BAB I Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Masalah (perbatasan darat Indonesia Malaysia) Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan negara lain, yaitu Malaysia. Pulau ini terdapat 2 provinsi yang berbatasan darat dengan Malaysia, salah satunya adalah Provinsi Kalimantan Barat. Kalimantan Barat memiliki dua pintu masuk legal dari pemerintah, yakni di Aruk dan Entikong. Masyarakat yang akan ke Malaysia dari jalur darat di Kalimantan Barat, harus cap paspor di dua wilayah tersebut. ―SANGGAU, KOMPAS.com — Masyarakat Indonesia yang tinggal di wilayah perbatasan antara Kalimantan Barat dan Sarawak, Malaysia, lebih menyukai melakukan kegiatan jual-beli dan barter ke wilayah Malaysia karena mudah dijangkau dengan berjalan kaki. Hal ini disampaikan oleh Dewan Adat Dayak Kecamatan Sekayam, Yordanus Pinjamin.‖1 . Ada banyak pertimbangan yang diutarakan oleh Pinjamin mengenai masyarakat di kawaan perbatasan dalam artikel tersebut. Seperti akses yang jauh lebih mudah ke Malaysia, sistem barter masih bisa digunakan dengan orang lain, adanya penampung hasil bumi di Malaysia, dan masih ada hubungan kekerabatan dengan masyarakat Malaysia. Hal-hal tersebut yang kemudian menjadi pertimbangan masyarakat lebih memilih bertandang ke Malaysia daripada ke wilayah Indonesia lainnya yang relatif jauh. Dari sisi keamanan, kawasan ini didukung oleh 26 pos pengamanan perbatasan (Pos Pamtas) yang diisi oleh aparat militer. Sarana prasarana keamanan dalam jumlah dan kualitas yang memadai sangat diperlukan, karena kawasan ini dicirikan oleh tingginya kegiatankegiatan ilegal sekitar di garis perbatasan, dalam bentuk pembalakan liar, penyelundupan barang, tenaga kerja ilegal, dan sebagainya. Beberapa masyarakat jagoi dan P.Made selaku koordinator Pos Terpadu yang ada diwilayah tersebut juga membenarkan berita tersebut. Selain itu, beliau juga membenarkan bahwa kawasan perbatasan, terutama Jagoi Babang, termasuk wilayah yang sangat bebas. Beberapa wilayah yang belum menjadi border resmi masih terdapat beberapa jalan tikus yang mampu ditempuh masyarakat ke negara seberang. Seorang warga yang menjadi petugas Pos terpadu, bernama Napoleon, juga menjelaskan dan menunjukkan jalan-jalan yang dipergunakan rutin oleh masyarakat untuk menyeberang ke Malaysia. Jalan tembus tersebut menuju desa Stas dan adapula yang menuju Sebobok. Wilayah-wilayah seperti itulah yang memerlukan perhatian ekstra dalam pengawasannya. 1
Informasi tersebut diambil dari sebuah artikel yang dimuat di website: http://batas.bappenas.go.id//index.php?option=com_content&task=view&id=113&Itemid=9 ; yang diakses
pada hari Rabu tanggal 29 Mei 2013 pada pukul 22.00 WIB
Potensi sumberdaya alam wilayah perbatasan di Kalimantan cukup besar dan bernilai ekonomi sangat tinggi, terdiri dari hutan produksi (konversi), hutan lindung, taman nasional, dan danau alam, yang semuanya dapat dikembangkan menjadi daerah wisata alam (ekowisata). Namun demikian secara umum infrastruktur sosial ekonomi di kawasan ini, baik dalam aspek pendidikan, kesehatan, maupun sarana prasarana penunjang wilayah, masih memerlukan banyak peningkatan. Jika dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, kawasan ini masih relatif tertinggal pembangunannya. Hal serupa juga dikatakan oleh P.Mita (ketua RW di Dusun Jagoi Babang) dan beberapa masyarakat Jagoi Babang mengenai wilayah perbatasan. Dalam hal ini, Jagoi Babang merupakan kawasan perbatasan Indonesia Malaysia yang terdapat di kabupaten Bengkayang, akan tetapi belum dibangun border yang bersifat resmi. Untuk kesehatan dan pendidikan merupakan sesuatu yang mahal baik dari segi akses jarak maupun biaya. Rumah sakit terdekat dari kawasan perbatasan Jagoi Babang berada di pusat Kabupaten Bengkayang yang ditempuh 2-3 jam perjalanan roda empat. Pelayanannya pun belum tentu memuaskan. Sedangkan mengenai kualitas pelayanan, menurut P.Mita, P.Jombian, P.Jo dan beberapa warga masih jauh lebih baik Malaysia. Begitu pula mengenai pendidikan, banyak yang membandingkan dengan negara tetangga, yaitu Malaysia. Cucu P.Jombian hampir semua bersekolah di