OPERASI PENYEMPURNAAN DAN PENGGANTIAN ALAT KELAMIN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM SERTA PENGARUHNYA TERHADAP STATUS PERKAWINAN DAN KEWARISANNYA
Oleh : SITI MAEMAH 0043219260
JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2005 M/1426 H
OPERASI PENYEMPURNAAN DAN PENGGANTIAN ALAT KELAMIN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM SERTA PENGARUHNYA TERHADAP STATUS PERKAWINAN DAN KEWARISANNYA
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh : SITI MAEMAH 0043219260
Dibawah bimbingan:
Prof. Dr. Hj. Huzaemah TY.MA NIP. 150 165 267
JURUSAN PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2005 M/1426 H
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul Operasi Penyempurnaan dan Penggantian Alat Kelamin dalam Tinjauan Hukum Islam serta Pengaruhnya terhadap Status Perkawinan dan Kewarsannya, telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 26 Oktober 2005. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum.
Jakarta, 26 Oktober 2005 Disahkan oleh Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Prof Dr. H. Hasanudin, AF, M.A. NIP. 150 050 917 Panitia Sidang Munaqasah Ketua
: Dr. H. Ahmad Mukti Adji, MA NIP. 150 220 544
(……………………….)
Sekretaris
: Kamarusdiana, MH NIP. 150 285 972
(……………………….)
Pembimbing : Prof. Dr. Hj. Huzaema T.Y, MA NIP. 150 165 267
(……………………….)
Penguji I
: Drs. H. Odjo Kusnara N. M.Ag NIP. 150 060 388
(……………………….)
Penguji II
: Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA NIP. 150 294 051
(……………………….)
ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ RATA PENGANTAR Alhamdulillah, penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan sknpsi dengan judul "OPERASI PENYEMPURNAAN DAN PENGGANTIAN ALAT
KELAM1N
PENGARUHNYA
DALAM TERHADAP
TINJAUAN STATUS
HUKUM
ISLAM
SERTA
PERKAWINAN
DAN
KEWARISANNYA". Shalawat serta salam semoga selalu dicurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad saw, keluarganya, sahabatnya serta orang- orang yang mengikuti jejak langkahnya. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat dalam mendapatkan gelar Sarjana Hukum Islam, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selanjutnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan begitu saja tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati dan sebagai bentuk penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu, rnendukung dan mengarahkan dengan tulus dan ikhlas, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Hasanudin AF, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. H. A. Mukri Adji, MA., selaku Ketua J urusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, dan bapak Kamarusdiana, S. Ag.M.H., selaku Sekertaris
J urusan Perbandingan Mazhab dan Hukum pada Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta. 3. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido yanggo, M.A.,selaku pembimbing yang selalu membimbing penulis dari awal hingga akhir. 4. Seluruh teman-temanku khususnya kelas PH-B yang telah mernbantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis menghaturkan terima kasih setulus-tulusnya kepada ayah dan ibu tercinta, kakak-kakakku, adik-adikku, paman-pamanku, dan tantetanteku yang telah banyak mernbantu dengan tulus, baik secara moril maupun materil. Semoga jasa dan kebaikan serta kasih sayang mereka dicatat sebagai amal ibadah yang baik dan atas semua itu penulis hanya dapat memanjatkan do'a kepada Allah swt, semoga amal baik mereka semua dapat diterima dan mendapat balasan yang berlipat ganda dan Allah swt. Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi im sangat diharapkan penulis. Tidak lupa penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi diri penulis maupun bam orang lain. Amin.
Jakarta, 23 Ramadhan 1426 H 26 Oktober 2005 M
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa)all ........................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 3 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................. 4 D. Metode dan Tehnik Penulisan ................................................... 6 E. Sistematika Penulisan ............................................................... 6
BAB II OPERASI
PENYEMPURNAAN
DAN
PENGGANTIAN
ALAT
KELAMIN KAITANNYA DENGAN TRANSEKSUAL DAN WARIA A. Pengertian Operasi Penyempurnaan dan Penggantian Alat Kelamin.................................................................................... 8 B. Pengertian Operasi Penyempurnaan Alat kelamin ..................... 8 C. Pengertian Operasi Penggantian Alat kelamin........................... 9 D. Pengertian Transeksual dan waria ............................................. 10 E. Pengertian Transeksual ............................................................. 10 F. Pengertian Waria ...................................................................... 11 G. Arti Waria Menurut Bahasa ...................................................... 12
H. Arti Waria Menurut: istilah....................................................... 13 I. Kaitan Operasi Alat kelamin dengan Transeksual dan Waria .... 17
BAB III PANDANGAN HIJKUM ISLAM TENTANG OPERASI PENGGANTIAN DAN
PENYEMPURNAAN
HUKUMNYA
TERHADAP
ALAT
KELAMIN
STATUS
SERTA
AKIBAT
PERKAWINAN
KEWARISAN A. Tinjauan Hukum Islam terhadap Operasi Penggantian dan Penyempurnaan Alat Kelamin .................................................. 25 1. Operasi Penggantian Alat Kelamin ..................................... 25 2. Operasi Penyempurnaan Alat Kelamin ................................ 31 B. Pengaruh Operasi Kelamin Terhadap Status Perkawinan... ....... 35 1. Pengertian Perkawinan ....................................................... 35 2. Pengaruh
Perubahan
Kelamin
Terhadap
Status
Perkawinan ......................................................................... 37 C. Pengaruh Operasi Kelamin Terhadap Status Kewarisan ............ 44 1. Kewarisan Waria Yang Belum Jelas Statusnya ................... 45 2. Kewarisan Warisan Yang Sudah Jelas Statusnya................. 47 3. Pengaruh Perubahan Kelamin Terhadap Status Kewarisannya ........................................................................................... 50
DAN
4. Analisis
Penulis
Tentang
Hukum
Penggantian
dan
Penyempurnaan kelamin dan Akibat Hukumnya Terhadap Status Perkawinan dan Kewarisan....................................... 54
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. 56 B. Saran ........................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 59
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya Allah swt. menciptakan makhluk yang bernama manusia hanya terdiri dari dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Adanya pasangan lakilaki dan perempuan merupakan proses awal penciptaan keturunan anak manusia yang untuk selanjutnya menyebar dimuka bumi ini sebagai khalifahfil ardh. Akan tetapi di samping kedua jenis kelamin laki-laki dan perempuan tersebut, ada jenis yang terletak antara kedua jenis yang sangat berlawanan, yaitu yang dikalangan fukaha dikenal dengan sebutan Khunsa. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam al-Qur'an :
… Artinya: "Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur). Maka (ketahuilah) sesungguhnya kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes muni, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna … (Al-Hajj 22:5) Dari ayat di atas, tersirat bahwa proses kejadian manusia kemungkinan ada yang
mengalami
ketidaksempurnaan
kejadiannya.
Ketidaksempumaan
pertumbuhan dalam proses kejadian manusia ini di antaranya menimbulkan
kelainan kelamin, baik dan segi fisik maupun psikis (kejiwaan) yang dikenal dengan sebutan banci atau waria, atau d ikalangan fukaha dinamakan Khunsa. Setiap insan seharusnya mempunyai alat kelamin yang jelas, bila tidak berkelamin laki-laki berarti berkelamin perempuan. Kejelasan jenis kelamin seseorang akan mempertegas status hukumnya.1 Oleh karena itu, keadaan dua jenis kelamin pada seseorang atau bahkan sama sekaii tidak ada, keadaan ini membingungkan karena tidak ada kejelasan.2 Dalam ilmu kedokteran, banci (waria) diistilahkan dengan Hermaphrodite. Namun demikian, dalam ilmu kedokteran tidak hanya mengenal istilah hermaphrodite saja, tetapi ada pula banci (waria) dengan sebutan transeksual3 Ilmu pengetahuan kedokteran dewasa ini sudah sedemikian majunya, penernuan demi penemuan banyak bermunculan hingga yang dulu dianggap mustahil sekarang tidak lagi dan dianggap sudah lazim. Sedemikian pesat kemajuan di bidang kedokteran, telah banyak kesuksesan yang diperolehnya. Sehingga hampir semua persoalan kedokteran dewasa ini bisa diatasi. Namun demikian, persoalannya tidak selesai disitu saja kemajuan-kemajuan di bidang kedokteran, di samping banyak memberikan kemaslahatan,
juga akan
menimbulkan persoalan-persoalan barn dalam hukum Islam. Misalnya operasi kelamin yang banyak terjadi sekarang ini. Perbuatan tersebut akan memberikan
1
Muhammad Ali ash-Shabuni, "Pembagian Waris menurm Islam", (Jakarta. Gema Insani Press), cet , h. 160 2 Ibid, h. 161 3 Naek L. Tobing, "Traiv^ksual", MATRA, No. 55 (Februari, 1991), h. 80
dampak bagi orang yang melakukannya, baik itu berupa kemaslahatan maupun kemudaratan yang akan ditimbulkannya. Gejala ketidakpuasan seseorang pada jenis kelamin yang dimilikinya karena merasa memiliki seksualitas yang berlawanan. Ketidakpuasan ini diwujudkan dengan berbagai cara, misalnya mengubah eara berjalan, berbieara, dan berpakaian serta memakai perhiasan dan make-up, bahkan ada yang mengoperasi kelaminnya.4 Para penderita Hermaphrodite maupun transeksual, dengan memanfaatkan keeanggihan ilmu kedokteran, telah banyak di antara mereka yang melakukan operasi ganti kelamin. Pergantian kelamin ini tentu membawa dampak kepada hukum perkawinan dan kewarisan mereka. Dari permasalahan tersebut di atas, skripsi mi diberi judul "OPRRASI PENYEMPURNAAN DAN PENGGANTIAN ALAT KELAMIN DALAM TINJAUAN
HUKUM
ISLAM SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
STATUS PERKAWINAN DAN KEWARISANN YA".
B. Penibatasan dan Periimusan Masalah Sesuai dengan permasalah di atas, maka skripsi ini dibatasi dalam pembahasan tentang pengertian dan hukum serta status perkawinan dan kewarisan waria serta transeksual setelah melakukan operasi kelamin. Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka skripsi ini dirumuskan sebagai berikut: 4
Marzuki Uinar Sa'abah, Sek dan Kita (Jakarta: Gema Insani press, 1997), cet ke-I, h. 169
1. Apa yang dimaksud dengan operasi penyempurnaan dan penggantian alat kelamin ? 2. Bagaimanakah hukum penyempurnaan dan penggantian alat kelamin menurut hukum Islam ? 3. Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap status perkawinannya ? 4. Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap status kewarisannya ?
C. Tu juan dan Kegunaan Penelitian Penulisan skipsi ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui pengertian dari operasi penyempurnaan dan penggantian alat kelamin. 2. Untuk mengetahui apa hukum operasi penyempurnaan dan penggantian alat kelamin. 3. Untuk mengetahui bagaimana status hukum perkawinan setelah melakukan operasi penyempurnaan dan pengubahan alat kelamin. 4. Untuk mengetahui bagaimana status hukum kewarisan setelah melakukan operasi penyempurnaan dan pengubahan alat kelamin. Adapun kegunaan dari basil penelitian ini adalah diharapkan dapat berguna dalam memberikan sumbangan yang berharga bagi khazanah ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut;
1. Bagi penulis Dapat
menambah
pengetahuan
yang
berharga
mengenai
operasi
penyempurnaan dan penggantian alat kelamin dalam tinjauan Hukum Islam serta pengaruhnya terhadap status perkawinan dan kewarisannya serta ntuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai jenjang kesarjanaan SI Program studi Perbandingan llukum jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum pada Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam negeri Syarif hidayatullah Jakarta. 2. Bagi Fakultas Sebagai bahan bacaan tambahan dikalangan akademisi dan sumber referensi untuk mendalami pengetahuan mengenai operasi penyempurnaan dan penggantian alat kelamin dalam tinjauan Hukum Islam serta pengaruhnya terhadap status perkawinan dan kewarisannya. 3. Bagi Masyarakat Memberikan kontribusi pada masyarakat, pengetahuan tentang operasi penyempurnaan dan penggantian alat kelamin dalam tinjauan Hukum Islam serta pengaruhnya terhadap status perkawinan dan kewarisannya.
