Judul
: Kemandirian Pada Remaja Putra Yang Menikah Muda
Nama/Npm
: Anie Budinurani / 10503227
Pembimbing : Intaglia Harsanti, SPsi, MSi
ABSTRAK Remaja yang mengalami pernikahan muda tentunya menjalankan peran yang berbeda dari remaja yang belum menikah. Secara otomatis, terdapat beberapa hal yang harus disesuaikan oleh remaja yang telah menikah, karena peran baru yang disandangnya yaitu sebagai suami. Remaja putra masih ada yang suka menggantungkan diri pada oranglain, kondisi ini menjadikan remaja putra harus menyesuaikan diri untuk mandiri dan tidak bergantung lagi Dalam hal ini penelitian yang dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui, ciri dan faktor kemadirian yang dialami remaja, terutama pada remaja putra yang menikah muda. Masa remaja merupakan masa transisi ke arah dewasa, masa peralihan dari imaturasi masa kanak-kanak kepada maturasi masa dewasa, serta persiapan untuk masa depan, sehingga remaja membutuhkan bimbingan serta perhatian yang lebih untuk mengarahkan dirinya menjadi lebih baik. Jika seorang remaja dihadapkan dengan berbagai persoalan dalam kehidupan rumah tannganya, apakah dapat menyelesaikan masalah sendiri tanpa bantuan orangtua. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. yang bertujuan untuk mendeskripsikan, menganalisa peristiwa yang dianggap penting untuk di teliti. Penelitian ini meneliti tentang kemandirian pada remaja putra yang menikah muda. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang remaja putra yang usianya diantara 11-21 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, kemandirian yang muncul pada subjek dapat dilihat dari ciri kemandirian yang telah dilalui oleh subjek, yaitu dapat mengambil keputusan tanpa pengaruh orang lain, dapat berhubungan baik dengan orang lain, memiliki kemampuan bertindak sesuai apa yang diyakini, mampu mencari dan medapatkan kebutuhan tanpa bantuan orang lain, dapat memilih apa yang seharusnya dilakukan atau tidak, bebas mencapai tujuan hidup, berusaha mengembangkan diri., menerima kritikan. Selain dari ciri-ciri dapat dilihat dari faktor-faktor kemandirian yaitu peran jenis kelamin, faktor kecerdasan dan intelegensi, faktor perkembangan, pola asuh dan perlakuan dalam keluarga, dan faktor sosial budaya.
Kata kunci: kemandirian, remaja putra, menikah muda.
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orangtua dan pada orangorang yang berada di sekitar lingkungannya hingga waktu tertentu. Seiring dengan perkembangan waktu dan perkembangan selanjutnya, seorang anak yang tumbuh menjadi remaja perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orangtua atau orang lain di sekitarnya dan belajar untuk mandiri. Hal ini merupakan suatu proses alamiah yang dialami semua makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Mandiri atau sering juga berdiri di atas kaki sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya (Mu’tadin 2002). Stein & Book (2004) mendefenisikian kemandirian sebagai kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berfikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional, sedangkan Bernadib (dalam Mu’tadin, 2002) yang mengungkapkan bahwa kemandirian meliputi perilaku yang penuh inisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri, dan dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Hal ini juga disepakati oleh Kartini & Dali (dalam Mu’tadin, 2002) yang mengatakan bahwa kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri. Dari pengertian di atas terlihat bahwa orang yang mandiri mengandalkan dirinya sendiri dalam merencanakan dan membuat keputusan penting. Kendati demikian, mereka bisa saja meminta dan mempertimbangkan pendapat orang lain sebelum akhirnya membuat keputusan yang tepat bagi diri mereka sendiri. Meminta pendapat orang lain jangan selalu dianggap pertanda ketergantungan. Orang yang mandiri dapat bekerja sendiri, mereka tidak mau bergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan emosional mereka. Kemampuan untuk mandiri bergantung pada
tingkat kepercayaan diri dan kekuatan batin seseorang, serta keinginan untuk memenuhi harapan dan kewajiban (Stein&Book, 2004). Perubahan - perubahan yang terjadi pada masa remaja putra tentunya memerlukan adanya penyesuaian dalam menghadapi pernikahan di usia yang masih muda. Namun demikian, seringkali remaja putra sulit menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi pada dirinya. Misalnya, dalam mengendalikan hawa nafsu yang bergejolak, akibatnya banyaknya kasus hamil diluar nikah dan tindak aborsi bagi remaja putri yang disebabkan karena seks bebas. Masalah seksual inilah yang sering dijadikan alasan untuk melakukan pernikahan dini. Pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antara manusia. Menurut Duvall dan Miller (dalam Paruntu, 1998), pernikahan dapat dilihat sebagai suatu hubungan dyadic atau berpasangan antara pria dan wanita yang juga merupakan bentuk interaksi antara pria dan wanita yang sifatnya saling intim dan cenderung diperhatikan. Selain itu pernikahan juga sering kali dianggap sebagai akhir dari serangkaian tahap - tahap yang masing masing melibatkan tingkat komitmen yang sering kali tinggi, yaitu kencan, saling menemani, pacaran, janji sehidup semati, perjanjian untuk menikah, pertunangan dan akhirnya sebuah pernikahan. Dalam undang - undang pernikahan no 1 (1974), pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seseorang pria dan seorang wanita sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasar Ketuhanan yang Maha Esa. Dengan batasan usia minimal menikah untuk pria adalah 19 tahun dan wanita 16 tahun . Di dalam perubahan undang – undang pernikahan no 1 (1974), menaikkan batasan umur minimum tersebut menjadi untuk pria 25 tahun dan wanita 20 tahun. Menurut Sampoerna dan Azwar (1987), pernikahan dini adalah hubungan interaksi secara intim yang diakui secara sosial dan terjadi pada masa pertumbuhan anak menjadi dewasa. Masa terjadinya perkembangan seksual atau masa dalam kehidupan yang dimulai dengan timbulnya
