Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.50329/PP/M.X/16/2014 Jenis Pajak
: Pajak Pertambahan Nilai
Tahun Pajak
: 2009
Pokok Sengketa
: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Koreksi Penyerahan yang PPN-nya Harus dipungut sendiri Rp.24.908.677.843,00 Koreksi Pajak Masukan yang tidak dapat diperhitungkan : a. Koreksi Pajak Masukan terkait kebun ……........ b. Koreksi Jawaban Klarifikasi "Tidak Ada" ......... Jumlah ……………………………………………
Rp.6.366.194.219,00 Rp. 252.196.271,00 Rp.6.618.390.490,00
1. Koreksi Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sebesar Rp. 24.908.677.843,00 Menurut Terbanding : bahwa berdasarkan hasil penelitian atas KKP Pemeriksa, Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak dan surat keberatan Pemohon Banding, dapat diketahui bahwa pemeriksa melakukan koreksi Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri karena hasil penghitungan ekualisasi peredaran usaha dengan SPT Tahunan PPh Badan dengan penghitungan sebagai berikut : Peredaran Usaha cfm SPT Tahunan Badan Penyesuaian +/+ Pajak Ekspor +/+ Hasil Penjualan Produksi non komersial +/+ Hasil Penjualan Aktiva Tetap +/+ Hasil Penjualan Bahan Baku dan Pelengkap +/+ Pendapatan Pengolahan dari Pihak ke III +/+ Penjualan Kayu +/+ Penjualan Cangkang +/+ Selisih Kurs +/+ Uang Muka dari Pembeli per 31-12-2009 +/+ Piutang Usaha 01-01-2009 -/- Uang Muka dari Pembeli per 01-01-2009 -/- Piutang Usaha 31-12-2009 Jumlah Jumlah Setelah Penyesuaian DPP PPN -/- Double Pelaporan DPP PPN Net cfm SPT Selisih
Rp. 3.611.619.379.086,00 Rp. 758.776.950,00 Rp. 333.118.760,00 Rp. 1.447.160.000,00 Rp. 41.548.704,00 Rp. 5.297.816.600,00 Rp. 923.280.750,00 Rp. 3.180.801.650,00 Rp. 2.106.422.432,00 Rp. 125.361.505.827,00 Rp. 68.462.045.947,00 (Rp. 65.514.932.678,00) (Rp. 22.073.732.727,00) Rp. 120.323.812.215,00 Rp. 3.731.943.191.301,00 Rp. 3.564.714.220.442,00 (Rp. 9.095.716.354,00) Rp. 3.555.618.504.088,00 Rp. 176.324.687.213,00
Penyerahan Ekspor yang belum dilaporkan UM Penyerahan Ekspor per 31-12-2009 UM Penyerahan Ekspor per 01-01-2010
Rp. 137.671.931.370,00 Rp. 13.746.778.000,00 (Rp. 2.700.000,00)
Koreksi Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Menurut Pemohon
: bahwa menurut Pemohon Banding, Pajak Keluaran sebesar Rp. 2.490.867.784,00 atas penyerahan Barang Kena Pajak sebesar Rp. 24.908.677.843,00 tersebut telah disetor dan dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan Januari 2010 yaitu : -
Menurut Majelis
Rp. 151.416.009.370,00 Rp. 24.908.677.843,00
PT. Wilmar Nabati Indonesia PPN sebesar Rp. 1.082.936.500,00, PT. Inti Benua Perkasatama PPN sebesar Rp. 674.364.000,00, PT. Inti Benua Perkasatama PPN sebesar Rp. 1.325.274.000,00;
: bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap Laporan Pemeriksaan Pajak Nomor : Lap-73/WPJ.19/KP.03/2011 tanggal 20 April 2011 diketahui Pemeriksa melakukan koreksi atas penyerahan yang harus dipungut sendiri PPNnya berdasarkan ekualisasi dengan Peredaran Usaha PPh Badan Tahun Pajak 2009 sebesar Rp 38.652.755.843,00; bahwa Pemohon Banding dalam Surat Tanggapan Hasil Pemeriksaannya menyatakan tidak setuju atas koreksi tersebut dengan alasan atas uang muka dari Pembeli per-31 desember 2009 terdapat uang muka atas Penjualan Ekspor senilai Rp 13.746.778.000,00 yang terutang PPN 0% dan juga terdapat penyerahan yang dilaporkan Tahun 2010 sedangkan uang mukanya telah diterima pada Tahun 2009 senilai Rp 24.900.556.500,00, atas hal tersebut Pemeriksa dapat menerima sebagian tanggapan Pemohon Banding karena pada uang muka dari pembeli
terdapat Uang Muka Penjualan Ekspor sehingga selisih hasil ekualisasi dihitung kembali menjadi Rp 24.908.677.843,00; bahwa dalam Surat Keberatan dan Surat Bandingnya Pemohon Banding menyatakan bahwa atas penyerahan sebesar Rp 24.908.677.843,00 tersebut telah disetor dan dilaporkan PPNnya sebesar Rp 2.490.847.784,00 pada SPT Masa PPN bulan Januari 2010 yaitu: - PT Wilmar Nabati Indonesia PPN sebesar ................. Rp 1.082.936.500,00 - PT Inti Benua Perkasatama PPN sebesar .................... Rp 674.364.000,00 - PT Inti Benua Perkasatama PPN sebesar .................... Rp 1.325.274.000,00 bahwa selanjutnya dalam proses persidangan, Pemohon Banding menyatakan bahwa setelah Pemohon Banding mempelajari lebih lanjut dokumen Terbanding yaitu berupa Laporan Pemeriksaan Pajak, Kertas Kerja Pemeriksaan, dan Laporan Penelitian Keberatan yang diterima Pemohon Banding dalam persidangan, Pemohon Banding baru mengetahui bahwa pokok permasalahan yang sebenarnya atas koreksi Dasar Pengenaan Pajak hasil ekualisasi Peredaran Usaha PPh Badan dengan SPT PPN yaitu adanya selisih ekualisasi tersebut karena pemeriksa memasukkan beberapa faktor penyesuaian dalam perhitungan ekualisasi; bahwa Pemohon Banding menyatakan tidak setuju dengan faktor penyesuaian tersebut karena terdapat penyesuaian yang bukan merupakan objek PPN diantaranya Pajak Ekspor, Penjualan Kayu, Selisih Kurs, dan ada juga terjadi double/dua kali penghitungan, dengan adanya faktor penyesuaian ini menurut Pemohon Banding perhitungan ekualisasinya menjadi tidak tepat; bahwa menurut Terbanding, atas penyerahan yang menurut Pemohon Banding telah dilaporkan Tahun 2010 sedangkan uang mukanya telah diterima pada Tahun 2009 sebesar Rp. 24.900.556.500,00, Pemeriksa tidak dapat menerima tanggapan Pemohon Banding karena tidak disertai bukti yang terinci; bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (3) UU PPN, maka Faktur Pajak wajib dibuat pada saat pembayaran uang muka yaitu pada Tahun 2009; bahwa menurut Pemohon Banding, Pajak Keluaran sebesar Rp. 2.490.867.784,00 atas penyerahan Barang Kena Pajak sebesar Rp. 24.908.677.843,00 tersebut telah disetor dan dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan Januari 2010 bahwa di dalam persidangan, Majelis memberikan kesempatan kepada Terbanding dan Pemohon Banding untuk melaksanakan Uji Kebenaran Materi, dengan hasil sebagai berikut : Bukti-bukti yang Disampaikan Pemohon Banding : 1. Surat Pemberitahuan Masa PPN (Pembetulan), 2. SSP, Laporan Keuangan, 3. General Ledger Jurnal, 4. Faktur Pajak dan 5. Kontrak; I. Peredaran Usaha bahwa menurut Terbanding, Peredaran Usaha sebesar Rp. 3.611.619.379.086,00 bahwa nilai sebesar Rp. 9.095.716.354,00 dalam " Formulasi Equalisasi" dimasukkan sebagai faktor pengurang, hal ini dikarenakan terjadi double pengakuan/pelaporan, atas hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : bahwa Terbanding melakukan koreksi atas Ekspor senilai Rp. 9.095.716.354,00 menjadi Penyerahan Lokal ( reklas ), atas koreksi tersebut Pemohon Banding setuju dan telah melakukan pembetulan, namun dalam pembetulannya Pemohon Banding melakukan koreksi positif penyerahan lokal tapi tidak melakukan koreksi negatif atas penyerahan ekspor, dalam hal ini berarti nilai sebesar Rp. 9.095.716.354,00 oleh Pemohon Banding diakui sebagai penyerahan ekspor maupun penyerahan lokal (double); bahwa menurut Pemohon Banding, Peredaran Usaha sebesar 3.611.619.379.086,00 – Rp. 9.095.716.354,00 = Rp. 3.602.523.662.732,00;
Rp.