D. Metode dan Tehnik Penulisan Dalam usaha mendapatkan bahan-bahan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library reseaeh) yaitu pengkajian kepustakaan yang rc/evan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi
ini. Di samping itu penulis mernbaca dan menelaah buku-buku serta literatureliteratur yang berkaitan dengan skripsi ini, seperti buku-buku, kitab- kitab, majalah, koran dan sebagainya. Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman kepada buku "Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta" sebagai standar penulisan dengan pengecualian sebagai berikut: 1. Terjemahan ayat-ayat al-Qur'an dan al-Hadis dalam penulisannya ditulis satu spasi, vvalaupun kurang dari enam ban's. 2. Kutipan dari buku-buku yang berejaan lama disesuaikan dengan Hjaan Yang Disempurnakan (H YD). 3. Dalam Daftar Kepustakaan, al-qur'an al Karim ditulis pada urutan pertama sebelum sumber lainnya, kemudian urutan berikutnya ditulis secara alfabet.
E. Sistematika Penulisan Dalam pembahasan skipsi ini, penulis membaginya kedalam empat bab, yang kesemuanya itu mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Adapun sistematika penulisannya secara terperinci adalah sebagai berikut: Bab I Menguraikan bagian pendahuluan, yang didalamnya mencakup mengenai latar belakang, pembatasan dan peruiriusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.
Bab II Secara singkat menguraikan dan membahas mengenai operasi penyempurnaan dan penggantian alat kelamin dan kaitannya dengan transeksual dan waria, yang didalamnya mcmuat pcngcrlian operasi penyempurnaan dan penggantian alat kelamin, pengertian transeksual serta pengertian waria , dan kaitan operasi alat kelamin dengan transeksual dan waria. Bab
III
Membahas
tentang
hukum
operasi
penggantian
dan
penyempurnaan alat kelamin dalam hukum Islam dan pengaruhnya terhadap status perkawinan dan kewarisan Islam, yang didalamnya memuat tentang tinjauan hukum Islam terhadap operasi penggantian' dan penyempurnaan alat kelamin, tinjauan hukum Islam terhadap status perkawinannya, serta tinjauan hukum Islam terhadap status kewarisannya dan anahsis penulis berkenaan dengan masalah tersebut. Bab IV merupakan penutup dari semua pembahasan yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BA B II OPERASI PENYEMPURNAAN DAN PENGGANTIAN AL AT KELAMIN KAITANNYA DENGAN TRANSEKSUAL DAN WARIA
A. Pengertian Operasi penyempurnaan dan Penggantian Alat Kelamin 1. Pengertian operasi penyempurnaan alat kelamin. Operasi penyempurnaan alat kelamin berasal dari kata operasi dan penyempurnaan kelamin. Operasi berarti bedah atau bedel, 5 sedangkan penyempurnaan alat kelamin artinya proses atau cara penyempurnaan alat kelamin laki-laki atau perempuan.6 Operasi penyempurnaan alat kelamin adalah operasi yang dilakukan terhadap organ yang kurang sempurna7. Operasi ini dilakukan oleh para dokter terhadap waria (banci) Hermaphrodit yaitu seseorang yang mempunyai dua macam alat kelamin dan juga kelenjar kelamin sekaligus, baik testis maupun ovarium, baik penis maupun vulva. Operasi kelamin ini pada dasarnya bukan hendak mengubah laki-laki menjadi perempuan, atau sebaliknya. Tetapi, menyempurnakan salah satu dari dua kelamin yang dominan. 8
5
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendid.ikan dan Kebudayaan, 1989), cel. ke-2, h. 628 6 Ibid, h. 810 7 Anshari Thayib dan Mas'ud Adnan, "Mengadili Dorce in Absensia", Amauah. No. 85, (Oktober 1989), h. 16 8 Luthfi Assyaukanie, Politik, HAM, dan isu-isu leknologi dalam fiqih konlemporer, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1998), cet. ke-1, h. 137
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa operas; penyempurnaan alat kelamin mi dilakukan oleh para dokter terhadap organ kelamin yang kurang sempurna. Operasi ini dilakukan bukan untuk mengubah jcnis kelamin laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya, melainkan untuk menyempurnakan organ kelamin dalam agar sesuai dengan organ kelamin luar atau menyempurnakan salah satu dari dua kelamin yang dominan. 2. Pengertian operasi penggantian alat kelamin. Operasi penggantian alat kelamin berasal dari kata operasi dan penggantian alat kelamin. Operasi berarti bed ah atau bedel sedangkan penggantian alat kelamin berarti proses atau cara mengganti alat kelamin lakilaki atau perempuan. 9 Operasi penggantian alat kelamin adaiah operasi yang mengubah dan merekonstruksi alat kelamin luar dari satu jcnis menjadi jcnis yang beriawanan10 Operasi ini biasanya dilakukan oleh para dokter terhadap warm (banci) transeksual yaitu mereka, baik laki-laki maupun perempuan yang inempunyai tubuh dan alat kelamin sempurna, akan tetapi jiwanya membenci pada alat kelaminnya, malah mereka ingin memotong atau mengganti kelaminnya dengan alat kelamin yang sesuai dengan jiwanya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa osperasi penggantian alat kelamin ini dilakukan oleh para dokter terhadap seseorang untuk mengubah
9
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, op cit, h 354 Anshari Thayib clan Mas'ud Adrian, loc cit
10
alat kelaminnya sesuai dengan keinginan jiwanya, karena jiwanya rnembenci alat kelaminnya. Padahal orang tersebut inempunyai tubuh dan alat kelamin yang sempurna.
B. Pengertian Transeksual dan Waria Transeksual dan waria merupakan dua di antara berbagai macam gangguan identitas jenis. 1. Pengertian Transeksual Dalam kamus Psikologi, Waluyo mengartikan transeksual sebagai berikut: "Transexualism adalah gejala di mana seseorang merasa bahwa dirinya mempunyai kelainan struktur seksual dengan fisiknya"11 Transeksual adalah seseorang yang tidak meyakini anatomi dari alat kelaminnya, bila anatomi aslinya wanita maka ia merasa sebagai laki-laki.12 Transeksualisme atau iransgender merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. 13 Gejala ketidakpuasan seseorang pada jenis kelamin yang dimilikinya karena merasa memiliki seksualitas yang berlawanan, ketidakpuasan
11
Waluyo, Kamus Psikologi, (Lamongan: CV. Bintang Pclajar, 1990), h. 163 Sudarsono, S.H, Kamus b'ilsafat dan Psikologi, ( Jakarta Rineka Cipta, 1993), cel. ke 1, h. 258 ; 13 Setiawan Budi Utomo,fiqih actual: Jawabun iunias masalah konicmporcx, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), cet. Ke-1, h. 171
12
ini diwujudkan dengan berbagai cara, misalnya mengubah cara berjalan, berbicara dan berpakaian serta memakai perhiasan dan make-up bahkan ada yang mengoperasi kelaminnya. 14 Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa transeksual merupakan keadaan seseorang yang meiniliki seksualitas yang berlawanan dengan bentuk llsiknya. Misalnya seseorang yang inempunyai anatomi aslinya laki-laki tetapi ia merasa sebagai perempuan. Ketidakpuasan ini diwujudkan dengan berbagai cara diantaranya dengan mengganti kelaminnya sesuai dengan keinginan jiwanya. 2. Pengertian Waria Pada dasarnya Allah swt menciptakan makhluk yang bernama manusia hanya terdiri dari dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Adanya pasangan lakilaki dan perempuan merupakan proses awal penciptaan keturunan anak manusia yang untuk selanjutnya menyebar di muka bumi ini sebagai khalifah fil ard. Demikian juga Allah swt. menciptakan makhluk lainnya berpasangpasangan, sebagaimana Allah swt. berfirman dalam surat Az-Zukhruf ayat 12:
… Artinya: "Dan yang menciptakan scmua yang hcpasang-pasangan……" (Az-zuhruf/43; 12)
14
Marzuki Umar sa'abah, Seks dan kila, (Jakarta: Gema Insani Press), cet. ke-I h. 169
Dalam
proses
kejadian manusia ada yang mengalami ketidak-
sempurnaan, sebagaimana dikemukakan dalam al-Qur'an:
… Artinya: "Hai manusia, jika kctnni dalam keraguun lenlang kebangkitan (dari kubur) maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dan tanah, kemudian dari setetes muni, kemudian dari segumpul duruh, kemudian dari segumpul duging yang sempurna kejadiannya dan vang tidak sempurna … … (Al-hajj/ 22:5) " Dari ayat tersebul di atas, tersirat pengertian bahwa ada "kemungkinan terjadi kelainan dalam kejadian diri seseorang. Adanya kelainan itu merupakan perkembangan dari Mudgatul Ghairu Mukhallaqah (makhluk yang tidak sempurna perlumbuhannya).15 Karena ketidaksempurnaan pSrtumbuhan inilah menimbulkan kelainan kelamin baik dari segi fisik dan ada juga dari segi psikis (kejiwaan). Orang tersebut terkenal dengan sebutan banci, Wadam (wanita adam),Waria (wanita pria) atau dikalangan fukaha dmamakan Khunsa. Dalam istilah kedokteran disebut hermaprodite, pseudohermaprodite, homosex, transeksual,dan tranvestite yang inempunyai porsi masing-masing. Untuk mengetahui batasan apa yang dinamakan waria, penulis akan mengemukakan dari segi bahasa maupun istilah dari para fukaha dan ahli medis. 15
Ali Akbar, "Penggantian Kelamin", Mimbar Ulama, XIX, (Mei,1978), h. 38
a. Arti Waria menurut bahasa: Khunsa berasal dari Bahasa Arab dari wazan Fu'la yang artinya lunak, halus dan lembut.16 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan: Khunsa (banci) berarti bersifat laki-laki dan perempuan (tidak bersifat laki-laki dan perempuan), lakilaki yang bertingkah kalu dan berpakaian perempuan atau sebaliknya. 17 b. Arti Waria Menurut Istilah Yang dimaksud waria menurut istilah Fiqhiyah adalah:"Orang yang memiliki alat kelamin laki-laki dan perempuan atau tidak inempunyai keduanya sama sekali. 18 M Ali Hasan juga menjelaskan bahwa khunsa adalah orang yang inempunyai dua alat kelamin, atau tidak inempunyai kedua alat tersebut. Hanya ada sesuatu lubang yang tidak serupa dengan alat itu.19 Di kalangan fukaha, khunsa dirumuskan sebagai: "orang yang inempunyai organ kelamin ganda yang berbeda yaitu organ kelamin pria dan wanita atau tidak mempunya sama sekali (tidak jelas identitas kelaminnya).20 Dalam kamus istilah fiqih, pengertian khunsa adalah seorang yang mempunyai dua alat kelamin, dzakar dan farji, sama besar atau kecilnya. Atau
16
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), cet. ke-8, h. 121 Anton M. Moeliono, (ed.), Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1990), cet. ke-3, h. 437 18 Suhrawardi K. Lubis, S.H, Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam lengkap dan praktis, (Jakarta: sinar grafika offset, 1995), cet. ke-1, h. 68 19 M Ali hasan, Hukum Wah sun dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), cet. ke-4, h. 124 20 Masjfuk Zuhdi, Masadul Fiqhiyah, (Jakarta: CV. Haji Mas Agung, 1993), cet. ke-5, h. 170 17
yang dalam tubuhnya terdapat bentuk keganjilan, sehingga sulit dapat diketahui dengan pasti apakah dia laki-laki atau perempuan. 21 Dari pendapat para fukaha di atas tentang khunsa dapat diambil kesimpulan bahwa para fukaha dalam memandang khunsa (waria) hanya berdasarkan kepada alat kelamin yang kelihatan (/ahir) saja yang menurut ilmu kedokteran masuk ke dalam kategori banci jasmaniah.