sifat seks sekunder yang pertama sampai akhir pertumbuhan somatic. Di Indonesia dalam pasal 7 undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menetapkan bahwa: “perkawinan diizinkan bila pria berusia 19 tahun dan wanita berusia 16 tahun.” Dengan adanya undang - undang perkawinan akan ada batasan usia, pernikahan di usia muda dapat dilakukan bila usia seseorang sudah sesuai undang-undang pernikahan yang berlaku di Indonesia (Sarwono, 1994). Namun pada kenyataannya yang melakukan pernikahan khususnya di daerah pedesaan, mereka menikah di usia yang sangat dini yaitu usia 12-13 tahun dan tradisi ini masih berlangsung sampai sekarang. Menikah muda adalah suatu fenomena yang biasanya di sebabkan oleh dua faktor yaitu karena kasadaran moral yang tinggi terhadap agama untuk memelihara diri dari perbuatan hina dan faktor keterpaksaan karena kecelakaan sebelum menikah. Sarwono (1994), mengatakan bahwa pernikahan dini banyak terjadi pada masa pubertas. Hal ini terjadi karena seseorang sangat rentan terhadap perilaku seksual. Sanderowitz dan Paxman (dalam Sarwono, 1994) mengatakan bahwa pernikahan dini juga sering terjadi karena seseorang berfikir secara emosional untuk melakukan pernikahan, mereka berfikir telah saling mencintai dan siap untuk menikah. Selain itu faktor penyebab terjadinya menikah muda adalah perjodohan orangtua, perjodohan ini sering terjadi akibat putus sekolah dan akibat permasalahan ekonomi. 2.Pertanyaan Penelitian Berdasarkan dari latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui: Bagaimana kemandirian pada remaja putra yang telah menikah muda? Faktor – faktor apa saja yang menyebabkan perubahan dalam kemandirian dari remaja putra setelah menikah? 3.Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kemandirian pada seorang remaja putra yang menikah di usia
dini dan untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang menyebabkan kemandirian pada remaja putra. 4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi masukan yang berguna bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya ilmu psikologi perkembangan mengenai kemandirisn pada remaja putra yang menikah muda. 2. Manfaat Praktis. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan gambaran remaja putra maupun putri serta masyarakat mengenai kemandirian pada remaja putra yang menikah muda, sehingga para remaja khususnya remaja putra mengetahui apa saja kemandirian yang dimiliki para remaja putra yang telah menikah muda. B. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemandirian 1. Pengertian Stein & Book (2004) mendefenisikian kemandirian sebagai kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berfikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional, sedangkan Bernadib (dalam Mu’tadin, 2002) yang mengungkapkan bahwa kemandirian meliputi perilaku yang penuh inisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri, dan dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Hal ini juga disepakati oleh Kartini & Dali (dalam Mu’tadin, 2002) yang mengatakan bahwa kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri. Dari pengertian di atas terlihat bahwa orang yang mandiri mengandalkan dirinya sendiri dalam merencanakan dan membuat keputusan penting. Kendati demikian, mereka bisa saja meminta dan mempertimbangkan pendapat orang lain sebelum akhirnya membuat keputusan
yang tepat bagi diri mereka sendiri. Meminta pendapat orang lain jangan selalu dianggap pertanda ketergantungan. Orang yang mandiri dapat bekerja sendiri, mereka tidak mau bergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan emosional mereka. Kemampuan untuk mandiri bergantung pada tingkat kepercayaan diri dan kekuatan batin seseorang, serta keinginan untuk memenuhi harapan dan kewajiban (Stein&Book, 2004). 2. Aspek-aspek Kemandirian Menurut Ara (1998), aspek-aspek kemandirian terdiri dari : a. Kebebasan Kebebasan merupakan hak asasi bagi setiap manusia. Manusia cenderung akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dan mencapai tujuan hidupnya, bila tanpa kebebasan. Perwujudan kemandirian seseorang dapat dilihat dalam kebebasannya membuat keputusan, tidak merasa cemas atau takut dan malu apabila keputusannya tidak sesuai dengan orang lain. b. Inisiatif Inisiatif merupakan suatu ide yang diwujudkan ke dalam bentuk tingkah laku. Perwujudan kemandirian seseorang dapat dilihat dalam kemampuannya untuk mengemukakan ide, berpendapat, memenuhi kebutuhan sendiri dan berani mempertahankan sikap. c. Percaya Diri Kepercayaan diri merupakan sikap individu yang menunjukkan keyakinan bahwa dirinya dapat mengembangkan rasa dihargai. Perwujudan kemandirian seseorang dapat dilihat dalam kemampuan seseorang untuk berani memilih, percaya akan kemampuannya dalam mengorganisasikan diri dan menghasilkan sesuatu yang baik. d. Tanggung Jawab Aspek tanggung jawab tidak hanya ditunjukkan pada diri sendiri tetapi juga kepada orang lain. Perwujudan
