BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan fisik kota terjadi sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk karena adanya tuntutan kebutuhan ruang (Pontoh, 2009). Seperti halnya yang dikemukakan oleh Febriyanti (2009), bahwa perubahan lahan akan semakin besar apabila semakin banyak jumlah mahasiswa yang beraktivitas dalam suatu kampus, yang kemudian meningkatkan pertumbuhan fasilitas perdagangan dan jasa. Jumlah mahasiswa Universitas Diponegoro yang tidak sedikit, maka sangat dimungkinkan pengaruh yang ditimbulkan terhadap wilayah disekitarnya cukup signifikan. Kondisi tersebut sejalan dengan pernyataan Febriyanti (2009), yaitu suatu kampus atau universitas merupakan suatu komunitas kecil yang mampu menjadi pemicu tumbuhnya kawasan perkotaan disekitarnya. Universitas Diponegoro atau sering disebut juga Undip adalah salah satu universitas negeri favorit yang menjadi tujuan lulusan SMA untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S1, D3 maupun D4. Universitas Diponegoro tidak hanya menjadi tujuan lulusan SMA dari Provinsi Jawa Tengah, namun juga mencakup provinsi lain dalam Pulau Jawa maupun provinsi di luar Pulau Jawa. Universitas Diponegoro juga menyelenggarakan jenjang pendidikan untuk tingkat S2 dan S3. Dengan cakupan wilayahnya yang luas dan dengan adanya berbagai ragam dan jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh Universitas Diponegoro maka tentunya memiliki wilayah kampus yang luas, sehingga perlu adanya pengembangan lingkungan kampus. Saat itu kampus Undip berada di wilayah Pleburan dengan luas kurang lebih 8,7 Ha, dan kemudian terpilih wilayah Tembalang sebagai lokasi pengembangan kampus Universitas Diponegoro. Pembangunan kampus Universitas Diponegoro berlangsung sejak tahun 1993 hingga saat ini. Sejak itulah kampus Universitas Diponegoro terbagi menjadi dua wilayah, yaitu
1
wilyah Pleburan dan wilayah Tembalang. Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Kampus UNDIP yang masih berjalan hingga saat ini, nantinya kampus Universitas Diponegoro akan menempati area yang sama, yaitu di wilayah Tembalang. Perkembangan Kawasan Tembalang sejatinya terjadi sejak adanya Politeknik Undip, namun terbaginya Politeknik Undip menjadi Polines dan Undip membuat Kawasan Tembalang semakin berkembang. Puncaknya yaitu ketika jumlah kegiatan belajar mengajar bertambah oleh beberapa fakultas pada tahun 1998, Kawasan Tembalang mulai berkembang menjadi kawasan padat penduduk. Meskipun jumlah fakultas di Undip tidak bertambah lagi hingga tahun 2010, perkembangan Kawasan Tembalang pada rentan waktu tersebut dapat dikatakan cukup pesat. Fungsi lahan Kawasan Tembalang yang dulunya didominasi dengan fungsi lahan pertanian, perkebunan maupun lahan kosong sebagian berubah menjadi lahan terbangun baik fungsi permukiman ataupun fungsi perekonomian dan jasa. Selain berdampak terhadap perubahan fungsi lahan, keberadaan Undip juga mempengaruhi kegiatan penduduk yang sebelumnya cenderung didominasi kegiatan pertanian saat ini menjadi kegiatan perdagangan dan jasa. Peningkatan kegiatan yang terjadi di Kawasan Tembalang kemudian membuat arus lalu lintas ikut meningkat sehingga menimbulkan kemacetan pada beberapa simpul jalan – jalan utama, terutama pada pagi hari, sore hari dan ketika beberapa jalan tergenang air karena hujan. Saat ini rencana pengembangan kampus tersebut dapat dikatakan sudah hampir selesai dilaksanakan. Hal ini dilihat dari beberapa fakultas (khususnya pada jenjang S-1) yang dahulu berada di wilayah Pleburan sudah dipindahkan ke lokasi kampus yang baru, yaitu wilayah Tembalang. Namun dengan rentang waktu pembangunan yang cukup lama, tentunya pemindahan lokasi kampus tersebut meningkatkan dampak terhadap lingkungan disekitar kampus yang sebelumnya juga telah mengalami perkembangan. Dampak yang dapat dilihat secara langsung yaitu kenampakan fisik di lingkungan sekitar kampus baru, salah satunya yaitu berupa perkembangan permukiman yang berada di sekitar kampus. Dalam hal ini yaitu permukiman mahasiswa
2
yang tumbuh di lingkungan kampus Universitas Diponegoro di Kawasan Tembalang. Dengan adanya permukiman mahasiswa kemudian memunculkan layanan kegiatan, misal kegiatan warung makan, jasa fotokopi, jasa laundry, dan warung kelontong. Seperti yang dikemukakan oleh Rachmawati (1999), bahwa efek primer dari adanya kampus adalah munculnya permukiman mahasiswa, baik dalam bentuk pondokan mahasiswa ataupun kos-kosan, sedangkan efek sekundernya adalah munculnya kegiatan pendukung seperti warung makan, warung kelontong, jasa laundry, jasa fotokopi, dll. Kawasan Tembalang telah mengalami perkembangan cukup signifikan sejak awal berdirinya Undip baik perubahan fungsi lahan, perkembangan kepadatan bangunan maupun kepadatan lalu lintas. Melihat kondisi tersebut Kawasan Tembalang dapat dikatakan sebagai kawasan yang padat dan akan terus tumbuh mengingat jumlah mahasiswa yang bertambah setiap tahunnya. Namun dengan bertambahnya jumlah fakultas pada tahun 2010, maka akan meningkatkan aktivitas di Kawasan Tembalang. Penambahan kegiatan pada kawasan yang sudah berkembang menjadi kawasan padat penduduk, tentunya meningkatkan dampak terhadap perkembangan kawasan tersebut dan tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan penurunan kualitas lingkungan. Dari gejala tersebut diduga penambahan kegiatan pada pusat kegiatan yang sudah ada akan memunculkan dampak perkembangan yang cukup signifikan, sehingga perkembangan tersebut menarik untuk diteliti.
