BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tanah mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kehidupan manusia. Keberadaan tanah tidak akan terlepas dari segala tindak tanduk manusia itu sendiri. Tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya.1 Pengertian “tanah” Sebutan tanah dapat dipakai dalam beberapa arti, maka dalam penggunaanya perlu diberi batasan, agar diketahui dalam arti apa istilah tersebut digunakan. Dalam Hukum Tanah kata sebutan “tanah” dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undangundang Pokok Agraria (UUPA).2
Undang-undang Pokok Agraria berpangkal pada pendirian, bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan dalam Pasal 33 ayat 3 Undangundang Dasar tidak perlu dan tidaklah pula pada tempatnya, bahwa Bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Adalah lebih tepat jika Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) bertindak selaku badan penguasa. Dari sudut inilah harus dilihat arti ketetentuan dalam pasal 2 ayat 1 yang menyatakan ”Bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya, pada tingkatan yang tertinggi dikuasai oleh Negara”. Sesuai dengan pangkal pendirian tersebut diatas perkataan ”dikuasai” dalam pasal ini bukan berarti ”dimiliki” akan tetapi adalah pengertian, yang memberi wewenang kepada Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia itu, untuk pada tingkatan tertinggi:3 1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya; 1 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 31. 2 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah pembentukan Undang-undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, 2008, hlm 18. 3 Angka 2 Penjelasan Umum Undang-undang Pokok Agraria nomor 5Tahun 1960
1
Universitas Sumatera Utara
2
2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu; 3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Sesuai dengan penjelasan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) maka Hak Menguasai Negara tersebut meliputi atas bumi, air dan ruang angkasa, jadi baik yang sudah ada hak seseorang maupun tidak/belum ada. Kekuasaan negara mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu sendiri, artinya sampai seberapa jauh negara memberi kekuasaan kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan haknya, sampai disitulah batas kekuasaan negara tersebut.4 Dengan adanya Hak Menguasai dari Negara, maka hak-hak yang dapat timbul dari penguasaan tanah mencakup dalam Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), hanya saja dalam Pasal 16 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) secara umum menyebutkan tentang hak-hak tanah maupun privilege kepada seseorang anggota masyarakat untuk dapat memanfaatkan tanah atau memperoleh bukti hak tanah berupa sertipikat hak tanah.5 Hak atas tanah ialah “hak yang memberi wewenang kepada pemiliknya untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Ciri khasnya ialah si empunya hak berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya”.6 Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum, maka pemegang hak atas tanah yang bersangkutan diberikan sertipikat hak atas tanah, sedangkan untuk melaksanakan fungsi informasi, data yang berkaitan dengan aspek fisik dan yuridis dari bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar, dinyatakan terbukti untuk umum (asas publisitas), sementara dalam mencapai tujuan tertib administrasi pertanahan, maka setiap bidang atau satuan rumah susun, termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas tanah, dan hak milik satuan rumah susun wajib didaftar.7 4
A.P. Parlindungan, Komentar atas Undang-undang Pokok Agraria, CV. Mandar Maju, Bandung, 1998, hlm 44. 5 Ibid, hlm 47. 6 Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia (Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum) Cetakan ke-3, CV. Rajawali, Jakarta, 1991, hlm. 229. 7 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar Maju, Bandung , 2008, hlm 169.
Universitas Sumatera Utara
3
Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Pasal 4 ayat (1) yang meyebutkan bahwa : “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.” Dengan adanya Hak Menguasai dari Negara, negara dapat memberikan tanah kepada sesorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya.8 Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA yaitu:9 a. Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah : 1). Hak Milik 2). Hak Guna Usaha 3). Hak Guna Bangunan 4). Hak Pakai 5). Hak Sewa 6). Hak Membuka Tanah 7). Hak Memungut Hasil Hutan 8). Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai disebut dalam pasal 53. Dari segi asal tanah, hak
atas tanah
dapat dibedakan menjadi
kelompok, yaitu :10
8
Muchsin, Imam Koeswayono, Hukum Agraria Indonesia Dalam Perspektif Sejarah, Refina Aditama, Bandung, 2007, hlm 56. 9 Pasal 16 ayat (1) UUPA 10 Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 89.
