Boks 1
I.
GEJOLAK TEKANAN EKSTERNAL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROPINSI RIAU
Latar Belakang
Episode krisis keuangan global yang diawali dari melesunya perekonomian AS akibat krisis perumahan (Sub Prime Mortgage) telah memberikan dampak lanjutan bagi perekonomian dunia. Fase pertama krisis ini telah menimbulkan fenomena flight to quality di bursa saham dunia. Akibatnya, kekeringan likuiditas dirasakan oleh sebagian besar sektor keuangan baik perbankan maupun lembaga keuangan lainnya. Pada fase kedua, krisis keuangan mengakibatkan perlambatan ekonomi di Amerika Serikat sehingga menyebabkan tertekannya neraca perdagangan mitra dagang utama AS seperti Uni Eropa dan Jepang. Kondisi ini tercermin dari melambatnya pertumbuhan (y-o-y) indeks produksi industri (industrial production index) kedua negara tersebut. (% ) 60
700
20.00
Tren perlambatan
awal periode stock market crash 15.00 600 50
10.00 500 40
5.00 400
0.00
Jan-01 Apr-01 Jul-01 Oct-01 Jan-02 Apr-02 Jul-02 Oct-02 Jan-03 Apr-03 Jul-03 Oct-03 Jan-04 Apr-04 Jul-04 Oct-04 Jan-05 Apr-05 Jul-05 Oct-05 Jan-06 Apr-06 Jul-06 Oct-06 Jan-07 Apr-07 Jul-07 Oct-07 Jan-08 Apr-08 Jul-08 Oct-08
30
300
-5.00 20 200
-10.00
10
-15.00
100
-20.00
IHSG (IND)
(1.a) Indeks Harga Saham
Nikkei (JPN)
Jan-09
Jan-08
Sep-08
M ay-08
Jan-07
Sep-07
M ay-07
Jan-06
Sep-06
M ay-06
Sep-05
Jan-05
FTSE (EU)
M ay-05
Jan-04
Sep-04
M ay-04
Jan-03
S&P 500 (AS)
Sep-03
M ay-03
Jan-02
Sep-02
M ay-02
Jan-01
Sep-01
0
M ay-01
0
-25.00
Amerika Serikat Korea Selatan
Jepang Poly. (Amerika Serikat)
Uni Eropa
(1.b) Indeks Produksi Industri
Gambar 1. Perkembangan Indeks Harga Saham dan Pertumbuhan (y-o-y) Indeks Produksi Industri AS, Jepang, Uni Eropa dan Indonesia Tahun 2001-2008
Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa pertumbuhan (y-o-y) indeks produksi industri AS bersifat leading terhadap pertumbuhan (y-o-y) indeks produksi industri Uni Eropa (UE) dan Jepang. Tercatat bahwa pertumbuhan (y-o-y) indeks produksi industri AS mulai mengalami perlambatan pada bulan Februari 2008 sebesar 1,58% dari bulan sebelumnya sebesar 2,54%. Kemudian UE dan Jepang mengalami perlambatan pada bulan Maret ’08 masing-masing sebesar 0,47% dan 1,45% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 3,96% dan 3,66%. Efek kumulatif fenomena ini membawa bank sentral di berbagai belahan dunia harus menghadapi ketidakpastian arus modal, disamping harus memelihara independensi moneter serta menyeimbangkan tekanan nilai tukar (impossible trinity). Memasuki triwulan III 2008, dampak lanjutan krisis keuangan global mulai dirasakan di Indonesia. Kondisi ini tercermin dari menurunnya nilai dan volume ekspor khususnya untuk komoditi ekspor utama seperti minyak dan produk pertanian mentah. Kondisi ini kemudian diperparah dengan menurunnya harga komoditi ekspor utama Indonesia seperti CPO, Karet, Minyak dan Pulp di pasar internasional. Penurunan ini tentunya memberikan pengaruh penting bagi propinsi penghasil utama CPO, khususnya Riau. Seperti kita ketahui, ekspor non migas memiliki kontribusi sebesar 62% dalam struktur ekspor Riau, sisanya 38% berasal dari ekspor migas. Sementara itu, menurut sektor, ekspor hasil industri dan hasil tambang meningkat selama Januari–Desember 2008 masing-masing sebesar 102,33% dan 31,52 persen, sedangkan ekspor hasil pertanian menurun sebesar 66,11% dibanding tahun 20071. Sejalan dengan kondisi tersebut, perlu dilakukan investigasi secara empirik untuk mengetahui sektor yang mengalami gangguan terbesar akibat pengaruh tekanan eksternal. II.