1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang yang telah penulis kemukakan sebelumnya, dapat dilihat bahwa perkembangan Universitas Diponegoro tentunya mempengaruhi perkembangan permukiman mahasiswa yang ada disekitarnya. Dari kesimpulan tersebut kemudian muncul pertanyaan penelitian yaitu : 1. Bagaimanakah pengaruh Universitas Diponegoro terhadap kawasan sekitarnya?
3
2. Bagaimanakah pola perkembangan permukiman mahasiswa di sekitar kampus? 3. Apakah
faktor
pribadi
mahasiswa
berkaitan
dengan
pola
perkembangan permukiman mahasiswa?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan paparan latar belakang serta pertanyaan penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya. Berikut adalah tujuan dari dilakukannya penelitian : 1. Memahami dan menjelaskan dampak keberadaan kampus Undip terhadap perkembangan Kawasan Tembalang serta terhadap pola perkembangan permukiman mahasiswa. 2. Memahami dan menjelaskan pola perkembangan permukiman mahasiswa. 3. Mengetahui dan menjelaskan keterkaitan faktor pribadi mahasiswa dengan perkembangan permukiman mahasiswa.
1.4 Manfaat Penelitian Harapannya penelitian ini tidak hanya bermanfaat bagi peneliti, tetapi masyarakat luas diharapkan juga mendapat manfaat dari penelitian ini. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1.
Peneliti diharapkan dapat mengetahui bagaimana perkembangan kawasan sekitar pusat pendidikan dan faktor yang mempengaruhi perkembangannya.
2.
Menambah pengetahuan mengenai perkembangan kawasan sekitar kampus, khususnya perkembangan permukiman rumah sewa.
3.
Menjadi referensi mengenai pembangunan suatu pusat kegiatan baru maupun pemindahan/ penambahan aktivitas, khususnya pendidikan.
4
1.5 Batasan Penelitian Agar pembahasan penelitian yang dilakukan tidak meluas, maka perlu adanya batasan lingkup penelitian. Adapun batasan tersebut meliputi batasan fokus dan batasan lokus. 1.5.1 Fokus Yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu bagaimana perkembangan permukiman mahasiswa di lokasi kampus baru (Kawasan Tembalang) akibat dari pemindahan kegiatan belajar mengajar Universitas Diponegoro, Semarang. 1.5.2 Lokus Lokus dari penelitian ini adalah kawasan sekitar kampus Universitas Diponegoro yang berada di kawasan Tembalang dalam radius 600 meter dari area Kampus.
1.6 Keaslian Penelitian Dari studi pustaka yang dilakukan, peneliti menemukan beberapa penelitian mengenai dampak atau pengaruh pembangunan kampus terhadap wilayah sekitarnya. Berikut adalah beberapa penelitian lain yang berkaitan dengan penelitian ini : 1. Febriyanti, Nur Hesti, 2009, Dampak Aktivitas Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terhadap Kawasan Sekitarnya, Skripsi (Tidak Dipublikasikan), Yogyakarta 2. Rachmawati, Rini, 1999, Peranan Kampus sebagai Pemicu Kegiatan Pelayanan
dan
Urbanisasi
Spasial
Serta
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi, Tesis (Tidak Dipublikasikan), Yogyakarta 3. Purnomo, Bambang Eko, 2001, Pengaruh Kampus Universitas Gadjah Mada terhadap Perubahan Fisik dan Sosial Ekonomi Kawasan Pogung, Tesis (Tidak Dipublikasikan), Yogyakarta
5
4. Rusmantini, Arum, 1999, Perkembangan Pemanfaatan Spasial Kawasan Tembalang
sebagai
Dampak
Keberadaan
Kampus
Universitas
Diponegoro Semarang, Tesis (Tidak Dipublikasikan), Yogyakarta Dari beberapa temuan tersebut, peneliti menemukan penelitian dengan tema serupa, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Arum Rusmatini pada tahun 1999 dengan judul Perkembangan Pemanfaatan Spasial Kawasan Tembalang sebagai Dampak Keberadaan Kampus Universitas Diponegoro Semarang. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu penelitian ini lebih fokus terhadap perkembangan permukiman mahasiswa yang dipengaruhi adanya Universitas Diponegoro. Selain itu pada penelitian ini aktivitas mahasiswa S1 Universitas Diponegoro Semarang sudah berorientasi di Kampus Tembalang dan aksesibilitas pada kawasan penelitian dapat dikatakan sudah lebih baik, sehingga dapat menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi perkembangan permukiman mahasiswa di sekitar kampus. Dengan demikian dapat dikatakan penelitian mengenai Perkembangan Permukiman Mahasiswa di Sekitar Kampus Universitas Diponegoro di Tembalang, Semarang sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan.
