:z= -:I
Cl:
-
:z=
==··
en
-
.t-
::.:::
D-
et
....... .
CC •
·
ca
La.I
Cl:
= en
1:1-
-:I lCI:
..... Cl: .=-=:
....
=-=
Cl:
~
«CD ~ "'Lt) o- 00)) « ....
6a! ~ e ·~ s ...,:z
00
t:::
0.« CD
CD
ex:
w
W
Z
o.
KATA PENGANTAR CETAKAN PERTAMA
Hak cipta yang dilindungi Undang-undang pada : Pengarang .Hak Penerbitan pada
Penerbit PT. Citra Aditya Bakti
Cetakan ke I
Tahun 1975
fCetakan
ke X
Tahun 1995
No. Kode Penerbitan
77 AH 003
Sebagian atau seluruhnya isi buku ini dilarang digunakan atau diperbanyak dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari Penerbit Citra Aditya Bakti, kecuali dalam hal pengutipan untuk keperluan penulisan artikel atau karangan i1miah Computer setting, layout, oleh penerbit PT. CITRAADITYA BAKTI
ISBN: 979 - 414 -125 - 9
Berlainan dari penulis-penulis lain yang memakai istilah " perjanjian -perjanjian khusus" atau " perjanjian-perjanjian tertentu", saya dengan sengaja mema kai istilah ''<meka perieniisn". Istilah "perjanjian-perjanjian khusus" adalah terjemahan dad istilah Belanda "bijzondere overeenkomsten" sebagaimana istilah "delik-delik khusus" adalah terjemahan dari istilah Belanda "bijzondere delicten·". . Perkataan.i'khusus" dipakainya disitu untuk menunjukkan bahwa itu merupakan ·lawan dari perjanjian pada umumnya atau tindak-pidana pada umumnya. .-. Karena yang dimaksudkan sebenarnya adalah macam-macamnya perjanjian yang ada menurut undang-undang, yaitu: jual-beli, sewa-rnenyewa, perjanjian untuk melakukan pekerjaan, perjanjian pemberian kuasa, dan lain-lain, maka saya berpendapat bahwa istilah "aneka perjanjian " lebih tepat dan lebih jelas menggambarkan apa yang kita maksudkan , yaitu bahwa kita akan membahas bermacam-macam perjanjian . . Juga berlainan dari penulis -penulis lain yang dibawah'nama "perjanjian-perjanjian khusus/tertentu" itu hanya membahas perjanjian-perjanjian yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukurn Perdata atau Burgerlijk Wetboek (B.W.), disini akan saya bahas pula suatu perjanjian yang tidak terdapat pengaturannya dalam B.W. karena dilahirkan dalam praktek sehari-hari yaitu sewa-beli dan juga suatu perjanjian , yang meskipun dipa'kcii oleh rakyat dalam kehidupannya sehari-hari, tidak pula diatur dalam B.W. tetapi menemukan 'penqaturannve dalam berbagai perundang-undangandiluar B.W., yaitu perjanjian pen gangkutan. Bandung ,Juni 1975
Penulis .
Anggota IKAPI
iv
v
KATA PENGANTAR CETAKAN KE5EPULUH
Disertai dengan rasa syukur kepada Yang Kuas a, penerbitan buku ini telah sampai pada Edisi/Cetakan yang kesepuluh. Edisi kesepuluh ini diterbitkan tanp a perubahan materi , hanya sampuI buku saja yang mengalami perub ahan . Dengan demikian kami harapkan selalu dapat memberikan kepuasan kepad a para pembaca, juga kami senantiasa mengharapkan kritik yang membangun . Bandung, Agu stus 1995 Penerbit
DAFTAR 151 Kala Penganlar pada cetakan pertama Kala Penganlar pada cetakan kesepuluh Daftar Isi Bab. ke I
vi
JUAL-BELI 1. Definisi 2. Saallerjadinya perjanjian jual-beli 3. Kewajiban-kewajiban si penjual 4. Kewajiban-kewajiban si pembeli. 5. Soal risiko dalam perjanjian jual-beli 6. Jual-beli dengan hak membeli kembali 7. Jual-beli piulang dan lain-lain hak lak bertubuh 8. Hak reklame 9. Jual-be li barang orang lain
. .. .
.:
. . .. . .. . . . . .
v vi
1
1 2 8
20 24 28 31 32 33
vii
V
Bab ke 11
TUKAR -MENUKAR . . . . • . . . . . .• . . . . . . . . .1 35
•..; Bab ke XI
PINJAM-PAKAI ' .' : . . 118 1. Ketentuan-ketentuan umuni ' 118 2. Kewajiban-kewajiban si peminjam 121 3. Kewajiban-kewajiban orang yang meminjamkan . . 123
" Bab ke XII
PINJAM MEMINJAM 125 1. Ketentuan-ketentuan umum 125 2. Kewajiban-kewajiban orang yang meminjamkan . . 127 3 . Kewajiban-kewaj iban si peminjam 128 4. Meminjamkan dengan bunga 128
~--.... =-::..-- - .
v
Bab ke II I
SEWA'·MENYEWA 39 1. Definisi 39 2 . Kewajiban-kewajiban pihak yang menyewakan 42 43 3 . Kewajiban -kewajiban si penyewa "4 . Per ihal risiko dalam sewa-menyewa 44 5 ., Gangguan dari pihak ketiga 45 6 . Mengulang-sewakan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 46 7. Sewa t ert ulis dan sewa lisan 47 48 8 . Jual -beli t idak memutuskan sewa-menyewa 9. Pandbeslag 49 10. Sewa-menyewa pe rurnahan 49 51
Bab ke IV
SEWA·B ELI
Bab ke V
PERJANJIAN UNTUK MELAKUKAN P E KER J AA N : 57 1 . Defin isi'.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 57 59 2 . Perjanj ian kerja/perburuhan . 3. Pe rjanjian pemborongan-peke rjaan . . . . . . . . . . . 65
..I Bab ke XIV PEMBERIAN KUASA 1. Definisi 2 . Kewajiban-kewajiban si kuasa 3. Kewajiban-kewaj iban si pemberi kuasa 4. Berakhirnya pemberi'an kuasa "
Bab ke V
PENGANGKUTAN
69
Bah ke VII
PERSEKUTUAN . . .. . .. .. ... . . .. . . . . . . . . : 1. Defin isi . . : " 2. Hubungan antara para sekutu 3. Hubungan para sekutu dengan pihak ketiga ' . ~ . . .. 4 . Macam-macam cara berakhirnya persekutuan .... .
75 75 77 83 85
Bab ke V II I PERKUMPULAN
89
PENGHIBAHAN 94 1. Defin isi. Ketentuan -ketentuan umum . . . . . . . . . 94 2. Kecakapan untuk memberi dan menerima hibah . . 100 3. Caranya menghibahkan sesuatu ' 101 104 4 . Penar ikan kembal i dan penghapusan hibah . . ~
Bab ke X
PENITIPAN BARANG 107 1. Penitipan pada umumnya dan berbagai macamnya 107 2 . Panitipan barang yang sejati 108 3 . Sekestrasi : 11 5
vi ii
Bab ke XV
140 140 14 6 148 151
PENANGGUNGAN UTANG ' 1. Definisi dan sifat-sifat penanggungan 2 . Akibat-akibat penanggungan antara kreditor dan penanggung 3 . Akibat-akibat penanggungan antara si berutang dan sipenanggung dan antara para penanggung sendiri . 4. Hapusnya penanggungan
Bab ke XVI PEROAMAIAN
.
163 163
167 171 175 177
Bab ke XVII ARBITRASE ..... .... .. ... .. .. ..... . • 181
Bab ke IX
,
132 132 133 138
Bab ke XIII PERJANJIAN UNTUNG-UNTUNGAN 1. Definisi ' ',' 2. Bunga caqak-hidup ,3 . Perjudian dan pertaruhan
DAFTAR PERSOALAN/ISTILAH MENURUT A"BJAD
. 184
YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG
. 195
ix
Bab ke I JUAL~BELI
1. DEFINISI.
Jual-beli (menurut B.W.) adalah suatu perjanjian bertimbalbalik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejurnlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik terse but. Perkataan jual-beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yanq lain dinamakan membeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang x
bertimbal-balik.itu adalah sesuai denqan istilah Belanda "koop en verkoop" yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu "verkoopt" (rnenjual) sedang yang lainnya "koopt" (membeli). Dalam bahasa Inggeris [ual-beli disebut dengan hanya "sale" saja yang berarti "penjualan" (hanya dilihat dari sudutnya si penjual), begitu pula dalarn bahasa Perancis disebut hanya dengan "vente" yang juga berarti "penjualan", sedangkan dalam bahasa Jerman dipakainya perkataan "Kauf" yang berarti "pembelian" . Barang yang menjadi obyek perjanjian jual-beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan ujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli. Dengan demikian adalah sah menurut hukum misalnya jual-beli mengenai panenan yang akan diperoleh pada suatu waktu dari sebidang tanah tertentu. Jual-beli yang dilakukan dengan percobaan atau mengenai barang-barang yang biasanya dicoba terlebih dahulu, selalu dianggap telah dibuat dengan suatu syarat-tangguh (pasal 1463 B.W.). Dengan dernikian maka jual -beli mengenai sebuah lemari es, meskipun barang dan harqa sudah disetujui, baru jadi kalau barangnya sudah dicoba dan memuaskan. Begitu pula halnya dengan jual-beli sebuah pesawat radio atau televisi. 2. SAAT TERJADINYA PERJANJIAN JUAL-BELI.
KONSENSUAL
Unsur-unsur pokok ("essentialia")perjanjian jual-beli adalah barang dan har1a. Sesuai dengan asas "konsensualisme" yang menjiwai hukum perjanjian B.W., perjanjian jual-beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya "sepakat" mengenai barang dan harga. Begitu kedua pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual-beli yang sah. Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 yang berbunyi: "Jual-beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar".
Apakah yang dinamakan "konsensualisme" itu ? Konsensuaiisme berasal dari perkataan "konsensus" yang berarti kesepakatan. Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa diantara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya: apa ya~g dikehendaki oleh yang satu adalah pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua kehendak itu bertemu dalam "sepakat" tersebut. Tercapainya sepakat ini dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan , perkataan2, miSalnya:"setuju", "accoord", "oke" dan lain-lain sebagainya ataupun dengan bersama-sarna menaruh tanda-tangan dibawah pernyataan-pernyataan. tertulis sebagai tanda (bukti) bahwa kedua belah pihak telah rpenyetujui segala apa yang tertera diatas tulisan itu. Bahwa apa yang dikehendaki oleh yang satu itu adalah juga yang dikehendaki oleh yang lain atau bahwa kehendak mereka adalah "sama", sebenarnya tidak tepat . Yang betul adalah bahwa yanqmereka kehendaki adalah "sama dalam kebalikannya". Misalnya : yang satu ingin melepaskan hak miliknya at as suatu barang asal diberi sejumlah uang tertentu sebagai qantinya, sedang yang lain ingin memperoleh hak milik atas barang terse but dan bersedia memberikan sejumlah uang yang disebutkan itu sebagai gantinya kepada si pemilik barang . Sebagaimana diketahui, hukum perjanjian dari B.W. menganut asas konsensualisme. Artinya .ialah : hukum perjanjian dari B.W. itu menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu (dan dengan dernikian "perikatan" yang ditimbulkan karena. nya) sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsen' sus sebagaimana 'dimeksudkan diatas. P~da detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat , bukannya pada detik-detik lain yang terkemudian atau yang sebelumnya. Dari mana dapat kit a ketahui atau kit a simpulkan bahwa hukum perjanjian B:W. rnenqanut asas konsensualisme itu ? Menurut pendapat kami, asas tersebut harus kita simpulkan dari pasal 1320, yaitu pasal yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan tidak dari pasal 1338 (1) seper-
2
3
ti diajarkan oleh beberapa penulis . Bukankah oleh pasal 1338 (1) yang berbunyi : "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya" itu dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjan jian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu undang-undang. Kekuatan seperti itu diberikan kepada "semua perjanjian yang dibuat secara sah". Apakah yang dinamakan "perjanjian yang (dibuat secara) sah" itu ? Jawabannya diberikan oleh pasal 1320 yang menyebutkan satu persatu syarat-syarat untuk perjanjian yang sah itu. Syarat-syarat itu adalah : 1. sepakat, 2. kecakapan, 3. hal tertentu dan 4. causa (sebab, isi) yang halal. Dengan hanya disebutkannya "sepakat" saja tanpa dituntutnya sesuatu bentuk-cara (formalitas) apapun,sepertinya tulis an ', pemberian tanda atau panjer dan lain sebagainya, dapat kita simpulkarr bahwa bilarnana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau rnenqikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Adanya yang dinarnakan perjanjian-perjanjian "formal" atau pula yang dinamakan perjanjian-perjanjian "rill" itu me rupakan kekecualian. Perjanjian formal adalah misalnya perjanjian "perdamaian" yang menunit pasal 1851 (2) B.W. harus diadakan secara tertulis (kalau tidak maka ia tidak sah), sedangkan perjanjian rill adalah misalnya perjanjian "pinjarn-pakai" yang menurut pasal 1740 baru tercipta dengan diserahkannya barang yang menjadi obyeknya atau perjanjian "penitipan" yang menurut pasal 1694 baru terjadi dengan diserahkannya barang yang dititipkan. Untuk perjanjian-perjanjian ini tidak cukup dengan adanya sepakat saja, tetapi disamping itu diper - . lukan suatu formalitas atau suatu perbuatan yang nyata (riil) . Sudah jelaslah kiranya bahwa asas konsensualisme itu harus kita simpulkan dari pasal 1320 dan bukannya dari pasal 1338 (1). Dari pasal yang terakhir ini lajimnya disimpulkan suatu asas lain dari hukum perjanjian B.W., yaitu adanya atau dianutnya sistem terbuka atau asas kebebasan berkontrek
nya ialah dengan jalan menekankan pada perkataan "semua" yang ada dirnuka perkataan "perjanjian". Dikatakan bahwa pasal 1338 (1) itu seolah-olah membuat suatu pernyataan (proklamasi) bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian aPa saja dan itu akan mengikat kita sebagaimana mengikatnya undang-undang. Pembatasan terhadap kebebasan itu hanya berupa apa yang dinamakan "ketertiban dan kesusilaan urnum". Sebab apa hukum perjanjian mengambil asas konsensualisme itu? Diambilnya asas konsensualisme 'tersebut yang berarti "perkataan sudah mengikat" adalah menurut Prof . Eggens suatu tuntutan kesusilaan (zedelijke eis). Dikatakan bahwa itu merupakan suatu puncak peningkatan martabat manusia yang tersimpul didalam pepatah "een man een man, eerrwoord een woord". Yang dimaksudkan adalah bahwa dengan diletakkannya kepercayaan pada perkataan ' orang, si orang ini ditingkatkan martabatnya setinggi-tingginya sebagai manusia . Memanglah benar apa yang dikata'kan oleh Prof. Eggens itu, bahwa ketentuan bahwa orang harus dapat dipegang perkataannya itu adalah suatu tuntutan kesusilaan, memang benar bahwa kalau orang ingin dihargai sebagai manusia ia harus dapat dipegang perkataannya atau ucapannya, namun bagi Hukum yang ingin menyelenggarakan ketertiban dan menegakkan keadilan dalam masyarakat , asas konsensualisme itu merupakan suatu tuntutan kepastian hukum. Bahwa oran,9 yang hidup dalam rnasyarakat yang teratur harus dapat dipegang perkataan atau ucapannya (dipegang "mulutnya") itu merupakan suatu tuntutan kepastian hukum yanq merupakan satu sendi yang mutlak dari suatu tata -hukum yang baik . Pasal 1338 (1) yang menyatakan bahwa perjanjian mengikat sebagai undang-undang tidak memberikan kriterium untuk apa yang dinamakannya perjanjian itu. Apakah untuk perjanjian itu sudah cukup apabila sudah dicapai sepakat ataukah masih diperlukan syarat-syarat lain? Jawaban diber~kan oleh pasall320: cukup apabila sudah tercapai sepakat (konsensus). Inilah yang kit a namakan. konsensualisme.
(beginsel der contractsvrijheid). Adapun cara menyimpulkan
4
5
Kesepakatan berarti persesuaian kehendak. Namun kehendak atau keinginan ini harus dinyatakan. Kehendak atau keinginan yang disimpan didalam hati, tidak mungkin diketahui pihak lain dan karenanya tidak mungkin melahirkan sepakat yang diperlukan untuk melahirkan suatu perjanjian, Menyatakan kehendak ini tidak terbatas pada mengucapkan perkataan-perkataan, ia dapat dicapai pula dengan memberikan tandatanda apa saja yang dapat menterjemahkan kehendak itu, baik oleh pihak yang mengambil prakarsa yaitu .pihak yang "menawarkan" (melakukan "offerte") maupun oleh pihak yang me nerima penawaran tersebut. Dengan demikian maka yang akan rnenjadi alat pengukur tentang tercapainya persesuaian kehendak tersebut ada- ' lah pernyataan-pernyataan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak, Undanq -undanq berpangkal pada asas konsensualisme, namun untuk menilai apakah telah tercapai konsensus (dan ini adalah maha penting karena merupakan saat lahirnya perjanjian yang mengikat laksana suatu undang-undang), kita terpaksa berpijak pada pernyataan-pernyataan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak. Danini pula merupakan suatu ·tuntutan kepastian hukum. Bukankah dari ketentuan bahwa kita harus berpijak pada apa yang telah dinyatakan itu timbul perasaan aman pada setiap orang yang telah membuat suatu perjanjian bahwa ia tidak mungkin dituntut memenuhi kehendak-kehendak pihak lawan yang tidak pernah dinyatakankepadanya. Dan apabila tirnbul perselisihan tentang apakah terdapat konsensus atau tidak (yang berarti apakah telah dilahirkan suatu perjanjian atau tidak) maka Hakim atau Pengadilanlah yimg akan menetapkannya. Pernyataan timbal-balik dari kedua belah pihak merupakan sumber untuk menetapkan hak dan kewajiban bertimbalbalik diantara mereka. Apakah semua pernyataan dapat dipertanggung-jawabkan kepada (menimbulkan kewajiban-kewajiban bagi) pihak yang melakukan pemyataan itu ? Karena menqe nai hal ini tidak kita ketemukan sesuatu ketentuan dalam undang-undang, maka persoalan itu telah dipecahkan oleh para sarjana dan oleh yurisprudensi.
6
Dapat dikatakan bahwa menurut ajaran yang sekarang dianut dan juga menurut yurisprudensi, pernyataan yang boleh dipegang untuk dijadikan dasar sepakat, adalah pernyataan yang secara objektip dapat dipercaya. Suatu pernyataan yang kentara dilakukan secara tidak sungguh -sungguh (secara sendagurau) atau yang kentara mengandung suatu kekhilapan atau kekeliruan, tidak boleh dipegang untuk dijadikan dasar kesepakatan, Dalam Civil.Code of Japan masalah ini diatur dalam Bab tentang "Juristic Acts" perihal "declaration of intention" dalam Buku kesatu yang berjudul "General Provisions". Jaman dimana untuk terjadinyasuatu perjanjian sungguh -sungguh dituntut tercapainya suatu perjumpaan kehendak,
sudah lampau. Setelah melewati pengalaman-pengalaman yang pahit (seperti dalam casus terkenal antara Weiler dan Oppenheim yang terjadi dimuka Pengadilan di Jerman), sekarang sudah dirasakan bahwa berpegang teguh pada tuntutan tersebut akan menjurus kearah ketidak-pastian hukum, padahal diambil nya asas konsensualisme adalah justru untuk memenuhi tuntutan kepastianhukum. Tuntutan akan adanya sungguh-sungguh suatu perjurnpaan kehendak, memang tidak dapat dipertahankan lagi dalam jaman modern sekarang ini dimana transaksi transaksi yang besar lajimnya diadakan tanpa hadlirnya para pihak berhadapan muka, tetapi lewat korespondensi atau le-
. wat perantara-perantara, Oleh karena itu maka sudah tepatlah bahwa adanya perjumpaan kehendak (konsensus) itu diukur denqan pernyataan pernyataan yang secara bertimbal-balik telah dikeluarkan. Adanya konsensus itu . malahan sebenarnya sering "dikonstruksikan" oleh Hakim. Berdasarkan pernyataan-pernyataan bertimbal -balik. itu dianggap bahwa sudah dilahirkari sepakat yang sekaligus melahirkan perjanjian (yang mengikat seperti undangundang). Dan sekali sepakat itu dianggap ada , maka Hakimlah lagi yang akan menafsirkan apa yang telah disetujui, perjanjian apa yang telah dilahirkan dan apa saja hak dan kewajiban para pihak.
7
Asas konsensualisme yang terkandung dalam pasal1320 B.W. (kalau dikehendaki : pasal1320 dihubungkan dengan paSal 1338 ayat 1), tampak jelas pula dari perumusan-perumusan . berbagai macam perjanjian. Kalau kita ambil perjanjian yang utama, yaitu jual-beli, rnaka konsensualisme itu menonjol sekali dari perumusannya dalam pasal 1458 B.W. yang berbunyi: "Jual-beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya oranq-oranq ini mencapai sepakat tentanq ,barang tersebut dan harganya .. meskipun barang itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar". "
Dalam Code Civil Perancis malahan jual-beli yang sifatnya konsensual itu sudah pula memindahkan hak milik at as barang yang diperjual-belikan, sehingga yang disitu dinamakan penyerahan (delivrance) hanyalah merupakan penyerahan kekuasaan belaka atas barang yang hak miliknya sudah berpindah sewaktu perjanjiannya jual-beli ditutup. "La propriete'est acquise des qu'on est convenu de la chose et du prix" demikianlah dikatakan oleh pasal 1583 C.C. Juga BilrqerlichesGesetabuch Jerman (Barat) dalam para graph 433, tanpa berblpara ten tang sesuatu bentuk-cara yang diharuskan untuk perj,\njian jual-beli (Kauf), mewajibkan si penjual berdasarkan perjanjiannya, untuk menyerahkan dan memberikan hak miliknya kepada si pembeli. Akhirnya, untuk mengambil suatu contoh dari hukumnya sebuah negara tetangga, yaitu Philipina, ditunjukkan pada pasal 1356 dari Civil Code of the Philippines, yang didalam bab tentang bentuk-cara perjanjian ("form of contracts"), ialah pasal 1356, menyatakan : "Contracts shall be obligatory, in whatever form they have been entered into". 3. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SI PENJUAL MENYERAHKAN DAN MENANGGUNG
Bagi pihak penjual ada dua kewajiban utarna yaitu : a. menyerahkan -hak milik atas barang yang· diperjual-belikan. b. menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacad-cacad yang tersembunyi. 8
a . Kewajiban menyerahkan hak mil ik .
Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yanq diperjual-belikan itu dari si penjual kepada si pembeli. Oleh karena B.W. mengenal tiga macam barang, yaitu : barang bergerak, barang tetap dan barang "takbertubuh" (dengan mana dimaksudkan piutang, penagihan atau "claim"), maka menur ut B.W. juga ada tiga macam penyerahan hak milik yang masing-masing berlaku untuk masing -masing macam barang itu: a. untuk barang bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang itu ; lihat pasal 612yang berbunyi sebagai berik ut : "Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yanq tak bert ubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan .it u oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada. Penyerahan tak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain, telah dikuasai oleh ' orang yang hendak menerimanya" ; Dari ketentuan tersebut diatas dapat kita lihat adanya kemungkinan menyerahkan kunci saja kalau yang dijual adalah barang-barang yang berada dalam suatu gudang, hal mana merupakan suatu penyerahan kekuasaan secara simbolis, sedangkan apabila ,barangnya sudah berada dalam kekuasaan si pembeli, penyerahan cukup dilakukan dengan suatu pernyataan saja. Cara yang terakhir ini terkenal dengan nama "traditio brevi manu" (bahasa Latin) yang berarti "penyerahan dengan tangan pendek" b . untuk barang tetap (takbergerak) denqan perbuatan yang dinamakan "balik-narna" (bahasa Belanda : "overschrijving") dimuka Pegawai Kadaster yang juga dinamakan Pegawai Balik-nama atau Pegawai Penyimpan hipotik , yaitu menurut pasal 616 dihubungkan dengan pasal620, pasal -pasal mana berbunyi sebagai berikut :
9
BARANG BERGERAK '
TANAH P.P.A.T.
CESSI.E
Pasal 616 : "Penyerahan atau penunjukan akan kebendaan takbergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam pasaI620"; Pasal 620 : "Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud diatas dilakukan dengan memindahkan sebuah salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang bersangkutan ke kantor penyimpan hipotik, yang mana dalam lingkungannya barang-barang takbergerak yang harus diserahkan berada, dan dengan membukukannya dalam register. Bersama-sama dengan pemindahan tersebut, pihak yang berkepentingan harus menyampaikan juga kepada penyimpan hipotik sebuah salinan otentik yang kedua atau sebuah petikan dari akta atau keputusan itu, agar penyimpan mencatat didalam nya hari perriindahan beserta bagian dan nomor dari register yang bersangkutan". Dalam pada itu segala sesuatu yang mengenai TANAH, dengan men cab ut semua ketentuan yang termuat dalam Buku II B.W. tersebut, sudah diatur dalam UNDANG-UNDANG POKOK . AGRARIA (Undanq-undanq No . 5 tahun 1960). Selanjutnya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Pokok Agraria, dalam pasal 19 menentukan bahwa jual-beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akte yang dibuat oleh dan dihadapan Peja bat Pembuat Akte Tanah (disingkat : P .P.A.T .) , sedangkan menurut maksud peraturan tersebut hak milik atas tanah juga berpindah pada saat dibuatnya akte dimuka pejabat tersebut (demikian kesimpulan Boedi Harsono S.H. dalam bukunya "Undang-undang Pokok Agraria" halaman 172 - 178). c. barang takbertubuh dengan perbuatan yang dinamakan "cessie" sebagaimana diatur dalam pasal 613 B.W. yang berbunyi : "Penyerahan akan piutanq-piutanq atas-narna dan kebendaan takbertubuh lainnya dilakukan dengan membuat sebuah akta otentik atau dibawah-tangan, denqan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. 10
Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya secara tertulis, disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat-bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu ; penyerahan bap-bap piutang karena . surat-tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai denqan endosemen" . . . Sebagaimana diketahui, B.W. menganut sistem bahwa perjanjian jual-beli itu hanya "obligatoir" saja , artinya bahwa per janjian jual-beli baru meletakkan hak dan kewajiban bertirnbal. balik antara kedua belah pihak - penjual dan pembeli - yaitu meletakkan kepada si penjual kewajiban untuk menyerahkan hak milik atas barang yang dijualnya, sekaligus memberikan kepadanya hak untuk menuntut pembayaran harga yang telah di setujui dan disebelah lain meletakkan kewajiban kepada si pernbeli untuk membayar harga barang sebagai imbalan haknya un- . tuk menuntut penyerahan hak milik atas barang yang dibelinya. Denqan perkataan lain, perjanjian jual-beli menurut BW. itu belum memindahkan hak milik. Adapun hak milik baru berpindah dengan dilakukannya "levering" atau penyerahan. Dengan demikian maka dalam sistem B.W. tersebut "levering " merupakan suatu perbuatan yuridis guna memindahkan hak milik ("transfer of ownership ") yang caranya ada tiga macam , tergantung dari macamnya ' barang, seperti yang diterangkan diatas . Oleh para sarjana Belanda malahan "levering" itu dikonstruksikan sebagai suatu "zakelijke overeenkomst", ialah suatu persetujuan lagi (tahap kedua) antara penjual dan pembeli yang khusus bertujuan memindahkan hak milik .dari penjual kepada pernbeli. Apa yang dikemukakan diatas mengenai sifat jual-beli menurut B.W. sebagai "hanya obligatoir saja" nampak jelas sekali dari pasal 1459 yang menerangkan bahwa "hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada pembeli selama penyerahannya belum dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang bersangkutan " . Dari ap a yang diutarakan diatas , dapat kita lihat bahwa sistem B.W. mengenai pemindahan hak milik itu berlainan sekali
11
I
OBLlGATOIR
"LEVER ING" ME NURUT B.W . PER · BUATAN .YURIDIS
"DELlVRANCE" MENURUT CODE CIVIL PERBUATAN PHYSIK
SISTEM CAUSAL
dari sistem Code Civil Perancisrkarena menurut Code Civil Perancis ini hak milik sudah berpindah pada saat ditutupnya perjanjian jual-beli. "La propriete' est acquise, des qu'on est convenu de la chose et du prix" kata pasal 1583 C~C. yangberarti: "Hak milik telah diperoleh sejak dicapai kesepakatan tentang barang dan harga". Karenanya dalarn Code Civil Perancis itu perkataan "delivrance " (penyerahan) hanya merupakan suatu penyerahan kekuasaari belaka, suatu perbuatan physik yang dalam bahasa Belanda lajim dinamakan "feitelijke levering". Setelah difahami bahwa "levering" dalam sistem B.W. adalah ,suatu perbuatan yuridis untuk memindahkan hak milik ("transfer of ownership"), maka jelaslah bagi kita bahwa apa yang dikatakan oleh pasal1457 tentang "levering" itu, bahwa ia adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual kedalam kekuasaan dan kepunyaan si pembeli, adalah tidak tepat dan seharusnya berbunyi "kedalam miliknya si pembeli". Kekeliruan atau kekhilapan tersebut disebabkan karena dikutibnya begitu saja dari Code Civil Perancis pasal 1604 yang berbunyi: "La delivrance est le transport de la chose vendue en la puissance et possession de l'acheteur", tanpa disadari bahwa B.W. sudah mengambil (memilih) suatu sistem lain tentang pemindahkan hak milik, yaitu denqan menqkonstruksikan 'jual-beli sebagai suatu perjanjian "obligatoir" belaka, sedanqkan pernindahan hak miliknya secara yuridis dilaksanakan (digeser) pada suatu moment lain, yaitu pada saat dilakukannya apa yang oleh para sarjana Belanda dinamakan "zakelijke overeenkomst" sebaqaimana diterangkan diatas. Dalam pada itu, mengenai "levering" tersebut oleh B.W. dianutnya apa yang dinamakan "sistem causal" yaitu suatu sistem yang menggantungkan sahnya levering itu pada duasyarat : a. sahnya titel yang menjadi dasar dilakukannya levering; b. levering tersebut dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas ("beschikkingsbevoegd") terhadap barang yang dilever itu. Denqan "titel" dimaksudkan perjanjian obligatoir yang menjadi dasar levering itu, dengan perkataan lain: jual-belinya,
t ukar-men ukarn ya , atau penghibahannya (tiga perjanjian .ini meru pak an titel-titel untuk pemindahan hak milik). Adapun orang ya ng "berhak berbuat bebas" adalah pernilik barang sendiri atau orang yang dikuasakan olehnya. Dengan demikian rnaka apabila titel tersebut tidak sah (batal ) atau kernudian dibatalkan oleh Hakim (karena adanya paksaan , kekhilapan atau penipuan), maka leveringnya menjadi batal juga , yang berarti bahwa pemindahan hak milik dianggap tidak pernah terjadi. Begitu pula halnya apabila orang yang me- ' mindahkan hak milik, itu ternyata tidak berhak melakukannya , karena ia bukan pemilik maupun orang yang secara khusus dik uasakan olehnya . Sistem causal (mengenai pemindahan hak milik) tersebut lajimnya disimpulkan dari pasal 584 B.W. (Buku II) yaitu pasal yang mengatur tentang cara-cara memperoleh hak milik. Salah sat u cara adalah "levering", tetapi dibelakang perkataan ini dise butkan : "berdasarkan suatu titel yang sah, dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas" . Dan apakah artinya kalimat ini telah diterangkan diatas . Sistem causal tersebut biasanya dilawankan terhadap apa yang dinamakan"sistem abstrak" yaitu sistem yang dianut di Jerman . Barat . Menurut sistem ini levering (yang juga dikonstruksikan sebagai suatu "zakelijke overeenkomst") sudah dilepaskan hubungannya dengan perjanjian obliqatoirnya dan berdiri sendiri. Dengan demikian maka, kalau di Perancis obligatoire dan zakelijke overeenkomst diperas menjadi satu,di Negeri Belanda merupakan dua peristiwa yang interdependent, maka di Jerman Barat zakelijke overeenkomst itu dipandang sebagai dan dijadikan suatu perbuatan hukum (RechtsgescMft) tersendiri. Perjanjian obligatoimya bisa dibatalkan dengan menerbitkan suatu claim yang bersifat persoonlijk bagi si pemilik lama, namun hak milik atas barang tetap pada pihak yang telah rnemperoleh berdasarkan levering. Hal tersebut dapat dilukiskan denqan contoh sebagai berikut : Kalau pihak yang melever beranggapan bahwa levering itu ber-
12 13
,
dasarkan jual-beli, tetapi pihak yang menerima beranggapan bahwa levering tersebut berdasarkan hibah, maka barang tetap secara sah berpindah miliknya kepada yang menerima, karena zakelijke overe.enkomst (kemauan kedua pihak) tertuju kepada pemindahan hak milik . Akan tetapi kalau pihak yanq menyerahkan bermaksud melakukan penyerahan berdasarkan jual-beli sedangkan yang menerima barang mengira bahwa penyerahan itu berdasarkan pinjam-pakai, maka tidaklah terjadi suatu zakelijke maupun obligaioire overeenkomst dan hak milik tidak beralih. Pasal (paragraph) 929 Biirgerliches Gesetzbuch mengatakan: "Zur Ubertragung des Eigentums an einer beweglichen Sache ist erforderlich dasz der Eigentumer die Sache dem Erwerber i{bergibt und beide darfiber einig sind dasz das Eigentum ubergehen soli". Dalam pasal ini tidak disebutkan tentang sesuatu "titel yang sah" yang harus menjadi dasar dari pemindahan hak milik. Selanjutnya dapatdilihat bahwa untuk pemindahan hak milik diperlukan "Obergabe", suatu pengertian yang sama dengan "delivrance" dari Code Civil Perancis . Biasanya diajarkan h
~
bahwa "Ubergabe" tersebut bukan suatu "Rechtsgeschaft" melainkan suatu "Real-akt" atau "Tathandlung", sehingga merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat dilawan dengan mengajukan adanya suatu cacaddalam kemauan orang yang melakukannya.
BARANG BERGERAK
Sudah jelaslah kiranya bahwa menurut sistem causal, apabila perjanjian obligatoirnya batal atau dikemudian hari dibatalkan. (oleh Hakim), leverinqnya ikut serta batal dan barangnya dianggap tidak pernah berpindah miliknya. . Begitu pula halnya apabila orang yang melever ternyata tidak berhak memindahkan hak milik karena ia bukan pemilik atau oranq yang dikuasakan olehnya. Terhadap ketentuan yang terakhir diadakan kekecualian (penyimpangan) sekadar mengenai barang bergerak, yaitu dalam . pasal1977 (1) B.W. (BukuIV), yangmenentukan bahwa menge nai barang bergerak, siapa yang menquasainya dianggap sebagai pemilik ("bezit geldt als volkornen titel"). Menurut keterituan 14
.
ini orang yang nampaknya keluar sebagai pemilik (dalam istilah hukum seorang yang demikian dinamakan: "bezitter") harus dipandang sebagai pemilik dan barangsiapa yang memperoleh suatu barang darinya dilindungi oleh hukum. Dalam hubungan ini adalah terkenal ajaran tentang "penghalusan hukum"{"rechtsverfijning") dari Prof. Paul Scholten yang menambahkan pada ketent uan ll' te rsebut dua pensyaratan, yaitu : bahwa ketentuan t ersebut hanya berlaku untuk "transaksi perdagangan"dan pihak yang menerima barang itu harus "beritikad baik" dalam arti' bahwa ia sama sekali tidak mengetahui bahwa ia berhadapan dengan orang yang sebenarnya bukan pemilik. Dengan demikian pasal 1977 (I) tidak dapat dipakai dalam halnya seorang yang secara tidak berhak menghadiahkan suatu barang kepada temannya, biarpun orang yanq menerima barang ini jujur sekalipun, atau dalam suatu perjanjian jual-beli dimana si pembeli dari semula sudah tahu bahwa si penjual 'adalah orang yang tidak berhak menjual barangnya . Pada saat manakah berlakunya keharusan bahwa si.peniual' ' barang, sebaqai orang yang rnenyerahkan hak milik, adalah orangl yang berhak berbuat bebas ? Jawabnya adalah: pada saat ia melak ukan leveringnya itu .
Dengan demikian keharusan tersebut belum berlaku pada saat ia menawarkan barangnya atau mengadakan ("menutup") perjanjian jual-belinya. Oleh karena itu dalam praktek sehari-hari sudah biasa dilakukan jual-beli atas barang-barang yang belum berada ditangannya si penjual, misalnya baru di-"indent" atau sedang berada dalam perjalanan. Dalam sistem dimana [ual-beli itu hanya bersifat "obligatoir" saja, jika terjadi suatu barang yang telah dijual tetapi belum diserahkan, dijual lagi unjuk kedua kalinya oleh si penjual dan dilever kepada si pembeli kedua, barang itu menjadi miliknya sipembeli kedua ini. Tegasnya, kalau A menjual barang kepada B dan kemudian menjualnya lagi kepada C di-ikuti dengan levering, maka barang itu menjadi miliknya C. Si pembeh pertama B hanya dapat menuntut ganti -rugi dari si A yang telah
15
SI PE MBELI YANG BERITI· KAD BAlK
BIAVAPE. NYERAH· AN DAN BIAYA PENGAMBILAN
membawa dirinya dalam keadaan tak mampu melever barangnya dan karenanya sudah melakukan "wanprestasi" atau "cidra-janji". Sistem dimana jual-beli menurut B.W. hanya bersifat "obligatoir"saja itu dipegang teguh oleh Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 19 Juni 1963 No. 101 K/Sip1l963 dalam perkara P.T. Daining melawan P.T. Ichsani, dimana P.T. Daining telah menyalahi janjinya untuk menjual sebuah pabrik besi. Dalama putusannya tersebut Mahkamah Agung tidak dapat mernbenarkan pendirian Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi bahwa dengan penyetoran uang harga pabrik tersebut oleh tergugat kasasi (P.T .Tchsani) disuatu bank atas rekeningnya si penjual, dengan sendirinya pabrik tersebut sudah menjadi miliknya tergugat kasasi dan juga penyerahan (levering) kepada P.'1' .Ichsani tidak bisa dilaksanakan karena pabrik tidak lagi berada ditanqannya P.T. Daining karena sudah dikuasai oleh Perusahaan Negara Aeral Survey. Juga bekas Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr . Wirjono Prodjodikoro S.H. dalam rancangannya Undang-undang Hukum Perjanjian, yang diajukan sebagai prasaran dimuka kongres Perhimpunan Sarjana Hukum Ihdonesia di Yogyakarta (Nopember 1961), mengambil sebagai pedoman, bahwa jika suatu perjanjian itu mengenai suatu benda yang harus diserahkan oleh satu pihak kepada pihak lain, maka hak atas benda itu tercipta apabila benda itu sudah diserahkan. *) Selanjutnya dalam hal levering (penyerahan) itu berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. Biaya penyerahan dipikul oleh si penjual, sedangkan bieya pengambilan dipikul oleh si pembeli, jika tidak telah dip erjanjikan sebaliknya (pasaI1476). Apakah yang dimaksudkan dengan biaya penyerahan dan apakah yang dimaksudkan dengan biaya pengambilan? Biaya penyerahan adalah segala biaya yang diperlukan untuk membuat barangnya siap untuk diangkut kerumah si pernbeli, jadi misalnya ongkos penqepakan atau pembungkusan, sedangkan biaya pengambilan merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengangkut barang kerumah si pembeli. *) Adalah jelas pula, bahwa pembayaran harga tidak mempunyai peranan dalam memindahkan hak mUik. Biarpun pembeli sudah membayar harga, kalau barangnya belum diserahkan, ia tidak akan menjadi pemilik. Sebaliknya kalau barang sudah diserahkan, biarpun harganya belum dibayar, pembeli sudah menjadi pemUik dan ia hanya mempunyai utang saja kepada penjual. .
16
Ketentuan tersebut ada hubungannya dengan ketentuan bahwa penyerahan terjadi ditempat dimana barang yang terjual ituberada pada waktu penjualan, yang lajimnya ditempat tinggal si penjual atau digudangnya. Sudah barangtentu, mengingat bahwa hukum perjanjian pada umumnya dan hukum jual-beli khususnya bersifat "hukum pelengkap" ("aanvullend recht"), hal-hal tersebut diatas dapat diatur sendiri oleh para pihak secara menyimpang dari ketentuan yang diberikan oleh undang-undang. Dalam praktek misalnya seringkali diperjanjikan bahwa barang akan diserahkan "franco rurnah" yang berarti bahwa ongkos pengangkutan sampai dirumah pembeli akan ditanggung oleh si penjual. Kemudian ada ketentuan bahwa kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi perlenqkapannya serta dimaksudkan bagi pemakaiannya yang tetap, beserta surat-surat bukti milik, jika itu ada (pasal 1482). Dengan demikian maka penyerahan sebidang tanah meliputi penyerahan sertipikatnya dan penyerahan kendaraan bermotor meliputi B.P.K.B.·nya (surat bukti pemilik kendaraan bermotor).
SU'RAT
BUKTI MILlK HARUS DISERAH-
KAN
b. Kewajiban menanggung kenikmatan tenteram dan menahggung terhadap cacad-cacad ter sem bun vi ("vrijwaring", "warranty")'
Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram meruKENIK· MATAN pakankonsekwensi dari pada jarriinan yang oleh penjual diberiTENTEkan kepada pembeli bahwa barang yang dijual dan dilever itu RAM adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas dari sesuatu beban atau .tuntutan dari sesuatu pihak. Kewajiban tersebut menemukan realisasinya dalam kewajiban untuk memberikan penggantian kerugian jika sampai terjadi si pembeli karena suatu gugatan dari pihak ketiga, dengan putusan Hakim dihukum untuk menyerahkan barang yang telah . dibelinya kepada pihak ketiga tersebut. Kejadian ini dalam baha- "EVICTION" sa Inggeris dikenal dengan nama "eviction". Atau juga sipembeli, sewaktu digugat dimuka Pengadilan oleh pihak ketiga, dapatlah ia meminta kepada Hakim agar supaya si penjual di-ikutserta-
17
PEMBA· TASAN PELEPAS·
,
AN TANG· GUNGJA· WAB
kan didalam proses yang akan atau sedang berjalan. Peristiwa ini dalam hukum acara perdata terkenal dengan nama "penqikutsertaan" ("voeging"). Oleh karena hukum perjanjian itu, seperti yang sudah kita lihat diatas, pada asasnya merupakan hukum pelengkap (" aan· vullend recht", "optionallaw"), kedua belah pihak diperbolehkan dengan janji-janji khusus memperluas atau mengurangi kewajiban -kewajiban yang ditetapkan oleh undanq-undanq seperti disebutkan diatas , bahkan mereka diperbolehkan mengadakan perjanjian bahwa si penjual tidak akan diwajibkan menanggung sesuatu apapun . Namun ini ada pem batasannya, yaitu sebagai berikut : a. Meskipun telah diperjanjikan bahwa si penjual tidak akan menanggung sesuatu apapun, namun ia tetap bertanqqunq-jawab tentang apa yang berupa akibat dari suatu perbuatan yang telah dilakukan olehnya; semua persetujuan yang bertentangan dengan ini adalah batal (pasal 1494); b. Si penjual, dalam hal adanya janji yang sama, jika terjadi suatu penghukuman terhadap si pembeli untuk menyerahkan barangnya kepada seorang lain, diwajibkan mengembalikan harga pembelian, kecuali apabila si pembeli ini pada waktu pembelian dilakukan, mengetahui tentang adanya putusan Hakim untuk menyerahkan barang yang dibelinya itu atau jika ia telah memo beli barang itu dengan pernyataan tegas akan memikul sendiri untung-ruginya (pasal 1495) . ' Jika dijanjikan penanggungan, atau jika tentang itu tidak ada suatu perjanjian, si pembeli berhak, dalam halnya suatu penghukuman untuk menyerahkan barang yang dibelinya kepa.da seorang lain, menuntut kernbali dari si penjual: 1. pengembalian uang harga pernbelian: 2. pengeinbalian hasil-hasil jika ia diwajibkan menyerahkan hasil-hasil itu kepada si pemilik sejati yang melakukan tuntutan penyerahan; 3. biaya yang dikeluarkan berhubung dengan gugatan si pembeli untuk ditanggung, begitu pula biaya yang telah dike luarkan oleh si penggugat-asal;
18
4. penggantian kerugian beserta biaya perkara mengenai pembelian dan penyerahannya, sekadar itu telah dibayar oleh si pembeli. Jika pada waktu dijatuhkannya hukuman untuk menyerahkan barangnya kepada seorang lain,barang itu telah merosot harqanya , maka si penjual tetap diwajibkan mengembalikan uang harga seutuhnya. Sebaliknya jika barangnya pada waktu dijatuhkannya putusan untuk menyerahkan kepada seorang lain, telah bertambah harganya meskipun tanpa sesuatu perbuatan dari si pembeli, si penjual diwajibkan membayar kepada si pembeli apa yang melebihi harga pembelian itu juga. . . Selanjutnya si penjual diwajibkan mengembalikan kepada si pembeli segala biaya yang telah dikeluarkan untuk pembetulan dan perbaikan yang perlu pada barangnya. Mengenai persoalan penanggungan ("vrijwaring", "warranty") ini ada suatu ketentuan yang perlu diperhatikan oleh pembeli, yaitu pasal 1503 yang berbunyi : "Penanggungan terhadap penghukuman menyerahkan barangnya kepada seorang lain, berhenti jika si pembeli telah membiarkan dirinya dihukum menurut suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, dengan tidak memanggil si penjual, sedangkan pihak ini membuktikan bahwa ada alasan-alasan yang cukup untuk menolak gugatan " . Mengenai kewajiban untuk menanggung cacad-cacad tersem bun yi ("verborgen qebrekeri", " hidden defects") dapat diterangkan bahwa si penjual diwajibkan menanggung terhadap eacad-eacad tersembunyi pada barang yang dijualnya yang mernbuat barang tersebut tak dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan atau yang mengurangi pemakaian itu, sehingga, sean dainya si pembeli mengetahui cacad-cacad tersebut, ia samasekali tidak akan membeli barang itu atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang. Si penjual tidak diwajibkan menanggung terhadap cacad -cacad yang kelihatan dan ini me; mang juga sudah sepantasnya . Kalau cacad itu kelihatan, dapat dianggap bahwa pembeli menerima adanya cacad itu. Dan juga sudah barangtentu harga sudah disesuaikan dengan adanya cacad 19
CACAO· CACAO TERSEM· BUNYI
tersebut. Perkataan "tersembunyi" harus diartikan demikian bahwa cacad tidak mudah dapat dilihat oleh seorang pembeli yang normal, bukannya seorang pembeli yang terlampau teliti, sebab adalah mungkin sekali bahwa orang yang sangat teliti akan menemukan cacad itu. Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacad-cacad yang tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacad-cacad itu, kecuali jika ia, dalam hal yang demikian , telah minta diperjanjikan bahwa ia tidak diwajibkan menanggung sesuatu apapun. Dalam hal -hal yang disebutkan diatas, si pembeli dapat me milih apakah ia akan mengembalikan barangnya sambil men un tut kembali harganya pembelian, atau apakah ia akan tetap memiliki barangnya sambil menuntut pengembalian sebagian dari harga, sebagaimana akan ditetapkan oleh Hakim, setelah mendengar akhli-akhli tentang itu. Jika si penjual sudah mengetahui cacad -cacadnya baranq, rnaka, selainnya ia diwajibkan mengembalikan harga pembelian yang telah diterimanya, ia juga diwajibkan mengganti semua ke rugian yang diderita oleh si pembeli sebagai akibat bercacad nya barang yang dibelinya. Apakah penjual sudah menqetahui adanya cacad-cacad, tentunya adalah suatu hal yang harus dibuktikan oleh si pembeli. Jika si penjual tidak telah mengetahui cacad-cacad itu, ia hanya diwajibkan mengembalikan harga pembelian dan mengganti kepada si pembeli biaya yang telah dikeluarkan untuk penyelenggaraaan pembelian dan penyerahan,sekadar itu telah dibayar oleh si pembeli (Lihat : pasal 1508 dan pasal 1509). 4 . KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SI PEMBELI.
HARGA HARUS UANG
Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembe lian pada waktu dan ditempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. "Harga" tersebut harus berupa sejumlah uang. Meskipun mengenai hal ini tidak ditetapkan dalam sesuatu pasal undang undang, namun sudah dengan sendirinya termaktub didalam pe-
20
ngert ian jual-beli, oleh karena bila tidak, umpamanya harga itu be r upa barang, maka itu akan merobah perjanjiannya menjadi "t ukar-menuk ar " , atau kalau harga itu berupa suatu jasa, perjanjia nnya akan menjadi suatu perjanjian kerja, dan begitu seterusnya . Dalam pengertian "jual-beli" sudah termaktub pengertian bahwa disatu pihak ada barang dan dilain pihak ada uang. Tentanq macamnya uang, dapat diterangkan bahwa, meskipun jual-beli itu terjadi di Indonesia, tidak diharuskan bahwa harga itu ditetapkan dalam mata uang rupiah, namundiperbolehkan ke pada para pihak untuk menetapkannya dalam mata uang apa saja . Harga itu harus ditetapkan oleh kedua belah pihak, namun ada lah diperkenankan untuk menyerahkan kepada perkiraan atau penent uan seorang pihak ketiga . Dalam hal yang demikian maka jika pihak ketiga ini tidak suka atau tidak mampu membuat perkir aan tersebut atau menentukannya, maka tidaklah terjadi suatu pembelian (Lihat pasal 1465). Hal ini berarti bahwa perjanjian jual-beli yang harganya harus ditetapkan oleh pihak ketiga it u pada hakekatnya adalah suatu perjanjian dengan suatu "syarat tangguh ", karenaperjanjiannya baru akan jadi kalau harga itu sudah ditetapkan ·oleh orang ketiga terse but. Jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tenta ng tempat dan waktu pembayaran, maka si pembeli harus me mbayar ditempat dan pada waktu dimana penyerahan (levering) barangnya harus dilakukan (pasal1514) . Si pembeli, biarpun tidak ada suatu janji yang tegas, diwajib kan membayar bunga dari harga pembelian jika barang yang dij ual dan diserahkan memberi hasil atau lain pendapatan. Di Inggeris, perjanjian jual-beli ("contract of sale") diperbedakan dalam "sale"{atau "actual sale") dan "agreement to sell" . Perbedaan ini dapat dilihat dari ayat 3 pasal (section) 1 dari "Sale of Goods Act 1893 (disinqkat : S.G.A.) yang berbunyi: "Where under a contract of sale the property in the goods is transferred from the seller to the buyer, the contract is called a sale ; but where the transfer of the property in the goods is to take place at a future time or subject to some con-
21
TEMPAT DANWAK· TU PEM · BAYARAN
dition thereafter to be fulfilled, the contract is called an agreement to sell". Selanjutnya ayat 4 mengatakan: "An agreement to sell becomes a sale when the time elapses or the conditions are fulfilled subject to which the property in the goods is to be transferred". Suatu "sale" adalah suatu persetujuan (perjanjian) sekaligus dengan pemindahan milik ("conveyance"), sedangkan suatu "agreement to sell" adalah tidak lebih dari suatu "koopovereenkomst" biasa menurut pengertian B.W. Apabila dalam suatu "sale" si penjual melakukan wanprestasi, maka si pembeli dapat menggunakan semua upaya dari seorang pemilik, sedangkan dalam halnya suatu "agreement to sell' si pembelihanya memo punyai suatu "personal remedy" terhadap si penjual yang masih merupakan pemilik dari barangnya dan bila ia (penjual) ja. tuh pailit, barang itu juga masuk dalam budel kepailitan. . Menurut S.G.A. kedua belah pihak menentukan sendiri saat pindahnya hak milik dan karena ituiah S.G.A. memuat beberapa pasal atau ketentuan sebagai pedoman untuk menemukan kehendak(kemauan atau maksud) para pihak. Pasal (section) 17 S.G.A. dalam hal ini menentukan; : "(1) Where there is a contract for sale of specific or ascertained goods, the property in them is transferred to the buyer at such time as the parties to the contract intend it to be transferred. (2) For the purpose of ascertaining the intention of the parties, regard shall be had to the terms of the contract, the conduct of the parties, and the circumstances of the case". Oleh karena dalam praktek tentunya sangat sukar.untuk menemukan maksud kedua belah pihak, maka oIeh pasal(section) 18 diberikan pedoman-pedomar, sebagai berikut : "Unless a different intention appears, the following are rules of ascertaining .t he intention of the parties as to the time at which the property in the goods is to pass to the buyer: Rule 1 : Where there is an unconditional contract for sale of specific goods .in a deliverable state, the property in
the goods passes to the buyer when the contract is made, and it is immaterial the time of payment or the time of delivery or both be postponed. Rule 2 : Where there is a contract for the sale of specific goods and the seller is bound to do something to the goods, for the purpose of putting them into a deliverable state, the property does not pass until such thing be done, and the buyer has notice thereof. Rule 3 : Where there is a contract for the sale of specific goods in a deliverable state, but the seller is bound to weigh, measure , test, or do some other act or thing with reference to the goods for the purpose of ascertaining the price, the property does not pass until such act or thing be done, and the buyer has notice thereof. Rule 4 : When goods are delivered to the buyer on approval or "on sale or return" or other similar terms , the property therein passes to the buyer : (a) when he signifies his approval or acceptance to the the seller, or does any other act adopting the transaction; (b) if he does not signify his approval or acceptance to the seller but retains the goods without giving notice of rejection , then , if a time has been fixed for the return of the goods, on the expiration of such time , and, if no time has been fixed, on the expiration of a reasonable time. What is a reasonable time is a question of fact". Berikutnya diberikan beberapa yurisprudensi mengenai pengetrapan rules tersebut : Rules 1 dan 2 : Penjualan sebuah mesin pendingin yang harus dilepaskan dulu dan "to be delivered free on rail" pada suatu waktu tertentu. Pada waktu akan dimasukkan kedalam gerbong kereta-api, mesin mengalami kerusakan. Hak milik tidak berpindah karena pada saat sampai digerbong, mesin tidak berada dalam "deliverable state". Rule 4 : Kirkham melever barang-barang kepada Winter "on sale or return". Winter menggadaikan baranq-baranq itu. Dengan itu sale telah terjadi dan hak milik berpindah kepada
22 23
Winter, sehingga Kirkham tidak dapat meriuntut kembali harangnya dari si pemegang gadai .