kemandirian dapat dilihat dalam tanggung jawab seseorang untuk berani menanggung resiko atas konsekuensi dari keputusan yang telah diambil, menunjukkan loyalitas dan memiliki kemampuan untuk membedakan atau memisahkan antara kehidupan dirinya dengan orang lain di lingkungannya. e. Ketegasan Diri Ketegasan diri menunjukkan adanya suatu kemampuan untuk mengandalkan dirinya sendiri. Perwujudan kemandirian seeorang dapat dilihat dalam keberanian seseorang untuk mengambil resiko dan mempertahankan pendapat meskipun pendapatnya berbeda dengan orang lain. f. Pengambilan Keputusan Di dalam kehidupannya, setiap orang selalu dihadapkan pada berbagai pilihan yang memaksanya mengambil keputusan untuk memilih. Perwujudan kemandirian seseorang dapat dilihat di dalam kemampuan seseorang untuk menemukan akar permasalahan, mengevaluasi segala kemungkinan di dalam mengatasi masalah dan berbagai tantangan serta kesulitan lainnya, tanpa harus mendapat bantuan atau bimbingan dari orang yang lebih dewasa. g. Kontrol Diri Kontrol diri memiliki pengertian yaitu suatu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya, baik dengan mengubah tingkah laku atau menunda tingkah laku, tanpa peraturan atau bimbingan dari orang lain. Dengan kata lain sebagai kemempuan untuk mengontrol diri dan perasannya, sehingga seseorang tidak merasa takut, tidak cemas, tidak ragu atau tidak marah yang berlebihan saat dirinya berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan. 3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Kemandirian Menurut Basri (1995), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan kemandirian, yaitu : a. Faktor Internal Faktor internal merupakan semua pengaruh yang bersumber dari dalam
individu sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak lahir dengan segala perlengkapan yang melekat padanya. Segala sesuatu yang dibawa anak sejak lahir adalah merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Bermacam – macam sifat dasar dari ayah atau ibu dan nenek moyangnya yang mungkin akan didapatkannya di dalam diri seseorang, seperti bakat, potensi intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya. 1) Faktor Peran Jenis Kelamin Perbedaan secara fisik antara pria dan wanita nampak jelas sejak masa pubertas, dan perkembangan ini telah matang dalam masa dewasanya, dimana tanggung jawab sebagaimana peran jenisnya harus dimiliki. Dalam perkembangan kemandirian pria lebih aktif. Dan pria merupakan kaum yang diharapkan lebih bertanggung jawab terutama sebelum mereka memasuki kehidupan perkawinan (Mappiare, 1982). Menurut Kimmel (1996), menunjukkan bahwa orang menganggap perempuan mudah dipengaruhi, sangat pasif, tidak suka berpetualang, kesulitan dalam memutuskan sesuatu, kurang percaya diri, tidak ambisius dan sangat tergantung. 2) Faktor Kecerdasan atau Inteligensi Individu yang memiliki inteligensi yang tinggi akan lebih cepat menangkap sesuatu dan memecahkan persoalan-persoalan yang membutuhkan kemampuan berfikir. Sehingga anak yang cerdas cenderung cepat dalam membuat keputusan untuk bertindak, dibarengi dengan kemampuan menganalisis yang baik terhadap resikoresiko yang akan di hadapi. Gilmore (1996) mengemukakan bahwa inteligensi individu berhubungan dengan tingkat kemandiriannya, artinya semakin tinggi inteligensi seseorang maka semakin tinggi pula tingkat kemandiriannya. 3) Faktor Perkembangan Kemandirian akan banyak memberikan dampak yang positif bagi perkembangan individu, maka sebaiknya kemandirian
diajarkan pada anak sedini mungkin sesuai kemampuannya (Mu’tadin, 2002). b. Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan pengaruh yang berasal dari luar individu, sering pula dinamakan faktor lingkumgan. Lingkungan kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, baik dalam segi – segi positif maupun negatif. Biasanya jika lingkungan keluarga, sisial, dan masyarakatnya baik maka cenderung akan berdampak positif pula dalam hal kemandirian terutama dalam bidang nilai dan kebiasaan dalam melaksanakan tugas – tugas kehidupan (Basri, 1995) 1) Faktor Pola Asuh atau Perlakuan Dalam Keluarga Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya. Pada saat ini orang tua dan respon dari lingkungan sangat diperlukan bagi anak untuk setiap perilaku yang telah dilakukannya. Ada tiga teknik pengasuhan yang diterapkan orang tua pada anaknya, yaitu : teknik pengasuhan autoritarian (otoriter), permisif membolehkan), dan autoritatif (demokratif). Teknik pengasuhan autoritatif merupakan teknik pengasuhan yang paling tepat dan sesuai untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemandirian pada anak, terutama remaja. Namun demikian anak atau remaja tetap berada dalam kendali dan kontrol dari orang tua (Baumrid, dalam Marsudi, 1996). 2) Faktor Sosial Budaya Faktor sosial budaya merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi kemandirian, terutama di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya yang beragam. 4. Ciri – Ciri Kemandirian Menurut Laman, Avery & Frank (Ara, 1998), ciri – ciri individu yang mandiri adalah individu yang :
a. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan tanpa pengaruh dari orang lain b. Dapat berhubungan dengan baik dengan orang lain c. Memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai dengan apa yang diyakini d. Memiliki kemampuan untuk mencari dan mendapatkan kebutuhannya tanpa bantuan orang lain e. Dapat memilih apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan f. Kretif dan berani dalam mencari dan menyampaikan ide – idenya g. Memiliki kebebasan pribadi untuk mencapai tujuan hidupnya h. Berusaha untuk mengembangkan dirinya i. Dapat menerima kritikan untuk mengevaluasi dirinya. 5. Jenis – jenis Kemandirian Menurut Havighurst (1953), jenis – jenis kemandirian adalah sebagai berikut : a. Emosi Ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orangtua b. Ekonomi Ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantung kebutuhan ekonomi pada orangtua c. Intelektual Ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi d. Sosial Ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain. B. Remaja 1. pengrtian Remaja Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan, karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status kanak-kanak (Calon dalam Haditono, dkk, 2002). Aspek perkembangan dalam masa remaja yang secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan
pembagian 12-15 tahun: masa remaja awal 15-18 tahun: masa remaja pertengahan 1821 tahun: masa remaja akhir (dalam Haditono, dkk, 2002). 2. Pembagian fase Masa Remaja Ahli-ahli Soaila membedakan fase remaja menjadi tiga periode, yaitu : Early Adolescence : yang berlangsung antara usia 11-14 tahun. Middle Adolescence : yang berlangsung antara usia 15-18 tahun. Late Adolescence : yang berlangsung antara usia 19-22 tahun.(kagan and Coles, 1972; Keniston,1970;Lipsitz, 1977 dalam Stenberg, Laurence, 1993). WHO (Word Health Organization) lebih merinci batasan usia remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Hurloc (1978) membagi masa ini dalam dua periode, berdasarkan pada perbedaan karakteristik yang ditampilkan, dimana pada masa remaja akhir, umumnya telah terdapat motivasi dalam diri untuk memenuhi harapan sosial. Early Adolescence : yang berlangsung antara usia 13 - 17 tahun (untuk wanita) dan 14 - 17 tahun (untuk pria). Late Adolescence : yang berlangsung antara usia 17 - 21 tahun (untuk pria dan wanita). Batasan remaja menurut WHO pada tahun 1974 (dalam Sarwono, 1994) lebih konseptual. Dalam defenisi tersebut dikemukakan tiga criteria yaitu biologic, psikologik dan social ekonomi. Secara lengkap defenisi tersebut adalah sebagai berikut : a.Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan. b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak sampai dewasa. c.Terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang penuh kepada keadaan yang lebih mandiri. 3. Ciri-ciri Remaja Masa remaja memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya (Hurlock,
1997). Ciri-ciri tersebut akan diterangkan secara singkat seperti dibawah ini : a) Masa remaja sebagai periode yang penting Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental, terutama pada awal masa remaja. b) Masa remaja sebagai periode peralihan Dalam periode ini, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. c) Masa remaja sebagai masa mencari identitas Perlahan remaja mulai mendambakan identitas diri dan tidak lagi puas dengan menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal. Identitas diri yang dicari remaj berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dan sebagainya. 4. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja Tugas-tugas perkembangan mempunyai tiga macam tujuan yang sangat bermanfaat bagi individu dalam menyelesaikan tugas perkembangan, yaitu sebagai berikut : a. Sebagai petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari mereka pada usia-usia tertentu b. Memberikan motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan oleh kelompok sosial pada usia tertentu sepanjang kehidupannya c. Menunjukkan kepada setiap individu tentang apa yang akn mereka hadapi dan tindakan apa yang diharapkan dari mereka jika nantinya akan memasuki tingkat perkembangan berikutnya. Tugas perkembangan masa remaja menurut Havinghurst (1990) adalah sebagai berikut : a. Mampu menerima keadaan fisiknya Remaja diharapkan dapat menerima keadaan diri sebagaimana adanya keadaan diri mereka sendiri, bukan khayalan dan impian. Mereka diharapkan memelihara keadaan fisiknya, wajah, kekuatan atau
b.
c.
d.
e.
f.
g.
kelembutan yang dimilikinya sendiri, serta memanfaatkannya secara efektif. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa Perbedaan fisik antara pria dan wanita nampak jelas sejak masa pubertas dan perkembangan. Dalam masa remaja ini diharapkan mereka dapat menerima keadaan diri sebagai pria atau wanita dengan sifat dan tanggung jawab perannya masing-masing serta belajar untuk bertingkah laku sebagaimana orang dewasa. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis kelamin. Akibat adanya kematangan seksual yang dicapai pada masa remaja, diharapkan remaja mampu menerima dan memahami peran jenisnya masingmasing serta dapat berhubungan baik dengan lawan jenisnya. Memperoleh kebebasan emosional Dalam masa perkembangan, remaja diharapkan bebas dari ketergantungan emosional seperti dalam masa kanakkanak yang selalu bergantung pada orang tua. Mencapai kemandirian ekonomi Remaja diharapkan dapat belajar sedikit demi sedikit untuk terlepas dari bantuan ekonomi orang tua dengan mendapat pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan pekerjaan untuk masa depan. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat. Remaja diharapkan dapat membina hubungan baik dengan anggota masyarakat. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki usia dewasa. Sebagai remaja harus memiliki rasa tanggung jawab yang ditanamkan sejak dini.