1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari enam bab, yang kemudian terbagi menjadi beberapa sub-bab didalamnya. Berikut adalah susunan dan isi ke-enam bab tersebut :
Bab 1 Pendahuluan Bab
ini
berisi
latar
belakang
penelitian
yaitu
mengenai
perkembangan permukiman mahasiswa disekitar kampus sebagai dampak adanya kampus Universitas Diponegoro. Dimana salah satu penyebabnya adalah adanya pemindahan kegiatan belajar mengajar dari kampus Pleburan ke kampus Tembalang, sehingga memunculkan dinamika perkembangan
6
disekitar kampus Universitas Diponegoro yang berada di daerah Tembalang. Dalam bab ini juga berisi pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, keaslian penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab ini berisi mengenai berbagai teori yang berkaiatan dengan tema penelitian, diantaranya yaitu tentang rumah, permukiman, pemilihan lokasi permukiman, pusat pertumbuhan kawasan, dan beberapa teori lain. Teori tersebut digunakan oleh peneliti untuk mendukung peneliti dalam melakukan penelitian yaitu sebagai landasan teori. Bab 3 Metode Penelitian Bab ini menjelaskan mengenai metode yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian, unit amatan dan unit analisis, intrumen penelitian, cara dan langkah pengumpulan data, cara menganalisis serta tahapan penelitian. Bab 4 Deskripsi Lokasi Bab ini berisi tentang deskripsi wilayah yang menjadi lokasi penelitian. Didalamnya dibahas mengenai deskripsi dari kampus Universitas Diponegoro itu sendiri maupun deskripsi mengenai lingkungan di sekitar kampus. Bab 5 Pembahasan Bab ini berisi data-data yang diperoleh melalui survei, baik primer maupun sekunder, yang kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian dan yang terakhir dilakukan pembahasan dengan dikaitkan pada teori-teori yang telah diperoleh sebelumnya. Bab 6 Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dari proses analisis dan pembahasan yang dilakukan sebelumnya. Dari kesimpulan tersebut kemudian muncul saran
7
atau rekomendasi dari peneliti, baik untuk pemerintah, ahli perencana kota serta peneliti lain dengan tema yang serupa untuk penelitian berikutnya.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan suatu kawasan terjadi karena adanya pusat pertumbuhan kawasan. Dalam hal ini yaitu kampus yang kemudian memunculkan dampak berupa berkembangnya permukiman mahasiswa disekitar kampus yang kemudian memungkinkan munculnya dampak sekunder berupa kegiatan pendukung seperti warung, fotokopi, rental komputer dan lain-lain. Dengan dipindahkannya beberapa kegiatan perkuliahan dari Kampus Pleburan ke Kampus Tembalang artinya terjadi peningkatan jumlah mahasiswa yang tinggal di Kawasan Tembalang sehingga diduga akan mempengaruhi perkembangan permukiman mahasiswa tersebut. Berikut adalah beberapa tinjauan pustaka yang terkait dengan penjelasan singkat di atas :
2.1 Pengertian Rumah Papan atau tempat tinggal adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang mutlak untuk dipenuhi. Ada berbagai macam tempat tinggal untuk manusia, mulai dari goa, di bawah pohon ataupun di atas pohon yang merupakan tempat tinggal manusia pada zaman dahulu dimana peradaban manusia pada saat itu masih nomaden atau berpindah-pindah. Berbeda dengan manusia pada saat ini yang cenderung menetap dan sudah tinggal dalam suatu bangunan yang dinamakan rumah. Seiring perkembangan zaman, tekhnologi, dan kebudayaan manusia, rumah juga terus mengalami perubahan, baik bentuk, ukuran, dan fungsinya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Rumah adalah bangunan yang memliki fungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Menurut Yudhohusodo (1991) yang dikutip oleh Firnanda (2009) rumah secara terminologi labih melihat secara fisik bangunan yaitu untuk melindungi dari
9
pengaruh alam, sedangkan dalam arti “home” lebih melihat pada kepentingan kejiwaan, sosial, dan budaya. Sementara pengertian rumah menurut Panuju (1999) dalam Firnanda (2009) menyebutkan bahwa rumah sebagai kebutuhan pokok bagi masyarakat baik di desa maupun di kota untuk memenuhi kesejahteraan fisik, psikologi, sosial dan ekonominya. Lain halnya dengan konsep interaksi yang dikemukakan oleh Turner (1972) yang dikutip oleh Suryani (2011) yaitu memberikan perlindungan dari cuaca, gangguan makhluk liar dan gangguan atas harta miliknya, selain itu rumah juga memberikan kenyamanan bagi penghuninya untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan memberikan rasa memiliki aset. Dari beberapa pengertian rumah tersebut dapat dilihat bahwa rumah merupakan alat pemenuh kebutuhan hidup manusia. Menurut Maslow (1954) dalam As’ad (1990), ada lima tingkatan kebutuhan manusia (five hierarchy of needs), kelima tingkatan tersebut yaitu : 1. Physiological needs, merupakan kebutuhan paling mendasar manusia. Kebutuhan ini mempengaruhi kelangsungan hidup manusia, misalnya sandang, pangan, papan, sex dan kesejahteraan individu. 2. Safety needs, kebutuhan ini merupakan tingkat lanjut dari tingkatan sebelumnya. Disini manusia membutuhkan rasa aman dan terlindungi ketika tinggal di suatu rumah, misal konstruksi bangunan (permanen, semi permanen, atau tidak permanen) 3. Social needs, pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial sehingga perlu adanya kontak sosial dengan lingkungan disekitarnya. 4. Esteem needs, merupakan kebutuhan untuk di akui oleh orang lain. Dalam hal ini yaitu bentukan rumah yang berbeda, yang dapat memberikan ciri tertentu sesuai dengan statusnya. 5. Need for self actualization, kebutuhan ini merupakan kebutuhan tertinggi dari kebutuhan manusia. Dalam hal ini rumah atau tempat tinggal harus bisa memberikan kepuasan tersendiri bagi penghuninya, misal dapat menunjukan status sosial, kekayaan, kekuasaan atau selera penghuninya.