Universitas Sumatera Utara
4
a). Hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah negara. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Atas Tanah Negara, Hak Pakai Atas Tanah Negara. b). Hak atas tanah yang bersifat sekunder, yaitu hak atas tanah yang Berasal dari pihak lain. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Pegelolaan, Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik, Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik, Hak Sewa Bangunan, Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian. Hak Guna Bangunan Menurut pasal 35 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) adalah11 “hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun, Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaankeadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun, Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.” Dalam ketentuan Pasal 19 hingga 38 tidak menyebutkan obyektif dari Pasal 35 UUPA, sehingga dapat dianggap sama saja. Atas ayat 1 pasal 25 ini disebutkan bahwa Hak Guna Bangunan ini diberikan untuk waktu paling lama 30 tahun dengan
perpanjangan 20 tahun,
Pemerintah 40 disebutkan
bahwa “kepada
dan dalam pasal 25 Peraturan pemegang
Hak Guna Bangunan
tersebut dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Bangunan setelah
berakhir
perpanjangan haknya".12 Menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan 11 12
Nasional
Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata
Cara
Pasal 35 UUPA A.P. Parlindungan Op Cit, hal 181.
Universitas Sumatera Utara
5
Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, didefenisikan bahwa : “Hak
Pengelolaan
adalah hak menguasai dari negara
yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya”.13 Dari ketentuan tersebut di atas, jelas bahwa perjanjian antara pemegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga yang bersangkutan merupakan hal yang wajib dilakukan. Adapun hak atas tanah yang dapat diberikan kepada pihak ketiga atas tanah hak pengelolaan dapat dilihat pada Pasal 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak
Pengelolaan Serta Pendaftarannya yang
menyatakan bahwa:14 Bagian-bagian tanah hak pengelolaan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, Lembaga, instansi, Badan/Badan Hukum Indonesia yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah untuk Pembangunan dan Pengembangan wilayah Industri dan Pariwisata, dapat diserahkan kepada Pihak Ketiga dan diusulkan kepada Menteri Dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan untuk diberikan dengan Hak Guna Bangunan, atau hak pakai sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang telah dipersiapkan oleh pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan. Dari ketentuan di atas dapat diketahui bahwa pihak ketiga dapat memperoleh hak atas bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan berupa Hak Guna Bangunan. Hak Guna Bangunan merupakan hak atas tanah yang terbatas jangka waktunya. Hak Guna Bangunan akan berakhir ketika jangka waktunya habis.. Perpanjangan jangka waktu 13 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-peraturan Tanah, Djambatan, Jakarta, 2002, hlm 366. 14 Pasal 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya
Universitas Sumatera Utara
6
adalah “penambahan jangka waktu berlakunya hak atas tanah yang bersangkutan, tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut”.15 Dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tanggal 14 Oktober 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Pasal 4 angka 2 disebutkan bahwa:16 “Dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah Hak Pengelolaan, pemohon harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari pemegang Hak Pengelolaan”. Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sertifikat Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan dapat diperpanjang atau diperbaharui berdasarkan persetujuan dan usul dari pemegang Hak Pengelolaan, dimana permohonan perpanjangan sertifikat tersebut diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu sertifikat Hak Guna Bangunan, serta harus terlebih dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari pemegang Hak Pengelolaan. Menurut Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 3 Tahun 2000 Tentang Uang Pemasukan Tanah Bagian Hak Pengelolaan, Pemerintah memberikan Hak Pengelolaan kepada
Pemerintah Kota
Pekanbaru di beberapa lokasi, antara
lain:17
15
Boedi Harsono, Op.Cit, hlm. 335. Pasal 4 angka 2 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tanggal 14 Oktober 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan 16
17
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor: 03 Tahun 2000, Lembaran Daerah Kota
Universitas Sumatera Utara
7
1).Lokasi Pasar Pusat, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri, SK. Nomor : 2/HPL/DA/1972 tanggal 23 Februari 1972 Sertifikat Nomor 01 / Kelurahan Sukaramai seluas 65.807 M2, Gambar Situasi Nomor 198/1970. 2).Lokasi Jalan Jenderal Sudirman /Jl. KH. Wahid Hasim, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pertahanan Nasional Nomor 50/HPL/BPN/1991 tanggal 16 Mei 1991, Sertifikat Nomor 01/Kelurahan Sumahilang seluas 485 M2, Gambar Situasi Nomor 170/1990. 3).Lokasi Jalan Karet/Juanda, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK.4/HPL/DA/1974 tanggal 22 Februari 1974 Sertifikat Nomor 01/Sago seluas 4.640 M2, Gambar Situasi Nomor 49/1970. 4).Lokasi Pasar Senapelan, Jalan Ahmad Yani, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK. 48/HPL/DA/1981 tanggal 20 Oktober 1981 Sertifikat Nomor 01/Kelurahan Padang Bulan, seluas 49/915 M2, Gambar Situasi Nomor 362/83. Dari lokasi-lokasi Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru tersebut dan telah diberikan kepada pihak lain dengan Hak Guna Bangunan, terdapat Hak Guna Bangunan yang telah berakhir jangka waktunya. Dalam pelaksanaan perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru yang belum mendapat persetujuan untuk perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan oleh pemegang Hak Pengelolaan, maka pemegang Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru yang telah berakhir jangka waktu haknya akan mendapat permasalahan-permasalahan hukum bagi pemegangnya. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan diatas, maka dilakukan penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. Pekanbaru, Nomor 7 Tahun 2000, Seri B Nomor 5, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru.