3. Macam-macam Waria Di kalangan fukaha waria (banci) terbagi alas dua macam, yaitu khunsa wadih dan khunsa musykil. a. Khunsa wadih adalah khunsa yang telah dapat dihukumi laki-laki atau perempuan dengan memperhatikan tanda-tandanya. Tanda-tandanya dapat diperhatikan kepada alat kelamin itu sendiri ataupun kepada sifat-sifatnya, apakah mirip kepada perempuan atau kepada laki-laki22 b. Khunsa musykil adalah khunsa yang belum dapat dihukumi laki-laki maupun perempuan, karena tanda-tandanya belum terang.23 baik disebabkan orang tersebut berkelamin ganda atau mungkin juga tidak mempunyai kelamin sama sekali. 24
21
M. Abdul Mujieb, Mabruri Thalhah, Syafi'ah A.M, Kamus Istilah Fiqih. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), Cet. Ke 2, h. 164 22 M Ali hasan, loc. cil 19 23 Ibid 24 Suhrawardi K. lubis, Kornis Simanjuntak, loc. cil
Sedangkan menurut kalangan ahli medis waria terbagi atas dua rnacam puia, yaitu: waria (banci) jasmamah dan waria (banci) kejiwaan. Secara global hal itu dapat diperinci menurut porsinya masing-masing sebagai bcrikut: a. Waria (banci) jasmaniah ternagi atas dua kelompok yaitu: Hermaphrodite yang hanya inempunyai jaringan testis atau hanya inempunyai jaringan ovarium saja, disebut sebagai hermaphrodite palsu (pseudohermaphrodite) dan mdividu yang mempunyai jaringan campuran disebut hermaphrodite tulen (hermaphrodite complexus). Dijelaskan oleh dr. H. Ali Akbar mengenai maacam-macam waria (banci) jasmania tersebut, bahwa: Hermaphrodite ditinjau dari segi bentuknya dapat dibagi menjadi hermaphrodite complexus
yaitu
seorang manusia
yang mempunyai
kedua macam alat kelamin dan kelenjar baik laki-laki maupun perempuan.i semacam ini dilakangan luqalia dikenal sebagai khunsa musykil. Ada pula Pseudo hermaphrodite, yaitu manusia yang mempunya alat kelamin tidak berkembang dengan baik, seperti penis kecil bagi lakilaki atau klitorisnya yang membesar pada wanita. Banci semacam ini dilihat dari sudut alat kelamin yang kelihatan.25 b. Waria (banci) kejiwaan adalah kelompok banci karena awak tubuhnya, bentuk tubuhnya beserta kelenjar kelaminnya berlawanan
25
dengan
Ali Akbar, "Pergantian Kelamin", Nasehat 1'crkuwinan Jan Keluarga, No. 19, (Oktober 1973), h. 6
jiwanya. Artinya bila seorang manusia mempunyai kelenjar kelamin lakilaki dan alat kelamin laki-laki tctapi jiwanya. perempuan maka tingkah laku dan sikapnya sepcrti perempuan scrta menyenangi la wan jenisnya dan sebaliknya.26 Waria (banci) kejiwaan terbagi atas tiga kelompok yaitu : 1) Homosek: laki-laki dengan tubuh iaki-laki scrta alat kelaminnya iengkap dengan zakur, last is bcrfungsi dengan baik, dapat berdin, dapat kawin dan beranak namun la selalu berluibungan dengan jenisnya sendiri yaitu lakilaki. Kalau perempuan disebut lesbian, yaitu perempuan yang fisiknya dan alat kelaminnya Iengkap, dapat menjadi istri dan beranak nanun la berluibungan kelamin dengan jenisnya sendiri, yaitu perempuan. 2) Tranvestue: laki-laki yang berfungsi sebagai iaki-laki dengan alat kelamin yang sempurna, namun ia mempunyai kesenangan memakai pakaian neremnuan
Dengan
memakai
pakaian
perempuan
itu,
dapat
membangkitkan nafsu sexnya, demikian juga orang perempuan yang senang memakai pakaian laki-laki. 3) Transeksual manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dengan tubuh dan alat kelamin sempurna, akan tetapi jiwanya membenci pada alat
26
ibid
kelaminnya, malah ia ingin memotong atau mengganti kelaminnya dengan alat kelamin yang sesuai dengan jiwanya. 27 Waria (banci) kejiwaan merupakan seseorang yang memiliki alat kelamin yang sempurna tetapi beriawanan dengan jiwanya. Jenis waria mi terbagi atas tiga kelompok. Pertama, homosek yaitu seseorang yang memiliki alat kelamin sempurna tetapi ia lebih menyukai sesama jenisnya. Kedua, tranvestite yaitu seseorang yang mempunyai alat kelamin yang sempurna tetapi ia lebih suka memakai pakaian lawan jenisnya untuk membangkitkan naisu seknya. Ketiga, transeksual yaitu seseorang yang mempunya alat kelamin sempurna tetapi ia membenci alat kelamin yang dimilikinya.
C. Kaitan operasi alat kelamin dengan transeksual dan waria Operasi kelamin yang dilakukan terhadap waria yang mempunyai dua macam sifat, yaitu operasi rehahililalij terhadap organ yang kurang sempurna dan operasi pengubahan/pengantian kelamin. Apabiia si fat keleiakiaannya lebih dominan, yakni berdasarkan laporan dari dokter yang ahli dan terpercaya melalui analisis medis dan pengamatan kromosom sel darah putih, maka diperbolehkan untuk melakukan operasi guna
27
M.I. Ali Mansyur dan Noer Iskandar Al-Barsany, Waria dan Pengubahan Kelamin, (Yogyakarta: CV. Murcahaya, 1981), h. 10
mengganti kelaminnya menjadi laki-laki. jika sifat kewanitaannya
lebih
dominan, maka dibolehkan untuk dilakukan operasi agar diubah menjadi wanita. 28 Kartini Kartono mengatakan bahwa operasi dalam mengubah jenis kelamin pria menjadi wanita lebih mudah daripada mengubah wanita menjadi pria karena penis artificial/buatan itu tidak bias berfungsi. 29 Operasi rehabilitative terhadap organ yang kurang sempurna haruslah berpegangan pada aspek anatomi yaitu kromisom dan gonad. Menurut Wildan Yatim, dosen Biologi Fakultas Kedokteran Unversitas Padjajaran Bandung, seorang waria yang menjalani operasi penyempurnaan kelamin (rehabilitative) harus dinyatakan statusnya terlebih dahulu berdasarkan kepada susunan kromosom dan gonad. Jika gonad adalah testis dan ada kromosom Y dalam sel, status orang tersebut harus dinyatakan sebagai pria. Jika tidak ada testis dan kromosom Y, status orang tersebut dinyatakan sebagai wanita. 30 Seorang manusia mengandung 46 kromosom, yaitu benang-benang halus dalam intisel. Tiap kromosom mengandung ribuan gen yang merupakan satuan bahan sifat keturunan. Diantara kromosom itu ada dua helai yang berperan dalam menentukan jenis
kelamin,
sehingga disebut kromosom jenis
kelamin, yaitu X dan Y. wanita memiliki kromosom X (XX), dan pria memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y (XY).
28
M. Manshur, Fiqih orang sakit, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003) cet. Ke-1, h. 201 Marzuku Umar Sa’abah, loc. cit 30 Wildan Yatim, Penyempurna Kelamin Seyogyanya berdasarkan Aspek Anatomi, Kompas (Jakarta), 18 Oktober 1989, h. 10 29
Kedua kromosom kelamin mempunyai dua iengan, yangjika digandengkan, satu lengan sama panjang antara keduanya dan kandungan gennya juga sama. Lengan satu lagi pada kromosom Y jauh lebih pendek, dan kandungan gennya. pun berbeda. Menurut penelitian pada bagian ujung lengan pendek kromosom Y itulah terkandung gen penumbuhan buah pelir yang disebut testis determining factor/TDF. Jika dalam sel-sel calon gonad janin ada kromosom Y, ealon gonad ini tumbuh menjadi buah pelir (testis). Testis janin mi akan memproduksi dua macam hormon, yaitu androgen (lesiosieron), yang mendorong pertumbuhan bakal saluran kelamin menjadi saluran buah pelir, kelenjar mani, dan kelamin luar pria, dan sejenis hormon dari senyawa glikoprotein yang berperan sebaga: penekan pertumbuhan jaringan calon saluran menjadi saluran telur, rahim dan kelamir luar wanita. Jika kromosom Y tidak ada, calon gonad tumbuh menjadi indung telur {ovarium), disusul dengan tumbuh saluran kelamin dari calon saluran, serta kelamin luar. Jelaslah kehadiran kromosom Y dan satu testis, merupakan petunjuk utama menetapkan status sex seseorang. Karena itu tindakan operasi harus bertujuan untuk lebih sempurna aktifitas sebagaimana digariskan oleh susunan kromosom dan gonad tadi.31 Operasi pengubahan/pergantian kelamin ini biasanya dilakukan oleh kalangan transeksual. Bagi kalangan transeksual, sebagian dari mereka 31
Ibid
sebenarnya tidak mempunyai masalah anatomic maupun fisiologik, mereka umumnya memiliki kelenjar prostat normal, testis normal dan penis yang normal pula. Mereka juga dapat melakukan senggarna, seperti layaknya laki-laki normal. Faktor psikologi banyak ditudmg sebagai penyebabnya, mereka tidak saja menginginkan agar alat keaminnya diganti dengan jenis kelamin lain, tetapi juga sangat yakin bahwa jenis alat kelamin yang dibawanya sejak lahir ltu merupakan kesalahan. Kenyataan menunjukan bahwa ada sebagian penderita transeksual yang
tak
segan-segan
memotong
pemsriva
sendiri
untuk
mendukung
keinginannya bahkan tak sedikit dari mereka yang melakukan bunuh diri. Secara logika bila penyebabnya adalah masalah psikologis maka pengobatan pun sudah barang tentu dengan pengobatan psikologis puia. Tetapi pada kenyataannya masalah pengobatan mi tidak segampang yang diduga orang. Untuk menyembuhkan kelainan ini, yang sangat menentukan adalah motivasi atau kemauan dari si penderita itu sendiri untuk disemhuhkan. Inilah keunikan dari penyakit psikis yang berlainan dengan penyakit fisik, dimana sering si penderita tidak ingin disembuhkan. Alternatif lain yang mungkin dan banyak diminati oleh penderita transeksual adalah operasi penggantian/pengubahan kelamin. Tentu saja dengan persyaratan yang sangat ketat. Para dokter yang melakukan operasi penggantian/pengubahan kelamin seseorang dari jenis waria (transeksual) adalah berdasarkan faktor-faktor yang memungkinkan dapat dilakukan operasi tersebut. Tidak semua orang yang ingin
melakukan operasi diterima permintaannya dan dilaksanakan, tetapi mereka mempertimbangkan dan meneliti beberapa kemungkinan, yang antara lain: 1. Evaluasi psikiatri yang luas dan mendalam, dengan dilakukan percobaan kearah psikoterapi yang teratur. Andaikata psikoterapi yang teratur ini tidak memenuhi sasarannya dan gagal, maka harus kearah tindakan operatif dengan mengingat beberapa syarat dasar terpenuhi lebih dahulu. 2. Pasien harus terbukti bermotivasi kuat dan secara psikopatologik tidak menunjukkan tanda-tanda kea rah psikosa. 3. Terapi hormonal, terapi menghilangkan rambut, penampakan sebagai wanita (apabila ingin merubah kelaminnya sebagai wanita) dan pembedahan kosmetik non genital lainnya perlu dijalankan. 4. Hidpu sebagai wanita perlu dilaksanakan sebagai percobaan yang cukup lama sedikit-dikitnya dua tahun. 5. Evaluasi ulang oleh psikiater dilakukan, dengan mengingat pula hal-hal yang terjadi selama ia hidup sebagai wanita. Apabila syarat-syarat nomor satu sampai nomor lima itu membenarkan motivasi yang tetap sama kuat, maka dapat dirundingkan oleh suatu panitia dokter ahli, apakah tindakan