10
Melihat tingkatan kebutuhan yang dikemukakan berdasarkan lima tingkatan kebutuhan manusia (five hierarchy of needs), jika dilihat dari sudut pandang kebutuhan mahasiswa maka kebutuhan utama bagi seorang mahasiswa berada pada tingatan pertama dan kedua, sedangkan kebutuhan ketiga merupakan kebutuhan selanjutnya bagi mahasiswa, dimana sifatnya bukan prioritas utama bagi mahasiswa. Lain halnya jika kemudian dilihat dari sudut pandang pemilik rumah sewa, rumah harus bisa memberikan kepuasan tersendiri bagi penghuninya Karena pada umumnya mahasiswa hanya tinggal selama masa studinya, maka sebagian besar dari mereka lebih cenderung untuk menyewa atau mengontrak rumah untuk memenuhi kebutuhannya akan tempat tinggal selama menempuh pendidikan. Leora (2001) berpendapat bahwa dengan menyewa, mahasiswa dapat menghemat biaya yang harus dikeluarkan. Dari sudut pandang ekonomi, menyewakan rumahnya (sebagian maupun seluruhnya) akan berdampak positif terhadap pemilik rumahnya karena akan memberikan pemasukan tambahan. Selain itu, menyewakan rumah dianggap memiliki resiko rugi yang sangat kecil. Hal inilah yang membuat warga disekitar kampus menyewakan sebagian atau biasa disebut rumah kos/indekos maupun menyewakan seluruh rumahnya atau dapat disebut rumah kontrakan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Budiharjo (1987) yang menyatakan bahwa kebanyakan penduduk di Indonesia memiliki rumah dengan fungsi ganda, yaitu sebagai wahana untuk menambah penghasilan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian indekos yaitu tinggal di rumah orang lain dengan atau tanpa makan dan membayar setiap bulan. Sedangkan pengertian rumah kontrakan adalah rumah yang disewa dalam jangka waktu yang tertentu, misal satu tahun atau dua tahun. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, tidak terdapat pengertian khusus mengenai rumah kos atau rumah kontrakan, hanya ada pengertian mengenai rumah komersial dimana pengertian rumah komersial itu sendiri adalah rumah yang diselenggarakan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.
11
Dengan menyewakan sebagian atau seluruh rumahnya, pemilik rumah akan mendapat pemasukan tanpa mengurangi hak kepemilikan rumah tersebut. Sedangkan dengan menyewa rumah mahasiswa dapat memenuhi kebutuhan tempat tinggalnya. Dari sini terlihat bahwa rumah tidak hanya memiliki fungsi sebagai tempat tinggal. Rumah juga dapat dikembangkan sebagai pemenuh kebutuhan lain dari manusia. Leora mengutip pendapat Johan Silas (2000) bahwa pada umumnya konsep pengembangan rumah oleh masyarakat adalah developmental dan dengan pendekatan housing beyond home, yang kemudian diartikan sebagai suatu pola dinamis yang memadukan kebutuhan rumah sebagai tempat tinggal dan sebagai upaya penggalangan sumber daya. Aries Supriyanto mengutip Johan Silas (Leora, 2001), memaparkan beberapa jenis rumah berdasarkan detil fungsi rumah tersebut : a. Rumah (saja) : pada umumnya digunakan oleh masyarakat menengah ke atas karena rumah ini hanya digunakan sebagai tempat tinggal oleh pemiliknya. b. Rumah Produktif : tipe ini menggunakan sebagian rumahnya untuk melakukan kegiatan usaha atau kegiatan ekonomi. Ada tiga bentuk pembagian proporsi rumah sebagai tempat tinggal dan kegiatan ekonomi, yaitu : 1. Tipe Campuran : yaitu fungsi rumah tinggal dan tempat kerja menjadi satu, namun fungsi tempat tinggal tetap menjadi fungsi utama. 2. Tipe Berimbang : disini fungsi rumah tinggal terpisah dari tempat kerja, namun masih dalam satu bangunan. 3. Tipe Terpisah : pada tipe ini kegiatan ekonomi menjadi dominan dibandingkan dengan tempat tinggal. Terkadang rumah tersebut hanya digunakan oleh pekerja, sedangkan pemilik tinggal di rumah yang terpisah.
