2 1.3 Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah : 1. Pemupukan dengan menggunakan pupuk organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme rizosfer. 2. Pemupukan dengan menggunakan pupuk kimia dapat menurunkan populasi mikroorganisme rizosfer. 2. Pemupukan dapat mempengaruhi perubahan pH, kadar N, P, KTK, Corganik dan basa-basa.
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rizosfer Istilah rizosfer menunjukkan bagian tanah yang dipengaruhi perakaran tanaman (Rao 1994). Rizosfer merupakan daerah sekitar perakaran yang sifatsifatnya baik kimia, fisik dan biologi dipengaruhi oleh aktivitas perakaran (Handayanto 2007). Menurut Handayanto (2007) rizosfer dibagi menjadi dua, yaitu rizosfer bagian dalam (inner rhizosphere) yaitu daerah di permukaan perakaran tanaman, dan rizosfer bagian luar (outer rhizosphere) merupakan daerah di sekitar perakaran. Daerah rizosfer tersebut sering disebut sebagai Rhizoplanne. Rhizoplanne merupakan daerah permukaan akar pada rizosfer. Jumlah mikroorganisme pada rizosfer bagian dalam biasanya lebih besar dari pada rizosfer bagian luar, karena lebih banyak interaksi biokimia antara akar dan mikroba. Rizosfer dicirikan oleh lebih banyaknya aktivitas mikrobiologis dibandingkan di dalam tanah yang jauh dari perakaran tanaman. Intensitas aktivitas semacam ini tergantung dari panjangnya jarak tempuh yang dicapai oleh eksudasi sistem perakaran. Pengaruh keseluruhan perakaran tanaman terhadap mikroorganisme tanah disebut sebagai efek rizosfer. Beberapa faktor seperti tipe tanah, kelembaban tanah, pH, temperatur, umur dan kondisi tanaman mempengaruhi efek rizosfer. Efek rizosfer tampak dalam bentuk melimpahnya jumlah mikroorganisme pada daerah tersebut (Richards 1974). Laju kegiatan metabolik mikroorganisme rizosfer berbeda dengan laju kegiatan metabolik mikroorganisme dalam tanah non-rizosfer. Jumlah jasad mikro di sekitar akar yang dikenal sebagai daerah peralihan, menurut Clark (1949) berjumlah lebih dari seratus kali bila dibandingkan dengan di daerah bukan dekat akar. Menurut Richards (1974), rasio rizosfer terhadap tanah (R : S) dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan dalam populasi mikroba yang disebabkan pertumbuhan tanaman. Rasio R : S dihitung dengan membagi jumlah mikroorganisme dalam rizosfer tanah dengan jumlah mikroorganisme dalam tanah yang bebas dari pertumbuhan tanaman. Urutan rasio R : S mikroorganisme dari yang terbesar hingga terkecil pada umumnya adalah bakteri, aktinomycetes, fungi, protozoa dan alga. Pada umumnya rizosfer dari kebanyakan tanaman mengandung bakteri Gram-negatif , tidak berspora, berbentuk batang, dan terdapat pada daerah rizosfer.