pembedaha
dapat
dipertimbangkan sebagai
langkah berikutnya. 32 Adapun teknik
pelaksanaan
pengubahan kelamin pada transeksual
adalah sebagai berikut:
32
Kusumanto Setyonegoro, Transeksual Ditinjau dari Segi Psikiatri, (Jakarta: Dep. Kehakiman RI, 1974), h. 9
Pada transeksual wanita ke laki-laki (Female to male), tindakan operaif yang dilakukan terdiri atas; pemberian hormon endrogen selama beberapa bulan sampai beberapa tahun (untuk mengubah volume suara menjadi suara laki-laki, menumbuhkan rambut pada wajah, rambut pada dada dan anggota tubuh lainnya), membuang buah dada dengan meninggakan puling susu, membuang rahim dan indung telur melalui sayatan lewat dinding perut, membuang penis artificial (tiruan) dari kulit dinding perut bagian bawah yang dalamnya diisi jaringan lemak, membuat kantung buah pelir tinian dari jaringan bekas Inhium dan kemudian mengisinya dengan testis tiruan. Pada transeksual dari laki-laki ke wanita (male to famale), tindakan operasi yang dilakukan terdiri atas; pemberian hormone
estrogen
selama
beberapa bulan sampai beberapa tahun, melakukan operasi plasfik untuk membesarkan buah dada, membuat vagina tiruan dengan melakukan pengirisan kulit di depan dubur. Membuang bagian dalam dari penis dan kemudian kulit dari penis dimasukan ke dalam irisan tadi untuk membentuk liang senggama tiruan, membuang testis, membuat labium dari bckas knit kantung testis, membuang johm dan membuang rambut-rarnbut pada tubuh dengan eektroosis.33 Dan pada operasi ini , penis (dzakar) dan scrotum (buah dzakar atau buah peir) serta testis (tempat produksi spcrma) dibuang. Sedangkan kulit scrotan digunakan untuk
33
Transeksual dan Operasi Kelamin", Kompas, (Jakarta), 8 April 1990, h.4
menutup liang vagina, dan untuk pembuatan clitoris (klentit), diambil sebagian dari penis yang telah terbuang tadi.34 Pengubahan kelamin memberi pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan psikologis seseorang, sebagian orang merasa bahagia dan tenang jiwanya setelah menjalani operasi, tapi ada juga orang yang ingin kembai ke identitas sebelumnya, kalau ia perempuan berubah menjadi laki-laki setelah operasi, ia ingin kembali menjadi perempuan lagi dan sebaliknya, sesuai dengan pernyataan Prof. Dr. Kusumanto Setyonegoro: Di pihak lain harus diakui pasien akan merasa dirinya lebih ringan dan bahagia apabia sudah dirubah identitas sexnya. Demikian juga rasa depresi dan gejala psikologik lain mungkin diringankan karenanya, tetapi peru diperhatikan bahwa ada golongan lain yang tidak akan maju keadaan ernosionalnya; mereka tetap depresi, tetapi ingin membunuh diri, dan ada juga yang masuk dunia prostitusi serta hiburan Iain yang disangsikan legalitas dan kedudukannya, dan akhirnya ada individu yang ingin kembali lagi keidentitas yang dahulu (kalau wanita menjadi pria karena operasi, sekarang ingin kembali menjadi wanita dan sebaliknya).35 Jelasah bahwa operasi pengubahan kelamin belum tentu menjamin kepuasan dan ketenangan jiwa seseorang, karena «ida juga yang ingin kembali
34
M Mahjuddin, Masaiu Fiqhiyah berbagai kasusyang dihadapi hukum islam masa kini, (Jakarta: kalam mulia, 2003), cet ke- 4, h. 18 35 Kusumanto Setyonegoro, op. cit, h.8
kepada keadaan semula, malah ada juga yang ingin membunuh diri setelah menjalani operasi pengubahan kelamin dan ada orang yang tetap depresi.
BAB III PAN DANG AN HUKUM ISLAM TENTANG OPERASI PENGGANTIAN DAN PENYEMPURNAAN ALAT KELAMIN SERTA AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP STATUS PERK A WIN AN DAN KEWARISAN A. Tinjauan
Hukum
Islam
Terhadap
Operasi
Penggantian
dan
Penyenipurnaan Aiat Kelamin Allah menciptakan manusia dengan dua jenis kelamin, iaki-laki dan perempuan, yang mempunyai alat kelamin yang berbeda, zakar (penis) untuk lakilaki dan far7 (vagina) untuk perempuan. Tapi ada manusia yang lahir dengan alat kelamin garida atau kurang sempurna sehingga ada rasa minder atau rendah diri dalam dirinya. Operasi ganti kelamin yang sekarang ini sudah banyak dilakukan oleh orang-orang yang mengalarni gangguan identitas jenis. 1. Operasi Penggantian Alat Kelamin Manusia yang lahir dalam keadaan normal jenis kelaminnya sebagai pria atau wanita mempunyai alat kelamin satu berupa zakar (penis) atau farj (vagina) yang normal karena sesuai dengan organ kelamin dalam, tidak diperkenankan oleh hukum Islam melakukan operasi ganti kelamin.36 Dalil-dalil syar'i yang mengharamkan operasi ganti kelamin bagi orang yang lahir normal jenis kelaminnya antara lain sebagai berikut: a. Al-Qur'an, surat An Nisa ayat 119:
36
Masjfuk Zuhdi, Masai I fiqhiyah, (Jakarta: PT. Toko Gunu.ng Agung, 1906) cet ke- 9, h. 170
Artinya : "Dan soya (setan) benar-benar akan menyesatkan mereka , dan akan membangkitkan angan -angan kosong pada mereka (memotong telinga hewan ternak) , lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan saya surnh mereka (mengubah ciptaan Allah), maka sesungguhnya mereka benar-benar mengubahnya. Barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugianyang nyata"(An-Nisa/4:119). Ayat tersebut di atas merupakan ancaman Allah SWT terhadap orangorang yang merubah ciptaannya. "Beberapa perbuatan manusia yang diharamkan karena termasuk "mengubah ciptaan Tuhan", seperti mengebiri manusia, homoseksual, menyambung rambut dengan sopak: pangur, membuat tato, mencukur bulu muka (alis), dan takhannus, artinya orang pria berpakaian dan bertingkah laku seperti wanita dan sebaliknya.37 b. Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan al- Bukhari dan enam ahli Hadis lainnya dari Ibnu Mas'ud dan nilai hadisnya sahih.
(
37
Ibid, h. 171
)
:
Artinya: " Dari Abdillah berkata: Allah mengutnk wanita tukang lata , yang meminta ditato, yang menghilangkan bulu muka, yang meminta dihilangkan bulu mukanya , dan para wanita yang memolong (parting) giginya, yang semua itu dikerjakan dengan maksud untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah (HR Bukhori) ". Hadis ini menunjukan bahwa seorang pria atau wanita yang normal jenis kelaminnya dilarang oleh Islam mengubah jenis kelaminnya, karena mengubah ciptaan Allah tanpa alasan yang hak yang dibenarkan oleh Islam. 38 c. Hadits Nabi SAW. Yang mengutuk wanita menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita:
39
: (
)
Artinya : "Dari Ibnu Abbas ra. Tel ah berkata : Rosulullah te/ah mengutuk pria-pria yang menyerupai wanita dan wanita-wanita yang menyerupai pria-pria". (HR. al Bukhori) Seorang laki-laki dilarang dalam islam menyamakan dirinya dengan perempuan , dan sebaliknya perempuan dilarang menyamakan dirinya dengan laki-laki, baik perilakunya, pakainnya dan lebih-lebih bila ia mengganti kelaminnya. 40
38
Masjfuk Zuhdi, op cil, h. 172 Muhammad bin Ismail Al Bukhari, op cil, h. 1873 40 Mahjuddin, Masai! Fiqhiyah berbagai kasusyang dihadapi Hukum Islam masa kini, (Jakarta: Kalam mulia, 2003), h. 19
39
Adapun, jika scmala-rnala terdapat sifat kewanitaan pada seorang lelaki/sifat keielakian pada seorang wanita, maka diharamkan untuk dilakukan operasi kelamin pada kondisi ini, karena rial ini sama saja dengan laki-laki yang menyerupai wanita/wamta yang menyerupai laki-laki.41 Demikian pula seorang pria atau wanita yang lahir normal jenis kelaminnya, tetapi karena lingkungannya menderita kelainan semacam kecenderungan seknya yang mendorongnya lahiriah "banci" dengan berpakaian dan beiUngkah laku yang bei lawaiian dengan jenis kelaminnya yang sebenarnya. Maka dalam hal ini juga diharamkan oleh agama mengubah jenis kelaminnya, sekalipun ia menderita kelainan seks. Sebab pada hakekatnya jenis/'organ kelaminnya normal, tetapi psikisnya tidak normal. Mengubah jenis kelamin berarti mengubah ciptaan Allah swt. tanpa alasan yang dibenarkan oleh Islam. Pengubahan kelamin adalah sebagaimana mengebiri, membuang alat kelamin luar, sedang alat kelamin dalam tetap seperti semula, jika laki-laki mengubah menjadi perempuan tidak mungkin akan mempunyai anak, sebab tidak mempunyai rahim dan tidak mempunyai indung telur dan juga sebaliknya, jika perempuan menjadi laki-laki tidak akan bisa seperti laki-laki normal. Pengubahan kelamin hukumnya adalah haram, sebab hanya menyerupai laki- laki atau menyerupai perempuan saja sudah kena la'nat, apalagi merubah ciptaan Allah, merubah ciptaan Allah hukumnya haram. 42
41
Muhammad Manshur, h'iqih Orang sakil, (Jakarta: Pusiaka Al-kautsar, 2003), eel ke-1, h. 2001 M.I. Ali Mansyur dan Noer Iskandar Al-Barsany, Waria clan J'engubalu;;; Kelamin, (Yogyakarta: CV. Nurcahaya, 1981), h. 43
42
Kesemua dalil-dalil syar'i tersebut di atas jelas menunjukan tentang keharaman mengubah ciptaan Allah. Maka operasi ganti kelamin yang dilakukan oleh manusia yang mempunyai alat kelamin normal dapat dikalegorikan mengubah ciptaan Allah uan tidak ada alasan yang cukup kual untuk melakukan opersi ganti kelamin, pada dasamya itu manusia yang normal keadaan fisiknya, dia hanya menderita gangguan idenUtas jenis yang sifatnya kejiwaan se'ningga berpengaruh pada periiakunya. Oleh karena itu operasi transeksual baginya diharamkan oleh Islam. Seorang laki-laki dilarang dalam Islam menyamakan dirinya dengan perempuan, dan se'oaiiknya perempuan dilarang menyamakan dirinya dengan laki-laki; baik periiakunya, pakaiannya (misalnya dalam lawak, seorang lakilaki yang berperilaku dan berpakaian seperti perempuan) dan lebih-lebih bila ia mengganti kelaminnya. Larangan ini mengandung dosa besar , yang banyak meiibaikan pihak lain misalnya uokler yang mengoperasmya, urang-orang yang mernberikan dukungan moril dalam upaya pengoperasiannya dan sebagainya. Kesemuanya itu mendapatkan dosa yang sama, lebih-lebih lagi bila waria yang berhasii mengganti kelaminnya, menggunakannya untuk mengadakan hubungan seks dengan laki-laki. Maka ia mendapatkan lagi dosa besar, karena digolongkan
