…::: Jurnal al-Ghazwah, Volume 1, Nomor 1 :::… MODEL-MODEL PEMBELAJARAN PAI INOVATIF DAN KONTEKSTUAL Ahmad Marzuki Universitas Yudharta Pasuruan Abstrak: Pembelajaran inovatif merupakan model pembelajaran yang kreatif dan unik yang cenderung melibatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran inovatif diciptakan dengan mempetimbangkan karakteristik siswa, kondisi lingkungan siswa, dan sarana-prasarana yang tersedia, sehingga lebih menantang dan menggairahkan siswa untuk belajar secara mandiri, serta mempermudah pencapaian tujuan belajar yang diinginkan. Jumlah dan ragam model pembelajaran inovatif sangat tidak terbatas tergantung dari kemampuan (kreativitas dan inovasi) guru dalam berkarya untuk menciptakan model-model pembelajaran yang baru. Yang terpenting dalam dunia pendidikan, model pembelajaran inovatif harus mampu memotivasi/ membangkitkan semangat belajar siswa dan mempermudah siswa mencapai tujuan belajar. Di samping itu, model pembelajaran inovatif juga harus mampu membiasakan siswa berperilaku positif dan produktif untuk kepentingan hidup mereka maupun orang lain. Berikut ini disajikan beberapa contoh model pembelajaran inovatif yang mungkin bisa digunakan sebagai landasan bagi para pendidik (guru) untuk melaksanakan pembelajaran maupun untuk mengembangkan model pembelajaran yang baru. Kata kunci: Pembelajaran PAI, Inovatif, Kontekstual A. Pengantar Secara umum pendekatan pembelajaran bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu pendekatan ekspositori (expository approach) dan penedekatan inquiri (inquiry approach (Robert, 1982: 37). Pendekatan ekspositori merupakan pedekatan pembelajaran yang bersifat “teacher centered”. Dalam pendekatan ini siswa cenderung berperan sebagai objek belajar, sedangkan guru berperan sebagai “agen” pengetahuan yang akan ditransfer kepada siswa. Interaksi yang terjadi cenderung “one way interaction”, sampai dengan “two ways interaction”. Metode pembelajaran yang banyak digunakan adalah ceramah, dengan kemungkinan variasi tanya jawab. Sementara itu, pendekatan inquiri yang juga sering disebut pendekatan discovery merupakan pendekatan pembelajaran yang bersifat “student centered” Dalam pendekatan ini siswa cenderung berperan
103
…::: Jurnal al-Ghazwah, Volume 1, Nomor 1 :::… sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator dan sewaktu-waktu bisa berperan sebagai konduktor (penengah dan penyelaras). Interaksi yang terjadi cenderung “multyways interaction”. Metode pembelajaran yang digunakan antara lain, problem solving, diskusi, tanya-jawab, penugasan, studi lapangan, simulasi, dan demonstrasi. Sesuai dengan perkembangan karateristik psikologi siswa, pendekatan inkiuri lebih cocok diterapkan untuk para siswa pada era globalisasi dan teknologi informasi saat ini. Karakterisitik siswa yang cenderung ingin bebas berapresiasi menuntut peran siswa sebagai subjek belajar, bukan lagi sebagai objek belajar. Siswa cenderung menginginkan perlakuan pembelajaran yang lebih bebas, menantang, menyenangkan, dan menggairahkan. Di sisi lain, adanya perbedaan kemampuan, bakat, dan minat siswa menuntut perlakuan pembelajaran yang bervariasi, dan dapat diterima oleh siswa yang berbeda karakteristiknya. Oleh karena itulah para pelaku pendidikan dituntut untuk bisa menemukan dan mengaplikasikan pendekatan pembelajaran dengan berbagai metode dan strategi pembelajarannya, serta media dan sumber belajarnya yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Menurut AlJamali dalam Nurdin, Muhamad, metode pendidikan (pembelajaran) dalam Al Qur’an mengandung makna perbuatan, menyentuh hati dengan perasaan, menggunakan logika, pertanyaan, cerita, masihat, kata-kata hikmah, dan perumpamaan (Nurdin, 2008: 47). Sementara itu menurut An-Nahlawi dalam Nurdin Muhamad, metode pendidikan (pembelajaran) mengandung percakapan (hiwar), cerita (kisah), perumpamaan (ibrah), teladan, serta usaha mengingatkan (mau’idah), menyenangkan (targhib), dan menantang (tarhib) (Nurdin, 2008: 47). Di samping itu, para pelaku pendidikan juga dituntut untuk bisa mengorganisasi materi yang sesuai dengan karakeristik siswa tersebut. Dengan terpenuhimnya tuntutan tersebut, niscaya proses pembelajaran akan dapat berjalan dengan efektif utuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Untuk menjawab permasalahan tersebut para pakar pendidikan telah sepakat bahwa pendekatan yang mengarah pada inquiri lebih cocok diterapkan untuk pembelajaran pada siswa saat ini. Salah satu pendekatan pembelajaran yang condong ke arah pendekatan inquiri adalah pendekatan kontekstual. Pendekatan ini kemudan melahirkan pembelajaran kontekstual yang dikenal dengan CTL
104
…::: Jurnal al-Ghazwah, Volume 1, Nomor 1 :::… (Contextual Teaching and Learning). Pendekatan kontekstual de-ngan CTL ini juga dipandang sangat relevan dengan teori belajar konstruktivistik yang sedang dikembangkan dan digalakkan dalam dunia pendidikan saat ini. B. Asas-Asas Dalam Pembelajaran Kontekstual Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi yang diajarkan sesuai dengan situasi nyata siswa dan motifasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif: (Udin, 2013: 167-172) 1. Kontrukstivisme (constructivism) Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Jean Piaget (Sanjaya.2005) menganggap bahwa pengetahuan ini terbentuk bukan hanya oleh objek semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru. 2. Menemukan (inquiri) Asas inkuiri merupakan proses pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Menemukan merupakan kegiatan inti dari proses pembelajaran Kontekstual.
105
…::: Jurnal al-Ghazwah, Volume 1, Nomor 1 :::… Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam hal ini tugas guru yang harus selalu merancang kegiatan yang selalu merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan. Tindakan guru bukanlah untu mempersiapkan anak untuk mengapalkan sejumlah nmateri akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar merupakan proses mental seseorang yang tidaak terjadi secara mekanis, akan tetapi perkembangan di arahkan kepada intelektual, mental emosional, dan kemampuan individu yang utuh. Dalam model inquiri dapat dilauan melalui beberapa langkah sistematis, yaitu; Meluruskan masalah, mengajukan hipoteis, mengumpulkan data, menguji hipotesis berdasarkan data yang diumpulkan, dan membuat kesimpulan. 3. Bertanya (questioning) Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Dalam proses pembelajaran konstektual, guru tidak banyak menyampaikan impormasi begitu saja, akan tetapi berusaha memncing agar siswa menemukan sendiri. Oleh karena itu, melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya. Dalam proses pembelajaran bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Kegiatan bertanya bagi siswa yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Guru dapat menggunakan teknik bertanya dengan cara memodelkan keingintahuan siswa dan mendorong siswa agar mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Siswa belajar mengajukan pertanyaan tentang gejala-gejala yang ada, belajar bagaimana merumuskan pertanyaanpertanyaan, dan belajar bertanya tentang bukti, dan penjelasanpenjelasan yang ada. Kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk; menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran, Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar,
106