Universitas Sumatera Utara
8
B. Perumusan Masalah 1.
Apa Hambatan dalam pelaksanaan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru ?
2.
Bagaimana akibat hukumnya ketika masalah tersebut belum terselesaikan bagi pemegang haknya?
3.
Bagaimana upaya hukum yang dilakukan dalam pelaksanaan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan yang obyeknya masih menjadi hak pemegangnya ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui hambatan perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru.
2.
Untuk
mengetahui akibat hukum
ketika
masalah tersebut belum
terselesaikan bagi pemegang haknya. 3.
Untuk
mengetahui
upaya hukum yang dilakukan dalam pelaksanaan
perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan yang obyeknya masih menjadi hak pemegangnya. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian dapat dilihat secara teoritis dan secara praktis, yaitu: 1. Secara teoritis, penelitian dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu
Universitas Sumatera Utara
9
hukum terutama hukum Agraria dan Pertanahan. 2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini adalah sebagai masukan maupun bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan kebijakan dalam bidang Agraria dan Pertanahan terutama dalam hal Pelaksanaan
Perpanjangan
Hak Guna
Bangunan diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. E. Keaslian Penelitian Penulis telah melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu di perpustakaan program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terhadap hasil penelitihan yang ada, ternyata belum ada yang melakukan penelitian mengenai dan membahas tentang Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru, oleh karena itu penelitian yang dilakukan
dalam
penulisan
tesis
ini
adalah
asli,
sehingga
dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai obyektifitas dan kejujuran. Berdasarkan temuan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian mengenai“ Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Atas Perpanjangan Sertipikat
Hak Guna Bangunan Yang Berada diatas Tanah Hak Pengelolaan
Pemerintah Kota Pekanbaru” belum pernah ada yang melakukan.
Universitas Sumatera Utara
10
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori Fred N. Kerlinger dalam bukunya Foundation of Behavioral Research “Suatu
Teori adalah seperangkat konsep, batasan dan proposisi yang menyajihkan suatu pandangan sistimatis tentang fenomena dengan merinci hubungan antarvariabel dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi gejala tersebut”18 Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang namanya teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi suatu penjelasan yang bersifat umum. 19 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan
dan
menginterprestasikan
hasil-hasil
penelitian
dan
menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu 20 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis.21 Lebih lanjut fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan petunjuk serta menjelaskan mengenai gejala yang diamati. Oleh karena itu yang dijadikan kerangka teori sebagai pisau analisis dalam tesis ini adalah Teori Kepastian Hukum (Rechtssicherheit), yakni teori yang 18 Mukti Fajar ND dan Yulianto Acmad, Dualisme Peneltian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka relajar, Yogyakarta, 2010, Hlm 133. 19 Ibid hlm 134. 20 Burhan Ashofa, Metode Peneltian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hlm 23. 21 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Peneltian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm 80.
Universitas Sumatera Utara
11
menjelaskan bahwa hukum harus dilakanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit.22 Begitu juga dengan Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. (Sebagai bagian dari pendaftaran tanah) harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum. Efektivitas hukum mengenai berkerjanya suatu aturan perundangan ketika diterapkan dalam masyarakat, menurut Satjipto Rahardjo langka yang diambil, dimulai dari dari identifikasi problem sampai jalan pemecahannya yang meliputi mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya, memahami nilainilai yang ada dalam masyarakat, membuat hipotesis-hipotesis, dan memilih mana yang layak untuk bisa digunakan, serta mengikuti jalannya hukum dan mengukur efek-efeknya.23 Demikian juga halnya dalam Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan yang berada diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. Proses yang sama dari hukum sebagai law as a command of the lawgivers dapat dilihat dalam UUPA yang merupakan undang-undang yang bersifat dasar, hal ini tercemin dari Penjelasan Umum UUPA yaitu meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Dengan kedudukannya tersebut UUPA sebagai alat untuk melakukan law as a command of the lawgivers sangat wajar bila UUPA hanya sampai pada taraf mengatur tentang asas-asas yang bersifat umum, untuk dapat melaksanakan ketentuan-ketentuannya UUPA sebagai law as a a command of the lawgivers harus 22
Sudikno Mertokusumo, dan A.pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm 1. 23 Mukti Fajar ND dan Yulianto Acmad , Op Cit hlm 197.
