11. TINJAUAN PUSTAKA
A. Buah Naagka
Nangka addah buah majemuk berukmm sangat besar dengan kulit luar
yaag bduri, kulit tengah dan kulit dahm menjadi satu lapisan tebal, mempun@ betu tajam, dan kaya akan getah (Paatastico, 1989).
T
m
~merupakansadahsatujenistanarraantropisyangtumbuh~~tshun
di I n d o h dengan produksi tertinggi ckapai pada bulan Oktober sampai
De&.
Tanaman hi tumbuh dengan baik di daemh dataran reradah sampsli
ketinggh 700 m di atas permukaan laut (Haryani, 1991).
Menxlnrt
takmnominya,
mngka
dibsmikan
dalam
divisi
Spermatophyta, sub divisio Angiospennae, kelas Dicotyledonae, sub kelas
Archihlomydeae, ordo Urticales, farnili Moracae, genus Artocarpus, spesies Artocarpus heterophyllus Lamk. (Bailey, 1962). Jenis nangka unggul yang dikenal di Indonesia antara lain Nangka Dulang, Nangka Kandel, Nangka Salak, dan Nangka Madu. Daging buah Nangka Dulang tebal dan menggembung, berwarna kuning terang, rasanya manis, dan mempunyai kandungan air yang rendah sehingga tampak kering, dengan biji yang kecil dan daging buah rapat. Daging buah Nangka Kandel mempunyai ketebalan rata-rata 0,60 sampai 0,75 cm, beru'mran rata-rata panjang 10 an d m lebar 4,5 cnh berwarna kuning cerah dengan rasa manis, dan mempunyai biji yang kecil.
Daging buah Nangka Salak tebal dan rapat
menyerupai buah salak, berwarna kuning, daminya yang tipis dan berwarna putih tidak dapat dimakan. Nangka Madu berdaging tebal dan manis, dan daminya dapat dimakan (Angkasa, 1993).
Tabel 1. Niai gizi nangka setiap 100 gram daging buah Nilai gizi
1
Air Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B 1 Vitamin C Sumber: Depkes RI, 198 1.
Jurnlah
Komponen terbesar dari daging buah nangka adalah air dengan kandungan karbohidrat, mineral, dan vitamin yang relatif tinggi. Komposisi lengkap buah nangka dalam setiap 100 gram daging buah terdapat pada Tabel 1.
B. Respirasi Buah Proses metabolisme terpenting setelah panen adalah respirasi (oksidasi biologis). Reaksi respirasi adalah pemecahan oksidatif senyawa atzu substrat makro molekul seperti karbohidrat, protein, dan lemak dengan menggunakan 0
2
menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana antara lain CO2, air, d m energi.
-
Persarnaan umum reaksi respirasi adalah: C6H1206 + 6 0
2
6 C02 + 6 H20 + energi
Besarnya laju respirasi dapat ditentukan dengan melihat jumlah substrat yang hilang, 0 2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasillcan, dan energi yang timbul. Proses respirasi pada buah-buahan biasanya ditentukan dengan pengukuran laju penggunaan 0 2 serta laju pengeluaran C02 (Phan et al., 1989), dimana perbandingan keduanya dinamakan kuosien respirasi (RQ) yang berguna uniuk mner~yhnpuhisifat substrat yang digunakari daim respirasi. Nilai RQ akan meningkat dengan makin matangnya buah. Pada umumnya, bila RQ sarna dengan satu yang dioksidasi adalah glukosa.
RQ lebih dari satu menunjukkan bahwa yang digunakan dalam
respirasi itu suatu substrat yang mengandung oksigen, yaitu asam-asam organik
dirnana dalam respirasinya diperlukan
0 2
lebih sedikit untuk menghasilkan
sejumlah COz yang sama.
Bila RQ kurang dari satu maka ada beberapa
kemungkinan 1) substratnya mempunyai perbandingan oksigen terhadap karbon yang lebih kecil daripada heksosa, 2) oksidasi belum tuntas, misdnya terhenti pada pembentukan asam suksinat atau zat-zat antara laimya, 3) C02 yang dikeluarkan digunakan dalam proses-proses sintesis, misalnya pembentukan asam oksaloasetat dan asam malat dari piruvat dan CO2 (Phan et al., 1989). Pengukuran laju respirasi dapat dilakukan dengan sistem tertutup dan terbuka.