bahwa benar, angka-angka tersebut diambil dari Laporan Keuangan Pemohon Banding;
bahwa Terbanding salah melakukan Koreksi Negatif di DPP PPN, mestinya yang dilakukan Koreksi Negatif adalah Peredaran Usaha confirm SPT PPh Badan karena koreksi atas penjualan melalui trader lokal, oleh terbanding direklas menjadi Penjualan Lokal, Pemohon Banding sudah melakukan Koreksi Positif di Penjualan Lokal dan sudah setor dan lapor PPN-nya, tetapi penjualan ekspor tidak dilakukan Koreksi Negatif, dalam rangka mencari DPP PPN, maka angka DPP PPN sudah benar, sehingga Peredaran Usaha confirm SPT PPh badan yang harus dikoreksi negatif; II. Penyesuaian 1. +/+ Pajak Ekspor sebesar ......................................... Rp. 758.776.950,00 Menurut Terbanding bahwa pada dasarnya Peredaran Usaha pada PPh Badan dan Penyerahan pada PPN adalah sama, namun dalam prakteknya bisa jadi terjadi perbedaan ( hal ini antara lain dikarenakan adanya peraturan yang berbeda yang diterapkan untuk transaksi pada PPh Badan dan yang diterapkan untuk transaksi pada PPN), oleh karena itu dalam ekualisasi ini diperlukan penyesuaian-penyesuaian. bahwa adanya nilai Pajak Ekspor dalam Formulasi Equalisasi dikarenakan Pajak ekspor sebagai unsur menambah Objek PPN dalam perhitungan Equalisasi, karena Penjualan Ekspor yang dilaporkan dalam Rugi/Laba Pemohon Banding adalah Hasil Penjualan Ekspor Net setelah dikurangi Pajak Ekspor, sehingga untuk menghitung DPP PPN, Pajak Ekspor harus diperhitungkan kembali; bahwa perlu diketahui bahwa hal ini merupakan langkah awal proses equalisasi, kalau diperhatikan lebih lanjut mengenai formulasi equalisasi maka dapat diketahui bahwa dalam formulasi tersebut, atas penyerahan ekspor selanjutnya dimasukkan sebagai faktor pengurang. bahwa dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyerahan ekspor telah dikeluarkan dari penghitungan pengenaan PPN (penyerahan ekspor tsb tidak termasuk dalam angka koreksi yang dikenakan PPN 10%). Menurut Pemohon Banding bahwa tidak setuju dengan faktor Penyesuaian yang ditambahkan ke Peredaran Usaha cfm SPT PPh Badan kemudian di Equalisasi dengan Peredaran Usaha SPT PPN , selisih Rp.24,908,677,843,00 kemudian dikenakan PPN dengan alasan : karena didalam Rp. 24,908,677,843,00 terdapat unsur-unsur PPN dengan tarif 0% dan dibebaskan dari pungutan PPN dengan penjelasan sebagai berikut : Menurut Terbanding, berasal dari Penjualan ekspor, berarti PPN-nya dikenakan dengan tarif 0%, Jadi salah kalau Terbanding mengenakan PPN dengan tarif 10%. 2. +/+ Hasil Penjualan Produksi Non Komersial ……… Rp. 333.118.260,00 3. +/+ Hasil Penjualan Aktiva Tetap …………………………. Rp. 1.447.160.000,00 4. +/+ Hasil Penjualan Bahan Baku dan Bahan Pelengkap Rp. 41.548.704.00 5. +/+ Pendapatan Pengolahan dari pihak ke III …………….. Rp. 5.297.816.600,00 6. +/+ Penjualan Kayu ……………………………………….. Rp. 923.280.750,00 7. +/+ Penjualan Cangkang ………………………………….. Rp. 3.180.801.650,00
Menurut Terbanding bahwa adanya penyesuaian ( penambahan ) dalam formulasi equalisasi yaitu atas : Hasil Penjualan Produksi Non Komersial, Hasil Penjualan Aktiva Tetap, Hasil Penjualan Bahan Baku dan Pelengkap, Pendapatan Pengolahan dari Pihak Ketiga, Penjualan Kayu dan Penjualan cangkang, dikarenakan atas penjualan-penjualan tersebut diatas dalam laporan keuangan/dalam SPT PPh Badan dimasukkan ke dalam kelompok/pos Penghasilan dari Luar Usaha; bahwa penghasilan tersebut pada dasarnya merupakan obyek PPN sehingga dalam formulasi equalisasi ini, nilai penjualan dari luar usaha tersebut harus ditambahkan. bahwa menurut Pemohon Banding, Penjualan cangkang Rp. 236.562.820,00 dibebaskan dari pengenaan PPN (PP No.7/2007) dan Penjualan Abu + Barang bekas sebesar Rp. 96.555.940,00 Setuju Objek PPN bahwa atas Hasil Penjualan aktiva tetap, Hasil Penjualan bahan baku dan bahan pelengkap serta Pendapatan Pengolahan dari pihak ke III, Setuju sebagai objek PPN; bahwa penjualan Kayu Bulat dibebaskan dari Pengenaan PPN (PP 7/2007), jadi
salah kalau Terbanding mengenakan PPN 10%; bahwa penjualan Cangkang Kelapa Sawit dibebaskan dari Pengenaan PPN (PP 7/2007), Jadi salah kalau Terbanding mengenakan PPN 10%; 8. +/+ Selisih Kurs …………………………………………….Rp. 2.106.422.432,00 bahwa menurut Terbanding, adanya nilai selisih kurs dalam formulasi equalisasi karena selisih kurs tersebut timbul terkait transaksi ekspor. Selisih kurs atas transaksi ekspor tersebut dalam laporan keuangan/dalam SPT PPh Badan dimasukkan ke dalam kelompok/pos Penghasilan dari Luar Usaha, perlu diketahui bahwa hal ini merupakan langkah awal proses equalisasi, kalau diperhatikan lebih lanjut mengenai formulasi equalisasi maka dapat diketahui bahwa dalam formulasi tersebut, atas penyerahan ekspor selanjutnya dimasukkan sebagai faktor pengurang; bahwa dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyerahan ekspor telah dikeluarkan dari penghitungan pengenaan PPN (penyerahan ekspor tsb tidak termasuk dalam angka koreksi yang dikenakan PPN 10%); bahwa menurut Pemohon Banding, Menurut Terbanding berasal dari Penjualan ekspor, berarti PPN-nya dikenakan dengan tarif 0%, Jadi salah kalau Terbanding mengenakan PPN dengan tarif 10%. 