…::: Jurnal al-Ghazwah, Volume 1, Nomor 1 :::… merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu, memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan, dan membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sendiri. 4. Masyarakat belajar (learning community) Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil pembelajaran diperoleh dari berbagi antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu dengan yang tidak tahu. Sehingga menimbulkan komunikasi dua arah, saling memberikan informasi satu dengan yang lain. Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan, yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada yang lain. 5. Pemodelan (modeling) Pemodelan maksudnya adalah bahwa dalam suatu pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu harus ada model yang ditiru. Pemodelan akan lebih mengefektifkan pelaksanaan pembelajaran. Prinsip pembelajaran modeling merupakan proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja akan tetapi guru dapat memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Artinya dalam pembelajaran Kontekstual guru bukan satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Asas modeling asas yang sangat penting karena dalam pembelajaran dapat terhindar dari pembelajaran teoris yang dapat mengundang verbalisme. 6. Refleksi (reflection) Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi yang baru dipelajari, merenungkan lagi aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi
107
…::: Jurnal al-Ghazwah, Volume 1, Nomor 1 :::… melalui proses refleksi siswa akan memperbaharui pengetahuan yang telah dibentuknya atau menambah khazanah pengetahuannya. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan Kontekstual, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung” atau mengingat kembali apa yang telah dipelajari. ”Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya”. 7. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment) Tahap terakhir dari pembelajaran Kontekstual ialah melakukan penilaian sebenarnya. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian sebenarnya adalah penilaian yang dilakukan berkenaan dengan seluruh aktivitas pembelajaran yang meliputi proses dan produk belajar sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukan mendapat penghargaan. Penilaian sebenarnya menilai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa. Penilaian yang dilakukan tidak hanya dilakukan guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain. C. Pembelajaran Kontekstual (CTL) Pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan salah satu model pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan lingkungan kehidupan dan pengalaman siswa dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi lebih hidup dan lebih bermakna bagi siswa (Nurhadi, 2004: 23). Di dalam pembelajaran ini siswa belajar melalui lingkungan dan melibatkan pengalamannya untuk memaknai objek yang dipelajarinya. Siswa secara mandiri memiliki peluang untuk membangun (mengkonstruk) suatu pengetehuan (konsep) dari pengalaman dan lingkungannya. Dengan membangun pengetahuan secara mandiri siswa berpeluang untuk memperluas, menguatkan dan menerapkan kemampuan akademiknya dalam berbagai tatanan kehidupan. Felow menyatakan ”student learn best by actively their own understanding”. Sementara itu John Dewey juga menyatakan bahwa “siswa akan dapat belajar dengan baik apabila bahan yang dipelajarinya berhubungan dengan pengetahuan/pengalaman yang mereka miliki.
108
…::: Jurnal al-Ghazwah, Volume 1, Nomor 1 :::… Proses pembelajaran juga akan produktif apabila siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran.” Pokok-pokok pembelajaran kontekstual (CTL) harus menekankan pada hal-hal berikut: (Nurhadi, 2004: 23) 1. Belajar berbasis masalah (problem-base learnig). Belajar harus selalu berakar dari masalah nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk berpikir kritis dan menemukan strategi pemecahannya, sehingga diperoleh suatu pegetahuan / konsep baru. 2. Pengajaran autentik (authentic construction) Pembelajaran harus memberikan peluang bagi siswa untuk mempelajari konteks kehidupan yang bermakna baginya. 