1. PROF. DR. MR. KUSUMAH ATMADJA (1898-1962):
a. Masa Muda Pada tanggal 8 September 1898, di daerah Purwakarta, lahirlah seorang bayi laki-laki yang kemudian diberi nama Sulaeman Efféndi Kusumah Atmadja.1 Kalau dilihat dari namanya, bayi laki-laki yang kelak lebih dikenal dengan nama Kusumah Atmadja tersebut, berasal dari kalangan ménak. Dugaan tersebut diperkuat dengan latar belakang pendidikannya yang sampai pada jenjang pendidikan tinggi. Kita tahu bahwa pada awal abad ke-20, tidak semua lapisan masyarakat dapat menempuh pendidikan tinggi. Hanya kalangan atas pribumi-lah, yakni kaum ménak yang dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
1
Ensiklopedi Budaya Sunda, ……: 368
2. IR. H. DJUANDA (1911-1963) *
a. Masa Muda Pada tanggal 14 Januari 1911, Raden Kartawidjaja dan Nyi Momot dikaruniai seorang putera yang kemudian diberi nama Djuanda. Bayi yang baru lahir itu adalah seorang bayi biasa, seperti beratus bayi yang lain, lahir dalam satu keluarga guru, meskipun menak, tetapi sederhana. Dalam asuhan dan kasih sayang ayah bunda, bayi itu tumbuh menjadi seorang anak yang biasa-biasa saja.1 Selang beberapa tahun Djuanda mendapat kawan bermain serumah seiring kelahiran adik-adiknya, yaitu Koswara, Djuandi, dua orang puteri, dan Dadang.2 Djuanda menjadi besar dan berkembang seperti anak-anak lain, berkembang menurut irama
1
3. LAKSAMANA R. E. MARTADINATA (1921-1966) *
a. Masa Muda Raden Eddy Martadinata dilahirkan pada tanggal 29 Maret 1921 di Bandung darim pasangan Raden Roechijat Martadinata dan Nyi Raden Soehaemi. Mereka berasal dari keluarga ningrat Tasikmalaya dan beragama Islam. Di Bandung, Raden Roechijat Martadinata bekerja sebagai klerk di kantor Departemen Peperangan Pemerintah Hindia Belanda (Department Van Oorlog). Ia bersama isterinya tinggal di sebuah rumah sewaan berukuran kecil yang terletak di
1
4. R. OTO ISKANDAR DI NATA (1897-1945)
a. Masa Muda Raden Oto Iskandar di Nata dilahirkan di Desa Bojongsoang, Kabupaten Bandung, pada tanggal 31 Maret 1897, dari kalangan menak (bangsawan) Sunda. Ayahnya, Raden Haji Rachmat Adam, adalah Lurah Desa Bojongsoang.1 Ibunya bernama Nyi Raden Siti Hatijah.2 Apabila ditarik garis ke atas, silsilah R. Oto Iskandar di Nata akhirnya akan sampai kepada Raja Sunda, yaitu Prabu Siliwangi dari Pajajaran.3 Tentu saja, penarikan silsilah di kalangan menak hingga puncaknya mencapai Prabu Siliwangi, Raja Sunda yang historis-legendaris itu,
5. RADEN DEWI SARTIKA (1884-1947) *
a. Masa Muda Raden Dewi Sartika dilahirkan pada tanggal 4 Desember 1884 di kalangan menak (bangsawan) Sunda, sebagai puteri kedua dari lima bersaudara. Ayahnya adalah Raden Rangga Somanagara, Patih Bandung, dan ibundanya adalah Raden Ayu Rajapermas, putri Bupati Bandung Raden Adipati Wiranatakusumah IV (1846-1876). Raden Dewi Sartika mempunyai saudara empat orang, yaitu Raden Sumamur (kakaknya) dan tiga orang adiknya masing-masing bernama Raden H. Yunus, Nyonya Raden Entis dan Nyonya Raden Sarti Pamerat.1 Ketika masih gadis, Raden Dewi Sartika dipanggil oleh masyarakat dengan nama Juragan Dewi atau Juragan Ageung..2 Pada tahun 1893, Raden Rangga Somanegara dibuang ke Ternate karena dituduh terlibat dalam percobaan pembunuhan terhadap Bupati Bandung R.A.A. Martanagara (yang keturunan menak Sumedang) dan para pejabat Belanda di Kota