h. Persiapan untuk memasuki kehidupan berkeluarga Remaja diharapkan mengembangkan sikap yang positif terhadap kehidupan berkeluarga. C. MENIKAH MUDA 1. Menikah Muda Pernikahan usia muda atau yang lebih sering disebut dengan pernikahan dini adalah realita yang setidaknya dipicu oleh dua faktor dan membaginya dalam dua golongan. Faktor penyebab menikah muda ada dua golongan yaitu pertama dilatar belakangi oleh kesadaran moral yang sangat tinggi terhadap agama untuk memelihara dari perbuatan hina dan yang kedua karena keterpaksaan. Pemicu terbesarnya dalam hal ini adalah hamil di luar nikah. Pada pasal 6 ayat 2 undang – undang no 1 tahun 1974, disebutkan bahwa “untuk melangsungkan pernikahan, seorang yang belum mencapai usia 21 tahun harus mendapatkan izin dari kedua orangtua”. Jelas bahwa undang – undang tersebut menganggap orang di atas usia tersebut bukan lagi anak – anak sehingga mereka sudah boleh menikah. Walaupun begitu, selama seseorang belum mencapai umur 21 tahun, masih diperlukan izin dari orangtua untuk menikah. Sedangkan dalam undang - undang pernikahan no 1 (1974), memberikan batasan usia minimal menikah untuk pria adalah 19 tahun dan wanita 16 tahun. Di dalam perubahan undang – undang pernikahan no 1 (1974), menaikkan batasan usia minimum tersebut menjadi untuk pria 25 tahun dan wanita 20 tahun. Meskipun sudah jelas terdapat pasal –pasal dan undang – undang yang membahas tentang batasan usia pada pria atau wanita yang ingin melangsungkan pernikahan. Tetap saja, masih ada pasangan yang melangsungkan pernikahan dibawah usia yang sudah ditentukan oleh undang – undang perkawinan. 2. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Menikah Muda a. Faktor Adat
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Adat mendorong pernikahan pada usia yang masih muda, karena seseorang yang terlambat menikah akan membuat malu keluarga. Faktor Agama Dalam agama islam, menikah itu disyariatkan dan oleh beberapa pemeluknya dianggap sebagai sesuatu yang harus disegerakan agar terhindar dari hal – hal yang tidak diinginkan. Bagi umat islam, menikah itu hukumnya adalah wajib, karena dengan menikah orang akan dikaruniakan keturunan dan meneruskan garis kehidupan, agama islam sangat melarang terjadinya seks bebas atau seks diluar nikah. Faktor Ekonomi Apabila seseorang anak telah menikah berarti orangtua bebas dari tanggung jawab, sehingga secara ekonomi mengurangi beban keluarga. Faktor Pendidikan Tiadanya harapan mengenai diri individu di hari depan mendorong anak menikah pada usia muda. Pernikahan seperti ini yang kurang diperhitungkan anak masa usia remaja, mereka piker dengan menikah di usia muda akan mendatangkan kebahagiaan dan bisa hidup mapan. Faktor Hukum Dan Peraturan Di Indonesia dalam undang – undang pernikahan N0. 1 / 1974 dan peraturan pelaksanaannya, antara lain ditetapkan bahwa usia minimum bagi wanita yang akan menikah adalah 20 tahun dan pada laiki – laki batas minimum untuk bias menikahi seorang wanita adalah berusia 25 tahun. Faktor Hukum Adat dan peraturan tentang perceraian, semakin muda orang bercerai dalam suatu masyarakat, semakin banyak perkawinan muda dalam masyarakat itu sendiri. Peraturan juga memiliki peraturan undang – undang yang mengaturnya, hal ini agar orang ingin menikah tidak mudah untuk kawin cerai. Faktor Larangan Perilaku Seksual
Pada masyarakat yang melarang hubungan seks di luar pernikahan terdapat kecenderungan untuk lebih cepat menikah, untuk bisa memenihi hasrat seksualnya. Kebutuhan biologisnya juga sangat berpengaruh dalam kehidupan individu itu sendiri. h. Romantis Mengenai Kehidupan Pernikahan Suatu daya tarik yang besar mengenai perkawinan adalah persepsi seseorang bahwa kehidupan berumahtangga merupakan perpanjangan yang romantis dari hubungan sesame muda mudi masih pacaran. i. Stimulasai Dorongan seksual Dalam dekade 80 di sekitar kita makin banyak hal – hal yang merangsang nafsu remaja, seperti misalnya film cabul, bacaan porno, lokasi WTS, taman – taman huburan dan lain sebagainya. Sehingga mudah dimengerti bahwa makin banyak remaja yang tidak dapat menahan diri, akhirnya banyak memikirkan perbuatan seksual dan barakibat menikah pada usia muda. j. Pendidikan Seks Kurang adanya pendidikan seks yang dapat dipertanggungjawabkan untuk remaja, menyebabkan ketidaktahuan mereka tentang seks. Akibatnya para remaja putri mudah menjadi korban perbuatan nafsu seksual. 3. Dampak Dari Menikah Muda Menikah muda memiliki dampak negatif maupun dampak positif. Dampak positifnya dari menikah muda adalah dapat dicegahnya seks bebas dikalangan remaja dan beban orangtua dari tanggungjawab ekonomi keluarga dapat lebih ringan. Menurut Sampoerno dan Azwar (1987) dampak negatif pernikahan di usia muda dilihat dari sisi kesehatannya sangat kurang baik untuk alat – alat reproduksi manusia itu sendiri Di lain pihak masalah mendapatkan pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan ekonomi sangat menjadi sebab utama keretakan hubungan sebuah keluarga
yang ditimbulkan dari suatu pernikahan muda. 4. Pernikahan Muda Pada Remaja Putra Pada usia remaja, seorang remaja putra biasanya memiliki banyak hal yang ia inginkan, contohnya seperti kuliah atau meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pernikahan yang dilakukan di usia muda banyak menghambat remaja dalam meneruskan pendidikan. 5. Peran Seorang Laki-laki Sebagai Suami Menurut M. Fauzil Adhim (dalam, kado pernikahan untuk istriku, 1998). Ketika seseorang memutuskan untuk menikah, maka ia sudah mempunyai kewajiban untuk menafkahi istrinya atau pasangannya, termasuk di dalamnya makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal dengan cara yang baik. Ketika seorang anak sudah memutuskan untuk menikah. Maka orangtua tidak mempunyai kewajiban memberi nafkah terhadap anak perempuannya. Kebutuhan ekonomi seorang wanita, sudah menjadi tanggung jawab suami. Adapun kalau orangtua memberi, itu hanya bersifat tidak wajib. Karena itu, seorang laki-laki hendakya berusaha mandiri. Apabila ketika ia mempunyai niat untuk menikah, berusaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomi diri sendiri dan keluarga adalah kehormatan, sehingga dapat menegakkan kepala ketika ada sesuatu yang harus disikapi. Ketergantungan secara ekonomi kepada keluarga, bisa melahirkan tekanan psikis dan konflik-konflik dalam pernikahan itu sendiri. D. KEMANDIRIAN PADA REMAJA PUTRA YANG MENIKAH MUDA Kemandirian adalah daya atau kemampuan setiap individu untuk bebas dalam berfikir, bertindak, membuat keputusan, namun tetap bertanggung jawab serta mampu memenuhi kebutuhannya baik dari segi fisiologis maupun psikologis. Remaja yang mengalami pernikahan muda tentunya menjalankan peran yang