sebagai perbuatan homoseksual (Al-liwaalh), yang status hukumnya sama dengan perzinahan. 43 Selanjutnya dr. II. Ali Akbar mengatakan bahwa: operasi penggantian kelamin yang dilakukan waria (banci) transeksual yang mempunyai alat kelamin normal adalah haram. Alasan yang dikemukakan adalah: Penggantian kelamin akan lebih mudah menjurus kepada homo Sexualitas (liwat). Seorang banci laki-laki hubungan kelamin dengan laki-laki, dan dengan merobah alat kelaminnya menjadi alat kelamin perempuan mungkin dia akan kawin dengan laki-laki, sedang keduanya secara kromosom adalah sekelamin, maka ia akan menimbulkan sexualitas antara Iaki-laki dan sebaliknya hukum sexualitas (liwat) adalah haram. 44 Telah dikemukakan di atas , bahwa semua orang yang telah terlibat langsung atau tidak langsung terhadap upaya penggantian kelamin, termasuk menanggung dosa besar. Hal ini dapat diketahui status hukumnya sebagai haram, yang mengakibatkan dosa bagi seorang dokter yang menanganinya, dan orang-orang yang memberikan fasilitas serta dukungan morilnya, berdasarkan Qaidah Fiqhiyah:
45 Artinya: Apa-apa yang memberiya. 43
Mahjuddin, op.cit, h. 20 Ibid 45 Ibid, h 21 44
diharamkan
menerimanya,
diharamkan
pula
Maksud kaidah ini, adalah seorang warm diharamkan menenma penggantian kelamin dari Dokter, maka diharamkan pula bagi Dokter untuk memberikan (membantu) waria itu dalam upaya tersebut.46
47 Artinya: Rela (memberi dukungan) terdadap sesuatu, berarti rela pula terhadap resiko (dosa) yang ditimbulkannya. Maksud kaidah ini, adalah orang-orang yang secara langsung rnaupun tidak langsung memberikan fasilitas dan dukungan moriinya, tennasuk kedua orang tuanya atau orang lain yang memberikan izin untuk penggantian kelamin seorang waria, turut menanggung dosanya. Jadi jelas, bahwa semua orang yang terlibat langsung rnaupun tidak langsung dalam upaya penggantian kelamin seorang waria, mendapatkan dosa yang sama besarnya dengan dosa yang diperbuat oleh waria itu.48 2. Operasi Penyempurnaan Alat Kelamin Mengenai operasi penyempurnaan alat kelamin yang dilakukan terhadap waria (banci) hermaphrodite/khuma musykil menurut pandangan hukum Islam adalah boleh karena memenuhi tiga syarat. Pertarna karena
46
Ibid Ibid 48 Ibid 47
sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Kedua tidak mengubah jenis kelamin dalam (ovarium dan testis). Ketiga tidak menimbulkan penipuan.49 Orang vang lahir tidak normal jenis/organ kelaminnya terutama yang banci alami bisa mudah mengalami kelainan psikis dan sosial, akibat masyarakat yang tidak memperlakukannya secara vvajar, yang pada gilirannya bisa menjeiumuskannya ke dalam uunia pelacuran dan menjadi sasaran kaum homo yang sangat berbahaya bagi dirinya dan masyarakat. Sebab perbuatan anal seks dan oral seks yang biasa dilakukan oleh kaum homo bisa menyebabkan penyakit AIDS yang sangat ganas yang hingga kini belum ditemukan obatnya. Karena itu, apabila kemajuan teknologi kedokteran bisa memperbaiki kondisi kesehatan fisik dan psikis/mental si banci alami itu melaluai
operasi
kelamin,
maka
Islam
memboiehkan,
bahkan
menganjurkan/memandang baik, karena akan mencapai maslahahnya lebih besar
daripada
mafsadatnya.
Apalagi
kalau
kebancian
alami
bisa
dikategorikan sebagai penyakit, yang menurut pandangan Islam wajib berikhtiar diobati. Adapun mengenai seorang yang dilahirkan dalam keadaan tidak normal alat kelaminnya, bila ia melakukan operasi alat kelaminnya harus dilihat dulu keadaan organ kelamin luar dan organ kelamin dalamnya. Bila seseorang mempunyai organ kelamin ganda yakni mempunyai penis dan vagina, maka ia boleh melakukan operasi kelamin untuk 49
Anshari Thayib dan Mas’ud Adnan, “Mengadili Dorce in absensia”, Amanah No. 85, (Oktober), h. 15
mempertegas identitas jenis kelaminnya, yaitu dengan vnematikan salah satu organ kelaminnya dan memfungsikan organ keiamin luar yang sesuai dengan keadaan organ keiamin dalamnya. la tidak memperboiehkan memfungsikan organ keiamin yang tidak sesuai dengan organ keiamin dalamnya. Operasi penegasan jenis keiamin ini sangat dianjurkan, karena kemaslahatan bagi dirinya lebih besar dari mudharatnya, yaitu mempertegas identitas keiamin dirinya sehingga ia memperoleh ststus hokum yang jelas, juga berakibat mengubah status jenis keiamin dari waria menjadi pria atau wanita yang penun identitasnya, sesuai der.gari kenvataan organ keiamin bagian luar dan dalam yang uimiiiki setelah operasi. Dalam melaksanakan operasi penyempurnaan keiamin terhadap banci hermaphrodite atau khunsa
musykil,
Prof.
Dr
H. Masjfuk Zuhdi
mengklasifikasikannya menjadi dua kelompok yaitu: a. Apabila seseorang mempunyai organ kelamin dua ganda yakni penis dan vagina, maka untuk mcmpcrjelas identitas kelaminnya, ia boieli melakukan operasi mematikan organ keiamin yang yang satu dan merighidupkan organ keiamin yang iainnya yang sesuai uenga organ keiamin bagian dalam. Misalnya seseorang mempunyai dua alat keiamin yang berlawanan, yakni penis dan vagina, dan di samping itu juga ia mempunyai rahim dan ovarium yang merupakan ciri knas dan utarna untuk jenis keiamin wanita, maka ia boieh melakukan operasi, bahkan disarankari operasi mengangkat penisnyu uemi mempertegas identitas
jenis keiamin kewanitaanrya. Dan sebaiiknya, ia tidak uoleh mengangkat vaginanya dan membiarkan penisnya, karena berlawanan dengan organ kelaminnya yang bagian dalam yang lebih vital, yakni rahim dan ovarium. b. Apabila seseorang mempunyai organ keiamin satu yang kurang sempurna bentuknya, misalnya ia mempunyai vagina yang tidak beriubang dan ia mempunyai rahim dan ovarium, maka ia boleh melakukan operasi, bahkan dianjurkan oleh agama untuk operasi memberi lubanjj pada vaginanya. Demikian pula kalau seseorang mempunyai penis dan testis, tetapi lubang penisnya tidak berada diujung penisnya ( tetapi di bagian bawah penisnya, maka ia pun boleh operasi untuk dibuatkan lubangnya yang normal. 50 Adapun dalil syar'i yang bisa membenarkan operasi yang bersifat memperbaiki atau menyempurnakan organ keiamin adalah
51 Artinya: "Untuk mengusahakan kemudaratan”
kemaslahatan
dan
menghilangkan
Misalnya khitan anak laki-laki dengan jalan menghilangkan kulub dibenarkan oleh Islam, bahkan hukumnya sunnah. Sebab kalau kulub itu tidak di potong, justru kulub itu menjadi sarang penyakit keiamin. Orang yang lahir tidak normal jenis organ keiaminnya terutama yang banci alami bisa mudah mengalami kelainan psikis dan sosial, akibat masyarakat 50 51
Masjfuk Zuhdi, op. cil, h. 167 Ibid
yang tidak memperlakukannya secara wajar, yang pada gilirannya bias menjerumuskan ia kedalam pelacuran dan menjadi sasaran kaum homo yang sangat berbahaya bagi dirinya dan masyarakat. Karena itu, apabila kemajuan teknologi kedokteran bias memperbaiki kondisi kesehatan fisik dan psikis/ mental sibanci alami itu melalui operasi kelamin, maka Islam bias membolehkan, bahkan menganjurkan, karena akan mencapai maslahatnya lebih besar daripada mafsadatnya.52 Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa operasi ganti kelamin yang dilakukan oleh seorang banci untuk mengganti/ merubah bentuk kelamin yang ada sehingga mengakibatkan jenis kelamin luar berlawanan dengan jenis kelamin dalam, hukumnya haram dalam islam, karena hal tersebut juga termasuk telah merubah ciptaan Allah SWT. Sedangkan operasi penyempurnaan alat kelamin hukumnya mubah (boleh) bahkan dianjurkan dalam Islam karena akan memperjelas identitas seseorang dari seorang banci menjadi seorang laki-laki atau perempuan yang penuh dengan identitas alat kelamin.
B. Pengaruh Operasi kelamin terhadap Status Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan
52
Masifuk Zuhdi, op cit, h. 174
Hidup berpasang-pasanganan merupakan salah satu sunatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan baik manusia, hewan rnaupun tumbuh-tumbuhan, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
Artinya : "Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh humi dan dari diri mereka rnaupun dan apa yang mereka ketahui "(Yaasin 36:36). Maka bagi manusia , perkawinan merupakan sarana perhubungan satu sama lain, saling mencintai, menghasilkan keturunan serta hidup dalam kedarnaian dan kesejahteraan sesuai perintah Allah swt. dan petunjuk Nabi saw. Bermacam-macam pendapat
yang
dikemukakan orang
mengenai
pengertian atau arti perkawinan itu. Dari berbagai macam ungkapan tentang arti perkawinan, tidak memperlihatkan adanya pertentanga.n yang sungguh-sungguh antara satu pendapat dengan pendapat yang Iain. 1 lanya murigkin cara pengungkapannya yang berbeda tetapi maksud dan tujuannya sama." Nikah adalah salah satu kata bahasa arab yang telah baku menjadi kata Indonesia, maka asalnya berkumpul, menindas dan memasukan (sesuatu) di samping juga bersetubuh atau perjanjian"53
53
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 741
Ahmad Warson Munawir mengemukakan bahwa : "( ) ﻧﻜﺢadalah mengawini, menikahi, menguasai, dan kata ( )اﻟﻨﻜﺎحadalah ( )اﻟﺰواجkawin dan ( )اﻟﻮطءbersetubuh.54 Dengan demikian perkawinan menurut bahasa adaiah persetubuhan perjanjian, sedang menurut istilah adalah "suatu ketetapan yang menyatakar. bahwa laki-laki dan perempuan dihalalkan dalam hubungan senggama sesud:. melalui pernikahan yang sah".55 2. Pengaruh perubahan Keiamin Terhadap Status Perkawmannya Agama Islam sangat
menganjurkan perkawinan.