Jika si pembeli, dalam penquasaannya atas barang yang dibelinya,' diganggu oleh suatu tuntutan hukum yang berdasarkan hipotik atau suatu tuntutan untuk meminta kembali barangnya, atau jika si pembeli mempunyai alasan yang patut untuk berkhawatir bahwa ia akan diganggu, maka dapatlah ia menangguhkan pembayaran harqa pembelian hingga si penjual telah menghentikan gangguan tersebut, kecuali jika si penjual memilih memberikan jaminan, atau jika telah diperjanjikan bahwa si pembeli diwajibkan membayar biarpun segala gangguan. Jika si pembeli tidak membayar harga pembelian , maka itu merupakan suatu wanprestasi yang memberikan alasan kepada si penjual untuk menuntut ganti-rugi atau pernbatalan pembelian menurut ketentuan-ketentuan pasal 1266 dan 1267 . Dalam halnya penjualan barang-barang dagangan dan barang-barang perabot rumah, pembatalan pembelian untuk kepentingan si penjual akan terjadi demi hukum dan tanpa peringatan, setelah lewatnya waktu yang ditentukan untuk mengambil barang yang dijual (pasal-pasaI1517 dan 1518). 5.
SOAl RISIKO DAlAM PERJANJIAN JUAl-BELI.
Pertama perlu dipahamkan dahulu apa yang dimaksudkan denqan'risiko " itu . Risiko ialah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) diluar kesalahan salah satu pihak. Misalnya: barang yang diperjual-belikan musnah diperjalanan karena kapallaut yang mengangkutnya keram ditengah laut akibat seranqan badai. Atau sebuah rumah yang sedang dipers.ewakan terbakar habis karena "kortsluitinq" aliran listrik . Siapakah yang (menurut hukum) harus memikul kerugian-kerugian terse but ? Inilah persoalan yang dengan suatu istilah hukum dinamakan persoalan "risiko" itu. Pihak yangmenderita karena barang yang menjadi obyek perjanjian ditimpa oleh kejadian yang tak disengaja tersebut dan diwajibkan memikul kerugian itu tanpa ada-
24
nya keharusan bagi .pihak lawannya untuk mengganti kerugian it u . vdinamakan pihak yang memikul risiko atas barang tersebut. Persoalan tentang risiko itu berpokok-pangkal pada terjadinya suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak. Peristiwa semacam itu dalam hukum perjanjian dengan suatu istilah hukum dinamakan "keadaan memaksa" ("overmacht", "force majeur" ). Dengan demikian maka persoalan tentang risiko itu me- . rupakan buntut dari persoalan tentang keadaan memaksa, suatu kejadian yang tak disengaja dan tak dapat diduga. Sekarang persoalannya adalah : Bagaimanakah diaturnya masalah risiko itu dalam perjanjian jual-beli ? Mengenai risiko dalam jual-beli ini dalam B.W. ada tiga peraturan, yaitu: .a. rnenqenai barang tertentu (pasal 1460); b. mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran (pasal 1461); dan c. mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan (pasaI1462). Mengenai barang tertentu ditetapkan( oleh pasal 1460) bahwa barang itu sejak saat pernbeliari (saat ditutupnya perjanjian) adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan dan si penjual berhak menuntut harganya . Pertama perlu ditetapkan lebih dahulu apakah yang dimaksudkandengan "barangtertentu" itu. Yang dimaksudkan dengan barang tertentu adalah barang yang pada waktu perjanjian dibuat sudah ada dan ditunjuk oleh si pembeli. Misalnya pembeli ini masuk sebuah toko mebel dan menjatuhkan pilihannya pada sebuah lemari yang disetujui untuk dibelinya. Yang dibeli adalah lemari yang ditunjuk itu, bukan lemari lain dan bukannya ia pesanuntuk dibuatkan lemari yang seperti itu. Dalam istilah perdagangan lemari tersebut termasuk apa yang dinamakan "ready stock". Mengenai barang seperti itu pasal 1460 tersebut diatas menetapkan bahwa risiko dipikulkan kepada si pembeli, biarpun barangnya belum diserahkan. Jadi, umpamanya lemari terseb It diatas dalarn perjalanan sewaktu sedang diangkut kerumahnya
25
KEADAAN MEMAKSA
T1GA PASAL TENTANG RISIKO VG. TIDAK TEPAT
si pembeli dimana ia akan diserahkan, hancur karena suatu kecelakaan, maka tetaplah si pembeli diharuskan membayar harqanya. lnilah yang dinamakan "memikul risiko" atas suatu barang. Banyak orang akan bertanya : Apakah itu adil? Secara terus terang harus kita jawab: Memang, itu tidak adil. Sebab, bukankah si pembeli lemari itu (didalam sistem BW.) belum pemilik. la baru seorang calon pemilik dan baru menjadi pemilik pada saat barang itu diserahkan kepadanya (dirumahnya). Dan selama barang belum diserahkan kepada pembeli, apabila si penjual jatuh pailit, barang itu masih termasuk dalam harta-kekayaan ("boedel ") si penjual. Tentunya ditanyakan lagi oleh orang banyak: Menqapa ada pasal undang-undang yang memberikan peraturan yang tidak adil itu? Jawabannya adalah, secara terus terang lagi, bahwa pasal 1460 itu (seperti halnya dengan pasal 1471) telah dikutib beqitu saja dari Code Civil Perancis, juga tanpa disadari bahwa B.W. menganut suatu sistem yang berlainan dengan Code Civil itu dalam hal pemindahan hak milik. Dalam sistem Code Civil barang yang kita bicarakan tadi sejak ditutupnya perjanjian sudah menjadi rniliknya pernbeli. Kalau demikian halnya, memang adil bahwa pembeli sudah pula memikul risiko atas barang yang dibelinya itu. Bukanlah sudah wajar bahwa setiap pemilik barang sendiri - bukan orang lain - yang harus menanggung semua akibat kejadian yang menimpa barang miliknya kalau tidak ada yang salah dalam kejadian itu. Dengan menginsyafi adanya keganjilan itu, yurisprudensi di Nederland sudah mengambil jalan menafsirkan pasal 1460 itu secara sempit.Ditunjuknya pada perkataan "barang tertentu" yang harus diartikan sebagai barang yang dipilih dan ditunjuk oleh pembeli, dengan pengertian tidak lagi dapat ditukar dengan barang lain. Dengan membatasi berlakunya pasal 1460 seperti itu, keganjilan sudah agak dikurangi. Si pembeli yang sudah menunjuk sendiri barang yang dibelinya, dapat dianggap seolah-olah menitipkan barangnya sampai barang itu dihantarkan kerumahnya (dalam hal diperjanjikan bahwa penyerahan akan terjadi dirumah pembeli). Selain dari itu, berlakunya pasal 1460 dibatasi lagi, yaitu ia hanya dipakai jika yang terjadi itu adalah suatu keadaan mernaksa yang mutlak ("absolute overmacht")
26
dalam arti bahwa barang yang dibeli tetapi belum dilever itu musnah sama sekali. Kalau keadaan memaksa hanya bersifat tak mutlak saja ("relatieve overmacht"), misalnya sekonyong-konyong oleh pihak berwajib dikeluarkan larangan untuk mengekspor suatu macam barang, sedangkan barang yang dibeli terkena larangan itu sehingga tidak bisa dikirimkan kepada pernbeli, maka akan dirasakan sangat ganjil apabila pembeli ini masih diwajibkan membayar harganya, padahal si penjual tetap merniliki barang itu. Sebagaimana .diketahui, Mahkamah Agung dengan surat edarannya No. 3 tahun 1963 telah menyatakan beberapa pasal dari B.W. tidak berlaku lagi, antara lain pasal 1460 tersebut . Dalam anggapan kami surat edaran Mahkamah Agung itu merupakan suatu anjuran kepada semua Hakim dan Pengadilan untuk membuat yurisprudensi yang menyatakan pasal 1460 tersebut sebagai pasal yang mati dan karena itu tidak boleh dipakai lagi. . Menurut ketentuan-ketentuan pasal 1461 dan 1462 risiko at as barang-barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran diletakkan pada pundaknya si penjual hingga barang-barang itu telah ditimbang, dihitung atau diukur, sedangkan risiko atas barang-barang yang dijual menurut tumpukan diletakkan pada si pembeli. Barang-barang yang masih harus ditimbang dahulu, dihitung atau diukur dahulu sebelumnya dikirirn (diserahkan) ke- . pada si pembeli, boleh dikatakan baru dipisahkan dari barangbarang milik si penjuallainnya setelah dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran. Baru setelah dipisahkan itu merupakan barang yang disediakan untuk dikirimkan kepada pembeli atau untuk diambil oleh pembeli. Barang yang dijual menurut tumpukan, dapat dikatakan sudah dari semula disendirikan (dipisahkan) dari barang-barang milik penjuallainnya, sehingga sudah dari semula dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada pembeli (dalam bahasa lnggeris: "in a deliverable state").
27
KESIMPUL· AN TENTANG
RISIKO.
Kalau mengenai barang-barang yang masih harus ditimbang, dihitung atau diukur dahulu, sebelum dilakukan penimbangan, , penghitungan atau pengukuran, risikonya diletakkan dipundaknya si penjual, itu memang sudah tepat, tetapi kalau setelah dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran, risiko tersebut otomatis dipindahkan kepada pembeli, itu merupakan suatu ketidak-adilan seperti yang dilakukan oleh pasal 1460 yang kita bicarakan diatas.Begitu pula ketentuan tentang barang "tumpukan" adalah sama, karena barang tumpukan sebetulnya merupakan kumpulan dari barang-barang tertentu menurut pengertian pasal 1460. Kesimpulan kita adalah bahwa selama belum dilever, mengenai barang dari macam apa saja, risikonya masih harus dipi, kul oleh penjual, yang masih merupakan pemilik sampai pada saat barang itu secara yuridis diserahkan kepada pembeli . 6. JUAL-BELI DENGAN HAK MEMBELI KEMBALI.
"RIGHT TO REPURCHA-
se",
Kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual ("recht van wederinkoop", "right to repurchase") diterbitkan dari suatu janji dimana si penjual diberikan hak untuk mengambil kembali barangnya yang telah dijual, dengan mengembalikan harga pembelian yang telah diterimanya, disertai semua biaya yang telah dikeluarkan (oleh si pembeli) untuk menyelenggarakan pembelian serta penyerahannya, begitu pula biaya-biaya yang perlu untuk pembetulan-pembetulan dan pengeluaran-pengeluaran yang menyebabkan barang yang dijual bertambah harganya. Demikianlah definisi yang dapat kita ambil dari pasal 1519 ditambah dengan ketentuan pasal 1532, dari perjanjian "jual-beli dengan janji membeli kembali". Hak "membeli kembali" tersebut diatas tidak boleh diperjanjikan untuk suatu waktu yang lebih lama dari 5 (lima) tahun. Jika hak tersebut diperjanjikan untuk suatu waktu yang lebih lama, maka waktu itu diperpendek sampai lima tahun. Apabila si penjual lalai mernajukan tuntutannya untuk membeli kembali dalam tenggang-waktu yang telah ditetapkan, maka tetaplah si pembeli sebagai pemilik bararig yang telah dibelinya 28
itu. Demikianlah ketentuan-ketentuan yarig dapat kita ambil dari pasal-pasall520 clan 1521. Jika kitatinjau benar-benar perjanjian jual-beli dengan janji membeli kembali ini, maka sebenarnya perjanjian tersebut merupakan suatu perjanjian dimana pihak penjual diberikan kekuasaan untuk secara seplhak (dan diluar Hakim) membatalkan perjanjiannya dan menuntut kembali barangnya sebaqai miliknya. Dengan demik.ian maka si pembeli yang membeli suatu' barang dengan janji membeli kembali itu memperoleh hak milik atas barang yang dibelinya itu dengan memikul kewajiban untuk sewaktu-waktu (dalam jangka-waktu yang diperjanjikan) menyerahkan kembali barangnya kepada si penjual, Baru setelah lewatnya jangka-waktu yang diperjanjikan itu, ia akan rnenjadi pemilik tetap. Dalam suatu perjanjian jual-beli dengan hak membeli kern bali itu sudah barangtentu dikandung maksud bahwa si pembeli selama jangka -waktu yang diperjanjikan itu tidak akan menjual lagi barangnya kepada orang lain, karenaia setiap waktu dapat diminta menyerahkan kembali barang itu kepada si penjual. Namun kalau ia toh menjual barangnya kepada orang lain, dan bararig ini adalah barang bergerak, maka pembeli kedua ini adalah aman, artinya tidak dapatdituntut untuk menyerahkan barangnya kepada penjual pertama. Oranqini (penjual pertama) hanya dapat menuntut ganti-rugi dari si pembeli (pertama) yang telah membawa dirinya dalam keadaan tidak mampu memenuhi janjinya . Lain halnya apabila yang diperjual-belikan itu suatu benda tak bergerak. Dalarn hal ini si penjual yang telah meminta diperjanjikannya kekuasaan untuk membeli kembali barang yang dijual, boleh menggunakan haknya itu terhadap seorang pembeli kedua, meskipun dalam perjanjian jual-beli yang kedua itu tidak disebutkan tentang adanya janji tersebut (Lihat: pasal 1523) . lni berarti bahwa , jika yang diperjual-belikan itu suatu benda takbergerak, maka janji untuk mernbeli kembali yang telah diadakan untuk kepentingan si penjual itu haru s ditaati oleh pihak ketiga.
29
BENDA 'TAK BER GERAK
PINJAM UANG DENGAN JAMINAN
Perjanjian jual-beli dengan hak membeli kembali didalam praktek sering dipakai untuk menyelubungi suatu perjanjian pinjam uang dengan pemberian jaminan kebendaan, yang seharusnya dibuat dalam bentuk hipotik. Sudah barangtentu dalam suatu perkara dimuka Hakim, beban untuk membuktikan bahwa perjanjian jual-beli dengan hak membeli kembali in casu sebetulnya adalah suatu perjanjian pinjam uang, dengan jaminan, diletakkan pada pundaknya pihak penjual, Menarik perhatian adalah bahwa, dalam hubungan ini, Civil Code of the Philippines memberikan beberapa petunjuk untuk mempersangkakan bahwa suatu "sale with right to repurchase" (jual-beli dengan hak membeli kembali) adalah suatu "mortgage" (semacam hipotik), yaitu dalam hai : a.apabila harga tidak seimbang dengan nilai barang yang sebenarnya. b. apabila si penjual tetap menguasai barangnya sebagai penyewa atau lain sebagainya; c. apabila, setelah lewatnya jangka-waktu untuk membeli kembali, dikeluarkan suatu perjanjian lain untuk memperpanjang waktu atau memberikan jangka waktu baru; d. apabila si pembeli menahan sebagian dari harga barang untuk dirinya sendiri; e. apabila si penjual mengikatkan diri untuk membayar pajak-pajak mengenai barang yang dijuainya. :Juga dalam lingkungan Hukum Adat sudah mulai banyak dipakai perjanjian jual-beli dengan hak membeli kembali ini untuk menyelubungi suatu gadai tanah guna menghindari la'ranqan yang berlaku dalam gadai tanah menurut Hukum Adat " itu untuk memperjanjikan bahwa kalau tanah tidak ditebus dalam suatu waktu tertentu, tanah itu akan menjadi milik mutlak dari si pengambil gadai. Sebagaimana diketahui, dalam gadai tanah menurut Hukum Adat, tidak bisa secara otomatis tanah yang digadaikan itu menjadi milik si pengambil gadai setelah lewatnya jangka-
30
untuk menebus, tetapi selaiu diperlukan suatu transaksi lagi untuk mengalihkan hak milik itu, misalnya dengan memberikan tambahan uang gadai kepada si pemilik tanah. Tergantunglah dari hasil pembuktian dimuka Hakim apakah juai-beli dengan hak membeli kembali itu akan dipertahankan untuk berlaku sebagai juai-beli atau apakah perjanjian tersebut akan dianggap sebagai gadai ataupun pemberian jaminan belaka untuk suatu pinjaman uang. 7. JUAL-BELI PIUTANG DAN LAIN-LAIN HAK TAKBERTUBUH.
Bagian terakhir dari Bab yang mengatur perihal jual-beli dalam B.W. adalah mengenai jual -beli "piutang dan lain-lain hak takbert ubuh" (pasal 1533 dan selanjutnya). Apa yang dimaksud dengan "lain-lain hak takbertubuh" adalah kurang jelas. Ada satu pasal yang menyebutkan tentang penjualan warisan (pasal 1537) ., tetapi untuk selainnya tidak terdapat lain-lain hak yang jual -belinya diatur disini selainnya piu tang-piutang (penagihan) atau dengan perkataan lain: hakhak yang berdasarkan suatu perikatan, yang dalam sistematik B.W. juga dinamakan hak-hak perseorangan sebagai lawan dari hak-hak kebendaan . Perkataan "hak takbertubuh" juga tidak tepat karena dengan sendirinya suatu hak adalah tidak bertubuh. art inya : tidak dapat dilihat atau diraba. Perkataan "benda takbert ubuh" ada1ah lebih baik, meskipun sebenarnya juga tidak perlu untuk memakai istilah tersebut. Cukuplah dipakai perkata an piutang, penagihan ("claim") atau "hak " saja. Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang rnelekat padanya, sepertinya penanggungan-penanggungan, hak -hak istimewa dan hipotik-hipotik. Demikianlah diterangkan oleh pasal 1533. Dengan perkataan lain, segala "sanqkut-paut " atau "embel-embel" (sequeelen") dari piutang itu ikut serta. Baranqsiapa yang menjual suatu piutang atau suatu hak tak bertubuh lainnya, harus menanggung bahwa hak itu benar ada pada waktu diserahkannya, biarpun penjualan dilakukar, ta npa janji penanqqunqan (pasal 1534).
31
T1DAK MENJAMIN CUKUPMAMPUNYADEBITOR
Sangat penting adalah apa yang ditentukan dalam pasal 1535, yaitu bahwa si penjual piutang tidak bertanggung-jawab .tentang cukup-mampunya siberutang, kecuali jika ia telah mengikatkan dirinya untuk itu, dan (dalam hal yang demikian) hanya un t uk [umlah harga pembelian yang telah diterirnanya untuk piu tangnya . Sebenarnya,jika piutang itu kita anggap sebagai sua tu barang , maka tidak mampunya siberutang (hal mana tidak diket ahui oleh si pembeli piutang) adalah menyerupai " cacad tersembunyi " dari piutang yang dijual itu. Dalam hal jual-beli barang,cacad tersembunyi harus ditanggung oleh penjual barang . Tetapi disini kita lihat bahwa apakah sibe rutang itunanti mampu membayar utangnya atau tida k , adalah diluar ta nggungan si penjual piutang. Juga kalau jual-beli piutang-atas-nama ini kita bandingkan dengan jual-beli wesel (piutang wesel), maka nampaklah .bahwa tanggung-jawab -lieorang, penjual piutang-atas-nama itu lebih ringan. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel) dapat kita lihat bahwa seorang yang menjual dan menyerahkan wesel (seorang "endosan") harus menanggung terbayarnya wesel it u. Kewajiban menanqqunq ini terkenal dengan narna : "wajib-regres" . j 8. HA K
JUAL-BELI TUNAI
REKLAME.
Perkataan " reklame" berarti "rnenuntut kembali" (bandingkan perkataan Inggeris : " reclaim " ). Jika jual-beli diadakan tanpa sesuatu janji bahwa harga barang boleh diangsur atau dicicil (jual-beli yang demikian dinarnakan jual-beli "tunai") dan pembeli tidak membayar harga itu , maka selama barangnya masih berada ditangannya si pembeli, penjual dapat menuntut kembali barangnya , asal penuntutan kembali it u dila kukan dalam jangka-waktu tigapuluh hari . Hak seorang penjual barang ini terkenal denqan nama "hak reklame" dan diatur dalam pasal 1145 B.W., sua tu pasal yang terdapat dalarn Buku II (Hukum Benda) dalam bagian te.ntang "piutang-piutan g yang di-istimewakan" ("privileges "). Hak re. klame ini mengenaibarang bergerak.
32
Ha'k rekl arne te rsebut juga diatur dalam Kitab Undang-un dang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel), yaitu dalam pasal 230 dan selanjutnya, tetapi peraturan yang terdapat dalam' K. U.H.D. itu hanya berlaku dalam halnya si pembeli te lah dinyatakan paint. Dalam kepailitan si pembeli itu tuntutan reklame harus ditujukan kepada Balai Harta Peninggalan (Weeskamer) selaku curatrice (pengampu) dari si pembeli yang ·telah jatuh pailit itu. Syarat-syarat untuk melancarkan reklame dalam Kitab Un dang-undang Hukum Dagang adalah lebih longgar dibandingkan dengan .syarat-syarat yang ditetapkan dalam pasal 1145 B.W. yait u : a. jual-belinya tidak usah jual-beli tunai (kontan), jadi jual-beli kreditpun boleh; b. penuntutan kembali dapat dilakukan dalam jangkawakt u 60 (enampuluh) hari , jadi lebih lama dari jangka-waktu yang diperkenankan oleh pasal1145 B.W.; c. tuntutan reklame masih boleh dilancarkan meskipun barangnya sudah berada ditanqarr-oranq lain. Jika kit a perhatikan benar-benar hak reklame ini, nampak sifatnya yang sama dengan hak membeli kembali, yaitu bahwa hak reklame ini pada hakekatnya merupakan hak dari si penjual bara ng untuk - diluar Hakim -membatalkan perjanj ian jual-belinya. Barang yang dibeli dan sudah diserahkan (dile ver) kepada si pe mbeli, menurut hukum sudah menjadi miliknya pembeli. Oleh kar ena itu maka hanyalah dengan jalan pembatalan jual-belinya, si penjual dapat menuntut kembali barang itu sebagai miliknya dari tangannya si pembeli.
33
9. JUAL-BELI "BARANG ORANG LAIN" (PASAL 1471)• •
Pasal 1471 B.W. mengatakan: "Jual-beli barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar untuk penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika si pembeli tidak .telah menqetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain". Karena [ual-beli menurut sistem B.W. adalah hanya suatu perjanjian "obligatoir" saja dalam arti baru meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak dan belum memindahkan hak milik, maka ketentuan pasal 1471 itu sebetulnya sulit dimengerti. Menurut sistem B.W. terse but jelas diperkenankan untuk mengadakan perjanjian jual-beli mengenai 'suatu barang yang pada detik diadakannya perjanjian itu belum merupakan miliknya si penjual. Yang penting adalah bahwa pada saat ia harus menyerahkan (melever) barang tersebut, barang itu sudah menjadi miliknya. Misalnya sebuah mobil yang baru saya . pesan secara "indent", sudah dapat saya perjual-belikan. Secara terus terang, pasal 1471 itu telah dikutib secara keliru dari Code Civil Perancis, dimana sistem mengenai jual-beli adalah berlainan, yaitu jual-beli sudah memindahkan hak milik. Dalam Code Civil Perancis itu apa yang dinamakan "delivrance" '(leverin g, penyerahan) adalah suatu perbuatan yang bersifat "feitelijk" saja, yaitu memindahkan barangnya ke dalam kekuasaan physik si , pem beli, jadi bukan suatu perbuatan yuridis seperti dalam B.W. Menginsyafi hal ini, maka Hoge Raad di Negeri Belanda pernah menafsirkan perkataan "batal " ("nietig") sebagai berarti "dapat dimintakan pembatalannya" ("vernietigbaar"), asal si pembeli dapat membuktikan bahwa ia sungguh-sungguh tidak tahu bahwa pada waktu menutup perjanjiannya jual-beli, barang itu belum menjadi miliknya si penjual. Mahkamah Agung ' Indonesia dalarn Surat ' Edarannya No. 3 tahun 1963 yang terkenal itu, secara terus terang telah menyatakan pasal 1471 itu (seperti halnya dengan pasal 1460) tidak berlaku lagi.
34
Bab ke 11
TUKAR - MENUKAR
Tukar-rnenukar adalah suatu perjanjian dengan man a kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suat u barang secara bertimbal-balik sebagai gantinya suatu barang lain . Demikianlah definisi yang diberikan oleh pasal 1541 B.W. Dalamdunia perdagangan perjanjian ini juga diken~l denqan nama "barter". Sebagaimana dapat dilihat dari rumusan tersebut diatas, perjanjian tukar-menukar ini adalah juga suatu perjanjian konsensual, dalam arti bahwa ia sudah jadi dan mengikat pada detik tercapainya sepakat menqenai barang-barang yang menjadi obyek dari.perjanj iann ya :
35
"'BARTER"'
Demikian pula dapat dilihat bahwa ia adalah suatu perjanjian "obligatoir" saja seperti jual-beli, dalam arti bahwa ia belum memindahkan hak milik tetapi baru pada taraf memberikan hak dan kewajiban . Masing-masing pihak mendapat hak untuk menuntut diserahkannya hak milik atas barang yang menjadi obyek perjanjian. Yang memindahkan hak milik atas masing-masing barang adalah perbuatan (perbuatan-hukum) yang dinamakan "levering" atau penyerahan hak milik secara yuridis. Dalam bab tentang jual-beli sudah kita lihat bahwa - karena B.W. mengenal tiga macam barang - ada tiga macam levering, yaitu levering mengenai barang bergerak, barang takbergerak dan piutang atas nama. Segala apa yang dapat dijual, dapat pula menjadi obyek perjanjian tukar-menukar . Kalau jual-beli adalah mengenai barang lawan uang, maka tukar-menukar ini adalah suatu transaksi mengenai barang lawan barang. Kalau dalam suatu masyarakat yang belum mengenal uang tukar-menukar itu merupakan transaksi utama, maka dalam masyarakat yang sudah mengenal uang sebaqai sarana dan alat pembayaran, ia sudah jarang ·dilakukan. Namun dalam perdagangan internasional ia masih banyak juga dilakukan, seperti juqa didalam negeri pada waktu nilai alat pembayaran mengalami kegoncangan besar. Untuk dapat melakukan perjanjian tukar-menukar, masinq~asing pihak harus pemilik dari barang yang dia janjikan untuk serahkan dalam tukar-menukar itu. Adapun syarat bahwa masing-masing harus pemilik itu ,baru berlaku pada saat pihak yang bersangkutan menyerahkan baranqnya atau tepatnya menyerahkan hak milik atas barangnya. Juga menqenai barang bergerak' disini berlaku ketentuan pasal 1977 (1) B.W. beserta penghalusan hukumnya sebagaimana telah diutarakan dalam bab tentang jual-beli. Begitu pula kewajiban untuk menanggung ("vrijwaring", "warranty") akan kenikmatan tenteram dan terhadap cacad-cacad tersembunyi ("verborgen gebreken", "hidden defects") berlaku bagi .seorang yang telah memberikan barangnya dalam tu-
36
kar -rnen ukar . Adanya kealpaan dalam menunaikan kewajiban- . kewajiban tersebut merupakan wanprestasi("breach of contract") yang merupakan alasan untuk menuntut ganti-rugi atau pernbatalan perjanjian. . Semua itu tersimpul dalam ketentuan yang secara singkat menetapkan bahwa segala peraturan-peraturan tentang perjanjian jual-beli juga berlaku terhadap perjanjian tukar-menukar (pasal 1546). Jika pihak yang satu telah menerima barang yang ditukarkan kepadanya, dan kemudian ia membuktikan bahwa pihak yang lain bukan pemilik barang tersebut , maka tak dapatlah ia dipaksa menyerahkan barang yang ia telah janjikan dari pihaknya sendiri, melainkan hanya untuk mengembalikan barang yang t elah diterimanya itu. Demikianlah ditetapkan oleh pasal 1543. Siapa yang karena suatu penghukuman untuk menyerahkan barangnya kepada seorang lain, telah terpaksa melepaskan barang yang telah diterimanya dalam tukar-rnenukar , dapat memilih apakah ia akan menuntut ganti-rugi dari pihak lawannya ataukah ia akan menuntut pengembalian barang yang ia telah berikan (pasalI544). Ketentuan ini merupakan perwujudan dari k ewajiban masing-masing pihak untuk menjamin kenikmatan t en t eram atas barang yang telah diserahkannya dalam tukar-rnenukar . Namun dengan sendirinya penuntutan pengembalian ba ra ng yang telah diserahkan kepada pihak lawan, hanya dapat dilaksanakan selama barang itu masih berada ditangannya (dalam milik nya ) pihak tersebut, sebab dapat juga terjadi pihak tersebut sudah menjualnya kepada orang lain; dalam hal yang demikian tinggallah tuntutan ganti-rugi yang dapat dilancarkan. Bagaimanakah persoalan risiko dalam perjanjian tukar menukar ini ? Hal ini diatur dalam pasal 1545 yang berbunyi : "Jika suatu barang tertentu yang telah dijanjikan untuk di tukar, musnah diluar kesalahan pemiliknya , maka persetujuan dianggap sebagai gugur dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang ia telah berikan dalam tukar-menukar".
37
SEMUA PERATUR · AN JUAL · BEll BER · LAKU
RISIKO PERATUR· ANNYA SANGAT TEPAT
Peraturan tentang risiko yang diberikan oleh pasal 1545 itu sudah tepat sekali .. Risiko itu memang seadilnya harus dipikulkan kepada pundak masing-masing pemilik barang. Kalau seorang pemilik sepeda motor menqadakan perjanjian tukar-menukar dengan seorang pemilik kuda, kemudian ia sudah menyerahkan sepeda motornya tetapi kuda itu mati sebelum diserahkan karena suatu kejadian tak disengaja, maka sudah adil kalau ia menerima kembali sepeda motor miliknya. Kematian kuda harus dipikul oleh pemiliknya sendiri dan tidak boleh di'timpakan kepada pemilik sepeda motor. Peraturan tentang risiko dalam perjanjian tukar menukar ini sudah tepat sekali untuk suatu perjanjian yang bertimbal-balik karena dalam perjanjian yang demikian itu seorang menjanjikan prestasi derni untuk mendapat suatu kontra-prestasi, Oleh . karena itu maka peraturan tentang risiko dalam perjanjian tukarmenukar ini sebaiknya dipakai sebagai pedometi dalam perjanjian bertimbal-balik lainnya yang timbul dalam praktek (kebiasaan) dan karenanya tidak ada peraturannya yang tertulis, misalnya perjanjian sewa-beli.
Bab ke III
SEWA - MENYEWA
1. DEFINISI.
Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan darisesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya. Demikianlah definisi yang diberikan oleh pasal 1548 B.W. mengenai perjanjian sewa-menyewa . . Sewa-menyewa, seperti halnya dengan jual-beli dan perjan jian-perjanjian lain pada umumnya, adalah sua tu perjanjian kon-
38
39
TIDAK USAH PEMILlK
"WAKTU TERTEN. TU" SU. KAN SYARAT
sensual. Artinya, ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur2 pokoknya , yaitu barang dan harga. Kewajiban pihak yang satu ad,alah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain , sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar "harga sewa" . Jadi barang diserahkan tidak untuk dimiliki seperti halnya dalam jual beli, tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati kegunaannya . Dengan demikian maka penyerahan hanya bersifat menyerahkan kekuasaan belaka atas barang yang disewa itu. Karena kewajiban pihak yang menyewakan adalah men yerahkan barang untuk dinikmati dan bukannya menyerahkan hak milik atas barang itu, maka ia tidak usah pemilik dari barang tersebut. Dengan demikian maka seorang yang mempunyai hak nikmat-hasil dapat secara sahmenyewakan barang yang dikuasainya dengan hak tersebut. Kalau seorang diserahi suatu barang untuk dipakainya tan pa kewajiban membayar sesuatu apa, maka yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam -pakai. Jika si pemakai barang itu diwa jibkan membayar, maka bukan lagi pinjam-pakai yang terjadi, tetapi sewa-menyewa. Disebutkannya perkataan "waktu tertentu'" dalam uraian pasal 1548 tersebut diatas, menimbulkan pertanyaan apakah maksudnya itu, karena dalam perjanjian sewa-menyewa sebenarnya tidak perlu disebutkan untuk berapa lama barang disewa nya, asal sudah disetujui berapa harga sewanya untuk sat u jam (misalnya sewa mobil) , satu hari , satu bulan atau satu tahun. Ada yang menafsirkan bahwa maksudnya tidaklah lain dari pada untuk mengemukakan bahwa pe mbuat undang-undang memang memikirkan pada perjanjian sewa-menyewa dimana waktu-sewa ditentukan, misalnya untuk enam bulan, untuk dua tahun dan sebagainya . Dan penafsiran yang demikian itu menurut pendapat kami memang tepat. Suatu petunjuk terdapat dalam pasal 1579, yang hanya dapat kita mengerti dalam alarn-pikiran yang dianut oleh seorang yang pikirannya tertuju pada perjanjian sewa-menyewa dimana waktu-sewa itu ditentukan. Pasal tersebut berbunyi: "Pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan
40
sewanya dengan menyatakan hendak memakai sendiri baranqnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya" . Teranglah bahwa pasal ini ditujukan dan juga hanya dapat . dipakai terhadap perjanjian sewa-menyewa dengan waktu terten- . tu . Memang sudah selayaknya bahwa seorang yang sudah menyewakan barangnya misalnya untuk lima tahun, tidak boleh me.nghentikan sewanya kalau waktu te rsebut belum habis, denganda:.. lih bahwa ia ingin memakai sendiri barang yang disewakan itu. Tetapi kalau ia menyewakan barangn:ya tanpa ditetapkannya suatu waktu tertentu, sudah barangtentu ia berhak menghentikan sewa itu setiap waktu asal ia mengindahkan cara-cara dan jangka-waktu yang diperlukan untuk pemberitahuan pengakhir an sewa menurut kebiasaan setempat. Meskipun demikian, peraturan tentang sewa-menyewa yang termuat dalam bab ketujuh dari Buku III BW . berlaku un tuk segala macam sewa-menyewa, mengenai semua jenis barang, baik bergerak maupun takbergerak, baik yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, oleh karena "waktu tertentu" bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa-menyewa. Tentang harga-sewa: Kalau dalam jual -beli harga harus berupa uang , karena kalau berupa barang perjanjiannya bukan jual-beli lagi tetapi menjadi tukar-rnenukar , tetapi dalam sewamenyewa tidaklah menjadi keberatan bahwa harqa-sewa itu berupa barang atau jasa . Sebagai telah diterangkan , segala macarnbaranq dapat d!sewakan, Perkataan . " carter " yanq berasal dari dunia perkapalan ditujukan kepada pemborongan pemakaian sebuah kendaraan atau alat pengangkut (kapal laut, kapal terbang , mobil dan lain-lain) untuk suatu waktu tertentu atau untuk suatu perjalanan tertentu , dengan pengemudinya yang akan tunduk pad a perintah-perintah yang diberikan oleh si pencarter.
41
HARGA SEWA T1DAK USAH UANG
2 . K EWAJIBAN -KEWAJIBAN PI HA K YANG MENYEWAKAN
PEMBETULAN PEMBE TULAr~.
TUNTUT AN -TUN TUTAN HUKUM
GANG GUA N P4YSIK
Pihak yang menyewakan mempunyai kewajiban : 1. menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa; 2 . memelihara barang yang disewakan sedemikian hingga itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan; 3. memberikan kepada si penyewa kenikmatan tenteram dari barang yang disewakan selama berlangsungnya persewaan. Selanjutnya ia diwajibkan, selama waktu-sewa, menyuruh melakukan pembetulan-pembetulan pada barangnya yang disewakan yang perlu dilakukan, terkeeuali pembetulan-pembetulan keeil yang menjadi wajibnya si penyewa. Juga ia harus menanggung si penyewa terhadap semua eaead dari barang yang disewakan yang merintangi pemakaian barang itu, biarpun pihak yang menyewakan itu sendiri tidak mengetahuinya pada waktu dibuatnya , perjanjian sewa-menyewa, Jika eaead-eaead itu telah mengakibatkan sesuatu keruqian bagi si penyewa, makakepadanya pihak yang menyewakan diwajibkan memberikan ganti-rugi (pasal -pasal 1551 dan 1552). Kewajiban memberikan kenikmatan tenteram kepada si penyewa dimaksudkan sebagai kewajiban pihak yang menyewakan untuk menanggulangi atau menangkis tuntutan-tuntutan hukum dari pihak ketiga, yang misalnya membantah hak si pe nyewa untuk memakai barang yang disewanya. Kewajiban tersebut tidak meliputi pengamanan terhadap gangguan-gangguan physik, misalnyaorang-orang melempari rumahnya denqan batu atau tetangga membuang sampah dipekarangan rumah yang di sewa , dan lain sebagainya . Hal ini ditegaskan dalam pasal 1556 yang berbunyi : "Pihak yang me nyewakan. tidaklah diwajibkan men jarnin si penyewa terhadap rintangan-rintangan dalam kenik' matann ya yang dilakukan oleh orang-orang pihak ketiga de ngan peristiw a-peristiwa tanpa mem ajukan ses uat u hak atas barang yanq disewa ; dengan tidak mengurang i. hak si penyewa untuk menuntut sendiri orang itu " . Gangguan -gangguan dengan "peristiwa-peristiwa " itu harus ditanggul an gi sendiri oleh si penyewa .
42
3. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SI PENYEWA.
Bagi si penyewa ada dua kewajiban utama, ialah : 1. memakai barang yang disewa sebagai seorang "bapak ru mah yang baik", sesuai denqan tujuan yang diberikan kepada barang itu menurut perjanjian-sewanya; "2 . membayar harga-sewa pada waktu-waktu yang telah die tent ukan menurut perjanjian, Kewajiban untuk memakai barang sewaan sebagai seorang "bapak rumah yanq baik" berarti kewajiban untuk memakainya seakan-akan itu baranq kepunyaannya sendiri. Jika si penyewa memakai barang yang disewa untuk suatu keperluan lain dari pada yang menjadi tujuan pemakaiannya, atau suatu keperluan sedemikian rupa hingga dapat mene rbitkan ker ugian kepada pihak yang menyewakan, maka pihak ini , menurut keadaan,dapat meminta pembatalan sewanya (pasaI1561). Misalnya , sebuah rumah kediaman dipakai untuk perusa haan at au bengkel mobil. " Kalau yang disewa itu sebuah rumah kediaman, maka si pe nyewa diwajibkan memperlengkapi rumah .it u denqan perabot ru mah seeukupnya; jika tidak, ia dapat dipaksa untuk mengosongkan rumah itu, keeuali jika ia memberikan eukup jaminan unt uk perobayaran uang sewan ya (pasal 1581) . Dari ketentuan ini dapat kita lihat bahwa perabot rumah itu dijadikan jaminan un t uk pembayaran uang sewa. Hal irii menemukan reali sasinya dala m apa yang dinamakan "pandbeslag" yang akan kita biearakan ditempat lain . Sebagaimana telah kit a lihat, si penyewa diwajibkan melakukan pernbetulan-pambatulan keeil dan sehari-hari . Pasal 1583 memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksudkan dengan pembet ulan-pembet ulan keeil clan sehari-hari it u, sebagai beri· kut: "jika tidak ada persetujuan, makadianqqap sebagai demikia n: pembetulan-pembetulan pada lema ri-Iemari toko, tutupan jendela, kunci-kunci dalam , kaea-kaea jendela dan segala sesuatu yang dianggap termasuk itu , menurut keb iasaan setempat". Selanjutnya bagi seorang penyewa tanah , oleh pasal 1591 dile takkan kewajiban ,.ata s aneaman membayar qanti-ruqi, untuk
43
BAPAK RUMAH 'fANG BAlK
RUMAH HARUS DILENG KAPI DE · NGAN PE · RABOT RUMAH
melaporkan kepada si pemilik tanah tentang segala peristiwa yang dilakukan diatas pekaranqan-pekaranqan yang disewa, Maksudnya adalah bahwa si pemilik dapat mengambil tindakan-tindakan yang dianggapnya perlu untuk menghentikan perbuatanperbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan pada tanah miliknya. 4.
"GUGUR OEMI HUKUM"
PER IHAL R ISIKO OA LAM SEWA-MEN.YEWA.
Menurut pasal 1553, dalam sewa-menyewaitu risiko mengenai barang yang dipersewakan dipikul oleh si pemilik barang, yaitu pihak yang menyewakan . Tentang apakah artinya "risiko" itu sudah kita ketahui dari bagian umum dariHukum Perjanjian yang diatur dalam Buku III B.W. dan juga dalam pembahasan kita mengenai perjanjian jual-beli. Untuk mengulangi lagi : risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi diluar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi obyek perjanjian. Peraturan tentang risiko dalam sewa-menyewa itu tidak begitu jelas diterangkan oleh pasal1553 tersebut seperti halnya de- • ngan peraturan tentang risiko dalam jual-beli yang diberikan oleh pasal1460, dimana dengan terang dipakai perkataan "tal'lggu,ngan" yang berarti risiko, Peraturan tentang risiko dalam sewa-menyewa itu harus kita ambil dari pasal 1553 ter~ebut secara mengambil kesimpulan. Dalam pasal ini dituliskan bahwa, apabila barang yang disewa itu musnah karena suatu peristiwa yang terjadi diluar kesalahan salah satu pihak, maka perjanjian sewa-menyewagugur demi hukum.Dari perkataan "gugur demi hukum" inilah kita simpulkan bahwa masing-masing pihak sudah tidak dapat menuntut sesuatu apa dari pihak-lawannya, hal mana berarti bahwa kerugian akibat musnahnya barang yang dipersewakan dipikul sepenuhnya oleh pihak yang menyewakan. Dan ini memang suatu peraturan risiko yang sudah setepatnya, karena pada asasnya setiap pemilik barang wajib menanggung segala risiko atas barang miliknya. Pad a waktu kita membahas perjanjian tukar-menukar, telah kita kemukakan bahwa peraturan risiko yang diberikan oleh pasal 1545 dalam perjanjian tukar-menukar itu
44
memang sangat tepat, sehingga peraturan tersebut sebaiknya dipakai sebagai pedoman untuk segala macam perjanjian bertirnbal-balik yang timbul dalam praktek. Sebagaimana diketahui, pasal 1545 tersebut meletakkan risiko pada pundak masinq-masing pemilik barang. Berhubung dengan sangat sukarnya dewasa ini bagi seorang pemilik rumah atau bangunan untuk mengakhiri perse~aan (yang harus diajukan kepada Kantor Urusan Perumahan atau KU.P :), maka dalarn praktek pasal1553 tersebut banyak sekali diajukan sebagai alasan untuk memutuskan hubungan sewa-menyewa apabila rumah atau bangunan itu sebagian rusak . Pemilik rumah atau bangunan itu dalarn hal yang demikian terlalu amat tergesa-gesa mengatakan bahwa rumah atau bangunan itu sudah musnah. Bahkan pernah ada juga yang mengajukan dalil bahwa sebuah rumah atau bangunan yang diduduki tentara sudah dapat dianggap sebagai "musnah" dalam arti bahwa kenikmatan atas barang-barang tersebut telah hilang untuk waktu tertentu. Maksud pemilik rumah .atau bangunan itu ialah agar supaya hubungan sewa-menyewa diputuskan oleh instansi yang berwajib , dan apabila tentara yang menduduki bangunan itu pergi, ia dapat menolak penghuni (penyewa) yang lama untuk memasuki lagi rumah atau bangunan itu. 5.
GANGGUAN OARI PIHAK KETIGA.
Apabila selama waktu-sewa, si penyewa dalam pemakaian baranq yang disewakan, diganggu oleh seorang pihak ke-· tiga berdasar atas suatu hak yang dikemukakan oleh orang pihak ketiga itu, maka dapatlah si penyewa menuntut dari pihak yang menyewakansupaya uang-sewa dikurangi secara sepadan dengarl .sifat gangguan itu . Apabila orang pihak ketiga itu sampai menggugat si pen yewa dimuka Pengadilan, maka si penyewa dapat menuntut supaya pihak yang menyewakan ditarik, sebagai pihak.dalam perkara perdata itu untuk melindungi si penyewa.
45
·1
GANGGUAN PHVSIK
Sudah kita lihat diatas bahwa , apabila gangguan-gangguan itu berupa perbuatan-perbuatan physik tanpa mengemukakan sesuatu hak, maka itu adalah. diluar tanggungan si yang menyewakan dan harus ditanggulangi sendiri oleh si penyewa. -,. - Kemudian juga sudah kita lihat bahwa dalam halsewa tanah, gangguan-gangguan dari pihak ketiga yang berupa peristiwa peristiwa tanpa mengajukan sesuatu hak harus dilaporkan kepada pemilik agar orang ini dapat mengambil tindakan-tindakan untuk menghentikan perbuatan-perbuatan itu yang mungkin akan menimbulkan kerusakan-kerusakan (pasal 1591). 6.
MENGULANG-SEWAKAN.
Si penyewa, jika kepadanya tidak telah diperijinkan oleh BOLEH • pemilik barang, tid ak diperbolehkan menqulanq-sewakan barang MENGUyang disewanya, maupun melepaskan sewanya kepada orang laLANG in . Diadakannya perbedaan antara "mengulang-sewakan" dan SEWAKAN. "rnelepaskan sewanya" kepada oranq lain, mempunyai maksud sebagai berikut : Dalam hal mengulang-sewakan , si penyewa barang bertindak sendiri sebagai pihak dalam.suatu perjanjian sewa -menyewa kedua yang diadakan olehnya dengan seorang pihak ketiga , sedangkan dalam hal " rnelepaskan sewanya" ia mengundurkan diri sebagai penyewa dan menyuruh seorang pihak ketiga untuk menggantikan dirinya sebagai penyewa , sehingga pihak ketiga tersebut berhadapan sendiri dengan pihak yang menyewakan. Jika si penyewa sampai berbuat apa yang dilarang itu , maka pihak yang menyewakan dapat minta pembatalan perjanjiansewanya dengan disertai pembayaran kerugian, sedangkan pihak yarig menyewakan, setelah dilakukannya pembatalan itu, tidak diwajibkan mentaati perjanjian ulang-sewa dengan orang ketiga tersebut. Jika yang disewa itu sebuah rumah tempat tinggal yang diBOLEH ME NVEWAKAN diami sendiri oleh si penyewa, maka dapatlah ia, atas tanggungSEBAGIAN jawab sendiri, menyewakansebagian kepada orang lain kecuali kalau kekuasaan itu telah dilarang dalam perjanjian-sewanya (pasal 1559). TIDAK
46
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa mengulangsewakan dan melepaskan sewanya kepada orang lain dilarang, k ecueli kalau hal-hal itu diperjanjikan, tetapi kalau menyewakan sebagian dari sebuah rumah tempat tinggal yang disewa adalah diperbolehkan, kecueli kalau hal itu telah dilarang dalam perjanjian-sewanya. 7.
SEWA TE RTU LIS DAN SEWA L1SAN.
Meskipun sewa-menyewa adalah suatu perjanjian konsensual,.namun oleh undang-undang diadakan perbedaan (dalam akibat -akibatnya) antara sewa tertulis dan sewa lisan. Jika sewa-menyewa itu diadakan secara tertulis, maka sewa it u berakhir demi hukum (otomatis) apabila waktu yang ditentukan sudah habis, tanpa diperlukannya sesuatu pemberitahuan pemberhentian untuk itu. Sebaliknya, kalau sewa-menyewa tidak dibuat dengan tulisan , maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak yang menyewakan memberitahukan kepada si penyewa bahwa ia hendak menghentikan sewanya, pembe- . ritahuan mana harus dilakukan dengan mengindahkan jangkawakt u. yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. Jika tidak ada pemberitahuan seperti itu, maka dianggaplah bahwa sewa it u diperpanjang untuk waktu yang sama. Perihal sewa tertulis itu diaturdalarn pasal 1570 dan perihal sewa yang tidak tertulis (lisan) diatur dalam pasal 1571. Jika seorang penyewa sebuah rumah atau ruariqan, setelah berakhirnya waktu-sewa yang ditentukan dalam suatu perjanjian sewa tertulis, dibiarkan menempati rumah atau ruangan tersebut , maka dianggaplah si penyewa itu tetap menguasai barang yang disewakan atas dasar syarat-syarat yang sama, untuk waktu yang ditentukan oleh kebiasaan setempat, dan tak dapatlah ia meninqqalkan rumah atau ruanqan itu atau dikeluarkan dari situ, melainkan sesudahnya dilakukan pemberitahuan penghentian sewanya menurut kebiasaan setempat (pasal 1587). Dengan uraian yang panjang lebar itu dimaksudkan bahwa sewa tertulis tersebut, setelah habis waktunya dan penyewa di-
47
SEWA TER TULlS BER· AKHIR OTOMATlS SEWA L1SAN HARUS DIHENTIKAN
1~ 'I
JUAl OITAFSIRKAN lUAS
SEWA 01TAFSIRKAN SEM PIT
biarkan menempati rumah-sewa, 'berobah menjadi sewa lisan tanpa waktu tertentu yang hanya dapat diakhiri menurut adat kebiasaan setempat.
menyanggupi penanggungannya kepada pemilik lama dan tidak kepada orang lain. Demikianlah artinya bahwa perkataan "sewa" dalam pasal . 1576 ditafsirkan secara sempit atau terbatas.
8.
9.