12
Adapun penyebab pengembangan rumah tersebut oleh pemilik ditentukan oleh beberapa sebab, Aries Supriyanto mengutip Nurdin (Leora, 2001) menyatakan perubahan suatu bangunan rumah disababkan oleh : a. Pengaruh dari dalam : rumah muncul karena adanya kebutuhan hidup manusia. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia (pemilik rumah) tersebut maka timbulah perubahan-perubahan pada bangunan atau rumah miliknya. b. Pengaruh dari luar : perubahan kebutuhan hidup manusia juga dipengaruhi
oleh
lingkungan
sekitarnya.
Misalnya
pengaruh
perkembangan pariwisata.
2.2 Pengertian Permukiman Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman). Permukiman (human settlement) merupakan suatu kawasan buatan ataupun alami yang digunakan oleh manusia baik secara individu maupun berkelompok yang dilengkapi dengan penataan tanah dan ruang, juga sarana prasarana lingkungannya (Suryani, 2011). Dari pengertian yang telah dikemukakan sebelumnya dapat dilihat bahwa permukiman merupakan perumahan beserta dengan sarana prasarana pendukung yang terkumpul dalam satu lokasi yang kemudian membentuk struktur maupun pola. Doxiadis (1968) dalam Juliantie (2011) menyebutkan bahwa permukiman apabila dilihat dari bentuk dan strukturnya terbagi menjadi tiga, yaitu : 1. Circular dengan satu titik pusat. Bentuk ini ditunjukkan dengan wilayah yang kecil, jaringan jalan kurang berpengaruh pada pertumbuhan, dan tidak ada pusat penarik kegiatan, namun kondisi relatif aman karena bentuk sentral.
13
2. Geometric linier dengan satu axis geometric linier. Bentuk ini merupakan bentukan yang terpengaruh oleh adanya lansekap. Jalan raya kurang berperan karena letaknya yang jauh dari persimpangan. Bentuk ini juga tidak memiliki pusat penarik kegiatan. 3. Non-geometric linier dengan satu axis non-geometric linier. Bentuk ini memiliki ciri-ciri yang serupa dengan Geometric linier dengan satu axis geometric linier. Pola permukiman juga dapat dilihat berdasarkan pertumbuhannya yaitu permukiman yang direncanakan sepenuhnya, direncanakan sebagian, maupun permukiman yang tumbuh secara organik. Permukiman yang direncanakan sepenuhnya (permunas dan real estate) dan permukiman yang direncanakan sebagian (permukiman infill) pada umumnya dapat ditemukan di perkotaan, sedangkan permukiman yang tumbuh secara organik lebih sering dijumpai di pedesaan atau di daerah pinggiran. Selanjutnya permukiman juga dapat dilihat dari sudut pandang ekonomi, seperti yang dikemukakan oleh Panuju (1999) dalam Firnanda (2009) bahwa rumah juga digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraan ekonominya. Sejalan dengan itu, Karseno (2001) berpendapat bahwa permukiman merupakan barang modal yang tahan lama dan nilai rumah dapat berlipat hingga seratus kali lipat dalam kurun waktu delapan sampai sepuluh tahun. Hal inilah yang kemudian membuat masyarakat tertarik untuk berinvestasi pada bidang permukiman.
2.3 Pusat Pertumbuhan Kawasan Perkembangan atau pertumbuhan suatu kota pada dasarnya dapat dilihat secara fungsional maupun secara konseptual. Secara konseptual pusat pertumbuhan (growth pole) kawasan adalah suatu konsentrasi atau kumpulan kegiatan yang saling terkait satu sama lain yang dapat mempengaruhi wilayah disekitarnya. Sedangkan secara geografis, pusat pertumbuhan dianggap sebagai suatu lokasi yang memiliki daya tarik terhadap masyarakat untuk
14
datang ke lokasi tersebut karena adanya infrastruktur yang lengkap. Disamping itu pusat pertumbuhan harus memiliki empat (4) ciri, yaitu adanya hubungan internal antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, adanya multiplier effect (unsur pengganda), adanya konsentrasi geografis, dan bersifat mendorong pertumbuhan wilayah belakangnya (Tarigan, 2005). Menurut tahapan perkembangan kota (Champion, 2001 dalam R.Padison dalam Rudiarto, 2012), wilayah atau kota yang terus tumbuh dapat mengalami kejenuhan sehingga dapat menimbulkan penurunan dampak dan menggeser pusat pertumbuhan wilayah tersebut. Dalam penelitian ini yang dipandang sebagai pusat pertumbuhan adalah kampus. Hal ini sejalan dengan Febriyanti (2009) yang menyatakan bahwa kampus merupakan suatu komunitas kecil yang mampu menjadi pemicu tumbuhnya
kawasan
perkotaan
disekitarnya.
Keberadaan
kampus
mempengaruhi struktur ruang wilayah sekitarnya dalam hubungan untuk mendukung aktivitas yang ada. Sejalan dengan itu Rachmawati (1999) berpendapat bahwa dengan adanya kampus dapat menjadi daya tarik perkembangan pelayanan dan urbanisasi spasial, namun setiap kampus memiliki tingkat kemampuan pemicu perkembangan kawasan sekitarnya. Sedangkan Yakobus (1999) berpendapat bahwa kehadiran kampus dikatakan dapat mendorong pertumbuhan wilayah di sekitar kampus melalui kegiatan pelayanan dan jasa.