3. Belajar berbasis inquiri (inquiry-base learning) Pembelajaran harus menggunakan strategi dan metodologi sains yang bermakna, serta mampu melatih siswa utuk berpikir kritis, dan mampu menemukan dan memecahkan masalah yang dihadapi. 4. Belajar berbasis proyek/tugas (project-base learning) Pembelajaran harus bisa mendesain lingkungan siswa agar siswa dapat melakukan penyelidikan/penelitian terhadap objek belajarnya, serta mampu melaksanakan tugas bermakna. 5. Belajar berbasis kerja (work-base learning) Pemelajaran harus memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi tertentu, agar materi tersebut dapat digunakan kembali di tempat kerja. 6. Belajar berbasis layanan (service learning) Pembelajaran harus menekankan hubungan antara pngalaman jasalayanan yang bersifat praktis dan pembelajaran akademis. 7. Belajar Kooperatif (coorperative learning) Belajar memerlukan penggunaan kelompok kecil siwa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar. Selain itu, pembelajaran kontekstual juga harus memperhatikan faktor: 1. perkembangan mental siswa. 2. pembentukan kelompok belajar siswa. 3. lingkungan yangmendukung pembelajaran mandiri 4. keragaman karakteristik siswa 5. penggunaan teknik bertanya. 6. penerapan penilaian autentik. Keenam faktor tersebut akan menentukan organisasi materi, metode, media, dan sumber belajar yang harus diterapkan dalam
109
…::: Jurnal al-Ghazwah, Volume 1, Nomor 1 :::… pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran kontekstual cenderung ke arah pendekatan individual, bukan pendekatan klasikal ansich. Sebagai bahan perbandingan pemakalah akan menampilkan perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran konvensional.(Udin, 2013: 167) Konteks Pembelajaran 1 Hakekat Belajar
Model Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
Kebermaknaan Belajar
Tindakan dan Prilaku Siswa
Pembelajaran Kontekstual 2 Konten pembelajaran selalu dikaitkan dengan kehidupan nyata yang diperoleh sehari-hari pada lingkungannya Siswa belajar melalui kegiatan kelompok seperti kerja kelompok, berdiskusi, praktikum kelompok, saling bertukar pikiran, memberi dan menerima informasi Siswa ditempatkan sebagai subyek pembelajaran dan berusaha menggali dan menemukan sendiri materi pelajaran Mengutamakan kemampuan yang didasarkan pada pengalaman yang diperoleh siswa dari kehidupan nyata Menumbuhkan kesadaran diri pada anak didik karena menyadari prilaku itu merugikan dan tidak memberikan manfaat bagi dirinya dan masyarakat
110
Pembelajaran Konvensional 3 Isi pelajaran terdiri dari konsep dan teori yang abstrak tanpa pertimbangan manfaat bagi siswa Siswa melakukan kegiatan pembelajaran bersifat individual dan komunikasi satu arah, kegiatan dominan mencatat, menghafal, menerima instruksi guru Siswa ditempatkan sebagai obyek pembelajaran yang lebih berperan sebagai penerima informasi yang pasif dan kaku Kemampuan yang didapat siswa berdasarkan pada latihan-latihan secara terus menerus Tindakan dan prilaku individu didasarkan oleh faktor luar dirinya, tidak melakukan sesuatu karena takut sanksi, kalaupun melakukan sekedar memperoleh nilai/ganjaran
…::: Jurnal al-Ghazwah, Volume 1, Nomor 1 :::… Tujuan Hasil Belajar
Pengetahuan yang dimiliki bersifat tentatif karena tujuan akhir belajar kepuasan diri
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pembelajaran bersifat final dan absolut karena bertujuan untuk nilai Untuk mendukung pembelajaran kontekstual diperlukan model– model pembelajaran yang mampu membangkitkan gairah belajar siswa, menantang siswa, dan meningkatkan kreatifitas siswa. Oleh karena itulah guru dituntut untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran. Guru dituntut untuk mampu menciptakan model-model pembelajaran yang kondusif sesuai dengan karakteristik, kebutuhan dan lingkungan siswa. Dari sinilah akan lahir model-model pembeajaran inovatif.