JUAL-BELI T1DAK MEMUTUSKAN SEWA-MENYEWA
Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan, kecuali apabila ia telah .diperjanjikan pada waktu menyewakan barangnya (pasal 1576). Dengan ketentuan ini Undang-undang bermaksud melindungi si penyewa terhadap si pemilik baru, apabila barang yang sedang disewa itu dipindahkan kelain tangan. Dengan mengingat akan maksud undang-undang tersebut, perkataan "dijual" 0.11 lam pasal 1576 itu sudah lajirn ditafsirkan secara analogis (luas) hingga tidak terbatas pada jual-beli saja , tetapi juga meliputi .lain -lain perpindahan milik, seperti: tukar-menukar, penghibahan, perwarisan dan lain-lain. Pendeknya, perkataan "dijual" dalam pasal1576 itu ditafsirkan sangat luas hingga menjadi "dipinda hkan miliknya". Sebaliknya , perkataan "sewa" atau "persewaan" dalam pasal tersebut sudah lajim ditafsirkan secara sempit atau terbatas, yaitu dalam arti: bahwa yang tidak diputuskan oleh jual-beli atau yang harus dihormati oleh pemilik baru itu hanya hak-sewa saja. Sebab adalah mungkin bahwa didalam perjanjian sewanya telah dicantumkan janji-janji khusus untuk kepentingan si penyewa (disarnpinq hak-sewanya) misalnya : kepada si penyewa dijanjikan bahwa setelah persewaannya berlangsung sepuluh tahun lamanya, ia diperkenankan membeli barang yang disewanya it u dengan harga yang murah yang ditentukan dalam perjanjian. Janji semacam itu, yanq memberikan kepada si penyewa suatu "hak opsi" , tidak berlaku terhadap pemilik baru. Begitu pula apabila perjanjian-sewanya disertai dengan suatu perjanjian penanggungan ("borgtocht", "guaranty"), dimana seorang pihak ketiga menanggung pembayaran uang-sewanya terhadap pernilik , maka perjanjian penanggungan ini dianggap hapus apabila barang yang disewa itu dijual kepada orang lain. Pendapat ini adalah tepat karena si penanggung ("borg" , "guarantor") tela h 48
PAND,BESLAG.
Seorang pemilik rumah yang meny ewakan ru mahnya , oleh Undang-undang diberikan hak-utama ("privilege" ) atas baranq barang perabot rumah yang dipakai untuk mengh iasi rumah ter- ' sebut, guna · menjamin pembayaran tutiqqeken uang-sewa. Artinya: dalam suatu eksekusi (Ielanq-sita) ata s barang-barang perabot rumah yang dipakai untuk menghiasi ru mah tersebut, si pemilik rumah harus paling dahulu diberikan sejuml ah yang cukup dari pendapatan lelangan untuk melunasi tunggakan uang -sewa yang menjadi haknya , sebelum kreditor-kredit or lainnya mene rima bagian mereka. Pemilik ru mah dap at mint a dilakukannya penyitaan atas barang-barang perab ot ru mah tersebut biarpun Larang-barang i tu dipindahkan ket empat lain, asal ia menqaju kan permintaannya itu dalam jangka-waktu empatbelas hari sete 'lah baranq-baranq 'itu diangkut ket empat ters ebut. Bahkan barang-barang kepunyaan orang lain , asal dipakai sebagai mebel dirumah sewaan itu dapat disita pula (lihat : pasal-pasal 1140 ' dan 1152) . Penyitaan yang dilakukan oleh pemilik rumah at as barangbarang perabot rumah itu dinam akan "pandbeslag", dalam perkataan man a "Pand " berarti "persil" atau pekara ngan (jadi bu-' kan berarti gadai). * )
PERABOT RUMAH
10 . SEWA ·MENYEVVA PERUMAHA N .
Oleh karena masalah perumahan meru pakan suatu masalah sosial yanlJ sangat penting sesudah Perang Dunia 1I, maka didaerah-daerah yang dulu dikuasai oleh Pemerintah Federal, banyak rumah-rumah .gedung dikuasai oleh Pemerintah untuk diatur penggunaan atau penghuniannya. Yang dibolehkan menempa. ti rumah-rurnah yang dikuasai Pemerintah itu hanyalah orang yang mendapat V.B. ("Vestigingsbesluit " atau ijin penghunian) dari lJepartemen Sosial) . *) Juga pandbeslag itu didahulukan terhadap pihak ketiga kepada siapa barangbarang perabot rumah it u telah diperikatkan secara mernberfkannya dalam gadai atau lainnya, jadi misalnya seo.rang kreditor kepada siapa ba ranq-baranq itu diserahkan dalam milik secara kepe.rcayaan (fiduciai.re eigendomsoverd.racht), hal mana juga dapat dibaca dari pasal 1142 B.W.
49
MASAlAH SOSIAl
K.U .P.
S.I.P.
PENGHEN · TlAN OAN PENGOSONGAN
TUNGGAK· AN UANG SEWA TE· TAP 01 pENGAOILAN NEGERI PERBUAT· AN MELANGGAR
HUKUM OLEH PEMERINTAH
Keadaan terse but telah diteruskan oleh Pemerintah kita, bahkan te1ah diperluas hingga berlaku diseluruh wilayah Republik Indonesia, dengan Undanq-undanq No.3 tahun 1958 tentang Urusan Perumahan. Pe1aksanaan kebijaksanaan mengenai urusan perumahan diserahkan kepada "Kantor ' Urusan Perumahan" (disingkat K.U .P.) yang didampingi oleh Panitia Sewa-menyewa sebagai badan penasehat mengenai penetapan harga-sewa dan . harga bangunan. Untuk menernpati rumah harus ada "surat ijin penghuni" (disingkat S.I.P) yang diberikan oleh Kantor Urusan Perumahan tersebut. Surat ijin penqhuni itu meletakkan hubungan sewa- • menyewa antara penghuni dan pemilik rumah, begitu pula penetapan harga-sewa oleh Panitia Sewa-inenyewa meletakkan suatu hubunqan sewa-menyewa seperti juga perpanjangan sewa yang diberikan oleh Kantor Urusan Perumahan atas permintaan salah seorang penghuni. · . Hubungan sewa-menyewa seperti yang disebutkan di atas hanya dapat dihentikan atau diakhiri denganijin dari K.U.P., sepertipun pengosongan rumah yang sedang disewa menurut, ketentuan-ketentuan Undang-undang tentang urusan perumahan terse but. Hal ini ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No.49 tahun 1963. Maka dalam soalpepqakhiran sewadan pengosongan itu Pengadilan Negeri tidak berkuasa 1agi karena itu sudah diserahkan kepada yurisdiksi K.U.P. dengan ada kemungkinan minta banding kepada Kepala Daerah yang membawahkan K.U.P. yanq bersangkutan. . Pengadilan Negeri 'tinqcal berkuasa terhadap gugatan menuntut pembayarantunggakan uang-sewa saja, Kemunqkinan baci para pencari keadilan untuk rnenqajukan persoalan perumahan itu ke depan Pengadilan hanyalah ada apabila Kepala Daerah (atau I'"U.P. sebagai bawahannya) dapat dikatakan melakukan perbuatan melanggar hukurn di d:>lam soa' penghentian. sewa atau pengosongan tersebut. Gugatan yai . , .diajukan kepada Pengadilan itu ' lalu didasarkan pada sua tu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Pemerintah (" onrechtma tige overheidsdaad") . *)
*)
50
Dengan Pera turan Peme rintah NO.5 5 rahu n 19B 1 (PP N o.5 5/19BI ) tentang Perubahan atas Pera tur an Pem enntah No.49 tahun 1963. kewenan gan penyeIesaian sengketa sewa-rneny ewa perumahan telah dikembalika n k cpa da Pe . ngadi!an .
,I
Bab ke IV SEWA - BEll
Perjanjian "sewa-beIi" (bahasa Belanda "huurkoop" bahasa Inggeris "hire-purchase") adalah suatu ciptaan praktek (kebiasaan) yang sudah diakui sah oleh yurisprudensi, ma1ahan di NederIand sudah pula dimasukkan dalam B.W. dan di Inggeris telah diatur dalam suatu undang-undang tersendiri, yaitu "Hire. purchase 'A ct '" tahun 1965 yang diadakim disamping "Sale of Go ods Act" dari tahun 1893. I
Ciptaan sendiri oleh praktek itu memang diperbolehkan karena sebagaimana diketahui, hukum perjanjian B.W. menganut sistem terbuka atau asas kebebasan berkontrak sebagaimana ter-
51
HUKUM KEBIASAAN
"HIRE PUR . CHASE"
, k andung dalam pasal 1338 (1) yang berbunyi : "sernua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku se bagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Sewa-beli sebenarnya adalah suatu macam jual-bel i, setidak-tidaknya ia lebih mendekati jual-beli dari pada sewa-menyevte, meskipun ia merupakan suatu campuran d'ari kedua-duanya dan diberikan juduli'sewa-rnenyewa". Dalam Hire-purchase Act 1965 ia dikonstruksikan sebagai suatu perjanjian "sewa-menyewa dengan hak opsi dari si penyewa untuk membeli barang yanq disewanya". Maksud kedua belah pihak adalah tertuju pada perolehan hak milik atas suatu barang disatu pihak dan pero lehan sejurnlah uang sebagai imbalannya (harga) dilain pihak. *) Sewa-beli mula-mula ditimbulkan dalarn praktek un tuk menampung persoalan bagaimanakah caranya memberikan jalan ke luar apabila pihak penjual me nqhadapi banyak permintaan atau hasrat untuk membeli baranqnya tetapi calon-calon pembeli itu tidak mampu membayar harga barang-barang sekaligus. , Penjual bersedia untuk menerima bahwa harga baranq itu dicicil atau diangsur, tetapi ia rnemerlukan jaminan bahwa barangnya (sebelum harganya dibayar lunas ) tidak akan dijual lagi oleh si pembeli. . Se baqai jalan-keluar lalu diketemukan sua tu macam perjanjian dimana selama harga belum dibayar lunas itu , si pembeli menjadi penyewa dahulu dari barang yang ingin dibelinya. Harga sewa sebenarnya adalah angsuran atas harga barang. Kalau dibayar tunai umpamanya harga barang adalah Rp .l 00.000, narnun dalarn sewa-beli harga itu menjadi Rp .120.000, - 'yang akan .dianqsur tiap-tiap bulansampai duabelas.kali lun.a~~_ _ __. Den gan dijad ikannya penyewa (dengan kontrak yang juga berjudul : "sewa-menyewa"), si pembeli itu terancam oleh hu ku m Pidana ("penggelapan ") apabila ia sampai berani menjual barangnya. Dengan perjanjian yang seperti itu kedua piha k tertolong, artinya pembeli da pat mengangsur harga yang ia tidak mamp u membayarnya tunai dan seketikadapat men ikmati barangn ya, sedangkan disebelah lain si penjua l merasa aman karena barangnya ti dak akan dihilangkan ole h si pembeli selama harga belum di bayar lu nas (karena ia takut pada ancaman pida na ) . *}
52
Da la m BW Belanda, sewabeli dikons truksikan sebeqai jua! be l i dcnqan oici la n d e n qan pena nqquhan pemindahan ha k milik nya .
Penyerahan hak rnilik baru akan dilakukan pada waktu d ibayarnya anqsuran yang terakhir, penyerahan mana dapat di lakukan dengan suatu pernyataan saja karena barangnya su dah berad.i da larn kekuasaan si pernbeli dalam kedudukannya sebaqai penyewa. Cara pe nyerahan ini dinamakan "traditio brevi manu"*) Sewa-beli da lam praktek sebelum Perang Dunia II sudah banyak di lakukan, mula-mula mengenai mesin-rnesin ja hit (terkenal adalah sewa-beli atas mesin jahit merk "Singer" buatan Amerika), kemudian mengenai barang-barang perabot rumah dan ak hirn ya juga mengenai mobildanrumah . Baqa imanakah persoalan t isiko dalam perjanj ian sewa-beli itu? Mengenai ini pernah d ipersoalkan dalam suatu perkara dimuka Pengadilan Negeri Surahaya. Duduknya perkara adalah sebagai berikut : Sebuah toko mobil N.V . Handelsmaatschapp ij L 'Auto menggugat seorang bernama Jordan, untuk melunasi kekurangan angsuran at as harga sebuah mobil yang disewa-heli oleh J ordan tersebut. Mobil t ersebut te lah dirampas o leh Balatentara Jepang sewak t u tentara itu mendarat dipulau Ja wa dalam bu lan Maret 1942 . Jordan berpendirian bahwa ia sudah tidak lagi diwajibkan membayar anqsuran-anqsuran yang tersisa karena mobil dapat dianggap sudah rnusnah. Pengad ilan Negeri Surabaya dalam putusannya tanggal 5 Pebruari 1951 mem benarkan pendirian tergugat J ordan tersebut, ata s pertimbangan bahwa perjanjian sewa -beli ItU harus diartikan sebagai suatu perjanjian sewa-menyewa; karena itu qu-, gatan dari pihak toko mobil dinyatakan tidak ·.dapat diter ima (Lihat: Maja lah Hukum tahun 1958 No . 7 - 8) . Dalam tingkat banding putusan Penqadilan Nege ri terse?ut dibatalkan oleh Pengadilan "I'inqqi Surabaya dengan putusa nnya tanggal 30 Agustus 19 56 , atas pertimbangan bahwa perjanjian sewa obeli itu ada lah suatu jenis jual-beli . O leh karena dia nggapnya sebagai suatu jenis jua l-beli maka Pengadilan Tinggi itu me , l1erapkan pasal 1460 BW . perihal risiko , yang telah ki ta bica.) artinya : "penyerahan dengan t angan pendek" .
53
R IS IKO
rakan dalam bab tentang jual-beli (dan yang kita anggap sangat tidak adil itu). . Dalarn tingkat kasasi, permohonan kasasi dari tergugat _ terbanding (Jordan) ditolak oleh Mahkamah Agung dengan pu tusan tanggal16 Desember 1957 (dimuat dalam Majalah Hukum 1958 No. 7-8 tersebut diatas), atas pertimbangan bahwa putusan Pencadilan Tinggi bahwa menurut isi perjanjian sewa-beli risiko atas hilangnya barang karena keadaan memaksa (overmacht) dipikuloleh si penvewa-beli adalah menqenai suatu kenyataan (feitelijkheid),. sehingga keberatan pemohon kasasi tentanghal ini tidak dapat dipertimbangkan oleh Pengadilan Kasasi. Sungguh disayangkan bahwa persoalan risiko dalam sewa-beli itu ticlak ditinjaulagi olehMahkamah Agung karena dianggap mengenai penafsiran tentang apa yang sesungguhnya diperjanjikan antara kedua pihak (suatu "kenyataan" atau "feitelijkheid") . Menurut pendapat kami persoalan risiko dalam perkara terse but adalah sungguh-sungguh suatu persoalan hukum dan kami dapat membenarkan putusan 'Pengadilan Negeri. Mungkin putusan Pengadilan Negeri tersebut akan lebih kuat jika didasarkan pada pertimbangan bahwa sewa-beli adalah suatu perjanjian yang timbul dalam praktek sehingga tidak ada peraturari tertulis untuk itu dan sebaiknya dalam menetapkan siapa yang memikul risiko atas barang diambil sebagai pedornan bahwa pada asasnya risiko itu dipikul oleh pemilik barang, yang dalam hal ini adalah pihak penjual mobil. Pada waktu kita membahas perianiian tukar-rnenukar telah kita kemukakan bahwa peraturan risiko yang diberikan oleh pasal 1545 adalah sangat tepat dan karenanya pantas untuk diiadikan pedoman untuk perjanjian-perjanjian bertimbaJbahk lainnya. Namun dalam praktek lajirn diperjanjikan bahwa risiko itu dipikul oleh si penyewa-beli. JUAl-BELI DENGAN CICllAN ("CREDIT SALE'"
Sewa-beli harus kita bedakan dari perjanjian jual-beli dengan cicilsn (bahasa Belanda: "koop op afbetaling", bahasa Inggeris: "credit sale"). Dalam perjanjian yang terakhir inibaranonya seketika diserahkan dalam miliknya si pembeli, namun harganya
boleh dicicil. Dengan demikian maka si pembeli seketika sudah "menjadi pemilik mutlak dari barangnya dan tinqqallah ia mernpunyai hutang kepada si penjual berupa harga atau sebaqian dari harga yang belum dibayarnya. Dan begitu pembeli menerima barangnya, begitu ia beba s untuk menjualnya lagi karena itu sudah barang miliknya. "Hire-purchase Act 1965 " tersebu t diatas memberikan ketentuan-ketentuan untuk melindungi pihak yang lernah, dalam hal ini si "penyewa" terhadap penyalah-qunaan kekuasaan si pernilik barang, antara lain dengan menetapkan bentuknya perjanjian (hams saru perjanjian , dengan memakai judul "sewabell" dan tertulis, jadi tida k boleh berupa dua perjanjian, jualbeli dan sewa-menyewa), Jarangan bagi pemilik barang untuk mengambil kembali barangnya begitu saja kalau si penyewa menunggak pembayaran, apabila sudah lebih dari sepertiga harga telah diangsur sedang penuntutan kembali itu harus lewat Hakim, penegasan ten tang jumlah uang pembayaran pertama sebeJum perjanjian ditanda-tangani, penanda-tanganan -rnana harus dilakukan oleh si :'penyewa" sendiri, sedang si penyewa selalu boleh mengakhiri perjanjian "sewa"nya tanJ>C\ sesuatu ancaman untu ~ rnemberikan ganti kerugian , dan lain-lain. LEASING
Apa yang dinamakan "leesinq", sebenarnya adalah tidak lain dari pada perjanjian sewa-rnenyewa yang telah berkembang di kalangan par~ peneusaha, dimana ''lessor'' (pihak yang menyewakan, yang sering merupakan suatu perusahaan leasing) menyewakan suatu perangkat alat , perusahaan (rnesin-mesin) termasuk service, perrieliharaan dan lain-lain kepada '1.essee" (penyewa) untuk suatu jangka-waktu tertentu. Barang·barang yang disewakan itu sering-kali bukan miliknya '1essor " sendiri, tetapi dibelinya secara cicilan dari suatu pabrik atau seoranq leveransir. Seorang pengusaha baru yang belum memiliki banyak modal , dapa t menyewa alat-alat perusahaan yang diperlukan-
54 55
nya, atas dasar perjanjian '1easing" yang pada hakekatnya berarti bahwa ia mendapat pinjaman (kredit) dari perusahaan leasing itu . Ada kalanya bahwa 'lessee ..' diberikan hak opsi untuk pada waktu berakhirnya perjanjian "leasing" membeli alat-alat perusahaan yang disewanya itu dengan harga murah atau atas . °kondisi yang ringan. Perjanjian "leasinq" ini nampak semakin populer dengan semakin berkembangnya industri dan perdaqanqan di Indonesia. -- r5aiam 'leasing" dikatakan bahwa '1e~s~e" 'adalah -" p emllikekonornis" dari barang yang disewanya, karena ia mendapat segala manfaat dari barang itu, sedangkan risikc tentang rusak/ musnahnya barang dipikul oleh "lessor". . Dalam "operational leasing", "lessee" terima jadi barang· nya (mesin pabrik) termasuk perneliharaannya (service) cl :1\1 dalam "financial leasing" lessee memesan sendiri baranqnya atas pembiayaan lessor. Dalam hal terakhir ini lajimnya biaya pemeliharaan dan tanggungan (asuransi) dibebanbn kepada lessee. Perkataan 'leasing" sudah mulai diterjemahkan dengan "sewa-quna" atau "sewa·pakai". Objeknya juga sudah tidak lagi terbatas pada mesin pabrik, tetapi sudah berupa mobil, rurnah, dan lain- lain. '
Bab ke V PERJANJIAN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN 1.
DEFINISI.
Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga .macarn, yaitu : a. perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; b . perjanjian kerja/perburuhan; dan c. perjanjian pernboronqan-pekerjaan. Dalam perjanjian dari macam (type) sub a, suatu pihak menghendaki dari pihak-lawannya dilakukannya suatu pekerjaan untuk mencapai sesuatu tujuan, untuk man a ia bersedia memo
56
57
T1GA MACAM
PERJAN· JIAN
BURUH DAN MAJIKAN
bayar upah.sedanqkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali terserah kepada pihak-lawan itu. Biasanya pihak-lawan ini adalah seorang akhli dalam melakukan pekerjaan tersebut dan biasanya ia juga sudah memasang tarip untuk jasanya itu, Upahnya biasanya dinamakan honorarium. Dalam golongan sub a itu lajimnya dimasukkan antara lain: hubungan antara seorang pasien denqan seorang dokter yang diminta jasanya untuk menyembuhkan sua tu penyakit; hubungan antara seorang pengacara (adpokat) dengan lenqganannya (kliennya) yang rninta diurus'nya suatu perkara; hubungan antara seorang notaris dengan seorang yang datang kepadanya untuk dibuatkan suatu akte ; dan lain-lain sebagainya. Dalam golongan sub b dimasukkan perjanjian antara searang "buruh" dengan seorang " rnajikan ", perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri : adanya suatu upah atau gaji tertentu yang .diperjanjikan dan adanya suatu "hubungan diperatas" (bahasa Be- ' landa' "dienstverhouding") yaitu suatu hubungan bercfasarkan mana pihak yang satu- (rnajikan) berhak memberikan perintahperintah yang harus ditaati oleh yang lain. Yang dinamakan perjanjian "pemborongan-pekerjaan" (type sub c) itu adalah suatu perjanjian antara seorang (pihak ~ng memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak yang memboronq pekerjaan), dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yan g disanggupi oleh pihak-lawan, atas pernbayaran suatu jumlah uang sebagai harga -pemborongan. .Bagaimana caranya pemborong manqerjakannya tidaklah penting bagi pihak pertama tersebut , karena yang dikeheridaki adalah hasilnya, yang akan diserahkan kepadanya dalam keadaan baik, dalam suatu jangka-waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian . Oleh karena perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu diatur oleh ketentuan·ketentuan yanq khusus untuk itu (rnisalnya antara pengacara dengan lengganannya diatur dalam pasalpasal mengenai perjanjian pemberian kuasa) ,oleh syarat-syarat yang diperjanjikan dan oleh kebiasaan , maka yang akan kita bi-
58
carakan disini hanyalah perjanjian dari golongan sub b dan subc, vaitu: perjanjian perburuhan dan perjanjian pemborongan pekerjaan. Selain dari itu, oleh karena perjanjian perburuhan me nyangkut suatu masalah yang sangat luas dan juga lajimnya dikuliahkan sebagai suatu rnata-kuliah tersendiri yaitu hukum perburuhan, rnaka .pernbahasan kita yang mengenai perjanjian perburuhan.ini akan sangat singkat. 2. 'P E R JA N JIA N KERJA!PERBURUHAN .*)
Apa yang sekarang dinamakan "perjanjian kerja/perburuhan" dulu diatur dalam pasal-pasal 1601 sampai dengan pasal 1603 lama dari B.W., yang sudah sejak tahun 1879 dinyatakan berla.k u untuk golongan penduduk Indonesia, dibawah nama (judul) : "penyewaan pelayan"{bahasa Belanda: "huur van dienstboden"). Nama yang seperti itu sampai sekarang juga masih dipakai dalam Code Civil Perancis ("louage d'ouvrage") dan dalam Civil Code of the Philippines ' ("lease of work and service ") . Ketika dalam tahun 1927 diadakan suatu peraturan baru mengenai perjanjian perburuhan itu, yaitu sebagaimana yanqsekarang termaktub da1am pasal 1601 (baru) sampai dengan pasal 1603z, peraturan barn itu tidak dinyatakan berlaku untuk orangorang Indonesia,' sehingga (dimana tadinya sudah terdapat suatu kesatuan hukum atau uniformitas)...sejak itu ada dua peraturan : yan9. lama dan yang baru, hal mana menimbulkan adanya hu bungan an tar golongan (intergentil) apabila buruh dan majikan dari golongan yang berlainan . Persoalan antar-qolonqan tersebut diberikan pemecahannya . dalam pasal 1603 x, yang menetapkan: a. apabila si buruh adalah orang Eropah, maka selalu berlaku peraturan baru; b. apabiia si majikan orang Eropah, tetapi si buruh oranq bukan Eropah, maka yang menentukan adalahmacamnya pekerjaan yang akan dilakukan: kalau pekerjaan itu biasanya dilaku kan oleh orang Eropah , maka yang berlaku adalah peraturan ba ru, kalau tidak demikian maka yang berlaku adalah peraturan lama. * ) Menurut pengertian Uridanq-undano tahu n 1954 teritanq Perjanjian Pe rbu ruhan, maka yan9 dmamakan "p el')anjian perburuhan " itu adalah perjanjian antara majikan dencan " ser ikat buruh " y aitu yang dahulu (dalam B.W.) dinamakan : "collectievv arbeidsoverecnkomst ". seda n qk a n istilah "perjsniisn kerj a J, ditujukan pada perja r.iian yang diada kan antara majikan clan seorang buruh secara perseorangan .
59
PERATUR ·
AN BARU
Dalam peraturan baru (yang sangat panjanq-lebar) terdapat banyak pasal-pasal yang bertujuan melindungi pihak pekerja (buruh)terhadap majikannya.rnisalnya banyak hal-hal yang dilarang untuk dimasukkan dalam perjanjian perburuhan (atas ancaman bahwa perjanjiannya batal) , sedanqkan kekuasaan Hakim untuk campur-tangan juga besar . Selanjutnya perlu diketahui bahwa Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel) dalam Bab ke IV da- . ri Buku II (pasal 395 dan selanjutnya) memberikan suatu pera- ' turan tersendiri-rnenqenai "perjanjian kerja-Iaut" , yang disamping menyatakan berlakunya hampir semua ketentuan-ketentu- . an mengenai perjanjian perburuhan dari B.W., memberikan ba nyak sekali ·ketentuan-ketentuan khusus untuk buruh yang be kerja dikapal. .Perlu juga diketahui bahwa Bab ke IV dari Buku II K .U.H .D. tentang perjanjian kerja -Iaut itu telah dinyatakan berlaku untuk orang Indonesia, sehingga mengenai perjanjian kerja-laut itu telah ada suatu kesatuan hukum. PERLlN-
Berbagai perlindungan bagi si b u ru h :
OUNGAN
Meskipun perjanjian perburuhan adalah suatu perjanjian konsensual (artinya sudah sah dan mengikat setelah'terjadinya sepakaf antara buruh dan majikan mengenai pekerjaan dan upah atau qaji}, namun ada ban yak ketentuan yang memerintahkan dibuatnya perjanjian secara tertulis demi untuk melindungi pihak buruh misalnya. : a . Suatu reglemen yang ditetapkan oleh si majik an hanya mengikat si buruh jika si buruh se ca ~a tertulis telab menyatakan menyetujui reglemen itu dan selainnya itu memenuhi syarat· syarat : 1. bahwa selembar lengkap dari regIe men ter sebut denga n cuma-cuma oleh atau atas nama si majikan telah diber ikan kepa da si buruh; 2 . bahwa oleh atau ata s nama si majikan telah di serahkan kepada Departemen Perburuhan (sekarang Departemen Ten~ga Kerja, atau clisingkat : Depnaker) suat u lembar lengkap dari
TERHAOAP BURUH
60
regIe men terse but yang ditanda-tangani oleh si majikan, dan disediakan untuk dibaca oleh umum; 3. bahwa suatu lembar lengkap dari reglemen tersebut ditempelkan dan tetap berada disuatu tempat yang mudah didatangi oleh si buruh, sedapat mun9kin dalam ruangan kerja, hingga dapat dibaca dengan terang. b. Suatu janji antara si majikan dan si buruh, denqan' ma. na pihak yang terakhir ini dibatasi dalam kebebasannya untuk, setelah berakhirnya hubungan-kerja antara mereka, melakukan pekerjaan dengan sesuatu cara, hanyalah sah apabila janji itu dibuat dalam suatu perjanjian tertulis atau dalam suatu regIe men dengan seorang buruh yanq sudah dewasa. Dapat kita lihat beberapa ketentuan yanq bertujuan untuk mencegah pengekangan si buruh oleh pihak majikan, misalnya: a. Tidak diperbolehkan dan batal adalah tiap janji antara si majikan atau pegawai maupun kuasanya disatu .pihak dan seorang buruh dilainpihak, dengan mana si buruh ini mengi katkan dirinya untuk menggunakan upah atau lain -lain pendapatannya atau sebagian dari itu menurut suatu cara tertentu ataupun untuk membeli barang-barang keperluannya di suatu tempat atau dari seorang tertentu (pasal 1601 s.). Dari ketentuan ini dikecualikan janji dalam. mana si buruh mengambil bagian dalam suatu dana, asal dana ini mernenuhi syarat -syarat yang ditetapkan -dalarn undang-undang. ...-- Janji ..y:ang dilarang dalam pasal 1601 s. tersebut terkenal dengan nama: "nering-beding", artinya janji untuk menggunakan pendapatan (upah) menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh majikan. b. Pembatasan atas kebebasan si buruh dalarn melakukan pekerjaan tertentu, setelah hubungan-kerja berakhir, hanya diperbolehkan apabila dibuat secara tertulis atau dalam suatu re glemen dan dibuat oleh seorang buruh yang sudah dewasa (pasal 1601 x yang telah disebutkan diatas) . Kemudian sebagai suatu ketentuan yang melindungi si buruh dapat kita anggap pasal 1602 z. tentang hal suret keterangan .
61
Pasal tersebut mewajibkan majikan, pada waktu berakhirnya hu bunqan-kerja, atas permintaan si buruh memberikan kepadanya sepucuk surat keterangan , yang harus memuat keterangan yang sesungguhnya tentang pekerjaan yang telah dilakukan dan lamanya hubungan kerja , yaitu tanggal mulai dan tanggal berakhirnya, surat keterangan mana harus dibubuhi tanggal dan tandatangan majikan , Atas permintaan khusus dari si buruh , dalam suo rat keterangan itu harus dirnuat cara bagairnana si buruh telah menunaikan kewajibannya dan alasan-alasan diakhirinya hubungan-kerja. Si buruh dapat minta supaya salah satu saja yang dimuat dalam surat keterangan. Pemutusan hubungan·kerja. PEMU-
TUSAN HUBUNGAN KERJA.
MASA PER·
COBAAN.
Dalam ketentuanketentuan yang mengatur soal pemutusan hubungan-kerja, banyak diadakan perbedaan antara perjanjian perburuhan yang diadakan untuk suatu waktu tertentu dan yang diadakan tanpa waktu tertentu. Suatu perjanjian yang diadakan untuk suatu waktu tertentu berakhir secara otomatis apabila waktunya habis. Pada prinsipnya suatu perjanjian perburuhan, baik untuk waktu tertentu maupun yang tanpa waktu tertentu , dapat diputuskan baik oleh pihak buruh maupun oleh pihak rnajikan dengan suatu pernyataan petiqskhiren; asal diperhatikan tenggang waktu . pengakhiran , waktu mana adalah , menurut pasal1603 g. dihubungkan dengan pasal 1603 i,. satu bulan. .Jika hubungan-kerja diadakan untuk waktu lebih lama dari lima tahun atau untuk selama hidupnya seorang tertentu, maka si buruh, bagaimanapun juga, berhak sejak lewatnya lima tahun dari permulaan hubungan-kerja, mengakhirinya dengan mengin·. d~hkan tenggang-waktu enem-buleti (Lihat: pasal 1603 u) . Apabila diperjanjikan suatu masa percobaan , maka selama masa percobaan itu berlangsung, si buruh berhak setiap waktu seketika mengakhiri hubungan-kerja dengan suatu pernyataan pengakhiran (pasal 1603 I) ; artinya "seketika" ialah tanpa mengindahkan sesuatu jangka-waktu. Mengenai masa percobaan ini ditetapkan bahwa masa pescobaan itu tidak boleh ditetapkan
62
ti dak sama bagi kedua belah pihak atau lebih lama dari tiga bulan dan juga bahwa tiap janji yang mengadakan suatu rnasa percobaan baru antara pihak-pihak yanq sama, adalah batal. Dari peraturan-peraturan yang t elah diutarakan , dapat ditarik kesimpulan, bahwa baik buruh maupun rnajikan yang mengakhiri (memutuskan) hubunqan-keria tanpa suatu ·p ern ya· taan pengakhiran dengan mengindahkan jangka-waktu menurut undanq-undanq, dianggap bertindak berlawanan dengan hukum ("onr echt mat.ig") dan perbuatannya diancam denqan pembebanan pembayaran ganti-rugi, kecual i jika perbuatannya itu telah dilak uk an karena suatu "alasan yang mendesak" ("dringende re· denen " ). Adapun pernbayaran oanti-ruqi yang diancamkan itu adalah sarna dengan jumlah upah/qaji yang sedianya harus dibayar oleh majikan sarnpa i pada hari dan tanggal dimana hubungan-kerja it u dapat diakhiri dengan suatu pernyataan pengakhiran yang sah (pasal1603 q) . . , Dalam hubungan dengan apa yang disebutkan diatas. , oleh undang-undang diberikan beberapa alasan yang dianggap sebagai "m endesak " yang membenarkan pengakhiran atau pemutusan hubunqan-kerja seketika. Antara lain dianggap sebaga i alasan yang mendesak bagi . pihak majikan : 1. apabila si buruh, pada waktu menutup perjanjiannya, te lah menyesatkan si majikan dengan memperlihatkan surat-surat pern yataan palsu atau kepada si majikan ini denqan sengaja telah mernberikan keterangan-keterangan palsu tentang cara bagaimana hubungan -kerja yang lama telah berakhir; 2. apabila si buruh telah 'melak ukan pencurian, penggelap· an ,penipuan atau lain -lain kejahatan yang menyebabkan ia tidak pat ut lagi mendapat kepercayaan; 3. apabila si buruh menganiaya , menghina secara kasar atau mengancam sungguh-sungguh si majikan , sana k-keluarga atau teman-ternan serumah si majikan atau teman-teman sekerjanya; 4 . apabila si buruh membujuk atau mencoba mernbujuk si majikan. sanak-keluarqa atau teman-ternan serumah si majikan
63
"ALASAN YANG MENDE -
SAK"
P 4 PERJANJI· AN PERBU· RUHAN KOLEKTlP
atau teman-teman sekerjanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan undanq-undanq atau kesusilaan baik (Lihat: pasal1603 0). Bagi pihak si buruh dianggap sebagai alasan yang mendesak antara lain: 1. apabila si majikan menganiaya, menghina secara kasar atau menqancarn sungguh-sungguh si buruh atau rnembiarkan bahwa perbuatan-perbuatan semacam itu dilakukan oleh salah seorang temannya serumah atau bawahannya; 2. apabila si majikan membujuk atau mencoba membujuk si buruh, sanak-keluarqa atau teman-teman serumah si buruh untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang 'bert entangan dengan undang-undangatau kesusilaan baik, atau membiarkan bahwa pembujukanatau percobaan membujuk yang demikian itu dilakan oleh salah seorang ternan serumah atau .bawahannya; "3. apabila terus berlangsungnya hubunqan-kerja bagi si bu,ruh akan membawa bahaya yang sungguh-sungguh untuk jiwa, kesehatan, kesusilaan atau nama-baiknya, sedangkan itu tidak ternyata sewaktu perjanjian dibuat; 4. apabila si buruh karena sakit atau lain-lain sebab diluar kesalahannya menjadi tak-mampu menjalankan pekerjaan yang diperjanjikan (Lihat: Pasal 1603 p) . Suatu perjanjian perburuhan berakhir denqan sendirinya apabila si buruh meninggal, tetapi tidak demikian halnya apabila si majikan meninggal. Dalam hal yang terakhir ini diserahkan kepada para akhliwarisnya sirnajikan apakah mereka hendak mengakhiri atau meneruskan perjanjiannya. Dengan Undang-undang No. 22 tahun 1957 telah dibentuk sebuah badan yang dinamakan: Panitia Penyelesaian Perselisihan Perbutubsn (disingkat: P 4), yang merupakan semacam Pengadilan Khusus untuk memutusi sengketa antara buruh dan majikan, namun yanq termasuk wewenangnya adalah perselisihanperselisihan yang timbul dari suatu perjanjian petbutuben kolektip. Yang dinamakan perjanjian perburuhan kolektip ini adalah sua tu perjanjian perburuhan antara seorang majikan dan suatu serikat buruh. Suatu sengketa antara seorang majikan dan se-
64
orang buruh perorangan (tidak tergabung dalam suatu serikat buruh), tetap masuk wewenang Pengadilan biasa (Peradilan Umum), yaitu Pengadilan Negeri. 3.
PERJANJIAN PEMBORONGAN-PEKERJAAN.
Tentang isi perjanjian ini telah diutarakan diatas, yaitu bahwapihak yang satu menqhendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak yanq lainnya untuk diserahkannya dalam suatu jangka-waktu yang ditentukan, dengan menerima suatu jumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan tersebut. Perjanjian pemborongan-pekerjaan dibedakan dalam dua macam, yaitu: a. dimana pihak pemborong diwajibkan memberikan bahannya untuk pekerjaan tersebut , dan b. dimana si pe mborong hanya akan melakukan pekerjaannya saja. . Satu dan lain membawa perbedaan dalarn hal tanggung-jawabnya si pemborong atas hasilnya pekerjaan yang diperjanjikan. Dalam halnya si pemborong diwajibkan memberikan bahannya, dan pekerjaannya dengan cara bagaimanapun rnusnah sebelumnya diserahkan kepada pihak yang memborongkan, maka segala kerugian adalah atas tanggungan si pemborong, kecuali apabila pihak yang memborongkan telah lalai untuk menerima hasil pekerjaan itu. Jika si pemborong hanya diwajibkan melakukan pekerjaan saja, dan pekerjaannya musnah, maka ia hanya bertanggung-jawab untuk kesalahannya (pasal-pasal1605 dan 1(06). Ketentuan yang terakhir ini mengandung maksud bahwa akibat suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak, yang menim pa bahan-bahan yang telah disediakan oleh pihak yang mernborongkan, dipikulkan pad a pundaknya pihak yangmemborongkan ini. Baru apabila dari pihaknya pemborong ada kesalahan mengenai kejadian itu, hal mana haru~ dibuktikan oleh pihak yanq memborongkan, maka si pemborong dapat dipertanggung-jawabkan sekadar kesalahannya itu mengakibatkan kemusnahan bahan-bahan terse but.
65
DUA MACAM
PEMBO· RONG MEM· ' BERIKAN BAHAN
PEMBORONG HANYA MELAKUKAN PEKERJAAN
PEMBORONGAN PEMBANGUNAN GEOUNG
Kernudian, dalam halnya si 'pemborong hanya diwajibkan melakukan pekerjaan saja , oleh pasal 1607 dituturkan bahwa jika musnahnya pekerjaan itu terjadi diluar sesuatu kelalaian dari pihaknya pemborong, sebelum pekerjaan itu diserahkan, sedang pihak yang mernboronqkan tidak telah lalai untuk memeriksa dan menyetujui pekerjaannya, maka si pemborong tidak berhak atas harga yang dijanjikan, kecuali apabila musnahnya barang (pekerjaan) itu disebabkan oleh suatu cacad dalam bahannya. Dari ketentuan tersebut diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kedua belah pihak menderita kerugian akibat kejadian yang tak disengaja yang memusnahkan pekerjaan itu: pihak yang memborongkan kehilangan bahan-bahan yang telah disediakan olehnya sedangkan pihak pemborong kehilangan tenaga dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menggarap pekerjaan. Pihak yang mernboronqkan hanya dapat menuntut penggantian kerugiannya apabila ia dapat mernbuktikan adanya kesalahan dari si pemborong, sedangkan pihak pemborong hanya akan dapat menuntut harga yang dijanjikan apabila ia berhasil membuktikan bahwa bahan-bahan yang disediakan oleh pihak-lawannya itu mengandung eaead -eaead yang menyebabkan kemusnahan pekerjaannya . Jika suatu pekerjaan dikerjakan sepotong demi sepotong (sebagian demi sebagian) atau seukuran demi seukuran, maka pekerjaan itu dapat diperiksa sebagian demi sebagian. Perneriksa an tersebut dianqqap terjadi (dilakukan) untuk semua bagian yang telah dibayar apabila pihak yang mernboronqkan tiap-tiap kali membayar si pemborong menurut imbanqan dari apa yang telah selesai dikerjakan (pasal 1608). Ketentuan ini mengandung maksud bahwa bagian pekerjaan yang sudah dibayar itu menjadi tanggungan pihak yang memborongkan apabila terjadi suatu peristiwa (diluar kesalahan salah satu pihak) yang memusnahkan bagian pekerjaan itu. Mengenai pernboronqan pembangunan gedung terdapat suatu ketentuan sebagai berikut : Jika suatu gedung yang telah diborongkan dan dibuat untuk suatu harga tertentu,seluruhnya atau sebaqian musnah disebabkan karena suatu caead dalam penyu-
66
sunannya atau bahkan karena tidak sanggupnya tanahnya, maka para akhli pembangunannya serta para ' pemborongnya adalah bert anggung:iawab untuk itu selama sepuluh tahun (pasal1609) . Ket ent uan ini meletakkan kepada akhli pembangunan dan pernborong suatu kewajiban untuk menjamin mutu pekerjaan yang telah rnereka lakukan.Apabila tanahnya tidak eukup kuat untuk didirikan gedung diatasnya, maka hal itu sepantasnya harus diketahui oleh akhli pembangunan dan pemborong dan karena itu mereka juga dipertanggung-jawabkan atas runtuhnya gedung sebagai akibat kurang kuatnya tanahnya. Dan adalah pantas pula dalam hal pemborongan pembangunan suatu gedung, untuk melet akk an .kewajiban menanggung hasil karya mereka itu selama sepuluh tahun. Kemudian dalam hal pemborongan pembangunan gedung itu kita dapatkan juga ketentuan sebagai berikut: Jika seorang akhli pembangun atau seorang pemborong telah menyanggupi unt uk membuat suatu gedung seeara memborong rrenurut suatu rencana yang telah diperkirakan serta ditetapkan bersama-sama dengan si 'pemilik tanah, maka tak dapatlah ia menuntut suatu penambahan harga, baik dengan dalih naiknya upah-upah buruh atau harga bahan-bahan bangunan,maupun dengan dalih telah dibuat nya perobahan-perobahan dan tambahan-tambahan yang tidak terrnasuk dalam rencana, jika perobahan-perobahan atau ta mbahan-tambahan itu tidak telah disetujui seeara tertulis clan tentang harganya tidak telah diadakan persetujuan dengan si pemilik (pasal 1610) . Ketentuan tersebut sudah tepat, karena naiknya upah buruh, dan harga bahan bangunan menjadi tanggungannya pemborong, sebaliknya apabila upah buruh dan harga bahan bangunan turun, itu adalah untungnya pemborong. Pihak yang memborongkan,jika dikehendakinya demikian, boleh menghentikan pemborongannya, meskipun pekerjaan telah dimulai, asal ia memberikan ganti-rugi sepenuhnya kepada si pemborong untuk segala biaya yang telah dikeluarkan guna pekerjaannya serta untuk keuntungan yang terhilang karenanya. Demikianlah diterangkan oleh pasal 1611. Disini diberikan kemungkinan pengakhiran secara sepihak dengan segala konsek-
67
IHI
PEMBORONG MENING·
GAL
wensinya, yaitu pembayaran ganti-rugi kepada pembororiq yang tidak saja terdiri atas segala biaya yang telah dikeluarkan tetapi juga atas kehilangan keuntungan yang sedianya akan diperoleh si pemborong apabila ia dapat menyelesaikan pekerjaannya. Sebetulnya apa yang diterangkan oleh pasal1611 tersebut tidak perlu, sebab menurut asas umum hukum perjanjian, suatu perjanjian tidak boleh ditarik kembali secara sepihak, dan siapa yang berbuat demikian diwajibkan mengganti segala kerugian yang diderita oleh pihak-lawannya sebagai akibat penarikan kernbali perjanjian itu. Juga pihak pemborong bisa menghentikan pekerjaannya asal ia bersedia mengganti semua kerugian yang diderita pihak yang mernboronqkan akibat dihentikannya pekerjaan itu. Pemboronqan pekerjaan berhenti dengan meninggalnya si pemborong . Namun itu pihak yang memborongkan diwajibkan untuk membayar kepada para akhliwarisnya si pemborong harganya pekerjaan yang sudah dikerjakan menurut imbanqan.terhadap harganya pekerjaan yang telah dijanjikan dalarri perjanjian, serta, harga bahan bangunan yancj telah disediakan, asal pekerjaan atau bahan-bahan tersebut dapat mempunyai sesuatu manfaat baginya (pasaI1612). Tukang-tukang batu, tukang-tukang kayu, tukang-tukang besi dan lain-lain tukang yang telah dipakai untuk mendirikan sebuah gedung atau untuk rnernbuat sesuatu pekerjaan lain yang diborongkan, tidak mempunyai tuntutan terhadap orang untuk siapa pekerjaan-pekerjaan itu telah dibuatnya, selainnya untuk suatu jumlah yang orang ini berutang kepada si pemborong pada saat mereka mengajukan tuntutan mereka (pasaI1614).
I!I
Bab ke VI
PENGANGKUTAN Perjanjian pengangkutan ialah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu kelain tempat, sedangkan pihak yang lainnya , menyanggupi akan membayar ongkosnya. Menurut undang-undang seorang juru-pengangkut (bahasa Belanda: vervoerder, bahasa Inggeris :carrier) hanya menyanggupi untuk melaksanakan pengangkutan saja , jadi tidaklah perlu bahwa ia sendiri mengusahakan sebuah alat-pengangkutan, meskipun pada umumnya (biasanya) iasendiri yang menqusahakannya .
69 68
il l
Selanjutnya menurut undang-undang ada perbedaan antara seorang pengangkut clan seorang ekspeditur. Yang terakhir ini hanya memberikan jasa-jasanya dalam soal pengirimannya barang saja dan pada hakekatnya hanya memberikan perantaraan antara pihak yang hendak mengirimkan barang dan pihak yang mengangkut barang itu. Pada umumnya dalam suatu perjanj ian pengangkutan pihak . pengangkut adalah bebas untuk memilih sendiri alat-pengangkutan yang hendak dipakainya. Sebagaimana halnya dengan perjanjian-perjanjian lainnya, kedua belah pihak diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk mengatur sendiri segala hal mengenai pengangkutan yang akan diselenggarakan itu. Apabila terjadi kelalaian pada salah satu pihak, maka akibat-akibatnya ditetapkan sebagaimana berlaku untuk perjanjian-perjanjian pada urriumnya dalam .Buku III dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam perjanjian pengangkutan itu pihak pengangkut dapat dikatakan sudah mengakui menerima barang-barang dan menyanggupi untuk membawanya ketempat yang telah ditunjuk dan menyerahkannya kepada orang yang dialamatkan. Kewajiban yang terakhir ini dapat dipersamakan dengan kewajiban seorang yang harus menyerahkan suatu barang berdasarkan suatu perikatan sebagaimana dimaksudkan oleh pasal 1235 B.W., dalam perikatan mana termaktub kewajiban untuk menyimpan dan memelihara barang tersebut sebagai "seorang bapak rumah yang baik" . Apabila si pengangkut melalaikan kewajibannya, maka pada umumnya akan berlaku peraturan-peraturan yang untuk itu telah ditetapkan dalam Buku III dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata pula, yaitu dalam pasal 1243 dan selanjutnya . gj~sanya ongkos pengangkutan dibayar oleh si pengirim barang, tetapi ada kalanya juga ongkos itu dibayar oleh orang yang dialamatkan. Bagiamanapun juga, si pengangkut .selalu berhak menuntut pernbayaran ongkos pengangkutan itu kepada keduaduanya, yaitu baik kepada si pengirim, maupun kepada si penerima barang. .
70
Perjanjian pengangkutan ini tidak diatur dalam B.W.,tetapi mengenai pengangkutan terdapat berbagai peraturan diluar RW., misalnya: Ordonansi Lalu-lintas dijalan umum ("Wegverkeersordonnantie") dari tanggal 23 Pebruari 1933 , Lembaran Negara 1933 No. 86 , sebagaimana ditambah dengan Undang-undang No. 7 tahun 1951 termuatdalam Lembaran Negara tahun 1951 No. 42 ; Ordonansi Pengangkutan di Udara ("Luchtvervoer-ordonnantie") dari tanggal 9 Maret 1939 , Lembaran Negara tahun 1939 No. 100; sedangkan pengangkutan melalui lautan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel) Buku Il, bab ke V,bab ke V A dan bab ke V B, yanq berturut-turut mengatur tentang: pencarteran kapal, penqangkutan barang dan pengangkutan orang.*) Dalam Civil Code of the Philippines, perjanjian pengangkutan ini digolongkan pada "sewa pekerjaan dan pelayanan" ("lease of work and service"), disampingnya "lease of household-service" , "contract of labour" dan "contract for a piece of work" .
Meskipun perjanjian pengangkutan pada hakekatnya sudah harus tunduk pada pasal-pasal dari bagian umum dari hukum perjanjian B.W ., akan tetapi oleh undang-undang telah ditetapkan berbagai peraturan khusus yang bertujuan untuk kepentingan umum membatasi kebebasan dalam hal membuat perjanjian penqanqkutan, yaitu dengan meletakkan berbagai kewajiban khusus kepada pihaknya si pengangkut yang tidak boleh disingkirkan dalam perjanjian. Untuk pengangkutan didarat suatu peraturan seperti yang disebutkan diatas, terdapat dalam Ordonansi .Lalu lintas dijalan umum atau Wegverkeersordonnantie (Lembaran Negara 1933 86) tersebut diatas, yang memberikan peraturan-peraturan untuk lalu-lintas dijalan-jalan umum. Mengenai tanggung-jawab seorang pengangkut ditetapkan dalam pasal 28 ayat 1 bahwa seorang pemilik atau pengusaha sebuah kendaraan umum bertanggung-jawab untuk tiap kerugian yang diderita oleh seorang pe- . numpang atau kerusakan pada barang yang diangkutnya, kecuel! *) Dalam pada itu " Wegverkeersordo nnan tie " telah dieabut dan digantioleh "Un dang.un dang Lal u-Jinta s dan Angkutan Jalan R ay a " (UU no.3 LN no .25/1965) va nq memuat ket entuan-ket entuan sama dan dil engkapi oleh Peraturan Pemerintah tenta ng ke tentuan-ket entuan pelaksanaan : " Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Pe nu mp ang" (PP no . 17/1965) . .
71
PENGANGKUTAN 01 OARAT
PENGANG. KUTAN MELALUI LAUT
jika ia dapat membuktikan bahwa kerugian atau kerusakan itu tidak disebabkan karena kesalahannya atau karena kesalahan orang-orang yang bekerja padanya. Dengan perkataan lain: setiap kerugian atau kerusakan pada barang yang ditimbuIkan dalam pengangkutan, oleh undangundang dianggap sebagai akibat dari kelalaian pihak pengangkut, yang memberikan hak kepada pihaknya si penumpang atau pe ngirim barang untuk menuntut penqqantian kerugian. Peraturan yang demikian itu memang sudah tepat , oleh karena perjanjian pengangkutan it u dapat dianggap selalu dibuat dengan syarat atau jaminan bahwa pengangkutan tersebut akan dilakukan dengan aman . Dan peraturan tersebut terutama mempunyai arti yang sangat penting dari sudut soal pembuktian, yaitu karena pihak penumpang atau pengirim barang tidak diwajibkan mernbuktikan bahwa kerugian itu disebabkan karena kesalahan pihak pengangkut. Beban pembuktian diletakkan pada pundaknya si pengangkut: dialah yang diwajibkan membuktikan bahwa kerugian itu tidak disebabkan karena kesalahannya atau kesalahan orang-orang yang bekerja padanya. Selanjutnya oleh pasal 28 (2) dari Ordonansi Lalu-lintas dija:lan umum itu ditetapkan, bahwa tiap perjanjian yang bertentangan dengan maksud ayat 1 dari pasal itu adalah batal. Dengan demikian tidak boleh diperjanjikan bahwa penumpang atau pengirim barang harus menanggung sendiri setiap kerugian yang disebabkan karena pengangkutannya , termasuk yang terjadi karena kesalahan pihak penqanqkut . Begitu pula dilarang un tuk memikulkan beban pembuktian tentang kesalahan si peng angkut, kepada penumpang atau pemilik barang.*) Perihal pengangkutan orang dan barang melalui laut , diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (K.U.H.D.) atau Wetboek van Koophandel (W.v.K.) Buku II bab V A dab V 13 sebagaimana disebutkan diatas, dimana pasal 468 dan pasal 470 memuat peraturan-peraturan yang tujuannya sama dengan pasal 28 Urdonansi Lalu-lintas dijalan umum yang kita bicarakan diatas. Pasal 470 antara lain melarang seorang penqanqkut untuk memperjanjikan bahwa ia tidak akan menanggung atau hanya * Dalam UU Lalu-linras da n Angkuran Jal an Raya ta n qqu nq -jawab pe ng lJsaha k endaraan umum itu diatur dalam pa sal 24 . Diberikan .pe rn be basa n d a ri t a nqqu uq jawab jika kerugian/kerusak an terjadi ka re na tid a k sempur nanya pe m bunqku san barang, asal ha l itu diberitahukan kepad a sipe ngir im sebelu rn pc nqa n qk u ta n d imulai .