Universitas Sumatera Utara
12
diikuti dengan pembuatan peraturan-peraturan yang bersifat organik, agar efektivitas dalam pelaksanaannya sesuai dengan tujuan UUPA itu sendiri. Dalam UUPA terdapat ketentuan tentang hak-hak atas tanah, seperti yang temaktub dalam pasal pasal 16, berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka hutan, hak memungut hasil, dan hakhak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara. Untuk meperjelas mengenai Hak-hak yang terdapat dalam UUPA terutama Hak Guna Bangunan yang terdapat diatas tanah Hak Pengelolaan, maka harus terlebih dahulu harus dipahami Hak Pengelolaan, dan Hak Guna Bangunan. Hak Pengelolaan merupakan suatu hak atas tanah yang sama sekali tidak ada. istilahnya dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan khusus hak ini demikian pula luasnya terdapat diluar ketentuan dari UUPA24. Hak Pengelolaan itu tidak dari semula bernama Hak Pengelolaan tetapi mengambil terjemahan dari bahasa Belanda Beheersrecht, maka pada waktu itu diterjemakan Hak Penguasaan dan lama sekali istilah ini bertahan dan dipergunakan,25 Pengertian hak pengelolaan ini kemudian dipertegas lagi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta 24
A.P. Parlindungan, Hak Pengelolaan menurut Pokok Agraria), Mandar Maju, Bandung, 1989 hlm. 1. 25 Ibid, hlm 6.
sistem U.U.P.A
(Undang-Undang
Universitas Sumatera Utara
13
Pendaftarannya. Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977, lebih lanjut dapat dilihat pada Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, Pasal 1 angka (3) yang menyebutkan bahwa:26 “Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya”. Adapun yang dapat menjadi subyek Hak Pengelolaan pada awalnya hanya Departemen, Jawatan dan Daerah Swatantra:27. Perkembangan selanjutnya tentang subyek hak pengelolaan dapat diketahui dari Pasal 67, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 9 Tahun 1999. Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada:28 a. b. c. d. e. f.
Istansi pemerintah termasuk pemerintah daerah Badan Usaha Milik Negara Badan Usaha Milik Daerah PT. Persero Badan Otorita Badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah. Dengan berpedoman pada Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5
Tahun 1960, maka objek dari Hak Pengelolaan seperti juga hak-hak atas tanah lainnya adalah tanah yang dikuasai oleh negara.29
26
Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, 27 Oloan Sitorus dan H.M. Zaki Sierrad, Hukum Agraria Indonesia Konsep Dasar Dan Implementasi, Penerbit Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2006, hlm. 154-155. 28 Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 9 Tahun 1999. 29 Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA , PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1995 hlm.63.
Universitas Sumatera Utara
14
“Bahwa berdasarkan pengaturan Hak Pengelolaan di atas, dapat diketahui bahwa Hak Pengelolaan hanya dapat diberikan di atas tanah negara. Oleh karena itu, jika di atas tanah yang akan diberikan Hak Pengelolaan masih ada hak-hak atas tanah yang lain (seperti HGB atau HP,”hak garap”), wajib terlebih dahulu dibebaskan oleh calon pemegang Hak Pengelolaan”.30 Sehubungan dengan isi wewenang Hak Pengelolaan, menurut Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara Dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya,
Pasal 6 ayat (1) huruf c.