Malaysia. Cucu yang paling kecil memang belum bersekolah, akan tetapi saat sudah waktunya sekolah akan disekolahkan di Malaysia kata beliau. Banyak saudara masyarakat Jagoi yang memilih tinggal dan menetap di Malaysia, jadi sedikit banyak bisa mendengarkan cerita mengenai pelayanan kesehatan dan pendidikan di Malaysia, dan menurut beberapa warga banyak yang menilai bahwa baik pelayanan kesehatan maupun pendidikan, di kawasan itu jauh tertinggal dari Malaysia. Untuk masalah perdagangan, produk Malaysia banyak yang diperjualbelikan oleh masyarakat kawasan perbatasan Jagoi Babang. Produk gula, minyak goreng, makanan ringan, dan banyak produk lainnya didominasi produk produksi Malaysia. Menurut P.Jo (pemilik salah satu warung di Jagoi) dan beberapa pedagang di kawasan ini, produk produksi Malaysia lebih murah karena lebih dekat menyetok barangnya. Apabila produksi Indonesia harus ke Pontianak yang kurang lebih 7-8 jam perjalanan darat. Untuk produk hasil pertanian seperti sahang (merica), beberapa jenis sayur dan buah lokal, kebanyakan akan dijual di pasar Serikin yang berada di wilayah Malaysia dikarenakan jarak yang lebih dekat untuk mengurangi biaya produksi. Hal itupun dibenarkan oleh P.Nogen sebagai kepala dusun Jagoi Babang. beliau tinggal didekat titik nol Indonesia Malaysia, jadi beliau mengetahui garis besar barang-barang Indoneia yang dijual di Malaysia dan sebaliknya.
Secara garis besar, masyarakat perbatasan di Kalimantan Barat memang lebih cenderung untuk bertandang ke Malaysia untuk berjualan hasil perkebunan, sawah, maupun kerajinan tangan mereka seperti tangguk, juah, bubu, ataupun bidai, maupun untuk membeli keperluan sehari hari toko di Malaysia. Hal tersebut terlihat saat observasi dilakukan di Pos Terpadu. Mengenai jual beli barang daerah perbatasan juga dibenarkan oleh pengrajin bidai dan beberapa pemilik toko termasuk P.Nogen selaku Kepala Dusun. Jual beli didaerah perbatasan menggunakan ringgit, sehingga membuat peredaran rupiah di daerah itu sangat minim.
1.1.1. Masyarakat Kawasan Perbatasan Jagoi-Serikin Kabupaten Bengkayang merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Di Kabupaten ini terdapat jalur transportasi darat terdekat ke wilayah Malaysia. Jalur tersebut berada di tengah-tengah jalur border Entikong dan Aruk, sehingga jalur ini sering digunakan sebagai jalur alternatif penduduk Kalimantan Barat saat akan bertandang ke Malaysia. Dari keterangan imigrasi Desa Jagoi sampai saat ini, status jalur yang berada di Kecamatan Jagoi Babang ini masih bersifat ilegal, atau tidak resmi. Sehingga hanya masyarakat yang bertempat tinggal disekitar perbatasan itulah yang bisa melewati jalur ini, hanya saja mereka menggunakan buku khusus yang bernama PLB (Pas Lintas Batas) yang dikeluarkan oleh pihak imigrasi Desa Jagoi. Selain itu, diketahui bahwa Suku Dayak Bidayuh menjadi mayoritas masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan. Selain suku Dayak Bidayuh, di Dusun Risau mayoritas masyarakatnya merupakan suku Dayak Bekatik. Selain dua subsuku dayak tersebut, di desa Jagoi juga terdapat beberapa masyarakat transmigran dari Jawa dan Madura, akan tetapi, dalam lingkup wilayah desa, Dayak Bidayuh masih menjadi Mayoritas suku di kawasan itu. Untuk bahasa sehari-hari setiap subsuku Dayak berbeda di setiap wilayah. P. Nogian sebagai Kepala Dusun Jagoi Babang menjelaskan, bahwa berbeda subsuku, berbeda pula bahasa daerahnya. Suku dayak yang masih sama subsuku tetapi berbeda wilayah tinggalnya pun sudah berbeda bahasa, seperti halnya bahasa adat Bekatik berbeda dengan Bidayuh. Selain itu, sesama suku Dayak Bidayuh tetapi satu kelompok tinggal di Jagoi, yang satu lagi tinggal di Sebujit, itupun sudah berbeda bahasa. Untuk suku lain ada beberapa dari transmigran yang tinggal di kawasan tersebut. Sehingga, bahasa yang digunakan antar suku untuk berkomunikasi adalah bahasa Indonesia. Dengan keadaan kawasan perbatasan seperti seperti yang telah sedikit dijelaskan, sungguh sangat mengherankan apabila pemerintah Indonesia masih belum mengambil langkah yang signifikan dalam upaya membangun kawasan perbatasan.
