1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di Indonesia menurut Irawan (www.marketing.co.id, 21 Januari 2012), konsumen Indonesia memiliki sepuluh karakter unik.Pada salah satu karakter unik konsumen Indonesia adalah konsumen Indonesia cenderung pembeliannya impulsif atau tidak terencana. Pernyataan ini didukung oleh studi yang dilakukan The Nielsen Company tentang tren pebelanja di kotakota besar di Indonesia semakin impulsif (www.tempo.co, 21 Juni 2011). Menurut Ramaun (www.tempo.co, 21 Juni 2011), berdasarkan studi yang dilakukan di Jakarta, Bandung, Surabaya, Makasar, dan Medan, sebanyak 21% pembelanja pada tahun 2011 tidak pernah membuat rencana belanja, dibandingkan pada tahun 2003 hanya 11%. Dari 39% pembelanja yang merencanakan pembeliannya, tetapi selalu ada pembelian lagi diluar rencana.
Berdasarkan
riset
dari
Frontier
Consulting
Group
(www.marketing.co.id, 14 Februari 2012) menunjukkan bahwa pembelian impulsif di Indonesia relatif sangat tinggi. Jika dibandingkan dengan Amerika, sekitar 15% hingga 20% lebih tinggi di Indonesia. Hal ini memperlihatkan bahwa perilaku belanja di Indonesia relatif tidak teratur
1
bila dibandingkan dengan masyarakat Australia.Di Australia lebih dari setengah warganya memiliki pola belanja tertentu seperti berbelanja pada hari dan jam tertentu. Perilaku pembelian impulsif pun dapat terlihat dari sulitnya produk-produk yang membutuhkan perencanaan seperti asuransi untuk tumbuh di Indonesia. Di Indonesia total pasarnya hanya sekitar 1,7% dari total GDP, angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan pasar asuransi di negara maju, yaitu sekitar 3,5% dari total negara tersebut, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti budaya, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan yang relatif masih rendah (www.marketing.co.id, 14 Februari 2012).
Hasil studi menunjukkan bahwa pembelian impulsif terjadi di toko ritel (Kollat dan Willet, 1969). Perkembangan ritel modern di Indonesia (www.marketing.co.id, 3 Januari 2013) dari tahun 2007 hingga 2012 mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Tercatat bahwa pada tahun pada 2011 jumlah ritel modern mencapai 18.152 gerai yang tersebar di seluruh kota di Indonesia. Pertumbuhan tersebut sejalan dengan pertumbuhan penjualan yaitu naik antara 10% hingga 15% per tahun. Jenis toko ritel seperti hipermarket, minimarket, dan supermarket yang berkontribusi
besar
terhadap
pertumbuhan
ini.
Sebagai
contoh
perkembangan hipermarket Carrefour dalam enam tahun terakhir sudah tersebar ke luar Jakarta, yaitu di Yogyakarta, Surabaya, Semarang, Palembang, dan Makasar (www.marketing.co.id, 3 Januari 2013). Di Yogyakarta (www.kompas.com, 3 Desember 2013), ada lima mall yang
2
masih dalam proses pembangunan, yaitu Sahid Yogya Lifestyle City, Jogja City Mall, Lippomall Yogyakarta, Hartono Lifestyle Mall, dan Malioboro City. Mall-mall baru tersebut akan bersaing dengan mall yang telah ada sebelumnya seperti Malioboro Mall, Ambarukmo Plaza, Galeria Mall, dan Jogjatronic (www.kompas.com, 3 Desember 2013). Contoh lain adalah minimarket Indomaret yang telah tersebar tidak hanya di Yogyakarta saja tetapi hingga di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Semarang, Makassar, Lampung, Palembang, Medan dan Lombok (www.swa.co.id, 3 Februari 2013). Tercatat pada tahun 2011 gerai Indomaret di Indonesia yaitu 6.003 (www.swa.co.id, 3 Februari 2012). Ketatnya persaingan dalam industri ritel tersebut, menuntut penerapan strategi pemasaran yang akurat guna untuk meningkatkan terus penjualan produk.