9. +/+ Uang Muka dari pembelian Per 31-12-2009 ………… Rp. 125.361.505.827,00 - / - Uang Muka dari pembelian Per 01-01-2009 ………… (Rp. 65.514.932.678,00) 10. +/+ Piutang Usaha Per 01-01-2009 ……………………… Rp. 68.462.045.947,00 - / - Piutang Usaha Per 31-12-2009 ……………………… (Rp. 22.073732.727,00) Sub Jumlah ………………………………………………. Rp. 120.323.812.215,00 Jumlah ………………………………………………………. Rp. 3.722.847.474.947,00 -Jumlah Peredaran Usaha Cfm Terbanding ……… Rp. 3.731.943.191.301,00 -Jumlah Peredaran Usaha Cfm Pemohon Banding … Rp. 3.722.847.474.947,00
bahwa menurut Terbanding, adanya penyesuaian (penambahan/pengurangan) atas Uang Muka dan Piutang Usaha dalam formulasi equalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut : bahwa Uang Muka dari Pembeli begitu juga Piutang Usaha harus diperhitungkan dalam menentukan DPP PPN dengan cara meng-Net Off-kan saldo awal dan saldo akhir, dengan demikian akan diketahui berapa pembayaran yang sebenarnya telah terjadi tetapi belum diakui sebagai penghasilan pada SPT PPh Badan, inilah yang harus diakui sebagai DPP PPN pada masa yang bersangkutan. Sebab dalam UU PPN Pasal 11 ayat (2) dinyatakan "Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran"; bahwa menurut Pemohon Banding, di dalam Pos Piutang Usaha terdapat Piutang hasil Penjualan Lateks yang dibebaskan dari Pengenaan PPN (PP No.7/2007) dengan jumlah : - 01-01-09 Rp. 28,226,697,743,00 - 31-12-09 (Rp. 20,297,677,606,00) Jumlah Rp. 7,929,020,137,00 Jadi salah kalau Terbanding mengenakan PPN 10% Cfm Pemohon Banding Cfm Terbanding 11. DPP PPN ……………………….. Rp. 3.564.714.220.442,00 Rp. 3.564.714.220.442,00 - / - Double Pelaporan …… ……. (Rp. 9.095.716.354,00) Rp. 0,00 DPP PPN Net Cfm SPT ………..Rp. 3.555.618.504.088,00 Rp. 3.564.714.220.442,00 Selisih ………………………….. Rp. 176.324.687.213,00 Rp. 158.133.254.505,00 bahwa menurut Terbanding, nilai sebesar 9.095.716.354 dalam "formulasi equalisasi" dimasukkan sebagai faktor pengurang, hal ini dikarenakan terjadi double pengakuan/pelaporan. Atas hal tersebut dapat dijelaskan sbb : bahwa Terbanding melakukan koreksi atas ekspor senilai Rp. 9.095.716.354 menjadi penyerahan lokal (reklas), atas koreksi tersebut PB setuju dan telah melakukan pembetulan. Namun dalam pembetulannya PB melakukan koreksi positif penyerahan
lokal tapi tidak melakukan koreksi negatif atas penyerahan ekspor, dalam hal ini berarti nilai sebesar Rp. 9.095.716.354 oleh Pemohon Banding diakui sebagai penyerahan ekspor maupun penyerahan lokal (double); bahwa menurut Pemohon Banding, DPP PPN sudah benar, Terbanding salah melakukan Koreksi Negatif (lihat penjelasan poin 1 diatas); 12. Penyerahan Ekspor yang belum dilaporkan ……………. Rp. 137.671.931.370,00 UM Penyerahan Ekspor Per 31-12-2009 …………………. Rp. 13.746.778.000,00 UM Penyerahan Ekspor Per 01-01-2009 …………………. (Rp. 2.700.000,00) Jumlah ……………………………………………………. Rp. 151.416.009.370,00 bahwa menurut Terbanding, dalam formulasi equalisasi, atas penyerahan ekspor tsb dimasukkan sebagai faktor pengurang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyerahan ekspor telah dikeluarkan dari penghitungan pengenaan PPN (penyerahan ekspor tsb tidak termasuk dalam angka koreksi yang dikenakan PPN 10%); bahwa menurut Pemohon Banding, penyerahan ekspor kena PPN dengan tarif 0%, jadi keliru kalau Terbanding mengenakan PPN dengan tarif 10% karena penyerahan ekspor masuk sebagai unsur di dalam selisih Rp.24.908.677.843,00; Kesimpulan PPN dengan tarif 0% karena Penjualan Ekspor ………………………… Rp. 2,865,199,382,00 Di bebaskan dari Pengenaan PPN (PP No.7/2007) …………………….. Rp.12,269,665,357,00 Salah melakukan Koreksi Negatif ……………………………………… Rp. 9,095,716,354,00 Jml yg Tdk Seharusnya dikenakan PPN dengan tarif 10 % (97%) ……. Rp. 24,230,581,093,00 13. Salah melakukan koreksi Negatif ( 2 x Rp. 9.095.716.354,00 ) bahwa menurut Terbanding, Terbanding melakukan koreksi atas ekspor senilai Rp. 9.095.716.354,00 menjadi penyerahan lokal (reklas), atas koreksi tersebut PB setuju dan telah melakukan pembetulan. Namun dalam pembetulannya PB melakukan koreksi positif penyerahan lokal tapi tidak melakukan koreksi negatif atas penyerahan ekspor, dalam hal ini berarti nilai sebesar Rp. 9.095.716.354,00 oleh Pemohon Banding diakui sebagai penyerahan ekspor maupun penyerahan lokal (double), Dengan demikian Terbanding telah benar memasukkan nilai sebesar Rp. 9.095.716.354 sebagai faktor pengurang dalam formulasi equalisasi; bahwa Pemohon Banding tidak menyampaikan pendapat; 14. Koreksi Penyerahan yang PPN-nya Harus Dipungut sendiri ...... Rp. 24.908.677.843,00 15. Selisih tidak materiil (0,665%) menambah objek PPN ……......... 165.836.109,00)
(Rp.