Anjuran ini
dituangkar. dalam bermacam-macam ungkapan yang terdapat dalam ai Quran dan al-Had:- Ada yang mengatakan bahwa perkawinan sudah menjadi sunah para Rasul sejak zaman dahulu kala dan hendaklah diikuti oleh generasi yang datang kemudian Firman Allah swt :
Artinya: "Dan sesungguhnya kami telah mengutus para rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan ( ArRa’d/13:14).
54
Ahmad Warson Munawar, AJ-Munawar Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pondok Pesantren Almunawar, 1984), h. 1560 55 Husein Bahresy, Kamus Intisari Islam, (Surabaya: Balai Baku, 1979), cet. ke-1, h. 115
Allah menganjurkan agar kaum muslimin saiing bantu membantu dalam perkawinan, berusaha menearikan jodoh dari saudaranya yang belum mempunyai jodoh, karena perkawinan itujalan untuk menghindari kefakiran dan kemiskirtansesuai dengan Firman Allah swt.
... Artinya: "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara karnu, dan orangorang yang layak (berkawin) dari hamba sahayamu yang lelaki dan wanita jika mereka miskin, Allah akan mernampukan mereka dengan karunia-Nya "( An-Nur 34:32). Perkawinan yang dianjurkan harus sesuai dengan ketenruan-ketentuan hukum Islam agar perkawinan tersebut menjadi sah. "Syahnya suatu perkawinan menurut hukum Islam dilaksanakan dengan memenuhi syaratsyarat dan rukun- rukun perkawinan".56 Adapun rukun perkawinan adalah: a. calon suami dan calon istri. b. akad. c. wali. d. dua orang saksi.
56
M. Idris Ramulyo Sh, MH Jicberapa Masalah tanking Hukum Acarci Perdata, Peradilan Agama, (Jakarta: Ind Hilco, 1991), h. 173
Adanya calon suami dan calon istri yang merupakan rukun dalam perkawinan baru dianggap sah, apabila dapat memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Syarat calon suami 1) Beragama islam. 2) Laki-laki (bukan banci). 3) Tertentu / jelas orangnya. 4) Tidak terkena halangan perkawinan. 5) Cakap bertindak hokum untuk hidup berumah tangga. 6) Tidak sedang mengerjakan haji / umiah. 7) Belum mempunyai empat orang istri. b. Syarat calon istri 1) Beragama islam. 2) Perempuan (bukan banci). 3) Tertentu / jelas orangnya. 4) Dapat dimintai persetujuan. 5) Tidak terkena halangan perkawinan. 6) Diluar Iddah bagi janda). 7) Tidak dalam haji. 57
57
A. Zuhdi Muhdlor, Memcihami Hukum perkawinan (nikah, talak, cerai, dan nijuk) Menurur Hukum Islam, LIU No. I, 1974 (UU perkawinan), UU No. 7.1989 (UU Peradi/an Agama), dan Kompilasi Hukum Islam Hi Indonesia, (Bandung: Al-bayan, 1994),cet.ke-1, h. 52
Salah satu syarat calon suami dan calon istri adalah harus berjenis keiamin laki-laki dan perempuan. Maka berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa khun.su musykil yang belum jelas kemusykilannya setelah diteliti alat keiamin yang dilalui air kencing, atau kecenderungan seknya, dan tanda-tanda kedewasaannya kemudian ia melakukan perkawinan bukan atas dasar keinginan sendiri, maka perkawinan tersebut menurut hukum Islam tidak sah dan haram hukumnya karena kemusykilannya. Hal ini berbeda apabila seorang khunsa musykil mempunyai keinginan sendiri untuk melakukan perkawinan dengan seseorang, maka perkawinannya itu adalah sah menurut hokum islam. Kecenderungan seksual khunsa tersebut merupakan alasan sahnya perkawinan itu. Bila khunsa musykil itu melakukan perkawinan dengan seorang perempuan maka ia dianggap berjenis keiamin laki- laki. Kendati dalam keadaan tertentu kemusykilan tersebut dapat diatasi, misalnya dengan mencari tahu dari mana ia membuang air kecil. Bila urinnya keluar dari penis, maka ia divonis sebagai laki-laki, sedangkan jika ia mengeluarkan urine dari vagina, ia divonis sebagai perempuan. Namun bila ia mengeluarkan urine dari kedua alat kelaminnya secara berbarengan, maka inilah yang diriyatakan sebagai khunsa musykil. Dan ia akan tctap musykil hingga datang masa akil baligh. Berdasarkan hal ini, maka dapat dikatakan bahwa perkawinan seorang khunsa musykil atas dasar keinginan sendiri, hukumnya sah sebab ia telah
menjadi wadih (jelas), dengan pengakuan sendiri atas kecenderungan -a yang ia rasakan sendiri meskipun sulit diidentikan melalui penelitian _ keiamin yang dilalui air kencing, meneliti tanda-tanda kedewasaannya maur_-. keterangan dari dokter yang memeriksanya. Kecenderungan seknya dapa: diketahui dengan cara bagaimana cara ia bermimpi dewasa dan dengan c_ra melihat kecenderungan ia mendekati laki-laki atau kecenderungannya mendekati perempuan. Masjfuk Zuhdi menegaskan bahwa: "Sebagai konsekuensi diijinkan seorang waria/banci alarm menjalani opera-; perbaikan jenis kelaminnya, maka ia boleh melakukan perkawinan dengan pasangan yang berbeda jenis kelaminnya".58 Khunsa musykil yang melakukan perkawinan bukan atas dasar keinginan sendiri (dikawinkan), maka perkawinannya itu tidak sah dan haram hukumnva
karena
ketidakjelasan statusnya.
Hal
itu
berbeda
kalau
perkawinannya itu dilakukan atas dasar keinginannya sendiri maka sah perkawinannya sebab telah jelas statusnya berdasarkan kecenderungan seksualnya. Mengenai waria (banci) kejiwaan seperti transeksual, homosex dan tranvestite, bila hendak kawin juga tidak dilarang asal jelas apa kelaminnya yang tampak dan dengan pasangan yang berbeda jenis kelaminnya walaupun hal itu tidak dapat memberikan kepuasan yang maksimal.
58
Masifuk Zuhdi, Op. Cit,h. 167
Apabila
seorang
waria
(banci)
kejiwaan
melakukan
operasi
penggantian/pengubahan keiamin untuk maksud perkawinan . Kemudian ia laksanakan perkawinan tersebut dengan kondisi jenis keiamin yang baru . maka perkawi nan itu hukumnya tidak sah bahkan haram. Menurut Masjfuk Zuhdi opersi penggantian/pengubahan keiamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya tidak merubah status jenis kelaminnya , ia tetap berstatus dengan jenis kelaminnya yang asli yang normal pada waktu lahirnya. Seorang waria (banci) kejiwaan sangat berpotensi menyenangi sesama jenisnya walaupun ia telah menikah dengan I a wan jenisnya. Kecenderungan ini akan terus berlanjut apabila tidak ada usaha untuk mengobatmya. Bahkan ada diantara mereka yang sampai pada keinginan untuk melakukan operasi penggantian /pengubahan keiamin. Apabila penggantian atau pengubahan keiamin ini dilakukannya sedang ia masih dalam ikatan perkawinan , maka hal ini akan berakibat pada fasakhnya perkawinan. Yang dimaksud fasakh perkawinan adalah : " salah satu dari macam perceraian, yang berarti membatalkan ikatan perkawinan dan rnemutuskan tali perhubungan yang mengikat antara suami istri karena suatu sebab". Beberapa alasan yang dapat diajukan untuk minta fasakh perkawinan adalah karena: a. Suami mempunyai cacat atau penyakit.
b. Suami tidak sanggup memberikan nafkah pada istrinya. c. Suami melakukan kekejaman terhadap istrinya. d. Suami meninggalkan tempat kediaman bersama. e. Suami di hukum penjara. Operasi penggantian atau pengubahan keiamin bertujuan untuk mengubah dan merekontruksi alat keiamin luar dari satu jenis menjadi jenis yang berlawanan serta menggantikannya dengan alat keiamin yang sesuai dengan keadaan jiwa. Apabila seorang suami yang trasnseksual dan masih dalam ikatan perkawinan dengan istrinya melakukan opersi penggantian keiamin, maka si istri berhak minta cerai dengan suarninya dengan alasan bahwa suaminya tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai suami yang normal karena alat kelaminnya telah dirubah dan itu berarti suaminya mempunyai cacat atau penyakit (impoten). Dengan alasan tersebut hakim dapat mem fasakh ikatan perkawinan mereka. Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa : Perkawinan yang dilakukan oleh Khunsa Musykkil (waria atau banci hernia prodite) yang bukan atas dasar keinginannya sendiri haram hukumnya dan tidak sah karena ketidakjelasan statusnya. Sedang bagi mereka yang jelas statusnya jenis kelaminnya karena melakukan perkawinan tersebut atas dasar keinginannya sendiri atau telah menjalani operasi penyempurnaan/penyesuaaian keiamin, maka sah menikah dengan lawan jenisnya. Dengan kata lain, perkawinan banci jasmaniah maupun kejiwaan itu hukumnya sah, asai jelas laki-laki
dengan perempuan atau perempuan dengan laki-laki seperti manusia pada umumnya. Di samping itu operasi penggantian /pengubahan keiamin dapat mempengaruhi kepada ikatan perkawinan yang sedang berlangsung. Hakim dapat memutuskan fasakh perkawinan karena tidak ada kemampuan suami menunaikan kewajibannya akibat operasi penggantian/pengubahan keiamin yang dilakukan.
