1
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setelah Kota Hiroshima dijatuhi bom atom oleh Sekutu tanggal 6 Agustus 1945, keesokan harinya tanggal 9 Agustus 1945 bom atom kedua jatuh di Kota Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Hal ini menyebabkan terjadinya kekosongan kekuasaan di Indonesia. Keadaan ini merupakan peluang bagi bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Pada hari Jum`at tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya di depan rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta. Teks Proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno di depan rakyat Indonesia. Bendera Merah Putih dikibarkan dengan oleh Latief Hendraningrat dan Suhud Marokusuma sebagai tanda lahirnya Negara Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai perubahan drastis kedudukan Indonesia dari negeri terjajah menjadi negeri merdeka sekaligus mengawali tanggung jawab yang berat, yakni untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.
Setelah kekalahan dan menyerahnya Jepang kepada Sekutu, Komando Sekutu Asia Tenggara di Singapura mengutus tujuh perwira Inggris di bawah pimpinan mayor A.G. Greenhalgh untuk datang ke Indonesia. Mereka tiba di Indonesia pada
2
8 September 1945 dengan tugas mempelajari dan melaporkan keadaan di Indonesia menjelang pendaratan rombongan Sekutu.
Pada tanggal 16 September 1945 rombongan perwakilan Sekutu mendarat di Tanjung Priok Jakarta dengan menggunakan kapal Cumberland. Rombongan ini dipimpin laksamana Muda W.R. Petterson. Dalam rombongan ini ikut pula C.H.O. Van Der Plas yang mewakili Dr. H.J. Van mook, Kepala Netherlands Indies Civil Administrations (NICA). Sekutu yang sebagian besar terdiri dari tentara Inggris pada 29 September 1945 mendarat secara resmi di Tanjung Priok dengan sejumlah kapal laut. Pasukan ini disebut Allied Force Netherland East Indies (AFNEI) dan dipimpin oleh Letjen Sir Phillip Christison yang sebagian besar anggota pasukannya terdiri dari divisi India. Tujuan awal
kedatangan
Sekutu adalah untuk memulangkan Tentara Sekutu yang ditawan oleh Jepang pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Keadaan para tawanan perang sangat buruk. Hal ini dikemukakan oleh M.C. Ricklefs bahwa :
Di beberapa daerah orang Indonesia menyerang serdadu-serdadu dan warga sipil Belanda, sehingga satu-satunya cara menyelamatkan diri ialah menyerah kepada pihak Jepang. Pihak Jepang berniat menawan semua orang Eropa (kecuali warga Negara sekutu-sekutu Jepang, terutama orangorang Jerman). Perkiraan-perkiraan tentang jumlah terakhir seluruh tawanan adalah sekitar 170.000 orang, 65.000 orang diantaranya adalah tentara Belanda, 25.000 orang adalah serdadu-serdadu Sekutu lainnya, dan 80.000 orang adalah warga sipil (termasuk 60.000 wanita dan anak-anak). Kondisi di kamp-kamp tawanan sangat buruk. Kurang lebih 20 persen tawanan militer Belanda, 13 persen warga sipil wanita, dan 10 persen anak-anak meninggal dunia. Jumlah tertinggi korban yang meninggal dunia terdapat di kamp-kamp sipil pria, yaitu 40 persen meninggal dunia. (M.C. Ricklefs, 2011: 298)
Kedatangan Sekutu disambut dengan baik oleh pihak Indonesia, Namun hal ini tidak berlangsung lama setelah adanya pasukan belanda yang ikut dalam
3