bahwa menurut Terbanding, berdasarkan atas keseluruhan penjelasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa koreksi yang dilakukan Terbanding telah benar; bahwa selain hal-hal yang telah diuraikan diatas Terbanding menyampaikan pendapatnya sbb : a. Argumen/sanggahan PB terkait dengan "formulasi equalisasi" tidak pernah disampaikan dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Surat Keberatan maupun Surat Bandingnya; b. Dalam Surat Keberatan dan Surat Banding, yang menjadi argumen/sanggahan PB atas pokok sengketa ini adalah selisih hasil equalisasi sebesar Rp24.908.677.843,- tersebut merupakan uang muka yang telah diterima pada Tahun 2009 namun dilaporkan dalam Tahun 2010. Atas sanggahan ini PB tidak pernah bisa membuktikannya sampai dengan proses banding ini; c. Pasal 31 ayat (2) UU PP “Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku";
d. Penjelasan Pasal 31 ayat (2) UU PP “Sengketa Pajak yang menjadi objek pemeriksaan adalah sengketa yang dikemukakan pemohon Banding dalam permohonan keberatan yang seharusnya diperhitungkan dan diputuskan dalam keputusan keberatan. Selain itu Pengadilan Pajak dapat pula memeriksa dan memutus permohonan Banding atas keputusan/ketetapan yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang sepanjang peraturan perundang-undangan yang terkait yang mengatur sedemikian"; e. Dalam kasus ini, sengketa yang dikemukakan PB (sengketa terkait formulasi equalisasi) tidak pernah dikemukakan dalam permohonan keberatannya, sehingga berdasarkan Penjelasan Pasal 31 ayat (2) UU PP, hal tersebut tidak relevan untuk diperiksa dipersidangan banding ini. TB memohon kepada MH untuk menolak banding PB dan tetap mempertahankan koreksi yang telah dilakukan oleh Terbading; bahwa menurut Pemohon Banding, Setuju bayar PPN 10% dari transaksi sebesar Rp. 6.883,081,244,00 ( atas poin 2,3,4 dan 5 ); bahwa Objek PPN cmf Hasil Uji Bukti Rp. 6,883,081,244,00; bahwa Perhitungan 6,717,245,135,00);
equalisasi
conf.
Pemohon
Banding
sebesar
(Rp.
bahwa selisih tidak materiil (0,665%) menambah objek PPN cfm Hasil Uji Bukti sebesar Rp. 165,836,109,00; bahwa menurut Majelis, di dalam persidangan terungkap bahwa koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak berasal dari equalisasi antara Peredaran Usaha di Pajak Penghasilan dengan Dasar Pengenaan Pajak pada laporan SPT Pajak Pertambahan Nilai; bahwa koreksi berdasarkan equalisasi antara Peredaran Usaha yang telah dilakukan penyesuaian dengan SPT PPN sebagaimana telah dilakukan uji bukti tersebut diatas, menurut Pemohon Banding memang benar ada penghasilan atas penjualan hasil produksi dan lain lain, namun tidak semua penghasilan tersebut merupakan obyek Pajak Penghasilan; bahwa berdasarkan Peraturan Pemrintah No 7 tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 Tentang impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada lampiran dinyatakan bahwa hasil Perkebunan berupa cangkang kelapa sawit, Hasil Hutan berupa kayu dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; bahwa menurut Pemohon Banding penyesuaian yang dilaksanakan Terbanding terhadap Peredaran Usaha Cfm SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan tidak semuanya merupakan obyek Pajak Pertambahan Nilai; bahwa berdasarkan uji bukti yang dilaksanakan terhadap data data yang disampaikan Pemohon Banding diperoleh data bahwa Hasil penjualan Produksi non Komersial sebesar Rp. 236.562.820,00 merupakan penjualan cangkang, dan pada pos piutang usaha terdapat penjualan lateks sebesar Rp. 7.929.020.137,00, bahwa Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan Peratuan Pemerintah No. 7 Tahun 2007 adalah sebesar Rp. 12.269.665.357,00; bahwa adapun selisih kurs terjadi pada pencatatan hasil penjualan ekspor, karena ekspor dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp. 0,00, maka atas selisih kurs sebesar Rp. 2.106.422.432,00 perlakuan Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sama dengan Penjualan ekspor; bahwa selanjutnya Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2007 sebesar Rp. 12.269.665.357,00 dan koreksi selisih kurs sebesar Rp. 2.106.422.432,00 dengan jumlah total sebesar Rp. 14.376.087.789,00 tidak dapat dipertahankan dan sebesar Rp. 10.532.590.054,00 tetap dipertahankan,;
2. Koreksi Pajak Masukan yang tidak dapat diperhitungkan. a. Koreksi Pajak Masukan Terkait Kebun sebesar Rp. 6.366.194.219,00 Menurut Terbanding : bahwa menurut Pemeriksa, koreksi Pajak Masukan sebesar Rp. 6.366.194.219,00
merupakan Pajak Masukan terkait kebun, atas unit usaha yang kegiatannya menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai (unit usaha kebun), koreksi sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 575/KMK.04/2000; Menurut Pemohon
: bahwa Pemohon Banding sebagai Wajib Pajak mengelola sendiri kegiatan mulai dari pengolahan lahan, menanam, memelihara, membangun dan memanen TBS dari kebun sendiri yang kemudian diolah menjadi Crude Palm Oil (CPO), Inti Sawit, Palm Kernel Oil (PKO) dan Palm Kernel Mild (PKM);
Menurut Majelis
: bahwa menurut Terbanding, dasar koreksi Pajak Masukan terkait kebun sebesar Rp. 6.366.194.219,00 adalah Pasal 16B ayat (1) huruf b mengenai penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu dan Pasal 16B ayat (3) UU PPN disebutkan bahwa Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan; bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 yang diperbarui dengan Peraturan Pemerintah 31 Tahun 2007 disebutkan apa-apa saja barang yang termasuk barang strategis yang diantaranya adalah hasil perkebunan; bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 575/KMK.04/2000 dimana disebutkan pajak masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan pajak tidak dapat dikreditkan; bahwa dalam kasus Pemohon Banding, yang dihasilkan kebun adalah TBS (tandan buah segar) yang nyata-nyata dibebaskan sehingga pajak masukannya dikoreksi; bahwa menurut Pemohon Banding, Pemohon Banding hanya melakukan 1 (satu) kegiatan usaha yaitu melakukan penyerahan yang terutang pajak yaitu menyerahkan/ menjual CPO, Inti Sawit, PKO dan PKM dan tidak menjual TBS hasil kebun milik Pemohon Banding kepada pihak lain, sehingga Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti; bahwa ketentuan yang diatur di dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2010 adalah tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak dimaksudkan sebagai pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang melakukan 2 (dua) kegiatan usaha yaitu melakukan penyerahan yang terutang pajak dan juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak; bahwa berdasarkan uraian di atas Pemohon Banding berpendapat bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 575/KMK.04/2000 yang dijadikan Pemeriksa sebagai dasar untuk melakukan koreksi jelas keliru, tidak tepat dan tidak sesuai dengan keadaan usaha Pemohon Banding yaitu : Pemohon Banding hanya melakukan 1 (satu) kegiatan usaha yaitu menyerahkan/ menjual CPO, Inti Sawit, PKO dan PKM