Proses pengukuran sistem tertutup persiapannya lebih cepat dan
sederhwa, yaitu hanya membiarkan bahan sampai konsentrasi gas abnormal dengan waktu yang relatif singkat. Proses pengukuran sistem terbuka diakukan dengan mengdikan campuran gas yang diketahui konsentrasinya melalui respiration chamber dan laju respirasi dihitung melalui perbedaan konsentrasi antara gas masuk dan keluar (Hasbullah et al., 1995) Nugroho (1995) menurunkan persamaan laju respirasi yang memasukkan hukurn gas ideal dimana tiap mol gas pada keadaan standar adalah 22,4 literlmol sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut: MxQxV K = 100 x
100 x 22,4 x (T/273,15) x W dimana: R
=
laju respirasi (mg/kg.jam)
M = berat molekul COz atau 0 2 (kglmol) V
=
volume bebas respiration chamber (ml)
Q = perbedaan konsentrasi C02 atau Oz ('Xiam)
T
=
suhu (K)
W
=
berat bahan (kg).
Kader (1992) mengklasifikasikan komoditi hortikultura berdasarkan pada laju respirasinya seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi produk hortikultura berdasarkan laju respirasinya %saran pada 5°C (4 1"F) (mg CO&g.jamj*
Kelas
Produk
I
<5
Sangat rendah
Kurrna, sayuran, kacangkacangan, buah kering.
Rendah
Apel, jeruk, anggur, bawang merah, bawang putih, kentang (matang), ubi jalar.
Sedang
Aprikot, pisang, ceri, peach, plum, kubis, wortel, selada, cabai, tomat, kentang (mentah).
Tinggi .
Sangat tinggi Sangat tinggi sekali
I
20 - 40
Stroberi, apokat.
40 - 60
Artichoke, bawang merah, bunga potong.
> 60
Asparagus, brokoli, jamur, bayam, jagung manis.
kembang
kol,
Sumber: Kader, 1992. * panas vital (Btu/ton/24 jam) = mg C02/kg.jamx 220. panas vital ( W g l 2 4 jam) = mg CO&g.jam x 61,2.
Berdasarkan pada laju respirasi dan pola produksi etilen selama pernatangan dan pemasakan, buah-buahan dikelompokkan menjadi buah klimakterik dan non Mimekterik.
Buah k l i i e r i k mempunyai tiga tahap
proses respirasi, yaitu k l i i e r i k menaik, puncak klimakterik, dan klirnakterik
menunm. Selama pemasakan, buah klimakterik menunjukkan peningkatan yang besar dalam laju produksi C02 dan etilen (C2&), sedangkan buah non klimakterik setelah panen tidak mengalami peningkatan proses respirasi tetapi langsung turun secara perlahan-lahan, dimana laju produksi CO2 dan etilen sangat rendah (Kader, 1992).
C. Buah Segar Terolah Minimal
Buah-buahan dan sayuran terolah minimal adalah buah dan sayur yang disiapkan untuk kemudahan konsumsi dan distribusi ke konsumen dalam keadaan seperti bahan segarnya (King Jr dan B o b 1989). Shewfelt (1987) menyatakan operasi yang terdapat dalam pengolahan minimal meliputi pencucian, sortasi, trimming, pengupasan, dan coring (pembuangan bagian tengah atau biji) yang tidak mempengaruhi kualitas produk dari keadaan segarnya. Produk terolah minimal mudah mengalami penurunan kualitas, terutama warna dan tekstur yang disebabkan oleh aktivitas enzirn endogenous, peningkatan respirasi, dan aktivitas mikroorganisme sehingga mengurangi umur simpan (Roile dan Chrism, 1987). W-ong et al. (1994) menyataican bahwa penyimpanan pada suhu rendah, prosedur persiapan bahan secara khusus, penggunaan aditif, modifikasi atau kontrol atmosfir, dan penggunaan edible
..
coating dapat mermnunalkan kerusakan yang diakibatkan oleh pengolahan
minimal tersebut.