72
akan menanggung sebagian saja kerusakan-kerusakan pada ba rang-barang yang diangkutnya, yang akan ditimbulkan oleh kurang baiknya alat-penqanqkutan atau kurang cakapnya pekerjapekerja yang dipakainya. Perjanjian yang dibuat dengan melanggar larangan tersebut, diancam dengan kebatalan juga .. Namun demikian kepada si pengangkut diperbolehkan untuk memperjanjikan suatu pembatasan tanggung-jawab untuk tiap-tiap potong barang yang diangkutnya , pembatasan mana tidak boleh kurang dari Rp . 600.- (enam ratus rupiah) per potong barang. Selanjutnya ia diperbolehkan juga memperjanjikan bahwa ia tidak akan diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan rusaknya atau hilangnya barang, apabila tentang sifat atau harga barang tersebut dengan sengaja tidak diberitahukan kepadanya. Akhirnya pasal 470 a mernuat suatu peraturan yang menetapkan bahwa, meskipun telah diadakan pembatasan tanggungjawab, si pengangkut diwajibkan memperlengkapi sepatutnya alat-pengangkutan yang dipakainya sedangkan kepadanya dile takkan beban pembuktian bahwa ia telah memenuhi kewajiban tersebut. Jika orang mengirimkan barang-barang yang akan diangkut didaratan, misalnya dengan kereta-api, maka lajimnya dibuat sepucuk "surat pengangkutan" (bahasa Belanda: vrachtbrief), .yang menyebutkan macam-macamnya barang yang diangkut, biaya pengangkutannya dan nama orang yang dialamatkan. Surat pengangkutan tersebut sebetulnya tidaklah lain dari pada sepucuk surat pengantar saja . Oleh karena itu ia juga ditanda-tani oleh si pengirim barang , tidak oleh si pengangkut. Dalam halnya pengangkutan barang yang dilakukanmelalui laut atau melalui udara, dengan kapallaut atau kapal udara, dibuat sepucuk surat yang dinamakan konosemen ("cognossement") ialah, sepucuk surat yang bertanggal yang ditanda-ta ngani oleh nakhoda atau seorang pegawai dari maskapai pelayaran (atau penerbangan) atas nama si pengangkut, yaitu maskapai tersebut, yang menyatakan bahwa si pengangkut telah menerima barang-barang tertentu untuk diangkut ketempat yangditunjuk dan diserahkan kepada orang yang dialamatkan. Melihat pada bentuk dan isinya, dapat dikatakan bahwa konosernen adalah suatu "pengakuan-berhutang" dari pihaknya pengangkut.
73
PEMBATASAN TANGo
GUNG JAWAB
SURAT PENGANG· KUTAN
KONOSE· MEN SUA· TU PENGA· KUAN BERUTANG
Orang yang mengirimkan barang menerirna dua lembar dari konosemen itu, sehingga ia memegang suatu tanda bukti tentang piutangnya terhadap si pengangkut, piutang mana berupa hak untuk menuntut diterimakannya barang-barang yang disebutkan dalam konosernen. Dalam perdagangan international, konosemen itu sudah menjadi barang dagangan seperti halnya dengan surat sero (andil) atau surat wesel. Dengan dernikian maka baranq-baranq yang masih berada dalam pelayaran, sudah dapat diperdagangkan, sedangkan penyerahan barang (levering) dapat dilakukan dengan menyerahkan konosemen. Konosemen ini dapat ditulis atas nama si pengirim barang atau atas nama orang yang harus menerimanya atau pula sebagai surat-tunjuk sehingga siapa saja yang mempertunjukkan (memperlihatkan) surat itu, berhak menerima barang-barang yang disebutkan didalarnnya. Suatu konosemen dapat diserahkan kepada orang lain dengan cara yanq sangat mudah, yaitu denqan "endosernen" seperti halnya dengan surat wesel. Hanyalah, jika si pengangkut tidak menyerahkan baranq-baranqnya, si pemegang konosernen tidak dapat menuntutnya dari si pengirim.Penuntutan penyerahan ba rang hanya dapat dilakukan terhadap si pengangkut, yang dalam halnya baranq-baranq tidak dapat diketemukan, berkewajiban mengganti segala kerugian.
Bab ke VII
PERSEKUTUAN 1.
DEFINISI.
Yang dinamakan "persekutuan " (bahasa Belanda: "maatschap" atau "vennootschap'T 'adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha bersama-sama mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan masing-masing memasukkan sesuatu dalam suatu kekayaan-bersama . Pasal 1618 BoW. mengatakan : "Persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam kekayaan-bersama, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang diperoleh karenanya!'
74
75
"PARTNERSHIP"
Perkataan Belanda "maat" atau "vennoot" berarti kawan atau sekutu, sehingga makna dari perkataan "maatschap" atau "vennootschap" adalah sama dengan makna dari perkataan Indonesia "persekutuan".Makna yang sama terkandung didalam perkataan Inggeris "partnership". Perkataan "persekutuan" kami pandang lebih tepat dari pada perkataan "perseroan" karena perkataan yang terakhir ini mungkin menimbulkan dugaan seolah-olah dalam bentuk kerja-sama yang kita bicarakan ini dikeluarkan "sero" atau saharn, padahal pengeluaran sero atau saham ini tidak perlu. Persekutuan ("maatschap") ini merupakan bentuk kerjasama yang paling sederhana untuk bersama-sama mencari keuntungan. . Perjanjian persekutuan tidak mempunyai pengaruh keluar (terhadap orang-orang pihak ketiga) dan ia sernata-mata mengatur bagaimana caranya kerja-sarna antara para sekutu dan bagai mana pembagian keuntungan yang diperoleh bersarna itu. Lain halnya dengan bentuk-bentuk kerja-sama lainnya yang lebih modern sepertinya: perseroan firma, perseroan terbatas (p.t.) dan lain-lain. . Orang-orang pihak ketiga juga tidak mempunyai kepentingan bagaimana diaturnya kerja-sama dalam persekutuan itu,karena para sekutu bertanqqunq-jawab secara pribadi atau perseorangan tentang hutang-hutang yang mereka buat meskip un untuk persekutuan. Kalau si A yang bertindak keluar, maka dia sendirilah yang terikat oleh perjanjian-perjanjian yang dibuatnya, sedangkan sekutu-sekutunya B dan C tidak terikat oleh perjanjian-perjanjian itu. Lain halnya dengan suatu perseroan "firma", dimana tiaptiap pesero (firmant) menurut undang-undang mempunyai wewenang untuk menqikatkan kawan-kawannya pesero kepada pihak ketiga. Dalam perseroan firma ini masing-masing pesero (berdasarkan ketentuan undang-undang) memberikan "volmacht" (kuasa penuh) kepada kawan-kawannya se-firrna untuk bertindak (melakukan perbuatan-perbuatan hukum) at as namanya. Tidaklah demikian halnya dalam persekutuan (rnaatschap).
76
2.
HUBUNGAN ANTARA PARA SEKUTU.
.Dalam persekutuan (maatschap) tidak ada ditetapkan berapa besarnya modal atau "kekayaan-bersama" itu. Ada yang memasukkan uang, ada yang memasukkan barang, bahkan ada pula yang hanya memasukkan tenaganya saja. Barang yang dirnasukkan i~u ditaksir harganya dan sekutu yang memasukkan barang tersebut dianggap mempunyai "saham" sebesar nilai barang tersebut. Adapun oleh undang-undang ditetapkan bahwa sekutu yang hanya memasukkan tenaganya saja, mendapat bagian yanq sama dari keuntungan-bersama seperti sekutu yang memasukkan "modal" (uang) yang paling sedikit (pasa11633 ayat 2) . Sebagaimana telah diteranqkan, bagaimana para sekutu n'Iengatur pembagian keuntungan-bersama, itu diserahkan sepenuhnya kepada mereka sendiri untuk mengaturnya dalam per janjian-persekutuannya. Hanyalah undang-undang mengadakan pembatasan terhadap kebebasan mengatur 'pembaqian keuntungan itu, berupa dua ketentuan: a. para sekutu tidak boleh memperjanjikan bahwa mereka akan menyerahkan pengaturan tentang besarnya bagian masingmasing kepada salah seorang dari mereka atau kepada seorang pihak ketiga (pasal 1634 ayat 1); b. para sekutu tidak boleh memperjanjikan bahwa kepada salah seorang akan diberikan semua keuntungan (pasal 1635 ayat 1). Suatujanji seperti yang dilarang sub a, harus dianggap sebagai tale tertulis dan akan berlakulah dalam hal itu peraturan-peraturan yang diberikan oleh undang-undang . Begitu pula janji sebagaimana dilarang suo b, diancam dengan kebatalan. Kesimpulan yang dapat kita tarik adalah bahwa, seandainya dijanjikan bahwa salah seorang akan mendapat bagian yang lebih besar dari pada haknya menurut imbangan pemasukan modal,itu diperbolehkan. Juga adalah diperbolehkan untuk memperjanjikan bahwa semua kerugian akan dipikul oleh salah seorang atau beberapa orang sekutu saja. Ini ditegaskan dalam pasal 1635 ayat 2.
77
PEMBAGIAN KEUNTUNGAN
Masing-masing sekutu berhutang kepada persekutuan segala apa yang dia telah sanggupi untuk memasukkan dalam persekutuan; dan jika pemasukan ini terdiri atas suatu barang tertentu, maka sekutu tersebut diwajibkan menanggung, dengan cara yang sama seperti berlaku dalam jual-beli. Demikianlah pasal 1625. Kewajiban untuk menanggung yang dimaksudkan ini adalah ke wajiban yang oleh undang-undang dipikulkan kepada seorang penjual barang, yang , sebagaimana diketahui mengenai dua hal, yaitu: menanggung kenikmatan tenteram dan menanggung terhadap cacad -cacad yang tersembunyi. Karena hal ini telah diterangkan dalam bab tentang jual-beli, maka cukuplah disini ditunjukkan pada bab tersebut. Pasal1626 menetapkan sebagai berikut : Seorang sekutu yang diwajibkan memasukkan sejumlah uang dan tidak melakukan itu, menjadi berhutang bunga atas jumlah tersebut demi hukum dan dengan tidak usah ditagihnya pembayaran uang itu, terhitung sejak hari uang itu sedianya harus dimasukkan. . Hal yang sama berlaku terhadap jumlah-jumlah uang yang telah diambil oleh seorang sekutu dari kas-bersama ,terhitung sejak hari ia telah mengambilnya guna kepentingan pribadinya, Dan lagi, kesemuanya itu tidak mengurangi penggantian kerugian tambahan , jika ada alasan untuk itu . Bunga yang dimaksudkan diatas adalah bunga moratoir sebanyak 6 (enamj prosen setahun sebagaimana dimaksudkan oleh pasal 1250 B.W. dengan perbedaan bahwa disini bunga itu dihi tung sejak hari si sekutu tersebut lalai membayar hutangnya ke pada persekutuan (jadi tidak sejak hutang itu dituntut pembayarannya dimuka Pengadilan). Adapun yang dimaksudkan dengan kerugian "tambahan" itu adalah misalnya apabila persekutuan, dalarn rangka menjalankan usahanya, terpaksa merninjam uang dari lain pihak dengan bunga yang lebih tinqqi dari pada bunga menurut undang-undang itu. Kemudian dapat kita lihat beberapa ketentuan yang memberikan penyelesaian dalam hal -hal timbulnya pertentangan antara kepentingan seorang sekutu dengan kepentingan persekutu-
78
annya, misalnya: Kalau seorang sekutu mempunyai piutang atau tagihan terhadap seorang yang juga berhutang kepadapersekutuan, maka apabila debitor tersebut membayar hutangnya kepada sekutu tersebut , sekutu ini harus membagi pembayaran itu dengan persekutuan menurut imbangan besarnya piutang masingmasing . Namun sebaliknya, apabila debitor tersebut membayar hutangnya kepada persekutuan, si sekutu tersebut tidak akan mendapat bagian dari pembayaran itu sebagai pembayaran sebagian atas piu tangnya. Demikian pula akan terjadi apabila si sekutu yang menerima suatu pembayaran, menyatakan bahwa untuk membayar piutang perpembayaran itu seluruhnya adalah . . sek utuan (Lihat untuk sat u dan lain pasal 1628). Memang, seorang sek utu yang baik harus mendahulukan kepentingan persekutuan dari pada kepentinqannya send iri. • Jika salah seorang sekutu telah menerima seluruh bagiannya dalam suatu piutang-bersama , dan si berhutang yang telah membayar hutangnya (sebagian) itu kemudian jatuh pailit, maka sekutu tersebut harus memasukkan apa yang telah diterimanya it u kedalam kas-bersarna, biarpun ia sudah menyatakan menerima pembayaran itu sebagai pelunasan bagiannya (pasaI1629). Ketentuan-ketentuan tersebut, dalam hal adanya pertentangan antara kepentingan sekutu dan kepentinqan persekutuan, selalu (dengan tepat) memberikan prioritas kepada kepentingan persekutuan; dengan demikian dipupuk rasa solidaritas diantara para sekutu. Apabila persekutuan, sebagai akibat kesalahan seorang sekutu didalam mengerjakan sesuatu urusan, menderita kerugian, maka sekutu te rsebut harus mengganti kerugian itu tanpa dibolehkan menjumpakan (mengkompensasikan) keuntungan-keuntungan yang diperolehnya bagi persekutuan dalam lain urusan (pasaI 1630). Jika suatu barang yang hanya kenikmatannya saja yang dimasukkan, merupakan suatu barang tertentu dan tidak musnah karena pema kaian, maka risiko atas barang tersebut dipikulkan . kepada pemiliknya (pasal 1631 ayat 1). Misalnya sebuah mobil yang han ya kenikmatannya saja yang dimasukkan, pada suatu
79
RISIKO ATAS BARANG YANG DIMA· SUKKAN
KEUNTUNGAN SEIMBANG DENGAN PEMASUKKAN
hari hancur akibat suatu peristiwa diluar kesalahan para sekutu, maka kerugian itu dipikul oleh sekutu yang mernpunyai mobil tersebut . Lain halnya apabila seluruh mobil itu dimasukkan sebagai modal dalam persekutuan; dalam hal yang demikian mobil itu diserahkan kepada persekutuan dan menjadilah ia milik-bersama dan segala risiko atas mobil itu dipikul oleh persekutuan. Seorang sekutu mempunyai tuntutan terhadap persekutuan, tidak saja tentang uang -uang yang ia telah keluarkan lebih dahulu untuk persekutuan, tetapi juga tentang perikatan-perikatan yang ia telah perbuat dengan itikad baik guna kepentingan persekutuan, danIaqi tentang kerugian-kerugian yang dideritanyayang tidak dapat dipisahkan dari pengurusannya. Demikianlah bunyi pasal 1632. Disini dapat kit a lihat, dalam halnya seorang sekutu mengerjakan suatu urusan untuk persekutuannya, suatu hubungan yang identik dengan hubungan antara seorang jurukuasa denqan pemberi-kuasanya. Mengenai pembagian keuntungan diberikan peraturan oleh pasal1633 sebagai berikut : Jika didalam perjanjian-persekutuannya tidak telah -ditetapkan bagian masing-masing sekutu dalam untung dan ruginya persekutuan, maka bagian masing-masing adalah menurut imbangan dengan apa yang ia telah masukkan dalam persekutuan. Dari ketentuan tersebut dapat kita lihat bahwa pada prinsipnya cara pembagian keuntungan dan pemikulan kerugian diserahkan kepada ketentuan para sekutu sendiri, namun bila tidak dibuatnya ketentuan oleh mereka, maka berlakulah cara sebagaimana ditetapkan dalam pasal1633 itu. Sebagaimana sudah kita lihat, terhadap kebebasan untuk mengatur sendiri cara pembagian keuntungan dan pemikulan kerugian itu diadakan pembatasan oleh dua ketentuan dalam undang-undang, yang telah diutarakan diatas (pasal 1634 ayat 1 dan pasal1635 ayat 1). Soal wewenanq untuk melakukan pengurusan persekutuan juga dalam prinsipnva diserahkan kepada para sekutu sendiri untuk mengaturnya.
80
Seorang sekutu yang dengan suatu janji khusus dalam perjanjian-persekutuannya ditugaskan melakukan pengurusannya persekutuan, berhak, biarpun bertentangan dengan sekutu-sekutu lainnya, melakukan segala perbuatan yang berhubungan dengan pengurusan itu, asal dia dalam hal itu berlaku dengan itikad baik. Kekuasaan tersebut selama berlangsungnya persekutuan, tidak dapat ditarik kembali tanpa alasan yang sah; namun jika kekekuasaan tersebut tidak diberikan didalam perjanjian-persekutuannya, melainkan didalam suatu akte yang terkemudian, maka dapatlah ia ditarik kembali sebagaimana halnya dengan suatu pernberiarrkuasa biasa (pasal1636). . Jika beberapa sekutu telah ditugaskan melakukan pengurusannya persekutuan tanpa ditentukan apa yang menjadi pekerjaannya masinq-rnasinq, atau tanpa ditentukanbahwa yang satu tidak diperbolehkan bertindak jika tidak bersama-sama dengan kawan-kawannya pengurus, maka masing-masing .sendirian adalah berwenang untuk melakukan segala perbuatan yang berkenaan dengan pengurusan itu (pasal1637). Apabila telah diperjanjikan bahwa salah seoranq pengurus tidak boleh melakukan sesuatu perbuatan jika tidak bersarna-sama bertindak dengan seorang pengurus lain, maka tak dapatlah pengurus yang satu itu, tanpa perjanjian baru, bertindak tanpa bantuan dari yang lainnya, meskipun orang yang terakhir ini pada sesuatu waktu berada dalam keadaan tak mampu untuk turut melakukan perbuatan-perbuatan pengurusan .(pasal 1638). Seorang berada dalam keadaan tak mampu melakukan suatu perbuatan hukum apabila ia misalnya telah ditaruh dibawah pengampuan atau sedang menjalani suatu hukuman badan. Selanjutnya oleh pasal r6:39 mengenai pengurusan tersebut ditetapkan sebagai berikut : Jika tidak ada janji-janji khusus mengenai -cara-earanya pengurusan, maka harus di-indahkan peraturan-peraturan sebagai berikut : 1. para sekutu dianggap secara bertimbal-balik telah memberikan kuasa supaya yang satu melakukan pengurusan bagi yang
PENGU RUSAN
81
III
lainnya. Apa yang dilakukan oleh masing-masing sekutu juga mengikat sekutu-sekutu lainnya untuk bagian mereka, meskipun sekutu yang bertindak itu tidak ,telah .rnernperoleh perijinan mereka; namun mereka ini atau salah seorang diantara mereka berhak untuk melawan perbuatan tersebut, selama perbuatan itu belum ditutup : 2. masirrq-masinq sekutu diperbolehkan memakai barangbarang kepunyaan persekutuan, asal ia memakainya itu guna keperluan untuk mana barang2 itu biasanya dimaksudkan, dan asal ia tidak memakainya berlawanan dengan kepentingan persekutuan atau secara yang demikian hingga sekutu-sekutu lainnya terhalang turut memakainya menurut hak mereka. 3. masing-masing sekutu berhak mewajibkan sekutu-sekutu lainnya untuk turut memikul biaya yang diperlukan untuk pe-. meliharaan ·barang-barang kepunyaan persekutuan; 4. tidak seorang sekutupun tanpa ijinnya sekutu-sekutu lainnya, boleh membuat hal-hal yang baru pada benda-benda tak bergerak kepunyaan persekutuan, meskipun ia mengemukakan bahwa hal-halitu menguntungkan persekutuan . Akhirnya ditetapkan oleh pasal 1640, bahwa para sekutu yang tidak menjadi pengurus tidak diperbolehkan mengasingkan maupun menggadaikan barang-barang bergerak kepunyaan persekutuan ataupun meletakkan beban-beban diatasnya. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa larangan tersebut lebih-le bih lagi berlaku untuk benda-benda yang takbergerak. Masing-masing sekutu diperbolehkan , bahkan tanpa ijinnya pesero-pesero lainnya, menerima seorang ketiga sebagai peserta dari bagiannya dalam persekutuan; tetapi sekalipun ia ditugaskan melakukan pengurusan kepentingan-kepentingan persekutuan, tak dapatlah ia memas iikkan orang ketiga tersebut, tanpa ijinnya sekutu-sekutu yang lainnya, sebagai anggota per- . sekutuan (pasal 1641) . Orang luar yang oleh salah .seoranq sekutu diterima sebagai peserta dari bagiannya sekutu tersebut,dalam bahasa Belanda dikenal denqan nama " onder-vennoot " yang berarti sekutu-pengikut. la hanya mempunyai hubungan dengan sekutu yang menerimanya sebagai pengikut dan samasekali tidak
82
mempunyai hubunqan dengan sekutu-sekutu lainnya. Hanyalah dengan persetujuan sekalian sekutu dapat dimasukkan seorang sekutu baru. 3.
HUBUNGAN PARA SEKUTU DENGAN PIHAK KETlGA.
I
Para sekutu tidaklah terikat masinq-masinq untuk seluruh hutang persekutuan; dan masing-masing sekutu tidaklah dapat mengikat sekutusekutu lainnya jika mereka ini tidak telah memberikan kuasa kepadanya untuk itu. Demikianlah dikatakan · oleh pasal 1642. Dan itu sudah kit a kemukakan pada bagian permulaan pembicaraan kit a mengenai persekutuan ini. Tanggung-jawab yang begitu luas (rnasinq-masinq terikat untuk seluruh jumlah hutanq-bersama), yang juga dikenal dengan nama tanggung-jawab secara tanggung-menanggung atau solidair hanya terdapat pada firma, beqitu pula kewenangan masing-masing untuk mengikatkan kawan-kawannya pada pihak ketiga . Sampai berapa jauh tanggung-jawab para sekutu masingmasing terhadap pihak ketiga, itu diteqaskan oleh pasal1643 sebagai berikut : Para sekutu dapat dituntut oleh si berpiutanq dengan siapa TANGGUNG JAWAB mereka telah bertindak, ma sing-masing untuk suatu jumlah dan TERHADAP bagian yang sama, meskipun bagian sekutu yang satu dalam perPIHAK sekutuan adalah kurang dari pada bagian sekutu yang lainnya; KETlGA terkecuali apabila sewakt u hutang tersebut dibuatnya dengan tegas ditetapkan kewajiban para sekutu itu untuk membayar hutang tersebut menurut imbangan besarnya bagian masing-masing dalam persekutuan. . Apa yang ditegaskan oleh pasal 1643 seperti diatas, sebenarnya tidak merupakan sesuatu bentuk tanggung-jawab yanq khusus, · melainkan hanya men,ggambarkan pola tanggung-jawab yang umum saja. Bukankah menurut asas umum, apabila beberapa orang bersama-sama meminjam uang dari seorang pihak ketiga, bahwa masing-masing dapat dituntut untuk bagian yang sama, jadi umpamanya mereka itu bertiga , masing-masing dapat dituntut untuk sepertiga jumlah hutang itu.
1,,1
83
lil,1
Kemudian diterangkan oleh pasal 1644: Janji bahwa suatu perbuatan telah dilakukan atas tanggungan persekutuan,hanya- . lah mengikat sekutu yang melakukan perbuatan itu saja dan tidaklah dapat mengikat sekutu-sekutu lainnya, kecuali jika orang orang yang terakhir ini telah memberikan kuasa kepadanya untuk itu atau jika urusannya telah memberikan manfaat bagi persekutuan. Memang sebaqairnana sudah diutarakan dalam bagian permulaan pembicaraan kita mengenai persekutuan, .perjanjian persekutuan itu tidak inempunyai pengaruh keluar (terhadap pihak ketiga) dan hanya menciptakan hubungan-hubungan intern diantara para sekutu. Agar supaya para sekutu terikat terhadap pihak ketiga diperlukan pernberian kuasa oleh mereka kepada sekutu yang bertindak keluar. Berlainan dengan suatu perseroan firma atau suatu perseroan terbatas (p .t.). Sebagaimana diketahui, kerja-sama yang berbentuk perseroan firma justru ditandai dengan adanya tanggung-jawab secara tanggung-menanggung diantara para pesero. Dengan mendirikan sebuah perseroan firma, masing-masing pesero membe rikan kuasa kepada kawan-kawannya sefirma untuk dengan perbuatan-perbuatan mereka mengikatkan kawannya. Dalam halnya suatu p.t. , para pengurus tidak terikat secara pribadi oleh perjanjian-perjanjian yang mereka adakan dengan pihak luar, tetapi yang terikat adalah p.t. sebagai badan hukum, yang mempunyai kekayaan sendiri (terlepas dari kekayaan pribadi para pesero), yang menjadi tanggungan untuk semua perikatan p.t.
Jika salah seorang sekutu atas nama persekutuan telah membuat suatu perjanjian, maka persekutuan dapat menuntut pelaksanaan perjanjian itu (pasal1645). Oleh karena persekutuan bukan suatu badan hukum, perkataan "persekutuan" dalam ketentuan tersebut harus diartikan sebagai para sekutu bersamasama.
84
4.
MACAM-MACAI\1 CARA BERAKHIRNYA PERSEKUTUAN.
Menurut pasal1646 persekutuan berakhir: 1_ dengan lewatnya waktu untuk mana persekutuan telah diadakan; 2 . dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok persekutuan; 3. atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang sekutu; 4. jika salah seoranq sekutu meninggal atau ditaruh dibawah pengampuan atau dinyatakan pailit. Cara yang tsb pertama kiranya tidak memerlukan penjelasan . Sebagaimana halnya dengan semua perjanjian yang dibuat untuk suatu waktu tertentu, maka suatu perjanjian persekutuan yang dibuat untuk suatu waktu yang ditetapkan dalam perjanjian, berakhir apabila waktu itu habis. Contoh dari cara yang tersebut kedua adalah jika beberapa orang mengadakan persekutuan untuk bersama-sama mengusahakan sebuah alat-pengangkutan; apabila alat-pengangkutan ini pada suatu ketika musnah ,-maka berakhirlah persekutuan tersebut. Yang dimaksudkan dengan diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok persekutuan adalah misalnya apabila beberapa orang mengadakan persekutuan untuk bersama-sama membeli suatu barang dengan maksud untuk menjualnya lagl dengan mendapat keuntungan. Dengan selesainya pembelian clan penjualan lagi barang tersebut, maka juga berakhirlah persekutuan. Cara yang ketiga ditujukan pada persekutuan yang dibuat tanpa waktu tertentu. Persekutuan ini dapat diakhiri setiap wak tu atas permintaan salah seorang atau beberapa orang sekutu. Dengan sendirinya harus diperhatikan suatu jangka-waktu yang pantas untuk menyelesaikan urusan-urusan yang sedang berjalan. Cara yang ke -empat menunjukkan bahwa perjanjian persekutuan ini bersifat sangat pribadi, dalam arti bahwa pribadinya masing-masing sekutu adalah sangat penting bagi kawan-kawannya sekutu lainnya, sebab lajimnya suatu perjanjian tidak berakhir dengan meninggalnya salah satu pihak .
85
Pembubaran persekutuan-persekutuan yang dibuat untuk suatu waktu tertentu, sebelum waktu itu lewat, tidaklah dapat dituntut oleh salah seorang sekutu selainnya atas alasan yang sah; sebagaimana jika seorang sekutu lain tidak memenuhi kewajibannya atau jika seorang sekutu lain karena sakit terus-menerus menjadi tak-cakap melakukan pekerjaannya untuk persekutuan; atau lain-lain hal semacam itu yang sah maupun pentingnya diserahkan kepada pertimbangan Hakim (pasal1647). Apabila perjanjian persekutuan dibuat untuk suatu waktu tertentu, dengan sendirinya ia tidak boleh dibubarkan sebelum waktu itu habis atas kehendak eorang sekutu saja. Namun apa bila terdapat alasan yang mendesak atau cukup penting, dapatlah atas tuntutan salah seorang sekutu perjanjian persekutuan itu diakhiri. Tentang apakah sesuatu alasan yang diajukan .oleh seorang sekutu cukup penting atau tidak, harus diputuskan oleh Hakim. Dalam pasal 1647 disebutkan dua contoh alasan yang sah untuk membubarkan persekutuan. Jika salah seorang sekutu telah berjanji akan memasukkan miliknya atas suatu barang kedalam persekutuan, kemudian barang itu musnah sebelum pemasukan itu terlaksana, maka.persekutuan karenanya menjadi bubar terhadap semua sekutu. Begitu pula persekutuan dalam segala hal bubar jika barangnya musnah, apabila hanya kenikmatan atas barang itu saja yang dimasukkan dalam persekutuan, sedangkan hak miliknya tetap berada pada sekutu yang memasukkanriya. Tetapi persekutuan tidak menjadi bubar karena musnahnya barang yang hak miliknya sudah dimasukkan dalam persekutuan. Satu dan lain tersebut diterangkan oleh pasal 1648 . Jika barang yang harus dimasukkan hak miliknya atau kenikmatannya musnah sebelum pemasukan itu dilaksanakan , maka itu berarti bahwa salah satu syarat untuk berdirinya per sekutuan tidak lagi dapat dipenuhi, sehingga perjanjian persekutuan sudah dapat dianggap bubar. Tetapi adalah lain halnya jika hak milik atau kenikmatan atas barang tersebut sudah dimasukkan . Dalam hal yang demikian persekutuan sudah berdiri dan musnahnya barang tersebuttidak berakibat bubarnya per sekutuan ,
86
Persekutuan hanya dapat dibubarkan atas kehendak beberapa atau seorang sekutu, jika persekutuan itu telah dibuat tidak untuk suatu waktu tertentu. Pembubaran terjadi, dalam hal tersebut, denqan suatu pemberitahuan penghentian kepada segenap sek ut u lainnya, asal pemberitahuan itu terjadi dengan itikad baik dan tidak dilakukan dengan secara tidak memberikan waktu (pasal 1649). Ketentuan ini merupakan suatu pengaturan lebih lanjut dari cara pengakhiran persekutuan yang disebutkan dalam pasal 1646 sub ke 3 , yang sudah kita bicarakan lebih dahulu. ' ' Dalam hubungan dengan apa yang ditentukan dalam pasal , 1649 tersebut diatas, oleh pasal 1650 diberikan contoh-contoh tentang' psmberitahuan penghentian yang dilakukan tidak dengan itikad baik dan yang dilakukan dengan secara tidak mernberikan waktu ,Sebagai contoh pernberitahuan penghentian yang dilakukan tidak dengan itikad baik disebutkan: apabila seorang sekutu menghentikan persekutuannya dengan maksud untuk menqambil suatu keuntungan bagi diri sendiri, sedangkan para sekutu sudah merancangkan akan bersama-sama menikmati keuntungan tersebut. Dan sebagai contoh pemberitahuan penghentian yang dilakukan dengan secara tidak memberikan waktu disebutkan: apabila barang-barang persekutuan tidak lagi terdapat dalam keseluruhannya, sedangkan kepentingan persekutuan menuntutsupaya pembubarannya diundurkan. Jika telah diperjanjikan bahwa apabila salah seoranq sekutu meninggal, persekutuannya akan berlangsung terus denqan akhliwarisnya, atau akan berlangsung terus diantara sekutu-sekutu yang masih hidup, maka janji tersebut harus ditaati. Dalam hal yang kedua itu, akhliwaris dari si meninggal tidak mempunyai hak yang lebih dari pada atas pembagian .persek ut uan meriurut keadaannya sewaktu meninggalnya si pewaris ; tetapi akhliwaris tersebut mendapat bagian .dari keuntungan serta turut memikul kerugian yang merupakan akibat-akibat mutlak dari perbuatanperbuatan yang terjadi sebelum si 'sek ut u . idari siapa ia akhliwarisnya, meninggal (pasal1651) .
87
1 ~ l lil
· Sebagaimana telah kita lihat, berhubung perjanjian persekutuan bersifat sangat pribadi, oleh pasal1646 telah ditetapkan - .secara menyimpang dari asas perjanjian pada umumnya bahwa meninggalnya salah seorang sekutu berakibat berakhirnya persekutuan . Namun oleh pasal 1651 dibuka kemungkinan untuk memperjanjikan bahwa apabila salah seorang sekutu meninggal : a. persekutuan berjalan terus rd enqan :akhliwarisnya simeninggal; atau b. persekutuan berjalan terus diantara para sekutu yang masih hidup. Akhirnya oJ.eh pasal 1652 ditetapkan bahwa semua peraturan tentang pembagian warisan, cara-cara pembagian itu dilakukan, serta kewajiban-kewajiban yang terbit karenanya diantara orang-orang yang turut mewaris, berlaku juga untuk pembagian diantara para sekutu. Yang dimaksudkan adalah bahwa pembagian kekayaan persekutuandiantara para sekutu (setelah bubarnya persekutuan) dilakukan seperti halnya membagi suatu harta-peninggalan. Baik kekayaan suatu persekutuan, maupun suatu harta-peninggalan oleh undang-undang dipandang sebagai bentuk-bentuk kekayaan-bersama.
Bab ke VIII PERKUMPULAN
Dalam "perkumpulan" atau "perhimpunari" ini beberapa orang yang hendak mencapai suatu tujuan dalam bidang nonekonomis (tidak untuk mencari keuntungan) bersepakat mengadakan suatu kerja-sarna yang bentuk dan caranya diletakkan dalam apa yang dinamakan "anggaran dasar" atau "reglemen" atau "statuten ". Sebetulnya tidak lajirn dan juga tidak tepat bahwa per buatan .tersebut diberikan nama " perjanjian " dan yang benar adalah bahwa orang-orang tersebut bersarna-sama "rnendirikan" suatu perkumpulan. Lajimnya tentang perkumpulan ini juga
88
89
ANGGARAN DASAR
tidak diatur dalam buku atau undang-undang yang mengatur perihal perikatan atau perjanjian, misalnya dalam Btirgerliches Gesetzbuch (Jerman Barat) ia diatur dalam Buku I yang memuat "ketentuan-ketentuan umum" yaitu perihal orang, perihal perbuatan hukum, dll . Hanyalah dalam Kitab Undanq-undanq Hukum Perdata kita (B.W.) ia diatur dalam Buku III perihal perikatan sejajar dengan perjanjian-perjanjian biasa, seperti jualbeli, sewa-menyewa dan sebagainya.
PENGAKU· AN
SEBA·
GAIBADAN HUKUM
Di Jerman perbuatan mendirikan suatu perkumpulan atau persekutuan (perseroan) itu lajimnya juga tidak dinamakan "Vertrag" (perjanjian), tetapi dinamakan "Gesamt-akt" yaitu . perbuatan beberapa orang bersama. Dalambahasa Belanda perkumpulan ini dinamakan"vereniging" (sebagai lawan dari maatschap atau vennootschap), dalam bahasa Jerman "Verein" (sebagai lawan atau untuk memperbedakahnya dari "Gesellschaft") dan dalam bahasa Inggeris "association" (sebagai lawan atau untuk mernperbedakannya dari "company" atau "corporation"). Suatu perktimpulan dapat "dimintakan pengakuan sebagai badan-hukum dari Menteri Kehakiman menurut peraturan sebagaimana termaktub dalam Lembaran Negara tahun 1870 No.64. Kalau sudah mendapat pengakuan sebagai badan-hukum maka perkumpulan tersebut diperlakukan sebagai subjek dalam lalu-lintas hukum , dapat memiliki kekayaan sendiri, dapat menggugat dan digugat dimuka Pengadilan; yang bertindak keluar adalah pengurusnya. Pemberian pengakuan sebagai badan hukum itu hanya dapat ditolak atas dasar alasan yang berhubungan denqan kepentinqan umum, yang diberitahukan dalam surat keputusan penolakan tersebut. Sampai dimana kekuasaan para pengurus untuk bertindak keluar atau melakukan perbuatan-perbuatan hukum untuk perkumpulannya, dapat dibaca dari anqqaran dasar atau reglemennya. Segala perbuatan untuk mana para pengurus tidak berkuasa melakukannya, hanyalah mengikat perkumpulan sekadar perkumpulan itu sungguh-sungguh mendapat manfaat karenanya
De
atau sekadar perbuatan-perbuatan itu terkemudian telah disetujui secara sah (pasal 1656). Misalnya pengurus, dengan melampaui batas kekuasaannya telah membeli sebuah gedung yang kemudian dipakai oleh perkumpulan sebagai gedung perternuan ataupun pembelian itu kemudian disahkan oleh rapat para anggauta. Yang harus membuktikan bahwa perkumpulan telah mendapat manfaat dari pembelian itu adalah si penjual. Jika surat pendirian, perjanjian dan reglemen-reglemen tidak memuat sesuatu ketentuanpun ten tang pengurusannya perkumpulan, maka tidak seorang anggautapun berwenang untuk bertindak atas nama perkumpulan atau mengikatkan perkumpulan dengan suatu cara lain selainnya yang telah ditetapkan pada penutup pasal yang lalu. Demikianlah dikatakan oleh pasal 1657. Yanq dimaksudkan ialah bahwa perkumpulan hanya akan terikat apabila ia mendapat manfaat dari perbuatan anggauta itu atau jika perbuatan tersebut kemudian disahkan oleh rapat anggauta . . Sekadar tentang itu tidak telah diatur secara lain, maka para pengurus diwajibkan memberikan perhitungan dan tanggung-jawab kepada segenap anggauta perkumpulan, untuk mana setiap anggauta berwenang mernanqqil mereka dimuka Hakim . (pasal 1658). Oleh putusan Hakim ini para pengurus dapat dihukum untuk melakukan perhitungan dan tanggung-jawab yang diminta itu, dan karena putusan Hakim tersebut merupakan suatu putusan yang menqhukum seorang untuk berbuat sesuatu, ia dapat disertai dengan pembebanan uang paksa bila tidak dituruti. Jika dalam surat pendirian, perjanjian dan reglemen tidak telah dibuat ketentuan-ketentuan lain, tentang hak suara, maka masing-masing anggauta suatu perkumpulan mempunyai hak yang sama untuk mengeluarkan suaranya, sedangkan semua keputusan diarnbil dengan suara terbanyak (pasal1659). Para anggauta perkumpulan tidak bertanqqunq-jawab secara pribadi untuk perikatan-perikatan perkumpulan. Utang-utang hanyalah dapat dilunasi dari pendapatan penjualan barang-.barang perkurnpulan. Demikianlah diterangkan oleh pasal 1661. 91
H AK SUARA
PEMBU-
BARAN
Per.kumpulan yang didirikan oleh kekuasaan umum, tidak lah dihapuskan dengan meninggalnya atau dilepaskannya keanggautaan oleh semua anggauta , hingga perkumpulan itu dibubarkan menurut undang-undang. Jika semua anggautanya, dalam hal yang disebutkan diatas, sudah tidak ada, maka Pengadilan yang dalam daerah-hukumnya perkumpulan itu berkedudukan, berwenang untuk, at as perrnintaan dari siapa saja yang berkepentingan, dan setelah mendengar ataupun atas tuntutan pihak KejaksanaanNegeri, memerintahkan diambilnya tindakan-tindakan yang sementara kiranya perlu dilakukan untuk kepentingan perkumpulan (pasaI1662). Lain-lain perkumpulan tetap hidup hingga saat perkumpulan itu secara tegas dinyatakan bubar menurut surat pendiriannya, reglemennya, atau hingga saat berhentinya tujuan atau hal yang menjadi pokok perkumpulan (pasaI1663). Jika surat pendirian, reglemen atau perjanjian tidak mengngandung ketentuan-ketentuan lain, maka hak-hak para anggauta perkumpulan adalah bersifat perseorangan dan tidak ber pindah kepada para akhliwaris mereka (pasal 1664). Memang pada prinsipnya hak-hak para anggauta bersifat sanqat pribadi dan karenanya juga berhenti denqan meninqqalnya anggauta. Namun menurut ketentuan terse but diperbolehkan bahwa para anqgauta menetapkan dalam perjanjian bahwa hak-hak seorang anqgauta berpindah kepada akhliwarisnya jika ia meninggal. Pada waktu membubarkan suatu perkumpulan, anggautaanggauta yang masih ada atau anggauta yang paling akhir ada, . diwajibkan melunasi utang-utang perkumpulan, sejumlah adanya kekayaan, dan mereka hanyalah diperkenankan mernbaqi-baqi atau mengambil sisanya. Dalam hal memanggil orang-orang pemegang piutang, menyelesaikan pertanggungan-jawab dan membayar utang-utang perkumpulan, para anggauta itu tunduk kepada kewajiban-kewajibkan seperti yang dipikulkan kepada orang -orang akhliwaris yang menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk mengadakan pencatatan harta-peninggalan.
92
Jika rnereka melalaikan kewajiban-kewajiban itu, mereka dapat dituntut untuk membayar utang-utang perkumpulan masing-masing untuk seluruhnya,sedangkan beban ini dapat beralih kepada akhliwaris-akhliwaris mereka (pasal 1665). Kewa:jiban-kewajiban yang dipikulkan kepada seorang akhliwaris yang menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk mengadakan pencatatan harta-peninggalan (juga dinamakan : menerima warisan secara "benificiair") adalah sebagaimana ditentukan dalam pasal 1033 sampai dengan pasal 1043 B.W., diantaranya yang terpenting: membuat suatu pencatatan (inventarisasi) dari adanya baranq-baranq (kekayaan) yanq termasuk dalam harta-peninggalan, mengurus barang-barang itu sebagai seorang bapak rumah yang baik dan didalarn jangka-waktu tiga bulan memanggili para berpiutang (para kreditor) untuk melakukan perhitungan tanggung-jawab kepada mereka. Apabila kewajiban-kewajiban tersebut dilalaikan, masinqmasing anggauta dapat dituntut untuk membayar seluruh utang perkumpulan. Dalam halnya perkumpulan , perkataan harta-peninggalan harus dibaca: "milik perkumpulan " .
93
- 11
Bab ke IX PENGHIBAHAN * 1.
"DENGAN . CUMACUMA" .
DEFINISI. KETENTUAN-KETENTUAN UMUM.
Menurut pasal 1666 BW. penghibahan (bahasa Belanda : schenking,bahasa Inggeris: donation) adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan den gan tid ak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu barang guna keper.luan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Penghib ahan ini digolongkan pada apa yang, dinamakan : perjanjian "dengan ctima-cuma" (bahasa Belanda: "om niet"), dimana perkataan "d engan cuma-cuma " itu ditujukan pada hany'a adanya prestasi dad satu pihak saja, sedang pihak yang * Dalam hukum Inggeri5 (Ang lo-Saxpn) hibah ("donation") dimasukkan dalam Hukum Benda (""Law of Property"). jadi t ldak diqolonqkan dal am Hukum Perjanj ian (.• Law of ' Contracts"). Sebabnya ada lah kar ena menuru t ' Hukumlnggeris untuk suatu perjanj ian ("Contract") diperlukan adanya suatu "Comideration" (l m balan }.
94
lainnya tidak usah memberikan kontra-prestasi sebagai imbalan. Perjanjian yang demikian juga dinamakan perjanjian "sepihak" ("unilateral") sebagai lawan dari perjanjian "bertimbal-balik" ("bilateral") . Perjanjian yang banyak tentunya adalah bertirnbalbalik, karena yang lajirn adalah bahwa orang menyanggupi suatu prestasi karena ia akan menerima suatu kontra-prestasi. Perkataan "diwak tu-hidupnya" si pengh ibah, adalah untuk membedakan penghibahan ini dari pemberian-pemberian yang dilakukan dalam suatu testament (surat wasiat), yang baru akan mempunyai kekuatan dan berlakusesudah si pemberi meninggal dan setiap waktu selama si pemberi itu masih hidup, dapat dirobah atau ditarik kembali olehnya. Pemberian dalam testament itu dalam B.W. dinamakan "legaat" ("hibah wasiat") yang diatur dalam hukum waris, sedanqkan penghibahan ini adalah suatu perjanjian. Karena penghibahan menurut B.W. itu adalah suatu perjanjian, maka sudah dengan sendirinya ia tidak boleh ditarik kembali secara sepihak oleh si penqhibah, Baik kita perhatikan, bahwa penghibahan dalam sistemB.W. adalah (seperti halnya dengan jual-beli atau tukar-menukar) ber sifat "obligatoir" saja, dalam arti belum memindahkan hak milik, karena hak milik ini baru berp indah dengan dilakukannya "levering" atau penyerahan (secara yuridis), yang cara-caranya sudah kita lihat didalam bab tentang jual-beli, Dikatakan bahwa penghibahan, disarnpinq .jual-beli dan tukar-menukar merupakan salah satu "titel" bagi pemindahan hak milik. Penghibahan hanyalah dapat mengenai barang-barang yang sudah ada . Jika ia meliputi barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari, maka sekadar mengenai itu hibahnya adalah bat~l (pasal 1667) . Berdasarkan ketentuan ini maka jika dihibahkan suatu barang yang sudah ada ,bersama-sarna dengan suatu baranq lain yang baru .akan ada dikemudian hari , penghibahan yang mengenai barang yang pertama adalah sah , tetapi mengenai barang yang kedua adalah tidak sah . Si penghibah tidak boleh mernperjanjikan bahwa ia tetao berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada oranqlain suatubarang yang termasuk dalam penghibahan; penghibahan
95
,11
I,
"BEBAN" DAN "SYARAT"
yang semacam ini, sekadar menqenai barang tersebut, dianggap sebagai batal (pasal 1668). Janji yang diminta oleh si penghibah bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan barangnya kepada orang lain, berarti bahwa hak milik atas barang tersebut tetap ada padanya karena hanya seorang pemilik dapat menjual atau memberikan barangnya kepada orang lain, hal mana dengan sendirinya bertentangan dengan sifat dan hakekat penghibahan . Sudah jelaslah bahwa janji seperti itu membuat penghibahannya batal. Apa yang terjadi sebetulnya hanyalah suatu pemberian hak nikmat-hasil saja . Adalah diperbolehkan kepada si penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia tetap merriiliki kenik~atan atau nikmat-hasil dari barang-barang yang dihibahkan, baik barang-barang bergerak maupun takbergerak, atau bahwa ia tetap mernberikan kenikmatan atau nikmat-hasil tersebut kepada seorang lain; dalam hal mana harus diperhatikan ketentuan-ketentuan dari bab kesepuluh Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata (pasal 1669). Bab kesepuluh dari Buku II B.W. yang dimaksudkan itu adalah bab yang mengatur tentang hak pakai hasil atau nikmat- . hasil. Sekadar ketentuan-ketentuan tersebut mengenai tanah, . maka ketentuan-ketentuan itusudah dicabut oleh Undanq-undanq Pokok Agraria (Undang-undang No . 5 tahun 1960), tetapi ketentuan-ketentuan yang menqenai barang bergerak masih berlaku. Suatu hibah adalah batal jika dibuat dengan syarat bahwa si penerima hibah akan melunasi utang-utang atau beban-beban lain, selainnya yang dinyatakan dengan tegas didalam akte hibah sendiri atau didalam suatu daftar yang ditempelkan padanya (pasal 1670). Dari ketentuan ini dapat kita lihat bahwa adalah diperbolehkan untuk memperjanjikan bahwa si penerima hibah akan melunasi beberapa utang si penghibah , asal disebutkan dengan jelas utang-utang yang mana (kepada siapa dan berapa jumlahnya). Kalau itu tidak disebutkan dengan jelas maka janji seperti itu akan membuat batal penghibahannya. Penetapan seperti yang dimaksudkan diatas, yang dicantumkan dalam perjanjian penqhibahan, dengan man a diletakkan
96
suatu kewajiban baqi . si penerima hibah, lajirnnya dinamakan suatu "beban ". Secara kurang tepat pasal1670 memakai perkataan "syarat". Perbedaan antara "syarat" dan "beban" adalah, bahwa terhadap suatu syarat pihak yang bersanqkutan adalah · bebas, dalam arti bahwa ia dapat menerima atau menolak , sedangkan suatu beban adalah menqikat , merupakan suatu kewajiban. "Syarat" : Kalau kamu mau sekolah dokter saya berikan kamu mobil ini. "Beban" :Kamu saya berikan rumah ini dengan ketentuan bahwa kamu harus membiayai sekolah si Arnad. Sipenqhibah boleh memperjanjikan bahwa ia akan memakai sejumlah uang dari harta-benda yang dihibahkan. Jika ia me ninggal dengan tidak telah memakai jumlah uang tersebut, maka apa yang dihibahkan itu tetap untuk seluruhnya pada si penerima hibah (pasal 1671) . . Menurut pasal 1672 si penghibah dapat memperjanjikan bahwa ia tetap berhak mengambil kembali barang yang telah diberikannya baik dalam halnya sipenerima hibah sendiri, maupun dalam halnya sipenerima hibah beserta keturunan-keturunannya akan meninggallebih dahulu dari pada sipenghibah ;tetapi ini tidak dapat diperjanjikan selainnya hanya untuk kepentingan si penghibah sendiri. Akibat dari hak untuk mengambil kembali barang yang telah dihibahkan itu ialah bahwa segala pengasingan barang-barang yang telah dihibahkan itu dibatalkan , sedangkan barang-barang itu kembali kepada si penghibah, bebas dari seqala beban dan hipotik yang telah diletakkan diatasnya sejak saat penghibahan (pasal 1673) . Pasal ini memberikan kepada suatu janji yang dicantumkan dalam perjanjian hibah, sua tu kekuatan berlaku terhadap pihak-pihak ketiga, sehingga menimbulkan suatu keadaan · seperti yang kit a telah [umpai dalam suatu jual-beli dengan hak membeli kembali. Pihak-pihak ketiga diharuskan memperhatikan dan mentaati janji yang tercantum dalam suatu penghibah· an. Sudah barangtentu pasal1673 ini tidak ~isa diperlakukan kalau yang dihibahkan itu barang yang bergerak, karena mengenai
97
" 11
barang semacam ini pihak pembeli selalu diperlindungi oleh pasal 1977 (1). Pasal 1674 menetapkan bahwa, jika terjadi suatupenqhukuman untuk menyerahkan suatu barang yang telah dihibahkan, kepada seorang lain, maka si penghibah tidak diwajibkan menanggung. Ketentuan ini juga sangat wajar, karena penghibahan adalah suatu perjanjian dengan cuma-cuma, artinya tanpa imbalan prestasi dari pihaknya si penerima hibah. Kepada si penghibah tidak acta kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram dan terhadap cacad-cacad yang tersembunyi seperti halnya dengan seorang penjual barang. Akhirnya oleh pasal 1675 dinyatakan bahwa beberapa ketentuan dari Buku II berlaku untuk penghibahan. Jika kita menenqok pada ketentuan-ketentuan tersebut, ternyata bahwa itu mengenai apa yanq dinamakan: pengangkatan waris atau pemberian hibah wasiat secara "lornpat-tanqan". Dengan itu dimaksudkan : penunjukan seorang akhliwaris atau pemberian baranq dalam suatu testament (wasiat) dengan ketentuan bahwa si 'via, ris atau si penerima hibah wasyat dilarang untuk memindah-tangankan barang-barang warisan itu (se-umur hidup mereka) sedangkan barang-barang tersebut , setelah mereka meninggal, harus diberikan kepada seorang atauorang-orang lain lagi yang ditunjuk didalam testament tersebut. Dimaksudkan oleh pasal 1675 tersebut diatas, bahwa laranqan -laranqan itu berlaku juga terhadap penghibahan. Dengan derriikian adalah terlarang pemberian hibah yang disertai penetapan bahwa si penerima hibah selama hidupnya dilarang untuk memidahtangankan barang yang dihibahkan, sedangkan serneninggalnya si penerima hibah barang itu harus diterimakan kepada seoranq lain yanq ditunjuk dalam perjanjian. Oleh pasal879 (dalam hal pengangkatan waris atau pemberian hibah wasyat) ditetapkan bahwa bagi si waris atau sipenerima hibah wasyat penetapan-penetapan seperti yang dilarang oleh undang-undang itu adalah batal dan takberharga. Artinya: penqanqkatanwaris atau pemberian hibah wasiat tetap berlaku tanpa berlakunya penetapan-penetapan yang dilarang itu. Mutatis mutandis ketentuan
98
ini juga berlaku untuk penghibahan, sehingga penghibahan tetap berlaku tanpa berlakunya penetapan-penetapan yang terlarang itu . Maksudnya undang-undang untuk mengadakan laranganlarangan terse but adalah untuk mencegah adanya barang-barang yang terlalu Iamaberada diluar peredaran , hal mana dapat rnenqganggulalu-lintas hukum . . Perkataan "penghibahan" (atau "pemberian ") dalam pasal 1666 dan selanjutnya dipakai dalarri arti yang sempit , karena hanya perbuatan-perbuatan yang memenuhi syarat-syarat yang disebutkan disitu dinamakan "penghibahan" , misalnya syarat "dengan cuma-cuma" yaitu tidak memakai pembayaran . Disini orang lajirn mengatakan adanya s.uatu " formele schenk in g" yaitu suatu penghibahan formal. Tetapi bagaimana halnya dengan searang .yang menjual rumahnya dengan .harga yang sangat murah atau yang membebaskan debitornya dari utangnya? Menurut ketentuan pasal 1666 tersebut ia tidak melakukan suatu penqhi bahan atau pemberian, tetapi menurut pengertian yang luas ia dapat dikatakan menghibahkan atau memberi juga . Disini .dika. takan tentang adanya suatu "meteriele schenking" (penghibahan menurut hakekatnya) dan baiklah diketahui bahwa penghi bahan dalam artikata . yang luas ini dipakai dalam pasal 920 (tentang pemberian atau penqhibahan yang melanggar ketentu an ten tang legitieme portie), pasal 1086 (tentang pemasukan atau inbreng ,dimana ditetapkan bahw~ peinberian-pemberian harus diperhitungkan dalam pembaqian pasal1678(ten. warisan)dan . . tang larangan memberikan benda-benda atas nama antara suami dan isteri). Juga sudah kita lihat bahwa syarat "denqan cuma -cuma" tidak melarang adanya penghibahan yang disertai dengan suatu 'beban (bahasa Belanda: "last"), yaitu suatu kewajiban dari si . penerima hibah untuk berbuat sesuatu, misalnya memberikan bea-siswa kepada seorang mahasiswa. Apabila " beban " tersebut melampaui nilai (harga) barang yang telah dihibahkan, sebetulnya tidak lagi dapat dikatakan tentang suatu penghibahan .