3 Beberapa genus bakteri ini adalah Pseudomonas, Arthrobacter dan Agrobacteriumditemukan dalam jumlah yang banyak (Richards 1974). Bakteri yang membutuhkan asam amino lebih banyak terdapat di daerah rizosfer dibandingkan tanah di luar rizosfer. Aktinomycetes penghasil antibiotik lebih banyak terdapat dalam rizosfer dibandingkan tanah tanpa rizosfer. Rizosfer dapat mengalami perubahan, di antaranya diakibatkan oleh: (1) penambahan tanah; (2) pemberian nutrisi melalui daun; dan (3) inokulasi artifisial biji atau tanah yang mengandung sediaan mikroorganisme hidup, terutama bakteri (Richards 1974). 2.2 Mikroorganisme Tanah Di dalam tanah, masing-masing organisme memerankan peranan penting dalam ekosistem. Peranan tersebut terutama terkait dengan aliran energi dan siklus unsur hara sebagai akibat utama dari aktivitas organisme hidup, yaitu tumbuh dan berkembang (Alexander 1991). Mikroorganisme yang menghuni tanah dapat dikelompokan menjadi bakteri, aktinomycetes, fungi, alga dan protozoa. 2.2.1 Bakteri Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme dalam tanah yang paling dominan dan mungkin meliputi separuh dari biomasa mikroorganisme dalam tanah. Bakteri terdapat pada berbagai tipe macam tanah tetapi populasinya menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah. Pada kondisi anaerob, bakteri mendominasi tempat dan melaksanakan kegiatan mikrobiologi dalam tanah. Hal tersebut terjadi karena jamur dan aktinomycetes tidak dapat tumbuh baik pada keadaan tanpa adanya oksigen. Populasi bakteri di dalam tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain, yaitu kandungan air, tekstur tanah, ketersediaan substrat organik dalam tanah, pH, praktek pertanian, pemupukan, pemakaian pestisida dan penambahan bahan organik. Dalam tanah terdapat bakteri autotrof maupun Bakteri autotrof merupakan bakteri tanah yang heterotrof (Rao 1994). memperoleh energi dari oksidasi mineral seperti ammonium, belerang atau besi. Bakteri heterotrof merupakan bakteri yang memperoleh energi dari bahan organik (Supardi 1983). Menurut Handayanto (2007) jumlah biomasa dan diversitas bakteri di dalam tanah produktif umumnya mengandung antara 100 juta sampai 1 milyar (108 – 109) bakteri per gram tanah kering. Sebagian besar bakteri dapat dijumpai secara individu atau dalam bentuk koloni. Terdapat dua divisi utama bakteri ditinjau dari ekologinya, yaitu (1) indigenus (Autochthonous); penghuni sebenarnya yang permanen, dan (2) bukan penghuni atau pendatang (Allochthonous); penyerang atau penjelajah; masuk ke tanah melalui curah hujan, jaringan penyakit, kotoran ternak atau limbah; bakteri dapat tinggal dan tumbuh tetapi tidak jelas kontribusinya pada transformasi biologi. Selain kedua kelompok di atas dikenal juga kelompok zymogenous, yaitu bakteri mempunyai aktivitas tinggi jika bahan organik ditambahkan ke dalam tanah.
4 2.2.2 Fungi Fungi mempunyai jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri di dalam tanah. Fungi dominan pada tanah yang asam karena lingkungan asam tidak baik untuk bakteri atau aktinomycetes sehingga fungi dapat memonopoli pemanfaatan substrat alami dalam tanah (Waksman 1963). Pada tanah-tanah beraerasi baik, fungi merupakan biomasa mikroorganisme paling besar jumlahnya, yaitu dapat mencapai 2 x 104 sampai 1 x 106 propagul/gram tanah. Sebaran fungi di dalam tanah sangat ditentukan oleh ketersediaan bahan organik. Karena fungi memerlukan karbon dan oksigen, maka biasanya fungi dijumpai di bagian atas tanah (Handayanto, 2007). Keadaan optimum bagi perkembangan fungi yaitu antara pH 4,5 – 5,5. Jika kemasaman tanah berkurang jumlah fungi menurun, sedang jumlah bakteri dan aktinomycetes bertambah. Fungi hidup pada tempat yang lembab, air sangat dibutuhkan fungi untuk melarutkan bahan organik dan sebagai alat pengangkut makanan dan membantu difusi oksigen (Sutedjo 1991). 