sangat berbeda dari remaja lain yang belum mengambil keputusan untuk menikah. Secara otomatis, terdapat beberapa hal yang harus disesuaikan oleh remaja yang sudah menikah, karena peran baru yang baru disandangnya yaitu sebagai seorang suami atau istri. Bagi remaja putra yang menikah muda, tentunya harus lebih banyak melakukan penyesuaian. Seperti dalam hal menghadapi perubahan dirinya baik secara fisik, emosi, dan sosial. Selain itu perubahan yang terjadi pada lingkungan keluarga, baik dari kaluarganya sendiri maupun keluarga dari pihak istri (Hurlock, 1980). Bagi remaja putra yang menikah muda, karena dengan keadaan kondisinya maka, ada pula remaja yang belum mandiri. Remaja putra masih suka menggantungkan dirinya pada orangtuanya dan orang - orang sekitarnya. Kondisi tersebut menjadikan remaja putra harus menyesuaikan diri untuk mandiri dan tidak terlalu menggantung kan diri dengan orangtua, namun lebih kepada pasangannya sendiri (Hurlock, 1980). Remaja yang mengalami menikah muda dituntut untuk membina rumah tangga dan harus lebih matang dari teman-teman sebayanya yang memiliki tugas-tugas perkembangan remaja sebelum menikah. Karena itu remaja putra harus lebih dapat menunjukkan kemandiriannya di dalam pernikahannya. Melihat kenyataan, tujuan dari menikah mempunyai peranan yang cukup tinggi, karena sangat menentukan seperti apa perkawinan itu. Menurut Ruth (1994) banyak orang-orang yang merasakan suatu kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menikah karena alasan ingin mempunyai anak (regenerasi). Ada pula yang menikah untuk mendapatkan suatu hubungan yang ideal dengan sesama manusia lainnya (pendamping hidup dalam suka dan duka), untuk melepaskan diri dari orang tua, untuk mendapat pengakuan sebagai orang dewasa (didominasi usia) atau sebagai seseorang yang patut diperhitungkan. Meskipun demikian remaja harus tetap menghidupi keluarga dan mencari pekerjaan dalam usia yang masih muda. Dan
di tuntut untuk mandiri, walaupun belum mandiri. Hal tersebut tentunya akan semakin terlihat karena remaja yang telah menikah diharapkan untuk tidak terlalu menggantungkan diri dengan orangtua, namun lebih kepada pasangannya masingmasing. Dari sinilah, remaja harus lebih mandiri dalam menjalani pernikahan. Bedanya remaja yang menikah dituntut untuk memiliki kemandirian agar bisa menjalani fungsinya sebagai orang yang sudah berkeluarga. C. Metode Penelitian 1. Pendekatan penelitian Dalam penelitian ini menggunakan format studi kasus tipe pendekatan penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif. Dalam penelitian studi kasus ini lebih menekankan mengkaji variabel yang cukup banyak pada jumlah yang kecil, tujuan dari penelitian studi kasus ini adalah memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus (Nazir, 1988). 2. Subjek penelitian Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah remaja putra, yang rentang usianya antara 12-21 tahun. Sementara itu subjek penelitian dalam penelitian ini terdiri dari satu orang subjek dengan 1 orang significant others. 3. Tahap-tahap Persiapan a. Tahap Persiapan Penelitian, dalam membuat pedoman wawancara yang akan dibuat sesuai dengan tujuan penelitian dan berdasarkan teori yang relevan dengan permasalahan pedoman wawancara ini berisi pertanyaanpertanyaan mendasar yang nantinya dapat berkembang dalam wawancara dengan topik penelitian. b. Tahap Pelaksanaan Penelitian, peneliti terjun langsung ke lapangan untuk
melakukan observasi dan wawancara secara terpisah. Setelah itu, peneliti memindahkan hasil rekaman berdasarkan wawancara dan hasil observasi ke dalam bentuk verbatim tertulis, kemudian peneliti melakukan analisis data dan interpretasi data sesuai dengan langkahlangkah yang dijabarkan pada bagian teknik analisis data. Terakhir peneliti membuat diskusi dan kesimpulan dari seluruh hasil penelitian. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitan ini tipe pengumpulan data yang akan dipergunakan adalah metode wawancara dan metode observasi. Wawancara dengan pedoman umum, yaitu proses wawancara dimana peneliti dilengkapi dengan pedoman mengenai aspek-aspek yang dibahas dan pertanyaanpertanyaan dijabarkan tergantung pada konteks saat wawancara berlangsung. Sedangkan dalam jenis observasi yang dilakukan adalah observasi sistemik, dimana pada jenis observasi ini peneliti melakukan wawancara (Poerwandari, 1998) adapun sistemik pencatatan yang dilakukan meliputi materi, cara-cara mencatat hasil observasi dan wawancara, hubungan observer dan observee dilingkungan tempat wawancara dilakukan dan lain sebagainya. 5. Alat Bantu Penelitian Menurut Poerwandari (2001), penulis sangat berperan dalam seluruh penelitian mulai dari memilih topik, mendekati topik, mengumpulkan data, analisis, interpretasi dan menyimpulkan data, dalam pengambilan data dalam metode wawancara dan observasi diperlukan alat bantu, untuk mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data yaitu: pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam. 6. Kredibilitas Penelitian Untuk mencapai keabsahan dalam suatu penelitian dengan metode kualitatif, ada beberapa teknik yang digunakan dan salah satu teknik tersebut adalah triangulasi. Triangulasi adalah suatu teknik pemeriksaan