1. Penyimpanan suhu rendah
Penyimpanan suhu rendah merupakan cara paling efektif dalam memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayuran. Penyimpanan pada suhu rendah dapat mengurangi kegiatan respirasi dan kegiatan metabolik lainnya, proses penuaan, kehilangan air dan pelayuan, kerusakan karena aktifitas rnikroba, serta proses pertumbuhan yang tidak dikehendaki (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Penyimpanan buah-buahan pada suhu yang jauh di bawah titik beku dapat menimbulkan chilling injury (kerusakan dingin) yang tingkat kerusakannya dipengaruhi oleh suhu, lamanya buah berada dalarn suhu yang diberikan, serta sensitivitas setiap jenis buah terhadap penyimpanan dingin. Kerusakan yang timbul berbeda-beda tergantung dari jenis buahnya. Kerusakan tersebut umurnnya ditandai oleh buah yang tidak matang, luka cekung pada epidermis, dan penurunan ketahanan terhadap kerusakan mikroorganisme (Duckworth, 1966). Penyirnpanan suhu rendah terbukti dapat memperpanjang masa simpan buah nangka. Pantastico (1989) menyatakan bahwa buah nangka yang dishpan pada suhu i lo sampai 13°C dengan kelembaban nisbi 85-90% mempunyai umur simpan 6 minggu.
2. Edible coating
Edible coafing adalah lapisan tipis yang dapat dikonsumsi yang
digunakan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan,
penyikatan, atau penyemprotan untuk memberikan penahan yang selektif terhadap perpindahan gas, uap air, dan bahan terlarut serta perlindungan terhadap kerusakan mekanis (Gennadios dm Weller, 1990). Edible coatir~g biasanya langsung digunakan dan dibentuk di atas permukaan produk seperti buah dan sayur untuk meningkatkan mutu produk. Bahan dasar pembuatan edible coating dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu hidrokoloid (proteh dan polisakarida), lemak (asam lemak dan wax), dan campurm (hidrokoloid dan lerrrali). Bahan dasar protein berasal dari protein jagung, kedelai, wheat gluten, kasein, kolagen, gelatin, corn zein, protein susu, dan protein ikan. Polisakarida yang digunakan dalam pembuatan edible coating adalah selulosa dan turunannya, pati dan turunannya, pektin, ekstrak ganggang laut (alginat, karagenan, agar), gum (gum arab dan gum karaya), xanthan, khitosan, dan lain-lain. Lemak yang umum digunakan adalah lilin dam (beeswax, carnauba wax, par@n wax), asam lernak (asam oleat dan asam laurat), serta emulsijier (Donhowe dan Fennema, 1994). Secara teoretis, bahan edible coating harus merniliki sifat -menahan kehiiangan kelembaban produk, memilii permeab'itas selektif terkdap gas tertentu, mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan warna pigmen alami dan gizi, serta menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet dan penambah aroma yang memperbaiki mutu bahan Pa"%an.
Penggunaan edible coating pada buah-buahan dan sayuran dapat meningkatkan mutu produk yang memerlukan proses penanganan minimal. Cantwell (1992) menyatakan bahwa edible coating untuk buah segar terolah
minimal mempunyai laju transmisi uap air yang sedang. Laju transmisi uap
air yang sesuai untuk buah segar terolah minimal harus antara 700-950 gjm2/24 jam (Krotcha dan De Mulder-Johnson, 1997). Hasil penelitian Lesmana (1996) memperlihatkan bahwa pelapisan buah manggis segar terolah minimal dengan edible coating dan penambahan aditif serta penyimpanan pada suhu 5°C dapat memperpanjang umur simpm hingga 5-8 kali umur sirnpan buah yang tidak dilapisi edible coating. Pelapisan buah mangga potong menggunakan alginat dan isolat protein kedelai (Sulistyanto, 1996) serta pektin bermetoksi rendah dan isolat protein kedelai (Wibowo, 1996) dapat mengurangi penurunan kadar air buah dan rnampu mengurangi perubahan warna buah selama 2 hari.
3. Pengemasan dengan atmosfir termodifikasi
Pengemasan atmosfir t e r m o d i i i yang dikombinasikan dengan penyimpanan pacia suhu renciah dapat dilaicukan untuk menghambat laju respirasi. Penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi adalah penyimpanan dengan kandungan Oz yang dikurangi dan COz yang ditambah dengan pengaturan pengemasan yang menghasilkan konsentrasi-konsentrasi tertentu melalui interaksi perembesan gas dan respirasi komoditas yang dishpan (Do
dan Salunkhe, 1989).
