BAB I PENDAHULUAN I.1
Latar Belakang dan Permasalahan Terdapat banyak unsur di alam yang berperan dalam pertumbuhan
tanaman, contohnya karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), fosfor (P), nitrogen (N), kalium (K), sulfur (S), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg) dalam jumlah makro atau relatif besar. Unsur yang termasuk sebagai mikronutirsi yang dibutuhkan dalam jumlah relatif kecil adalah besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), boron (B), molibdenum (Mo), mangan (Mn), dan klor (Cl). Ketersediaan mikronutrisi tersebut harus dijaga untuk menjamin kelangsungan hidup tumbuhan. Seng merupakan salah satu kofaktor dari enzim pertumbuhan tanaman yaitu auksin. Enzim ini berperan penting dalam metabolisme tanaman (Handayani, 2000). Tanaman yang sering mengalami defisiensi seng merupakan tanaman berfungsi sebagai bahan pokok makanan antara lain padi, gandum, dan jagung. Salah satu penyebab adanya defisiensi adalah pelarutan seng dikarenakan jumlah air yang tinggi (Alloway, 2008). Kasus kekurangan seng masih banyak terjadi di daerah tropis dengan tekstur tanah sangat lapuk, daerah kapur dengan pH tinggi, dan tanah berpasir. Sillanpaa (1990) telah melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa 49% dari 190 sampel dari 15 negara mengalami defisiensi (kekurangan) seng yang mengakibatkan menurunnya hasil panen di negara terkait. Kebutuhan akan mikronutrisi tidak hanya dibutuhkan dari tanah tempat tumbuhan hidup tetapi juga dari penambahan pupuk. Pupuk kimia merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tersebut. Kebutuhan tumbuhan akan ion Zn2+ terbatas, sangat kontradiktif dengan penambahan pupuk pada tanaman yang sering kali berlebihan sehingga efisiensi penambahan dan penyerapan Zn2+ oleh tanaman sangat rendah. Yuan dkk. (2014) meneliti
1
2
adanya suatu material yang disebut CRF (Controlled Release Fertilizer) dapat meningkatkan efisiensi pupuk kimia dan mencegah kehilangan suplai nutrisi. Bentonit merupakan mineral dengan lapisan oktahedral dan silika yang memiliki rasio 1:2 (Kaya dan Oren, 2005). Bentonit memiliki sifat unik yaitu biokompatibel, non‐toksik, dan dapat dikontrol pelepasan materialnya, sehingga bentonit sering digunakan sebagai bahan pengisi pada obat, makanan, dan kosmetik. Bentonit memiliki struktur lapis dengan kapasitas adsorpsi interlayer yang besar untuk polimer kationik. Atom oksigen yang terikat dengan silika, besi, atau aluminium dapat berinteraksi dengan kation karena muatan parsial negatif yang terkandung. Salah satu kation yang dapat berinteraksi dengan oksigen tersebut adalah ion logam seng (Zn2+), sehingga oksigen berinteraksi dengan kation seng dengan ikatan elektrostatik. Bentonit sebagai adsorben dimanfaatkan untuk mengurangi konsentrasi ion Pb(II) di perairan seperti yang dilakukan oleh Yang, dkk. pada tahun 2012. Ion logam lain yang dapat diadsorpsi oleh bentonit adalah Zn2+, Cu2+, dan Cd2+ (Zhang, dkk., 2011; Zhirong, dkk., 2011; Sun, dkk., 2015). Bentonit juga dapat menyerap senyawa‐senyawa organik seperti yang diteliti oleh Gao, dkk (2015) dan berhasil membuktikan bahwa Fe‐bentonit dapat mengadsorpsi rodamin‐B. Kapasitas adsorpsi bentonit yang besar dapat dibuktikan dengan adsorpsi senyawa obat seperti asam salisilat yang telah dibuktikan oleh Bonina, dkk pada tahun 2007. Kitosan sering ditemukan pada eksoskeleton atau kutikula hewan invertebrata serta dinding sel jamur dan alga (Juang, dkk., 1999). Kitosan merupakan turunan kitin yang mengalami deasetilasi dan mempunyai gugus amin dan hidroksil pada rantai polimernya (Delben, dkk., 1992). Struktur tersebut membuat kitosan dapat membentuk kompleks dengan logam (Onsoyen dan Skaugrud, 1990). Kitosan memiliki sifat mudah larut dalam asam, biodegradable, bersifat hidrofobik karena sifat yang plastilizer, dan tidak beracun. Sifat asam ini dapat dimanfaatkan untuk pelepasan nutrisi pada tanah yang bersifat cenderung
3