dan tidak menjual TBS hasil perkebunan milik sendiri kepada pihak lain, sehingga Pajak Masukan yang untuk penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti sedangkan ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 575/KMK.04/2000 adalah Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak; bahwa dengan demikian maka semua Pajak Masukan terkait dengan penyerahan Barang Kena Pajak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan yang sah dan benar, dan Pemohon Banding keberatan koreksi Pajak Masukan sebesar Rp. 6.366.194.219,00 karena telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku; bahwa berdasarkan pemeriksaan atas bukti-bukti dan penjelasan yang disampaikan Pemohon Banding dalam persidangan, Majelis menguraikan fakta-fakta sebagai berikut : bahwa Pemohon Banding mengkreditkan Pajak Masukan terkait dengan pembelian Barang Kena Pajak berupa pembelian pupuk, obat-obatan kimia dan lain lain yang digunakan untuk menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit sebesar Rp, 6.366.194.219,00 sedangkan Terbanding melakukan koreksi atas Pajak Masukan tersebut karena menurut Terbanding Pemohon Banding telah melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai yaitu penyerahan Tanan Buah Segar (TBS) Kelapa sawit;
bahwa dasar hukum yang digunakan Terbanding untuk melakukan koreksi yaitu Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerinrtah Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat strategis yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Keputusan Menteri Keuangan Repiblik Indonesia Nomor : 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusahan Kena Pajak yang melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak; bahwa Pemohon Banding adalah perusahaan yang terintegrated dengan melakukan kegiatan mengolah lahan tanah untuk Perkebunan Kelapa sawit dan hasil dari perkebunan tersebut berupa Tandan Buah Segar (TBS), dan Tandan Buah Segar yang dihasilkan oleh Perekebunan tersebut selanjutnya dipakai sebagai bahan baku unit Pabrik Pemohon Banding; bahwa Pemohon Banding tidak melakukan penjualan Tandan Buah Segar (TBS) karean seluruh Tandan Buah Segar hasil Perkebunan Pemohon Banding diolah sendiri menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel; bahwa menurut Pemohon Banding, untuk perkebunan sawit yang tidak memisahkan antara perkebunan dengan unit pabrik yang mengolah TBS; bahwa Pasal 16 B ayat (3) Undang Undang Undang RI No 8 Tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah dan terakhir dengan Undang Undang nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah menyatakan bahwa : ”Pajak Masukan yang dibayar untuk memperoleh Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan”; bahwa pada Penjelasan atas Pasal tersebut menyatakan bahwa adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran. Sehingga Pajak Masukan yang berkitan dengan penyerahan Barang Kenas Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasab tersebut tidak dapat dikreditkan; bahwa secara substandi berlakunya ketentuan ini didasarkan ada tidaknya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa kena Pajak yang mendapatkan pembebasan dari pengenann Pajak Pertambahan Nilai; bahwa Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1 Keputusan Menteri Keuangan Npmpr 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desembar 2000 Tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak, mengatur bahwa Pajak Masukan yang dibayar atas perollehan Barang Kena Pajak dam/atau Jasa Kena Pajak yang nyata nyata digunakan unit kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan; bahwa Pasal 1 A Undang Undang Nomnor 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah dan terakhit dengan Undang Undang 18 Nomor 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dinyatakan Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah : penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian, pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewabeli dan perjanjian leasing, penyerahan Barabg Kena Pajak kepasda pedagang pernatara atau melalui juru lelang, pemakaian sendiri dan/atau pemberian Cuma-Cuma atas Barang Kena Pajak. persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menururt ketentuan dapat dikreditkan. penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang, penyerahan Barang kena Pajak secara konsinyasi; bahwa dengan memperhatikan ketentuan dan peraturan tersebut, pengiriman Tandan Buah Segar (TBS) dari unit perkebunan ke unit pabrik untuk diolah lebih lanjut menjadi Crude Palm Oiol (CPO) dan Kernel oleh Pemohon Banding sebagai suatu perusahaan yang terintegrasi (Integrated company) tidak termasuk sebagai penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 1 A Undang
Undang tersebut; bahwa terkait dengan pemakaian sendiri, karena Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit tersebut diolah lebih lanjut sebagai bahan baku untuk tujuan produktif dalam menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel, maka sesuai dengan Pasal 1 angka 5 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : 87/PJ/2002 tanggal 18 Pebruari 2002 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-Cuma Barang kena Pajak atau Jasa Kena Pajak belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak; bahwa menurut Pemohon Banding selain menjual Crude Palm Oil juga menjual cangkang kelapa sawit sebagai hasil sampingan; bahwa berdasarkan penelitian Majelis terhadap hasil Uji Kebenaran Materi diketahui terdapat penjualan Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pengenaan PPN, sebagai berikut : Rincian Penjualan BKP ( Cangkang dan Kayu ) yang dibebaskan dari Pengenaan PPN (PP 7/2007) berdasarkan hasil Uji Kebenaran Materi : Hasil Penjualan Produksi Non Komersial ……… Rp. 236.562.820,00 Penjualan Cangkang ………………………………Rp. 3.180.801.650,00 Penjualan Kayu …………………………………….Rp. 923.280.750,00 Jumlah ...................................................................... Rp. 4.340.645.220,00 Dengan demikian sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 Tentang Perubahan ke tiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, terhadap penjualan cangkang dan kayu tidak dikenakan atau dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai,; bahwa menurut Majelis, oleh karena Pemohon Banding menyerahkan Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai berupa cangkang dan kayu, maka Pajak masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 575/KMK.04/2000 tentang tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak adalah sebanding/Proporsional antara peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya; bahwa secara proporsional besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah sebesar : Total BKP yang dibebaskan x PM yang telah dikreditkan seluruhnya = PM yg dapat dikreditkan Total Peredaran Rp. 4.340.645.220,00 x Rp. 9.190.277.246,00 = 10,689,265,00 Rp. 3.731.943.191.301,00 bahwa selanjutnya Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas Pajak Masukan sebesar Rp. 6.366.194.219, yang tetap dipertahankan sebesar Rp.10.689.265,00 dan sebesar Rp. 6.355.504.954,00 tidak dapat dipertahankan;