Peningkatan penjualan produk merupakan tujuan dari suatu bisnis, perilaku pembelian seseorang dapat didasarkan secara umum merupakan perilaku pembelian terencana dan impulsif. Untuk mencapai tujuan tersebut penting bagi pemasar untuk mengetahui produk mana saja yang biasa dibeli secara terencana dan impulsif agar pemasar dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli produk. Menurut Abrahams, (1997), Smith, (1996), dan Sfiligoj dalam Kacen dan Lee (2002), di Amerika Serikat terhitung lebih dari 80% semua pembelian ketegori produk secara impulsif dan produk baru yang lebih banyak dibeli secara impulsif. Studi pada tahun 1997 menemukan bahwa sekitar $4,2 milyar
3
setahun produk terjual secara impulsif (Mogelonsky, 1998), dalam Kacen dan Lee, (2002). Perilaku pembelian impulsif bagi pemasar menurut Kollat dan Willet (1969), dapat didorong melalui promosi di dalam toko. Promosi di dalam toko dapat membantu pembeli mengingat suatu produk tertentu atau produk yang baru karena pembeli terkadang menentukan keputusan pembelian didalam toko dari pada mengikuti daftar belanjanya. Menurut Prawono, dkk (2013), faktor yang mempengaruhi seseorang membeli produk secara impulsif adalah obral, iklan, dan pameran toko (displaytoko). Hal yang sama menurut Divianto (2013), bahwa promosi penjualan, display toko, dan personal selling mempengaruhi keputusan pembelian impulsif di dalam toko.
Menurut Dharmmesta dan Handoko (2008), tugas pokok pemasar adalah
mengidentifikasi
konsumen
untuk
barang-barang,
menilai
kebutuhan konsumen sekarang, serta memperkirakan kebutuhan yang akan datang. Ini menunjukkan bahwa analisa segmentasi pasar inti dari strategi pemasaran. Mengutip Dharmmesta dan Handoko (2008; 122), “segmen pasar adalah membagi pasar menjadi segmen-segmen pasar tertentu yang dijadikan sasaran penjualan, yang akan dicapai dengan marketing mix tertentu”.Menurut Dharmmesta dan Handoko (2008), variabel demografi dapat menjadi dasar untuk analisa segmentasi pasar seperti, umur, jenis kelamin, ukuran keluarga, tingkat pendidikan, siklus keluarga, kelas sosial, kesukuan, agama, dan lain-lain.
4
Beberapa hasil penelitian terdahulu tentang pembelian impulsif berdasarkan variabel demografi tidak selalu membuktikan hasil yang sama.Hasil penelitian pembelian impulsif berdasarkan usia menurut Činjarević (2010) dan Kosasi (2014),menemukan bahwa kelompok usia muda lebih impulsif dari kelompok usia tua. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Verplanken dan Herabadi pada studi kedua (2001) danMai et
al.,
(2003)
menunjukkan
adanya
hubungan
negatif
antara
kecenderungan pembelian impulsif dengan usianya. Hal ini berbeda pada studi pertama yang dilakukan oleh Verplanken dan Herabadi (2001), bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan pembelian impulsif dengan usianya. Hasilberbeda menurut Widawati (2011), kelompok usia tuateruji lebih impulsif pembeliannya dari kelompok usia muda. Sedangkan menurut Mulyono (2012)tidak teruji signifikan seluruhnya, hal ini berarti ada berapa kelompok usia tua yang lebih impulsif pembeliannya dari kelompok usia muda.
Penelitian tentang pembelian impulsif berdasarkan jenis kelamin yang dilakukan oleh Verplanken dan Herabadi (2001), Činjarević (2010), Kosasi (2014), Mulyono (2012), dan Widawati (2011), bahwa perempuan lebih impulsif pembeliannya dari laki-laki. Hasil yang berbeda ditunjukkan dari penelitian Mai et al., (2003), bahwa perempuan cenderungan pembeliannyalebih impulsif dari laki-laki tidak teruji, ini menujukkan bahwa tidak ada perbedaan pembelian impulsif antara lakilaki dan perempuan.