1
6. K. H. ZAENAL MUSTOFA (1899-1944)*
a.Masa Muda K. H. Zaenal Mustofa dilahirkan pada tahun 1899 di Kampung Bageur, Desa Cimerah (sekarang bernama Desa Sukarapih), Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya. Ayahnya bernama Nawapi dan ibunya bernama Ratmah. Mereka termasuk orang yang taat kepada agama Islam. Sewaktu kecil, K. H. Zaenal Mustofa bernama Umri dan sering juga dipanggil Hudaemi. Ia dibesarkan dalam sebuah keluarga petani yang sederhana dan hidup di daerah pedalaman yang jauh dari kesibukan kota. Ayahnya merupakan orang pertama yang mendidik dan mengajarkan belajar ilmu agama Islam kepada Umri.1 Sekolah formalnya hanya sampai pada tingkat sekolah dasar. Akan tetapi, dengan semangat belajar yang menggelora, ia meneruskan sekolahnya di berbagai pesantren selama lebih kurang 17 tahun. Tercatat sebanyak lima buah pesantren yang pernah dimasuki oleh K. H. Zaenal Mustofa, yakni (a) Pesantren Gunung Pari (7 tahun); (b) Pesantren
1
7. PROF. MR. H. IWA KUSUMA SUMANTRI (1899-1971)*
a. Masa Muda Iwa Kusuma Sumantri dilahirkan pada hari Rabu tanggal 30 Mei 1899 di Ciamis, Jawa Barat. Ia adalah putra sulung dari keluarga Raden Wiramantri, Kepala Sekolah Rendah yang kemudian menjadi Penilik Sekolah (School Opziener) di Ciamis. Sebagai anak sulung dari 12 bersaudara, Iwa , yang memiliki nama kecil Gosali, sejak kecil telah dihadapkan pada rasa tanggung jawab terhadap adik-adiknya. Hubungan dengan keluarganya sangat akrab. Kepada teman-temannya Iwa selalu
1
8. GATOT MANGKOEPRADJA (1898-1968)
a. Masa Muda Gatot Mangkoepradja dilahirkan pada 15 Desember 1898 di Kampung Citamiang, Panjunan, Sumedang. Ia adalah keturunan menak Galuh (Ciamis). Ayahnya seorang dokter bernama dr. Mohamad Saleh Mangkoepradja, adapun ibunya bernama Siti Soefiah.1 Gatot mulai mengenyam pendidikan formal di Frobel School (Taman Kanak-Kanak) Ny. Westenenk di Sumedang. Ia kemudian masuk Europeesche Lagere School (ELS) pada tahun 1905 di Bandung.2 Pada tahun 1912, Gatot berhasil mendapat Klein Ambtenaren Examen, dengan nilai 7. Setahun kemudian, ia menjadi murid Sekolah Dokter Jawa (STOVIA) di Jakarta, tetapi keluar di kelas 3 pada tahun 1916. Setahun kemudian, Gatot masuk Hogere Burger School (HBS) di Bandung sampai kelas 3 (tidak selesai).
9. MASKOEN SOEMADIREDJA (1907-1986).
a. Masa Muda Di tengah dataran tinggi Priangan, terletak sebuah kota yang indah, Kota Bandung, yang suatu ketika pernah dijuluki “Paris van Java”. Kota ini lebih merupakan cekungan, bak sebuah pinggan, di Dataran Tinggi Bandung. Di bagian tengahnya terhampar pedataran luas yang dipagari gunung gemunung yang tampak indah dari kejauhan. Di kota beriklim tropis dengan udara yang sejuk inilah tinggal keluarga menak (bangsawan) bernama Raden Umar Soemadiredja dengan istrinya, Nyi Raden Umi. Pasangan yang menikah pada tahun 1897 ini memiliki enam anak yang diberi nama Raden Idi, Raden Elli, Nyi Raden Djulaeha, Raden Abbas, Raden Koyan, dan si bungsu, Raden Maskoen Soemadiredja yang dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1907. Sebagai anak keturunan menak, Maskoen dan kakak-kakaknya berhak menyandang gelar kebangsawanan “raden”. Namun, kelak, gelar kebangsawanan