2.2.3 Aktinomycetes Aktinomycetes merupakan mikroorganisme yang banyak dijumpai dalam tanah setelah bakteri, jumlahnya berkisar antara 15 – 20 juta tiap gram tanah kering. Aktinomycetes banyak dijumpai dalam tanah yang berkadar humus tinggi, seperti padang rumput atau padang penggembalaan yang tua. Penambahan pupuk kandang merangsang perkembangan aktinomycetes, terutama pada kemasaman sedang (Supardi 1983). Aktinomycetes sangat berperan dalam pelapukan bahan organik dan pembebasan unsur hara. Kapasitas aktinomycetes menyederhanakan humus sangat penting bagi mineralisasi nitrogen. Sejumlah nitrogen akan berada dalam senyawa humik dan tidak tersedia bagi tanaman apabila tidak diuraikan oleh aktinomycetes. Oleh karena kemampuan itu maka aktinomycetes disejajarkan dengan bakteri dan fungi sebagai faktor kesuburan tanah yang penting (Supardi 1983). Pada umumnya aktinomycetes tidak dapat tumbuh baik pada tanah-tanah basah. Temperatur optimum untuk pertumbuhan aktinomycetes adalah 28 – 37oC, pertumbuhannya terhambat pada temperatur 5oC. Namun demikian, ada juga aktinomycetes termofilik yang dapat tumbuh pada suhu 55 - 65oC pada timbunan kompos. Aktinomycetes dapat tumbuh pada kisaran pH 4-10, tetapi pada pH < 5 populasi aktinomycetes < 1% dari populsi mikrob. Aktinomycetes tidak toleran masam, tetapi toleran terhadap basa. Aktinomycetes mempunyai peranan penting pada pH tinggi, yaitu dapat melapukan berbagai substrat karbon dalam bentuk polimer yang resisten seperti khitin, selulosa dan hemiselulosa. Pada pH netral atau masam, proses pelapukan ini umumnya dilakukan oleh bakteri dan atau fungi (Handayanto 2007). 2.2.4 Protozoa Protozoa merupakan invertebrata yang paling banyak dijumpai dan merupakan hewan paling sederhana, bersel tunggal dan diperkirakan ada 30.000 spesies. Ukuran tubuhnya beberapa kali lebih besar dibandingkan bakteri.
5 Berdasarkan bentuknya protozoa dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu ciliate, amoeba dan flagelata (Martinez 1985 dalam Handayanto 2007). Di dalam tanah, protozoa umumnya hanya ditemui pada lapisan atas tanah (kedalaman 15 - 20 cm), karena katergantungan protozoa pada mikroba yang digunakan sebagai makanannya. Secara umum, tanah dengan kandungan liat tinggi mengandung lebih tinggi jumlah protozoa ukuran kecil (flagelata dan amoeba telanjang) sedangkan tanah bertekstur kasar lebih banyak mengandung flagelata besar, amoeba dua jenis dan ciliate (Madigan et al. 2000). Kondisi lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan protozoa adalah pada kondisi aerob, pH 3,5 - 9, tapi toleransinya bervariasi tergantung spesiesnya. Temperatur tinggi dapat membunuh protozoa karena protozoa merupakan organisme medofilik (memerlukan temperature sedang). Air diperlukan untuk protozoa berbentuk ciliate, sementara flagelata lebih tahan kering. Tidak adanya air atau makanan menyebabkan pembentukan kista sebagai mekanisme bertahan hidup. Protozoa dapat bertahun-tahun sebagai kista (Handayanto 2007). 2.2.5 Alga Seperti halnya tanaman, alga umumnya menggunakan energi sinar matahari untuk membuat makanannya melalui proses fotosintesis. Alga menangkap energi matahari dan menghasilkan lebih banyak oksigen (produk samping fotosintesis) dibandingkan tanaman. Oleh karena itu alga dianggap sebagai organisme fotosintesis terpenting di bumi. Bersama-sama protozoa dan hewan kecil lainnya dalam air membentuk suatu komunitas yang disebut ‘plankton’ sebagai sumber utama energi dan makanan untuk ikan dan hewan air lainnya. Alga juga menghasilkan sejumlah besar polisakarida ekstraseluler yang dapat berperan sebagai senyawa yang membantu agregasi tanah yang dapat memperbaiki struktur tanah, selain itu alga juga mempunyai kemampuan menambat nitrogen simbiotik maupun non-simbiotik dengan menggunakan enzim nitrogenase. Jumlah alga di dalam tanah umumnya 103 – 104 sel/g tanah. Jumlah alga bisa mencapai 108 sel/g tanah tergantung pada kondisi tanahnya. Alga membentuk simbiosis dengan fungi untuk membentuk lichen (Handayanto 2007). Alga tanah dibagi menjadi tiga golongan umum, yaitu (1) hijau-biru; (2) hijau; dan (3) diatom. Alga golongan tumbuhan (hijau dan hijau-biru) umumnya berada pada lapisan tanah teratas. Alga diatom umumnya berada pada dasar perairan. Pertumbuhan alga sangat dipengaruhi oleh penambahan pupuk kandang (Supardi 1983). 2.3 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan semua senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomasa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman. Jika kadar bahan organik tanah menurun maka kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi (Stevenson 1994).