Identifikasi Tekanan Eksternal
Studi yang dilakukan oleh Cabalerro, et al (2008), menunjukkan bahwa krisis keuangan yang telah mengakibatkan ketidakseimbangan global (global imbalances) merupakan interkoneksi (kombinasi) antara hancurnya bursa saham (stock market crash), menurunnya harga komoditi di pasar internasional serta terkontraksinya pertumbuhan ekonomi (economic downturns). Sejalan dengan penelitian tersebut, maka krisis keuangan global yang telah mengakibatkan tekanan makroekonomi eksternal akan diidentifikasi melalui harga komoditi, pertumbuhan industri dan nilai tukar. Tahapan awal yang dilakukan dalam mengidentifikasi terjadinya tekanan eksternal adalah membangun sebuah indeks komposit (composite index) yang terdiri atas harga riil
1
Berita Resmi Statistik. Perkembangan Ekspor Impor Riau Desember 2008. BPS
2
komoditas dunia (harga minyak dunia dan CPO) , indeks produksi industri (industrial production index) negara maju dan nilai tukar riil.3 Selanjutnya, suatu kondisi (periode) dikatakan mengalami tekanan eksternal (stress) apabila nilai indeks kompositnya 4
memiliki nilai satu standar deviasi di atas trennya (Illing dan Liu, 2003). Hasil perhitungan indeks komposit disajikan pada Gambar 2. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa terdapat dua periode yang menunjukkan terjadinya tekanan eksternal. Periode tekanan eksternal pertama terjadi pada bulan Juni ’05 hingga September ’05, sementara periode tekanan eksternal berikutnya terjadi periode November ‘08 sampai Desember 2008. Kondisi tekanan eksternal yang terjadi pada periode pertama (Juni ’05-September ’05) dipicu oleh meningkatnya harga minyak dunia hingga ke level US$ 55/brl dan mencapai puncaknya di bulan Agustus ’05 yaitu sebesar US$ 64,48/brl. Hal ini pada akhirnya menimbulkan tingkat inflasi yang cukup tinggi di Riau khususnya pada bulan November ’05 dimana inflasi (y-o-y) menyentuh angka tertinggi sebesar 19,43%. 100.000 95.000 90.000 85.000 80.000 75.000 70.000
ECI Tekanan Eksternal
65.000 60.000
Nov-08
Jul-08
Sep-08
May-08
Jan-08
M ar-08
Nov-07
Jul-07
Sep-07
May-07
Jan-07
M ar-07
Nov-06
Jul-06
Sep-06
May-06
Jan-06
M ar-06
Nov-05
Jul-05
Sep-05
May-05
Jan-05
M ar-05
Nov-04
Jul-04
Sep-04
M ar-04
May-04
55.000
Gambar 2. Indeks Komposit Eksternal (External Composite Index/ECI)
Sementara itu, kondisi tekanan eksternal periode kedua (November ’08-Desember ’08) diindikasikan terjadi karena krisis keuangan global yang mengakibatkan anjloknya indeks produksi industri negara maju seperti AS, Uni Eropa dan Jepang. Tercatat bahwa pada bulan Juni ’08, angka indeks produksi industri AS mengalami kontraksi pertumbuhan (y-
2
Harga CPO dikonversi kedalam nilai riil dengan rumus (P*kurs)/inflasi. Sementara, harga minyak dunia dihitung sebagai positive interannual growth (Net Oil Price Increase/NOPI) dengan rumus sebagai berikut (Hamilton (2000) dalam Cunado & Garcia (2003)) NOPI=max(0,ln(Oilt)-max(ln(Oilt-4), ln(Oilt-8), ln(Oilt-12 ), ln(Oilt-16)). 3 . Metode penggabungan indeks dilakukan dengan metode Conference Board Business Cycle Indicators Handbook, hal. 47. 4 . Detrended series dilakukan dengan metode Hodrick Prescott Filter.