D. Model-Model Pembelajaran PAI Inovatif dan Kontekstual Pembelajaran PAI inovatif merupakan model pembelajaran yang kreatif dan unik yang cenderung melibatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran inovatif diciptakan dengan mempetimbangkan karakteristik siswa, kondisi lingkungan siswa, dan sarana-prasarana yang tersedia, sehingga lebih menantang dan menggairahkan siswa untuk belajar secara mandiri, serta mempermudah pencapaian tujuan belajar yang diinginkan. Jumlah dan ragam model pembelajaran PAI inovatif sangat tidak terbatas tergantung dari kemampuan (kreativitas dan inovasi) guru dalam berkarya untuk menciptakan model-model pembelajaran yang baru. Yang terpenting dalam dunia pendidikan, model pembelajaranPAI inovatif harus mampu memotivasi/ membangkitkan semangat belajar siswa dan mempermudah siswa mencapai tujuan belajar. Di samping itu, model pembelajaran inovatif juga harus mampu membiasakan siswa berperilaku positif dan produktif untuk kepentingan hidup mereka maupun orang lain. Berikut ini disajikan beberapa contoh model pembelajaran inovatif yang mungkin bisa digunakan sebagai landasan bagi para pendidik (guru) untuk melaksanakan pembelajaran maupun untuk mengembangkan model pembelajaran yang baru. Berikut beberapa model pembelajaran inovatif dan kontekstual yang dapat diterapkan untuk pembelajaran PAI. 1. Model Numbered Heads Together (Slavin, 1994: 73) Langkah-langkah :
111
…::: Jurnal al-Ghazwah, Volume 1, Nomor 1 :::… a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor. b. Guru memberikan tugas pada masing-masing untuk didiskusikan. (Tugas yang diberikan kepada siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran dan materi yang dipelajari, serta disesuaikan dengan lingkungan siswa) c. Masing-masing kelompok mendiskusikan tugas untuk mendapatkan jawaban yang benar, dan memastikan tiap anggota kelompok dapat memahami/mengerjakan/mengetahui jawabannya. d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil diskusi mereka. e. Guru menunjuk nomor siswa yang lain untuk memberikan tanggapan. f. Guru dan siswa bersama-sama mengambil kesimpulan. 2. Student Team-Achievement Divisions (Slavin, 1994: 73) Langkah-langkah : a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain) b. Guru menyajikan pelajaran c. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti. d. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis, siswa tidak boleh saling membantu. e. Memberi evaluasi f. Mengambil kesimpulan secara bersama-sama. 3. Model Tim Ahli–Jigsaw (Aronson, 1997: 63) Langkah-langkah : a. Siswa dikelompokkan ke dalam 4 tim. b. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda untuk dibahas. c. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab yang menjadi bagia mereka.
112
…::: Jurnal al-Ghazwah, Volume 1, Nomor 1 :::… d. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai, dan anggota lainnya mendengarkan. Bila perlu anggota tim dapat memberikan pedapat untuk memperjelas materi yang dipelajarinya. e. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi dari timnya masing-masing. f. Guru bersama siswa memberi tanggapan dan evaluasi terhadap presen-tasi dari tiap-tiap tim. g. Penutup dengan mengambil kesimpulan. 4. Model Debate (Kagan, 1998: 58) Langkah-langkah : a. Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu kelompok pro dan yang lainnya kelompok kontra. b. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua kelompok diatas. c. Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara. Kemudian kelompok kontra menanggapi apa yag dikatakan oleh kelompok pro tersebut. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya. d. Sementara siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide diharapkan. e. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap f. Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai. 5. Model Group Investigation (Sharan, 1999: 76) Langkah-langkah : a. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen. b. Guru mempersiapkan tugas kelompok. c. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok. d. Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok diberi tugas yang berbeda dari kelompok lain. e. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif untuk mendapatkan suatu temuan substansi materi.
113
…::: Jurnal al-Ghazwah, Volume 1, Nomor 1 :::… f.