5
Hasil penelitian Činjarević (2010) dan Kosasi (2014) berdasarkan status perkawinan adalah kelompok orang yang memiliki status belum kawin pembeliannya lebih impulsif dari kelompok orang yang berstatus kawin. Hasil temuan ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Widawati (2011), dimana kelompok orang yang berstatus kawin lebih impulsif dari kelompok orang yang belum kawin.
Penelitian tentang pembelian impulsif berdasarkan pendidikan, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kosasi (2014), menunjukkan bahwa seseorang yang tingkat pendidikannya rendah akan lebih impulsif dari seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi. Hal ini berbeda oleh temuan Mulyono (2012), bahwa tidak ada perbedaan kecenderungan pembelian impulsif antar kelompok yang berpendidikan tinggi dengan kelompok yang berpendidikan lebih rendah.
Hasil penelitian pembelian impulsif berdasarkan pendapatan yang dilakukan
oleh
Widawati
(2011),
yaitu
kelompok
orang
yang
berpendapatan tinggi lebih impulsif dari kelompok yang berpendapatan lebih rendah. Hasil yang berbeda dengan Mai et al., (2003), bahwa tidak teruji sepenuhnyakelompok orang yang berpenghasilan rendah selalu lebih impulsif pembeliannyadari kelompok orang yang berpenghasilan lebih tinggi.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Verplanken dan Herabadi (2001) yang dilakukan di Universitas Nijmegen, Netherland telah menemukan
6
produk-produk yang dibeli secara impulsif. Produk-produk tersebut antara lain CD (compact disc), LP (phonograph record), novel, buku studi, komik, pakaian, bunga, parfum, kosmetik, camilan asin, permen batangan, coklat, kue kering, permen, bir Belgian dan minuman anggur. Menurut Magelonsky, (1998) dalam Kacen dan Lee (2002) permen dan majalah termasuk produk yang dibeli secara impulsif dan dalam setahun penjualannya di Amerika Serikat mencapai sekitar $4,2 milyar. Akan tetapi dalam penelian Verplanken dan Herabadi (2001), majalah termasuk produk yang dibeli secara terencana. Menurut Mai et al., (2003), jenis produk yang dibeli secara impulsif paling sering di Vietnam adalah pakaian dan sepatu. Hal ini menunjukkan bahwa jenis produk yang dibeli secara impulsif di tiap negara bisa berbeda.
Menurut Hofstede et al., dalam The Hofstede Centre (2010), tingkat dimensi indulgence (sejauh mana orang mencoba untuk mengendalikan keinginan mereka) terdapat perbedaan di Vietnam, Indonesia, Norway, dan Netherland. Berdasarkan data pada The Hofstede Centre yaitu Vietnam sebesar 35, Indonesia sebesar 38, Norway sebesar 55, dan Netherland sebesar 68. Tingkat indulgence yang tinggi berarti perilaku orang untuk mencoba mengendalikan keinginan semakin rendah atau lebih impulsif. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat impulsif setiap negara tersebut berbeda-beda.
7
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penting bagi pemasar untuk mengetahui tingkat pembelian impulsif. Jika pemasar dapat menganalisis tingkat pembelian impulsif konsumen berdasarkan demografi, pemasar dapat menentukan segmen mana yang dapat disasar sehingga strategi pemasaran dapat sesuai dengan karakteristik demografi konsumen impulsif. Hasil penelitian pembelian impulsif berdasarkan demografi tidak selalu menunjukkan hasil yangsama, sehingga hal ini menjadi penting untuk diteliti kembali untuk mencari hasil mana yang lebih banyak teruji. Tidak hanya variabel demografi saja yang menjadi hal penting tetapi juga jenis produk apa saja yang dibeli konsumen secara impulsif. Seperti hasil penelitian diatas tentang jenis-jenis produk yang dibeli konsumen secara impulsif hasilnya beragam. Keragaman ini dapat dipengaruhi oleh budaya masyarakat di negara-negara tertentu yang berbeda-beda (Hofstede Centre, 2010). Dengan demikian penulis merasa penting untuk melakukan penelitian tentang jenis–jenis produk yang dibeli secara impulsif, khususnya jenis produk yang di daerah atau lokal khususnya di Yogyakarta.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana
karakteristik
demografi
konsumen
yang
memiliki
kecenderungan pembelian impulsif secara umum.