2.4 Faktor Lokasi Rumah Sewa Lokasi suatu rumah pada umumnya menjadi salah satu penentu dalam memilih tempat tinggal. Rumah yang letaknya dekat dengan pusat kegiatan (perbelanjaan, pekerjaan ataupun pendidikan) tentunya lebih dipilih jika dibandingkan dengan rumah yang jaraknya jauh. Faktor aksesibilitas menjadi salah satu daya tarik suatu lokasi karena lokasi tersebut akan mudah dicapai dari berbagai pusat kegiatan seperti pusat perdagangan, pusat pendidikan, mauapun kegiatan lainnya. Dalam penentuan aksesibilitas dapat dilakukan berdasarkan penilaian mengenai jarak dari pusat kegiatan, jangkauan
15
transportasi umum, ataupun dilihat dari lebar jalan (Leora, 2001). Aksesibilitas juga dapat diartikan sebagai konsep yang didalamnya merupakan gabungan antara pengaturan tata guna lahan dengan jaringan transportasi yang menghubungkannya (Wiraputri, 2011). Selain itu beberapa faktor penarik lain yang mempengaruhi pemilihan tempat tinggal yaitu terkait dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Baik secara kebersihan atau kesehatan lingkungan maupun kondisi sosial pada lingkungan sekitarnya. Dengan kondisi lingkungan yang baik akan membuat penghuni rumah tersebut nyaman selama tinggal di rumah tersebut. Yuliza (2003) mendefinisikan kenyamanan sebagai kondisi lingkungan yang memberikan sesuai dengan panca indera. Karseno (2001) berpendapat rumah dipilih karena dekat dengan tempat kerja/belanja/hiburan (aksesibilitas), dekat dengan pelayanan (pendidikan atau layanan publik lainnya), dan/atau karena kualitas lingkungan (udara/kebisingan dan lain-lain), serta penampilan tetangga. Menurut Turner dalam Yunus (1994), mengatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi seseorang dalam penentuan tempat tinggal. Berikut adalah empat faktor tersebut : 1. Dimensi lokasi, yang dimaksud lokasi disini adalah jarak lokasi tersebut dengan tempat kerja (aksesibility to employment) 2. Dimensi penguasaan tempat tinggal (tenure), dimensi ini terkait dengan kemampuan ekonomi seseorang karena disini seseorang harus memutuskan untuk menyewa atau memiliki sendiri tempat tinggalnya. 3. Dimensi siklus kehidupan, seiring dengan keberlanjutan siklus hidup seseorang maka akan semakin tinggi pemasukannya, sehingga akan berpengaruh terhadap dua dimensi sebelumnya. 4. Dimensi penghasilan, besar kecilnya penghasilan seseorang akan sangat berpengaruh terhadap kepemilikan rumah.
16
Pendapat lain yang juga mengungkapkan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan tempat tinggal, seperti yang dikemukakan oleh Goodal dalam Hudioro (2000) dalam Leora (2001), yaitu : 1. Suasana kehidupan di lingkungan tempat tinggal, 2. Lokasi rumah, 3. Keadaan fisik bangunan, 4. Kelengkapan fasilitas umum, 5. Nilai prestisius, 6. Harga tanah, 7. Pendapatan keluarga. Dapat dilihat dari beberapa pendapat mengenai pemilihan tempat tinggal secara umum di atas, faktor utama dalam pemilihan tempat tinggal secara umum berdasarkan jarak atau lokasi yang strategis. Tabel 2.1 Faktor-Faktor Yang Menjadi Pertimbangan Dalam Pemilihan Tempat Tinggal No. 1.
2.
Karseno (2001)
Turner dalam Yunus
Goodal dalam Hudioro
(1994)
dalam Leora (2001)
Dekat dengan tempat
Jarak lokasi dengan tempat
Suasana
kehidupan
di
kerja/ belanja/ hiburan
kerja (aksesibility to
lingkungan tempat tinggal
(aksesibilitas)
employment)
Dekat dengan pelayanan
Penguasaan tempat tinggal
(pendidikan atau
(tenure)
Lokasi rumah
layanan publik lainnya) 3.
Kualitas lingkungan
Siklus kehidupan
Keadaan fisik bangunan
Besar kecilnya penghasilan
Kelengkapan fasilitas umum
(udara/ kebisingan dan lain-lain) 4.
Penampilan tetangga
5.
Nilai prestisius
6.
Harga tanah
7.
Pendapatan keluarga
Sumber : Analisis 2012
17
Sedikit berbeda dengan pemilihan tempat tinggal untuk mahasiswa. Leora (2001) menyatakan pemilihan tempat tinggal oleh mahasiswa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan pertimbangan dalam memilih rumah sewa yang muncul dari pihak pemilik rumah sewa, sedangkan faktor eksternal pemilihan rumah sewa merupakan pertimbangan dalam memilih rumah sewa yang muncul dari pihak penyewa, dalam hal ini yaitu mahasiswa. Faktor internal pemilihan rumah sewa, yaitu ukuran kamar, fasilitas, jenis bangunan dan harga sewa. Sedangkan faktor ekternal pemilihan rumah sewa yaitu jarak dari kampus, aksesibilitas, fasilitas pendukung, kondisi bangunan, sumber biaya (kondisi ekonomi), dan sarana transportasi. Tabel 2.2 Faktor-Faktor yang Menjadi Pertimbangan dalam Pemilihan Tempat Tinggal untuk Mahasiswa Leora (2001)
No.
Internal
Eksternal
1.
Ukuran kamar
Jarak dari kampus
2.
Fasilitas
Aksesibilitas
3.
Jenis bangunan
Fasilitas Pendukung
4.