C. Pengaruh Operasi Keiamin Terhadap Status kewarisan Pada umumnya setiap lapisan masyarakat mengenal warisan, walaupun cara dart sifat pembagiannya berbeda-beda antara daerah dengan daerah lain. Namun, pada hakekatnya yang dinamakan warisan bagi seluruh lapisan masyarakat adalah sama, yakni berupa harta peninggalan yang akan diwarisi. Dalam hukum kewarisan Islam alat keiamin laki-laki dan perempuan mempunyai urgensi yang tidak dapat diragukan lagi kebenarannya untuk menentukan seseorang kepada jenis laki-laki atau perempuan. Allah swt. menjelaskan kewarisan orang laki-laki dan perempuan sejelas-jelasnya dalam ayat mawaris, antara lain:
... Artinya: "Allah mensyariatkan bagimu tentartg (pembagian pusaka untuk) anakanakmu. Yaitu bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagian dua anak perempuan (An-Nisa 4:11)
Ayat di atas menjelaskan bagian orang laki-laki dan perempuan yang akan mereka terima dari harta waisan yang ditinggaikan. Namun Allah swt. tidak menjelaskan bagian yang harus diterima oleh seorang waria (Khunsa). Oleh karena itu para ulama berusaha dan berijtihad untuk mengatasi penyelesaian bagian mereka. Ijtihad para ulama itu bertitik tolak kepada ketentuan yang telah ada, yaitu mereka mengidentikkannya dengan laki-laki atau perempuan. 1. Kewarisan waria yang belum jelas statusnya Kejelasan jenis keiamin seseorang akan mempertegas ststus hukumnya sehingga ia berhak menerima harta waris sesuai harta bagiannya. Oleh karena itu, adanya dua jenis keiamin pada seseorang atau bahkan sama sekali tidak ada disebut sebagai musykil. Keadaan ini membingungkan karena tidak ada kejelasan, kendati dalam keadaan tertentu kemusykilan tersebut dapat di atasi, misalnya dengan mencari tahu dari mana ia membuang air keeil. Bila urinnya keluar dari penis, maka ia divonis sebagai laki-laki dan mendapatkan hak waris sebagai kaum laki-laki. Sedangkan jika ia mengeluarkan urine dari vagina, ia divonis sebagai perempuan dan memperoleh hak sebagai kaum perempuan. Namun, bila ia mengeluarkan urine dari kedua alat kelaminnya (penis dan vagina) secara berbarengan, maka inilah yang dinyatakan sebagai khunsa musykil. Dan ia akan tetap musykil bingga datang rnasa akil baligh.59
59
Muhammad Ali Ash-shaburii, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani Press), cet. ke-1. h. 161
Di samping melalui cara tersebut, dapat juga dilakukan dengan cara mengamati pertumbuhan badannya, atau mengenali tanda-tanda khusus yang lazim sebagai pembeda antara iaki-laki dengan perempuan. Misalnya, bagaimana cara ia bermimpi dewasa, apakah ia tumbuh kumis, apakah tumbuh payudaranya, apakah ia haid atau hatnil, dan sebagainya. Qila tanda-tanda tersebut tetap tidak tampak, maka ia divonis sebagai khunsa musykil. 60 Jika seseorang khunsa sukar ditetapkan jenisnya, baik dengan jalan meneliti alat kelamin yang dipergunakan membuang air kecil, keterangan dokter, pengakuan
sendiri
rnaupun
dengan
jalan
meneliti
cirri-ciri
khusus
kedewasaannya, ia disebut dengan kiiunsa musykil. Kesulitan untuk menentukan jenisnya membawa kesulitan dalam menetapkan pembagian pusakanya. Apabila sikhunsa itu tidak mempunyai indikasi-indikasi atau cirri-ciri khas yang bisa menunjukan kearah jenis kelamin tertentu (laki-Saki atau perempuan), atau ia mempunyai indikasi-indikasi atau cirri-ciri yang kontradiktif, maka ia disebut khunsa musykil, dan ia diperlakukan dalam status hokum warisnya sebagai ah1i waris yang kurang beruntung, Sebab ia hanya menerima bagian warisan yang lebih kecil dari dua alternatif bagian warisan dengan status hokum pewaris pria dan wanita. Ada tiga pendapat yang masyhur di kalangan ulama rnengenai pembagian hak waris kepada khunsa musykil, antara lain: 61
60 61
Ibid Ibid, h. 162
a. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa hak waris banc; adalah yang paling (lebih) sedikit bagiannya di antara keadaannya sebagai laki-laki atau wanita. Dan ini merupakan salah satu pendapat Imam Syafi'i serta pendapat mayoritas sahabat. b. Mazhab Maliki berpendapat, pemberian hak waris kepada para banci hendaklah tengah-tengah di antara kedua bagiannya. Maksudnya, inula-mula permasalahannya dibuat dalam dua keadaan, kemudian disatukan dan dibagi menjadi dua, maka hasilnya menjadi hak/bagian banci. c. Mazhab Syafi'I berpendapat, bagian setiap ah!i waris dan banci diberikan dalam jumlah yang paling sedikit. Karena pembagian yang seperti ini lebih meyakinkan bagi-bagi tiap-tiap ahli waris. Sedangkan sisanya (dari harta waris yang ada) untuk sementara tidak dibagikan kepada masing-masing ahli waris hingga telah nyata keadaan yang semestinya. Inilah pendapat yang dianggap palibg kuat dikalangan mazhab Syafi'i.
2. Kewarisan Waria Yang Sudah Jelas Statusnya Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa seorang waria (khunsa) akan digolongkan kedalam Khunsa Musykil apabila dalam menetapkan jenisnya menemui kesulitan, baik dengan jalan meneliti alat kelamin yang dipergunakan untuk buang air kecil maupun dengan jalan meneliti cirri-ciri khusus kedewasaannya. Berbeda halnya dengan khunsa wadih (waria yang sudah jelas
statusnya), yang dapat ditentukan statusnya dengan tidak menimbulkan kesulitan, baik dengan cara mcneiili landa-tanda kedcwasaannya. Jika seseorang khunsa membuang air kecii dengan melalui zakar atau melalui zakar dan farj, tetapi air yang levvat zakar lebih dahulu keluarnya daripada yang lewat farj, maka ia dianggap sebagai seorang laki-laki dan karenanya dapat mewarisi sebagai seorang laki-laki. Jika ia membuang air kecil dengan melalui farj atau lewat farj dan zakar, tetapi air yang lewat farj lebih dahulu keluarnya, ia dianggap perempuan dan k; trenanya ia, dapat mewarisi sebagaiinana seorang perempuan. Jika penelitian aiat kelamin yang dipergunakan membuang air kecil tidak berhasil, maka dapat ditempuh jalan yang lain, yaitu meneliti ciri-ciri kedewasaan bag! si khunsa. Sebagaiinana diketahui bahwa cirriciri kedewasaan seseorang di samping terdapat persamaan antara laki-laki dan perempuan terdapat juga cirri-ciri yang berlainan. Ciri-ciri yang spesifik bagi orang laki-laki antara lain: tumbuh janggutnya dan kumisnya, suaranya berubah menjadi besar, keluarnya sperma lewat zakar, dan adanya kedenderungan mendekati perempuan. Sedang ciri-ciri yang spesifik bagi perempuan antara lain: memontoknya buah dada, bermenstruasi, dan adanya kecenderungan mendekati laki-laki. Dengan diketahui cirri-ciri spesifik tersebut, mudahlah kiranya seorang khunsa itu dipastikan jenisnya, sehingga karenanya tidak menimbulkan kesulitan untuk menentukan warisannya.62
62
Fatchur Rahman, op. til, h. 484
Uraian diatas menjelaskan bahwa seorang waria (Khunsa) diidentikkan dengan laki-laki apabila ketika ia buang air kecil dengan melalui alat kelamin laki-laki (zakar) atau air kencing tersebut melalui alat ke;amin laki-laki (zakar) dan alat kelamin perernpuan (farj), namun air kencing yang melewati alat kelamin laki-laki (zakar) lebih dahulu keluarnya atau lebih akhir putusnya (habisnya) daripada yang melewati alat kelamin perernpuan (Farj). Dengan demikian Khunsa tersebut dianggap sebagai seorang laki-laki dan karenanya ia dapat mewarisi sebagaimana orang laki-laki. Sebaliknya seorang waria (Khunsa) yang diidentikkan dengan perernpuan apabila ketika ia buang air kecil dengan melalui alat kelamin perernpuan (Farj) atau air kencing itu keluar melalui zakar dan farj, tetapi air kenciny yang melewati farj terlebih dahulu keluarnya atau lebih akhir putusnya daripada yang melewati zakar. Dengan demikian khunsa tersebut dianggap sebagai seorang perernpuan dan karenanya ia dapat mewarisi sebagaimana orang perernpuan. Di dalam mengidentikkan seorang khunsa dengan Iski-lski atau perernpuan, disamping meneliti alat kelamin yang dilaiui air kencing, juga meneliti tanda-tanda kedewasaannya (sex), sebab lazimnya antara seorang lakilaki dengan seorang perernpuan terdapat tanda-tanda kedewasaan yang khas, misalnya dari kumis, jenggot, suara atau buah dadanya. seperti kalau buah dadanya menunjukan pertumbuhan sebagaimana layaknya perernpuan (menonjol dan membesar) maka ia digolongkan kepada jenis kelamin
perernpuan,
sedangkan apabila kumisnya atau jenggotnya tumbuh maka digolongkan kepada jenis kelamin laki-laki Lebih lanjut Fatchur Rahman menjelaskan bahwa: Jika penelitian alat kelamin yang dipergunakari membuang air keneing tidak berhasil, maka dapat ditempuh jalan yang lain, yaiit; meneliti cirri-ciri kedewasaan bagi khunsa. Sebagaiinana diketahui bahwa cirri-ciri kedewasaan seseorang disamping terdapat persamaan antara laki-laki dan perempuan terdapat juga cirri-ciri yang berlainan. Ciri-ciri yang spesifik bagi seorang laki- laki antara lain: tumbuh janggutnya dan kumisnya, suaranva berubah menjadi besar, keluarnya sperrna lewat zakar, dan adanya kecenderungan mendekati wanita. Sedang cirri-ciri spesefik bagi perempuan antara lain: membesarnya buah dada, bermenstruasi, dan adanya kecenderungan mendekati laki-laki. Dengan demikian cirri-ciri spesifik tersebut mudahlah kiranva seorang Khunsa itu dipastikan jenisnya, sehingga karenanya tidak menimbulkan kesulitan untuk menentukan pusakanya. 63 Berdasarkan uraian di atas, jelas sudah bahwa dengan melalui penelitian terhadap alat kelamin yang dilalui air keneing atau tanda-tanda kedewasaan, seorang khunsa dapat dianggap seorang laki-laki dan karenanya dapat mewarisi sebagaiinana orang laki-laki atau dianggap sebagai seorang perempuan dan karenanya dapat mewarisi sebagaiinana orang perempuan.
63
Ibid
3. Pengaruh perubahan kelamin terhadap status kewarisannya Terhadap waria yang sudah jelas statusnya berdasarkan kepada penelitian terhadap alat kelamin yang dilalui air kencing atau tanda-tanda kedewasaannya, maka operaso penyempurnaan/penyesuaian alat kelamin dapat berpengaruh terhadap perubahan status jenis kelamin dan waria (khunsa) yang sudah jelas statusnya dan dianggap sebagai laki-laki atau sebagai perernpuan yang penuh identitasnya, sesuai dengan kenyataan organ kelamin bagian luar dan dalam yang dimiliki setelah operasi. Status hokum kewarisan waria (khunsa) tersebut tidak berubah walaupun telah menjalani operasi penyempurnaan alat kelamin, status kewarisannya tetap seperti semula sesuai dengan kejelasan statusnya sebelumnya bahkan dengan dilakukanny a operasi, status yang sudah jelas akan bertambah jelas. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleli Masjliik Zuhdi bahwa: Apabila sifat dan tujuan operasi kelamin ilu hanya untuk tahsih/takmil, artinya hanya untuk memperbaiki/menyempurnakan jenis kelarninnya saja, dengan jalan memfungsional kan sal ah satu organ kelamin bagian luar yang bertentangan dengan organ bagian dalam, atau dengan jalan rnenormalkan organ kelamin luar yang hanya satu tapi ada cacat atau kurang sempurna, misalnya vagina yang tidak berlubang, maka operasi kelamin semacam ini selain dibenarkan oleh islam, juga berakibat mengubah statys jenis kelamin dari waria (khunsa) menjadi pria atau wanita yang penuh identitasnya, sesuai dengan
kenyataan organ kelamin bagian luar dan dalam yang dimiliki setelah operasi30 Lebih lanjut Masjfuk Zuhdi menjelaskan bahwa: 64 Sebagai konsekuensi diijinkan seorang wari'a/banci alarni menjalankan operasi perbaikan jenis kelaminnya, maka ia boleh melakukan perkawinan dengan pasangan yang berbeda jenis kelaminnya, dan ia berhak mendapatkan bagian warisan sesuai dengan jenis kelaminnya setelah operasi. 65 Mengenai waria atau banci kejiwaan seperti: transeksual, homosex dan tranvestite status hokum kewarisan mcreka sesuai dengan jenis alal kelamin yang mereka miliki, karena secara fisik organ kelamin bagian dalam dan luar sempurna dan berfungsi dengan baik, hanya saja secara psikis mereka mengalarni ketidaksempurnaan/ada gangguan bahkan mereka kadangkala membenci pada alat kelaminnya sendiri dan berkeinginart memotong atau mengganti kelaminnya dengan alat kelamin yang sesuai dengan pwanya. Jika mereka memiliki alat kelamin laki-laki lengkap dengan zakar dan testisnya, maka mereka mewarisi sebagai seorang laki-laki, sebaliknya jika mereka memiliki alat kelamin perempuan lengkap dengan vagina, rahim dan ovarium, maka mereka mewarisi sebagai seorang perempuan. Karena kewarisan itu salah satunya berdasarkan kepada alat kelamin yang dimiliki seseorang, dimana alat kelamin itu mempunyai urgensi yang tidak
64 65
Masjfuk Zuhdi, op.cit, h. 175 Ibid, h. 176
dapat diragukan lagi kebenarannya untuk menentukan seseorang kepada jenis laki-laki dan perernpuan.66 Berdasrkan hal tersebut di atas, maka operasi penggantian atau pengubahan kelamin yang dilakukan oleh waria (khunsa) kejiwaan seperti: transeksual, homosex atau tranvestite tidak dapat merubah status jenis kelaminnya yang asli begitu pula dengan kedudukannya sebagai ahli waris, sebagaimana dijelaskan oleh Masjfuk Zuhdi bahwa: Apabila sifat dan tujuan operasi kelamin itu tabdil/taghyiril khilqah, artinya mengubah ciptaan Allah dengan jalan operasi penggantian jenis kelamin dari pria menjadi wanita atau sebaliknya, maka status jenis kelaminnya tetap, tidak berubah, sehingga kedudukannya sebagai ahli waris misalnya, ia tetap berstatus dengan jenis kelaminnya yang asli yang normal pada waktu lahirnya. 67 Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa: Operasi penyempurnaan/penyesuaian alat kelamin yang dilakukan oleh waria (banciO Hermaphrodite/khunsa musykil berpengaruh pada kesempurnaan status jenis kelamin yang dimiliki oleh khunsa tersebut sebelumnya, sehingga ia menjadi seorang laki-laki atau perernpuan yang penuh identitasnya karena organ kelamin bagian luar telah sesuai dengan organ bagian dalam. Operasi ini tidak merubah kedudukannya sebagai ahli waris, bahkan lebih menguatkan statusnya daripada sebelum dilakukan operasi penyempurnaan kelamin tersebut. Sedangkan operasi
66 67
Ibid Ibid, h. 174
penggantian atau pengubahan alat kelamin yang dilakukan oleh waria (banci) kejiwaan tidak dapat merubah status jenis kelaminnya, juga tidak merubah kedudukannya sebagai ahli waris. Waria (banci) kejiwaan tetap berstatus kelamin dan berkedudukan sebagai ahli waris seperti jenis kelaminnya yang asli yang normal pada waktu lahir, sekalipun telah menjalani operasi penggantian/ pengubahan alat kelamin.