keakuratan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi dapat dibedakan menjadi emapat macam yaitu triangulasi data, pengamat, teori, dan metodologis. 7. Teknik Anlisis Data Data yang diperoleh akan di analisa dengan menggunakan teknik analisa data kualitatif. Adapun tahapan tersebut adalah mengorganisasikan data, mengelompokkan data, analisis kasus, dan menguji asumsi. D. Hasil Dan Analisis 1. Persiapan Penelitian Pertama kali yang dilakukan oleh peneliti sebelum proses pengambilan data dilakukan, peneliti terlebih dahulu datang menemui subjek di rumahnya untuk menjelaskan kedatangan dan tujuan peneliti. Setelah maksud dan tujuan telah di ketahui oleh calon subjek maka peneliti menjelaskan lebih rinci mengenai penelitian yang dilakukan peneliti agar subjek lebih mengerti dan merasa nyaman dengan peneliti sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik. Sebelum proses pengambilan data, peneliti mempersiapkan pedoman wawancara, pedoman observasi, dan memepersiapkan alat-alat penelitian berupa tape recorder, kertas dan alat tulis. Hal ini dilakukan agar proses pengumpulan data dapat berjalan dengan baik dan lancar. 2. Pelaksanaan Penelitian Kegiatan observasi dalam penelitian ini dilakukan pada tanggal 5 September 2009, pada hari sabtu dikediaman rumah subjek. Sedangkan kegiatan observasi dengan significant others, yaitu sahabat subjek pada tanggal 6 September 2009, pada hari minggu. Kegiatan wawancara dalam penelitian ini dilakuakan pada tanggal 5 September 2009 dikediaman rumah subjek. Sedangkan wawancara pada significant others juga dilakukan pada tanggal 6 September 2009 dirumah significant other.
3. Hasil Observasi dan Wawancara a. Gambaran Umum Subjek Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah pasangan seorang suami yang menikah pada usia yang masih muda yang mana masa perkawinan dalam rentang waktu 1 sampai 5 tahun perkawinan. Suami dengan inisial F, lahir pada tahun 1987 15 maret, 22 tahun yang lalu, anak ke satu dari dua bersaudara, pendidikan terakhir D3, pekerjaan sebagai karyawan disebuah perusahaan swasta b. Pembahasan 1. Kemandiria pada remaja putra yang menikah muda Dalam penelitian ini peneliti meneliti mengenai apakah subjek mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan tanpa bantuan dari orang lain. Subjek memiliki kemampuan dalam hal mengambil kepurusan nya sendiri tarmasuk dalam hal memutuskan untuk menikah di usia yang masih muda. Subjek dapat berhubungan baik dengan siapapun termasuk orang yang belum dia kenal. Memiliki kemampuan bertindak sesuai dengan apa yang dia yakini, seperti dia yakin untuk menikah diusia yang masih muda. Mampu mencari dan mendapatkan serta memenuhi kebutuhanya ekonomi keluarga tanpa bantuan orang lain. Ia dapat memilih apa yang seharusnya dilakukan dan yang tidak dilakukan, seperti dalam hal tidak membolos sekolah meskipun teman-temannya membolos. Selalu bebas dalam mencapai tujuan hidupnya. Dan selalu berusaha untuk mengembangkan diri nya untuk lebih baik lagi dengan cara belajar lebih baik lagi. Mampu menerima kritikan dan masukan dari orang lain. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi kemandirian Dari hasil wawancara dengan subjek serta significant other, maka kemandirian pada remaja putra yang menikah muda memiliki hasil analisis bahwa kemandirian seseorang dapat berpengaruh juga dari peran jenis kelamin, yang dimana seorang laki-laki akan lebih aktif dan lebih bertanggung jawab dalam hal apa saja termasuk dalam pekerjaan. Faktor intelejensi pun dapat
mempengaruhi kemandirian seseorang. Yang dimana apabila tingkat intelegensi nya tinggi, berarti dapat dengan mudah dan cepat mencerna apa yang diperoleh. Subjek trmasuk anak yang biasa-biasa saja saat sekolah namun subjek memiliki nilai di atas rata-rata. Faktor perkembangan pun dapat mepengaruhi kemandirian pada subjek, dimana jika sejak dini subjek sudah dilatih untuk disiplin seperti bangun pagi setiap hari. Seta pola asuh yang dibeikan orang tua subjek sangat mempegaruhi dalam kemandiriannya Hal ini didapat dari awal pernikahan subjek dan pasangan.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor pendorong yang melandasi kemandirian subjek adalah adanya rasa tanggung jawab dalam mencari dan menenuhi kebutuhan keluarga semenjak ayahnya meninggal. Serta mampu mengambil keputusan tanpa pengaruh dari orang lain. Sesuai dengan pendapat Laman, Avery & Frank (dlm Ara,1998) yang menyatakan bahwa ciri-ciri dari kemandirian salah satunya adalah dapat mengambil keputusan sendiri dan tanpa pengaruh dari orang lain. Hal lain yang mendukung kemandirian dari pernikah pada remaja putra yang menikah muda berjalan dengan baik karena subjek dapat memenuhi kebutuhan keluarga tanpa mengeluh. E) Penutup A. Kesimpulan 1. Kemandirian pada Remaja Putra yang Menikah Muda Subjek adalah individu yang mandiri. Kesimpulan ini diambil dikarenakan subjek memiliki 8 dari 9 ciri kemandirian. Dimana ciri pertamanya yaitu, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan tanpa pangaruh dari orang lain. Kedua, dapat berhubungan baik dengan orang lain, baik orang yang baru dikenal atau yang sudah lama berteman dengan subjek. Ketiga, memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai dengan apa yang diyakini. Keempat, memiliki kemampuan untuk mencari dan mendapatkan kebutuhannya tanpa bantuan orang lain dan tidak suka bergantung pada orang lain. Kelima, dapat memilih apa yang
seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan dalam setiap pengambilan keputusan. Keenam, memiliki kebebasan pribadi dalam mencapai tujuan hidup, dengan penuh tanggung jawab dan tanpa peran orang lain. Ketujuh, subjek selalu berusaha mengembangkan dirinya untuk lebih baik lagi dengan belajar. Kedelapan, dapat menerima kritikan untuk mengevaluasi diri sendiri. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian dan semua memilki andil dalam diri subjek, faktor-faktor tersebut adalah peran jenis kelamin, faktor kecerdasan intelegensi, faktor perkembangan, faktor pola asuh atau perlakuan dalam keluarga, faktor sosial budaya dan keluarga, serta tingkat intelegensi subjek yang berada pada taraf normal dan didikan orangtua sejak subjek kecil yang mengajarkan subjek untuk disiplin dan bertanggung jawab.