asam. Sifat hidrofobik dari kitosan juga dapat mencegah terjadinya leaching atau kehilangan ion Zn2+ akibat adanya air tanah. Material hasil deasetilasi kitin banyak dimanfaatkan untuk adsorpsi logam berat dan polutan organik yang terdapat di perairan. Shinde, dkk. pada tahun 2013 meneliti dan menyimpulkan bahwa kitosan dapat mengurangi konsentrasi arsenik(V). Oliveira, dkk (2014) membuktikan bahwa kitosan dapat mengadsorpsi polutan n‐alkilmonoamina dalam larutan berair. Hidrogel kitosan berbentuk bulir dapat digunakan sebagai adsorbent Pb(II) seperti yang telah dilakukan Lokman, dkk. (2014), kitosan dapat mengadsorp Ni(II) secara selektif pada ukuran nanopartikel (Heidari, dkk, 2010), dan logam Cu(II) dan Cd(II) dapat diadsorp oleh kitosan sebagai agen pengkelat (Liu dkk, 2014). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rauf, dkk (2012); Hank, dkk (2014); Zhang, dkk (2014); dan Li, dkk (2015) memiliki fokus terhadap aktivitas adsorpsi bentonit dan kitosan tetapi tidak mengkaji proses desorpsi yang mungkin terjadi pada material tersebut. Studi adsorpsi tentang komposit kitosan‐ bentonit sudah pernah dilakukan seperti adsorpsi uranium(VI) dari media air (Anirudhan dan Rijith, 2012), adsorpsi ion indium(III) pada bulir kitosan‐bentonit (Calagui, dkk., 2014), dan adsorpsi zat warna anionik azo pada komposit kitosan‐ bentonit (Liu, 2015). Desorpsi yang dapat terjadi pada material pembawa, seperti komposit kitosan‐bentonit, dapat dimanfaatkan untuk melepaskan nutrisi yang terkandung seperti ion logam dan senyawa organik. Namun studi tentang proses desorpsi pada komposit kitosan‐bentonit masih sangat terbatas. Pembuatan komposit dari kitosan dan bentonit dengan penambahan larutan Zn2+ memungkinkan terbentuknya suatu komposit yang mengandung Zn(II). Ion Zn(II) akan terikat dalam matriks kitosan maupun bentonit. Perbedaan interaksi antara Zn2+ dengan bentonit dan kitosan memungkinkan adanya perbedaan sifat pelepasan Zn2+ dari komposit. Hal ini dapat menjadi peluang penggunaan bentonit dan kitosan sebagai komposit dalam mengendalikan pelepasan Zn2+.
4
Berdasarkan uraian di atas pemanfaatan kitosan sebagai pembawa mikronutrisi masih sangat terbatas sehingga perlu untuk dilakukan. Meskipun kitosan memiliki sifat hidrofobik tetapi sangat mudah terdegradasi dalam suasana asam. Pengikisan membran film komposit akan mempermudah proses pelepasan nutrisi. Oleh karena itu dalam penelitian ini komposit akan dimodifikasi dengan bentonit yang merupakan material alam yang bersifat lebih kuat dari kitosan. Komposit kitosan bentont ini merupakan matriks pembawa mikronutrisi berupa Zn(II). Rasio massa kitosan‐bentonit yang tepat diharapkan dapat mengendalikan pelepasan mikronutrisi tersebut. Bio‐release fertilizer yaitu material pembawa nutrisi seperti pupuk, banyak dikembangkan untuk memenuhi nutrisi tanaman. Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh material pembawa nutrisi adalah kelarutan yang rendah pada media air tetapi mampu menjamin ketersediaan nutrisi bagi tanaman melalui aktivitas akar. Salah satu aktivitas akar adalah mengeluarkan asam‐asam organik seperti asam sitrat, oksalat, fumalat, dan asetat (Dakora dan Phillips, 2002). Keberadaan asam sitrat diharapkan dapat mensimulasi adanya asam organik pada tanah yang dilepaskan oleh akar tanaman sehingga proses desorpsi pada komposit kitosan‐bentonit dapat terjadi. Desorpsi Zn(II) dari komposit kitosan‐ bentonit dalam media asam sitrat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan mikronutrisi tanaman. I.2
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mensintesis komposit kitosan‐bentonit‐Zn sebagai bahan tambahan dalam pupuk.
2.
Mempelajari proses desorpsi yang terjadi terhadap ion Zn(II) pada komposit kitosan‐bentonit
3.
Mempelajari pengaruh rasio kitosan dan bentonit terhadap laju dan pola desorpsi Zn(II) dari komposit kitosan‐bentonit.
5
I.3
Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi untuk mencegah
terjadinya kekurangan mikronutrisi pada tumbuhan dan meningkatkan pemanfaatan bentonit alam dan kitosan pada bidang pertanian.