8
2. Jenis produk apa saja yang umumnya dibeli konsumen secara impulsif di toko ritel. 3. Bagaimana kaitan antara kecenderungan pembelian impulsif konsumen dengan jumlah jenis produk yang dibeli secara impulsif. 4. Bagaimana kaitan antara kecenderungan pembelian impulsif konsumen dengan frekuensi pembelian produk yang dibeli secara impulsif. 5. Bagaimana kecenderungan pembelian impulsif konsumen didasarkan pada usia. 6. Bagaimana kecenderungan pembelian impulsif konsumen didasarkan pada jenis kelamin. 7. Bagaimana kecenderungan pembelian impulsif konsumen didasarkan pada status perkawinan. 8. Bagaimana kecenderungan pembelian impulsif konsumen didasarkan pada pendidikan. 9. Bagaimana kecenderungan pembelian impulsif konsumen didasarkan pada pendapatan.
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Menganalisis karakteristik demografi konsumen yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif secara umum.
2.
Menganalisis jenis produk apa saja yang umumnya dibeli konsumen secara impulsif di toko ritel.
9
3.
Menganalisis kaitan antara kecenderungan pembelian impulsif konsumen dengan jumlah jenis produk yang dibeli secara impulsif.
4.
Menganalisis kaitan antara kecenderungan pembelian impulsif konsumen dengan frekuensi pembelian produk yang dibeli secara impulsif.
5.
Menganalisis
perbedaan
kecenderungan
pembelian
impulsif
pembelian
impulsif
pembelian
impulsif
pembelian
impulsif
pembelian
impulsif
konsumen didasarkan pada usia. 6.
Menganalisis
perbedaan
kecenderungan
konsumen didasarkan pada jenis kelamin. 7.
Menganalisis
perbedaan
kecenderungan
konsumen didasarkan pada status perkawinan. 8.
Menganalisis
perbedaan
kecenderungan
konsumen didasarkan pada pendidikan. 9.
Menganalisis
perbedaan
kecenderungan
konsumen didasarkan pada pendapatan.
10
1.4
Manfaat Penelitian
1.
Bagi manajer pemasaran, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk mengetahui karakteristikkonsumen yang memiliki kecenderungan impulsif. Bagi pemasar toko ritel dapat digunakan sebagai acuan untuk mempengaruhi pembelian produk-produk yang dibeli secara impulsif dengan cara memperindah tampilan toko dan penataan yang mudah dijangkau. Pemasar produsen produk-produk yang dibeli secara impulsif juga dapat merancangkan strategi untuk kelompok pasar yang kecenderungan pembeliannya impulsif seperti mendesain kemasan dan produk dengan menarik, merancang promosi, menetapkan harga murah, dan memperluas pendistribusian.
2.
Bagi akademisi, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil temuan peneliti terdahulu dengan hasil penelitian ini. Hasil dari temuan-temuan yang terdahuluseperti Verplanken dan Herabadi (2001), Mai et al., (2003), Mulyono (2012), Činjarević (2010), Widawati (2011), dan Kosasi (2014)tidak semuanya terujihasilnya selalu sama dengan penelitian lainnya, sehingga penelitian ini akan berkontribusi sebagai literatur untuk penelitian selanjutnya.
1.5
Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian ini hanya menganalisis karakteristik demografi kelompok pembelian impulsif secara umum, jenis-jenis produk
11
yang dibeli secara impuslif, jumlah pembelian produk yang dibeli secara impulif, frekuensi pembelian jenis produk yang dibeli secara impulsif, kecenderungan pembelian impulsif berdasarkan variabel demografi yaitu jenis kelamin, usia, status perkawinan, pendapatan, dan pendidikan.
12