Harga sewa
Kondisi bangunan
5.
Sumber biaya (kondisi ekonomi)
6.
Sarana transportasi
Sumber : Analisis 2012
Kedua faktor tersebut (ekternal dan internal) tidak serta merta menjadi penentu seorang mahasiswa dalam memilih rumah sewa yang sesuai dengan kebutuhan. Setiap orang, dalam hal ini mahasiswa, tentunya memiliki prioritas dalam memilih rumah sewa yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Berikut ini merupakan faktor penting yang menjadi dasar pemilihan rumah sewa adalah faktor lokasi (semakin dekat dengan kampus semakin baik), faktor fisik bangunan (desain bangunan, luas kamar, umur bangunan, posisi kamar dan jumlah kamar mandi) dan faktor fasilitas yang disediakan tentunya (Robin, 2009).
18
Sedangkan Wahyono (2009), menyatakan bahwa prioritas pemilihan rumah sewa secara umum adalah lokasi rumah, fasilitas yang disediakan, kondisi fisik bangunan, harga sewa, lingkungan intern kos, lingkungan ekstern kos, aturan kos, keberadaan pemilik kos dan sistem pembayaran rumah/kamar sewa. Berikut merupakan tabel mengenai faktor yang menjadi prioritas dalam memilih rumah/kamar sewa. Tabel 2.3 Prioritas Mahasiswa dalam Memilih Rumah/Kamar Sewa No.
Faktor
Penelitian/ Buku
1.
Faktor lokasi
Robin (2009), Wahyono (2009)
2.
Faktor fasilitas
Robin (2009), Wahyono (2009)
3.
Harga sewa
Wahyono (2009)
4.
Lingkungan intern kos
Wahyono (2009)
5.
Kondisi fisik
Robin (2009), Wahyono (2009)
6.
Lingkungan ekstern kos
Wahyono (2009)
7.
Aturan kos
Wahyono (2009)
8.
Keberadaan pemilik kos
Wahyono (2009)
9.
Sistem pembayaran
Wahyono (2009)
Sumber : Analisis 2012
Mengingat fokus penelitian ini yaitu mengenai perkembangan permukiman mahasiswa, maka berdasarkan tinjauan pustaka di atas terdapat temuan mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman mahasiswa. Berikut ini merupakan faktor yang mendorong pemilik untuk menyediakan rumah sewa bagi mahasiswa. Tabel 2.4 Faktor Pendorong Pemilik dalam Menyediakan Rumah Sewa No.
Faktor
Penelitian/Buku
Penghasilan pokok atau menambah
Leora (2001), Budiharjo (1987),
penghasilan
Panuju (1999)
2.
Resiko rugi sangat kecil
Leora (2001)
3.
Investasi
Karseno (2001)
1.
Sumber : Analisis 2012
19
Dan berikut ini merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman mahasiswa dari sudut pandang penyewa, baik yang muncul dari pihak pemilik rumah sewa, maupun yang muncul dari pihak penyewa (mahasiswa). Tabel 2.5 Faktor Mahasiswa Dalam Memilih Rumah Sewa No.
Faktor
Penelitian/Buku
1.
Jarak dari kampus
2.
Aksesibilitas
3.
Fasilitas
4.
Harga sewa
Leora (2001), Robin (2009), Wahyono (2009) Leora (2001), Robin (2009), Wahyono (2009) Leora (2001), Robin (2009), Wahyono (2009) Leora (2001), Wahyono (2009)
5.
Sumber biaya (kondisi ekonomi)
Leora (2001)
6.
Sarana transportasi
Leora (2001)
Sumber : Analisis 2012
2.5 Kerangka Konsepsual Seiring dengan berjalannya waktu, kota akan terus berkembang sejalan dengan meningkatnya aktivitas penduduknya. Sebaliknya ketersediaan ruang semakin terbatas. Perkembangan kota tersebut juga memicu terjadinya peningkatan kebutuhan fasilitas atau infrastruktur wilayah. Salah satu fasilitas umum yang menjadi kebutuhan penting seiring dengan perkembangan kota adalah perguruan tinggi. Perguruan tinggi identik dengan wilayah yang luas mengingat jumlah mahasiswa yang tidak sedikit, untuk itu perlu lahan yang luas untuk pendirian sebuah kampus universitas/perguruan tinggi. Dengan demikian lokasi yang memungkinkan untuk dibangun sebuah kampus suatu universitas adalah kawasan pinggiran kota karena masih tersedianya lahan yang cukup luas. Sejalan dengan hal itu, pihak Universitas Diponegoro sudah mengantisipasi kondisi tersebut dengan melakukan upaya pembangunan kampus di kawasan pinggiran Kota Semarang, tepatnya di Kelurahan Tembalang, Kecamatan Tembalang. Upaya pembangunan yang dilakukan oleh pihak Universitas Diponegoro tersebut dilakukan sejak tahun 1993
20
dalam Rencana Induk Pengembangan Kampus Undip, tetapi pada kenyataannya kampus Universitas Diponegoro masih terbagi di dua wilayah, yaitu Kampus Tembalang dan Kampus Pleburan. Sedangkan realisasi penempatan kampus pada satu area masih berlangsung hingga saat ini yang ditunjukan dengan pemindahan beberapa fakultas yang sebelumnya berada di Kampus Pleburan ke Kampus Tembalang. Pembangunan
kampus
dapat
dikatakan
sebagai
upaya
untuk