1.1.2. Kasus Konflik Implementasi Kebijakan Pemerintah Dengan Masyarakat Kawasan perbatasan merupakan daerah yang memerlukan perhatian ekstra dalam pengembangannya. Dalam pelaksanaannya, banyak kebijakan belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. Beberapa cerita konflik dengan masyarakat seperti yang diceritakan oleh P.Mijen, beliau adalah sekretaris Forum Masyarakat Adat, bahwa pernah ada program pelebaran dan pengaspalan jalan di Dusun Sei Take menuju Desa Sekida. Proyek pengaspalan jalan ini merupakan proyek dari pemerintah pusat, dari Jakarta. Dari segi luas jalan, memang mulai dari perempatan Sei Take terlihat sangat luas. Akan tetapi, ketika akan masuk ke desa Sekida, jalan tersebut menyempit. Dahulu, ada informasi bahwa proyek tersebut sempat bermasalah dengan warga sekitar. Hal tersebut dikarenakan ada tanah warga yang ikut tertimpa proyek pengaspalan jalan, sedangkan tidak ada obrolan dengan seluruh warga yang memiliki tanah di sekitar areal jalan yang akan diaspal. Hal tersebut terjadi diluar kesepakatan dengan masyarakat yang memiliki tanah. Konflik tersebut sempat menunda pekerjaan pelebaran jalan. Saat ini sudah tidak ada konflik dengan masyarakat. Walaupun begitu, pengaspalan jalan berhenti sampai waktu yang tidak ditentukan. Sampai saat ini, jalan Sei Take ke Desa Sejaro masih berpasir dan kerikil. Kasus berbeda didapat dari P.Obaja, beliau adalah Ketua BAPPEDA periode ini, beliau bercerita mengenai adanya proyek pembuatan penampungan air bersih di Kecamatan Jagoi Babang. Proyek tersebut merupakan program dari pemerintah pusat. Akan tetapi, saat pelaksanaannya, tidak ada koordinasi dengan pemerintah kabupaten maupun kecamatan, sehingga saat tanggal yang ditentukan untuk memulai pelaksanaan proyek, ternyata lokasi pembangunan penampungan air tersebut belum ditentukan. Akibatnya adalah peralatan untuk membangun penampungan air tersebut sempat mangkrak beberapa hari di wilayah Jagoi Babang, dan akhirnya peralatannya ditarik kembali. Kasus mengenai konflik dan kesalahan koordinasi masih menjadi masalah yang sering terjadi saat implementasi kebijakan di Kawasan Jagoi Babang. Beberapa konflik dengan masyarakat yang bisa berakibat hukum adat, sampai tidak adanya koordinasi antar pemangku kepentingan yang berakhir pada tidak terlaksananya program dengan baik.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian Dengan beberapa permasalahan yang muncul saat implementasi kebijakan di kawasan Jagoi Babang, maka muncul pertanyaan penelitian : Bagaimana komunikasi, trust, dan lokalitas diakomodasi dalam proses implementasi kebijakan di Desa Jagoi Babang?
1.3. Tujuan Penelitian a. Mengetahui lokalitas dalam implementasi kebijakan di lokasi penelitian b. Mengetahui jalur komunikasi dalam implementasi kebijakan terhadap masyarakat Desa Jagoi khususnya masyarakat Suku Dayak Bidayuh. c. Mengetahui akomodasi proses komunikasi dan trust dengan lokalitas dalam implementasi kebijakan kawasan perbatasan.
1.4.
Manfaat Penelitian
a. Menambah pengetahuan pengelolaan masyarakat kawasan perbatasan bagi masyarakat umum. b. Menambah pengetahuan mengenai Suku Dayak yang tinggal di kawasan perbatasan c. Hasil penelitian dapat digunakan oleh pemerintah atau instansi terkait sebagai referensi pembuatan program dikawasan perbatasan yang lebih relevan. d. Hasil penelitian dapat digunakan untuk referensi penelitian selanjutnya, terutama penelitian kawasan perbatasan.