99
:111
'~I
2. KECAKAPAN UNTUK MEMBERI DAN MENERIMA HIBAH
SIPENERIMA HARUS SUOAH LAHIR
LARANGAN HIBAH ANTARASUA MIISTERI
Untuk menghibahkan, seorang, selainnya -bahwa ia harus sehat pikirannya, harus sudah dewasa. Diadakan kekecualian dalam halnya seorang yang belum mencapai usia genap 21 ta hun, menikah dan pada kesempatan itu memberikan sesuatu dalam suatu perjanjian perkawinan {pasal 1677). Orang yang belum mencapai usia genap 21 tahun itu diperkenankan membuat perjanjian perkawinan asal ia dibantu oleh orangtuanya atau orang yang harus memberikan ijin kepadanya untuk melangsungkan perkawinan. Dengan istilah "dibantu" dimaksudkan bahwa orang yang belum dewasa itu membuat sendiri perjanjiannya (sebagai pihak) namun ia didampingi oleh orangtuanya itu. Untuk menerima suatu hibah, dibolehkan orang itu belum dewasa, tetapi ia harus diwakili oleh orangtua atau wali . Undang-undang hanya memberikan pembatasan dalam pasal1679, yaitu menetapkan bahwa orang yang menerima hibah itu harus sudah ada (artinya: sudah dilahirkan) pada saat dilakukannya penghibahan, dengan pula mengindahkan ketentuan pasal 2 B.W. yang berbunyi: Anak yang ada dalam kandungan dianqqap sebagai telah dilahirkan manakala kepentinqan si anak itu menghendakinya. Pasal 1678 melarang penghibahan antara suami dan isteri selama perkawinan. Namun (demikian pasal itu seterusnya) ke tentuan ini tidak berlaku terhadap hadiah-hadiah atau pemberian-pemberian barang-barang bergerak yang bertubuh yang harganya tidak terlampau tinggi, mengingat kemampuan si peng \ hibah. Ketentuan tersebut hanya mempunyai arti kalau suamiisteri itu kawin dengan (perjanjian) perpisahan kekayaan, sebab kalau mereka itu kawin dalam percampuran kekayaan _(yang adalah pola normal dalam sistem B.W.), maka kekayaan kedua belah pihak dicampur menjadi satu, baik kekayaan yang dibawa nya kedalam perkawinan maupun kekayaan yang diperoleh masinq-rnasinq selama perkawinan . Ketentuan (larangan penghibahan antara suami-isteri) ini dimaksudkan untuk melindungi
100
orang-orang pihak ketiga yanqmenqadakan transaksi-transaksi dengan si suami atau si isteri dimana mereka tentunya menyandarkan kepercayaan mereka kepada keadaan kekayaan sisuami atau isteri itu. Dalam hukum perkawinan juga kita lihat adanya sua tu larangan untuk merobah suatu perjanjian perkawinan. Penghibahan-penghibahan kepada lembaga-Iembaga umum atau lembaga-lembaga keagamaan, tidak mempuhyai akibat, selain sekadar oleh Presiden atau penguasa-penguasa yang ditun-j uk olehnya telah diberikan kekuasaan kepada para pengurus lembaga-lembaga tersebut, untuk menerima pemberian-pembean itu (pasal 1680). Penguasa yang dituniuk oleh Presiden itu 'sekaranq adalah Menteri Kehakiman. Akhirnya oleh pasal1681 dinyatakan berlakunya beberapa ORANG2 pasal dari Buku II BoW. (pasal 904, pasal 906, pasal 907 dan YANG TI · lain-lain) terhadap penqhibahan. Jika kita lihat pasal-pasal itu, OAK BOLEH ternyata bahwa ketsntuan-ketentuan itu mengandung larangan MENERIMA HIBAH memberikan hibah-wasiat kepada beberapa orang tertentu dengan siapa sipemberi mempunyai hubungan yang begitu khusus sehingga dianggap tidak pantas kalau orang-orang tersebut menerima suatu pemberian darinya. Misalnya dilarang pemberian hibah wasiat kepada walinya si pemberi, kepada dokter yang merawat si pemberi sewaktu ia sakit yang mengakibatkan matinya si pemberi ini, kepada notaris yang membuat testament tentang hibah wasiat yang dibuat oleh si pemberi hibah itu, dan lain-lain. Dengan demikian maka larangan-larangan ItU juga berlaku dalam hal penghibahan. 30
CARANYA MENGHIBAHKAN SESUATU .
Pasal 1682 menetapkan: Tiada suatu hibah, kecuali yang disebutkan dalam pasal 1687, dapat, atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan suatu akte notaris, yang aslinya disimpan oleh notaris itu. Ternyata pasal 1687 yang ditunjuk itu berbunyi dernikian : Pemberian barang-barang bergerak yang bertubuh atau spratsurat penagihan utang atas tunjuk dari tangan satu ketanqan ,
lQl
I
AKTE NOTAR'S UNTUK BENDA TAK BER· GERAK
P.P. No. 10 TAHUN 1961 : P.P.A.T.
lain, tidak memerlukan suatu akte, dan adalah sah dengan penyerahan belaka kepada si perierima hibah atau kepada seorang pihak ketiqa yarig menerima penghibahan itu atas nama si penerima hibah. Dari pasal-Piisal1682 dan 1687 tersebut dapat kita lihat bahwa untuk penghibahan benda takbergerak ditetapkan suatu formalitasdalam bentukakte notaris, tetapi untuk penghibahan barang bergerak yang bertubuh atau surat penagihan utang atas tunjuk ("aan toonder") tidak diperlukan sesuatu formalitas dan dapat dilakukan secara sah dengan penyerahan barangnya begitu saja kepada si peneriina hibah atau kepada seorang pihak ketiga yang menerima pemberian hibah atas namanya. Dalam sistem B.W. yang selalu memperinci suatu proses pernindahan hak milik menjadi dua babakan atau tahapan, yaitu babakan "obligatoir" dan babakan "zakelijke overeenkomst" (yaitu leveringnya) , penghibahan yang dilakukan secara "tunai" itu harus kit a konstruksikan sebagai terjadinya dua babakan terse but sekaligus pada waktu atau saat yang sama. Hal yang sama terjadi pada jual -beli kecil-kecilan yang kita lakukan sehari hari, dimana pihak pembeli mengambil sendiri baranq yang ditawarkan sambil memberikan uang harganya kepada pihak penjual. Pasal 1682 yang mengharuskan pembuatan akte notaris untuk penghibahan tanah, sekarang sudah dianggap tidak berlaku lagi, tetapi sesuai dengan P.P. No. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Pokok Agraria), maka penghibahan tanah, sebagai perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah (menurut pasal 19) harus ' dibuat dihadapan Pejabat Pernbuat Akte Tanah (P.P.A.T.) seperti halnya dengan jual-beli tanah (Lihat dalam bab tentang jual-beli). Adapun Pejabat Pembuat Akte Tanah (P.P.A.T.) itu pada umumnya juga dirangkap oleh para Notaris. Pasal1683menetapkan sebagai berikut : T'iada suatu hibah mengikat si penghibah atau menerbitkan sesuatu akibat yang bagaimanapun, selainnya mulai saat penghibahan itu dengan kata-kata yang tegas diterima oleh sipene102
rima hibah sendiri atau oleh seorang yang dengan suatu akte otentik oleh si penerima hibah itu telah dikuasakan untuk menerima penghibahan-penghibahan yang telah diberikan kepada si penerirna hibah atau akan diberikan kepadanya dikernudian hari. Jika penerimaan hibah tersebut tidak telah dilakukan di.dalam suratnya hibah sendiri, maka itu akan dapat dilakukan didalam suatu akte otentik terkernudian yang aslinya .harus disimpan, asal yang dernikian itu dilakukan diwaktu si penghibah masih hidup; dalam hal mana penghibahan, terhadap oranq yang terakhir ilfi hanya akan berlaku sejak saat penerimaan itu di- , beritahukan kepadanya . KALAU Dari ketentuan tersebut dapat kita lihat bahwa suatu penqhibahan, yang tidak secara serta-rnerta di-ikuti dengan penyeTIDAK ; rahan barangnya kepada si penerima hibah ("tunai") seperti " T U NA' " "DI · h yang d apat dil1 a k u k an menurut pasa I 1687 ,arus 'd"tterima d a- ' HARUS TERIMA" hulu oleh si penerima hibah, agar supaya ia mengikat si pengDAHULU ' hibah. Penerimaan itu dapat dilakukan oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seoranq kuasa yang dikuasakan dengan akte otentik (akte notaris), surat kuasa mana harus berupa suatu kuasa khusus. Selanjutnya harus kita perhatikan bahwa barang-barang bergerak sebagaimana dimaksudkan oleh pasal 1687 itu dapa t juga dihibahkan tanpa disertai penyerahari serta-merta (tunai) , tetapi penghibahannya dilakukan dalam suatu akte sedangkan penyerahannya baranq. baru akan dilakukan kemudian. Dalam hal yang demikian harus ,diperhat ikari ketentuan dalarn ayat 2 pasal 1683 tersebut yanq mernerintahkan dilakukannya "penerimaan" secara tertulispula, ' yang dapat dilakukan didalam suratnya hibah sendiri atau didalam suatu akte otentik terkemudian sedangkan penerimaan itu harus dilakukan diwaktu si penghibah masih hidup ., Pasal 1684 yang menetapkan bahwa penqhibahan-penqhibahan yang diberikan kepada seorang perempuan yang bersuarn i , tidak dapat diterima selainnya menurut ketentuan-ke tentuan dari bab kelima Buku I B.W. (yang dimaksudkan ialah han ya 103
111 1
HAK MILlK BARU BER· PINDAH DENGAN PENYERAHAN
dengan bantuari atau ijin tertulis dari si suami) harus dianggap tidak tertulis lagi karena oleh yurisprudensi seorang perempuan bersuami sudah dinyatakan cakap sepenuhnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri dan pasal108 B.W. yang membatasi kecakapan {tu sudah dinyatakan tidak berlaku laqi. Oleh pasal 1685 ditetapkan bahwa penqhibahan kepada orang-orang belum dewasa yang berada dibawah kekuasaan orangtuanya harus diterima oleh orang yang melakukan kekuasaan oranqtua, sedangkanpenghibahan kepada orang-orang belumdewasa yang berada dibawah perwalian atau kepada orangorang yang berada dibawah pengampuan(curatele) barus diterima oleh si wali atau si penqarnpu (curator) yang untuk itu harus diberi kuasa oleh Pengadilan Negeri. Pasal 1686 menetapkan bahwa hak milik atas benda-benda yang termaktub dalam penghibahan, sekalipun penghibahan itu sudah diterima secara sah, tidaklah berpindah kepada si penerima hibah, selainnya dengan jalan penyerahan yang dilakukan menurut ketentuan-ketentuan pasai-pasal 612, 613, 616 dan selanjutnya. Dalam sistem B.W. dimana penghibahan itu dianggap sebagai hanya "obliqatoir" saja (dalam arti belum memindahkan hak milik), maka apa yang ditetapkan oleh pasal 1686 itu sudah semestinya. 4.
ALASAN2 UNTUK MENARIK KEMBALI SATU HIBAH
PENARIKAN KEMBALI DAN PENGHAPUSAN HIBAH.
Meskipun suatu penghibahan, sebagaimana halnya dengan suatu perjanjian pada umumnya, tidak dapat ditarik kembali secara sepihak tanpa persetujuan pihak lawan , namun undangundang memberikan kernunqkinan bagi si penghibah untuk da- . lam hal-hal tertentu rnenarik kembali atau menghapuskan hibah yanq telah diberikan kepada seoranqXemunqkinan itu diberikan oleh pasal1688 dan berupa tiga hal : 1. karena tidak dipenuhinya syarat-syarat dengan mana penghibahan telah dilakukan; Dengan "syarat " di sini dimaksudkan : "be ban". 2. jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil ji-
104
wa si penghibah, atau suatu kejahatan lain terhadap si penqhibah; 3 . jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan. Apa yang dimaksudkan dengan "syarat" telah diterangkan dalam pembicaraan mengenai pasal 1670. Suatu contoh dari suatu kejahatan lain (sslainnya pembunuhan) terhadap si penghibah adalah penistaan. Penarikan kembali atau penghapusan penghibahan dilakukan dengan menyatakan kehendaknya kepada si penerima hibah disertai penuntutan kembali barang-barang yang telah dihibahkan dan apabila itu tidak dipenuhi secara sukarela, maka penuntutan kernbali baranq-baranq itu diajukan kepada Pengadilan. Kalau si penghibah belum menyerahkan barangnya, rnaka barang yang dihibahkan tetap padanya dan si penerima hibah tidak lagi dapat menuntut penyerahannya. Kalau si penghibah sudah menyerahkan barangnya, dan ia menuntut kembali barang itu, maka si penerirna hibah diwajibkan rnenqembalikan- baranq yang dihibahkan itu dengan hasilhasilnya terhitung mulai hari diajukannya gugatan, atau jika barang sudah dijualnya, mengembalikan harganya pada waktu dimasukkannya gugatan, pula disertai hasil-hasil sejak saat itu (pasal 1691). Selain dari pada itu ia diwajibkan memberikan ganti-rugi kepada si penghibah, untuk hipotik-hipotik dan beban-beban lainnya yanq telah diletakkan olehnya diatas benda-benda takbergerak, juga sebelum gugatan dimasukkan. Tuntutan hukum tersebut dalam pasal1691, gugur dengan lewatnya waktu satu tahun, terhitung mulai hari terjadinya peristiwa-peristiwa yang menjadi alasan tuntutan itu dan dapat diketahuinya hal itu oleh sipenghibah. Tuntutan hukum tersebut tidak dapat diajukan oleh si penghibah terhadap para akhliwarisnya .si penerima hibah, atau oleh para akhliwarisnya si penghibah terhadap si penerirna hibah, kecuali, dalam hal yang terakhir, jika tuntutan itu sudah diajukan oleh si penghibah, ataupun jika orang ini telah me-
105
ninggal did alam waktu satu tahun setelah terjadinya peristiwa yang dituduhkan (pasal1692). Dalam ketentuan ini terkandung maksud bahwa, apabila si penqhibah sudah menqetahui adanya 'peristiwa yanq rnerupakan alasan untuk menarik kembali atau menghapuskan hibahnya, namun ia tidak melakukan tuntutan hukum .dalam waktu yang cukup lama itu, ia dianqqap telah mengampuni si penerima hibah.
III
I
III
Bab ke X PENITIPAN BARANG
1. PENITIPAN PADA UMUMNYA DAN BERBAG AI MACAMNYA.
Penitipan adalah terjadi, apabila seorang rnenerirna sesuatu barang dari seorang lain , dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan rnenqembalikannya dalam ujud asalnya . Dernikianlah definisi yang oleh pasal 1694 B.W. diberikan tentang perjan jian penitipan itu. Menurut kata-kata pasal tersebut, penitipan adalah suatu perjanjian " riil" yang berarti bahwa ia baru terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang nyata , yaitu diserahkannya ba". rang yang dititipkan ; jad i tidak seperti perjanjian-perjanjian la- . 106
107
PERJANJI· AN RilL
11
111111
innya pad? umumnya yang lajimnya adalah konsensual, yaitu sudah dilahirkan pada saat tercapainya sepakat tentang hal-hal yang pokok dari perjanjian itu. Menurut undang-undang ada dua macam penitipan barang , yaitu penitipan yang sejati dan sekestrasi. 2.
PENITIPAN SUKARELA
PENITlPAN BARANG YANG SEJATI.
Penitipan barang yang sejati dianqqap dibuat dengan cuma cuma, jika tidak diperjanjikan sebaliknya, sedangkan ia hanya dapat mengenai barang-barang yang bergerak (pasal 1696) . Perjanjian tersebut tidaklah telah terlaksana selainnya de ngan penyerahan barangnya secara sungguh-sungguh atau secara dipersangkakan (pasal 1697). Ketentuan ini menggambarkan lagi sifatnya rill dari perjanjian penitipan, yang berlainan dari sifatperjanjian-perjanjian lain pada umumnya yang adalah konsensual (lihat -diatas). Penitipan barang terjadi dengan sukarela atau karena terpaksa (pasal 1698). Penitipan barang dengan sukarela terjadi karena sepakat bertimbal-balik antara pihak yang menitipkan barang dan pihak yang menerima titipan (pasa11699) . Penitipan barang dengan sukarela hanyalah dapat terjadi antara oranq-oranq yang mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian-perjanjian. Jika namun itu seorang yang cakap untuk membuat perjanjian, menerima penitipan suatu barang dari seorang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, maka tunduklah ia kepada semua kewajiban yang dipikul oleh seorang penerima titipan yang sungguh-sungguh (pasal 1701) . Yang dimaksudkan oleh ketentuan tersebut adalah, bahwa , meskipun penitipan sebagai suatu perjanjian secara sah hanya dapat diadakan antara oranq-oranq yang cakap menurut hukum ,namun apabila seorang yanq cakap menerima suatu penitipan barang dari seorang yang tidak cakap maka si penerima titipan harus melakukan semua kewajiban yang berlaku dalam suatu perjanjian penitipan yang sah.
Kemudian pasal 1702 mengatakan: Jika penitipan dilaku- ' kan oleh seorang yang berhak kepada seorang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian , maka pihak yang menitipkan hanyalah inempunyai hak terhadap pihak yang menerima titipan untuk menuntut penqernbalian barang yanq dititipkan, selama barang ini masih ada pad a pihak yang terakhir itu; atau, jika barangnya sudah tidak lagi pad a si penerima titipan, maka dapatlah ia menuntut pemberian ganti-rugi sekadar si penerima titipan itu telah memperoleh manfaat dari barang tersebut. Yang dirnaksudkan adalah, bahwa jika seorang yang cakap menurut hukum menitipkan barang kepada seorang yang tidak cakap, maka ia memikul risiko kalau barang itu dihilangkan . Hanyalah, kalau .si penerima titipan itu ternyata tel ah memperoleh manfaat dari barang yang telah dihilangkan, maka oranq yang menitipkan dapat menuntut pemberian garrti-rugi. Si perrerima titipan dapat dikatakan telah memperoleh manfaat dari barang yang telah dihilangkan itu umpaman ya kalau ia telah menjualnya dan uang pendapatan penjualan telah dipakainya. Jadi kalau barangrrya hilang dicuri orang karena si 'penerirna titipan tidak menyimpannya dengan baik , tidak ada tuntutan ganti-rugi. Dengan sendirinya tuntu tan pemberian ganti-rugi ini harus dilakukan terhadap orangtua atau wali dari si penerima titipan. Yang dinamakan penitipan karena terpaksa adalah (menu- PENITlPAN rut pasal 1703) penitipan yang terpaksa dilakukan oleh seorang ,T ERPA KSA karena timbulnya sesuatu malapetaka, misalnya : kebakaran, runtuhnya ged ung, perampokan, karamnya kapal, banjir dan lain-lain peri stiwa yang tak tersangka. Penitipan baranq karena terpaksa ini diatur inenurut ketentiian seperti yarig berlaku terhadap penitipan sukarela , dernikianlah pasal 1705: Maksudnya adalah bahwa suatu penitipan yang dilakukan secara terpaksa itu mendapat perlindungan dari undang-undang yang tidak kurang dari suatu penitipan yang terjadi secara sukarela. Pasal 1706 mewajibkarr si penerima titipan', mengenai perawatan ba rang yang dipercayakan kepadanya, memelihararrya dengan minat yang sama seper ti ia memelihara barang miliknya sendiri.
108 1 U9
1 1
1
1
11 11
RUMAH PENGINEP· AN DAN LOSMEN
Ketentuan tersebut rrtenurut pasal 1707 harus dilakukan lebih keras dalam beberapa hal, yaitu : 1. jika si penerima titipan telah menawarkan dirinya untuk menyimpan barangnya; 2. jika ia telah meminta diperjanjikannya sesuatu upah untuk penyimpanan itu; 3. jika penitipan telah terjadi sedikit banyak untuk kepentingan si penerima titipan: dan 4. jika telah diperjanjikan bahwa si penerima titipan akan menanggung segala macam kelalaian . Tidak ,sekali-kali si penerima titipan bertanggung-jawab tentang peristiwa-peristiwa yang tak dapat disingkiri, kecuali apabila ia lalai dalam pengembalian barang yang dititipkan. Bah, kan dalamhal yang terakhir ini ia tidak bertanggung-jawab jika baranqnya .juqa akan musnah seandainya telah berada ditanqannya oranq yang menitipkan (pasal 1708). Peristiwa yang tak dapat disingkiri itu adalah yang lajimnya dalam bahasa hukum dinarnakan "keadaan memaksa" (bahasa Belanda : "overmacht" atau "force majeur") yaitu suatu kejadian yang tak disengaja dan tak dapat diduga . Risiko kemusnahan barang karena suatu , keadaan memaksa itu mernanq pada asasnya harus dipikul oleh pemilik barang. Namun apabila si penerima titipan itu telah lalai mengembalikan barangnya sebagaimana ditetapkan dalam per- janjian , maka (juga menurut asas umum hukum perjanjian) ia mengoper tanqqunq-jawab tentang kemusnahan barangnya jika terjadi sesuatu. Tanggung-jawab ini hanya dapat dilepaskan jika iadapat membuktikan bahwa barangnya juga akan musnah seandainya sudah diserahkan kepada orang yang menitipkan, misalnya baranq itu menqandunq suatu cacad yang pasti juga akan menyebabkan kemusnahannya biarpun ia berada ditangannya orang yang menitipkan, • Pasal 1709 meletakkan tanggung-jawab kepada pengurus rumah penginepan dan penquasa losmen terhadap barang-barang para tamu yaitu memperlakukan pengurus rumah penginepan dan penguasa losmen tersebut sebaqai orang yang menerima titipan barang. Penitipan barang oleh para tamuitu dianggap 110
sebagai suatu penitipan karena terpaksa. Selanjutnya pasal 1710 menetapkan bahwa mereka itu bertanggung-jawab ten' tang pencurian atau kerusakan pada barang-barang kepunya, an para penginep, baik pencurian itu dilakukan atau kerusakan itu diterbitkan -oleh pelayan-pelayan atau lain-lain pekerja dari rumah penginepan, maupun oleh setiap orang " lain . ' Namun (demikian pasal .1711 seterusnya) mereka tidak bertanggung-jawab ten tang pencurian -yanq dilakukan oleh orangorang yang telah dimasukkan sendiri oleh si penginep. Dalam praktek para pengurus rumah penginepan dan penguasa losmen itu membatasi tanggung-jawab mereka dengan menempelkan pengumuman bahwa mereka tidak bertanggung- , jawab tentang hilangnya barang-barang yanq berharga (uang , , perhiasan) yang tidak secara khusus dititipkan pada mereka. Melepaskan tanggung-jawab seluruhnya terhadap semua barang ten tunya tidak dibolehkan. Si penerima titipan barang tidak diperbolehkan memakai barang yang dititipkan untuk keperluan sendiri tanpa , ijinnya orang yang menitipkan barang, yang dinyatakan dengan tegas atau dipersangkakan, 'at as ancaman penggantian biaya, keruqian dan bunga jika ada alasan untuk itu (pasal 1712) . Selanjutnyaia tidak diperbolehkan -menyelidiki tentanq ujudnya barang yang dititipkan jika barang itu dipercayakan kepadanya dalam suatu kotak tertutup atau dalam suatu sampul ter segel (pasalL'Zl S). Si penerirna titipan diwajibkan mengembalikan barang yang sama yang telah diterimanya. Dengan dernikian maka jumlah-jumlah uang harus dikembalikan dalam' mata-uang yang sama seperti yanq dititipkan, tak perduli apakah mata-uang itu telah naik atau telah turun nilainya (pasal 1714), Si penerirna titipan hanya diwajibkan mengembalikan barang yang dititipkan dalarn keaciaannya pada saatpenqernbalian itu. Kemunduran-kemunduran yanq dialami barangnya diluar kesalahan si penerima titipan, adalah atas tanggungan pihak yang menitipkan (pasaI1715) .. Jika barangnya dengan paksaan dirampas dari tangannya si perierima titipan dan orang ini telah menerima harganya atau 111
IIII!/
I II
"OEPOSITO"
DENGAN BUNGA
sesuatu bar ang lain sebagai gant iny a , maka ia harus menyerahkan apa yang diterimanya sebagai ganti itu kepada orang yang menitipkan barang (pasal 1716) . Seorang akhliwari s dari si penerima titipan , yang , karena ia tidak tahu bahwa suatu barang adalah barang titipan , dengan itikad baik telah menjual barang tersebut, hanyalah diwajibkan mengembalikan harga pembelian yang diterimanya , atau jika ia belum mene rima harga itu , men yerahkan hak tuntutannya terhadap si pembeli barang (pasal1717) . Jika ia menjualnya barang itu dengan it ikad buruk, maka dengan sendirinya , selainnya ia harus mengembalikan uang pendapatan penjualan itu, ia juga dapat ditun tu t memb ayar gant i-rugi. Jika barang yan g dititipkan itu telah memberikan hasii-hasil yang telah 'dipunqut at au diterirna oleh sipenerima titipan,maka ia diwajibkan mengembalikannya (pasaI1718 ayat 1). Dalam hal yang dititipkan itu uang, si penerima titipan tidak diharuskan membayar bunga , selainnya sejak hari ia lalai mengembalikannya , setelah diperingatkan (pasal 1718 ayat 2). Ketentuan te rsebut adalah wajar , karena menurut hakekat per janjian penitipan si penerima titipan tidak boleh memakai uanq yang dititipkan itu , bahkan ia harus mengembalikannya dalam mata-uang yang sama seper ti yang diterimanya (lihat pasaI1714) . 1'etapi kalau ia lalai mengembalikan uang titipan itu setelah ia diperingatkan, orang yang menitipkan akan menderita kerugian karena ia sudah mulai mernerlukan uanq itu, sehingga pernbebanan pernbayaran bunga itu pantas pula . Dan bunga yang dibebankan ini ten tunya adalah yang dinamakan "bunga moratoir " sebesar enam prosen setahun , terhitung mulai penqernbalian uang tit ipan itu dituntutnya dimuka Pengadilan . Apa yang dikenal sebagai "deposita" dengan bunga (rneskipun "deposito " artinya penitipan) , bukan penitipan yang kit a bicarakan disini , karena pihak yang menerima deposito (uang) dibolehkan (dan malahan itulah yang dimaksudkan) untuk memakai uang yang dititipkan dan menyanggupi untuk membayar bunga atas penitipan itu. Pada hakekatnya perjanjian deposito uang itu adalah suatu .perjanjian pinjarn uang dengan bunga . 112
Si penerima titipan tidak diperbolehkan mengembalikan barangnya titipan selainnya kepada arang yang mentipkannya kepadanya atau kepada arang yang atas namanya penitipan itu telah dilakukan atau yang ditunjuk untuk menerima kembali barangnya (pasaI1719). Si penerima ti tipan tidak baleh rnenuntut dari arang yang menitipkan barang, suatu bukti bahwa oranq itu pemilik barang tersebut. Jika namun itu ia mengetahui bahwa barang itu adalah barang curian, dan siapa pemiliknya sebenarnya, maka haruslah ia mernberitahu kepada oranq ini bahwa barangnya dititipkan kepadanya, disertai peringatan supaya meminta kembali barang itu didalarn suatu waktu tertentu yang patut. Jikaorang kepada siapa pemberitahuan itu telah dilakukan, melalaikan untuk meminta kembali barangnya, maka si penerima titipan dibebaskan secara sah jika ia menyerahkan barang itu kepada arang dari siapa ia telah menerimanya (pasall720). Apabila arang yang rnenitipkan barang meninggal, maka ,barangnya hanya dapat dikembalikan kepada akhliwarisnya. Jika ada lebih dari searang akhliwaris, maka barangnya harus dikembalikan kepada mereka kesemuanya atau kepada masing-masing untuk baqiannya. Jika barang yang dititipkan tidak dapat dibagi-bagi, maka para akhliwaris harusmengadakan mupakat ten tang siapa yang diwajibkan mengopernya (pasal 1721). Jika arang yang menitipkan barang berubah kedudukannya misalnya searang perempuan yang pada waktu menitipkan barang tidak bersuami, kemudian kawin ; sea rang dewasa yang menitipkan barang ditaruh dibawah pengampuan; dalam hal ini dan dalam hal-hal semacam itu, barang yang dititipkan tidak baleh dikembalikan selainnya kepada arang yang melakukan pengurusan atas hak-hak dan harta-benda arang yang menitipkan barang, kecuali apabila arang yang menerima titipan mempunyai alasan-al~san yang sah untuk tidak mengetahui perubahan kedudukan terse but (pasal 1722). Tentang searang perempuan takbersuami yang kemudian kawin, sekaranq tidak merupakan ha113
,
langan lagi bagi si penerima titipan; untuk tetap mengembalikan barangnya titipan kepada perempuan itu , tanpa ijin tertulis atau bantuan dari suaminya, sejak adanya yurisprudensi yang menyatakan pasall08 B.W. sudah tidak berlaku lagi. Jika penitipan barang telah dilakukan oleh seorang wali, seorang pengampu, seorang suami atau seorang penguasa dan pengurusan mereka itu telah berakhir, maka- barangnya hanya dapat dikembalikan kepada orang yanq diwakili oleh wali, penqarnpu, suami atau penguasa tersebut (pasal 1723). Pengembalian barang yang dititipkan harus dilakukan di tempat yang ditunjuk dalam perjanjian , Jika perjanjian tidak menunjuk tempat itu, barangnya harus dikembalikan ditempat terjadinya penitipan. Adapun biaya yang harus dikeluarkan untuk itu harus ditanggung oleh orang yang menitipkan baranq (pasal 1724) . Barang yang dititipkan harus dikembalikan kepada orang yang menitipkan, seketika apabila dimintanya, sekalipun dalam perjanjiannya telah ditetapkan suatu waktu lain untuk pengembaliannya, keeuali apabila telah dilakukan suatu penyitaan atas barang-barang yanq berada ditangannya si penerima titipan (pasal 1725). Dari ketentuan ini dapat kita simpulkan bahwa apa bila dalam perjanjian penitipan ditetapkan lamanya waktu penitipan, maka penetapan waktu ini hanya mengikat si penerima titipan tetapi tidak mengikat pihak yang menitipkan . Setiap waktu barang titipan itu dapat diminta kembali. Satu-satunya hal yang dapat menghaiangi pengembalian barang adalah penyitaan yang telah diletakkan oleh pihak ketiga atas barang tersebut. Ini dapat terjadi misalnya apabila telah timbul suatu sengketa mengenai barang yang bersangkutan. Dalam hal yang demikian maka jalan yang harus ditempuh oleh orang yang menitipkan barang adalah mengajukan perlawanan (verzet) terhadap penyitaan tersebut kepada Pengadilan Negeri . Sipenerirna titipan yang mempunyai alasan yang sah untuk membebaskan diri dari barang yang dititipkan, meskipun belum tiba waktunya yang ditetapkan dalam perjanjiarr, juga berkuasa mengembalikan barangnya kepada oranq yang menitipkan atau 114
jika oranqini menolaknya, meminta ijin Hakim untukmenitipkan barangnya disuatu tempat lain (pasall726). Untuk mernbe.baskan diri dari barang titipan sebelumlewatnya waktu yang ditetapkan, bagi si penerima titipan harus ada suatu alasan yang sah dan apabila permintaannya untuk mengembalikan barang- · nya ditolakoleh orang yang menitipkan, diperlukan ijin dari Hakirn untuk menitipkan barang itu ditempat lain, misalnya di kantor Balai Harta Peninggalan atau dikepaniteraan Pengadilan Negeri. Segala kewajiban si penerima titipan berhenti jika ia mengetahui dan dapat membuktikan bahwa dia sendirilah pemilik barang yang dititipkan itu (pascill727) . Dalam hal yang demikian , maka perjanjian penitipari hapusdengan sendirinya, karena si penerima titipan ternyata menguasai barang miliknya sendiri. Orang yang menitipkan barang diwajibkan mengganti ke pada si penerima titipan segala biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang yang dititipkan, serta mengganti kepadanya semua kerugian yanq disebabkan karena penitipan itu (pasall~28). Berhubunq dengan ketentuan diatas, oleh pasal 1729 ditetapkan bahwa si penerima titipan berhak menahan barangnya hingga segala apa yang harus dibayar kepadanya karena penitipan tersebut dilunasi. ' 3.
SEKESTRASI.
DEFINISI. Yang dinamakan sekestrasi adalah penitipan ba. ranq-tentanq mana ada perselisihan, ditangannya seoranq pihak ketiga yang menqikatkan diri imtuk , setelah perselisihan itu diputus, menqembalikan barang itu kepada siapa yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada yang terjadi denqan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah Hakim atau Psnqadilan (pasaI1730). . Sekestrasi terjadi dengan persetujuan , apabila barang yang menjadi sengketa diserahkan kepada seorang pihak ketiga oleh satu orang atau lebih seeara sukarela (pasal 1731).
115
OALAM SENGKETA
DIPERIN. TAHKAN HAKIM
Sekestrasi dapat mengenai baik barang-barang bergerak maupun baranq-baranq takberqerak (pasal 1734), jadi berlainan dad penitipan barang yanq sejati , yang hanya dapat mengenai barang yang bergerak saja (lihat pasal 1696). Si penerima titipan yang ditugaskan melakukan sekestrasi tidak dapat dibebaskan dad tugasnya, sebelum persengketaan diselesaikan , kecuali apabila semua pihak yang berkepentingan menyetujuinya atau apabila ada suatu alasan lain yang sah (pasal 1735). Sekestrasi atas perintah Hakim terjadi apabila Hakim memerintahkan supaya suatu barang tentang mana ada sengketa, dititipkan kepada seorang (pasal 1736). Mengenai sekestrasi macam ini ditetapkan seterusnya oleh pasal 1737 sebagai berikut : Sekestrasi guna keperluan Pengadilan diperintahkan kepada seorang yang disetujui oleh pihak-pihak yang berkepentingan atau kepada seorang yang ditetapkan oleh Hakim karena jabatan. Dalam kedua-duanya hal, orang kepada siapa barangnya telah dipercayakan, tunduk kepada segala kewajiban yang terbit dalam halnya ~'~f~Wr;si dengan persetujuan, dan selainnya itu ia . diwajibkan saban tahun, atas tuntu tan Kejaksaan, memberikan suatu perhitungan secara ringkas ten tang pengurusannya kepada Pengadilan, dengan memperlihatkan ataupun menunjukkan baranq-baranq yang .dipercayakan kepadanya , namunlah disetujuinya perhitungan itu tidak akan dapat diajukan terhadap para pihak yang berkepentingan (pasal 1737). Hakim dapat memerintahkan sekestrasi : 1. terhadap barang-barang bergerak yang telah disita ditanqannya seorang berutang (debitor). 2. terhadap suatu barang bergerak maupun takbergerak, tentang mana hak miliknya atau hak penguasaannya menjadi persengketaan; 3. terhadap barang-barang yang ditawarkan oleh seorang berutang (debitor) untuk melunasi utangnya (pasal1738) . Penyitaan yang disebutkan sub 1 diatas adalah penyitaan conservatoir yang telah dilakukan atas permintaan seorang penggugat, sedanqkan penawaran baranq-baranq oleh seorang debitor 116
kepada kreditornya untuk melunasi utangnya , sebagaimana didisebutkan sub 3, dilakukan dalam hal kreditor itu menolak pembayaran yang akan dilakukan oleh debitornya, sehingga debitor ini terpaksa meminta bantuan seorang jurusita atau nota- . ris untuk menawarkan barang atau uang ter sebut (secararesmi) kepada kreditor tersebut. Apabila penawaran ter sebut ditolak oleh kreditor, maka barang atau uang tersebut dapat dititipkan dikepaniteraan Pengadilan atau kepada seorang yang ditunjuk oleh Hakim. Perbuatan ini akan disusul oleh suat u gugatan dari debitor tersebut untuk menyatakan sah penitipan tersebut , dan dengan disahkannya penitipan itu, maka si debitor dibebaskan dari utangnya. Pengangkatan seorang pen yimpan bar ang dimuka Hakim, menerbitkan kewajiban-kewajiban yang bertimbal-balik antara si penyita dan si pen yimpan. . Si penyimpan diwajibkan memelihara baranq-baranq yang telah disit a sebagai seorang bapak rumah yang baik. la harus men yerahkan barang-barang itu untuk dijual supaya dari pendapatan penjualan itu dapat dilunasi piutanqpiutanq si penyita, atau menyerahkannya kep ada pihak terhadap siapa penyit"aan telah dilakukan, jika penyitaan itu dicabut kembali . Adal ah menjadi kewajiban si penyita untuk membayar kepada si penyimpan upahnya yang ditentukan dalam undanqundang (pasal 1739) . Mernelihara barang sebagai seoranq bapak rumah yang baik diartikan sebagai memelihara sebaik-baiknya dengan minat seperti terhadap barang milikn ya sendiri. Apabila kreditor sudah dimenangkan perkaranya dengan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, maka penyitaan conservatoir atas baranq-baranq si debitor otomatis berobah menjadi penyitaan eksekutorial, yang 'berarti bahwa barang- . barang sitaan itu harus dijual untuk melunasi piutang kreditor. Sebaliknya apabila gugatan kreditor (si pen yita) ditolak, maka penyitaan itu akan dicabut oleh Hakim dan si pen yimpan harus menyerahkan bar ang itu kepada debitor.
117
Bab ke XI PINJAM -PAKAI
1. KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
DENGAN
CUMACUMA
Definisi. Pinjam-pakai adalah sua tu ·perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan cuma-cuma, dengan syarat bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, akan mengembalikarinya (pasal 1740). Dalam perkataan sehari-hari hanya dipakai istilah "pinjam" saja, tetapi kita menqetahui bahwa ada perbedaan antara 'meminjam sebuah mobil atau meja dengan meminjam uang
118
atau beras misalnya . Kalau seorang meminjam sebuah mobil atau meja, maka yang harus dikembalikan adalah mobil atau meja itu juga (tidak boleh ditukar dengan rnobil atau meja lain), sedangkan kalau seorang meminjam sejumlah uang atau beras, maka yang akan dikembalikan bukan uang atau beras yang diterima itu, tetapi hanya sejumlah uang yang sama nilai. nya atau beras sebanyak yang dipinjam dari kwalitas yang sama, karena uang atau beras yang dulu diterima sudah habis dipakai; jadi yang dikembalikan itu bukan uang atau beras yang dulu diterima, tetapi uang atau beras lain yang nilainya sarria. Untuk membedakan dua macam "pinjarn" tersebut, maka yang disebutkanpertama kita namakan "pinjarn-pakai" dan yang disebutkan terakhir "pinjam-rnerninjam". Dalam bahasa Belanda yang pertama dinamakan "bruikleen " sedangkan yang terakhir dinamakan "verbruiklenin q" . Dalam Civil Code of the Philippines juga pengertian "loan" diperbedakan dalam "commodatum" (sama dengan pinjam-pakai) dan "simple loan or mutuum" (sama dengan pinjam-meminjam) . Untuk mengadakan perbedaan tersebut diatas juga dipakai sebaqai kriterium bahwa dalam "pinjarn-pakai" barang yang dipinjam tidak habis atau musnah karena pemakaian, sedangkan dalain halnya "pinjam-merninjam" barang itu habis atau musnah karena pemakaian . Dalam bab ini kita bicarakan tentang perjanjian pmjarnpakai, sedangkan tentanq perjanjian pinjam-rneminjam akan .kita .bicarakan dalam bab yang berikutnya. Dalam pinjam-pakai ini pihak yangmeminjamkan tetap menjadi pemilik dari barang yang dipinjamkan (pasal 1741). Sebagaimana akan kita lihat tidak demikianlah dalam perjanjian pinjam-meminjam. Disitu barang yang dipinjam menjadi miliknya orang yang meminjamnya . Segala apa yang dapat dipakai orang dan tidak musnah karena pemakaian, dapat menjadi bahan perjanjian pinjam-pakai (pasal 1742). Sudah diterangkan diatas bahwa menjadi kriterium dari pinjam-pakai ini bahwa barang yang dipinjam itu tidak menghabis karena pemakaian, misalnyasebuah mobil atau meja.
119
DUA MACAM PINJAM
IIIII
PINJAM PA~AI
DAN SE· WA MENYEWA
Perjanjian pinjam-pak ai ini mer upakan con toh dari sua t u perja njian sepihak ata u unilateral (dimana perkataan "sepihak" ditujukan pada hanya adanya prestasi dad satu pihak saja ) , sebagai lawan dari suatu perjanjian bertimbal-balik atau bilateral. . Sifatnya sepihak itu dinyatakan dengan rum usan " unt uk dipakai dengan cuma-cuma ". Kalau pemakaian itu t idak denqa n cuma-cuma , tetapi dengan pembayaran, bukan lagi perjan jian pinjarn-pakai yang terjadi, ' tetapi perjan jian "sewa-menyewa ". Perikatan-perikatan yang terbit dari .perjanjian pinja mpakai berpindah kepada para akhliwaris pihak yang meminjamkan dan para akhliwaris pihak yang meminjam. Namun jika suatu peminjaman telah dilakukan karena mengingat orangnya yang menerima pinjaman dan telah diberikan khusus kepada orang tersebut secara pribadi, para akhliwarisnya orang ini tidak dapa t tetap menikmati barang pinjarnan it u (pasal 1743) . Apa yang dikatakan dalam bagian pertama pasal1743 itu, bahwa hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian pinjam pakai itu berpindah kepada para akhliwaris dar i ked ua belah pihak, adalah sesuai dengan asas umum dar i hukum perwarisan yang menetapkan bahwa semua hak dan kewaj iban yang ada nilainya uang (aktiva dan -passiva) dar i seorang yang meninggal diwarisi oleh sekalian akhliwarisnya . Namun apa bila suatu hak atau suatu kewajibart ada hubungannya yang sangat era t dengan pribadi si meningga l, hak atau kewa jiba n itu t idak beralih kepada akhliwarisnya. Begitu pu la apabila, seperti diterangkan dalam bagian kedua dari pasal tersebut diatas, peminjaman it u telah dilakukan karena mengingat oranqnya dan diberikan khusus kepada si. meninggal secara pribad i, maka perjanjian pinjam-pakai berakhir dan para akhliwaris berkewajiban mengembalikan barangnya. Misalnya si meninggal diwaktu hidupnya, sebagai do sen diberika n sebuah mobil dalam pinjampakai oleh yayasan. Para akhliwaris harus ssketikamenqembalikan mobil terse but tanpa diperlukannya suatu pemberitahuan pengakhiran per janjiannya pinjarn-pakai, karena perjanjian ini sudah berakhir dengan sendirinya dengan men inggalnya si peminjam. 120
2. KEWAJIBAN -KEWAJIBAN SI PEMINJAM.
Siapa yang menerima pinjaman sesuatu, ' diwajibkan menyimpan dan memelihara barang pinjaman itu sebaqai ' seor ang bapak rumah yang baik. la .tidak boleh memakainya guna suatu keperluan lain, selainnya yang sesuai dengan sifatnya barangnya atau yang ditetapkan dalam perjanjian; kesemuanya atas ancaman penggantian biaya, rugi dan bunga, jika ada alasan untuk itu, Jika ia memakai barangnya pinjaman quna .suatu keperluan lain at au lebih lama dari .pada yang diperbolehkan, maka selain dari pada itu ia adalah bertanggung-jawab atas musnahnya barangnya sekalipun musnahnya barang itu disebabkan karena sua tu kejadian yang sam a-sekali tidak disengaja (pasal 1744). Kewajiban men yimpan dan memelihara barang pinjaman seba gai seorang bapak rumah yang baik harus diartikan sebagai kewajiban urituk menyimpan dan memelihara barang ter sebut den gan minat yan g sama seperti terhadap barang miliknya sendiri. Kewajiban seperti itu diletakkan juga, sebagaimana telah kita lihat, kepada seorang penyewa dan seorang penerima titipan ba ran g. Seoran g yang diberikan sebu ah rumah tempat tinggal dalam pinjarn-pakai, tidak boleh memakainya sebagai bengkel, sed angka n seo rang yang meminjam sebua h mobil untuk dipakai ke rumah sakit , tid ak boleh memakainya kesuatu tempat hib uran . Apabila laran qan-laranqan ini dilanggar, maka si perninjam bertanggung-jawab at as musnahnya barangnya , sekalipun itu diseb ab kan karena suatu peri stiwa yang sama-sekali tak disenqaja , Menu rut istil ah hukum pe rjanjian, si peminjam dalam hal-hal tersebut memikul r isik o tentang barangnya , yang tadinya (selama si peminjam mentaati perjanjian) dipikul oleh pemilik barang. Ini adalah suatu contoh dari apa yang .dalarn hukum perjanjian din am akan : " peralihan risiko" yang diancamkan kep ada pihak ya ng tidak mentaati suatu perjanjian . Jika bara ng ya ng dipinjam musnahkarena suatu kejadian yang tak disenqaja , yanq mestinya dapat disingkiri seandainya si peminjam telah me makai barangnya sendiri; atau jika hanya satu dari ked ua barang itu saja yang dapat diselamatkan, si
12 1
"BAPAK RUMAH 'Y A NG BAlK"
PERALIHAN RISIKO
BIAYA PE· MAKAIAN
perninjarn telah memilih menyelamatkan dia punya barang sendiri, maka ia bertanggung-jawab tentang musnahnya barang yang lainnya (pasal 1745). Dari ketentuan ini dapat kita lihat bahwa undang-undang menghendaki, dalam hal si peminjam dapat memakai barangnya pinjaman tetapi juga dapat memakai barangnya sendiri, maka ia terlebih dahulu harus memakai ba, rangnya sendiri, sedangkan dalam hal ada bahaya mengancam baik 'barangnya sendiri maupun barangnya pinjaman, ia harus terlebih dahulu menyelamatkan barangnya pinjaman. Jika barangnya pada waktu dipinjamkan, telah ditaksir harganya, maka musnahnya barang itu, biarpun ini terjadi karena suatu kejadian yang tak disenqaja. iadalah atas tanggungan si peminjam, kecuali apabila telah diperjanjikan sebaliknya (pasal 1746). Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa, apabila barqngnya, ' sebelum diserahkan daiam pinjam-pakai, ditaksir dahulu harganya dihadapan kedua belah pihak, maka itu dianggap sebagai petunjuk atau persangkaan bahwa si peminjam akan memikul risiko atas barangnya pinjaman. Jika baranqnya berkurang harganya hanya karena pernakaian untuk mana barang itu telah dipinjam, dan diluar kesalahan si pemakai, maka si perninjam tidak bertanggung-jawab tentang kemunduran itu (pasal 1747). Diatas telah kita lihat bahwa jika barang dipakai dalam batas-batas yang ditetapkan dalam perjanjian atau undang-undang, maka risiko atas barang dipikul oleh perniliknya (yang meminjamkan). Kalaupun risiko atas barang (yang mengandung kemungkinan musnahnya barang) itu dipikul oleh pemilik baranq, apalagi soal kemunduran atau kernorosotan .harga yang disebabkan karena pernakaian, sudah barangtentu itupun dipikul oleh pihak yang meminjamkan. Apabila si pemakai, untuk dapat memakai barangnya pinjaman, telah mengeluarkan sementara biaya, maka tak dapatlah ia menuntutnya kembali (pasal 1748). Ketentuan ini juqa sudah semestinya, karena pemberian dalam pinjarn-pakai selalu mengandung suatu kebaikan dari yang meminjamkan. Kalau misalnya si peminjam . mobil telah mengeluarkan uang
122
untuk merribeli bensin atau menambalkan ban; maka tidak pada tempatnya (tidak pantas) kalau ia minta ganti uang itu. Tetapi kalau ia telah terpaksa membelikan sebuah ban baru, karena yang lama sudah tidak bisa dipakai laqi, rasanya tidak melanggar kepatutan kalau ia minta penggantian pengeluaran itu. Memang undang-undang dalam pasal 1748 itu juga memakai perkataan "sementara biaya" yang dimaksudkan sebagai biaya yang tidak terlampau banyak. Jika beberapa orang bersama-sarna menerima satu barang . dalam peminjaman, ,maka mereka itu adalah masing-masing untuk seluruhnya bertqnggung-jawab terhadap oran<;J , yang memberikan pinjarnan .(pasal 1749) . Perkataan ."masing-masing untuk seluruhnya" ditujukan pad a pertanggungan-jawab secara "tanggung-menanggung" atau "solider", yang berarti bahwa orang yang meminjamkan dapat -menuntut dari masinq-rnasinq seluruh jumlah kerugian clan tidak usah mengumpulkan jumlah itu dengan menuntut dari masing-masing bagian mereka. Kalau satu sudah membayar seluruh jumlah itu, maka yang lain-lainnya dibebaskan. Bagaimana pembagiannya diantara para peminjam itu, bukan urusan orang yang meminjamkan. 3. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN ORANG YANG MEMINJAMKAN.
Orang yanq meminjamkan tidak boleh meminta .kernbali batang yang dipinjamkan selainnya setelah lewatnya waktu yang ditentukan, atau jika tidak ada ketentuan waktu yang , dernikian, setelah baranqnya dipakai atau dapat dipakai untuk keperluan yanq dimaksudkan (pasal '17 50 ), Ketentuan ini juga sudah sernestinya, karena maksudnya peminjaman adalah dipakainya barangnya untuk suatu keperluan tertentu. Kalau barangnya, sebelumnya dipakai untuk keperluan ter sebut, sudah diminta kembali, sangat mungkin si peminjam menghadapi kesulitan yang lebih besar dari pada kalau ia tidak mendapat pinjaman barang itu. Namun, disebelah lain bisa juga terjadi bahwa secara tak dapat diduga timbul suatu keadaan yang sangat mendesak dimana orang yang meminjamkan itu perlu mernakai sendiri -baranqnya . Dalam hal yang seperti itu, jika 123
LAMANYA WAKTU PEMINJAMAN
BIAYA
LUAR BIASA
si perninjam tidak suka mengembalikan barangnya secara sukarela, harus diminta perantaraan Hakim, yang mengingat keadaan, dapat memaksa si peminjam mengembalikan baranq- . nya kepada orang yang meminjamkan . Hal ini diatur dalam . pasal 1751, yang berbunyi : Jika namun itu orang yang meminjamkan, didalam jangka-waktu tersebut, atau sebelum kebutuhan si pemakai habis, karena alasan-alasan yang men desak dan sekonyong-konyong, memerlukan sendiri barangnya , maka Hakim dapat , mengingat keadaan, memaksa si pemakai mengembalikan barangnya kepada orang yang meminjamkannya . . Pasal 1752 menetapkan : Jika si pemakai barang, selama waktu 'peminjarnan, telah terpaksa mengeluarkan beberapa biaya luar biasa yang perlu, yang sebegitu mendesaknya hingga iatidak sempat memberitahukan hal itu sebelumnya kepada orang yang merninjamkan, maka orang ini diwajibkan mengganti biaya-biaya tersebut kepada si pemakai. Akhirnya pasal 1753 menetapkan : Jika baranq yang dipinjamkan mengandung cacad-cacad yang sedemikian, hingga orang yang memakainya dapat dirugikan karenanya , maka orang yang meminjamkan, jika ia mengetahui adanya eacadcacad itu dan tidak memberitahukannya kepada si pemakai , bertanggung-jawab tentang akibat-akibatnya . .
Bab ke XII PINJAM - MEMINJAM
1. KETENTUAN-KETENTUAN UMUM.
Deiinisi. Pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menqhabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa .pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jeriis dan mutu yang sama pula (pasal 1754). Sebagaimana telah diterangkan dalam bab tentang pinjarnpakai, salah satu kriterium dalam membedakan antara pinjampakai dan pinjam -merninjam adalah apakah barang yang dipin-
124
125
'I,li
BARANG · YANG MENGHABIS KARENA PEMA· KAIAN
YURISPHUDENSI MAH· KAMAH AGUNG
jamkan itu menghabis karena pemakaian atau tidak . Kalau baranq yang dipinjamkan itu menqhabis karena pemakaian, itu adalah pinjam-meminjam. Dalam istilah "verbru ik -lening" yaitu nama dalam bahasa Belanda untuk perjanjian pinjammeminjam ini , perkataan "verbruik" berasal dari "verbruiken" . yang berarti menghabiskan. Dapat juga -terjadi bahwa barang yang menqhabis karena pemakaian, diberikan dalam pinjampakai, yaitu jika dikandung maksud bahwa ia hanya akan dipakai sebagai pajanqan atau dipamerkan . Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam it u , pihak yang .menerima pinjaman menjadi pemilik da ri baranq yang dipinjam; dan jika barang itu musnah, dengan cara bagaim anapun , . maka kemusnahan itu adalah atas tanggungannya (pasal1755), Karena si peminjam diberikan kekuasaan untuk menghabiskan (memusnahkan) barangnya pinjarnan, maka sudah set epatnya ia dijadikan pemilik dari barang itu . Sebagai pemilik ini ia juga memikul segala risiko atas barang tersebut ; dalam halnya pinjam uanq, kemorosotan nilai uang itu. Dalam halnya peminjaman uang, utang yang terjadi karenanya hanyalah terdiri' atas jumlah uang yang disebutkan dalam perjanjian. Jika, sebelum saat pelunasan, terjadi suatu kenaikan atau kemunduran harga (nilai) : atau ada perubahan menqenai berlakunya mata-uanq, maka pengembalian jumlah yang dipinjam harus dilakukan dalam mata-uang yang berlaku pada waktu pelunasan, dihitung menurut harganya (nilainya) yang berlaku pada saat itu (pasal 1756) . Dengan demikian maka untuk menetapkan jumlah - uang yang terutang, kita harus berpangkal pad a jumlah yang disebutkan dalam perjanjian , Dalam hubungan menetapkan jumlah uang yang harus dibayar oleh si berutang dalam perjanjian-perjanjian sebelum Peranq' Dunia ke Il, terdapat suatu yurisprudensi Mahkamah Agung yang terkenal, yang mengambil dasar un t uk penilaian kembali jumlah yang terutang itu : harga emas sebelum perang dibandinqkan dengan harga emas sekarang, namun risiko tentang . kemorosotan nilai mata-uang itu dipikul oleh masing-masing pihak separoh . Mula-rnula putusan-putusan seperti itu diambil
126
dalam menetapkan jumlah uang tebusan dalam soal gadai tanah, tetapi kemudian utang-piutang . uan9 juga mendapat perlakuan yang sama. Yurisprudensi tersebut mencerminkan suatu penqetrapan asas itikad baik yang harus di-indahkan dalam hal pelaksanaan suatu perjanjian, seperti terkandung dalam pasal 1338 (3) B.W. 2. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN ORANG YANG MEMINJAMKAN.
Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya, sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian (pasal 1759) . Jika tidak telah. ditetapkan sesuatu waktu, Hakim berkua sa, apabila orang yang meminjamkan menuntut pengembalian pinjarnannya, menurut keadaan, memberikan sekedar kelonggaran kepada si peminjarn (pasal 1760). Kelonggaran tersebut, apabila diberikan oleh Hakim, akan dicantumkan dalam putusan yang menghukum si peminjarn untuk membayar pinjamannya, dengan menetapkan suatu tanggal dilakukannya pembayaran itu. Penghukuman membayar bunga moratoir juga ditetapkan mulai tanggal tersebut dan tidak mulai dimasukkannya surat gugat. Kalau orang yang meminjamkan, sebelum menggugat dimuka Hakim, sudah memberikan waktu secukupnya kepada si perninjam, . maka tidak pada tempatnya lagi kalau Hakim masih juga memberikan penqunduran . Jika perjanjian pinjam uang itu dibuat dengan akte otentik (notaris), maka,jika itu diminta oleh pehggugat, Hakim harus menyatakan putusannya dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada permohonan banding atau kasasi . Jika telah diadakan perjanjian, bahwa pihak yang telah meminjam sesuatu barang atau sejumlah uang, akan menqernbalikannya bilamana ia . mampu untuk itu,maka Hakim, mengingat keadaan, akan- menentukan waktunya pengembalian (pasal 1761) . Penilaian tentang bilamana si perninjarn marnpu, selainnya ' sangat subyektip, adalah sangat sukar. Dalam menghadapi janji seperti itu, Hakim akan menetapkan suatu tanggal pe m-
12?
bayaran sebagaimana dilakukan terhadap suatu perjanjian yang tidak mencantumkan suatu waktu tertentu. Akhirnya undanq-undanq menetapkan ketentuan pasal 1753 (tentang pinjarn-pakai) berlaku terhadap pinjam·meminjam, (lihat di bawah pinjam-pakai, halo 124). Dengan sendirinya ketentuan tersebut hanya berlaku dalam hal yang dipinjamkan itu barang (bukan uang) seperti : beras, gandum, gula, bensin dan lain-lain barang yang menghabis karena pemakaian. 3. KEWAJIBAN·KEWAJIBAN SI PEMINJAM.
Orang yang menerima pinjarnan sesuatu diwaiibkan me mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan , yang sama , dan pada waktu yang ditentukan (pasal 1763) . Bila tidak telah ditetapkan sesuatu waktu, maka Hakim berkuasa memberikan kelonggaran, menurut ketentuan pasal 1760 yang sudah kita bicarakan diatas sewaktu kita membahas kewajiban-kewajiban oranq yang meminjamkan . Jika si peminjam tidak mampu mengembalikan barang yang dipinjamnya dalam jumlah dan keadaan yang sama, maka ia diwajibkan mernbayar harganya, dalam halmana , harus diperhatikan waktu dan tempat dimana barangnya, menurut perjanjian, harus dikembalikan . Jika waktu dan tempat ini tidak telah ditetapkan, harus diambil harga barang pada waktu dan ditempat dirnana pinjaman telah terjadi (pasal 1764) . Yang biasa adalah bahwa barang pinjaman harus dikembalikan ditempat dimana pinjaman telah terjadi, yang adalah juga tempat dimana barang itu telah diterima oleh si , perninjarn . Oleh karena itu rnaka sudahlah tepat bahwa pasal 1764 tersebut menetapkan bahwa, dalam halnya tidak terdapat penunjukan tempat pengembalian, harus diambil tempat dimana pinjaman telah terjadi, dalam menetapkan harga barang yang harus dibayar oleh si perninjam . 4. MEMINJAMKAN DENGAN BUNGA.
Pasal 1765 menyatakan bahwa adalah diperbolehkan mernperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang
' 128 '
menghabis karena pemakaian . Bunga yang diperjanjikan atas peminjaman beras atau gandum, lajimnya juga berupa beras atau gandum, meskipun tidak dilarang untuk menetapkan bunganya berupa uang. Siapa yang telah me ne rima pinjaman dan membayar BUNGA YANG bunga yang tidak telah diperjanjikan , tidak bo1eh menuntutnya TIDAK kembali maupun kemudian menguranginya dari jum1ah pokok, . DIPERJAN· kecuali apabila bunga yang dibayar itu me1ebihi bunga menurut JIKAN undang-undang ; da1am ha1 mana uang yanq te1ah dib ayar selebihnya bo1eh dituntut ' kembali atau dikurangkan dari jum1ah pokok. Pembayaran bunga yang tidak te1ah diperjanjikan tidak mewajibkan si berutang untuk membayarnya seterusnya ; tetapi bunga yang telah diperjanjikan harus dibayar sampai saat pengembalian atau penitipan uang-pokoknya, biarpun pengembalian atau penitipan ini dilakukan sete1ah 1ewatnya waktu utangnya dapat ditagih (pasa1 1766). Menurut pasa1 ini, bunga yang terlanjur dibayar meskipun tidak ada perjanjian ten tang bunga, dapat diminta kembali sekadar me1ebihi "bunga menurut undang-undang". Dengan ini dimaksudkan bunga sebesar enam prosen setahun menurut Staatsb1ad (Lembaran Negara) tahun 1848. No . 22. Jika te1ah diperjanjikan bunga , maka bunqa ini harus dibayar sampai saat pengembalian atau "penitipan" uang-pokoknya. Dengan "penitipan" ini dimaksudkan penitipan uang yang terjitanq itu dikepaniteraan Pengadi1an Negeri atau kepada seorang pihak ketiga, sete1ah uang itu oleh seorang jurusita atau notaris yang bertindak atas suruhan si berutang, ditawarkan kepada orang yang meminjamkan tetapi dito1ak. BUNGA Ad a bunga menurut undang-undang dan ada yang ditetapMENURUT kan dalam perjanjian. UNDANGBunga menurut undang-undang ditetapkan da1am undanqUNDANG undang. Bunga yang diperjanjikan boleh me1ampaui bunga menurut undang-undang , da1am sega1a ha1 yang tida k dilarang oleh undang-undang .
129
r
WOEKER · ORDONANTIE
YURIS· PRUDEN· SI MAH· KAMAH AGUNG
Besarnya bunga yang diperjanjikan dalam perjanjian harus ditetapkan secara tertulis (pasal 1767). Berapa besarnya bunga menurut undang-undang, sudah kita lihat diatas, yaitu enam prosen setahun. Bunga ini juga dinamakan "bunga m ora toir", dimana perkataan "moratoir " itu berarti kelalaian, sehinqqa itu berarti bunga yang harus dibayar karena debitor lalai membayar utangnya. Di Neqeri ' Belanda . bunga moratoir itu sekarang adalah delapan prosen setahun. Sampai berapa besarnya "bunga yang diperjanjikan" tidak disebutkan , hanyalah dikatakan : asal tidak dilarang oleh undang-undang. Pernbatasan terhadap bunga yang terlampau tinggi hanya kita kenal dalam bentuk "Woeker-ordonnantie 1938", yang dimuat dalam Staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1938 No. 524, yang menetapkan bahwa, apabila antara kewajiban-kewajiban bertimbal-balik dari kedua belah pihak, dari semula terdapat suatu ketidak-seimbangan yang luar biasa, ' sedangkan satu pihak berbuat karena kebodohan dan keadaan terpaksa, yang telah disalah-gunakan oleh pihak-lawannya, maka si berutang dapat meminta kepada Hakim untuk menurunkan bunga yang telah diperjanjikan ataupun untuk mernbatalkan perjanjiannya. Melihat bunyinya peraturan tersebut,' kiranya sangat sukar apabila kedua pihak adalah pedagang atau usahawan, untuk mengettapkan Woeker -ordonnantie tersebut, karena sulit untuk mengatakan bahwa salah satu telah berbuat karena kebodohan dan keadaan terpaksa . Juga dalam lingkungan Hukum Adat, dapat kita lihat suatu yurisprudensi tetap dari Mahkamah Agung, yang menetapkan bahwa besarnya suku bunga pinjaman adalah sebagaimana yang telah diperjanjikan bersarna (Lihat a.1. putusan Mahkamah Agung tanggaI22-7 -1972 No. 289 K/SipIl972). Jika orang yang meminjamkan telah memperjanjikan bunga dengan tidak menetapkan berapa besarnya, maka si penerima pinjaman diwajibkan membayar bunga menurut undang-undang (pasaI1768).
130
Akhirnya dalam hal pmjarn uang dengan bunga itu oleh
pasal 1769 ditetapkan bahwa bukti pembayaran uang-pokok dengan tidak menyebutkan sesuatu apa mengenai bunga , memberikan per sangkaan tentang sudah pula dibayarnya bunga itu, dan si berutang dibebaskan dari pada itu. Dari ketentuan ini dapat kita simpulkan bahwa, apabila seorang kreditor memberikan tanda pe mbayaran yang sah tentang telah dibayarnya uanq-pokok , dianggap bahwa bunga-bunga yang terutang juga sudah dibayar . Jika seb enarn ya tidak dernikian, itu menj adi beban bagi kreditor untuk membuktikannya.
131
11 ,"
"
Perjanjian yang tersebut pertama diatur didaiam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Demikianlah bunyi pasal 1774 yang menerangkan tentang apa yang dinamakan "perjanjian untung-untungan" itu. Dari bunyi pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa ad~ kernunqkinan terdapat lebih dari dua pihak yang terlibat dalam . "perbuatan" tersebut. Selanjutnya dapat kita lihat hasil mengenai "untung-rugi" digantungkan pada suatu "kejadian yang belum tentu". Dicantumkannya perkataan "sementara pihak" adalah tidak tepat, k,arena setiap pihak yang melibatkan diri dalam "perbuatan'" tersebut, dapat memperoleh keuntungan atau menderita kerugian dari peristiwa yang belum tentu itu. Peristiwa ("evenement") ini beraneka-ragam : meninggalnya seorang, kecelakaan, kernenanqan sebuah team sepak-bola, " dan lain -lain. Karena perjanjian yang dalam pasal 1774 disebutkan pertama (pertanggungan atau asuransi) diatur dalam Kitab Undanq-Undanq Hukum lJagang dan lajimnya juga dimasukkan dalam mata-kuliah tentang Hukum Dagang, maka disini hanya akan kita bicarakan dua perjanjian yang lainnya, yaitu :' "bunga cagak hidup" dan "perjudian dan pertaruhan".
Bab ke XIII
PERJANJIAN UNTUNG-UNTUNGAN 1. DEFINISI. KEJADIAN YANG BELUM TENTU
,.., . 'Suat u perjanjiatt untunq-untunqan '{,'ij(ans-overeenkomSt ri , "aleatory contract"} adalah suatu perbuatan yarig hasilnya, menqenai . untung-ruginya, baik bagi sernua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum ten tu. tsemikianlah adalah : perjahjian pertanqqunqan .'. . .. bunga cagak hidup '; perjudian dan pertaruhan.
132
2.
BUNGA CAGAK HIDUP.*)
Bunga caqak-hidup ("lijfrente", "life annuity") dapat dilahirkan dengan suatu perjanjianatas beban, atau dengan suatu akte hibah. Ada juga bunga caqak-hidup itu diperoleh dengan suatu wasyat (pasal1775). Sua tu perjanjian "atas beban " adalah sua tu perjanjian bertimbal-balik, yaitu suatu perjanjian dimana prestasi dari pihak yang satu adalah imbalan dari prestasi pihak yang lainnya. Lawannya adalah suatu perjanjian "denqan curna-curna " yaitu suatu perjanjian dimana prestasi qp:~erikan tanpa irnbalan kontra-prestasi, Coritohnya adalah penghibahan . Menurut pasal 1775 tersebut cagak-hidup itu dapat dilahirkan dengan suatu perjanjian bertimbal-balik atau dengan suatu penghibahan. Bahkan disebutkan bahwa cagak-hidup dapat pula diperoleh * ) Perjanjian ini d alam pra ktek su dah lanqka . Orang lebih suk a m endepositokan sejumlah uang pada sua tu bank dengan mend apat bunga .
133
" LlJF RENTE"
KEBALlK · AN OARI ASURANSI J IWA
dari suatu wasyat, yaitu suatu perbuatan sepihak (bukan perjanjian) yang baru mempunyai kekuatan apabilasi pembuatnya s_udah meninggal dan sebelum itu setiap waktu dapat ditarik kembali atau dirobah. Apabila cagak-hidup itu diadakan dengan suatu perjanjian bertimbal-balik, maka ia merupakan kebalikannya dari sua tu perjanjian pertanggungan (asuransi) jiwa. Kalau dalam pertanggungan jiwa ini satu pihak menyanggupi untuk tiap waktu tertentu (biasanya tiap bulan) membayar suatu angsuran (premi) sampai ia meninggal atau sampai suatu waktu tertentu, sedangkan pihak yang lainnya (sua tu maskapai asuransi) menyanggupi untuk mernberikan suatu jumlah uang pada waktu pihak pertama (atau orang lain yanq ditunjuk olehnya) meninggal atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, maka dalam perjanjian cagak-hidup sat u pihak menyanggupi untuk sekaligus memberikan suatu jumlah uang, sedangkan pihak yanq lainnya menyanggupi untuk tiap-tiap kali tertentu (tiap bulan atau tiap tahun) memberikan suatu tunjangan kepada pihak pertama sampai ia meninggal. Seorang yang mengadakan suatu perjanjian cagakhidup dapat dipersamakan dengan seorang yang mengadakan sebuah "dana-pensiun" bagi dirinya sendiri atau bagi seorang lain yang diberikan kenikmatan atas bunga tersebut . Kalau la mencapai usia panjang, maka beruntunglah ia, atas kerugian pihak-lawannya; sebaliknya kalau ia tidak panjang umur, beruntunglah pihak-lawannya. Disitulah letaknya unsur untunguntunqandalam perjanjian cagak-hidup itu. Pasal 1776 mengatakan : Bunga cagak-hidup dapat diadakan atas badan orang yang memberikanpinjaman atau atas badan oranq yang diberikan kenikmatan atas bunga tersebut, atau pula atas badan seorang pihak ketiga, meskipun orang ini tidak mendapat nikmat dari padanya. Dari pasal tersebut dapat kita lihat bahwa diperbolehkan untuk memakai usia seorang pihak ketiga sebagai faktor yang menentukan untung -rugi antara kedua pihak yang mengadakan perjanjian cagak-hidup; apabila orang ketiga itu mencapai usia panjang, untunglah orang yang menerima cagak -hidup, tetapi sebaliknya apabila 134
orang ketiga itu pendek usianya,'!\untunglah 'pihak yang memberikan cagak-hidup. Dengan "pirijarnan" dimaksudkan jumlah uang yang diberikan sekaligus ole h ofang yang akan menerima bunga caqak-hidup. Segala bunga cagak-hidup yang Cliadakan atas badan seorang yang telah meninggal pada har~dibuatnYa perjanjian , adalah tak berdaya. . Demikianlah pasal l' 779. Tak berdaya berarti tidak mempunyai kekuatan atau ba al dari semula (batal demi hukum). Ketentuan tersebut sudah\ semestinya, sebab perjanjian kehilangan salah satu unsur pokoknya, yaitu orang yang hidupnya menentukan jalannya p~~rjanjian. Bunga caqak-hidup dapat diadakan dengan perjanjian bunga yang sedemikian tingginya, sel:,\agaimana ditetapkan menurut kehendak para pihak sendiri (pasal 1780). Penetapan "bunga" yaitu besarnya tunjangan berkalajyanq akan diberikan kepada si penerima caqak-hidup memang ti;d k perludicampuri oleh undang-undang dan dapat diserahkan lls<>penuhnya kepada "bargaining" antara para pihak. Dalam hal it~ ~entunya keadaan kesehatan orang yang atas badannya diad:~k m bunga cagakhidup, merupakan bahan pertimbangan yanq penting dalam menetapkan jumlah "uanq-pokok" dan,' "bu ga" tersebut. Orang untuk siapa telah diadakan ~uatu bunga cagakhidup atas beban, dapat menuntut pembatah,. n perjanjian , jika si berutang tidak memberikan kepadanya j tminan yang telah diperjanjikan. Jika perjanjian dibatalkan, si berutang diwajibkan membayar bunga yang telah dipsrj .anjikan, yang menunggak, sampai pada hari dikembalikannya uang-pokok (pasal 1781). Menurut pasal ini diperbolehkan l'iahwa orang yang akan menerima cagak-hidup minta dibsrikan.nya jaminan oleh pihak yang akan memberikan cagak-hidup it u bagi dipenuhinya kewajibannya. Jaminan yang dernikian da'! at berupa hipotik, qadai ataupun jaminan peroranga1 Apabi\\ jaminan yang sudah dijanjikan itu tidak diberik~' maka erhaklah orang yang akan menerima cagak-hidup itu enuntut p mbatalan perjanjiannya bunga cagak-hidup . Jika erjanjian it;u dibatalkan, maka uang-pokok harus dikembali an. Dalano hal ini
bunga yang sudah tiba wakf~nya tetap harus diberikan sampai pada saat dikembalikannya uang-pokok tersebut. Penunggakan pembayaran bunga cagak-hidup yang sudah dapat ditagih, tidaklah/ memberikan hak kepada si pemungut bunga untuk memin~ kembali uanq-pokoknya atau barang yang telah diberika untuk dapat menerima bunga itu ; ia hanya berhak m untut si berutang tentang pembayaran bunga yang harus eJibayar dan menyita kekayaan si berutang untuk mengambil pelunasan dari padanya, pun pula meminta I . diberikannya jaminari' untuk bunga yang sudah dapat ditagih (pasal 1782). Penunqqakan pembayaran bunga cagak-hidup yang sudah dapat ditagih, sebenJlnya merupakan wanprestasi yang menurut asas umum dala nr) 'hukum perjanjian, dalam halnya suatu perjanjian bertimb i-balik, memberikan alasan untuk penuntutan pembatalan ~rj anjiannya (menurut pasal . 1266 B.W.). Dengan demikia IImaka ketentuan pasal 1782 itu merupakan suatu kekecualia terhadap asas tersebut. Mungkin yang menjadi pertimbangan mbuat undang-undang adalah bahwa pernbatalan akan dirasa an sangat berat oleh pihak pemberi cagak-hidup apabila ia s ah lama memberikan cagak-hidup itu sehingga sudah banya ~ uang telah dikeluarkan. Selanj nya pasal 1784 menetapkan : Tak dapatlah si berutang e:nbebaskan diri dari pembayaran bunga cagakhidup, deng lA menawarkan pengerribalian uang-pokoknya dan dengan berj!~ji tidak akan menuntut pengembalian bunga yang " telah dibayarnya: ia diwajibkan terus membayar bunganya seIama hidapnya orang yang atas badannya telahdiadakan bunga itu ,pagi dirinya. Dengan ketentuan ini mungkin dimaksudkan u~1tuk melindungi si penerima bunga cagak-hidup, yang den t n susah-payah telah berhasil mengamankan hidupnya dihari t ~ dengaA pengadaan semacam pensiun itu. Si p,emilik suatu bunga cagak-hidup hanyalah berhak atas bunga menurut irhbangan jumlah hari hidupnya orang yang atas adannya telAh diadakan bunga cagak-hidup itu ; jika itu, menurut perjanjian, bunganya harus dibayar terlebih ,
13
dahulu, maka hak atas angsuran yang sedianya harus dibayar, baru diperoleh mulai hari pembayaran itu sedianya harus dilakukan (pasal 1785). Pasal ini kiranya tidak memerlukan penjelasan, karena dengan sendirinya jumlah bunqa yang harus dibayar itu dihitung menurut lamanya hidupnya orang yang atas badannya .diadakan bunga cagak-hidup. Tidaklah diperbolehkan memperjanjikan bahwa suatu bunga cagak-hidup tidak akan tunduk pada suatu penyitaan, kecuali apabila bunga cagak-hidup itu telah diadakan dengan cuma-cuma (pasal 1786). Untuk mengerti maksud pasal ini harus dibayangkan timbulnya suatu persengketaan antara si pemberi dan si penerima bunga cagak -hidup, dimana pihak yang pertama menggugat pihak yang terakhir tentang suatu piutang dan mengadakan penyitaan atas harta -kekayaan si penerima caqak -hidup. Dalam "harta-kekayaan" tersebut termasuk haknya untuk menerima bunqa cagak -hidup. Penyitaan itu tidak boleh dihalang-halangi oleh adanya perjanjian antara si pernberi _ dan si penerima bunga cagak-hidup bahwa bunqa cagak-hidup itu tidak- boleh disita, sebab perjanjian yang demikian tidak boleh diadakan menurut pasal 1786 tersebut. Namun, apabila cagak -hidup itu telah diberikan dengan cuma-cuma, bolehlah diadakan perjanjian seperti itu. Barangkali pertimbangan undang-undang adalah, bahwa perjanjian seperti itu (dalam halnya caqak -hidup yang diberikan dengan cuma-cuma) sesuai dengan makna pemberian dengan curna-cuma atau hibah . Dengan perkataan lain : boleh diadakan penyitaan atas hartakekayaan si penerima hibah itu, tetapi pemberian bunga cagakhidup haru s tet ap berjalan terus, Si pemungut bunga tidaklah dapat menagih bunga yang sudah harus diba yar, selainnya dengan menyatakan ten tang masih hidupnya orang yang atas badannya telah diadakan bunga cagak -hidup (pasal 1787). Pasal ini adalah cukup jelas.
137
3. PERJUDIAN DAN PERTARUHAN.
PERJUDIAN
UNDIAN
Baik dalam perjudian dan pertaruhan, hasil tentang untunq atau rugi digantungkan pada suatu kejadian yang be1um tentu . Perbedaannya adalah bahwa dalam perjudian tiap-tiap . pihak mengambil bagian atau ikut-serta dalam permainan yang hasilnya akan menentukan untung atau rugi tersebut, sedangkan dalam pertaruhan mereka berada diluar permainan tersebut, malahan ada kalanya tidak ada sesuatu yang dinamakan permainan tetapi hanya ada suatu kejadian saja. Selanjutnya dalam perjudian hasil dari permainan tersebut selalu hampir seluruhnya tergantung pada nasib dan tidak pada kepandaian mereka, sedangkan dalam pertaruhan tidak usah demikian. Perjudian adalah misalnya main kartu (yang hasilnya lebih banyak tergantung pada nasib dari .pada tergantung pada kepandaian) dimana tiap pihak ikut dalam permainan itu dengan mengambil kartu dan mernainkannya, sedangkan pertaruhan adalah misalnya menaruh atas menang atau kalahnya suatu team sepak-bola dalam suatu pertandingan . Apakah permainan roulet dan jackpot tergolong perjudian atau pertaruhan . dapat dipersoalkan , namun menurut pendapat kami dua-duanya termasukdalam perjudian, karena para pihak ikut-serta dalam permainan yang hasilnya akan menentukan untung-rugi mereka . Dalarn Civil Code of the Philippines, perjudian dan pertaruhan tersebut kedua-duanya dinamakan "gam bling" . Menurut pasal 1788, undang-undang tidak memberikan suatu tuntu tan hukum dalam halnya suatu utang yang terjadi karena perjudian atau pertaruhan. Dalarn hubungan itu pasal 1789 mengatakan : dalam ketentuan tersebut diatas namun itu tidak termasuk perrnainanpermainan yang dapat dipergunakan untuk olah-raga, seperti mainanggar, lari cepat dan lain sebagainya . Meskipun demikian, Hakim dapat menolak atau mengurangi gugatan, apabila uanq nya taruhan, menurut pendapatnya , lebih dari sepantasnya. Undian atau lotere, menurut sifatnya , juga termasuk pengertian perjudian, tetapi undian-undian yang diadakan oleh
instansi-instansi resmi atau badan-badan amal dengan ijm Pemerintah, dianggap sudah hilang sifatnya melanggar kesusilaan dan tidak lagi tunduk pada ketentuan-ketentuan yang telah dibicarakan disini. Seterusnya dikatakan oleh pasal 1790 : Tidaklah diperbolehkan untuk menyingkiri berlakunya ketentuan-ketentuan kedua pasal yang lalu, dengan jalan perjumpaan utang . Maksud pasal -pasal tersebut diatas , adalah .jelas . Seteiah dinyatakan tentang tidak diberikannya tuntutan hukum mengenai utang yang terjadi karena perjudian atau pertaruhan, diadakan kekecualian terhadap pertaruhan atas permainan olah raga. Perkataan "utang yang terjadi karena perjudian " harus ditafsirkan secara sempit, dalam arti bahwa utang itu terjadi dirneja perjudian , sehingga tidak boleh dimasukkan didalamnya pinjaman yang dibuat seorang untuk dipakai berjudi, Seorang yang secara sukarela telah membayar kekalahannya, sekali-kali tak diperboiehkan menuntutnya kembali, kecuali apabila dari pihaknya si pemenang telah dilakukan kecurangan atau penipuan (pasal 1791). Seoranq yang dengan sukarela mernbayar utang yang terjadi karena perjudian itu dikatakan telah memenuhi suatu "perikatan alam " atau sua t u " perikatan bebas" yang dalam bahasa Belanda din amakan "natuurlijke verbintenis " , yaitu suat u per ikatan sebagaimana dimaksudkan oleh pasal 1359 ~2) B.W.
I
I
IIII!I
"PERIKATAN ALAM"
I
II
IIII
138
139
I I
1
1
jl
Bab ke XIV PE!VIBERIAN KUASA
1.
DEFINISI.
Pernberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana . seorang mernberikan kekuasaan (wewenang) kepada seorang lain, yanq rnenerimanya, untuk at as namanya menyelenggarakan suatu Jrusan (pasal1792). Dalarn jaman yang penuh kesibukan sekarang ini , sering kali orang tidak sempat menyelesaikan sendiri urusan-urusannya. Oleh karena itu ia memerlukan jasa orang lain untuk menyelesaikan urusan-urusan itu. Orang ini lalu diberikannya kekuasaan atau wewenang untuk menyelesaikan urusan-urusan . tersebut atas namanya. Yang dimaksudkan dengan "menye140
lenggarakan suatu urusan" adalah melakukan suatu "perbuatan hukum", yaitusuatu perbuatan yanq mernpunyai atau "rnenelorkan" suatu "akibat hukum", Kalau seorang, karena ia sendiri berhalangan mengunjungi suatu resepsi, menyuruh temannya untuk mewakilinya, maka itu bukan suatu pemberian kuasa dalam arti yang sedang kita bicarakan ini. Oranq yang telah dibe~ikan kuasa (ia dinamakan "jurukuasa" atau juga "kuasa" saja) melakukan perbuatan hukum tersebut "atas narna" orang yang memberikan kuasa atau juga dikatakan bahwa ia "mewakili" si pemberi kuasa . Artinya adalah : bahwa apa yang dilakukan itu adalah "atas tanggungan" si pemberi kuasa dan segala hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan yang dilakukannya itu menjadilah hak dan kewajiban orang yang memberi kuasa . Atau bahwa, kalau yang dilakukan itu berupa membuat (menutup) suatu perjanjian, maka si pemberikuasalah yanq menjadi "pihak" dalam perjanjian itu. Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akte umum, dalam suatu tulisan dibawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si kuasa (pasal 1793). Dari ketentuan ini dapat kita lihat bahwa pemberian kuasa itu adalah bebas dari sesuatu bentuk-cara (formalitas) tertentu; dengan perkataan lain, ia adalah suatu perjanjian konsensual, artinya : sudah mengikat (sah) pada detik tercapainya sepakat antar a si pemberi dan sipenerima kuasa. . '- Sebagaimana telah kita lihat, pemberian kuasa itu menerbitkan "perwakilan ", yaitu adanya seorang yang mewakili orang lain untuk melakukan suatu perbuatan hukurn . Perwakilan seperti itu ada juga yang dilahirkan oleh atau menemukan sumbernya pada uridang-undang, misalnya orangtua atau wall .yanq mewakili anak belum dewasa yang berada dibawah kekuasaan ctanqtua atau dibawah perwalian , direksi dad suatu perseroan yanq mewakili perseroannya , dan lain sebaqainya. Dengan demikian ada perwakilan yang dilahirkan oleh suatu peciJ~njian dan ada yang dilahirkan oleh undang-undang. 141
II I I
1
PERBU· ATAN HUKUM
1
"ATAS NAMA" ATAU "MEWA· KILl"
BERBAGAI SUMBER PERWAKILAN
I I
I
I! ii
"VOL-
MACHT"
Kekuasaan atau wewenang yang diberikan untuk melakukan perbuatan hukum atas nama orang lain itu dalam bahasa Belanda dinamakan "volmacht", dalam bahasa Inqqrisdinamakan "power of attorney". Tidak semua perbuatan hukum dapat dikuasakan kepada orang lain untuk melakukannya; yang sangat erat hubungannya dengan pribadi seseorang tidak dapat dikuasakan kepada cirang lain, misalnya membuat surat wasiat (testament) atau memberikan suara dalam rapat anggota suatu perkumpulan. Namurr untuk melanqsunqkan suatu perkawinan diberikan kemungkinan, jika ada alasan penting, dengan ijin Presiden, untuk mewakilkan kepada seorang wakil yang dengan akte otentik khusus dikuasakan untuk itu (pasal 79 , Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Berhubung denqan ketentuan ini, harus pula dianggap mungkin untuk mewakilkan pembuatan perjanjian perkawinan kepada seorang kuasa, yaitu kepada orang yang diberikan kuasa untuk melangsungkan perkawinannya tersebut. Pemberian kuasa terjadi dengan cuma-cuma, kecuali jika diperjanjikan sebaliknya. Jika dalam hal yang terakhir, upahnya tidak ditentukan denqan tegas, maka si kuasa tidak boleh meminta upah yang lebih dari pada yang ditentukan dalam pasal 411 untuk seorang wall (pasal 1794). Ketentuan pasal terse but dapat dikatakan sudah usang, karena berasal dari hukum Romawi, yang dilahirkan dalam jaman dimana oranq yang diberikan kuasa itu biasanya melakukan suatu jasa dengan cuma-cuma untnk kepentingan seorang kawan. Keadaan sudah berobah, karena sekaranq orang yang menyelenggarakan suatu urusan untuk orang lain , justru biasanya menjalankan pekerjaan itu denqan perjanjian akan menerima upah. Kalau orang memberikan kuasa kepada seorang pengacara untuk menquruskan suatu perkara, ia harus tahu bahwa pengacara itu melakukan pekerjaannya tidak dengan cuma-cuma, tetapi hanya dengan menerima imbalan, upah atau honorarium" yang biasanya m~lahan ditetapkan lebih dahulu sebelum ia menerima kuasa yang diberikan. Boleh dikatakan bahwa pasal 1794 itu sudah disingkirkan oleh suatu
142
kebiasaan, sehingga keadaannya berobah menjadi sebaliknya: yang umum adalah memakai imbalan atau upah, kecuali kalau sudah disepakati bahwa kuasa itu diterima dan akan dijalankan dengan cuma-cuma. Dalam hal ini maka apa yang ditentukan oleh -pasal 1875 dari Civil Code of the Philippines, yang berbunyi : "Agency is presumed to be for a compensation, unless there is proof to the contrary " lebih tepat, karena mencerminkan keadaan sekarang. Dalam pada itu, pasal 411 yanq ditunjuk oleh pasal 1794 tersebut, berbunyi sebagai berikut : Semua wali, kecuali bapak atau ibu dan kawan-wali, diperbolehkan memperhitungkan sebaqai upah tiga per seratus daripada semua pendapatan, dua per seratus daripada semua pengeluaran dan satu setengah per seratus daripada jumlahjumlah uang modal yan9 mereka terima, kecuali mereka lebih suka menerima upah yang kiranya disajikan bagi mereka dengan surat wasyat atau dengan akte otentik tersebut dalam pasal 335; dalarn hal yang demikian mereka tidak boleh memperhitungkan upah yang lebih. Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu mellputi segala keperitinqan si pemberi kuasa. Pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata -kata urnum , hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan . Untuk mernindah-tanqankan benda-benda atau untuk meletakkan hipotik atas benda-benda itu, atau lagi untuk membuat suatu perdamaian , ataupun sesuatu perbuatan lainnya yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan pemberian kuasa denqan :kata -kata yang tegas . Demikianlah bunyi dari pasal-pasal 1795 dan 1796 . Untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu; diperlukan pemberian kuasa khusus yang menyebutkan perbuatan yang harus dilakukan, yaitu misalnya untuk menjual sebuah rumah, untuk mencarikan seorang partner dalam usaha per dagangan, dan lain sebagainya . Pemberian suatu kuasa urnurn hanya , memberi kewenan.gan untuk melakukan perbuatan-perbuatan pengurusan (bahasa Belanda: "beheren"),
14:3
KUASA KHUSUS DAN
UMUM
MENGA-. JUKAN PERKARA 01 MUKA PENGAOILAN
JURU KUASA MELAMPAui BATAS WEWENANGNYA
misalnya terhadap perusahaannya si pernberi kuasa untuk me nqurus perusahaan itu dan sekali-kali tidak bo leh menjual perusahaan itu. Dengan sendirinya pemberian kuasa yntuk menqurus sebuah toko, meliputi kekuasaan untuk menjual barang-barang daqanqan yang berada dalam toko itu dan membeli stock baru, karena itu termasuk pengertian "mengurus" toko; yang tidak boleh dilakukan adalah menjual tokonya. Untuk mengajukan suatu perkara gugatan dimuka Pengadilan, rnenurut pasal 123 HJ.R. diperlukan suatu kuasa khusus tertulis , Sifat khusus itu ditujukan pada keharusan menyebutkan nama pihak yang digugat dan mengenai perkara apa. Kuasa tersebut bOleh diberikan secara lisan, apabila penggugat membawa orang yang akan diberi kuasa itu kedepan sidanq Pengadilan, kemudian didepan sidang itu menyatakan kehendaknya untuk memberikan kuasa kepada orang yang dibawanya itu untuk mengurus perkara yang akan diperiksa, pemberian kuasa mana diterima -oleh orang tersebut . Begitu pula untuk minta banding dan kasasi diperlukan surat kuasa kh usus, dirnana disebu tkan: putusan dari Pengadilan mana dan tanggal berapa, nomer berapa, dan siapa pihak lawannya. Si kuasa tidak boleh melakukan sesuatu apapun yang melampaui kuasanya; kekuasaan yang diberikan untuk menyelesaikan suatu urusan dengan jalan perdamaian, sekali-kali tidak mengandung kekuasaan untuk menyerahkan perkaranya kepada putusan wasit (pasal 1797). Akibat dari ketentuan ini ialah bahwa apa yang dilakukan oleh seorang jurukuasa dengan melarnpau batas wewenangnya, adalah atas tanqqunqannya sendiri. Si pemberi kuasa dapat menuntut penggantian kerugian dari si jurukuasa dan apabila pihak dengan siapa si jurukuasa itu telah mengadakan suatu perjanjian , menqetahui bahwa pihak-lawannya telah melampaui batas wewenanqnya, dapat dituntutnya pula pembatalan perjanjian tersebut. Tentunya dapat juga si pemberi kuasa menyetujui apa yang telah dilakukan oleh jurukuasanya dengan melampaui wewenangnya itu. Orang perempuan dan orang belumdewasa dapat ditunjuk menjadi kuasa, tetapi si pemberi kuasa tidaklah mempunyai
144
suatu tuntutan hukum terhadap orang belumdewasa, selainnya menurut ketentuan-ketentuan umum mengenai perjanjianperjanjian yang diperbuat oleh orang belumdewasa, dan · terhadap oranq perempuan yang bersuami iapun tidak mernpunyai tuntutan hukum, selainnya menurut 'aturan-aturan yang dituliskan dalambab kelima dan ketujuh dari Buku I B.W. (pasal 1798). Maksud ketentuan pasal 1798 ini adalah, bahwa perjanjian pemberian kuasa itu dapat dimintakan pernbatalan oleh orangtua atau wali dari orang yang belum dewasa itu atau oleh suami dari orang perempuan tsb. Dan sebagai akibat pernbatalan tsb, juga tiap perjanjian yang telah dibuat oleh orang belum dewasa atau perernpuan bersuami itu dengan pihak ke tiqa, menjadi batal juga. Sebagaimana sudah kita ketahui, mengenai kecakapan hukum seorang perempuan yang bersuami, sudah berlaku suatu yurisprudensi yang menqanqqap pasal 108 B.W. tidak berlaku lagi, sehingga orang perernpuan yang bersuami itu sekarang adalah sepenuhnya cakap untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri, tanpa memerlukan ijin tertulis atau bantuan dari suaminya. Dalam pasal terse but seharusnya juga disebutkan juga hal yang sebaliknya, yaitu kalau seorang belumdewasa atau perempuan bersuami memberikan kuasa kepada orang lain yang sepenuhnya cakap menurut hukum. Keadaannya dari segi hukum adalah sama, yaitu bahwa perjanjian pemberian kuasa setiap waktu dapat dimintakan pembatalan dari pihaknya si .pernberi kuasa. Si pemberi kuasa dapat 'menggugat secara langsung orang dengan siapa si kuasa telah bertindak dalam kedudukannya, dan menuntut dari padanya pemenuhan perjanjiannya (pasal 1799). Sebagaimana telah kit a lihat, memang dalam perjanjianperjanjian yang dibuat oleh si .k uasa dengan pihak ketiga, yang memperoleh hak dan menerima kewajiban dari perjanjianperjanjian tersebut , adalah orang yang memberi kuasa, dan ia menjadi pihak dalam perjanjian-perjanjian itu. Sebagai pihak itu ia berhak menuntut langsung pihak-lawannya.
145
J
PASAL 108 B.W , TIDAK BERLAKU LAGI
2. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SI KuAsA.
PEMBERI KUASA MENINGGAL
Si kuasa diwajibkan selama ia belum dibebaskan, melaksanakan kuasanya, dan ia menanggung segala biaya, kerugian dan bunga yang sekiranya dapat timbul karena ·tidak dilaksanakannya kuasa tersebut. Begitu pula ia diwajibkan menyelesaikan urusan yang sudah mulai dikerjakannya pada waktu si pemberi kuasa meninggal, jika dengan tidak segera menyelesaikannya dapat timbul suatu kerugian (pasal 1800). Tugas yang telah disanggupi harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan dalam waktu yang setepatnya; jika tidak, si penerima kuasa dapat dianggap melalaikan kewajibannya, untuk mana ia dapat dituntut mengganti kerugian yang ditimbulkan karena kelalaian itu. Misalnya seorang jurukuasa diwajibkan membeli surat-surat sero (andil), tetapi karena ia tidak segera melakukannya, surat-surat sero itu telah naik sekali harganya; ia dapat dianggap sebagai telah melalaikan kewajibannya. Kalau si pemberi kuasa meninggal, sedangkan ada urusan yang sudah mulai dikerjakan oleh si kuasa , maka urusan itu harus diselesaikannya dengan baik dahulu, sebelum ia dibolehkan mengundurkan diri. Dengan demikian kita lihat, bahwa, meskipun dengan meninggalnya si pemberi kuasa itu, pemberian kuasa berakhir (lihat pasal 1813), tetapi si jurukuasa harus bekerja terus untuk menyelesaikan urusannya dahulu, barulah ia akan dibebaskan, setelah melaporkan hasilnya kepada para akhliwaris dan pertanggungan-jawab itu diterima baik oleh mereka. Si kuasa tidak saja bertanggung-jawab tentangperbuatanperbuatan yang dilakukan dengansengaja, tetapi juga tentang kelalaian-kelalaian yang dilakukan didalam menjalankan kuasanya . Namun itu, tanggung-jawab tentang kelalaian -kelalaian bagi seorang yang dengan curna-cuma menerima kuasa adalah tidak sebegitu berat seperti .yang dapat diminta dari seorang yang untuk pekerjaannya itu menerima upah (pasal 1801). Kalau seorang kuasa diwajibkan melaksanakan tugasnya sebaik- , baiknya, maka dengan sendirinya ia tidak saja dapat dipertanggung-jawabkan untuk akibat-akibat dari perbuatan yang dilakuk~ndengan sengaja, tetapi juga untuk akibat-akibat 146
kelalaian atau kealpaan didalam menjalankan tugasnya . Kernu dian adalah wajar untuk mernberikan keringanan kepada seorang jurukuasa yang samasekali tidak menerima upah. Si kuasa diwajibkan memberikan laporan tentang apa yang telah diperbuatnya dan memberikan perhitungan kepada si pernberi' kuasa tentang segala apa yang telah diteriman ya berdasarkan kuasanya, sekalipun apa yanq diterima itu tid ak seharusnya dibayarkan kepada si pemberi kuasa (pasal 1802) . Sikuasa bertanggung-jawab untuk orang yang telah di tunjuk olehnya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya : 1. jika ia tidak telah diberikan kekuasaan untuk menunjuk seorang lain sebagai penggantinya ; 2. jika kekuasaan itu telah diberikan kepadanya tanpa penyebutan seoranq tertentu, sedanqkan orang yang dipilihnya itu ternyata seorang yang takcakap atau takmampu . Si pernberi kuasa selalu dianggap t~lah memberikan kekuasaan kepada si kuasa untuk rnenunjuk seC?rang lain sebaqai penggantinya untuk pengunisan benda-benda yang terletak diluar wilayah Indonesia atau dilain pulau dari pada yanqditernpat tinggali si pemberi kuasa. Dalam segala hal, 'sI pemberi kuasa dapat secara langsung menuntut orang yang ditunjuk oleh sj kuasa sebaqai penggantinya itu (pasal 1803) . Hak seorang jurukuasa untuk menunjuk seorang lain sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya, dinamakan "hak substitusi". Dari ketentuan tersebut diatas, dapat kita simpulkan sebagai berikut: Jika dalam pemberian kuasa diberikan hak substi t usi dengan menyebutkan nama pengganti itu, mak a apabila si kuasa pada suatu waktu menunjuk orang tersebut untuk rnenqgantikannya, ia bebas dari sesuatu tanggung-jawab mengenai pelaksanaan kuasa selanjutnya; jika diberikan hak substit usi tanpa menyebutkan si pengganti, maka si kuasa han ya ber tanggung-jawab kalau si pemberi kuasa membuktikan bahwa yang ditunjuk sebagai pe ngganti itu seorang ya ng ta kcakap ata u takmampu ; akhirnya , jika sama sekali tidak ada penyebutan
LAPORAN
SUBSTITUSI
147 .
~
tentang hak substitusi, maka si "kuasa bertanqqunq-jawab sepenuhnya untuk orang yang ditunjuknya sebagai penggantinya. Jika didalam akte yang sama ditunjuk berbagai orang kuasa, maka terhadap mereka tidak diterbitkan suatu perikatan tanggung-menanggung, selainnya sekadar hal yang demikian . itu ditentukan dengan tegas (pasal 1804). Ketentuan ini adalah sesuai dengan asas urnum dalam hukum perjanjian , bahwa tanggung-jawab secara tanggung-menanggung diantara berbaqai debitor harus secara tegas diperjanjikan dengan kreditor mereka. Si kuasa harus membayar bunga a~as uang-uang pokok yang dipakainya guna , keperluannya sendiri, terhitung mulai saat ia memakai uang -uang itu; dan mengenai uang-uang yang harus diserahkannya pada penutupan perhitunqan , bunga itu dihitung mulai hari' ia dinyatakan lalai (pasal 1805), Bunga yang dimaksudkan disini adalah "bunqa moratoir" sebesar enam prosen setahun, sebagaimana sudah serinq kita bicarakan ditempat lain. Seorang kuasa yang telah memberitahukan secara sah tentang hal kuasanya kepada orang dengan siapa ia mengadakan suatu perjanjian dalam kedudukannya sebagai kuasa itu, tidaklah " ... . . . . . bertanggung-jay.rab tentanq apa yang terjadi diluar batas kuasa itu, kecuali jika ia secara pribadi telah mengikatkan diri untuk itu (pasal 1806). Selama seorang jurukuasa bertindak dalam batas-batas wewenangnya, ia adalah aman. Semua tanggungjawab dipikul oleh orang yang memberikan kuasa. Tetapi apabila ia bertindak diluar batas kewenangannya, misalnya menyetujui hal yang tidak boleh disetujuinya, maka ia bertanqqunq-jawab, baik kepada si peinberi kuasa maupun kepada , ' orang dengan siapa ia telah mengadakan suatu perjanjian. -~
,
"
3. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SI PEMBERI KUASA.
Si pemberi kuasa diwajibkan mernenuhi rp erikatan-perikatan yang diperbuat oleh si kuasa menurut kekuasaan yang ia telah berikan kepadanya. la tidak terikat pada apa yang telah
diperbuat selebihnya dari pada itu, selainnya sekadar ia telah menyetujuinya secara tegas atau secara diam-diarn (pasal1807). Sebagaimana telah diterangkan, dalam semua perjanjian yang dibuat oleh 'seoranq jurukuasa atas nama si pemberi kuasa, orang yang memberi kuasa inilah yang menjadi pihak dan sebagai pihak ini ia memperoleh segala hak dan memikul segala kewa "jiban yang timbul dari perjanjian-perjanjian itu. Bahwa ia berhak untuk secara langsung menggugat orang dengan siapa si kuasa telah bertindak dalam kedudukannya, sudah ditegaskan dalam pasal 1799 .: Si pemberi kuasa diwajibkan mengembalikan kepada si kuasa semua persekot-persekot dan biaya-biaya yanq "telah dikeluarkan oleh orang ini untuk melaksanakan kuasanya, beqitu pula untuk membayar upahnya, jika ini telah diperjanjikan. Jika si kuasa tidak melakukan sesuatu kelalaian, maka si pemberi kuasa tidak dapat meluputkan diri dari kewajiban mengembalikan persekot-persekot dan biaya-biaya serta membayar upah tersebut, sekalipun urusannya tidak berhasil (pasal 1808) . Bahwa urusannya tidak berhasil, tidak dapat dipersalahkan kepada si kuasa, asal ia telah mengerjakannya dengan sebaik-baiknya dan bertindak dalam batas wewenangnya. Si pemberi kuasa tetap wajib memenuhi semua kewajibannya terhadap jurukuasanya. Misalnya seorang pengacara yang tidak berhasil memenangkan perkaranya, tetap berhak atas honorariumnya dan pengembalian sernua- persekot dan biaya yang telah dikeluarkan untuk kepentingan si pemberi kuasa. Sebagai lanjutan dari ketentuan tersebut, pasal 1809 menetapkan : Begitu pula si pemberi kuasa harus memberikan ganti-rugi kepada si kuasa tentang keruqian-keruqian . yang diderita sewaktu menjalankan kuasanya, asal dalam hal itu si kuasa tidak telah berbuat kurang hati-hati. Selanjutnya menurut pasal 1810 si pemberi kuasa harhs membayar kepada si kuasa bunga atas persekot-persekot yang telah dikeluarkan oleh si kuasa, terhitung mulai hari dikeluarkannya persekot-persekot 149
148
KEWAJIB· AN TETAP BIARPUN URUSAN TIDAK BERHASIL
HAK RETENSI
itu. Bunga ini, sebagaimana telah seringkali diterangkan ditempat lain, adalah "bunga moratoir" sebesar enam prosen setahun. Jika seorang kuasa diangkat oleh berbagai orang untuk mewakili suatu urusan mereka .bersama, maka masing-masing dari mereka itu adalah bertanggung-jawab untuk seluruhnya . ' terhadap si kuasa mengenai segala akibat dari pemberian kuasa itu (pasal 1811). Kalau pasal ini kita bandingkan dengan pasal 1804, maka ternyata keadaannya adalah sebaliknya, yaitu kalau dalam hal yang diatur oleh pasal1804 satu orang pemberi kuasa berhadapan dengan beberapa orang kuasa, maka dalam hal yang diatur oleh pasal 1811 satu orang jurukuasa berhadapan dengan beberapa orang pemberi kuasa. Dalam hal yang pertama, ternyata undang-undang tidak menetapkan adanya tanggung-jawab secara tanggung-menanggung diantara para penerima kuasa, sedangkan dalam hal yang terakhir ditetapkan bahwa beberapa orang pemberi kuasa itu bertanggung-jawab secara tanggung-menanggung terhadap si penerima kuasa. Mungkin yang menjadi pertimbangan bagi pembuat undangundang adalah untuk memudahkan si kuasa dalam hal menuntut upahnya atau lain-lain hak terhadap para pemberi kuasa itu. Akhirnya oleh pasal 1812 ditetapkan, bahwa si kuasa berhak untuk menahan segala apa kepunyaan si pemberi kuasa yang berada ditangannya, sekian lamanya, hingga kepadanya telah dibayar lunas segala apa yang dapat dituntutnya sebagai akibat pemberian kuasa. Hak yang diberikan kepada jurukuasa untuk menahan barang kepunyaan si pemberi kuasa, sampai yang terakhir ini memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap dia, dinamakan "hak retensi", suatu hak seperti yang diberikan juga kepada seorang tukang yang mengerjakan sesuatu pada barang seorang .
150
4. BERAKHIRNYA
PEMBERIAN
KUASA.
Pasal 1813 memberikan bermacam-macam cara berakhirnya pemberian kuasa, yaitu : 1. dengan ditariknya kembali kuasanya si jurukuasa ; 2. dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh si jurukuasa ; 3. dengan meninggalnya, pengampuannya atau pailitnya si pemberi kuasa maupun si penerima kuasa ; 4 . dengan perkawinan si perempuan yang memberikan atau menerima kuasa. Meskipun, sebagaimana telah kita lihat, pada umumnya suatu perjanjian tidak berakhir dengan meninggalnya salah satu pihak, tetapi pemberian kuasa itu berakhir apabila si pemberi kuasa atau si penerima kuasa meninggal. Pemberian kuasa tergolong pada perjanjian dimana prestasi sangat erat hubungannya dengan pribadi para pihak. Dalam praktek kita juga tidak mernberi kuasa kepada orang yanq belum kita kenal , tetapi kita memilih orang yang dapat kita percaya untuk mengurus kepen tingan-kepentingan kita. Mengenai kawinnya seorang perempuan .yang meinberikan atau menerima kuasa, dengan lahirnya yurisprudensi yang menganggap seorang perempuan yang ber. suami sepenuhnya cakap menurut hukum, ketentuan yang berkenaan dengan kawinnya seorang perempuan , dengan sendirinya tidak berlaku lagi. . Si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya, manakala itu dikehendakinya, dan jika ada alasan untuk itu, memaksa si kuasa untuk mengembalikan kuasa yang dipegangnya (pasal 1814), Yang dimaksudkan oleh ketentuan ini adalah bahwa si pemberi kuasa dapat menqhentikan kuasa itu "at any time " asal dengan pemberitahuan penghentian dengan mengingat waktu yang secukupnya, Bila si kuasa tidak mau menyerahkan kembali kuasanya secara sukarela, ia dapat dipaksa berbuat demikian lewat Pengadilan. Penarikan kembali yang hanya diberitahukan kepada si kuasa, tidak dapat diajukan terhadap orang-orang pihak ketiga
151
PENARIKAN KEMBALI KUASA
yang, karena mereka tidak menqetahui tentang penarikan kernbali itu, te~h mengadakan sua tu perjanjian dengan si kuasa; ini tidak mengurangi tuntutan si pernberi kuasa kepada si kuasa (pasal 1815) . Dalam praktek penarikan kembali itu diumumkan dalam beberapa surat kabar dan diberitahukan dengan .surat kepada para pihak atau relasi yang berkepentingan. Bahwa si pemberi kuasa dapat menuntut jurukuasa yang melakukan tindakan-tindakan tanpa dasar-hukum, adalah sudah semestinya . Pengangkatan seorang kuasa baru untuk menjalankan suatu urusan yang sama, menyebabkan ditariknya kembali kuasa yang pertama, terhitung mulai hari diberitahukannya kepada orang yang terakhir ini tentang pengangkatari tsb . (pasal 1816) . Si kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya denqan pemberitahuan penqhentian kepada si pemberi kuasa. Jika namun itu pernberitahuan penghentian ini, baik karena ia dilakukan dengan tidak menqindahkan waktu, maupun karena sesuatu hal lain , karena kesalahan si kuasa , membawa keruqian bagi si pemberi kuasa, maka orang ini harus diberikan gantirugi oleh si kuasa ; kecuali apabila si kuasa berada dalarn keadaan takmampu meneruskan kuasanya tanpa membawa kerugian yang tidak sedikit baqi dirinya sendiri (pasal 1817). Kalau si pemberi kuasa dapat mengakhiri atau menarik kembali kuasanya setiap waktu manakala itu dikehendakinya (lihat pasal 1814), begitu pula dari pihaknya si penerima kuasa juga setiap waktu dapat membebaskan diri dari kuasanya, asal dengan mengindahkan waktu secukupnya dalam memberitahukan penqhentian kepada si pemberi kuasa. Jika si kuasa tidak sadar akan meninggalnya si pemberi kuasa atau akan adanya sesuatu sebab lain yang mengakhiri kuasanya, maka apa yang diperbuatnya . didalam ketidaksadaran itu adalah sah. Dalam hal itu , segala perjanjian yang dibuat oleh si jurukuasa, harus dipenuhi terhadap orang-orang pihak ketiga yang beritikad baik (pasal 1818). Apabila ada orang pihak ketiga yang beritikad buruk , yaitu sudah mengetahui adanya hal-hal yang menyebabkan berakhirnya pernberian
152
kuasa (misalnya sudah menqetahui tentang sudah meninggalnya si pemberi kuasa), maka itu merupakan suatu hal yang (dalam suatu proses dimuka Hakim) harus dibuktikan oleh para akhliwarisnya si pemberi kuasa. . Jika si kuasa meninggal, para akhliwarisnya harus memberitahukan hal itu kepada sipeinberi kuasa, jika mereka tahu tentang adanya pernberian kuasa, dan sementara itu mengambil tindakan-tindakan yang perlu menurut keadaan, bagi kepentingan si pemberi kuasa; atas ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga, jika ada alasan untuk itu (pasal 1819). Sebagaimana sudah kita ketahui, meninggalnya si kuasa merupakan salah satu sebab berakhirnya pemberian kuasa (lihat pasal 1813). Para akhliwarisnya si kuasa harus segera memberitahukan hal itu kepada si pemberi kuasa, jika ,mereka mengetahui tentang adanya pemberian kuasa . · Selain dari itu para akhliwaris itu diwajibkan mengamankan kepentingan-kepentingan si pemberi kuasa, dengan mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk mengisi kekosongan yang disebabkan karena meninggalnya si kuasa, sebelum mereka mengembalikan urusan yang telah dijalankan oleh almarhum, kepada si pemberi kuasa. Sebagaimana telah kita lihat, pemberian kuasa ada hubungannya dengan "perwakilan", yaitu bahwa pemberian kuasa itu merupakan sumber perwakilan, disamping sumber lainnya, yaitu undanq-undanq . Pemberian kuasa dan perwakilan . itu menerbitkan suatu keadaan yang mirip dengan apa yang dalam hukum Anglo-Saxon dinamakan "agency" dan ada sekedar kerniripan pula dengan "trust". Oleh karena itu ada baiknya dalam hubungan ini kami sajikan pandangan kami mengenai dua lembaga itu dalam hukum Anqlo :Saxon.
SI KUASA MENINGGAL
"TRUST" CAN "AGENCY'
TRUST .
Ini adalah suatu lembaga yang sangat populer dan khas dalam hukum Inggeris (Anglo -Saxon). Pada pokoknya dalam apa yang dinamakan' "trust" ini ada suatu kekayaan yang dipercayakan kepada seorang untuk dipelihara atau diurus bagi kepentingan .seorang ketiga yang dinamakan "beneficiairy". Orang yang mern-
153
b. ada pula suatu "implied trust "apabila suatu pemberian di-
percayakan kekayaan itu dinamakan "trustor" sedang yang dipercayai dinamakan " trustee" .
lakukan kepada seseoranq, namun ternyata bahwa meskipun tanah
Trust dapat dilahirkan baik dari suatu persetujuan (perjanjian)
yang diberikan itu sudah diserahkan kepadanya, namun ia tidak di berikan hasilnya (tetap dihasili oleh orang yang memberikan) atau-
maupun dari suat u wasyat (testament). Dalam halnya diadakan dengan suatu persetujuan atau perjan-
pun hanya menerima sebagian dari hasil itu (pasal 1449 C.C. Phil .) ;
jian, ia ada sedikit mirip dengan apa yang dalam B.W. dinamakan
c. apabila harga dari sebidang tanah yang telah dibeli, dipin -
perjanjian dengan janji untuk pihak ketiga ( "derden-beding")
jarni atau dibayari oleh seseorang bagi kepentingan seorang lain, penyerahan terjadi kep ada orang yang meminjami atau membayari itu sebagai jaminan pembayaran kembali utang tersebut , maka lahirIah suatu trust menurut hukum bagi keuntungan pihak kepada siapa uang telah dipinjamkan atau untuk siapa telah dilakukan pembayaran ter sebut. Pihak yang terakhir ini dapat menebus ("redeem ") tanah tersebut dan menuntut diserahkannya tanah itu kepadanya (pasal 1450 C.C. Phil.) ; d. apabila sebidang tanah, karena perwarisan, jatuh kepada seseorang dan orang ini minta ditaruhnya tanah terse but diatas namanya orang lain, maka lahirlah demi hukurn suatu trust guna keuntungan pemiliknya yang sebenarnya (pasal 1451 C.C. Phil.) ; e. apabila dua orang atau lebih bersepakat untuk bersama-sarna . membeli sebidang tanah dan dengan persetujuan bersama tanah itu ditulisnya diatas nama salah satu guna kepentingan kesemuanya, maka demi hukum dilahirkan suatu trust bagi keuntungan mereka yang lainnya menurut imbangan masing-masing bagian (pasal 1452 C.C. Phi!.) ;
menurut pasal 1317. Namun perbedaannya segera nampak, karena dalam derden-beding itu beding-nya bagi pihak ketiga tersebut merupakan suatu "embel-ernbel" dari suatu "perjanjian-pokok" yang dibuat oleh dua orang lain, sedang dalam halnya trust perjanjian itu semata-rnata dibuatuntuk menciptakan trust tersebut. Dalam halnya trust itu dilahirkan dengan
suatu
wasiat
(testament), maka ia menyerupai suatu legaat dengan sebuah . beban (last) dimana last ini berupa suatu " bewind " (pengurusan) oleh suatu pihak.. Namun juga dengan segera lagi nampak perbedaan, karena beban atau last yang diadakan guna keuntungan orang ketiga itu dalam B.W. merupakan suatu embel-embel lagi sebaqaimzna halnya dengan suatu derden-beding, padahal testament yang melahirkan trust itu dalam hukum Inggeris dibuat semata-mata untuk keperluan menciptakan trust tersebut. Selain dari apa yang disebutkan diatas, ditunjukkan pada kemungkinan dalam hukum Anglo-Saxon bahwa trust itu dilahirkan secara diam-diam ("implied trusts").
sedangkan
Menurut 'Civil Code of the Philippines, yang dalam hal ini
f. apabila suatu kekayaan diserahkan secara mutlak untuk
meniru hukum Anglo:Sa~c;n', anta~~ 'I~in terjadi suatu "implied
menjamin pelaksanaan' suatu kewajiban dari si yang memberikan terhadap si yang menerima pemberian, maka demi hukum lahirlah
trust" dalam hal-hal sebagai berikut : a. Apabila harta-benda dijual dan harta-benda itu dilever
suatu tru st . Apabila pemenuhan kewajiban itu ditawarkan oleh si
~rang
yang memberikan tersebut pada waktu kewajiban itu harus dilak-
yang pertama itu menjadi trustee sedang yang terakhir menjadi
sanakan, maka dapatlah ia menuntut diserahkannya kembali kepada. .oya kekayaan terse but ;
kepada seorang, sedang yang membayar orang lain, maka
beneficiairy. Namun apabila orang kepada siapa diserahkan hartabenda itu adalah anak dari orang yang membayar (baik anak sah maupun luarkawin), tidaklah terjadisuatu "implied trust" dan dipersangkakan bahwa yang terjadi itu adalah tersebut
suatu (pasal
pemberian
("gift")
1448 C.C. Phi!.) ;
bagi
keuntungan
anak
g. apabila seorang trustee, seoranq wali ("guardian ") atau seoranq lain yang memegang sesuatu kekayaan berdasarkan kepercayaan, memakai keuangan trust tersebut untuk membeli sesuatu barang dan atas permintaannya barang ini telah diserahkan kepadanya . atau kepada seorang pihak ketiga, maka demi hukum 'lahirlah suatu trust baqi keuntungan si yang empunya keuangan tersebut ;
154
155
h. apabila suatu barang diperoleh karena kekhilapan atau karena penggelapan, maka dia orang yang memperolehnya demi hukum dianggap sebagai seorang trustee bagi keuntungan orang dari siapa barang itu berasal (pasa11456 C.C. Phi!.). Dari apa yang kami lihat diatas, dapat disimpulkan bahwa pendirian suatu trust tidak terikat pada suatu bentuk-cara tertentu, kecuali apabila untuk memindahkan (menyerahkan) benda yang akan menjadi kekayaan trust itu diperlukan sesuatu bentuk-cara (formalitas) tertentu, misalnya penyerahan benda tetap (tanah) atau penyerahan saham-saharn dalam sebuah P.T. (company) yang memerlukan ijin dari Treasury (Departemen Keuangan). Dalam hal-hal seperti itu maka pendirian trust dianggap telah gagal (batal), artinya tidak mempunyai akibat hukum. Namun sebaliknya pendirian suatu trust tidaklah batal karena orang yang ditunjuk sebagai trustee menolak, ataupun, dalam halnya penunjukan itu terjadi dalarn surat wasiyar (testament) karena orang yang ditunjuk meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris yang membuat testament. (Lihat: William Geldert, "Elements of English Law", cetakan 1972, halaman 102). Dalam hal yang demikian, pendiri trust (trustor) menjadi pengurus hartabendanya sendiri yang telah menjadi kekayaan trust . Harus diperbedakan dari pada perbuatan pendirian ("creation ") suatu trust, adalah perbuatan yang dinamakan "disposition", per buatan mana harus selamanya diadakan secara tertulis. Suatu disposition adalah misalnya pernberian kuasa yang dilakukan oleh seorang benificiairy kepada trustee-nya untuk seterusnya menyimpan kekayaan trust itu bagi keuntungan seorang lain yang ditunjuknya. Dengan demikian dapat kita lihat bahwa hak-hak yang timbul dari suatu trust dapat diberikan lagi dalam trust bagi orang lain yang ditunjuknya. Perlu diperingatkanbahwa hukum trust itu dipandang sebagai suatu bagian penting dari LAW of PROPERTY. Apabila para beneficiairies adalah orang-orang yang telah menjadi dewasa dan tidak terdapat alasan-alasan ketidak-cakapan lainnya (misalnya sakit ingatan), maka dapatlah mereka itu mengakhiri trust yang telah diadakan bagi kepentingan mereka, dengan cara men un-
tut trustee untuk menyerahkan harta-benda yang bersangkutan ataupun dengan cara membuat disposisi menurut kehendak mereka, yang harus dituruti oleh trustee. Dernikian itulah berlaku, biarpun didalam surat pendirian 't rust telah ditetapkan sebaliknya, misalnya disitu ditetapkan bahwa tidak boleh dibayarkan uang kepada mereka sampai mereka mencapai usia 25 tahun atau sampai niereka kawin (Lihat : William Geldert , diatas. , halaman 103). Kewajiban-kewajiban seorang tru stee dapat dibaca dari surat pendirian trust (apabila itu acta) dan dapat ber -variasi dari kewajiban yang sangat sederhana dan ringan , yaitu misalnya pada suatu waktu menyerahkan harta-benda (setelah selama waktu itu ia diperbolehkan memetik hasilnya) kepada orang yang ditunjuk (beneficiairy), sampai kepada kewajiban-kewajiban yang lebih berat, umpamanya mengadakan jual-beli, investasi-investasi den sebagainya. Pada asasnya seorang trustee tidak berhak atas suatu upah, kecuali kalau itu ditetapkan dalam surat pendirian ("instrument"), namun trustee bertanggung-jawab ten tang kerugian-kerugian yang diderita karena tidak di-indahkannya petunjuk-petunjuk dalam .surat pendirian maupun kurang hati-hatinya menurut ukuran "general rules of law". Kelalaian dari trustee itu dinamakan "breach of trust". DaJam hal adanya keragu -raguan, trustee dapat, atas biaya dari "trust-fund" .(kekayaan trust), 'merninta petunjuk dari Pengadilan ten tang sesuatu yang harus dijalankan. Menurut Trustee Act 1925 ' seorang trustee dapat minta dibebaskan oleh Pengadilan , apabila ia menunjukkan sudah menunaikan kewajibannya secukupnya dan terdapat alasan untuk meinbebaskannya. Hak-hak para beneficiairies dibawah hukum Inggeris diperlindungi sangat kuat. Mereka didahulukan diatas kreditor-kreditor lainnya terhadap trustee. Apabila trustee menyalah-qunakan fund yang berada dibawah kekuasaannya, misalnya menqqelapkannya, maka baranq-baranq yang berasal dari fund tersebut dapat mereka tuntut penyerahannya. Apabila trustee membuat suatu investment at as namanya sendiri dengan keuangan trust, maka investment ini dapat dinyatakan sebagai kekayaan trust , Apabila trustee menutup kekurangan-kekurangan dalam perusahaan pribadinya dengan uang trust, maka dianggaplah bahwa uang pribadinya lebih dahulu yang
106 157
dipakai men ut up kekuranqan-kekuranqan itu , sebelum memberatkan keuang an tru st. Dengan Act of 1906 di Inggeris telah did irikan sebuah Office of Publi c Trust, yang mirip de ngan Balai Harta Peninggalan(Weeskamer)
kit a. Pejab at dari Offi ce t ersebut boleh diangkat menjadi t rustee untuk kepentingan siapa saja. Kepada me reka diberika n upah sebaqaimana dit eta pkan dalam undanq-undanq. Kesalahan-kesa lahan mereka dit anggun g oleh Negara. Apabila ada beberap a ora ng tru stee dan salah sat u diantara mereka meninggal, maka lain -lainnya -- jika tiada ketentuan lain berhak untuk menunjuk seorang trust ee baru sebagai penggantinya. Untuk selanjutnya Pengadilan berwena ng mengganti seora ng tru stee dengan ora nq Iain, atas alasan ketidak-cakapa n atau kelakuan yang tid ak baik. AGENCY.
Kalau dit erjemahk an, perkat aan "agency" itu berarti " perwakilan" (bahasa Belan da : "vertegenwoordiging" ; bahasa Jerman : "Vertretung"). Namun perwakilan menurut hukum B.W. dan W.v.K. ada lah lebih luas, karena juga mencakup perwakilan berdasarkan undang-undang , sebagaimana yanq dilakukan oleh orangtu a atau wali yang menurut und anq-undanq mewakil i anak yang belum dewa sa yang berada dib awah keku asaan mereka. Dalam hukum Anglo-Saxon hal-hal yanq terakhir ini tid ak terrnasuk bidang agency tetapi term asuk bidang trust. Agency dapat dikat akan mencakup semua peraturan kita yang term aktub dalam perjanjian "Iastge,ving" dari B.W. dit amb ah dengan peraturan perihal makelar dan kornisioner dari W.v.K. Lain halnya dengan tru st yang pendiriannya dapat dilakukan dengan suatu perbuatan hukum sepihak (testament), agency ini dilahirkan dengan suat u perbuatan yang digolongkan pada kategori persetujuan atau perjanjian , yang di namakan "contract of agency" . Suatu hal yang sama adalah bahwa baik agency maupun pernberiankuasa (lastgeving menurut B.W.) kedu a-duanya dapat terjadi secara diam -diam dalam arti bahwa baik penerimaan kuasa oleh seorang juru-kuasa (menurut B.W,) maupun penerimaan "att orne y"
158
oleh seorang "agent" dapat dilakukan secara diarn-diam, yaitu dengan tidak membantah atau mengajukan keberatan: terhadap suatu penyerahan kuasa ("attorney") ataupun secara diam-diarn menjalankan kuasa yanqtelah diberikan (B.W. pasal 1793 ayat 2) . , Adalah suatu hal yang sama pula bahwa baik agency maupun lastgeving terdiri dari yang umum (general) dan yang khusus (special). Beberapa perbuatan hukum yang penting, seperrinya penjualan tanah, memerlukan suatu pemberian kuasa khus'us (special) dan tertulis untuk melakukannya. Lebih tepat dari pada pasal 1794B.W. adalah pasal 1875 Civil Code of the Philippines, yang mengatakan bahwa pemberian kuasa (agency) selalu dipersangkakan telah diadakan dengan upah, kecuali dibuktikan sebaliknya. Pasal 1794 B.W. mengatakanbahwa ya.ng lajim adalah pemberian kuasa tanpa upah. Berlainan lagi dari B.W. adalah ketentuan . pasal 1892 Civil Code of the Philippines, yang menyatakan bahwa seorang agent dapat mengangkat seorang pengganti (substitute) apabila hal tersebut tidak telah dilarang oleh principal. Pasal 1803 B.W. menentukan bahwa, apabila kekuasaan untuk menunjuk pengganti itu tidak telah diberikan, dan seorang jurukuasa mengangkat seorang pengganti, maka ia tetap bertanggung-jawab kepada si pemberi kuasa tentang perbuatan si pengganti itu . . Kalau dalam W.v.K. , di~dakan per bedaan antara "perwakilan langsung" dan "perwakilan taklangsung" yang berkorespondensi dengan "bertindak atas nama orang lain" dan "bertindak atas nama diri sendiri " , maka dalam hukum Anglo-Saxon tidak terdapat perbedaan seperti itu. Atau lebih tepat: perbedaan seperti itu adalah irrelevant. Dalam hal "agency" yang menjadi kriterium satu-satunya adalah : to act "on behalf" atau "on account" of another. Apabila salah satu itu terjadi, maka terjadilah "agency". Dengan demikian maka baik rnakelar maupun komisioner dalam W.v.K. menurut hukum Inggeris adalah kedua-duanya "agent". Suatu perbedaan lagi dengan hukum B.W: dan W.v.K. adalah bahwa menurut hukum Inggeris salah satu faktor esensiil dari agency ialah bahwa seorang agent itu tunduk dibawah pengawasan principal-nya ("subject to the control of the principal','). Menurut
159
hukum B.W. dan W.v.K. dapat dikatakan tentang suatu perwakilan, biarpun orang yang diwakili tidak berkuasa sama sekali untuk
itu kepada 'prinCipal dengan menyingkirkan agent sebagai penanggung-jawab dan begitu pula sebaliknya apabila principal yang tadi-
menegur wakilnya, sebagaimana halnya dengan apa yang dinamakan
nya "undisclosed " itu muncul kedepan dan menegur atau menuntut
"perwakilan menurut undanq-undanq" yang dilakukan oleh orang-
pihak ketiga dalam perjanjian terse but. Para penulis Inggeris me-
tua atau wali, Kemudian dapat dikemukakan lagi adanya suatu perbedaan
makai teori tentang apa yang mereka namakan "election" (pilihan)
lagi yang menarik, yaitu bahwa dalam hukum Inggeris apabila terjadi seorang principal diketahui oleh pihak ketiga yang telah ,
tersebut. Selanjutnya mereka memakai istilah "merger" untuk
mengadakan perjanjian dengan seorang agent yang tidak telah menerangkan bahwa ia bertindak untuk seorang principal, maka orang ketiga itu dapat langsung menegur atau menghubungi principal itu. Ini adalah ajaran tentang apa yang dalam hukum Inggeris dikenal dengan nama "undisclosed principal" yang berarti "majikan yang tidak diumumkan" . Begitupun sebaliknya, apabila principal yang tersembunyi itu pada suatu saat mengetahui siapa orang pihak ketiga itu, maka ia dapat menegurnya atau langsung menghubunginya. Kekecualian terdapat dalam hal bilamana agent itu dengan tegas-tegas telah menyatakan bahwa dia adalah principal sendiri dan dalam hal yang terkenal dengan "misrepresentation" yaitu bilamana terjadi seorang agent secara tegas menyatakan bahwa tidak ada undisclosed principal atau bahwa seorang A bukan undisclosed principal-nya, tetapi ternyata keterangan-keterangannya itu berlawanan dengan kebenaran: Dalam hal-hal yang terakhir ini maka pihak ketiga itu berhak untuk mengingkari perjanjian yang telah dibuat ("repudiate the contract"). Hal ini dapat disamakan dengan "penipuan" sebagaimana dimaksud dalam pasal 1328 B.W. yang msrupakan salah satu alasan untuk meminta pembatalan perjanjian. Makna dari pad a ajaran tentang "undisclosed principal" tersebut adalah bahwa menu rut hukum Inggeris terjadilah suatu hubungan langsung berdasarkan contract antara majikan tersembunyi itu dengan pihak ketiga . (Lihat : Mr. P. van Schilfgaarde, "Toerekening van rechtshandelingen", Kluwer -:- Deventer 1969, halaman 157). Menurut doktrin Inggeris, apabila seorang pihak ketiga, serelah ia mengetahui adanya seorang principal dan menegur atau berhubungan langsung denqan principal itu, maka beralihlah perjanjian
160
yango telah dilakukan oleh principal maupun orang pihak ketiga beralihnya hak -hak dan kewajiban-kewajiban berdasarkan perjanjian itu, peralihan mana adalah menurut mereka lebih cepat dari yang terjadi akibat "assignment". Di Nederland lebih banyak dianut pendapat bahwa dalam hal tersebut ada dua perikatan yang parallel , sehingga agent belum juga terlepas dari tanggung-jawabnya sebagai pihak, kecuali kalau dapat dikonstruksikan adanya suatu pelepasan hak ("rechtsverwerking") (Lihat lagi : Mr. P. van Schilfgaarde, diatas, halaman 167). KESIMPULAN
Sebagaimana kita .Iihat , ada hubungan yang erat antara pemberian kuasa dan perwakilan. Pemberian kuasa adalah salah satu sumber perwakilan, dicarnpinq surnber-surnber lainnya, yaitu undang-undang dan juga perjanjian-perjanjian lain, misalnya perjanjian perburuhan. Kalau seorang pemilik toko menerima pelayan untuk bekerja di tokonya, itu mengandung pemberian kuasa untuk mewakilinya dalam melakukan penjualan-penjualan barang-barang yang berada ditokonya. Seorang pemegang hipotik pertama, yang atas nama si pemberi hipotik melelang rumah yang dibebani dengan hipotik, telah memperoleh kekuasaannya untuk mewakili pemilik rumah dalam menjual rumah tersebut, dari suatu ketentuan (klausula) dalam perjanjian-hipotiknya. Dan lain-lain sebaqainya . Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (K.U .H.D .) dikenal juru-kuasa -jurukuasa yang dinarnakan "makelar" dan "komisicner ". Seorang makelar lajimnya dikatakan melakukan perwakilan " langsung" , sedangkan seorang komisioner melaku kan perwakilan "taklangsung", dalam arti bahwa makelar itu terhadap pihak ketiga terang-terangan mengatakan bahwa ia
161
bertindak sebagai jurukuasa dan karenanya transaksi-transaksi nantinya dilakukan oleh pihak ketiga itu langsung dengan si pemberi kuasa sendiri, sedanqkan komisioner tidak memberitahukan bahwa ia dikuasakan oleh (dapat perintah dari) orang lain, sehingga transaksi-transaksi nantinya dilakukan atas namanya sendiri. Karena itu secara tepat Pitlo (dalam bukunya : "Het Verbintenissenrecht naar het Nederlands Burqerlijk Wetboek", jilid khusus, cetakan ke - enarn halaman 521) mengatakan, bahwa "perwakilan taklangsung" itu sebenarnya bukan' perwakilan, karena perwakilan menyangkut hubungan antara yang diwakili dari pihak ketiga.' Namun yang penting dalam hal pemberian kuasa itu adalah bahwa yang diurus oleh jurukuasa , itu adalah kepentingan si pemberi kuasa. Karena itu tepat pula pendapat Van Schilfgaarde (dalam bukunya.: "Toerekening van rechtshandelingen") bahwa perkataan "atas nama" dalam pasal 1792 yang memberikan definisi tentang pemberian kuasa : itu, sebaiknya dihapuskan saja. Atau dapat juga diambil rumusan seperti yarrq dipakai dalam hukum Angle Saxon sebagai syarat untuk "agency", yaitu : "atas nama ' atau r .atas tanggungan" ("on behalf or on account of"). Ada juga baiknya kalau dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata diadakan suatu bab tersendiri mengenai "perwakilan" itu, karena sekarang ada kesan bahwa dalam B.W. kita itu soal pemberian kuasa dan soal perwakila.i agak dicampur. Sebagaimana kita lihat, pemberian kuasa tidak selalu menimbulkan perwakilan, sedanqkan sebaliknya perwakilan itu bisa timbul dari perjanjian-perjanjian lain juga. o
162
Bab ke XV
PENANGGUNGANUTANG 1. DEFINISI DAN SIFAT-SIFAT PENANGGUNGAN.
Sebagaimana. diketahui, .seqala kebendaan seorang, baik yang bergerak maupun yang takbergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tang gungan untuk segala perikatannya perseorangan (lihat pasal 1131 B.W.) . Meskipun demikian, jaminan secara umum itu sering dirasakan kurang cukup dan kurang aman, karena selainnya bahwa kekayaan si berutang pada suat u waktu bisa habis, juga jaminan secara umum itu berlaku untuk semua kreditor, sehingga kalau ada banyak kreditor, ada kemungkinan beberapa orang dari mereka tidak lagi mendapat bagian.
163
PERJANJIAN "ACCESSOIR"
Oleh karena itu maka seringkali seorang kreditor minta diberikan jaininan khusus dan jaminan khusus ini bisa berupa jaminan kebendaan (hipotik, gadai, fiduciair) dan bisa juga berupa jaminan perorangan. Yang terakhir inilah yang dinamakan penanggungan utang ("borgtocht", "guaranty "). Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana se, orang pihak ketiga, guna kepentinqan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang, manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya . Demikianlah definisi yang diberikan oleh pasal 1820 tentang pen anggungan utang, • yanq sekarang akan kita bicarakan ini . Kalau dalam halnya hipotik, gadai dan fiduciair sudah diletak kan suatu ikatan kebendaan (kreditor memperoleh suat u hak atas berida-benda tertentu), maka dalam hal penanggungan ini baru tercipta suatu ikatan perorangan. Tiada penanggungan, jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah. Namun dapatlah seorang mengajukan diri sebagai penanggung untuk suatu perikatan, biarpun perikatan itu dapat dibatalkan dengan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya pribadi si berutang, misalnya dalam halnya kebelumdewasaan (pasaI1821). Ketentuan tersebut diatas menunjukkan bahwa penanqgungan itu adalah suatu "perjanjian eccessoir" seperti halnya dengan perjanjian hipotik dan pemberian gadai, yaitu bahwa eksistensi atau adanya penanggungan itu tergantung dari adanya suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian yanq pemenuhannya ditanggung atau dijamin dengan perjanjian penanqqunqan itu. Kemudian dapat kita lihat adanya kernunqkinan (artinya diperbolehkan) diadakannya suatu perjanjian penanggungan terhadap suatu perjanjian pokok , yang dapat dimintakan pembatalannya ("vernietigbaar", "voidable") misalnya suatu perjanjian (pokok) yang diadakan oleh seorang yang belum dewasa. Hal itu dapat diterima dengan pengertian, bahwa apabila perjanjian pokok itu dikemudian hari dibatalkan, maka perjanjiannya penanggungan juga ikut batal,
164
Seorang penanggung ("borg", guarantor") tidak dapat mengikatkan diri untuk lebih, maupun dengan syarat-syarat yang lebih berat dari pada perikatannya si berutang. Adapun penanggungan boleh diadakan untuk hanya sebagian saja .dari utangnya, atau dengan syarat-syarat yang kurang. Jika penanggungan diadakan untuk lebih dari utangnya, atau dengan syarat-syarat yang lebih berat, maka perikatan itu tidak samasekali batal, melainkan ia adalah sah hanya untuk apa yang diliputi oleh perikatannya pokok. Demikianlah bunyi pasal 1822. Apa yang ditetapkan itu hanyalah suatu konsekwensi yang logis lagi dari sifatnya penanggungan sebagai suatu perjanjian accessoir , sebagaimana diterangkan diatas. Perikatan-perikatan dalam su. atu perjanjian yang sifatnya"mengabdi" kepada suat u perjanjian pokok, tidak bisa melebihi perikatan-perikatan yang diterbitkan 'oleh perjanjian pokok itu . Seorang dapat mengajukan diri sebagai penanggung, dengan tidak telah diminta untuk itu oleh orang untuk siapa ia mengikatkan dirinya ,. bahkan diluar pengetahuan orang itu. Adalah diperbolehkan juga untuk menjadi penanqqunq tidak saja untuk siberutang-utama, tetapi juga untuk seorang penanggungnya oranq itu (pasal 1823). Karena penanggungan diadakan untuk kepentingan seorang kreditor dan merupakan suatu perjanjian antara kreditor itu dengan seorang pihak ketiga, maka bisa juga ia didakan tanpa permintaan debitor kepada orang ketiga ini, bahkan diluar pengetahuan debitor ·it u . Menurut ketentuan pasal tersebut, diperbolehkan bahwa seorang menanggung bukan bahwa si debitor memenuhi kewajibannya, tetapi bahwa seorang penariggung dari debitor tersebut memenuhi kewajibannya. Orang seperti itu dalam praktek dinamakan sub-penanggung ("sub-borg", "sub-guarantor") . Penanggungan utang tidak dipersangkakan, tetapiharus diadakan dengan pernyataan yang tegas; tidaklah diperbolehkan untuk memperluas penanggungan hingga melebihi ketentuan-ketentuan yang menjadi syarat sewaktu mengadakannya (pasal 1824). Ketentuan pasal ini (harus diadakan dengan pernyataan tegas) tidaklah mengandung arti bahwa penanggungan harus di-
165
11
1
adakan secara tertulis. la boleh diadakan secara lisan ; adalah menjadi beban bagi kreditor untuk membuktikan sampai dimana kesanggupan si penanggung. Kewajiban si penanggung tidak boleh diperluas hingga melebihi apa yang menjadi ke sanggupanannya. Penanggungan yang tidak terbatas untuk suatu perikatan pokok, meliputi segala akibat utangnya, bahkan terhitung biayabiaya gugatan yang diajukan terhadap si , berutang utama, dan terhitung pula segala biaya yang dikeluarkan setelah si penanggung diperingatkan tentang itu (pasal 1825). Dalam pasal ini disebutkan kewajiban yang secara maksimal dapat dipikulkan kepada seorang penanggung utang , yaitu : pernbayaran seluruh jumlah utangnya debitor ditambah (apabila sampai jadi perkara) dengan biaya perkara dan ditambah lagi dengan biaya peringatan si penanggung dan lain -lain biaya sampai saat , si penanggung itu memenuhi semua kewajibannya. Secara berkelebihan oleh pasal 1826 ditetapkan bahwa perikatan-perikatan para penanggung berpindah kepada para akhliwaris mereka . Seperti sudah kita ketahui, menurut asas hukum perwarisan,para akhliwaris itu mewarisi semua aktiva dan pasiva dari si meninggal. Kewajiban seorang penanqqunq untuk membayar utangnya seorang debitor termasuk pasiva dari si meninggal. Si berutang yang diwajibkan memberikan seorang penanqgung, harus mengajukan orang yang mempunyai kecakapan menurut hukum untuk mengikatkan dirinya, cukup mampu untuk memenuhi perikatannya dan berdiam diwilayah Indonesia (pasal 1827) . Syarat-syarat yang ditetapkan untuk seoran q penanggung yang harus diajukan oleh debitor itu, adalah wajar, karena kalau tidak dernikian, ada kemungkinan bahwa penanggungan itu tidak ada artinya. Apabila si penanggung yang telah diterima oleh si berpiutang secara sukarela atau atas putusan Hakim , kemudian menjadi takmampu, maka haruslah ditunjuk seorang penanggung baru (pasal 1829). Yang dimaksudkan adalah kalau seorang penanggung jatuh pailit. Sudah baranqtenru , kalau kepai 166
litan ini terjadi setelah penanggung tersebut oleh kreditor dituntut untuk memenuhi kewajibannya, maka itu adalah diluar tanggungan debitor dan juga tidak boleh Hakim memerintahkan pemberian seorang penanggung baru. Akhirnya pasal .1830 menetapkan bahwa barangsiapa oleh undang-undang atau karena suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, diwajibkan memberikan seorang penanggung, padahal ia tidak berhasil mendapatkannya , diperbolehkan sebagai gantinya memberikan jaminan berupa gadai atau hipotik , 2. AKIBAT-AKIBAT PENANGGUNGAN ANTARA KREDITOR DAN PENANGGUNG.
Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutanq, selainnya jika si berutang lalai, sedanqkan hartabenda si berutang irii harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya (pasal 1831). Jelaslah dari ketentuan tersebut, bahwa tanggung-jawab si penanqqunq . merupakan suatu "cadangan" dalam halnya harta-benda si debitor tidak mencukupi untuk melunasi utangnya , atau dalam halnya debitor itu sama-sekali tidak mernpunyai rharta-benda yang dapat disita. Kalau pendapatan lelang-sita atas harta-benda si debitor itu tidak mencukupi untuk melunasi utangnya, barulah tiba gilirannya untuk menyita harta-benda si penanggung. Tegasnya : apabila seorang penanggung dituntut untuk membayar utangnya debitor (yang ditanggung olehnya), ia berhak untuk menuntut supaya dilakukan lelang-sita lebih dahulu terhadap kekayaan debitor. Si penanggung tidak dapat menuntut supaya harta-benda si berutang lebih dahulu disita dan dilelang untuk melunasi utangnya, dalam hal : 1. apabila ia telah m elepaskan ' hak -ist imewanya untuk menuntut dilakukannya lelang-sita lebih dahulu atas hartabenda si berutang tersebut : 2 . apabila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sam., dengan si berutanq-utarna secara tanqqunq-rnenanqqunq ; dalam
167
M I NTA SUPAYA DEBITOR LEBIH DULU DILELANG SITA BARANGNYA
hal ini akibat-akibat perikatannya diatur menurut asas-asas yang ditetapkan untuk utang-utang tanggung-menanggung ; 3. jika si berutang dapat ~engajukan suatu tangkisan yang hanya rhengenai dirinya sendiri secara pribadi ; 4. jika si berutanq berada dalam keadaan pailit ; dan 5. dalam halnya penanggungan yang diperintahkan oleh Hakim. Demikianlah bunyi ketentuan pasal 1832. Dari ketentuan tersebut dapat kita ketahui 1. bahwa ada kemungkinan si penanggung melepaskan haknya untuk menuntut dilakukannya lelanq-sita lebih dahulu atas harta-benda si berutang-utama; pelepasan hak-istimewa itu dilakukan dalarn perjanjiannya penanggungan yang diadakan dengan kreditor, tetapi juga dapat dilakukan kemudian, baik dalam .suat u perjanjian lagi maupun dengan suatu pernyataan sepihak; . 2. bahwa ada kemungkinan si penanggung mengikatkan dirinya bersarna-sama (dalam satu perjanjian) dengan si berutang -utama secara tanggung-menanggung.Dalam hal yang demikian, ia dinamakan "penanggung solider" ("solidaire borq" atau "hoofdelijke borg").Keadaan yang seperti itu mernperkuat kedudukan kreditor, karer.a ia dapat menuntut baik debitor maupun penanggung masing -masing untuk seluruh utang , menurut kehendaknya ; 3. tangkisan yang hanya mengenai dirinya si berutang sendiri secara pribadi adalah rnisalnya kalau utang 'yang dituntut pembayarannya, yang telah ditanggung oleh si penanggung, dibuat oleh debitor dalam kedudukannya sebagai direktur sebuah p.t., sedanqkan p.t. tersebut sudah tidakada lagi; oleh si berutang diajukan tangkisan (eksepsi) supaya berhubung dengan tidak lagi dipegangnya .kedudukan tersebut, gugatan itu oleh Hakim dinyatakan tidak diterima. Jika tangkisan (eksepsi) itu diterirna, maka bagi kreditor sudah tidak ada jalan lagi untuk mendapat uanqnya kembali ; 4 . kalau si debitor jatuh pailir , ia tidak laqi, dapat digugat dimuka Pengadilan dan .tidak dapat dilakukan penyitaan lagi atas harta-bendanya ; 168
5. penanggungan yang diperintahkan oleh Hakim adalah misalnya penanggungan yang diperintahkan kepada seorang wali sebagai jaminan atas pengurusan harta-benda seorang anak yang belum dewasa. Si berpiutang tidak diwajibkan menyita dan menjual lebih dahulu harta-benda si berutang, selainnya apabila itu diminta oleh si penanggung pada waktu pertama kali dituntut dimuka Pengadilan (pasal 1833). Si penanggung yang menuntut supaya harta-benda si berutang lebih dahulu disita dan dilelang, diwajibkan menunjukkan kepada si berpiutang benda-benda si berutang, dan membayar lebih dahulu biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penyitaan serta pelelangan tersebut. Tak diperbolehkan ia menunjuk pada benda-benda yang sedang menjadi buah senqketa dimuka Hakim, maupun yang sudah dijadikan jaminan hipotik untuk utang yang bersangkutan atau yang sudah tidak lagi ditangannya si berutang, maupun pula benda-benda yanq terletak diluar wilayah Indonesia (pasal 1834)" Dari duapasal yang disebutkan diatas dapat kita lihat cara-cara yang harus ditempuh oleh seorang penanggung untuk melaksanakan hak istimewanya agar supaya lebih dahulu disita harta -benda si berutang. la harus memintanya pada waktu ia pertama kali dituntut dimuka Pengadilan, yaitu pada waktu ia menerima panggilan untuk menghadap dimuka Pengadilan atau didatangi seorang jurusita yang akan menyita harta-bendanya . Kesempatan untuk mengajukan perrnintaannya itu masih ada pada waktu ia pertama kali menghadap dimuka sidang Pengadilan dan mengajukan jawabannya atas surat gugatan. Selanjutnya ia diwajibkan menunjukkan harta-benda si berutang yang dapat disita, dengan pedoman yang diberikan oleh pasal 1834 itu . Apabila si penanggung, menurut pasal yang lalu, telah menunjukkan benda-benda si berutang dan telah mernbayar lebih dahulu uang yang diperlukan untuk penyitaan dan penjualan benda -benda itu, maka si berpiutang bertanggung-jawab terhadap si penanggung, hingga sejumlah harga benda-benda
169
MI NTA DIPECAHNYA UTANG
yang ditunjuk itu, tentang ketidak-rnampuan si berutang yanq, tanpa adanya tuntutan-tuntutan , terjadi sesudah itu (pasal 1835). Menurut ketentuan ini, apabila si penanggung sudah menunjukkan benda-benda kepunyaan si berutang dan sudah pula memberikan persekot biaya yang diperlukan untuk melakukan penyitaan dan pelelangan (penyitaan dan pelelangan itu yang harus melakukan adalah kreditor sendiri, artinya jurusita atas perrnintaan kreditor), maka si penanggung dibebaskan dari tanggungan tentang ketidak-mampuan si debitor yang terjadi sesudah itu . Misalnya kreditor tidak segera melakukan penyitaan, sehingga ada barang-barang yang sudah dijual oleh debitor; ini adalah kesalahan kreditor sendiri. Jika beberapa orang telah mengikatkan diri sebagai 'penanggung untuk seorang debitor yang sama, lagi pula untuk utang yang sama, maka masing-masing adalah terikat untuk seluruh utang itu (pasal 1836) . Namun itu masing -masing dari mereka, jika ia 'tidak -melepaskan hak-istimewanya untuk meminta pemecahan utancnya, pada pertama kalinya ia digugat dimuka Hakim, dapat menuntut supaya si beriputang lebih dahulu membagi piutangnya dan menguranginya sampai sebesar bagian masing-masing penanggung yang terikat secara sah. Jika pada waktu salah seorang penanggung menuntut pemecahan utartgnya, seorang atau beberapa orang penanggung lainnya berada dalam keadaan tak-mampu, maka si penanqqunq tersebut diwajibkan membayar untuk orang-orang yang tak-mampu itu menurut imbangan bagiannya; tetapi ia tidak bertanggung-jawab jika ketidakmampuan orang-orang itu terjadi setelah diadakan pemecahan utangnya (pasal 1837). . Dari dua pasal yang baru saja disebutkan itu, dapat diketahui bahwa disamping hak -istimewa untuk minta disitanya lebih dahulu harta-benda si debitor, disini ada hak-istimewa lain lagi, yaitu (dalam halnya ada beberapa penanqqunq untuk satu utang yang sama) untuk minta diadakannya pemecahan piutang, sehinqqa masinq -rnasinq menanggung sebagian saja. Saat untuk minta dilakukannya hak-istimewa ini adalah sama
170
dengan saat yang ditetapkan untuk -minta dilakukannya hakistimewa yang lainnya, yang sudah dibicarakan lebih dahulu. Apabila pada saat tersebut tidak diajukan permintaan untuk memecah (atau membagi) piu tang yang dituntut pembayaran- . nya itu, maka berlakulah ketentuan pasal 1836, yaitu masingmasing penanggung terikat untuk seluruh utang. Jika siberpiutang sendiri secara sukarela telah membagibagi tuntutannya, maka tak bolehlah ia menarik kembali pemecahan utang itu, biarpun beberapa orang diantara para . penanggung tidak mampu sebelum dibagi -baginya utang itu (pasal 1838) . Pasal ini kiranya sudah cukup jelas . 3. AKIBAT-AKIBAT PENANGGUNGAN A NTARA SI BERUTANG DAN SI PENANGGUNG DAN ANTARA PARA PENANGGUNG SENDIRI.