6 Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat kimia, fisik maupun biologi tanah. Fungsi bahan organik di dalam tanah sangat banyak, baik terhadap sifat fisik, kimia maupun biologi tanah, antara lain berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara, membentuk agregat yang baik dan memantapkan agregat, dan mensuplai energi bagi organisme tanah. Selain dampak positif, penggunaan bahan organik dapat pula memberikan dampak yang merugikan. Salah satu dampak negatif yang dapat muncul akibat penggunaan bahan organik yang berasal dari sampah kota adalah meningkatknya logam berat yang dapat diasimilasi dan diserap tanaman, meningkatkan salinitas kontaminasi dengan senyawa organik (Stevenson 1994). 2.4 Unsur Hara Hara atau nutrient adalah zat yang diserap tanaman untuk makanannya. Hara yang diserap ini dapat dalam bentuk molekul seperti CO2 dan H2O, dan ion. Berdasarkan keesensialannya unsur hara yang dibutuhkan tanaman terbagi menjadi dua yakni unsur hara esensial dan unsur hara non-esensial atau beneficial. Unsur hara esensial merupakan unsur hara yang mutlak dibutuhkan tanaman dan fungsinya tidak bisa digantikan oleh unsur lain, Sedangkan unsur beneficial adalah unsur tambahan yang tidak dibutuhkan oleh semua tanaman, namun perananya cukup penting pada tanaman tertentu. Misalnya pada tanaman jagung agar hasilnya berkualitas perlu ditambahkan unsur Al yang bisa diberikan pupuk ALPO4 (Alumunium fosfat) dalam jumlah tertentu. Bagi tanaman lain unsur Al justru dapat menyebabkan keracunan, namun pada tanaman jagung toleran terhadap Al pada jumlah tertentu malah akan membantu meningkatkan produktivitasnya mendekati potensi genetisnya (Supardi 1983). Unsur hara esensial terdiri atas unsur hara makro dan mikro. Tidak terpenuhinya salah satu unsur hara akan mengakibatkan tanaman tersebut tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya. C, H, O, N, P, K, Ca, Mg dan S merupakan unusr-unsur yang termasuk ke dalam unsur hara makro. Unsur hara mikro terdiri atas Fe, Mn, Zn, Cu, Cl, Mo dan B (Leiwakabessy 2003). 2.4.1 Nitrogen (N) Nitrogen merupakan unsur yang penting bagi tanaman. Pada umumnya nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk NO3- dan NH4+. Bentuk N yang diabsorpsi oleh tanaman berbeda-beda. Tanaman padi mengambil Ndalam bentuk NH4+, sedangkan tanaman-tanaman darat mengabsorpsi dalam bentuk NO3-. Nitrogen yang diserap ke dalam tanaman kemudian diubah menjadi –N, -NH, NH2 yang kemudian diubah menjadi senyawa yang lebih kompleks dan menjadi protein (Leiwakabessy 2003). Dari tiga unsur (N, P dan K) yang biasanya diberikan sebagai pupuk, N memberikan pengaruh yang paling menyolok dan cepat. Nitrogen terutama merangsang pertumbuhan di atas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Tanaman yang kurang memperoleh N akan tumbuh kerdil, daun menjadi kuning atau hijau kekuning-kuningan dan sistem perakarannya terbatas (Supardi 1983).