Penyerahan bagian-bagian tanah Hak
Pengelolaan kepada pihak ketiga, harus diwujudkan dengan membuat perjanjian tertulis antara pemegang tanah Hak Pengelolaan dengan pihak ketiga yang mengajukan permohonan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor. 1 Tahun 1977 Tentang Tata Cara
Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya. Hubungan hukum yang menjadi dasar pemberian hak atas tanah oleh pemegang Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dinyatakan dalam Surat Perjanjian Penggunaan Tanah (SPPT). Dalam praktek, SPPT tersebut dapat disebut dengan nama lain, misalnya : Perjanjian penyerahan, penggunaan, dan pengurusan Hak Atas Tanah (selanjutnya disebut “Perjanjian”).31 Pemerintah selaku wakil dari badan hukum dapat melakukan tindakantindakan hukum keperdataan, namun ketika pemerintah menggunakan instrumen hukum keperdataan, tidak serta merta terjadi hubungan hukum antara pemerintah dengan seseorang atau badan hukum perdata berdasarkan prinsip kesetaraan dan kemandirian masing-masing pihak, sebagaimana lazimnya hubungan hukum dua pihak atau lebih dalam hukum perdata.32 30
Oloan Sitorus dan H.M. Zaki Sierrad, Op.Cit, hlm. 157. Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, Penerbit Buku Kompas, Jakartat,2008, hlm.208. 32 Ridwan, HR, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2006. 31
Universitas Sumatera Utara
15
Hak Guna Bangunan Menurut pasal 35 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.33 Dengan hak ini diartikan hak untuk mendirikan bangunan-bangunan atas tanah kepunyaan orang lain., hak ini terbatas jangka waktunya selama-lamanya hak ini dapat diberikan untuk 30 tahun, tetapi ada kemungkinan untuk diperpanjang selama-lamanya 20 tahun34 Perpanjangan jangka waktu atas hak tanah ini masuk katagori pendaftaran tanah karena perubahan data yuridis, karena terjadinya perubahan jangka waktu berlakunya hak tersebut yang dicantumkan dalam sertipikat tanah bersangkutan.35 Selanjutnya pasal 22 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996. 36 juga mengatur tentang terjadinya Hak Guna Bangunan yaitu: a. Hak Guna Bangunan atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk b. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan c. Ketentuan mengenai tatacara dan syarat permohonan dan pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah negara dan atas tanah Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan keputusan presiden. Pengertian Hak Guna Bangunan diatur dalam Pasal 35 UUPA juncto Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. 33
Undang-undang nomor 5 Tahun 1960, Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, 1986. 35 Muhammad Yamin Lubis, Abdul Rahim lubis, Op Cit, hlm 292. 36 Boedi Harsono, Op Cit, hlm,79. 34
Universitas Sumatera Utara
16
Subyek Hak Guna Bangunan menurut UUPA Pasal 36 juncto Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 adalah Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia.37 Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan menurut ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menentukan bahwa: Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah : 1). Tanah Negara; 2). Tanah Hak Pengelolaan; 3). Tanah Hak Milik. Lebih lanjut mengenai terjadinya Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan dapat dilihat pada Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yang menyebutkan bahwa: a). Hak Guna Bangunan atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk b). Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan. Sedangkan terjadinya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik tercantum dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1996 yang
menyebutkan bahwa: “Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah”.
37
Kartini Muljadi dan Gunawan Wijaya, Hak-hak Atas Tanah (Seri Hukum Harta Kekayaan), Kencana, Jakarta, 2008, hlm 190.
Universitas Sumatera Utara
17
Hak pemegang Hak Guna Bangunan dalam hal ini kewenangan secara umum dan kewenangan secara khusus. Kewenangan secara umum dapat dilihat pada Pasal 4 ayat (2) UUPA yang menyebutkan bahwa: “hak-hak atas tanah memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-Undang ini dan peraturanperaturan hukum lain yang lebih tinggi”. Kewenangan secara khusus dapat dilihat pada Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang berbunyi:38 “Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya”. Kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan dapat dilihat pada Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 yang menyebutkan bahwa:39 (1). membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya; (2). menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya; (3). memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup; (4). menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus; (5). menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
38 39
Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
Universitas Sumatera Utara
18
Pengaturan mengenai Peralihan Hak Guna Bangunan Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 secara tegas menyatakan bahwa Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Ketentuan ini selanjutnya dipertegas dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. Dari ketentuan tersebut diatas dapat dilihat bahwa secara tegas dibedakan syarat peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dengan Hak Guna Bangunan yang diberikan di atas tanah Hak Milik atau di atas tanah Hak Pengelolaan. Terhadap Hak Guna Bangunan yang diberikan di atas tanah Hak Pengelolaan, setiap perbuatan hukum yang berhubungan dengan Hak Guna Bangunan di atas bidang tanah tersebut, haruslah terlebih dahulu memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan atas bidang tanah tersebut. Pengaturan mengenai Pembebanan Hak Tanggungan Atas Hak Guna Bangunan sebagai hak atas tanah yang dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan dapat dilihat pada Pasal 39 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang menyatakan bahwa:40 “Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan”. Ketentuan mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan dapat ditemukan dalam Pasal 40 UUPA, yang menyatakan bahwa:41 Hak Guna Bangunan hapus karena : (a).jangka waktunya berakhir; (b).dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi; 40 41
Pasal 39 UUPA Tahun 1960 Pasal 40 UUPA Tahun 2960
Universitas Sumatera Utara
19
(c).dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; (d).dicabut untuk kepentingan umum; (e).diterlantarkan; (f).tanahnya musnah; (g).ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2). Dalam Pasal 36 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor. 40 Tahun 1996 menyebutkan bahwa: “Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan”. Lebih lanjut, Pada Pasal 38 disebutkan bahwa:42 “Apabila Hak Guna bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau atas tanah Hak Milik hapus sebagaimana dimaksud Pasal 35, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik”. 2.