D. Analisis Penulis Tentang Hukum Penggantian dan Penyempurnaan Kelamin dan Akibat Hukumnya Terhadap Status Perkawinan dan Kewarisan Operasi penyempurnaan alat kelamin diperbolehkan dalam Islam bahkan dianjurkan, karena akan memperjelas status jenis kelamin khunsa menjadi lakilaki atau perernpuan yang penuh identitasnya, karena organ kelamin luar telah sesuai dengan organ kelamin dalam. Sedangkan operasi penggantian alat kelamin tidak diperbolehkan dalam [slam bahkan diharamkan karena telah merubah ciptaan Allah swt. dan berarti juga tidak mensyukuri apa yang telah diberikan Allah swt. kepadanya. Dalam perkawinan, operasi penyempurnaan alat kelamin akan berakibat pada status perkawinannya, jika operasi ini dilakukan oleh khunsa wadih sebelum melakukan perkawinan maka status hukum perkawinannya sah bahkan mempertegas statusnya sebelun ia melakukam operasi dari khunsa menjadi lakilaki atau perernpuan yang penuh identitasnya.. Sedangkan operasi penggantian alat kelamin juga akan berakibat pada status perkawinannya, jika ia melakukan
perkawiriannya dengan kondisi jenis kelamin yang baru setelah operasi maka perkawinannya tidak sah bahkan diharamkan dalam Islam. Operasi penyempurnaan dan penggantian alat kelamin juga akan berakiba: pada status kewarisannya. Pada operasi penyempurnaan alat kelamin tidak merubah kedudukannya sebagai ahli waris, bahkan iebih menguatkan statusnya daripada sebelum dilakukan operasi penyempurnaan kelamin tersebut. Sedangkan operasi penggantian alat kelamin juga tidak akan merubah kedudukannya sebagai ahli waris, ia tetap berkedudukan sebagai ahli waris seperti jenis kelaminnya yang asli pada waktu lahir atau sebelum ia melakukan operasi penggantian alat kelamin tersebut. Karena kewarisan itu salah satunya berdasarkan pada alat kelamin yang dimiliki seseorang, dimana alat kelamin itu mempunyai urgensi yang tidak dapat diragukan lagi kebenarannya untuk menentukan seseorang kepada jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Operasi penyesuaian/penyempurnaan alat kelamin adalah operasi yang dilakukan oleh para dukter terhadap seseorang yang mempunya alat kelamin yang kurang sempurna atau seseorang yang mernpunyai dua alat kelamin sekaligus. Operasi ini dilakukan untuk menyempurnakan salah satu dari dua kelamin yang dominan bukan untuk mengubah alat kelamin laki-laki menjdi perernpuan atau sebaliknya, akan tetapi untuk rrienyesuaikan organ kelamin luar dengan organ kelamin dalam (testis maupun ovarium). Sedangkan operasi pengubahan/penggantian alat kelamin adalah operasi yang dilakukan oleh para dokter terhadap seseorang yang mernpunyai alat kelamin yang sempurna tetapi ia membenci alat kelamin yang dimilikinya. Operasi ini dilakukan untuk mengubah dari alat kelamin yang satu menjadi alat kelamin yang lain, yaitu mengubah dari alat kelamin laki-laki menjadi alat kelamin perernpuan atau sebaliknya. 2. Dalam hukum Islam, operasi penyesuaian/penyempurnaan alat kelamin adalah boleh (mubah), karena operasi ini mempertegas dan memperjelas alat kelamin yang sudah ada tetapi kurang sempurna dengan rnengoperasi organ kelamin luar agar sesuai dengan organ kelamin dalam.
Sedangkan hukum operasi pengubahan/penggantian alat kelamin adalah haram, karena operasi ini mengakibatkan organ kelamin luar tidak sesuai dengan organ kelamin dalam. Dan termasuk perbuatan mengubah ciptaan Allah swt. 3. Status hukum perkawinan setelah melakukan operasi penyempurnaan kelamin bagi khunsa wadih adalah tetap seperti semula sesuai dengan kejelasan status sebelumnya, bahkan dengan dilakukan operasi akan memperjelas dan mempertegas statusnya (lakMaki/perempuan). Sedangkan status hukum perkawinan setelah melakukan operasi penggantian alat kelamin adalah tidak sah bahkan haram jika ia melakukan perkawinannya dengan kondisi jenis kelamin yang bam, karena operasi penggantian kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya tidak merubah status jenis kelaminnya, ia tetap berstatus dengan jenis kelaminnya yang asli yang normal pada waktu lahirnya. 4. Status hukum kewarisan setelah melakukan operasi penyempurnaan bagi khurisa wadih adalah tetap sesuai dengan kejelasan status sebelumnya. Operasi ini tidak merubah kedudukannya sebagai ahli waris, bahkan lebih menguatkan statusnya setelah melakukan operasi penyempurnaan tersebut. Sedangkan status hukum kewarisan setelah malakukan operasi penggantian kelamin bagi waria (banci) kejiwaan adalah tidak merubah kedudukannya sebagai ahli waris, ia tetap berkedudukan sebagai ahli waris seperti jenis kelaminnya yang asli yang normal pada waktu lahirnya sebelum operasi.
B. Saran Allah swt. Menciptakan sesuatu pasti ada khikmahnya, begitu pula menciptakan manusia dengan jenis laki-laki dan perempua. Kita sebagai makhluk ciptaan Allah swt. Harus mensyukuri apa yang telah diberikan kepada kita. Begitu juga jenis kelamin yang diberikan kepada kita, baik laki- laki maupun perernpuan. Oleh karena itu kita tidak boleh merubah ciptaanNya, baik dari jenis laki-laki menjadi perernpuan atau sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim Akbar, Ali, Penggantian Kelamin, Mimbar Ulama XIX Mei 1978 ________, Pergantian Kelamin, Nasehat Perkawinan dan Keluarga, No. 19 (Oktober, 1973) Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail, Sahih Bukhari, Cairo: Dar Muttabi’ Al Sya’bi, Jilid ke – 1. Anwar Be, Mohammad, Hukum Faraid Hukum Waris dalam Islam dan MasalahMasalahnya, Surabaya: Al-Ikhlas, 1981 Ash-Shabuni, Muhammad Ali, Pembagian Waris Menurut Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995, Cet. Ke-1 As-Syaukanie, Lutfie, Politik, HAM dan isu-isu teknologi dalam fiqih kontemporer, Bandung, Pustaka Hidayah, 1998, cet ke-1 Bahresy, Husein, Kamus Intisari Islam, Surabaya: Balai Buku, 1979, Cet ke-1 IX Firdawari, Hukum islam Tentang fasakh perkawinan karena ketidakmampuan suami menunaikan kewajibannya, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1989, Cet. Ke-1 Hasan, Muhammad Ali, Hukum Warisan Dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1996, cet ke – IV K. Lubis, Suharwardi, dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam (lengkap dan praktis) Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1995, cet. Ke-1 M.I. Ali Mansyur dan Noer Iskandar Al-Barsany, waria dan Pengubahan kelamin, Yogyakarta CV Nurcahaya, 1981. Mujahiddin, Masailul Fiqhiyah: Berbagai kasus yang dihadapi hokum Islam masa kini Jakarta; Kalam Mulia, 2003, Cet. Ke-IV Mansyur, Muhammad, Fiqih Orang Sakit, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003, Cet ke-1
M. Moeliono, Anton. (ed), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PN, Balai Pustaka, 1990, Cet. Ke-3 Muhdlor, A. Zuhdi, Memahami Hukum Perkawinan (Nikah, Talak, Cerai dan rujuk) menurut Hukum Islam, UU no 1 1974 (UU Perkawinan), UU no 7/1989 (UU PA), dan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Bandung: Al-Bayan, 1994, Cet. Ke-1 Munawir, Ahmad Warson, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawir 1984 Mujieb, M. Abdul et al., Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet. Ke- IX Muslim, Imam Sahih Muslim, Beirut: Dar el Fikr, 1998, juz ke-2 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, Cet. Ke-II Rahman, Fatchur, Ilmu Waris, Bandung: Al-Ma’arif, 1981, Cet. Ke-II Ramulyo, M. Idris, Beberapa Masalah tentang Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama, Jakarta: Id Hileo, 1991 Setyonegoro, Kusumanto. Transeksual ditinjau dari segi Psikiatri, Jakarta: Dep. Kehakiman RI, 1974 Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1993, Cet. Ke-I Transeksual dan Operasi Penyesuaian Kelamin, Kompas Jakarta: April 1990 Thayib, Anshari dan Adnan, Mas’ud, “mengadili Dorce In Absente” Amanah No. 85, Oktober 1989 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992 Tobing, Naek L “Transeksual” Matra, No 55, Februari 1991 Umar, Marzuki, Seks dan Kita, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, Cet ke-I Utomo, Setiawan Budi, Fiqih Aktual: Jawaban Tuntas masalah kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press, 2003, Cet ke-I Waluyo, Kamus Psikologi, Lamongan: CV Bintang Pelajar, 1990
Wildan Yatim, Penyempurnaan Kelamin seyogyanya berdasarkan aspek Anatomi, Kompas, Jakarta: 18 Oktober 1989 Yunus, Muhammad, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: PT. Hidayah Agung, 1990, Cet ke-8 Zuhdi, Masifuk, Masail Cet. Ke-1
Fiqhiyah,
Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1996,