahasan perhitungan anggaran menurut pasal 5 ayat (1) Undang-undang ini dilakukan menurut ketentuan dalam Indische Comptabiliteitswet sebelum ada Undang-undang perbendaharaan yang baru. Pasal 6. Cukup Jelas Pasal 7. Cukup Jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ………….
119