Syarief dan Halid (1993) menyatakan manfaat penyimpanan dengan sistem atmosfir termodifikasi adalah a) konsentrasi
0 2
yang rendah dapat
menurunkan laju respirasi dan oksidasi substrat sehingga umur komoditas akan lebih panjang, perombakan klorofil tertunda, produksi C2& rendah; b) kandungan C02 dalam sel tinggi menyebabkan terjadinya perubahanperubahan fisiologis; c) interaksi antara 0 2 dan CO2 pada suhu rendah akan mengakibatkan penurunan bobot yang hilang. Zagory a m Kader (1988) menyatakar. bahwa atmosfir termodifikasi dalam kemasan dapat dicapai melalui dua cara, yaitu membiarkan kondisi udara berubah akibat respirasi bahan yang dikemas (atmosfir tennoditikasi pasif) d m mengubah komposisi udara di dalarn kemasan sesuai keinginan (atmosfir termodifikasi aktif). Batas konsentrasi
0 2
terendah adalah 1-3% tergantung pada laju
respirasi dan karakteristik difksi gas dari jaringan kulit tiap komoditas untuk mencegah perubahan dari respirasi aerob menjadi respirasi anaerob (Shewfelt, 1986). Sudiari (1997) merekomendasii komposisi atmosfir optimal untuk-penyimpananbuah nangka segar terolah minimal adalah 4-7% 0 2
d m 16-12% CGz pada suhu 5°C dengan umur sirnpan 10 hari.
D. Film Kemasan Film kernasan sebagai bahan pengemas mempunyai fbngsi untuk melindungi dan mengawetkan buah-buahan yang mudah rusak serta menyebabkan produk yang dikemas menjadi lebih menarik (Hall et al., 1989).
Film plastik memberikan perlindungan terhadap kehilangan air pada produk sehingga produk akan tetap kelihatan segar sampai waktu yang lama. Film kemasan utama yang banyak dipakai untuk mengemas produk segar adalah LDPE (low-density polyethylene), PVC (polyvinyl chloride), dan PP (polypropylene).
Film kemasan polyethylene (PE) baik digunakan untuk
penyimpanan dengan atmosfir terkendali karena permeabilitas terhadap gas CO2 lebih besar daripada 02.
Jenis film lain yang banyak digunakan untuk
penyimpanan sistem atmosfir termodifikasi adala!! stretch film (crystc~lclear polyethylene) dan white stretchfilm. Faktor penting dalam pemilihan film pengemas adalah permeabilitas bahan pengemas karena umur simpan produk hortikultura terutama dikendalii oleh suhu, kelembaban nisbi, serta konsentrasi O2 dan C02 lingkungannya. Sifat film kemasan yang sesuai untuk penyirnpanan buah-buahan adalah film kemasan yang lebii permeabel terhadap C02 sehingga laju akumulasi C02 hasil respirasi lebih sedikit dari laju penyusutan O2 (Hall et al., 1989). Laju pemakaian gas
0 2
dan terbentuknya gas CO2 oleh bahan segar
dipengaruhi oleh konsentrasi kedua gas tersebut dalam atmostir penyimpanan. Parameter produk yang mempengaruhi laju penyerapan gas adalah berat bahan, laju respirasi, dan volume bebas dalam kemasan. Menurut Deily dan Rizvi (1981), koefisien permeabiitas film plastik dapat diitung menggunakan persarnaan sebagai berikut: WxRy Ky
WxRz Kz=
=
s (ya - Y)
s (2-za)
dimana: Ky
=
permeabilitas terhadap 0 2 (cc/m2.jam)
Ry
=
laju konsumsi 0 2 (cc/kg.jam)
Kz
=
permeabilitas terhadap CO2 (cc/m2.jam)
Rz
=
laju konsumsi C02 (cc/kg.jam)
S
=
luas permukaan kemasan (m2)
W
=
berat buah yang dikemas (kg)
y
=
konsentrasi 0 2 kemasan (%)
ya
=
konsentrasi 0 2 norm21 (Oh)
z
=
konsentrasi C02 kemasan (%)
za
=
konsentrasi 0 2 normal (%)