b. Koreksi Jawaban Klarifikasi "Tidak Ada" sebesar Rp. 252.196.271,00 Menurut Terbanding : bahwa dalam surat keberatannya, Pemohon Banding menyatakan bahwa hasil konfirmasi kepada rekanan, sampai saat ini Pajak Masukan telah disetorkan dan dilaporkan rekanan ke Kantor Pelayanan Pajak sebesar Rp. 46.813.363,00 yaitu: Menurut Pemohon
CV. Total Solusindo sebesar CV. Putra Riau Abadi sebesar CV. Putra Riau Abadi sebesar CV. Anugrah Mandiri sebesar
Rp. 19.002.363,00, Rp. 10.019.500,00, Rp. 10.331.500,00, Rp. 7.460.000,00;
: bahwa sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 563/KMK.03/2003 tanggal 24 Desember 2003, bahwa terhitung mulai Februari 2004, Pemohon Banding ( sebagai salah satu BUMN) tidak lagi sebagai wajib pungut PPN, dengan demikian Pajak Pertambahan Nilai dibayarkan melalui rekanan untuk disetorkan ke rekening Kas Negara;
Menurut Majelis
: bahwa menurut Terbanding, atas sengketa koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.252.196.271,00, Terbanding telah melakukan klarifikasi ulang/permintaan penjelasan/penegasan ke KPP Pratama Pangkalan Kerinci, KPP Pratama Pekanbaru Senapelan, dan KPP Pratama Rengat dan telah ada jawaban yang diterima dari KPP Pratama Pangkalan Kerinci dan KPP Pratama Rengat, sedangkan KPP Pratama Pekanbaru Senapelan belum memberikan jawaban; bahwa berdasarkan hasil jawaban konfirmasi ulang diperoleh hasil sebagai berikut : Jawaban konfirmasi ulang yang menyatakan " ada" sebesar …………. Rp. 0,00 Jawaban konfirmasi yang menyatakan "SKPKB" sebesar ……………… Rp. 0,00 Jawaban kofirmasi ulang yang menyatakan "tidak ada" sebesar ……… Rp. 99.984.347,00 Yang belum diterima ralat jawaban sebesar …………………………….. Rp.159.211.924,00 Jumlah ……………………………………………………………………. Rp. 252.196.271,00
bahwa menurut Pemohon Banding, seluruh koreksi pajak masukan (PPN) sebesar Rp. 252.196.271,00 tersebut telah dibayarkan oleh Pemohon Banding kepada penjual barang atau pemberi jasa / rekanan; bahwa di dalam persidangan, Majelis memberikan kesempatan kepada Terbanding dan Pemohon Banding untuk melaksanakan Uji Bukti Materi, dengan hasil sebagai berikut : Bukti-bukti yang Disampaikan Pemohon Banding : 1. Surat Pemintaan Pembayaran ( SPP ) 2. Bukti Pengeluaran Bank 3. Rekening koran bukti pembayaran kepada rekanan. 4. Faktur Pajak bahwa menurut Terbanding, Atas koreksi sebesar Rp. 252.196.271,00 (43 faktur pajak), 30 faktur tidak dilengkapi bukti pendukung, hanya 13 faktur yang dilengkapi bukti pendukung, 13 faktur inilah yang dilakukan uji arus uang/barang. bahwa Uji arus uang dilakukan, adalah untuk memastikan bahwa Faktur Pajak Masukan yang sah sebagai bukti pemungutan PPN bagi PKP pembeli adalah Faktur Pajak Masukan yang memenuhi persyaratan material yaitu Harga jual BKP/JKP dan besarnya PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut harus cocok dengan jumlah uang yang dikeluarkan sebagai akibat dari transaksi yang berkenaan. bahwa Koreksi dilakukan karena jawaban konfirmasi "tidak ada", TB berpendapat bahwa jawaban konfirmasi atas pajak keluaran menyatakan “tidak ada” artinya lawan transaksi belum melaporkan dan membayarkan pajak yang telah dipunggutnya, hal ini berarti atas pembayaran PPN tersebut belum masuk ke kas negara. Mengkreditkan pajak masukan sama artinya mengambil kembali uang yang telah disetor ke kas negara, dalam hal ini TB berpendapat bahwa sepanjang tidak dapat diyakini bahwa pembayaran PPN tersebut telah masuk ke kas Negara, maka koreksi atas pajak masukan yang jawaban klarifikasi atas pajak keluarannya dijawab “tidak ada” tetap dipertahankan. bahwa menurut Pemohon Banding, Undang-undang PPN menyatakan tidak berlaku tanggung jawab renteng bila mana terdapat bukti bahwa pajak telah dibayar; bahwa pembuktian arus uang/barang dapat dibuktikan dan diakui oleh Terbanding; bahwa Kepastian pembayaran PPN telah masuk kas negara dari hasil konfirmasi dijawab tidak ada justru itu menjadi tugas dan tanggung jawab dari Terbanding untuk menerbitkan SKPKB/SKPKBT sesuai keputusan Dirjen Pajak No: Kep.754/PJ/2001 butir 1.4.2.1 (Bukti Kep-754 terlampir) bahwa atas seluruh Faktur Pajak (43 Faktur) sebesar Rp. 252.196.271,00 (Sample minimal 30% Sebesar Rp.109.969.971,00) telah dilakukan Uji Bukti atas 9 ( sembilan ) Rekanan Pemohon Banding terdiri atas 13 Faktur Pajak, sebagai berikut :
1.
Berkah Rezky (3 Faktur Pajak)
FP No. 010.000.0900000067, PPN sebesar Rp. 3.368.000,00 Menurut Terbanding -
bahwa bukti Pemungutan PPh dan bukti jaminan pemeliharaan tidak ada; bahwa bukti pembayaran (rek koran) tidak ada sehingga arus uang tidak
terbukti; bahwa dokumen arus barang tidak ada sehingga arus barang tidak terbukti.; Menurut Pemohon Banding bahwa bukti telah sesuai yang terdiri dari : Surat Pemintaan Pembayaran ( SPP ), Bukti Pengeluaran Bank, Rekening koran bukti pembayaran kepada rekanan dan Faktur Pajak FP No. 010.000.0900000073, PPN sebesar Rp. 3.898.650,00 FP No. 010.000.0900000076, PPN sebesar Rp. 745.200,00 Menurut Terbanding, bahwa dokumen arus barang tidak ada sehingga arus barang tidak terbukti; bahwa pembayaran untuk 6 transaksi (6 SPP), namun data yang ada hanya 2 transaksi (2 SPP); bahwa dengan demikian tidak terdapat keyakinan yang cukup memadai bahwa pembayaran sejumlah tersebut dalam rek koran adalah termasuk pembayaran untuk faktur pajak dimaksud (terdapat perbedaan nilai antara bukti bayar dengan Faktur Pajak); Menurut Pemohon Banding, bahwa bukti pemotongan PPH pasal 23, Denda dan jaminan pemeliharaan tidak relevan dengan masalah kasusnya; bahwa bukti pembayaran dapat diyakini; 2.
CV. Hikmah (2 Faktur Pajak)
- FP No. 010.000.0900000195, PPN sebesar Rp. 15.640.035,00 - FP No. 010.000.0900000196, PPN sebesar Rp. 1.109.064,00 Menurut Terbanding bahwa bukti Pemungutan PPh tidak ada; bahwa dengan demikian tidak terdapat keyakinan yang cukup memadai bahwa pembayaran sejumlah tersebut dalam rek koran adalah pembayaran untuk faktur pajak dimaksud (terdapat perbedaan nilai antara bukti bayar dengan Faktur Pajak). Menurut Pemohon Banding bahwa bukti telah sesuai yang terdiri dari : Surat Pemintaan Pembayaran ( SPP ), Bukti Pengeluaran Bank, Rekening koran bukti pembayaran kepada rekanan dan Faktur Pajak; bahwa bukti pemotongan PPH pasal 23, Denda dan jaminan pemeliharaan tidak relevan dengan masalah kasusnya; bahwa bukti pembayaran dapat diyakini; 3.
CV Kurnia Jaya (1 Faktur Pajak)
FP No. 010.000.0900000023, PPN sebesar Rp. 1.233.560,00 Menurut Terbanding bahwa dokumen arus barang tidak ada sehingga arus barang tidak terbukti.; bahwa bukti pembayaran (rek. koran) tidak ada sehingga arus uang tidak terbukti; Menurut Pemohon Banding bahwa bukti telah sesuai yang terdiri dari : Surat Pemintaan Pembayaran ( SPP ), Bukti Pengeluaran Bank, Rekening koran bukti pembayaran kepada rekanan dan Faktur Pajak; bahwa bukti pembayaran dapat diyakini;
4.