Konsepsi Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Suatu kerangka konsepsionil, merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut43. Dari uraian kerangka terori diatas, dapat dijelaskan konsep-konsep dasar yang
digunakan dalam penelitian tesis ini antara lain:
42 43
Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Soerjono Soekanto, Pengantar Peneltian Hukum, UI. PRESS, Jakakata, 1984, hlm 132.
Universitas Sumatera Utara
20
a. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masingmasing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.44 b. Kantor pertanahan adalah unit kerja badan pertanahan nasional di wilayah kabupaten atau kotamadya, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.45 c. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi; pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang dan satuansatuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.46 d. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepeda pemegangnya.47 e. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunanbangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 (tigapuluh) tahun48 f. Perpanjangan adalah penambahan jangka waktu berlakunya suatu hak atas tanah tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut, yang
44
Pasal 1 angka 20 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, lihat juga pasal 9 ayat (2) huruf c UUPA 45 Pasal 1 angka 23 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 46 Pasal 1 angka 1 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 47 Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan 48 Pasal 35 UUPA
Universitas Sumatera Utara
21
permohonannya dapat diajukan sebelum jangka waktu berlakunya hak atas tanah yang bersangkutan berakhir.49 g. Pemerintah Kota adalah Walikota dan perangkatnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan. G. Metode Penelitian 1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode
penulisan dengan pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus, hal ini dimaksudkan untuk menemukan kebenaran-kebanaran baru (tesis) dan kebenaran-kebanaran induk (teoritis). 2.
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research)
yang didukung penelitian lapangan dengan cara wawancara dengan informan, selanjutnya menghimpun data dengan melakukan penelaan bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.50 a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yakni:
49 Pasal 1 angka 9 Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 jo pasal 1 angka 9 Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 50 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm 125.
Universitas Sumatera Utara
22
1. Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokokpokok Agraria. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 1977 tentang Tatacara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagianTanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah, 5. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. 6. Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 03 Tahun 2000 Tentang Uang Pemasukan Tanah Bagian Hak Pengelolaan. b. Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan Mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil
Penjelasan
penelitian dan karya
ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan Tentang Pelaksanaan
Atas
Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru Dikantor Pertanahan Kota Pekanbaru. c.
Bahan tertier adalah bahan pendukung diluar bidang hukum seperti Kamus Ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan Tentang Pelaksanaan Atas
Universitas Sumatera Utara
23
Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan
Pemerintah
Kota Pekanbaru Dikantor Pertanahan
Kota Pekanbaru. 3.
Alat Pengumpul Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berkaitan dengan Tentang Pelaksanaan Atas Perpanjangan sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara (interview guide) untuk mendapatkan data primer dari narasumber yang telah ditentukan, yaitu: 1). Kepala Seksi Hak Atas Tanah Dan Pendaftaran Tanah 2). Masyarakat yang Mengajukan Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang
Berada
Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah
Kota Pekanbaru sebanyak 2 (dua) orang yaitu Luis Utomo, dan Hendry Yacup. 4.
Analisis data Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah deskriptif
analisis maksudnya adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum
Universitas Sumatera Utara
24
yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan Yang Berada Diatas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pekanbaru. Sedangkan Metode pendekatan dalam penelitian tesis ini adalah metode kualitatif yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan informan hingga dapat menjawab permasalahan dari penulisan tesis ini. Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta dievaluasi. Kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk kepentingan analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan jalan keluar atas permasalahan dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara