Volume XlV, No. 1- Juli 2014
KAJIAN HUKUM TERHADAP PEMILU DAN DEMOKRASI Desain Penyelesaian Sengketa Pemilu di Indonesia DwiPutra Nugraha (FH UPH, Karawaci) UNCLOS Sebagai Salah Satu Sumber Materi Program Kampanye Capre5-Cawapres yang Demokratis
Tommy Hendra Purwaka (FH Unika Atmajaya, Jakarta)
sistem Pemilihan Umum Kepala Daerah pada Daerah dengan Otonomi Khusus di lndonesia Andrew Setiawan Ngongo Kette (Magister llmu Hukum Undana, Kupang)
Mencermati Perkembangan Pilpres 2019 Pas(a Putusan Mahkamah Konstitusi Afdhal Mahatta (StafAhli Komisi lll DPR, Rl) Fungsi Pengawasan Parlemen Indonesia: Prospekdan Tantangan Masnur Marzuki (FH Universitas lslam Indonesia, Yogyakarta) Negara Kebangsaan Indonesia Konstrukri Dialektika Komunikasi Politik Emrus 5ihombing (Fl5lP LJPtl, Karawaci)
Republik Kelima dan Munculnya Semi-Presidensialisme di Peran
Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas dalam Transaksi Backdoor Listing Melalui Akusisi di Indonesia Velliana Tanava & Daniel Andreas Soetandi (FH UPH, Karawaci)
& UPH l:ii}*'#*'lla Laut Reuicw
Vol.
xtv
No.
I
HaraPan
Hal.
1-132
Tangerang
Juli20l4
rssN 1412 - 2561
Law Reuiew ISSN :7412 -2561 "Law Review" adalah Jurnal llmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, didirikan tahun 2001, terbit pertama kali bulan Juli 2001 dan terbit secara berkala 3 (tiga) kali dalam satu tahun yaitu pada bulan Juli, November dan Maret. Penggunaan nama "Law Review" (dalam Bahasa Inggris) untuk tnenyesuaikan dengan Visi dan Misi UPH sebagai Global Practice Campus. Kata "Law Review" secara etimologi dari Bahasa Inggris, law artinya hukum dan revieu' artinya tinjauan. Law Review merupakan tinjauan/kajian hukum sebagai wadah informasi ilmiah dibidang hukum yaitu berupa hasil karya penelitian ilmiah, dan atau tulisan ilmiah hukum (berbentuk kajian)
SUSUNAN PBNGURUS PENANGGUNG JAWAB Prof. Dr. Bintan R. Saragih, SH (Dekan Fakultas Hukum UPH)
PIMPINAN REDAKSI jur. Dr. Udin Silatahi, SH., LL,M DEWAN REDAKSI Dr. Jonker Sihombing, SH., MH.,MA. Dr. Jamin Ginting, SH., MH. Dr. Agus Budianto, SH., MHum. Dr. Meray Hendrik Mezak, SH., MH. Dr. Vincensia Esti P.S., SH., M.Hum. Dr. Christine Susanti, SH., M.Hum. Susi Susantijo, SH., LL.M Jessica Los Banos, LLB., MTM., MBA. Jamie Jolene Williams, JD Velliana Tanaya, SH., MH.
.
SEKRETARIS REDAKSI Gwendolyn Ingnd Utama, SH., MH
TATA USAHA DAN BENDAHARA Theresia Rini Stiani, SE
ALAMAT REDAKSI Universitas Pelita HaraPan Sekretariat Fakultas Hukum, Gedung DLantai4 Jl. M.H. Thamrin Boulevard 1100 Tangerang 15811, Banten - Indonesia Telp.(021) 5460901 ; Fax (021) 5460910 ojs.uPh.edu
Email :
[email protected]
REWEW Vol. XIV, No. 1 - Juli 2014
1..414/
ISSN zl42-2561
DAFTAR ISI Halaman 22
Desain Penyelesaian Sengketa Pemilu di Indonesia Dwi Putra Nugraha ( FH UPH, Karawaci)
IjNCLOS Sebagai salah satu sumber Materi Program Kampanye
23-34
Capres-Cawapres Yang Demokratis Tommy Hendra Purwaka (FH Unika Atmajaya, Jakarta) Sistem Pemilihan Umum Kepala Daerah pada Daerah dengan Otonomi Khusus di Indonesia Andrew Setiawan Ngongo Kette (Magister Ilmu Hukum Undana, Kupang)
Mencermati Perkembangan Pitpres 2019 Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Afdhat Mahatta (Staf Ahli Komisi III DPR, RI) Fungsi Pengarvasan Parlemen Indonesia: Prospek dan Tantangan Masiur trlarzutci (FH Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta)
Negara Kebangsaan Indonesia Konstruksi Dialektika Komunikasi Politik
35-48 49,64 65-78 79-96
Emrus Sihombing (FISIP UPH, Karawaci)
Republik Kelima dan Munculnya Semi-Presidensialisme di Perancis Rolerus Robert (FIS Universltas Negeri Jakarta Jakarta) Pertindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas dalam Transaksi Backdoor Lisiittg Melalui Akuisisi di Indonesia Velliana Tanaya-&Daniel Andreas Soetandi (FH UPH, Karawaci)
97 - ll2 113
-
132
THE CONTENT OF THIS PUBLICATION IS THE SOLE RESPONSIBILITY OF THE R&SPECTWE AUTHORS AND SIIOULD IN NO WAY BE TAKEN TO REFLECT THE VIEWS OF LAW REVIEW AI\D FACULTY OF LAW I.]NTVERSITAS PELITA HARAPAN, KARAWACI, TA}IGERANG.
99 € 'leq'S86I ',{esre1
puo ssat8uo3 uaat&aQ slclg[uo3 lDuo!fi|ltsuo) 'leqslC slnoT .ere3au ere88ue1e,{ued qeyo Jlpotuo>lerp uep r8unputpp ledep tefler >1eq->1eq eSSurqes ulel uees€n>lo{ 1eqr1 u?BJo selu uees€n{e{ ue8Jo nles lssuruop rpehel >1epu re8e utesepuotu €dru uel{luepes 8ue,{ tsnltlsuol .sseJd ,filsrenrug uoloculJd 'ruaprsard ary ,^AoN
rnlele111 ue€sgn>le>l uesulequrad e,{u8uuued u€{ue1euoru 8ue,( ureqed qel€pe euslleuo}snlllsuo>l
lelelour Euef
ueSueue,AAo{
u€qed
uep rs8unJ ueEuep slSoleJ}s uep uo6Jn Ip€lueru uouelJed
Jfte{srfie1 €8€qruel u€uperoqel
qupll €{SueraI ru€le6
'u€se.^A€6uod
r
l1€]3
nele lorluo{ LI€p s€qoq
lepl} rolusll€uolsnlllsuo{ lu€qed ru€leq
uBnlnqupuod 'Y orusfluuolsnlpsuo{'uusu,uuSued 6uouel.Iud :rJunx BIB)
'cdc/cudc
Ud(
ues€,t\€8uod ISSunJ IIs€q pnlu€plupuluew {nlun 'CdC n€le CRIdCI depuqrel Sunlnpued Ieuorsnlllsuol u€flu€ue^\a{ €p€ >lepl} 'uelq€g
.rn-a- re3gqes Suruepuec uep rsnlrlsur n€1€ u€€Seqruelel €Jecos uesel\€8ued
ISBUnJ
Dlrlr111e1g €fueq CIdC netu AUdC 'ure1 rsrs IC 'Tlqnd
1€qufed u€]€>l3u€6ued 'ueqelutroued uueuuslelad uerlepueSued 'ue.le88ue ueeuusleled uerlepue8ued 'uemlflue uullepueSued ,uuleirqe>1 ue€uesl€led 'ue1e[tqe{ u€unsn.(ued ut€lep lor}uo>l DIIIrueu UdC 'npplpui uep rsnlpsq ue5u,,td€8ued ueesen>1e{ Dlrlrureru euoJp{ u€s€,t\e8ued rs8un; Is€ulluop qIS€u l€'()lEd uelDle./v\rad u€.^AoC Jllnles>lo uep JII€lsFel uees€n>le1 Eueqec eJelJre Ip secu€l€q puu >lcot{c orusru€{otu l€n>lJodrueur tu€l€p Surlued u€Jad ue{uletueru ueueped ues€,^A€Euad ueesenla;1
IBrtsqY tu snu u o! sn 4t su o J'
t
to
st
u a dn s'\aatunl\,tn d : sp.t or11 tby
'oda uo4cunt t,tostd..ta{ns lo qnsat aql dn *to11ot o1 trdA lo t11'toqlno Puourul$uo) ou sI anqt Jcn! u1 'Ade aW p"mlnol un&.to adtt"toddns aq ot spuai puo uolpunt t"tostd..tadns puo4nlUsur soq tpo ed7 aW n a^!rcruasa.rday lo asnog puo8av lo uot\cunt t'tostutadns 'puDq raqrc ary ug 'sptcgSo nlqndlo ruau4utoddo ytctltlodlo louun 'sacuou't"tottad peruu.ta,toB '8u1a7pnq lo p"tluoc 'Surlncaxa tctlod lo 1o,r1uoc 'uoltDruautapry p&pnq to ptluoc 's.tamod t,tosmtadns pnpwlput puD lDuo\nlusul lo 1o.t1uoc '&un1otu tctlod lo loquoc sDq I sqq U asrunaq ttost,uadns to uot1cunl aqt saDurutop II$ Ade aqt 'to at4nluasa"tday a1doa4 lo asnog aq1 :tamod a^!rutaxa puz avrclsfia1 to qcuDrq Suown wsluoqraw snuzpq puD l)aq) uaq$uaus ot m apr pncr!1utts tnp gatuntpd lo snuod t"tona,.tadng PD4SqV
lo
tlloc' o oq?,{ @v1nz Jr-ut- tnus€ Iu €U€{e,(8oI'etsauopul IIIelsl s€llsJo^Iun un{nH selln>I€C
DInzrEI I InusBW
NVONVINYI NY(I XgdSOUd :VISSNO(NI NgIAIflTUYd NYSYAWSNSd ISCNfld
il02
lpr- ['oN 'AJX awnpl lwa^a[ MDT
Parlemen Indonesia ...
lr4asnur lr4arzuki : F
padanl'a. Hal itu dimaksudkan agar penyelenggaraan negara terutama eksekutif tidak sampai
te{erembab pada tindakan kesewenang-wenangan atau penyalahgunaan kekuasaan.2
Selain dibekali fungsi pengawasan (superviscry powers) lembaga parlemen juga lazim diberikan fungsi lain yakni fungsi legislasi dan anggaran.3 Fungsi legislasi, anggaran dan fungsi pengawasan tersebut melekat sebagai pengejawantahan prinsip konstitusionalisme
utamanya untuk memastikan terlindunginya warga negara dari tindakan se'*€nang-wenang pemerintah.a Pengawasan
memiliki arti penting tidak hanya untuk berfungsinya parlemen namun
juga derni jalannya pemerintahan karena akan memberi umpan balik (feed back) bagi perbaikan pengelolaan pembangunan sehingga tidak keluar dari jalur atau tahapan dan tujuan
yang telah ditetapkan. Dalam sejarah Parlemen Inggris misalny4 fungsi
pengawasan
Parlemen terhadap eksekutif makin mendapatkan legitimasi seiring perkembangan sistem pemerintahan Parlementer. Tidak mengherankan bila pertengahan abad
XIX kerap
disebut
sebagai puncak keemasan kontrol parlemen atas cabang kekuasaan eksekutif.s Lembaga
perwakilan rakyat atau parlemen pada awal perkembangannya dipandang sebagai representasi mutlak warga negara dalam upayanya
ikut andil
menentukan jalannya
pemerintahan. Artinya keputusan rakyat yang berdaulat haruslah direpresentasikan melalui
kebijakan-kebijakan parlemen. Hal inilah yang kemudian melahirkan prinsip atau doktrin suprenrasi parlemen (the principle of supremacy of parliament).6
t Pe4alanan panjang
sejarah
konflik Monarki dengan kehadiran Parlemen di Inggris misalnya turut memberikan
pengaruh signifikan bagi berkembangnya Parlemen dalam menjalankan fungsi dan tugasnya terutama pada a'aral Abad XXI dimana empat abad sebelumnya yakni tahun 1689 merupalian tahun penanda supremasi Parlemen atas keberadaan Monarki dimqa Raja Inggns tidak bisa melahirkan aturan hukum tanpa disepakati oleh Parlemen yang kemudian dikenal sebagai Bill of Righ*. 3 Terkait dengan tiga fungsi parlemen tersebu! Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa fungsi lembaga perwakilan atau parlemen sejatinya tidak termasuk fungsi anggaran sebab fungsi anggaran pada prinsipnya juga dituangkan dalam bentuk undang-undang yang pelaksanaannya juga harus diawasi oleh parlemen. Lihat Jimly Asshiddiqie, Polrak-Polwk Hukum Tata Negara Indonesia, BIP, Jakarta, 2007,hal. 160. o Hasil studi mendalam Arthur E. Sutherland tentang perkembangan konstitusionalisme Amerika menyimpulkan bahwa pemerintah semestinya menciptakan institusi dan sistem yang mampu mencegah kesewenang-wenangan
Pap* juga telah mengingatkan bahrra kesulitan dalam membentuk suatu pemerintahan adalah memastifan bahwa pemerintah mengontol mereka yang diperintah dan dalam posisi berikutnya mewajibkan pemerintah untuk mengawasi dirinya sendiri. Lihat Arthur E. Sutherland, Constitutianalism in America 2, lg65,hal.2-3, sebagaimana dikutip dalam Louis Fisher, op.cit. hal.8. Lih"t Matthew Flinders, "Shifting the Balance? Parliament, the Executive and the British Constitution" Political Studies'Journal,2002, Vol. 50, hal. 25. 5 Jimly Asshiddiqie, op.cit, hal. 153. aan teiidak-adilan. Madison dalan the Federalist
'
66
Law Review Volume X]'t/.' No,
I -Juli
2014
dapat dipilah menjadi N{enurut Jimly Asshiddiqie, tungsi pengawasan parlemen bermacam-macam bentuk, antara laitt:'
1. Pengawasan terhadap penentuan kebijakan (control of policy making); 2. Pengau,asan terhadap pelaksanaan kebijakan (control of policy executing); 3. Pengarlasan terhadap penganggaran dan belanja negara (control of budgeting);
4.
penga\-asan terhadap pelaksanaan anggaran dan belanja negara (control
of
budget
intplenternatiott);
5. Pengau-asan terha,Jap kinerja pemerintah an (control of government performances); appointmeni of 6. Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat publik (control of political public officials). bukan dimaksudkan
sesungguhnya Artinya berbagai bentuk pengawasan parlemen tersebut dalam kerangka menlrrarakan aspirasi mendikte jalannya pemerintahan negara melainkan dan kepentingan rakYat.
B. 8.1. *!i 5:
:;l
..{'
3,.
l:n
Pembahasan dan UU IVID3 Fungsi Pengawasan DPR dalam UUD NRI 1945
Urgensifungsipengawasancabangkekuasaanlegislatifterhadapcabangkekuasaan dan UU organik' Amandemen Kedua yang lain telah diatur sedemikial rupa dalam konstitusi secara tegas menyatakan bahwa DPR melahirkan Pasal 20A Ayat (i) UUD NRI 1945 pengaturan konstitusional tersebut memuat pengaturan lebih memiliki fungsi pengawasan.s Fwgsi pengawasan DPR tersebut lanjut dengan undang-undang (bij de wet geregetd). Nomor 17 Tahun 2014 tentang MP& DPR' kemudian dipertegas melalui pndang-undang pasal69 UU MD3 menyatakan bahwa DPR mempunyai frrngsi DpD dan DPRD (uU MD3).e
Fungsi pengawasan DPR tersebut legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. dan dilakukan melalui pengawasan atas dilaksanakan dalam rangka representasi rakyat Belanja Negara (APBN)'IO undang-undang dan Anggaran Pendapatan dan pelaksanaan
t Ibid, hal. 163. E
.,Dewan perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran' pasal 20A ayat(l) truD NRI 1g45; Tahun 200e. UU MD3 ini atas uu MD3 sebelumnya yakni uu Nomor 27 ujurrg tombak unfik penguatan fungsi aspirasi,-penguatln peran komisi sebagai
ryrlffiffH"$|iT;"*r*r,*
antara lain dimaksudkan dengan pemeiintarr, serta pentingnya penguatan sistem pelaksanaan tiga u,nfri a"*o'yuig Keahlian DPR' nendukune. baik selcretariat jenderal maupun Badan fnl-ihut pasal eyat (20 dan pasal 70 Ayat (3) uu MD3'
u..*ifr
67
Masnur Marzuki : Fungsi Pengawasan Parlemen Indonesia ...
Artinya fungsi pengawasan DPR tersebut tidak hanya menga\\asi pelaksanaan undangi undang melainkan juga pelaksanaan APBN 1'ang telah disetujui DPR dan Pemerintah.
Selain dimaknai sebagai suatu fungsi, pengar,vasan menurut UU MD3 juga merupakan suatu tugas yang melekat pada DPR. Ketentuan tersebut termaktub pada Pasal 72
UU MD3
yang menegaskan bahwa DPR bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN. dan kebijakan pemerintah. Dalam melaksanakan tugas pengawasan DPR kemudian dibekali hak interpeleasi, angket- dan menvatakan pendapat.
Lebih jauh. dalam kerangka representasi kepentingan rak.vat fungsi dan tugas pengawasan juga dilekatkan haknya kepada anggota DPR.t' Hak penga!\,asan anggota DPR tersebut dapat diidentifikasi dari ketentuan Paragraf 9 tentang Hak Pengawasan, Pasal227
UU MD3. Bahkan dalam menopang pelaksanaan fungsi pengawasan tersebut anggota DPR dapat meminta pihak terkait untuk menindaklanjuti hasil pengawasan yang dilakukan oleh anggota DPR dimaksud. Pihak terkait wajib menindaklanjutinya dan menyampaikan hasil tindak lanjut tersebut kepada anggota DPR.I2 Dapat disimpulkan bahwa sifat fungsi dan tugas pengawasan DPR mencakup dua hal
yakni, pertama, pengawasan yang bersifat institusional. Kedua, pengawasan yang bersifat individual. Pengawasan yang bersifat institusional adalah dalam kerangka tugas dan fungsi kelembagaan DPR dalam lingkup cabang kekuasaan legislatif. Adapun pengawasan yang bersifat personal dalam kerangka hak yang melekat pada anggota DPR sebagai rvakil rakyat.
Hal ini karena UUD NRI 1945 dan UU MD3 memang menasbihkan bahwa anggota DPR mempunyai hak untuk melakukan penga\ryasan. Dengan bekal payung lgukum dalam melaksanakan fungsi pengawasan tersebut, DPR
tentu tak boleh berpangku tangan dan kemudian mengabaikan fungsi
pengawasannya
terhadap cabang kekuasaan negara lainnya baik eksekutif maupun yudikatif. Apalagi fungsi pengawasan tersebut telah dilekatkan tidak hanya pada institusi DPR melainkan juga pada anggota DPR
itu sendiri. Di sinilah tantangan terberat DPR dalam memfungsikan sistem
pengawasannya secara akuntabel dan bertanggungiawab
Pasal22D Ayat (3) UUD NRI I945 mengamanahkan bahwa DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikaq dan agama. rr 12
Lihat Pasal 80 huruf i UU MD3. Lihat Pasal227 Ayat (5) dan Ayat (6) UU MD3.
68
Law Review Volume XIV, No.
I -Juli
2014
Redaksi atau kata "dapat" merupakan constitutional choice yang diberikan UUD 1945 kepada DPD. Manakala DPD menempuh pilihan untuk menggunakan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu maka pilihan yang ditempuh mengandung sifat imperatif, tidak dapat dimodifikasi, direduksi, dibatasi, disimpangi, apalagi dikangkangi oleh
DPR dan pemerintah. Hanya saja ketentuan tersebut dibarengi dengan prinsip bah'iva DPD menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Dengan ketentuan demikian, DPD seolah hanl'a ditempatkan sebagai colegislator'di samping DPR khususnya dalam melaksanakan tungsi pengawasan. Sifat tugas
DpD dalam k-erangkan fungsi pengawasan hanya bersifat menunjang (auxiliarT' agency) tugas-tugas konstitusional DPR. Implikasi politik yang terjadi kemudian adalah kekuasaan yang bersifat vertikal fungsional, di mana kedudukan lembaga perwakilan rakyat (DPR) dan
lembaga perwakilan daerah (DPD) seolah menjadi tidak setara dan berimbang.t3 Paduhal inti dalam kerangka dasar struklur ketatanegaraan pasca amandemen konstitusi, organ negara
tidak lagi dalam posisi atas-bawah melainkan dalam posisi yang sederajat. Anomali struktur yang ketatangeraan dan fungsi kelembagaan ini tidak boleh dibiarkan menjadi bom waktu and balances akan mengancam keberlangsungan konstitusionalisme dan mekanisme check dalam politik ketatanegaraan Indonesia'
Undang-UndangNomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DP& DPD dan DPRD sebagai pengganti UU MD3 sebelumnya ternyata masih belum memberikan ruang yang otoritatif
kepada DpD dalam melaksanakan tugas-tugas konstitusionalnya terutama fungsi pengawasan. padahal UU MD3 sebelumnya telah diajukan pengujiannya oleh DPD ke Mahkamah Konstitusi (MK), yang dalam putusannya mengabulkan sebagian besar permohonan DPD.14
pasal 248 Undang-Undang Nomor
l7
Tahun 20!4 tentang MPR, DPR, DPD dan
DPRD menyebutkan bahwa:
padahal melalui perubahan ketiga UUD 1945, terjadi pergeseran ke arah susunan kekuasaan yang bersifat lembaga horizontal fungsional, dimana keduA*an lembaga-lembaga negara menjadi setara. Masing-masing lembaga terhadap fungsional n"lrru sebagai'peny"l.ngguru kekuasaan negara melakukan pengawasan secara Ui.,iva. pi*Uaia'n yqng dilakukan bernrjuan antara lain untuk menyempurnakan aturan dasar n p"iy"t"ngg**o-negara ,""urut Jemokratis dan modern, antara lain melalui pemisahan dan/atau pembagian k tuuruun y*g lebih tegas, sistem checks qnd balances yang lebih ketat dan transparan. 13
!*u
to
Lihat putusan MK Nomor 92|PUU'X/2012
69
( 1 ) DP
D mempunyai fungsi :
a. ...... b. ......
c...... d. pengawasan atas pelalcsanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentuknn, pemekaran dan penggabungan daerah, .hubungan pusat dan daerah, pengelolaan surnber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaart APBN, pajah pendidikan, dan agama. (2) Fungsi sebagaimana dimalrsud pada ayat (l) dijalanknn dalam kerangka perwakilan daerah. Ketentuan tersebut kemudian diulang kembali pada Pa,sal 249 ayat
(l)
huruf
f
yang
menyatakan bahwa DPD berwenang dan bertugas untuk dapat melakukan pengawasan atas
pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
Pasal249 ayat (1) huruf f kemudian menyatakan bahwa DPD berwenang dan bertugas
menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sunrber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undangundang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuli ditindaklanjuti. Berbeda dengan pengawasan DPR yang bersifat dual function yakni pengawasan
yang bersifat institusional dan pengawasan yang bersifat individiual, pengawasan DPD hanyalah bersifat tunggal (;ingle functton) yakni pengawasan yang bersifat institusional. Ketentuan ini tercanturn jelas dalam Pasal 256 UU MD3 yang mengatur tentang Hak DPD. Secara lengkap Pasal 256 berbunyi;
DPD berhak: 4....... b. ...... c. ......
undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, paiah pendidikan, dan agama.
d. melalairan pengawasan atas pelal<sanaan
Pasal 256 {JtJ MD3 hanya menyebutkan hak kelembagaan DPD dan bukan hak keanggotaan DPD. Dalam pasal yang mengatur tentang hak anggota DPD, tidak ada satu pun
70
Law Review Volume XIV, No I
-Juli
2014
nomenklatur yang menl,atakan bahua anggota DPD memiliki hak melakukan pengu*asao.'t Pasal257 tentang Hak anggcta DPD hani'a menyebutkan bahwa Anggota DPD berhak untuk
bertanya, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, protokoler, dan keuan-san dan adrninistratif. Berbeda dengan DPR, DPD tidak memiliki hak
angket dan hak interpelasi sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan sebab hasil penga\\-asan DPD harus disampaikan kepada DPR untuk ditindaklanjuti.
Ketentuan mengenai fungsi pengawasan DPD dalam UU MD3 yang terbaru memang
tidak bisa diharapkan bergeser signifikan dari UU MD3 sebelumnya sebab pda kenyataalinya MK tidak mengabulkan permohonan DPD dalam Uji Materi UU MD3 terkait nornenklatur fungsi penga\ /asan DPD. Bahkan perubahan signifikan UU MD3 juga belum terlihat dalam pengaturan fungsi-fungsi DPD yang lain seperti fungsi legislasi dan anggaratt.'u Tidak mengherankan bila saat ini DPD kembali mengajukan permohonan pengujian atas UU MD3 yang baru.
8.2.
prospek dan Tantangan DPR-DPD dalam Melaksanakan Fungsi Pengawasan Sebagaimana ditegaskan sebelumnya, fungsi pengawasan adalah tugas konstitusional
(constitutional authority) yarrg melekat pada lembaga parlemen dalam upaya terciptanya fungsi saling kontrol dan saling mengimbangi antar cabang kekuasaan (check and bolances). prospek dan tantangan DPR 2014-2019 dalam melakukan fungsi pengawasan arfiata
pertama, peta kekuatan politik yang dikuasai oleh Koalisi Merah-Putih (KMP) akan yang memberi pengaruh pada kinerja pengawasan DPR ke depan. Pemerintahan JokowiJK l311n,
didukung pDIp, PKB, Hanura dan Nasdem akan dihadapkan pada pertarungan sengit di parlemen.rT Dominasi KMP akan berimplikasipadapedormance DPR yang semakin "galak" pada pemerintah termasuk mengawasi pelaksanaan
UU dan anggaran. Bukan tidak mungkin
menteri di Kabinet Jokowi-JK akan disibukkan dengan panggilan-panggiian oleh berbagai komisi di DpR. Realitas yang demikian bisa dilihat sebagai sesuatu yang positif dan negatif. t, Bandingkan dengan Pasal 80 huruf i UU MD3 yang menyatakan bahwa anggota DPR berhak melakukan pengawasan.
fdi?uugui ilustrasi, meskipun MK telah menyatakan bahwa keikugertaan DPD dalam pembahasan RUU di dalam DpR (iembicaran Tingkaf I) bersifat imperatif, UU MD3 yang baru menyatakan keikutsertaan DPD pembatrasan Tingkat t itas ntru tidak mempengaruhi proses pembahasan. Lihat Pasal 170 ayat (5) UU MD3. itf""nft p"iitifi ai Opn sempat memanas dengan terbentuknya DPR tandingan setelah Koalisi Merah Putih kelengkapan menyapu bersih seluruh posisf pimpinan DPR dan MPR serta posisi pimpinan komisi dan alat jumlah politik bahwa konsensus disepakatinya dengan mencair ttitnya at politik tersebut Dpi. ketegangan dan Peraturan MD3 pi-pio* u1"ut [it"ngtupan DpR akan ditambah setelah dilakukannya revisi terhadap UU Tata Tertib DPR.
7l
Masnur Marzuki : Fungsi Pengawasan Parlemen Indonesia ...
Positif dalam artian bahrva DPR akan semakin memaksimalkan fungsinya
sebagai
penyeimbang kekuasaan eksekutif. Di sisi lain, menjadi negatif karena bisa saja pengawasan
tersebut lebih didominasi kepentingan politik sesaat ketimbang kepentingan menyuarakan aspirasi rakyat.
Kecurigaan bahu'a DPR akan lebih dominan memperjuangkan hal ihwal bagi-bagi kekuasaan tercermin dari dinamikan
politik di mana untuk mengakhiri ketegangan politik di
DPR yang terbelah antara Koalisi Indonesia Hebet dengan Koalisi Merah Putih DPR sepakat
untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang No.
l7
Tahun 2014 tentang MPR, DPR,
DPD dan DPRD. Norma yang akan direvisi utamanya hanyalah soal jumlah komposisi
pimpinan alat kelengkapan DPR. Dari 16 alat kelengkapan DPR, komposisi jumlah pimpinannya akan ditambah karena nomenklatur jumlah pimpinan alat kelengkapan menggunakan batas maksimal yang rata-rata hanya terdiri dari satu ketua dan tiga wakil ketua.l8 Artinya mayoritas publik cenderung menilai bahwa rencana revisi terhadap IIU MD3
lebih didorong pada gejala perilaku politik di DPR yang hanya mementingkan persoalan bagi
jatah kekuas€urn, bukan dimaksudkan untuk rnemperbaiki tata kelola pelaksanaan fungsi keparlemenan yang bermuara pada kepentingan rakyat. Padahal akan lebih baik biia DPR
melakukan revisi UU MD3 dalam kerangka perbaikan kelemahan regulasi untuk parlemen
dalam melakukan tugas-tugas konstitsional untuk mewujudkan akuntabilitas
dan
profesionalisme parlemen ke depan.
Kedu4 fungsi pengawasan DPR sepertinya akan lebih banyak terporsir pada kepentingan jangka pendek untuk "menjegal" kebija"kan pemerintah ketimbang fokus pada substansi persoalan yang tengah dihadapi. Berkaca pada Pemerintahan dan periode DPR
sebelumnya, meskipun DPR dikuasai oleh partai pemenang Pileg dan Pilpres, fungsi pengawasan DPR termasuk fungsi yang cukup dinamis. Salah satu contohnya adalah pembentukan tirnwas Century yang cukup merepotkan pemerintahan SBY.le Meskipun demikian, Direktur Pusat Kajian Politik (PUSKAPOL) Departemen Ilmu Politik FISIP UL
Sri Budi Eko W pada tahun 2010 pemah merilis bahwa fungsi pengawasan relatif berjalan It Dari 16 alat kelengkapan DPR tersebut, hanya Mahkamah Kehormatan Dewan yang jumlah pimpinannya berbeda yakni terdiri atas satu ketua dan dua wakil ketua. Pasal l2l UU MD3 menyatakan; Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan terdiri atas I (sotu) orang kztua dan paling banyak 2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Mahkqmah Kehormqtan Dewan dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulanfraksi sesuai dengan prinsip musyawarah unnk mufukat. tt Selain Timwas Century sebagai bagian dari fungsi pengawasan, DPR 2009-2014 juga p€rnah membentuk Timwas Sengketa Pertanahan dan Konflik Agraria, Timwas TKI, dan Timwas Pengawasan Penyelenggaraan Haji. Lihat http://nasional.kompas.com/re ad/2014/09/30/l40640llflni.Capaian.Kerja.DPR.2009-2014 diakses 2 Oktober 2014.
72
Law Review Volume XIV. Na.
I *Juli 2014
dengan frekuensi penggunaan hak interpelasi, hak angket maupun dalam forum rapat kerja di
komisi.20 Namun menurutnya pengawasan dijalankan dalam kerangka kepentingan politis
jangka pendek dan sangat sedikit menyentuh substansi.
Ketiga, fungsi pengawasan DPR ke depan tampaknya tidak akan mengalami perubahan signifikan bilamana tidak dilakukan langkah progresif untuk memetakan persoalan-persoalan yang tengah dihadapi bangsa dan negara. Selama ini fungsi pengar*,asan
DPR seringkali berangkat dari sikap reaktif DPR terhadap isu-isu yang sedang
han_eat
di
publik. Liberalisasi politik indonesia memang menghadapkan terjadinl'a fenomena pencitraan dalam bingkai marketing politik. Sulit membantah bahwa selama pengawasan kian dihadapkan pada realitas
ini
fungsi
politik pencitraan dalam rangka pengawasan yang
menjadi bagian dari strategi marketing untuk mendapat dukungan politik dari publik.
Keempat, fungsi pengawasan DPR juga akan dihadapkan pada friksi kepentingan
politik dan kepentingan publik. Absurdnya prirrsip keterw-akilan DPR sebagai wakil rakyat sekaligus wakil partai politik akan berimplikasi pada performa DPR dan anggotanya dalam
melakukan fungsi pengawasan. Dengan sistem Pemilu Legislatif Proporsional Terbuk4 para
wakil rakyat seharusnya makin memiliki hubungan yang erat dengan konstituennya, sehingga akuntabilitas para wakil semakin nyata. Akibat yang muncul, para rakyat yang diwakili dapal
menuntut kepada para wakilnya untuk melakukan yang terbaik untuk rakyat. Jika tak dipenuhi wakil rakyat akan mendapatkan hukuman pada Pemilu berikutrrya untuk tidak
dipilih kembali. Dalam konteks ini maka fungsi pengawasan individual anggota DPR dapat lebih efektif demi meraih dukungan konstituen atau rakyat yang diwakili.
Di sisi lain, beberapa.tantangan DPD dalam melakukan fungsi pengawasan
bisa
dipetakan ke dalam beberapa hal berikuti pertama, pengawasan DPD terhalang aturarr konstitusi karena hanya bersifat memberi pertimbangan dan masukan kepada DPR atas hasil pengawasan yang dilakukannya itu. Ariinya, efek-tifitas pengawasan DPD bergantung pada
political wll/ DPR itu sendiri. Meskipun UUD NRI 1945 menggariskan bahwa DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanffm
UU tertentu, fungsi pengawasan DPD tidak secara otomatis terlembaga
karena secara normatif hasil pengawasan DPD itu harus disampaikan ke DPR sebagai bahan
pertimbangan. Lalu bagaimana memfasilitasi fungsi pengawasan DPD supaya lebih efektif dan terinstitusionalisasikan secara apik? Agar pertanyaan ini terjawab, perlu terlebih dahulu
to Lihat Sulistyowati,
Ketidak-adilon DPR dalam Menjalankan Fungsinya, artikel terdapat
http://download.portalgaruda.orglarticle.php?article=23003&val:1295
di
portal
diakses 3 Oktober 2014.
73
\'fasnur Marzuki : Fungsi Pengawasan Parlemen Indonesia ...
dipahami seberapa
jauh DPD telah melembaga sehingga bisa
dipetakan kinerja
pengawasannya.
Kedua, selain bergantung pada polirical will DPR atas hasil pengawasan DPD, tungsi
pengawasan DPD amat dipengaruhi oleh tantangan institusionalitas
DPD itu
sendiri.
Pengawasan DPD barulah dapat disebut berada dalam kondisi optimal bilamana DPD telah
benar-benar berperan sebagai instrumen lembaga negara. Tantangzur terberat DPD selama ini
sesungguhnya terletak .pada sejauh mana DPD berperan dalam mengelola hubungan pemerintahan tingkat nasional dengan pemerintahan tingkat daerah. Haruslah diakui bahs'a sejauh
ini peran tersebut masih dalam kendali DPR dan Presiden.
Skema 1. Tiga Domain Keterlembagaan DPD DPD sebagai bagian
DPD dalam Pusaran Hubungan
dari Parlemen
Pusat-Daerah
DPD dalam Aktivitas Operasionalnya di Daerah
(Sumber: Purwo Santoso, Penguatan Basis Jejaring DPD dalam Menguatknn DPD M, Parliamentary Support Progragr UNDP, 20l 0, hal. 1 52.)
Fungsi dan mekanisme pengawasa-n seharusnya tidak boleh hanya berlangsung melalui jalur perwakilan berbasis faksi-faksi politik di DPR melainkan juga variasi lokal sebagaimana tercermin
di DPD. Untuk itulah
pengawasan DPD har.s disinergikan dan
terinstitusikan secara matang dan akuntabel. Institusionalisasi pengawasan DPD akan menjadikan lembaga perwakilan daerah berbasis teritori benar-benar menjadi komplemen sekaligus penyeimbang pengawasan berbasis politik di DPR.
Ketig4 belum adanya mekanisme kerja bersama DPR dan DPD
khususnya
menyangkut pemberdayaan fungsi pengawasan parlemen. Patut dicatat bahwa hingga saat ini
belum terbangun mekanisme kerja bersama DPR dan DPD di bidang legislasi termasuk 74
Law Review Volume XIV, No.
I -Juli
2014
bidang penga\vasatt.2l Akibatnl'a hubungan kerja DPR dan DPD di bidang legislasi yang
meliputi keikulsertaan DPD dalam perellcanaan, pengajuan, penyusunan dan pembahasan RUU, tindak lanjut panciangan/pendapat dan pertimbangan atas RUU, serta pengawasan
atas
pelaksanaan UU )'ang terkait dengan bidang tugas DPD masih belum terlaksana sebagaimana mestiny'a untuk rnemenuhi harapan daerah. Pada tanggal 3
dan Pimpinan
Mei 2010 pernah dilaksanakan pertemuan konsultasi Pimpinan DPD
DPR.I Pokok-pokok materi DPD dalam pertemuan tersebut meiiputi hal-hal
1'ang berkaitan dengan pen)'usunan prolegnas prioritas tahunan, pembahasan RUU, Rapat
Kerja DPR RI dengan Pemerintah, Wakil DPD dalam pembahasan RUU Pembahasan
di
DPR RI,
RUU APBN, Sidang Bersama DPR dan DPD, RUU yang telah disampaikan
oleh DPD, UU yang terkait dengan DPD, Pencantuman Keputusan DPD dalam konsideran Keputusan DPR, pencantuman Pasal 22D UUD 1945 dalam konsideran RUU terkait DPD.
Sayangnya pertemuan konsultasi tersebut tidak membuahkan hasil dan keputusan yang bersifat institusional dalam Tatib baik di DPR maupun DPD.
Keempat, belum adanya kesepahaman undang-unCang apa saja yang masuk dalam ranah kepentingan daerah yang nrenjadi kewenangan konstitusional DPD. Selama ini tugas
per€awasan DPD tidak memiliki blue print yang jelas soal nomenklatrr undang-undang mana yang seharusnya dapat dilakukan pengawasannya oleh DPD. Oleh karena itu, ke depan
kewenangan bidang pengawasan DPD seharusnya hanya terbatas pada pengawasan atas undang-undang yang terkait dengan jenis Undang-Undang yang
diberikan pertimbangan oleh DPD dalam pembahasannya. Hal kesinambungan kewenangan
ini
ikut dibahas dan/atau dimaksudkan sebagai
pPD untuk mengawasi pelaksanaan berbagai RUU
yang
berkaitan dengan aspirasi dan kepentingan daerah.
2r Uniknya, pertengahan September 2014 jelang pembahasan RUU Kelautan, pimpinan DPD dan DPR melakukan rapat konsultasi terkait mekanisme pembahasan RUU yang menjadi usul inisiatif DPD RI. Dengan mengacu pada UU MD3 dan Tatib DPR yang baru, tonggak se3aratr Uaru telah diciptakan dengan terjadinya pembahasan bersama DPR-DPD-Pemerintah untuk melakukan Pembicaraan Tingkat Pertama hingga akhirnya RUU Kelautan disahkan meniadi UU Kelautan. 22
Forum ini turut dihadiri Iietua DPR Marzukie
Ali
dan Ketua DPD Irman Gusman, dua wakil ketua DPD,
Laode Ida dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas; Ketua Badan Legislasi @aleg) DPR Ignatius Mulyono (Fraksi Partai Demokrat) dan Ketua Badan Anggaran @anggar) DPR Harry Azhar Azis (Fraksi Partai Golkar) serta Ketua Komite IV DPD Abdul Gafar Usman (Riau) dan wakilnya, Ella Giri M Komala (Jawa Barat), dua wakil ketuaPanitia Perancang Undang-Undang (PPPU), Parlindungan Purba (Sumatera Utara) dan Amang Syafrudin (Jawa
Barat). Sekretaris_ Jenderal (Sekjen) DPR Nining Indra Saleh dan Sekjen DPD Siti Nurbaya Bakar juga menghadiri acara tersebut. http://www.dpd.go.id/artikel-sinergi-dprdpd-mengefektifkan-fungsi-legislasi-danpengawasan diakses pada tanggal 3 Oktober 2014.
75
wasan Parlemen Indonesia ...
Masnur Marzuki : Fun
Prospek pengawasan DPD haruslah dilihat dalam kerangka DPD sebagai institusi
politik. Sebagai lembaga perwakilan politik maka fun-ssi utama DPD adalah menjalankan fungsi artikulasi dan agregasi aspilasi daerah yang diwakilinya. Dalam menjalankan fungsi artikulasi dan agregasi aspirasi tersebut DPD seharusny'a memiliki kervenangan yang kuat dalam legislasi. budgeting dan pengarvasan dalam bidang-bidang tertentu yang terkait dengan daerah. Hal
ini tentu
saja mensyaratkan amandemen laniutan terhadap
UUD 1945 karena
constraint utama DpD seiama ini secara luridis konstitusional adalah limitasi kewenangan yang diatribusikan oleh UUD NRI 1945.
pekerjaan rumah yang
tak kalah
pentingnya dalam mengartikulasikan fungsi
pengawasan parlemen adalah mewujudkan mekanisme check anci balances
di
internal
lembaga parlemen itu sendiri." Hul ini penting agar ciri negara demokratis semakin melekat
dan fungsi pengawasan parlemen semakin efektif. Oleh karenanya maka penyelenggara:uL pemerintahan negara selain harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip hukum yang membatasi kekuasaan, diperlukan pula prinsip dan mekanisme checks and balances di internal cabang kekuasaan legisl atif (DPR-DPD).
Akhirnya, dalam sistem pemerintahan Presidensial, berfungsinya
pengawasan
parlemen akan menentukan efektifitas kontrol lembaga legislatif atas eksekutif yang memang
terpisah satu sama lainnya.2a Dengan karalcteristik sistern presidensial yang dimiliki oleh Indonesi4 fungsi pengawasan parlemen menjadi poin strategis bagi bekerjanya demokrasi
konstitusional
ke depan. Studi Jone Antonia Cheibub menjelaskan
betapa sistem
pemerintahan akan turut berpengaruh pada masa depan demokrasi dengan mengatakan bahwa
"....theform of governmen!
is
probably the most important aspect of how democracy is to be
organized, and debates about
it
remain feature
of
the political landscape
in
many
countries".2s Cheibub bahkan turut menyimpulkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mencari format 'terbaik untuk menyernpurnakan sistem pemerintaha*rya.2u
Butterworths Concise Australian Legal Dictionary mendeftnisikan Checks and Balances sebagai berikut; "r4 systen of rules diversifiing the membership of and muAally countervailing controls interconnecting the executivi, legislative, iidiciat branches of gwernment, designed to prevent concentration of power within any of the others. t' Lihut Peter Butt (eds.), Butterworths Concise Austtalian Legal one branch-at the "ip"rse Australiq 2004, hal. 68 Dictionary, LexisNexis, 2o Presidentialism, Parliamentarism and Democracy, Cambridge University Press, New Cheibub, Jose Antonio 21
Yorh 2007, hal.26 " Ibid,hal.4 26
lbid.
76
Law Review Volume XIV, No. C.
I -Juli 201!
Kesimpulan
Fungsipengawasan(supervisorypowers)parlemenmutlakdiperlukandan rakyat Can terwujudnya mekanisne check diberdayakan demi terlindunginya kepentingan DPR masih mendominasi fungsi pengawasan and balances. secara yuridis konstitusional, pengawasan yang bersifat institusional dan karena pada lembaga tersebut melekat fungsi individual.Sementaraitu,pengawasanDPDmasihbersifatinstitusiona|ansichdansekedar penga\\'asan DPD menjadi semacam supporting menjacii sub-ordinat atas DPR. Alhasil
elementbagipertimbanganDPRuntukditindaklanjuti.Ditarnbahtagidengantidakadanya hasil pengawasan DPD tersebut' kewajiban konstitusional DpR untuk menindalilanjuti
DPR antara lain luasnya cakupan pengawasan Tantangan DpR dalarn melakukan pengawasan
yangmeliputiorganeksekutifdanyudikatifsementarasumberdayadiDPRhanyaberjumlah jumlah anggota sebanyak 560 anggota' selain itu' sembilan alat kelengkapan dengan hangat di reaktif DPR terhadap isu-isu yang sedang pengawasan DPR seringkali dipicu sikap melakukan fungsi pengawasan antara lain publik. Adapun tantangan DPD ke depan dalam bersifat karena hanya pengawasannya hanya pertama, DPD terhalang aturan konstitusi DPR. Kedua, pengawasan DPD dalam memberi peflimbangan dan masukan kepada (fungsi yang tak berimbang)' Ketiga' belum DPR kendali dalam masih implementasinya pemberdayaan DPR dan DPD khususnya menyangkut adanya mekanisme kerja bersama
frrngsipengawasanparlemen.Dalamprospeknyakedepan,fungsidanmekanisme jalur perwakilan berbasis faksitidak hanya berlangsung melalui pengawasan seharusnya
faksipolitikdiDPRmelainkanjugavariasilokalkedaerahanyangharusdirepresentasikan secara akuntabel oleh DPD'
DAFTAR PUSTAKA Buku dan Jurnal
Tata Negara Indonesia' Jakarta: BlP'2007 Asshiddiqie, Jimly. Pokok-Pokok Hukum
Butt,Peter(eds.).ButterworthsconciseAustralianLegalDictionarq"Australia:LexisNexis' 2004
Cheibub,JoseAntolria.Presidentialism,ParliamentarismandDemocracy'NewYork: Cambridge UniversitY Press' 2007
New Jersey: betu,een Congress and the President' Fisher, Louis. Constitutional Conflicts Princeton UniversitY Press' 1985 77
\4asnur Marzuki : Fu
Parlemen Indonesia ...
Santoso, Purwo. Penguatan Basis Jejaring DPD dalam Menguatkan DPD RL Parliamentary Support Program {INDP, 2010 Sutherland, Arthur E. Constitutionalism in America 2.1965
Jurnal Flinders, Matthew. "Shifting the Balance? Parliament, the Executive and the British Constitutiorf'. Political Studies Journal VoL 50,2002 Peraturan perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
Undang-Undang Nomor 12 Tahun
20ll
tentang Pembenfukan Peraturan Perundang-
undangan
Putusan Pengadilan Putusan MK Nomor 921PUU-X/2012
Internet http://nasional.kompas .comhead/2014rc9.3011406401 1ilni.Capaian.Kerja.DPR.2009-2014 diakses 2 Oktober 2014
Sulistyowati, Ketidak-adilan DPR dalam Menialankan Fungsinya, artikel terdapat di portal http://download.portalgaruda.org/article.php?article:23003&va1:1295 diakses 3 Oktober 2014 http:/iwww.dpd.go.id/artikel-sinergi-dprdpd-mengefektifkan-fungsi-legislasi-danpengawasan diakses pada tanggal 3 Oktober 2014
Lain-lain Peraturan Tata Tertib DPR RI Peraturan Tata Tertib DPD RI
78