7 2.4.2 Fosfor (P) Fosfor termasuk ke dalam unsur hara makro. Fosfor merupakan unsur yang mobil di dalam tanaman. Tanaman biasanya mengabsorpsi P dalam bentuk ion orthofosfat primer (H2PO4-) dan sebagian kecil dalam bentuk sekunder (HPO42-). Absorpsi ion-ion tersebut dipengaruhi oleh pH di dalam tanah (Leiwakabessy 2003). Masalah yang sering dijumpai pada unsur P adalah jumlahnya yang relatif sedikit di dalam tanah dan adanya fiksasi P. Fiksasi P di dalam tanah menyebabkan ketersediaan P menurun dan menimbulkan gejala kekurangan di dalam tanah. Serapan P yang normal akan berlangsung selama kemasaman tanah tidak terlalu tinggi. Pengikatan P dapat ditekan serendah-rendahnya dengan mempertahankan pH tanah sekitar 6 dan 7 (Supardi 1983). 2.4.3 Kalium (K) Kalium merupakan unsur hara mineral yang paling banyak dibutuhkan tanaman setelah nitrogen. Jumlah K yang diambil tanaman berkisar antara 50 sampai 200 kg K/ha tergantung jenis tanaman dan besar produksi. Kalium dalam tanah berasal dari dekomposisi mineral primer yang mengandung K seperti Kfeldspar, muskovit, biotit dan flogopit. K juga terdapat pada mineral-mineral liat seperti ilit, khlorit, vermikulit dan mineral-mineral interstratified (vermikulitkholrit, montmorilonit-khlorit, dan lain-lain). Sedangkan untuk sumber pupuk K diambil dari endapan-endapan garam K seperti mineral sylvite, glaserite, niter dan sebagainya (Leiwakabessy 2003). Beberapa peranan K yang diketahui antara lain adalah dalam : (1) pembelahan sel; (2) fotosintesis (pembentukan karbohidrat); (3) translokasi gula; (4) reduksi nitrat dan selanjutnya sintesis protein dan (5) dalam aktivitas enzim. Kalium juga diketahui merupakan unsur logam yang paling banyak terdapat pada cairan sel, mungkin dalam fungsi mengatur keseimbangan garam-garam. Dengan kata lain K mengatur tekanan osmotik dalam sel tanaman sehingga memungkinkan pergerakan air ke dalam akar. Tanaman yang kurang K akan kurang tahan terhadap kekeringan diandingkan dengan tanaman yang cukup K. Tanaman yang kurang K lebih peka terhadap penyakit dan kualitas produksi biasanya lebih buruk (Leiwakabessy 2004). 2.4.4 Magnesium (Mg) Magnesium merupakan unsur yang penting bagi tumbuhan dan hewan. Peranannya dalam tumbuhan mencakup sebagai bagian dari klorofil yang berfungsi dalam fotosintesis, terlibat dalam pembentukan gula, mengatur serapan unsur hara lain, sebagai carrier fosfat dalam tanaman, translokasi karbohidrat, dan aktifator dari beberapa enzim transfosforilase, dehydrogenase dan carboksilase. Unsur ini mobil dalam tanaman sehingga kekurangan unsur ini pertama-tama muncul pada daun tua pada bagian bawah. Pada tingkat awal terjadi khlorosis diantara tulang daun (tulang daun tetap hijau) dan pada tingkat lanjut seluruh daun menjadi kuning, kemudian coklat dan nekrotik (mati). Pada spesies lain terutama kapas, daun bawah berubah warna menjadi ungu kemerahan lalu berubah menjadi coklat dan mati (Leiwakabessy 2004).