rombongan pasukan sekutu, Hal ini seperti diungkapkan Marwati Djoened Pusponegoro dan Nugroho Notosusanto :
Akan tetapi, setelah diketahui bahwa dalam pasukan Sekutu itu terdapat serdadu Belanda dan aparat Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang terang-terangan bermaksud menegakkan kembali pemerintah Hindia Belanda, sikap pihak Indonesia berubah menjadi curiga, bahkan memperlihatkan sikap bermusuhan. Situasi keamanan dengan cepat memburuk sebab NICA mempersenjatai anggota KNIL yang baru dibebaskan dari tawanan Jepang (Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, 2010: 186-187). Di berbagai daerah, Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang tergabung dalam pasukan Sekutu melancarkan provokasi dan melakukan teror sehingga terjadi berbagai pertempuran di daerah-daerah seperti Surabaya, Medan, Ambarawa, Manado dan Bandung. Pertempuran Surabaya yang dilakukan oleh pejuang Indonesia telah berhasil mencegah kota Surabaya diduduki oleh Sekutu yang membuat Sekutu kehilangan banyak pasukan dan dihentikannya operasi pelucutan senjata Tentara Jepang dan evakuasi Allied Prisoners of Wars and Internees (APWI), Sekutu akhirnya meminta bantuan kepada Pihak Indonesia untuk memulangkan Tentara Jepang dan evakuasi Allied Prisoners of Wars and Internees (APWI) . M.Sabir mengemukakan bahwa:
Pada 9 Januari 1946 diadakan pembicaraan yang dipimpin Brigadir Jenderal Wingrove dari Markas Besar Sekutu dengan Mayor Jenderal Sudibyo yang mewakili Markas Besar Tentara Keamanan Rakyat. Tentara Sekutu meminta bantuan kepada Tentara Keamanan Rakyat untuk mengungsikan sejumlah Allied Prisoners of Wars and Internees (APWI) yang masih berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur (M.Sabir ,2004: 340).
Pertemuan awal antara pihak Sekutu dengan Pihak Indonesia ini menghasilkan perjanjian mengenai pemulangan Tentara Jepang dan Allied Prisoners of Wars and Internees (APWI) antara Sekutu dengan Indonesia, yaitu:
4
APWI 1. Orang-orang Indonesia akan mulai mengevakuasi APWI semua dari lokasi mereka saat ini sekaligus. 2. Bahwa Semua APWI akan dievakuasi ke Batavia 3. Bahwa Indonesia akan bertanggung jawab untuk memberikan mereka ke Sekutu di Batavia dalam keadaan baik, dan akan membuat semua pengaturan untuk keamanan, transportasi dan makan dalam perjalanan. 4. Bahwa Sekutu akan menjamin APWI tidak akan dipersenjatai setelah diserahkan. Jepang 1. Bahwa Sekutu dan Indonesia akan mengevakuasi Jepang dari Jawa sesegera mungkin. 2. Semua senjata mereka dan peralatan akan dihancurkan di bawah pengawasan Sekutu di pedalaman Jawa, atau akan diserahkan kepada Sekutu di Pelabuhan atau pelabuhan yang ditunjuk. Bahwa dalam kasus yang terakhir Indonesia bisa mengirimkan wakilnya untuk melihat bahwa semua senjata dan amunisi dihancurkan oleh Sekutu dan tidak diserahkan kepada orang lain. 3. Bahwa penyerahan kontrol Semarang atau Surabaya tidak mungkin. 4. Dalam pandangan ayat (3) di atas bahwa jika orang Indonesia merasa terlalu sulit untuk menyerahkan Jepang di Semarang dan Surabaya, Sekutu akan menerima mereka di Batavia. 5. Bahwa perwakilan Indonesia akan mendiskusikan butir (3) dan (4) dengan Sekutu mereka dan kembali dengan kesepakatan lebih lanjut Januari 1946 (M.Sabir, 2004: 379 – 380).