CV. Putra Riau Abadi (1 Faktur Pajak)
FP No. 010.000.0900000007, PPN sebesar Rp. 10.331.500,00 Menurut Terbanding, bukti Pemungutan PPh dan bukti jaminan pemeliharaan tidak ada; bahwa dengan demikian tidak terdapat keyakinan yang cukup memadai bahwa pembayaran sejumlah tersebut dalam rek koran adalah pembayaran untuk faktur pajak dimaksud (terdapat perbedaan nilai antara bukti bayar dengan Faktur Pajak); Menurut Pemohon Banding Bahwa bukti telah sesuai yang terdiri dari : Surat Pemintaan Pembayaran ( SPP ), Bukti Pengeluaran Bank, Rekening koran bukti pembayaran kepada rekanan dan Faktur Pajak bahwa bukti pemotongan PPH pasal 23, Denda dan jaminan pemeliharaan tidak relevan dengan masalah kasusnya; bahwa bukti pembayaran dapat diyakini; 5.
CV. Qiwam Raih Sukses (1 Faktur Pajak)
FP No. 010.000.0900000017, PPN sebesar Rp. 4.625.000,00 Menurut Terbanding bahwa bukti Pemungutan PPh dan bukti jaminan pemeliharaan tidak ada; bahwa Dengan demikian tidak terdapat keyakinan yang cukup memadai bahwa pembayaran sejumlah tersebut dalam rek koran adalah pembayaran untuk faktur pajak dimaksud (terdapat perbedaan nilai antara bukti bayar dengan Faktur Pajak); Menurut Pemohon Banding, bukti telah sesuai yang terdiri dari : Surat Pemintaan Pembayaran ( SPP ), Bukti Pengeluaran Bank, Rekening koran bukti pembayaran kepada rekanan dan Faktur Pajak bahwa bukti pemotongan PPH pasal 23, Denda dan jaminan pemeliharaan tidak relevan dengan masalah kasusnya; bahwa bukti pembayaran dapat diyakini; 6.
CV. Total Solusindo (1 Faktur Pajak)
Menurut Terbanding Bahwa bukti Pemungutan PPh dan bukti jaminan pemeliharaan tidak ada; bahwa dengan demikian tidak terdapat keyakinan yang cukup memadai bahwa pembayaran sejumlah tersebut dalam rek koran adalah pembayaran untuk faktur pajak dimaksud (terdapat perbedaan nilai antara bukti bayar dengan Faktur Pajak); Menurut Pemohon Banding bahwa bukti telah sesuai yang terdiri dari : Surat Pemintaan Pembayaran ( SPP ), Bukti Pengeluaran Bank, Rekening koran bukti pembayaran kepada rekanan dan Faktur Pajak bahwa bukti pemotongan PPH pasal 23, Denda dan jaminan pemeliharaan tidak relevan dengan masalah kasusnya;
bahwa bukti pembayaran dapat diyakini; 7.
CV. Delima Riau Sejati (1 Faktur Pajak)
FP No. 010.000.0900000017, PPN sebesar Rp. 6.165.400,00 Menurut Terbanding
bahwa dokumen arus barang tidak ada sehingga arus barang tidak terbukti.; Menurut Pemohon Banding bahwa bukti telah sesuai yang terdiri dari : Surat Pemintaan Pembayaran ( SPP ), Bukti Pengeluaran Bank, Rekening koran bukti pembayaran kepada rekanan dan Faktur Pajak bahwa bukti pemotongan PPH pasal 23, Denda dan jaminan pemeliharaan tidak relevan dengan masalah kasusnya; bahwa bukti pembayaran dapat diyakini; 8.
CV. Berkat Maju (1 Faktur Pajak)
FP No. 010.000.0900000016, PPN Rp.26.428.700,00 Menurut Terbanding bahwa bukti Pemungutan PPh dan bukti jaminan pemeliharaan tidak ada; bahwa Pembayaran untuk 4 transaksi (4 SPP), namun data yang ada hanya 1 transaksi (1 SPP); bahwa dengan demikian tidak terdapat keyakinan yang cukup memadai bahwa pembayaran sejumlah tersebut dalam rek koran adalah pembayaran untuk faktur pajak dimaksud (terdapat perbedaan nilai antara bukti bayar dengan Faktur Pajak); Menurut Pemohon Banding bahwa bukti telah sesuai yang terdiri dari : Surat Pemintaan Pembayaran ( SPP ), Bukti Pengeluaran Bank, Rekening koran bukti pembayaran kepada rekanan dan Faktur Pajak; bahwa bukti pemotongan PPH pasal 23, Denda dan jaminan pemeliharaan tidak relevan dengan masalah kasusnya; bahwa bukti pembayaran dapat diyakini; 9.
CV. Putra Riau Abadi (2 Faktur Pajak)
FP No. 010.000.0900000006, PPN sebesar Rp. 10.019.500,00 Menurut Terbanding bahwa bukti Pemungutan PPh tidak ada; bahwa Pembayaran untuk 2 transaksi (2 SPP), namun data yang ada hanya 1 transaksi (1 SPP); bahwa dengan demikian tidak terdapat keyakinan yang cukup memadai bahwa pembayaran sejumlah tersebut dalam rek koran adalah pembayaran untuk faktur pajak dimaksud (terdapat perbedaan nilai antara bukti bayar dengan Faktur Pajak); Menurut Pemohon Banding bahwa bukti telah sesuai yang terdiri dari : Surat Pemintaan Pembayaran ( SPP ), Bukti Pengeluaran Bank, Rekening koran bukti pembayaran kepada rekanan dan Faktur Pajak bahwa bukti pemotongan PPH pasal 23, Denda dan jaminan pemeliharaan tidak relevan dengan masalah kasusnya; bahwa bukti pembayaran dapat diyakini; FP No. 010.000.0900000005, PPN Rp. 7.403.000,00 Menurut Terbanding bahwa bukti Pemungutan PPh tidak ada; bahwa dengan demikian tidak terdapat keyakinan yang cukup memadai bahwa pembayaran sejumlah tersebut dalam rek koran adalah pembayaran untuk faktur
pajak dimaksud (terdapat perbedaan nilai antara bukti bayar dengan Faktur Pajak); Menurut Pemohon Banding bahwa bukti telah sesuai yang terdiri dari : Surat Pemintaan Pembayaran ( SPP ), Bukti Pengeluaran Bank, Rekening koran bukti pembayaran kepada rekanan dan Faktur Pajak; bahwa bukti pemotongan PPH pasal 23, Denda dan jaminan pemeliharaan tidak relevan dengan masalah kasusnya; bahwa bukti pembayaran dapat diyakini; bahwa terkait hasil uji bukti tersebut diatas, di dalam persidangan Terbanding dan Pemohon Banding pada pokoknya menjelaskan hal-hal sebagai berikut : bahwa menurut Pemohon Banding, dalam uji bukti memang benar hanya menunjukkan bukti sampling, mengingat banyaknya bukti yang harus disampaikan dari beberapa kebun maka hanya disampaikan sampling saja; bahwa mengingat jumlah datanya sangat banyak sehingga tidak mungkin Pemohon Banding dapat mengumpulkan semuanya dalam waktu dekat, data sebetulnya sudah diteliti oleh pemeriksa pada waktu pemeriksaan, dengan demikian dalam uji bukti Pemohon Banding hanya memberikan sampling saja dan lengkap semuanya; bahwa Pemohon Banding menyatakan memang dalam uji bukti sisa faktur pajaknya belum disampaikan seluruhnya, karena menurut Pemohon Banding cukup hanya sampling saja, namun sebenarnya fisik faktur pajak tersebut ada semuanya; bahwa menurut Terbanding, dalam sengketa ini bukannya tidak bisa menggunakan sample, namun untuk faktur pajak dapat dipersamakan dengan uang, Faktur Pajak ini diatur dalam undang-undang dan mekanismenya jelas sehingga dalam sidang ini tetap harus dibuktikan, Terbanding tidak dapat serta merta mengakui data yang tidak disampaikan dalam uji bukti saja, karena belum dapat memenuhi uji arus uang arus barangnya apalagi yang