8 Kebutuhan akan pupuk Mg semakin hari semakin banyak sejalan dengan pemanfaatan lahan-lahan marjinal untuk pertanian dan sejalan pula dengan penggunaan teknik diagnosis status hara yang semakin popular dalam produksi pertanian Pupuk Mg dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu yang larut air dan yang tidak/sedikit larut air. Pupuk Mg yang larut air diantaranya adalah Magnesium sulfat (MgSO4), Magnesium klorida (MgCl2), dan Magnesium nitrat (Mg(NO3)2). Sedangkan untuk pupuk Mg yang sukar larut air diantaranya adalah Magnesium oksida, batu kapur magnesium, dan Thomas phosphate (Leiwakabessy 2004). 2.4.5 Natrium (Na) Natrium merupakan unsur penyusun litosfer ke- 6 setelah Ca, yaitu 2,75%, yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di daerah arid dan semi arid (kering dan agak kering) yang berdekatan dengan pantai, karena tingginya Na air laut. Suatu tanah disebut tanah alkali atau tanah salin jika KTK atau muatan negatif koloid- koloidnya dijenuhi oleh > 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen -komponen dominan dari garam- garam larut yang ada. Pada tanah- tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl) (Hanafiah 2005). Natrium sangat rentan terhadap pencucian dan natrium tanah yang tersedia dapat hilang selama musim dingin. Perakaran tanaman yang lebih dalam dapat membantu penyerapan natrium ke lapisan tanah di bawah tapak bajak. Tingkat natrium dapat tukar yang tinggi dapat mendispersi partikel tanah liat yang mengakibatkan rusak atau hilangnya struktur tanah. Hal ini sering terlihat saat kejadian banjir yang diakibatkan oleh naiknya air laut. Efek yang tidak nyata juga dapat terjadi ketika aplikasi natrium dilakukan pada tanah sehingga terikat dengan garam atau pada pupuk yang digunakan (Leiwakabessy 2004). 2.4.6 Kalsium (Ca) Kalsium merupakan unsur hara sekunder seperti magnesium dan belerang. Karena dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit dari nitrogen, fospor dan kalium. Kadar kalsium dalam tanah sangat bervariasi. Kadar kalsium dalam tanaman umumnya berkisar antara 0.2-4% kalsium. Kadar Ca dalam larutan tanah biasanya 10 kali kadar K tetapi serapannya jauh lebih rendah, karena Ca hanya dapat diserap oleh ujung-ujung akar muda dimana dindind-dindind endodernisnya belum menebal. Ca penting untuk pembentukan lamella tengah dari sel-sel dan juga berperan dalam pemanjangan sel, perkembangan merismatik jaringan dan sintesa protein. Kelebihan Ca dapat mendorong kekurangan boron (Leiwakabessy 2003). 2.5 Tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers) Tumbuhan Litsea cubeba di Jawa Tengah dikenal dengan nama Krangean, di Sumatera Utara dengan nama Antarasa, sedangkan di daerah Jawa Barat dikenal dengan nama Kilemo. Tumbuhan ini termasuk ke dalam family Lauraceae. Tanaman Kilemo merupakan pohon perdu dengan diameter batang 6 – 20 cm serta tinggi pohon 5 – 12 meter. Penyebaran tanaman Kilemo di Indonesia
9 meliputi daerah Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Tanaman Kilemo di daerah Jawa banyak ditemui pada daerah dengan ketinggian 230 – 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tanaman ini terutama banyak ditemui pada daerah lereng gunung (Heyne 1987). Hampir semua bagian tanaman Kilemo dapat menghasilkan minyak atsiri. Minyak atsiri terbanyak dihasilkan dari bagian daun, kulit batang dan buah. manfaat dari minyak Kilemo sangat banyak terutama untuk industry farmasi, wangi-wangian, bahan tambahan makanan dan minuman, bahan sabun dan bahan pencampur vitamin yang larut dalam lemak, antara lain vitamin A dan D (Heyne 1987) .
Gambar 1. Tanaman Kilemo (Litsea cubeba Pers) berumur 2 tahun
III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan antara bulan Mei sampai bulan Oktober 2012 di Laboratorium Bioteknologi Tanah, dan Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sampel tanah diambil dari rizosfer tanaman Kilemo yang ditanam di Hutan Penelitian Cikole, Lembang. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain : peralatan gelas, shaker, jarum ose, bunsen, autoklaf, laminair flow, oven, inkubator, timbangan, AAS, spektrofotometer, flamefotometer, sentrifuse, pH meter dan lain-lain. Adapun bahan yang digunakan terdiri dari: sampel tanah di sekitar rizosfer