Dari perjanjian ini dihasilkan persetujuan bahwa Sekutu bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dalam pemulangan tentara Jepang dan Evakuasi Allied Prisoners of Wars and Internees (APWI). Selanjutnya pemerintah Republik Indonesia menyerahkan pelaksanaan tugas itu kepada Tentara Republik Indonesia (TRI), dan mendirikan Panitia Oeroesan Pengangkoetan Djepang dan APWI (POPDA). …Tentara Republik Indonesia (TRI) telah diberi tugas dan tanggung jawab untuk mencari kamp-kamp yang belum mereka temukan lokasinya. Para komandan divisi Tentara Republik Indonesia (TRI) diinstruksikan agar sebelum 10 April 1946 sudah mendaftar lokasi yang jelas dengan mendata dan melaporkan berapa jumlah tawanan pria, wanita dan anak-anak yang sakit disertai rincian apakah sakit berat atau ringan. Kemudian membuat prioritas penjadwalan transportasi para interniran yang dimulai dari Jawa
5
Timur, kemudian Jawa Tengah dan terakhir Jawa Barat (M.Sabir, 2004: 337).
Pemerintah Indonesia mempunyai tugas dalam pemulangan Tentara Jepang dan Evakuasi Allied Prisoners of Wars and Internees (APWI). Usaha ini akan dilakukan oleh Tentara Republik Indonesia (TRI) melalui sebuah organisasi yang dinamakan Panitia Oeroesan Pengangkoetan Djepang dan APWI (POPDA).
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan secara singkat diatas, maka penulis melakukan pengidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut : 1. Usaha Sekutu dalam Pemulangan Tentara Jepang dan Evakuasi Allied Prisoners Wars and Internees (APWI) Tahun 1945 2. Usaha Pemerintah Indonesia dalam Pemulangan Tentara Jepang dan Evakuasi Allied Prisoners of Wars and Internees (APWI) Tahun 1946-1947
C. Pembatasan Masalah Agar dalam penyusunan penelitian ini sesuai dengan apa yang akan diharapkan penulis, maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah pada Usaha Pemerintah Indonesia dalam Pemulangan Tentara Jepang dan Evakuasi Allied Prisoners of Wars and Internees (APWI) Tahun 1946-1947.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah yaitu Apa sajakah Usaha Pemerintah Indonesia dalam Pemulangan Tentara Jepang dan Evakuasi Allied Prisoners of Wars and Internees (APWI) Tahun 19461947.
6
E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah : Untuk mengetahui Apa sajakah Usaha Pemerintah Indonesia dalam Pemulangan Tentara Jepang dan Evakuasi Allied Prisoners of Wars and Internees (APWI)
F. Kegunaan penelitian Setiap penelitian tentunya kegunaan pada pihak-pihak yang membutuhkan, adapun kegunaan dalam penelitian ini antara lain diharapkan bermanfaat untuk : 1.
Dapat memberikan informasi kepada setiap pembaca yang ingin menggali lebih dalam tentang usaha Pemerintah Indonesia dalam Evakuasi Tentara Jepang dan Allied Prisoners Wars and Internees (APWI).
2.
Sebagai informasi bagi penulis khususnya dalam memperkaya pengetahuan penulis dalam bidang kesejarahan yang mengenai Usaha usaha Pemerintah Indonesia dalam Evakuasi Tentara Jepang dan Allied Prisoners Wars and Internees (APWI).
G.
Ruang Lingkup Penelitian
1. Obyek Penelitian
: Tentara Jepang dan APWI
2. Subyek Penelitian
: Usaha Pemerintah Indonesia
3. Tempat Penelitian
: Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Perpustakaan Daerah Lampung, dan Perpustakaan Nasional
4. Waktu Penelitian
: Tahun 2014
5. Bidang Ilmu
: Sejarah
DAFTAR REFERENSI
M.C. Ricklefs. 2011. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Halaman 298. Marwati Djoened Poesponegoro. Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta : Balai Pustaka Halaman 186. M.Sabir. 2004. Sejarah Diplomasi Republik Indonesia dari Masa ke Masa.Jakarta : PT Upakara Sentosa Sejahtera. Halaman 340. Ibid, Halaman 379. Ibid, Halaman 380. Ibid, Halaman 337.