B. Saran 1. Kepada subjek Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan agar subjek selalu berusaha untuk lebih kreatif lagi dalam mencari ide-ide dan lebih berani dalam menyampaikan ide-ide yang subjek miliki dan lebih baik lagi dalam mengembangkan potensi yang masih kurang dalam diri subjek. Subjek tidak perlu malu dengan kondisi atau keadaan subjek yang kurang kreatif dan kurang berani dalam menyampaikan ide-ide juga tidak perlu malu untuk terus belajar mengembangkan potensi yang dimiliki. Meskipun subjek kurang kreatif dan berani dalam menyampaikan ide-ide yang dia miliki, subjek memiliki kelebihan seperti, dapat mengambil keputusan tanpa pengaruh orang lain, memiliki hubungan baik dengan orang lain, mampu bertindak sesuai dengan apa yang dia yakini, mampu mencari dan memenuhi kebutuhan ekonominya sendiri, dapat memilih mana yang benar dan tidak, bebas dalam mencapai tujuan hidupnya sendiri, selalu berusaha
mengembangkan diri dan juga selalu mau menerima kritikan dari oranglain. 2. Kepada keluarga subjek Sebaiknya keluarga terdekat subjek seperti ibu, adik dan juga istri subjek untuk selalu terus memberikan nasihat atau masukan kepada subjek agar subjek dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, juga dapat lebih kreatif dan berani dalam mencari dan menyampaikan ide-ide yang subjek miliki. Terus berusaha dan berjuang untuk hidup yang lebih baik lagi, bagi diri sendiri dan juga di lingkungan. 3. Kepada penelitian selanjutnya Diharapkan untuk menggali lebih jauh mengenai proses mampu terbentuknya kemandirian pada remaja khususnya bagi remaja putra yang mengalami pernikahan muda, serta faktor-faktor dan ciri-ciri yang mempengaruhinya. Bagi peneliti selanjutnya juga disarankan untuk meneliti kemandirian pada remaja putra yang menikah muda dengan subjek penelitian yang lebih beragam agar hasil penelitian lebih beragam pula.
DAFTAR PUSTAKA Ali, M., & Asrori, M. 2004. Psikologi remaja. Jakarta : Bumi Aksara. Alwin, H. 2002. Kamus besar bahasa indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Aulia, A. H. 2005. Penyesuaian diri remaja putri yang menikah muda. Skripsi (Tidak diterbitkan). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Bachtiar, A. 2004. Menikahlah maka engkau akan bahagia. Jogyakarta : Penerbit Saujana Duvall, E. M., & Miller, B. C. 1985. Marriage and family development
6th edition. Newyork : Harper & Row Publishers. Fauzil Adhim, M. 1998. Kado pernikahan untuk istri ku. Jakarta : Penerbit Giliran Timur. Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Yulia, S. D. 1995. Psikologi praktis : Anak, remaja, dan keluarga. Jakarta : BPK Gunung Mulia. Handojo, S. 1992. Bahagiakah pernikahan anda?. Femina. No 20 / XX. 21 – 27 Mei 1992. Hasan, F. 2000. Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta : LPSP3. Hurlock, E. B. 1980. Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (Edisi terjemahan). Jakarta : Erlangga. Hurlock, E. B. 1996. Psikologi perkembangan. Jakarta : Erlangga. Latif, H. S. M. N. 1968. Ilmu perkawinan. Jakarta : Widjays. Margono, S. 2003. Metodologi penelitian pendidikan. Jakarta : Rieneka Cipta. Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional. Monk, F. J., Knoer, A. M. P., & Haditono, S. R. 1999. Psikologi perkembangan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Narbuko, C., & Achmadi, A. 2003. Metode penelitian. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Poerwandari, E. K. 1998. Pendekatan kualitatif dalam penelitian. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Perguruan dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Universitas Indonesia.
Poerwandari, E. K. 2005. Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta : Universitas Indonesia. Sampoerno, D., & Azwar, A. 1987. Perkawinan dan kehamilan pada wanita usia muda. Jakarta : Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia. Sarwono, S. W. 1984. Perkawinan remaja. Jakarta : Sinar Harapan. Sarwono, S. W. 1994. Perkawinan remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Sinolungan, A. E. 1997. Psikologi perkembangan peserta didik. Jakarta : Penerbit Gunung Agung. Soekano, S. 1989. permasalahannya. Rajawali.
Remaja dan Jakarta :
Sukmadinata, N. S. 2005. Metode penelitin pendidikan. Bandung : PT. Rosdakarya. Willis, S. S. 1994. Problema remaja dan pemecahannya. Bandung :Angkasa. Zulfi,
R. 2005. Hubungan antara kemandirian dengan motivasi berprestasi pada siswa kelas 2 SMA. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Zulkifli, L. 1987. Psikologi perkembangan. Bandung : PT Rosdakarya.