Si penanggung yang telah membayar, dapat menuntutnya kembali dari si berutang-utama, baik penanggungan itu telah diadakan dengan maupun tanpa pengetahuan si berutang utama. Penuntutan kembali ini dilakukan baik mengenai uanq-pokoknya maupun mengenai bunga serta biaya-biaya . Mengenai biaya-biaya ini si penanggung hanya dapat menuntutnya kemball , sekadar ia telah memberitahukan kepada si berutang-utama tentang tuntutan-tuntutan. yang ditujukan kepadanya, didalam waktu yang patut. Si penanggung ada juga mempunyai hak menuntut penggantian biaya , rugi dan bunga, jika ada alasan untuk itu (pasal 1839). Kemudian dikatakan oleh pasal 1840 : Si- penanggung yang telah membayar, menggantikan derni hukum segala hak si -berpiutang terhadap si berutang. Pergantian ini adalah apa yang dalam hukum perjanjian dinamakan "subrogasi" , dalam hal ini subrogasi menurut undang-undang, sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 1402 sub 3 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dengan demikian maka seorang penanggung yang telah membayar, mempunyai dua hak terhadap si berutang : pertama haknya send iri yang diberikan oleh pasal 1839 dan kedua hak 171
SUBROGASI
yang diperolehnya berdasarkan subrogasi menurut pasal: 1840 (dan pasal 1402 sub 3). Dalam prakteknya barangkali hak yang terakhir ini malahan lebih penting dari hak yang tersebut pertama (padahal ini yang asli) , karena hak yang diperoleh berdasarkan subrogasi itu mungkin ada jaminannya (hipotik, fiduciair, dsb,) yang ikut berpindah. kepada si penanggung , sedangkan haknya sendiri yang asli , yang diberikan oleh pasal 1839, harus dilakukan bersama-sama dengan kreditor-kreditor lain, sebagai tagihan kongkuren, terhadap si berutang yang sudah ternyata tidak mampu memenuhi kewajibannya. Jika beberapa orang berutanq-utama, yang bersama-sama memikul satu utang, masinq-masinq terikat untuk seluruh utang itu, maka seorang yang mengajukan diri sebagai penanggung untuk mereka kesemuanya, dapat menuntut kembali segala apa yang telah dibayarnya, dari masing-masing orang berutang tersebut (pasal 1841). Pasal ini memberikan hak kepada si penanqqunq untuk menuntut kembali apa yang telah dibayarnya dalam hal yang ditanggung adalah beberapa orang debitor yang bersarna-sama memikul satu utang secara tanggung-menanggung. Dalam pasal ini ditetapkan bahwa si penanggung dapat menuntut kembali apa yang telah dibayarnya, dari para debitor itu juga secara tanggung-menanggung, artinya : ia dapat menuntut masing-masing untuk mengembalikan seluruh jumlah yang telah dibayarnya. Dengan sendirinya disini juga ada subrogasi dalam segala haknya kreditor seperti yang telah diutarakan diatas. .Si penanggung yang sekali telah membayar utangnya, tidak dapat menuntutnya kembali dari si berutang-utama yang telah membayar untuk kedua kalinya, jika ia tidak telah mernberitahukan kepadanya tentang pembayaran yang telah dilakukannya; dengan tidak mengurangi haknya untuk menuntutnya kembali dari si berpiutang . Jika si penanggung telah membayar tanpa digugat untuk itu, sedangkan ia tidak memberitahukannya kepada si berutang-utama, maka ia tidak dapat menuntutnya kembali dari si berutang-utama ini, manakala si berutang, pada waktu .dilakukannya pembayaran, mempunyaialasan-
172
alasan untuk menuntut dinyatakannya batal utangnya; dengan tidak mengurangi tuntutan si penanggung terhadap si berpiutang (pasal 1842). Dari ketentuan-ketentuan tersebut diatas, dapat kita lihat, betapapentingnya bagi si penanggung untuk mernberitahukan kepada si berutang, tiap kali ia melakukan pembayaran kepada si berpiutang. Tidak memberitahukan itu dapat membawa akibat bahwa ia tidak dapat menuntut kembali dari si berutang apa yang sudah dikeluarkannya. Tentunya ini tidak mengurangi .haknya untuk berusaha mendapatkan uangnya kembali dari si berpiutang berdasarkan pernbayaran yang tidak diwajibkan (pasal 1359). Si penanggung dapat menuntut si berutang untuk diberikan ganti-rugi atau untuk dibebaskan dari perikatannya,bahkan sebelum ia membayar utangnya : 1. apabila ia digugat dimuka Hakim untuk membayar ; 2. apabila si berutang telah berjanji untuk membebaskannya dari penanggungannya didalam suatu waktu tertentu ; 3. apabila utangnya sudah dapat ditagih karena lewatnya jangka-waktu yang telah ditetapkan untuk pembayarannya ; 4. setelah lewatnya waktu sepuluh tahun jika perikatannya pokok tidak mengandung suatu janqka-waktu tertentu untuk pengakhirannya, kecuali apabilaperikatannya pokok sedemikian sifatnya, hingga ia tidak dapat diakhiri sebelum lewatnya suat u waktu tertentu, sepertinya suatu perwalian (pasal 1843). . Apa yang dimaksudkan oleh pasal ini sangat tidak jelas. Bagaimanakah si penanggung yang belum mengeluarkan sesuatu apa, sudah dapat menuntut penggantian kerugian? Bukankah ia baru dituntut untuk membayar. Juga diberikannya hak kepadanya untukmeminta kepada debitor supaya ia dibebaskan, adalah tidak tepat, karena debitor tidak mempunyai kekuasaan untuk memberikan pembebasan itu. Si penanggung telah mengikatkan diri terhadap si kreditor dan karena itu maka kreditor inilah orang yang dapat membebaskan si penanggung. Juga penulis Belanda Prof. Pitlo, terus terang rrienyatakan tidak dapat mengerti ketentuan tersebut ("Het Verbintenissenrecht 173
naar het Nederlands Burgerlijk Wetboek" jilid khusus, cetakan ke 6, 1974, halaman 552). Oleh karena itu maka sebaiknya pasal tersebut kit a anggap tidak tertulis saja , Kalau si penanggung sudah membayar sesuatu kepada kreditor dan kemudian si debitor jatuh pailit, itu ditampung oleh pasal 131 Undang-undang Kepailitan (Faillissementsverordening) yang memberikan hak kepada si penanggung untuk diterima dalam kepailitan itu untuk apa yang ia sudah membayar kepada kreditor itu dan selain dari itu, manakala si kreditor tidak datang menghadap, supaya si penanggung diperkenankan mewakilinya dalam penuntutan hak-haknya. Jika berbagai orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung untuk seorang berutang yang sarna, lagi pula untuk utang yang sama, maka si penanggung yang telah melunasi utangnya, dalam hal yang teratur dalam nomer 1 dari pasal yang lalu, begitu pula apabila si berutang telah dinyatakan pailit, mempunyai hak untuk menuntutnya kembali dari orang-or:ang penanggung yang lainnya, masing-masing untuk bagiannya. Ketentuan ayat kedua dari pasal 1293 adalah berlaku . dalam hal ini (pasal 1844) . Sebagaimana sudah kita lihat, berbagai orang yang bersama-sama menanggung satu utang yanq' sama dari seorang debitor yang sama pula, diperlakukan seperti orang-orang yang berutang secara tanggung-menanggung (pasal 1836), kecuali apabila mereka menggunakan hak-istimewa mereka untuk minta pernecahan utangnya (lihat pasal 1837) . Seorang penanggung yang tanpa menggunakan hak-istimewa tersebut, telah membayar seluruh jumlah utang, dapat menuntut dari kawan-kawan penanggungnya bagian 'masinq-masinq . dalam penanggungan tersebut . Apabila ada satu orang dari para kawan-penanggung itu jatuhpailit, bagiannya harus dipikul rata oleh semua kawan-penanggung . Inilah yang dimaksudkan oleh pasal 1293 (3) yangditunjuk itu.
174
4. HAPUSNYA PENANGGUNGAN.
Perikatan yang diterbitkan dari penanggungan hapus karena sebab -sebab yang sama, sebagaimana yang menyebabkan berakhirnya perikatan-perikatan lainnya (pasal 1845) . Adapun cara-cara berakhirnya perikatan-perikatan itu diatur dalam bab ke-empat dari Buku III B.W. (pasal 1381 dan selanjutnya). Percampuran yang terjadi diantara pribadinya si berutangutama dan pribadinya si penanggung utang, sekali-kali tidak mematikantuntutan hukum si berpiutang terhadap orang yang telah mengajukan diri sebagai penanggungnya si penanggung (pasal 1846). Denganpercampuran yang disebutkan itu hapuslah perikatan antara si berutanq-utarna dan . si penanggung, karena hak dan kewajiban kedua pihak berkumpul dalam satu tangan (misalnya si berutang menjadi waris tunggal dari si penanggung), tetapi kejadian itu tidak mempengaruhi kedudukan seoranq sub-penanggung; ia tetap dapat dituntut oleh kreditor untuk membayar utangnya debitor. Si penanggung dapat menggunakan terhadap si berpiutang segala tangkisan yang dapat dipakai oleh si berutang-utama clan merigenai utangnya yang ditanggung itu sendiri. Namun tak bolehlah ia mengajukan tangkisan-tangkisan yang khusus . hanya menqenai pribadinya si berutang (pasal 1847) . Yang dimaksudkan dengan tangkisan yanq khusus hanya mengenai pribadinya debitor adalah misalnya kalau debitor itu menqajukan hal bahwa utang itu telah dibuatnya dalam kedudukannya sebagai direktur sebuah p.t., tetapi kedudukan itu tidak lagi dimilikinya karena p.t. itu sudah tidak ada lagi. Si penanggung dibebaskan apabila ia, karena kesalahan si berpiutang, tidak lagi dapat menggantikan hak-haknya, hipotik-hipotiknya dan hak-hak istimewanya si berpiutang itu (pasal 1848). Misalnya kreditor membiarkan si debitor menjual barang-barangnya, sedangkan kreditor mempunyai hak-istimewa atas barang-barang itu. Dapat dimengerti bahwa hilangnya jaminan-jaminan atau hak-hak istimewa, akan sangat melemahkan kedudukan si penanggung dalam usahanya untuk mendapat-
175
kan uangnya kerribali dari si debitor , apabila ia sudah membayar utangnya nanti. Jika si berpiutang secara sukarela menerima suatu benda takbergerak maupun suatu benda lain sebagai pembayaran atas utang pokok, maka si penanggung dibebaskan karenanya, biarpun benda itu kemudian, karena suatu putusan Hakim, oleh si berpiutang harus ' diserahkan kepada seorang lain . (pasal 1849). Dengari diterimanya barang oleh kreditor sebagai pembayaran, utang sudah terbayar dan dengan itu selesailah kewajiban si penanggung. Bahwa dikemudian hari oleh putusan Hakim si kreditor dihukum untuk menyerahkan baranq terse but kepada seorang lain, itu adalah tanggungannya sendir;i. Suatu penundaan pernbayaran belaka yang oleh si berpiutang diberikan kepada si 'berutang, tidak membebaskan si penanggung utang; namun si penanggung ini dalam hal yang seperti itu, dapat menuntut si berutang dengan maksud untuk memaksanya untuk membayar utangnya atau mernbebaskan si penanggung dari penanggungannya (pasal 1850).
Bab ke XV I PERDAMAIAN ·
Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau menceqahtimbulnya suatu perkara. Perjanjian ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara tertulis (pasal 1851). Dalam perdamaian ini kedua belah pihak saling melepaskan sebagian tuntutan mereka, demi untuk .mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau untuk menc.egah timbulnya suatu perkara. la adalah suatu perjanjian "formal" karena ia tidak sah (dan karenanya tidak mengikat) kalau tidak diadakan 176
177
PERJANJIAN "FORMAL "HARUS TERTULIS
menurut suat u formalitas tertentu, yaitu ia harus dia da kan secara tertulis. Untuk mengadakan sua tu perdamaian ,diperlukan bahwa seorang mempunyai kekuasaan untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang termaksud dalam perdamaian it u . Wali-wali dan pengampu-pengampu tidak dapat mengadakan suatu perdamaian, selainnya jika mereka bertindak menurut ketentuan-ketentuan dari bab kelimabelas dan ketujuhbelas dari Buku I B.W. , Kepala-kepala Daerah yang bertindak sebagai demikian, beqitu pula lembaga -lembag a umum tidak dapat mengadakan sua tu perdamaian, selainn ya de ngan mengindahkan ketentuan ketent uan yang ditetapkan dalam perundang-undangan yang mengenai mereka (pasal 18 52). -Kala u yang di pertengkarkan itu adalah hak milik atas sua tu barang, maka hanyalah pemiliknya ya ng berwen ang mengadakan perdamaian . Namun apab ila sengketa itu mengenai leveransi barang-barang yang diperlukan untuk suatu perusahaan, , cukuplah yang mengadakan perdamaian itu pengurus peru sahaan ter sebut dan tidak usah pemilik perusahaan, , Wali dan pengampu harus mengindahkan ketentuanketentuan undang-undang men genai perwalia n dan pengampuan yang terdapat dalam Buku I B.W. Begitu pula Kepala Daerah dan penqurus lembaga um um haru s mengi ndahkan ke tentuanke te nt uan perunda ng-unda ngan ata u instruksi-instru ksi yang diadakan untuk mer eka. Tent ang kepentingan -kepentingan keperdataan yang terbit dari suat u keja hatan ata u pelanggaran , dapat diadakan perda maian . Perdamaian ini tidak seka li-kali menghalangi pihak Kejaksaan untu k me nu ntut perkaranya (pasa l 185 3 ). Tindak-pidana yang akibat keperdataannya seringkali diselesaikan dengan perdamaian ada lah tindak-pidana "penggelapan", dima na diadakan perdamaian an tara si pembuat dan perusahaannya untuk mengembalikan uang yang telah digelapkan . Atau juga pelanggara n lalu -lint as, d ima na seringkali diadakan perdamaian antara si pembuat da n piha k yang menderi ta 178
kerugian. Memanglah banyak tindak-pidana mempunyai segi ke perdataan, yang merupakan "perbuatan melanggar hukum" yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan, untuk menuntut penggantian kerugian. Bahwa segi keperdataannya itu diselesaikan dengan perdamaian, sudah barang-tentu tidak menutup atau mengurangi kekuasaan Penuntut Umum untuk menuntut si pembuat tindak-pidana dimuka Pengadilan. Setiap perdamaian hanya terbatas pada soal yang termaktub didalamnya; pelepasan segala hak dan tuntu tan yang dituliskan disitu harus diartikan sekadar hak-hak dan tuntutantuntutan itu ada hubungannya dengan perselisihan yang menjadi sebab diadakannya perdamaian te rsebut (pasal 1854) . Suatu perdamaian hanya mengakhiri perselisihan-perselisihan yang termaktub didalamnya , baik para pihak merumuskan maksud mereka dalam perkataan khusus atau umum, maupun maksud itu dapat d,isimpulkan sebagai akibat mutlak satu-satunya dari apa yang dituliskan (pasal 1855). Kedua pasal tersebut bermaksud untuk memperingatkan supaya berlakunya perdamaian tidak diperluas hingga melampaui batas-batas persoalan yang telah diselesaik an dengan mengadakan perdamaian tersebut, Untuk menqetahui batasbatas itu setepatnya, kita harus selalu berpangkal pada soal soal yang menjadi perselisihan, yang menyebabkarrdiadakan .. nya perdamaian itu . Sangat penting adalah apa yang dinyatakan dalam pasal 1858 , yaitu bahwa segala perdamaian mempunyai diantara para pihak suatu kekuatan seperti suatu putusan Hakim dalam tingkat yang penghabisan, dan bahwa tak da patlah perdamaian itu dibantah dengan alasan kekhilapan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu pihak dirugikan . Tegasnya, perdamaian itu mempunyai kekuatan yi:m'g sama dengan suatu putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap ("in kracht van gewijsde"). Dengan demikian perdamaian itu sudah dapat dilaksanakan atas perintah Hakim. 'Narnun itu suatu perdamaian dap at dib at alkan, apabila telah terjadi suatu kekhilapan mengenai oran gny a, atau menge-
179
SAMA DENGAN PUTUSAN PENGA DILAN TINGKAT TERAKHIR
PAS A L 130 H.I.R.
nai pokoknya perselisihan. la dapat dibatalkan dalam segala hal dimana telah .dilakukan penipuan atau paksaan (pasal 1859). Ketentuan ini adalah sesuai dengan asas-asas umum dalam hukum perjanjian. Kemudian dinyatakan oleh pasal 1861 . : Suatu perdamaian .yang diadakan atas dasar surat-surat yang kemudian dinyatakan palsu, adalah sarnasekali batal. Demikian pula adalah batal (rnenurut pasal 1862) suatu perdamaian mengenai suatu sengketa yang sudah diakhiri dengan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, namun tidak diketahui oleh para pihak atau salah satu dari mereka . Pasal 1862 itu seterusnya mengatakan : Jika putusan yang tidak diketahui oleh para pihak itu masih dapat dimintakan banding, maka perdamaiannya adalah sah. Dalam -.pada . itu hukum acara .yang berlaku dimuka Pengadilan Negeri, yaitu H.I.R. (dalam pasal 130) memberikan kesempatan kepada 'para pihak yang berperkara, pada permulaan pemeriksaan perkaranya, untuk mencapai perdamaian dimuka sidang Pengadilan. Dalam hal yang demikian, oleh . Pengadilan ak~n dibuatkan bagi mereka sebuah akte perdamai, an, dan selanjutnya Pengadilan akan menghukum para pihak untuk rnentaati perdamaian itu. Terhadap putusan yang derni kian tidak diperkenankan banding. Dengan perkataan lain : putusan terse but sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Bab ke XVII ARBITRASE
Yang dinamakan "arbitrase" ialah pernutusan suatu sengketa oleh seorang atau beberapa orang yanqditunjuk oleh para pihak yang bersengketa sendiri, di luar Hakim atau Pengadilan. Orang yang ditunjuk untuk memutusi sengketaini dinamakan "arbiter" atau "wasit". Dasar hukum bagi arbitrase tersebut adalah pasal-pasal 615 s/d 651 Reglament op de Burgerlijke Rechtsvordering (disingkat: RV), pasal-pasal mana dianggap masih berlaku sampai sekarang. Juga Undang-undang Mahkamah . Agung (UU No. 1 tahun 1950) menyebutkan ten~ang arbitrase (yang dinamakannya : "perwasitan") dan mengatur tentang acara dalam tingkat banding terhadap putusan-putusan wasit.
180
181
Putusan arbitrase atau wasit itu oleh undang-undang diberikan kekuatan yang sama dengan suatu putusan Badan Pengadilan dalam tingkat terakhir dan dapat langsung dijalankan (di-eksekusi) atas perintah Ketua Pengadilan Negeri. Jika arbitrase diadakan untuk satu kali saja, yait u u ntuk memutusi satu sengketa dan setelah itu dib ubarkan, maka arbitrase yang demikian itu dinamakan "arbitrase ad h oc" . Namun sekarang di hampir setiap negara terdapat suatu lemb aga yang menyelenggarakan arbitrase. Arbitrase yang diselenggarakan oleh lembaqa-lernbaqa semacam itu dinamakan arbitrase lembaga ("institutional arbitration") . Di Indonesia atas prakarsa Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, pada tanggal 3 Desember 1977 .telah didirikan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BAN!). Semua badanllembaga arbitrase masinq-rnasinq mempunyai anggaran dasarnya (statuta) dan menetapkan peraturan prosedur yang dipakai dalam arbitraseyang diselenggarakan. Menurut RV dasar pertama untuk suatu arbitrase ada lah .apa yang dinarnakan " persetujuan arbitrase " yaitu suatu persetuj ua n antara dua pih ak yang terlibat dalam sua t u sengketa untuk merigajukan sen gketa it u kepada pemutusan seorang atau suatu team ar biter. Dala m peristilahan RV pers etujuan te rsebut dinamakan "compromis" (pasal 6.15) . Kemu ngkinan ' k edua adalah ba hw a kedua piha k dalam suatu perjanjian atau k ontrak me ncantumkan su~tu ketentuan atau pasal yang menetapkan bah wa setiap p ers elisih an yang mungkin timbul da ri atau berhubu ngan de ngan perjanjian atau k ontrak it u, akan diajukan kepada arbitrase untuk diputus. Ketentuan atau pasal dalam perjanjian atau kontrak seperti itu dinamakan : klausula arpitrase ("arbitration clause " ). Menurut hukum Indonesia, pada hakekatnya tidak ada suatu perbedaan antara apa yang dinarnakan "persetu ju an arbitrase " dan apa yang dina makan "klausula arbit rase" itu . Kedua-duanya mempuny ai akibat hukum : 1.
182
2.
Bahwa persengketaan itu akan diperiksa dan diputus oleh seorang arbiter (wasit ) atau suatu t eam arb iter , seh ingga kedua pihak be rke wajiban untuk mernbantu tersele nggaranya arbitrase atau pe radilan wasit itu dan mentaati apa yang akan diputuskan.
Yang dapat diserahkan kepada arbiter atau wasit untuk diputus hanyalah hal -hal yang berada dalarn ke kuasaan bebas para pihak clan oleh pasal 616 RV dikatakan bahwa tidaklah diperbolehkan untuk mengadakan suat u persetujuan arbitrase mengenaisoal alimentasi (nafkah) , perceraian atau perpisahan meja clan tempat tidur, soal kedudukan hukum seseoran g atau pada umumnya mengenai senqket a-senq keta di mana ke tentu an hukum melarang diadakannya suatu perjan jian p er dam aian. Menurut pasa l 618 RV suatu persetujuan arbitrase ha rus diadakan sec ara tertuli s. Kar ena mengenai kla usuIa arbitra se tidak ada su atu keten tu an, maka, kare na hukum perj anjian ki ta menganut asas konsensualisme y an g pada asasnya tidak menuntut bentuk tertulis untuk suatu, perjanjian, klausula arbitrase itu dapat juga diadakan secara lisan apabila perjanjian induk (main contract) juga telah diadakan secara lisan . Bagi dunia perdaqanqan atau bisnis, penyelesaian sengketa lewat arbitrase atau perwasitan, mempunyai beberapa keuntungan, yaitu bahwa ia dilakukan : 1. dengan cepat, 2. oleh ahliahli yang dipilih sendiri oleh para pihak, dan 3 . di belakang pintu tertutup .
Bahwa persenqke taan yang te lah ti mbul atau yang aka n timbuI, tidak aka n diperiksa dan diputus oleh Pengadila n;
183
DAFTAR PERSOALAN/ ISTILAH MENURUT ABJAD
Halaman B
.f
A Abstrak
Accessoir .Aqen cy
Agraria Agree ment to sell
Ala m
Ale atory contra ct Angg aran Dasar Annuity
Arbit rase Association Asuransi Attorney
184
Halaman - Sistem - dalarn pemindahan hak rnilik 13 - Perjanjian - : perjanjian yang .mengabdi : pada suatu perjanjian lain 165 - Suatu lernbaqa yang sangat te rkenal dalarn hukum Anglo Saxon , yang mirip dengan pemberian kuasa/per158 .wakilan - Un dang -undang Pokok 10 - Perjanjian jual-beli menurut hukum Inggeris, dimana barangnya tidak 21 disera hkan seketikk' - Perik at an - : perikatan yang pelaksanaa nnya tidak dapat dituntut dimuka Pengadilan, tetapi jika secara suka rela dipenuhi , pembayaran ini tidak dap at dituntut kembali ; ba h . Belanda : " nat uurlijke verbintenis" 139 - (bah. In qqeris) : perjanjian untungu~tungan 132 - - dari suatu perkumpulan 89 - "Life-:- - " (bah. Inggeris) : bunqa caqak-hidup : bah. Belanda : "lijfrente" 133 - Pemutusan sengketa oleh orang yang ditunjuk sendiri (arbiter) 181 90 - (bah. Inggeris) : perkumpulan 134 - Pertanggungan; - jiwa - "Power of - " (bah. Inggeris) I Kekuasaa n yang diberikan kepada seorang ju ru k uasa ; "volmacht" 142
Badan hukum - Pemberian status sebagai Barter - Tukar-menukar Beban - Pernberian hibah dengan - Perjanjian jual- Beli - Penanggung-utang; bah. Inggeris : Borg "guarantor" - - cagak-hidup atau "lijfrente " Bunga --:- moratoir : bunga yang harus dibayar oleh seoranq debitor karena ia lalai (terlambat) membayar utangnya Biirgerliches - Kitab Undang-undang Hukum PerGesetzbuch data Jerman .(Barat )
90 35
97 1 165 133
130
8
C Cagak-hidup
- Perjanjian - . salah satu macam 133 perjanjian untung-untungan -- Sistem - dalam pemindahan hak Causal 12 milik 10 piutang atas nama Cessie - Pernindahan Civil Code of - Kitab Undanq-undanq Hukum 7 Japan Per data di Jepang Civil Code of - Kitab Undang-undang Hukum Per30, 154 . the Philippines data di Philipina Code Civil - Kitab Undang-undang Hukum 26 . Perdata Perancis Commodatum - Perjanjian pinjam-pakai dalam 119 Civil Code of the Philippines 90 - (bah. Inggeris) : perseroan dagang Company - Jual-beli denqan ' cicilan menurut Credit-sale 54 . hukum Inggeris Cuma-cuma - Perjanjian denqan - : juga dinamakan perjanjian sep ihak , yaitu perjanjian dimana ada prestasi
185
Halaman tanpa kontra-prestasi, misalnya penghibahan , pinjam-pakai
94, 118
D
Damai Defects Deliverable
. Deliver y Delivrance
Deposito E Ekspeditur
Essentialia Evicti on
- Perjanjian perdamaian - " Hidden ':" " (bah. Inggeris) ;.cacadcacad tersembunyi - " In a - state" (bah. Inggeris) dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada atau diambil oleh si pembeli - Penyerahan kekuasaan atas barangbarang yang telah dibeli - (bah . Perancis) : penyerahan ke kuasaan atas barang-barang yang telah dibeli - -- dengan bunga
177
186
Gadai Garnblinq : Gangguan
19 Gesamt-akt 22
23
Guarantor Guaranty
12 112
- Orang yang memberikan jasa perantaraan antara orang yang ingin mengirimkan barang dan seorang juru-pengangkut - Hal -hal yang pokok (unsur-unsur pokok) dari suatu perjanjian - (bah. Inggeris) : penghukuman kepa da seorang un tuk menyerahkan suat u benda kepada pihak ketiga
Suat u macam jarninan kebendaan yang diciptakan oleh praktek, di ma na barang jaminan tetap dikuasai oleh orang yang memberikan jaminan
- Jarninan barang bergerak - (bah. Inggeris) : Perjudian - - berupa tuntut3n . hukum dari . pihak ketiga - bertipa perbuatan-perbuatan physik - (bah. Jerman) : Perbuatan beberapa orang bersama-sama untuk men dirikan suatu perkumpulan - (bah. Inggeris) : penanggung utang atau "borg" (bah. Belanda) - (bah. Inggeris) : penanggungan utang atau "borgtocht" (bah. Belanda)
Hibah Hibah-wasiat
-
Hidden defects
-
Hipotik Hire-purchase Hire-purchase Act
.; -
70 2
17
164
138 42 42
90 164
164
H
Harga
F
Fiduciair
Halaman
G
J Jackpot Jual-beli
- beli. - sewa Pemberian diwaktu hidup Pemberian dalam surat wasiat atau testament yang baru mem-peroleh kekuatan apabila si pemberi meninggal (bah. Inggeris) : Cacad-cacad tersembunyi Jaminan benda takbergerak . Sewa-beli menurut hukum Inggeris Undang-undang yang mengatur tentang sewa -beli di Inggeris
20 41
94
95 19
30 55 55
- semacam permainan judi 138 - Perjanjian dimana satu pihak ber janji menyerahkan hak milik atas 187
Halaman suatu barang sedang pihak yang lainnya akan membayar harqanya 1 Judi - Per - an : semacam perjanjian untung-untungan 138 Juru-kuasa - Orang yang melakukan pengurusan kepentingan'oranglain 141,147 Juru-pengangkut -- Orang ¥ang pekerjaannya memberikan jasa mengangkut barang atau orang dari satu kelain tempat 70 K
Kauf .Kerja
- (bah. Jerman) : jual-beli - Perjanjian - ; perjanjian untuk melakukan pekerjaan Konosemen - Surat yang diberikan oleh seorang juru-pengangkut , berisikan pengakuan menerima barang-barang untuk diangkut dan kesanggupan untuk menerimakannya kepada seorang tertentu - Perjanjian - : Perjanjian yang Konsensual sudah sah (rneriqikat) sejak detik tercapainya sepakat tentang halhal yang pokok dari perjanjian tersebut Konsensualisme - Asas yang dianut oleh B.W . . bahwa perjanjian sudah sah (mengikat) pada detik tercapainya sepakat tentang - hal -hal yang pokok dari perjanjian yang bersangkutan Kuasa - Wewenang untuk melakukan sua tu perbuatan hukum untuk orang lain K.U.P. - Kantor Urusan Perumahan
188
1 57
73
Halaman
t,
Leasing
- Sewa-menyewa alat perusahaan
55
Levering
- (bah. Belanda): penyerahan hak milik atas suatu barang Life annuity - (bah . Inggeris) : bunga cagak-hidup atau "lijfrente" (bah . Belanda). Lijfrente - (bah. Belanda:) : bunga cagak-hidup; semacam perjanjian untung-un tungan Loan - (bah. Inggeris) : pinjarn Losmen - Tanggung-jawab seorang pengurus atas barang-barang kepunyaan tamu Lotere - Undian; salah satu perjanjian untung-untungan Louage - (bah. Perancis) : sewa M Main - Per - an judi; salah satu perjanjian untung-untungan - Bunga - : bunga yang harus di bayar oleh seorang debitor karena ia lalai (terlarnbat) membayar utangnya - (bah . Inggeris) : semacam hipotik dalam hukum Anglo Saxon . - Perjanjian pinjam-mengganti dalam Civil Code of the Philippines ; juga dinamakan : "simple loan :'
Moratoir
Mortqaqe 2 Mutuum
11
133
133 119
110
138 39
138
130 30
119
N
3
Notaris
- Akte
~
102
o 141 50
Obligatoir
-- Ivlengikat; memberikan hak dan meletakkan kewajiban . Perjanjian - : perjanjian yang hanya memberi kan hak dan meletakkan kewa189
Halaman jiban, artinya; belum memindahkan hak milik 11 - Hak opsi seorang penyewa 48 - Kalau suatu perjanjian berakhir secara otomatis (demi hukum), itu berarti bahwa ia berakhir tanpa memerlukan pemberitahuan penghentian 47
Opsi Otomatis
p
- Penyitaan yang dilakukan ole h orang yang menyewakan rumah atas baranq-baranq prabot-rumah .yang berada dirumah terse but 49 - Panitia untuk membantu Kantor Panitia SewaUrusan Perumahan (K .U.P.) dalarn menyewa menetapkan harga -sewa rumah 50 Pejabat Pembuat - Pejabat yang menurut P.P . 10/ Akte Tanah (disinq1961 berwenang membuat akte kat: P.P.A.T.) tentang ,perjanjian yang berrnaksud memindahkan hak milik atas 10 tanah - Perjanjian dengan mana seorang Pemberian kuasa memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk atas . namanya melakukan perbuatan-perbuatan hukum 140 Pemborongan-kerja - Salah satu macam perjanjian untuk melakukan pekerjaan 65 Pemecahan utang - Hak istimewa seorang penanggung utang untuk minta supaya (dalarn halnya ada beberapa orang penanggung) utangnya dipecah men jadi sekian bagian menurut .jumlahnya oranq penanggung 170 - Pemberian kuasa kepada seoranq - 142 Pengacara Pandbeslag
190
Pengangkutan Penghibahan Penginepan
Pengosongan
- Perjanjian - Perjanjian - Kewajiban seorang penguasa rumah penginepan terhadap barang-barang kepunyaan para tamu . - Penghentian sewa dan - rumah
Pengurusan Penitipan Perburuhan Perdamaian Perikatan alam
-
Perjudian
-
Perkumpulan
-
Pertaruhan
-
Perwakilan
-
Pinjam
-
Halaman 69 94
se~m
Pinjam Prabot rumah
- suatu persekutuan Perjanjian - barang Perjanjiar; kerja / - . Perjanjian Perikatan yang tidak dapat d~tuntut pelaksanaannya dimuka Pengadilan,tetapi kalau secara sukarela dipenuhi, tidak dapat diminta kembali pembayarannya Salah satu perjanjian untunguntungan Bentuk kerja-sama antara beberapa orang untuk mencapai tujuan yang tidak berupa mencari keuntungan Semacam perjanjian untung-untungan Adanya seorang melakukan perb';1atan-perbuatan hukum untuk orang lain. - pakai - meminjam
- Barang - barang untuk menghiasi sebuah rumah tinqqal ; orang yang menyewakan rumah mempunyai hak-utama untuk menyita barang-barang tersebut sebagai jaminan tunggakan uanq sewa
110 ~
81 108 59 177
139 .138
89 138
141 118 125
49
191
Halaman Pur ch ase
- " Hire '--- -" (bah. Inqqeris) : sewa . beli dalam hukum Inggeris
55
R Reklame
Repurchase
Risiko
Roulet
- Hak - : Hak seoran g penjual ba rang bergerak yang telah dijual tunai un t uk menuntut ke mba li baranq32 nya yang belum dibayar - (ba h . Ingge ris). : membeli kembali, dala m pe rjanjian jual-beli dengan ha k membeli kembali 30 - Kewajiban suat u pihak untuk memikul kerugia n akibat suatu pe ristiwa yang tak terduga , yang menimpa ba ran g yang menjad i obyeknya perjanjian 24,44,121 .c.. Sema cam perrnainan . judi ~38
Halaman Surat Ijin Penghuni - Surat ijin yang dikeluarkan (S .I.P.) oleh . Kantor Urusan Perumahan (K.U .P.) untuk menernpati rumah .50 Sub-borg - Seorang yang menanggung dipenuhinya kewaj iban seorang pe 16 5 nanggung , Subrogasi - Ha l bahwa seoranq yang mernba yar utangnya seo rang debitor , menqqantikan kedudukan kreditor te rhadap debi tor tersebut - Penggantian seorang jurukuasa oleh orang lain ya ng ditunjuknya
Substitusi
" - of ownership " (bah. 'In qqer is) pemindahan hak milik secara
11
Trust
- Suatu lembaga yang terkenal dalam Hukum Anglo Saxon, yaitu pengurusan harta-kekayaan untuk keuntunqan suatu pihak
Tukar-menukar
- Perjanjian
Sale
- (b ah . Ingger is) : jual at au jual-beli tunai dalam hu k um Inggeris 21 ,22,23 Sale of Goods - Undang-undang ya ng mengatur Act tentang jual-beli ' di Inggeris; 21 sering disingkat dengan " S.G .A." Sekestrasi · - Penitipan barang yang .dalarn 115 sen gket a 39 Sewa ~ Perjanjian sew a -menye wa Sewa-beli - Perjanjian " hu urkoop" (bah. Belanda) , "hire-purchase " (bah . 51 Inggeris) loan (bah. Inggeris) : se mac a m perj an Simple jian pinjam-mengganti ; jug a dina119 makan " m u t uu m" Statuta - Reglemen atau Anggaran Dasar 89 suatu perkumpulan
192
147
T Transfer
yurid ~
s
171
~ti~
"barter"
1~
". ; juga
dinamakan
35
U Ulang-sewa
- Seorang penyewa yang me nyewa kan lagi barang yang disewan ya 46 - Bunga menurut 129 Undang-undang Undian - Undian ata u lotere yang diadakan oleh instansi resmi atau badan : 138 am al 132 Untung-untungan - Perjanjian -
193
Lampiran
Halaman
v Vente Verein Vereniging Vestigingsbesluit (disinqkat : V .B.) Volmacht
-r-
-
2 (bah. Perancis) : jual atau jual-beli 90 perkumpulan (bah. Jerman) (bah. Belanda) : perkumpulan 90 Surat ijin penghuni (disinqkat : 49 S.I.P.) (bah. Belanda) : Kekuasaan yang diberikan kepada seorang jurukuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum atas nama 142 si pemberi kuasa.
W
Wali
_. Seorang - tidak boleh menerima 101 hibah Warranty .- (bah. lnggeris): kewajiban me17 nanggung Wasiat - Hibah .- : Pemberian dalam surat wasyat atau testament, yang baru mengikat kalau si pemberi sudah 101 meninggal Woeker-ordonnantie - Undang-undang untuk memberantas penghisapan ("woeker ") 130 Z
Zakelijke overeenkomst
hukum Belanda -- Para sarjana .menqkonstruksikan "levering " se-: bagai . suatu "zakelijke .o vereen .komst", yaitu suatu persetujuan yang . khusus diadakan unt uk inengalihkan hak milik
11
YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG
A.
JUAL-BELI.
1. Penyet oran uang harga-pembelian kepada suatu Bank belu m berarti bahwa pabrik yang dibeli seketika rnenjadi milik si pembeli. MA 8 - 6 - 1963 No . )01 K/Sip1l963
2. Seorang pembeli suatu partij. besi, yang menerima kembali uang voorschot tanpa protes selama 10 bulan, harus dianggap menyetujui pembatalan persetujuan jual-beli. M.A. 13 -7 -1963 No. 150 K/Sip/1963 3. Menurut hukum, tergugat dalam kasasisebagai pembeli dalam penjualan lelang executie bij voorraad harus dilindungi. M.A. 24 - 4 - 1969 No. 323 K/Sip1l968 4.a. Sesuai dengan asas kebebasan membuat kontrak yang dianut oleh Buku III dari KUH Perdata Indonesia, maka suatu akta jual-beli yang di dalamnya memuatketentuan bahwa "jual-beli ini berikut dengan beban hipotik" adalah tidak bertentangan .dengan hukum. b . Pembeli persil bekas eigendom yang mendasarkan diri pada keterangan dari Kantor Kadaster yang berwenang mengenai keadaan persil yang akan dibelinya, dianggap sebagai pembeli beritikad baik. c. Tidaklah bertentangan dengan hukum bila yang dikuasakan untuk menjual, membeli ssndiri barang yang bersangkutan, asal dalam hal ini ia tidak berbuat bsrtentanqan dengan kepentingan principalnya. MA 17 ·9· 1975 No . 337 K/Sip1l974 5. Ketentuan dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tidak bermaksud untuk rnenqesarnpinqkan pasal-pasal
194 .
195
dari KUH Perdata atau ketentuan-ketentuan hukum tidak ter tulis mengenai jual-beli. M.A. 27 - 5 -1972 No:1363 K/Sip/1971
11, Semenjak akte jual-beli ditanda-tangani di hadapan Penjabat Pembuat Akte Tanah, hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli. MA 14 - 4 - 1980 No. 992 K/Sip/1979
6. Dalam penyesuaian jumlah uang yang harus dibayarkan akibat terjadinya perubahan dalam nilai uang, risiko atas perubahan nilai uang itu harus dibebankan kepada pihak yang salah, yaitu yang telah. secara sepihak membatalkan pembelian rumah oleh penggugat, yang telah dilunasi 5 tahun yang lalu. MA 17 - 7 - 1971 No. 208 K/Sip/1971
12 . Dengan telah : terjadinya jual-beli antara penjual dan pembeli yang diketahui oleh Kepala Kampung yang bersangkutan dan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi serta diterimanya harga pembelian oleh penjual,maka jual-beli itu sudah sah menurut hukum, sekalipun belum dilaksanakan di hadapan Penjabat Pembuat Akte Tanah.
7. Dalam jual- beli tidak ada persoalan bunga; maka tuntutan penggugat mengenai 6 persen sebulan karena keterlambatan pembayaran oleh tergugat selaku pembeli, tidak dapat dikabulkan . MA 16 - 10 - 1975 No, 1061 K/Sip/1973 8 . a. Obyek jual-beli, dalam hal ini kendaraan bermotor, yang ternyata berasal dari kejahatan, dikategorikan barang yang mengand ung cacad yang tersembunyi, yang menyebabkan pihak pembelinyatidak dapat menikmatinya dengan aman serta tenteram. b. .Menurut hukum, pihak penjual bertanggung-jawab atas adanya cacad yang tersembunyi pada barang yang dijualnya . c. Berdasarkan kewajibannya untuk bertanggung-jawab atas adanya cacad yang tersembunyi pada barang yang dijualnya, maka penjual, yang dalam hal ternyata adanya cacad termaksud, tidak mengganti barang yang mengandung cacad semacam itu, baik dengan barang yang lain yang serupa ataupun dalam bentuk uang sebe sar harga barang yang bersangkutan, melakukan ingkar-janji. MA 6 -10 -1976 No. 319 K/Sip/1974 9 . Untuk sahnya jual-beli tanah; tidak mutlak harus dengan akte yang dibuat oleh clan di hadapan Penjabat Pembuat Akte Tanah . Akte Penjabat ini hanyalah suatu alat-bukti. MA ':l -4 - 1978 No. 126 K/Sip/1976 10 . Jual-beli rumah dianggap meliputi juga pemindahan hak sewa/hak pemakaian tanah di atas mana rumah itu berdiri. MA 1 ·5 - 1979 No. 521 K/Sip/1975
196
MA 22 - 7 - 1980 No. 665 K/Sip/1979
'.
13. Jual-beli tanah/rumah tersebut tidak mungkin sah, karena ternyata dari kesaksian kuasa penjual sendiri para tergugatasal bukan pembeli yang sebenarnya, melainkan hanya dipinjam namanya saja , -sedan q pembeli yang sebenarnya adalah penggugatasal yang pada waktu itu masih seorang warga negara asing. Dengan demikian maka perjanjian jual-beli tersebut mengandung suatu sebab yang dilarang oleh undang-undang, yaitu ingin menyelundupi ketentuan larangan tersebut dalam pasal 5 jo 21 Undang. , . undang Pokok Agraria. MA 25 - 9·1980 No. 147 K/Sip/1979 14 . Jual-beli saham termaksud adalah bersyarat, sebab digantungkan pada pesetujuan Menteri; karena persetujuan ini belum ada, maka menurut hukum perjanjian tersebut belum ada. MA 7 - 4 - 1981 No. 556 K/Sip/1979
B.
SEWA-MENYEWA.
1. Menurut pasal 1556 B.W. seorang penyewa persil yang dalam memakai persil itu diganggu oleh seoranq ketiga, tidak berkewajiban untuk menuntut juga pihak yang menyewakan bersama- . sama dengan yang mengganggu. MA 13 - 10 . 1954 No. 136 K/Sip/1952 2. Menurut pasal 1579 BW. hubungan sewa-menyewa suatu pekarangan tidak dapat dihentikan dengan alasan pekarang-
197
annya akan dipakai sendiri oleh pihak yang menyewakan, kecuali apabila pada waktu membentuk persetujuan sewa-menyewa ini diperjanjikan diperbolehkan , MA ,10 - 1 - 1957 No . 32 K/Sip1l954 3., Apabila sudah terang, bahwa persewaan sebidang ,tanah dihentikan dan sejak waktu itu pernilik menyewakan tanah itu kepada penyewa baru, maka si penyewa baru ini dapat langsung menuntut si penyewa lama untuk mengosongkan tanah itu . Pasal 1558 B.w, tidak merupakan.halangan untuk penuntutan itu. MA 12 - 6 -1957 No. 81 K/Sip/1956 4. Pemberitahuan isi surat-gugat kepada tergugat untuk rnenqusir si penyewa, dapat dipandang sebagai penghentian sewa. M.A.6 -8 -1957 No. 83 K/Sip1l955 5. Pasal 1553 B.W. menentukan, kalau barang yang disewa musnah dari sebab suatu keadaan yang tidak dapat dipertanggung[awabkan kepada salah satu pihak, maka perjanjian sewa-menyewa dengan sendirinya batal. Perkataan "musnah" ini harus ditafsirkan sedemikian rupa, bahwa barang itu tidak usah samasekali musnah, melainkan sudah cukup apabila barang itu rusak sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dipergunakan. , MA 5 - 9 - 1959 No . 287 K/Sip1l959 6 . Perjanjian sewa-menyewa sebidang tanah bertahan terus, meskipun pemilik tanah menjualnya kepada orang lain . MA 19 -10 -1960 No. 313 K/Sip/1960 C.
PERJANJIAN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN .
1. Perselisihan perburuhan berada di luar linqkunqan Peradilan biasa. MA 9 - 6 - 1952 No . 37 K/Sip1l952 2. ' Hak seorang buruh-wanita untuk mendapat istirahat hamil bukanlah hak-mutlak , melainkan dapat saja di-elakkan oleh majikan dengan memberhentikan buruh-wanita itu, karena seorang majikan yang berbuat demikian sudah terkena suatu hukuman khusns yang oleh undang-undang diancamkan terhadap pemberhentian tanpa alasan yang mendadak. M.A. 11 - 11 . 1959 No. 308 K/Sip/1959 E.
PERJANJIAN KERJA-SAMA/PERSEKUTUAN.
a. Perjanjian kerja-sama tidaklah terikat pada suatu bentuk tertentu. b. Keuntungan yang diperoleh dan rugi yang diderita oleh suatu usaha bersama menjadi hak ataupun kewajiban bersama dari pihak-pihak yang mengadakan usaha bersama itu. c. Dalam suatu perusahaan, sebelum dapat dinyatakan adanya kerugian, terlebih dahulu harus dibaut neraca untung dan rugi yang disahkan oleh kedua belah 'pihak tersebut. . d. Terdapatnya tindakan yang keliru yanq dilakukan oleh seorang pesero dalam suatu usaha bersama y,ang merugikan perusahaan ataupun pesero, tidak rnerupakan penggelapan ataupun kejahatan lain dari pesero yang bersangkutan . MA 31 -12 · 1973 No. 1160 K/Sip/1972
SEWA·BELI.
Putusan Pengadilan Tinggi bahwa menurut isi perjanjian sewabeli risiko atas hilangnya barang karena keadaan memaksa (overmacht) dipikul oleh si penyewa-pembeli, adalah -mengenai suatu kenyataan (feitelijkheid), maka keberatan pemohon kasasi tentang ha! ini tidak dapat dipertimbangkan oleh Hakim-kasasi. MA 16 - 12 - 1957 No. 15 K/Sip/1957
198
D.
F.
PENGHIBAHAN.
1. Yang menurut pasal 1687 B.W. tidak diperlukan suatu akte notaris, ialah penqhibahan segala barang bergerak, dengan tiada batasnya, jadi tidak hanya meliputi pemberian kecil-kecilan saja, melainkan juga meliputi barang-barang yang tinggi harganya . MA 14 - 11 - 1956 No . 207 K/Sip/1955
199
2. a. Meskipun seorang berstatus W.N.1., tetapi karena ia kawin dengan suaminya W.N.A., berdasarkan hukum yang berlaku untuk suaminya yaitu Hukum Barat dan ia hidup dalam lingkungan hukum suaminya, maka terhadapnya berlaku Hukum Barat. b. Sehenkinglhibah adalah sah mengenai barang-barang bergerak yang harganya tidak berkelebihan dan yang sesuai dengan kemampuan si pemberi hadiah. MA 14 - 11 . 1956 No. 207 K/Sip/l955
H.
PINJAM-PA KAI.
Untuk..meminjamkan suatu rumah, orang tidak perlu pemil ; -, dari rumah itu, tetapi ia barn dapat meminjamkan' rumah "it u ana bila ia sendiri memakai rumah tersebut . M.A.7 - 5 - 1958 No . 129 K/Sip/1957 L
PIN~AM-ME~INJ-M1
tidak sah. MA 14 - 7 - 1976 No. 388 K/Sip/l974
1. a. Apabila dalarn hal "pinjam-rneminjam -oleh kedua belah pibak telah 'diperjanjikan mengerun upah penaaihan ("ineassocommissie"), biaya ·pengacara. dapat dianggap sudah termasuk di dalamnya , b. Apabila. dalam hal pinjarr-meminjam telah diperjanjikan bun(}a 20 persen, maka tuntutan akan pembayaran bunga sejumlah itu patut diY..abulkan. M.A. 7 ··7 . 1971No. 34Q'K/Sip/1971
4. Barang yang dihibahkan oleh suami kepada isteri, selama tetap ada dalam lingkungan keluarga, tetap merupakan harta keluarga yang dapat dimanfa'atkan untuk kepentingan hidup
2.. Besarot'a. suku-bunga pinjaman, adalah sebaqaimana yang telah di»e!janjikan. M.A.22 . 7 1972 No. 289 K/Sip/1972
3. a. Dalam akte kuasa untuk melakukan hibah harus dicantumkan .pihak yang akan menerima hibah itu. b. Hibah yang terjadi atas dasar akte kuasa untuk melakukan hibah yang tidak mencantumkan nama serta identitas lainnya dad pihak yang harus menerima hibah yang bersangkutan, adalah
.
bersama. MA 9 ·8- 1979 No. 1380 K/Sip/1975 5. Hibah dari suami kepada isteri mengenai barang asal tidak dapat disahkan, karena ahliwaris suami tersebut menjadi kehilangan hak warisnya. MA 19·5 -1981 No. 562 K/Sip/1979
G.
PENITIPAN BARANG.
1. Suatu tuntutan supaya barang-barang yang dititipkan dikembalikan dan, apabila barang·barangnya tidak ada lagi, supaya harganya diganti, merupakan suatu tuntutan yang sama sekali tidak ganjil d~n oleh sebab itu harus dapat diterima. MA 12 - 6 -1957 No. 117 K/Sip/1956 2. Terhadap uang titipan tidak dapat dikenakan bunga. MA 13 ·8 - 1973 No. 382 K/Sip/1973
200
3 . Bun9a '}tang, diperjanjikan sebesar 20 persen sebulan, . Atas pertimbangan pen kemanusiaan clan keadilan, bunga yang dikabullcan adalah 3 persen sebulan, sesuai dengan bunga pinjarnan pada Bank-bank Nll9ara pada saat perjanjian dilangsungkan.. M~A. 14 · 10 -1916 No. 1253 K/Sip/1973 4 . Karena pada hakekatnya yang diminta bukan bunoa, me1ainkan ganti-rugi, maka yudex facti tidak terikat pada yurlllprudensi tentang bunga 6 persen setahun. MA. 9 - 4 - 1981 No. 1477 KlSip/1980
J.
PEMBERIAN KUASA.
1. Dimana dalamUnciang-undang dikehendakisurat kuasa kh usus, surat ini padaumumnya selalu dapa t diqanti dengan surat kuasa notariil yang mengenai seluruh ,perbuatan-hukum. M.A. 6 - 8 - 1957 No. 83 K/Sip/ 1955
201
2. Apabila pemberi kuasaumumtelah menyetujtiisuatu atau beberapa tindakan yang dilakukan oleh penerima kuasa yang sek.aJipununtuk melak.ukan perbuatan-perbuatan termaksud tidak , menerima kuasa khusus dari pemberi kuasa yang lain daripada per buatan yang dapat dianggap termasuk pemberian kuasa umum kepadanya, adalah sah pula. M.A. 6 - 8 - 1973 No. 445 K/Sip/1973 ~ ~. .
. 3. ' ;I$etentuan-ketentuan dalam r p asal 1813 KUH Perdata tigak .bersifat limitatip, juga tidak mengikat, yaitu kalau sifat.dari perjanjian memang menghendakinya maka dapat ditentukan bahwa pemberian kuasa tidak dapat dicabut kembali. Hal ini dimungkinkan karena pada umurnnya pasal-pasal dari Hukum Perjanjian bersifCl;~ hukum yang mengatur. Mengenai pemberian kuasa yang tidak dapatdicabut clan juga tidak batal karena meniggalnya pemberi kuasa, di Indonesia merupakan suatu bestendigen gebruikelijk bedinq,: sehingga tidak bertentangan dengan undang-undang yaitu pasal 1339 dan pasal 1347 dst. KUH Perdata. MA. 21 - 12 -1976 No. 731 K/Sip/1975 . 4. a. Suatu surat kuasa khusus di mana penerima kuasa semula te1ah memberi kuasa kepada pemberi kuasa semula guna menyelesaikan sendiri masalah yang merupakan obyek pemberian kuasa semula, merupakan pembebasan diri dari kewajiban (last) dari perjanjian pemberian kuasa semula antara kedua belah pihak., karena perbuatan tersebut telah memutuskan (opgezeqd) perjanjian penquasaan itu seperti tersimpul dalam maksud pasal 1817 dan 1813 B".W . b. Suatu gugatan yang diajukan atas dasar suatu perjanjian pemberian kuasa yang ternyata telah diputuskan (opgezegd), lagi pula belum pernah dilaksanak.an dengan secara itikad baik oleh penerirna kuasa, harus dinyatakan tidak diterima, karena tidak beralasan. M.A. 18 - 6 - 1973 No. 147 K/Sip/1973
202
• K.
PENANGGUNGAN UTANG.
.~
~
., Penguriis P.T. yang menjaminkan harta pribadinya yang t ertent u urituk pelaksanaan suatu perjanjian yang dibuatnya atas nama P.T. itu, dalam hal P.T. tidak melaksanakan perjanjian (wanprestasi), oleh pihak lawan .hanya dapat ditun tut mengenai harta yang dijaminkannya-sedanq untuk selebihnya harus dituntut P.T.nya. M.A. 3 ·10 -1973No . 436 KlSip/1973 L.
PERDAMAIAN
.. 1. a. Persetujuan perdamaian {dadinq) menurut pasal 1851 B.W. adalah suatu persetujuan untuk menghentikan suatu "perkara perdata" yang sedang diperiksa oleh Pengadilan atau yang akan diajukan ke muka Pengadilan dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang. Karena in casu sewaktu diadakan perjanjian perdamaian di depan Notaris, perselisihan kedua pihak baru dalam taraf pemeriksaan di depan Polisi, maka perjanjian perdamaian tersebut tidak sah . b. "Dading" yang isiIiya mengenai penggunaan nama orang, adalah bertentangan dengan pasaI1851 ayat 1 B.W ., karena menurut ketentuanini "dading" hanya dapatmeliputi'hal-hal yang ada dalam kekuasaan masing-masing pihak., sedangkan hal merubah/melarangmemakai sesuatu nama adalah wewenang Presiden . Republik Indonesia. M.A. 7 .- 7 - 1962 No. 169 K/Sip/1962
2.
Suatu perrnufakatan yang menyangkut harus adanya izin dari Bupati setempat dan temyata tidak mendapatkan izinnya, maka permufakatan tadi menjadi batal. M.A. 28 -1·1976 No . 542 K/Sip/1973 M.
ARBITRASE.
1. Menurut pasal 108 (2) Undang-undang Mahkamah Agung, dari putusan pani tia arbitr ase dapat dimintakan banding
203
kepada Mahkamah Aqung, tetapi kemungkinan mintabanding ini dapat ditiadakan oleh kedua belah pihak dalam perjanjian arbitrase . M.A.20 -,I - 1960 10 K/Sip/1960
!'loo
2. Dalam ha! ada perkara arbitrase antara kedua belah pihak., maka pencabutan gugat yang sama oleh penggUgat di ~pan Pengadilan N99£lri terhadaptergugat, tidak berarti bahwa perkara . arbitrase juga gugur : MA 10 - 7 - 1971 No. 492 K/Sip/1970
204