meningkatkan pembangunan kota atau biasa disebut sebagai pusat pertumbuhan suatu kawasan, karena dengan adanya kampus tersebut dapat memicu pertumbuhan suatu kota dan mempengaruhi arah pertumbuhan suatu kota. Salah satu faktor yang memicu fenomena tersebut adalah cakupan universitas yang nantinya akan berpengaruh pada jumlah mahasiswa universitas tersebut. Dengan semakin banyak mahasiswa pada universitas tersebut maka dampak terhadap lingkungan sekitar kampus akan semakin besar. Dalam hal ini dampak yang dilihat secara langsung yaitu dampak terhadap fisik lingkungan. Dampak fisik yang diamati dalam penelitian ini yaitu pola pemanfaatan lahan kawasan khususnya dampak pada permukiman mahasiswa atau sering disebut dengan kos-kosan di sekitar kampus Tembalang. Pertumbuhan kos-kosan disekitar kampus muncul akibat adanya demand dari mahasiswa kampus dan supply dari masyarakat sekitar kampus. Dalam upaya memenuhi kebutuhan tersebut mahasiswa memiliki kriteriakriteria dan tentunya prioritas dalam memilih tempat tinggalnya, seperti jarak kos dengan kampus, harga sewa, kelengkapan fasilitas dan lain sebagainya. Sedangkan masyarakat sekitar menangkap permintaan rumah tinggal tersebut dengan menyediakan rumah tinggal baik dengan memanfaatkan sebagian rumahnya maupun membangun bangunan baru. Alasan masyarakat dalam menyediakan tempat tinggal bagi mahasiswa pun beragam, mulai dari investasi, sumber pendapatan utama ataupun hanya sebagai tambahan. Interaksi antara demand dan supply tersebut kemudian memunculkan besaran, densitas maupun kecenderungan pertumbuhan permukiman mahasiswa disekitar kampus Undip yang nantinya dapat diklasifikasikan berdasarkan
21
jenis kos, kelas (harga) kos, maupun kapasitas kos. Munculnya kegiatan kampus dan pemukiman mahasiswa tersebut juga memunculkan aktivitas turunan yaitu kegiatan pendukung seperti jas fotokopi, warung makan, jasa print, laundry, warung kelontong, dll. Selain sebagai pemicu pertumbuhan suatu kota, pembangunan kampus tentunya juga menimbulkan dampak bagi kawasan disekitarnya. Sejatinya perkembangan Kawasan Tembalang sudah terjadi sejak pertama kalinya pemindahan kegiatan perkuliahan dari Kampus Pleburan ke Kampus Tembalang. Dengan adanya pemindahan kegiatan perkuliahan beberapa fakultas dari tahun 2008 hingga tahun 2010 tentunya mempengaruhi perkembangan Kawasan Tembalang, khususnya perkembangan permukiman mahasiswa di sekitar Kampus Tembalang baik secara vertikal maupun horizontal. Perkembangan permukiman mahasiswa atau kos-kosan tersebut tentunya dipengaruhi oleh masyarakat sekitar sebagai penyedia jasa koskosan dan mahasiswa sebagai penyewa kos-kosan, dimana masing - masing memiliki alasan ataupun pertimbangan dalam menyewakan atau memilih tempat tinggalnya. Apabila dilihat dari sudut pandang pemanfaatan ruang, interaksi antara supply dan demand tersebut dapat mempengaruhi sebaran, densitas maupun kecenderungan pola perkembangan permukiman. Dan pada akhirnya dapat mempengaruhi perkembangan wilayah sekitarnya.
22
23
2.6 Hipotesis Berdasarkan pertanyaan penelitian, tinjauan pustaka dan kerangka konsep di atas, sehingga muncul hipotesis sebagai berikut : a. Perkembangan jumlah permukiman mahasiswa berpengaruh terhadap perkembangan jumlah rumah sewa. b. Semakin baik kondisi ekonomi seorang mahasiswa/i, menunjukkan bahwa mahasiswa/i tinggal di rumah sewa yang dekat dengan kampus. c. Semakin baik kondisi ekonomi seorang mahasiswa/i, menunjukkan bahwa mahasiswa/i tinggal di rumah sewa yang memiliki aksesibilitas lebih baik. d. Semakin baik kondisi ekonomi seorang mahasiswa/i, menunjukkan bahwa mahasiswa/i tinggal di rumah sewa dengan fasilitas lengkap (kualitas baik). e. Semakin baik kondisi ekonomi seorang mahasiswa/i, menunjukkan bahwa mahasiswa/i tinggal di rumah sewa dengan biaya sewa perbulan tinggi. f. Semakin tinggi tingkat mobilitas seorang mahasiswa/i, menunjukkan bahwa mahasiswa/i tinggal di rumah sewa yang jauh dari kampus. g. Semakin tinggi tingkat mobilitas seorang mahasiswa/i, menunjukkan bahwa mahasiswa/i tinggal di rumah sewa yang memiliki aksesibilitas lebih baik. h. Semakin tinggi tingkat mobilitas seorang mahasiswa/i, menunjukkan bahwa mahasiswa/i tinggal di rumah sewa dengan fasilitas lengkap (kualitas baik). i. Semakin tinggi tingkat mobilitas seorang mahasiswa/i, menunjukkan bahwa mahasiswa/i tinggal di rumah sewa dengan biaya sewa perbulan tinggi.
24