tidak disampaikan datanya; bahwa Terbanding menjelaskan fisik faktur pajak belum semuanya disampaikan dalam uji bukti kecuali yang disampling; bahwa berdasarkan penjelasan tersebut diatas, Majelis menanyakan sisa faktur pajak yang belum disampaikan dalam uji bukti, apakah Pemohon Banding akan menyampaikannya dalam uji bukti lagi atau tetap bertahan dengan pendapat Pemohon Banding; bahwa selanjutnya Majelis meminta kepada Pemohon Banding untuk memperlihatkan fisik semua faktur pajak yang dikoreksi, sedangkan mengenai pengujian arus uang dan arus barangnya bisa dilakukan sampling; bahwa menurut Majelis, berdasarkan hasil Uji Bukti Materi atas bukti-bukti sample yang disampaikan Pemohon banding sebanyak 13 Faktur Pajak dengan nilai sebesar Rp.109.969.971,00) atau sebesar 30%, telah mewakili dari jumlah keseluruhan bukti-bukti sebanyak 43 Faktur Pajak dengan nilai total koreksi sebesar Rp. 252.196.271,00, dengan demikian pendapat Terbanding bahwa atas 30 Faktur Pajak tidak dilengkapi bukti pendukung, tidak dapat dijadikan dasar untuk mempertahankan koreksi; bahwa berdasarkan bukti-bukti yang disampaikan Pemohon Banding, Majelis berkeyakinan bahwa atas Pajak Masukan, benar telah di bayarkan oleh Pemohon Banding kepada penjual barang atau pemberi jasa / rekanan, sehingga kepada Pemohon banding seharusnya tidak dibebani tanggung jawab renteng atas kelalaian penjual barang atau pemberi jasa / rekanan; bahwa sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 563/KMK.03/2003 tanggal 24 Desember 2003, bahwa terhitung mulai Februari 2004, Pemohon Banding ( sebagai salah satu BUMN) tidak lagi sebagai wajib pungut PPN, dengan demikian Pajak Pertambahan Nilai dibayarkan melalui rekanan untuk disetorkan ke rekening Kas Negara; bahwa menurut Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPN BM sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan ke Tiga atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan Jasa dan PPN atas BM, menegaskan bahwa :
(2.1) Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN atau PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah; (2.2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2.1) tidak diberlakukan dalam hal : Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual barang atau pemberi jasa; bahwa berdasarkan penjelasan tersebut diatas, selanjutnya Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding sebesar Rp. 252.196.271,00 tidak dapat dipertahankan; bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, koreksi Terbanding yang tetap dipertahankan dan tidak dapat dipertahankan, dapat diikhtisarkan sebagai berikut : Tetap Dipertahankan Uraian Koreksi sendiri
PPN-nya
Nilai Koreksi (Rp)
Harus
(Rp)
dipungut 24.908.677.843,00
10.532.590.054,00
Uraian -Koreksi PM terkait Kebun -Koreksi Hasil Konfirmasi “tidak ada”
14.376.087.789,00
Nilai Koreksi (Rp) 6.366.194.219,00
(Rp) 10.689.265,00
Tidak Dapat dipetahankan (Rp) 6.355.504.954,00
252.196.271,00 6.618.390.490,00
0,00 10.689.265,00
252.196.271,00 6.607.701.225,00
Tetap Dipertahankan
Jumlah
Tidak Dapat dipertahankan (Rp)
bahwa berdasarkan pemeriksaan bukti-bukti, penjelasan dan dokumen yang disampaikan Pemohon Banding dan Terbanding dalam persidangan serta data yang ada dalam berkas Banding, Majelis berpendapat terdapat cukup bukti dan alasan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding atas Keputusan Terbanding Nomor : KEP-389/WPJ.19/2012 tanggal 5 April 2012 tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan BKP dan/atau JKP Masa Pajak Desember 2009 Nomor : 00268/207/09/051/11 tangal 21 April, sehingga penghitungan DPP PPN dan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan menjadi sebagai berikut ; DPP PPN menurut Terbanding ...............................................Rp. 439.423.453.455,00 Koreksi DPP PPN yang tidak dapat dipertahankan .................. Rp. 14.376.087.789,00 DPP PPN menurut Majelis ........................................................ Rp. 425.047.365.666,00 Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Menurut Terbanding Rp. 2.571.886.756,00 Koreksi Pajak Masukan yang tidak dapat dipertahankan Rp. 6.607.701.225,00 Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Menurut Majelis Rp. 9.179.587.981,00
Mengingat
: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
Memutuskan
: Menyatakan Mengabulkan Sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor : KEP-389/WPJ.19/2012 tanggal 5 April 2012 tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2009 Nomor : 00268/207/09/051/11 tangal 21 April, atas nama XXX, sehingga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2009 menjadi sebagai berikut; No
URAIAN
Menurut Terbanding (Rp)
1 Dasar Pengenaan Pajak : Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN: -Ekspor -Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Jumlah Seluruh Penyerahan 2 Perhitungan PPN Kurang Bayar a. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri b. Dikurangi : b.1. Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan b.1. Dibayar dengan NPWP sendiri c. Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan 3 PPN yang kurang dibayar 4 Sanksi administrasi : Bunga Pasal 13 (2) KUP 5 Jumlah PPN yang masih harus dibayar
20.515.389.993,00 404.531.975.673,00 425.047.365.666,00 40.453.197.567,00 9.179.587.981,00 30.209.661.316,00 39.389.249.297,00 1.063.948.270,00 340.463.446,00 1.404.411.716,00
Demikian diputus di Jakarta pada hari Rabu tanggal 29 Mei 2013 berdasarkan musyawarah Majelis X Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut : Drs. Krosbin Siahaan, M.Sc Drs. Sukma Alam, Ak., M.Sc Drs. Seno S. B. Hendra, MM Mustakin, SH., MM
sebagai Hakim Ketua, sebagai Hakim Anggota, sebagai Hakim Anggota, sebagai Panitera Pengganti,
Putusan Nomor : PUT- 50329/PP/M.X/16/2014 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 5 Pebruari 2014, oleh Hakim Ketua, yang ditunjuk dengan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor: Pen.01085/PP/PM/X/2012 tanggal 19 Oktober 2012 juncto Keputusan Ketua Pengadilan Pajak Nomor : KEP-012/PP/2013 tanggal 24 Desember 2013, dengan susunan majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut : Drs. Krosbin Siahaan, M.Sc Drs. Seno S.B. Hendra, M.M Naseri, S.E, M.Si Mustakin, S.H, M.M
sebagai Hakim Ketua, sebagai Hakim Anggota, sebagai Hakim Anggota, sebagai Panitera Pengganti