Setelah selesai diskusi, juru bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompok. g. Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan. h. Evaluasi i. Penutup 6. Model Talking Stick (Kagan, 1998: 63) Langkah-langkah : a. Guru menyiapkan sebuah tongkat dan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan materi yang dipelajari. b. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi. c. Setelah selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, siswa menutup bukunya. d. Guru mengambil tongkat dan menggulirkan tongkat kepada siswa dengan nyanyian. Setelah togkat bergulir, guru menstop nyanyian, dan siswa yang pada saat itu memegang tongkat berkewajiban menjawab pertanyaan yang dikemukakan oleh uru. Apabila siswa tertunjuk telah menjawab dengan benar, nyayian dilanjutkan dan tongkat digulirkan kembali hingga menunjuk siswa yang lain untuk menjawab pertanyaan guru. Demikian diakukan hingga sebagian besar siswa tertunjuk untuk menjawab pertanyaan guru. Apabila siswa tertunjuk tidak mampu menjawab, tongkat digulirkan kembali dengan nyanyian hingga menunjuk siswa lainnya. e. Guru bersama siswa merangkum seluruh jawaban siswa dan menyimpulkan substansi pokok materinya. f. Guru menutup pelajaran dengan memberikan tugas lain untuk siswa. 7. Model Cooperative Integrated Reading and Composition (Steven, 1995: 321) Langkah-langkah : a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen.
114
…::: Jurnal al-Ghazwah, Volume 1, Nomor 1 :::… b. Guru memberikan wacana (bisa dari kliping, surat kabar, majalah atau sumber yang lain) terkait dengan topik pembelajaran. c. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana tersebut. Tanggapan tiap kelom-pok ditulis pada kertas. d. Tiap kelompok mempresentasikan/membacakan hasil kerja kelompok, sementara itu kelmpok lain memberikan tanggapan. e. Guru membuat kesimpulan bersama dengan siswa. f. Penutup 8. Model Inside-Outside Circle (Kagan, 1998: 67) “Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur” Langkah-langkah : a. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar. b. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke dalam c. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan d. Kemudian siswa yang berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam. e. Selanjutnya giliran siswa yang berada di lingkaran besar membagi informasi. Demikian seterusnya. f. Pertukaran informasi itu akan diterima oleh seluruh siswa, sehigga seluruh siswa memiliki informasi yang sama. Catatan: Informasinya harus sudah didesain oleh guru, sesuai dengan materi pembelajaran, sehingga informasi tersebut tidak jauh melenceng dari pokok materi. E. Kesimpulan Inovasi pembelajaran kontekstual merupakan upaya untuk mengembangkan model pembelajaran PAI untuk meningkatkan “gairah” belajar siswa di ruang kelas. Pembelajaran kontekstual memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir kritis untuk
115
…::: Jurnal al-Ghazwah, Volume 1, Nomor 1 :::… memecahkan suatu masalah. Belajar berfikir secara aktif mengembangkan pola pikir anak supaya tanggap terhadap sekitar. Bagi guru PAI pembelajaran kontekstual suatu srategi yang tepat untuk diberikan kepada siswa. Daftar Pustaka Aronson, E. & Patnoe, S. (1997), The Jigsaw Classroom, New York: EddisonWesley/Longman. Gagne, Robert., (1982), Prinsip-Prinsip Belajar-Mengajar, Bandung, Alumni Kagan, S., (1998), Cooperative Learning, San Juan Capistrano, CA Resources for Teachers. Nurdin, Muhamad., (2008), Kiat Menjadi Guru Profesional, Yogyakarta, ArRuzz Media. Nurhadi, Burhan Yasin, dan A.G. Senduk., (2004), Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dala KBK, Malang, UMPRESS MALANG. Sharan, S., (1999), Handbook of Cooperative Learning Methods, New York: Praeger. Slavin, R., (1994), Using Student Team Learning (4th ed.), Baltimore: Johns Hopkins University. Steven, R. & Slavin, R., (1995), The Cooperative Elementary School: Effects on Student’ achievement, attitude, and Social Relations., American Educational Research Journal, 32(2), 321-351. Udin Syaefudin, Inovasi Pendidikan, Alfabeta, Bandung 2013.
116