o-y) sebesar 0,06% dan mencapai titik terendahnya di bulan Desember ’08 yaitu sebesar 8,18%. Sementara itu, pertumbuhan (y-o-y) indeks produksi industri Jepang dan Uni Eropa masing-masing mulai mengalami kontraksi pada bulan Agustus ’08 (4,74%) dan Mei ’08 (0,57%). Pertumbuhan (y-o-y) indeks produksi industri Jepang dan Uni Eropa mencapai titik terendahnya di bulan Desember’08 yaitu masing-masing sebesar 22,64% dan 11,94%. Sebagai negara terbuka kecil, tentunya kondisi ini mengakibatkan tertekannya neraca perdagangan Riau akibat melesunya kondisi perekonomian negara tersebut (contagion effect). Hubungan antara tekanan eksternal (external composite index) dengan pertumbuhan output sektoral memiliki korelasi yang erat (Tabel 1). Hal ini terlihat dari besaran nilai korelasi yang mencapai kisaran 0,7 antara indeks komposit tekanan eksternal dengan pertumbuhan sektoral di propinsi Riau. Selain itu, korelasi bersifat negatif yang mengindikasikan bahwa tekanan eksternal akan mengakibatkan pertumbuhan sektoral melambat. Tabel 1. Korelasi Variabel Eksternal dan Pertumbuhan Sektoral
Tekanan Eksternal
Pertanian
Pertambangan
-.778(* * )
-.726(* * )
Industri
Listrik
-.749(* * ) -.723(* * )
Bangunan Perdagangan -.747(* * )
-.770(* * )
Penganggkutan
Keuangan
Lainnya
-.731(* * )
-.716(* * )
-.751(* * )
* * signfikan pada =1%
III.
Pengaruh Tekanan Eksternal Terhadap Pertumbuhan Sektoral
Pada umumnya, krisis keuangan yang mengakibatkan ketidakseimbangan global akan mengakibatkan bank sentral menggunakan kebijakan suku bunga (dalam hal ini BI rate) dalam meredam gejolak tekanan tersebut. Tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap suku bunga kredit perbankan yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat penyaluran kredit sehingga pada akhirnya memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi sektoral. Sejalan dengan kondisi tersebut, pendekatan yang digunakan dalam menganalisis pengaruh gejolak tekanan eksternal terhadap pertumbuhan ekonomi sektoral adalah mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit (credit channel). Hal ini dikarenakan kredit berpotensi mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan baik dalam bentuk investasi maupun output (pendapatan nasional). Hasil ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Mishkin (1978) dan Bernanke (1983) dalam Freixas dan Rochet (1997). Analisis tersebut diatas sekaligus membantah hipotesa awal yang dikemukakan
oleh Friedman dan Schwartz (1966) yang lebih menekankan peran money supply dalam pertumbuhan output. Alat analisis yang digunakan dalam menganalisa pengaruh tekanan eksternal terhadap pertumbuhan sektoral adalah Impulse Response Function (IRF). Sebelum melakukan analisa, maka terlebih dahulu dilakukan Data Generating Process (DGP) terhadap series data yang digunakan. Hal ini dilakukan mengingat bahwa model time-series mensyaratkan pola data yang stasioner (Verbeek, 2000). Data yang digunakan dalam studi ini adalah data time series dari Januari ’04 – Desember ’08. Hasil pengujian unit root test dengan menggunakan ADF dan Phillips-Perron menunjukkan bahwa variabel indeks komposit eksternal, suku bunga kredit riil, kredit dan PDRB sektoral bersifat I(1). Oleh karena itu, estimasi Impulse Response Function akan diestimasi dengan 5
menggunakan data first difference berdasarkan selang optimal masing-masing variabel . Simulasi Impulse Response Function (IRF) dilakukan untuk menganalisa sektor yang mengalami respon terbesar akibat tekanan eksternal yang dipicu oleh krisis keuangan global. Hasil simulasi ini ditampilkan pada Gambar 3. Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa tekanan eksternal memiliki hubungan negatif dengan pertumbuhan output sektoral. Artinya, tekanan eksternal akan mengakibatkan pertumbuhan output sektoral di propinsi Riau relatif melambat. Hasil IRF menunjukkan bahwa sektor yang paling rentan terhadap gejolak eksternal di propinsi Riau adalah sektor pertanian. Hasil simulasi menunjukkan bahwa gejolak tekanan
eksternal
sebesar
satu
standar
deviasi
(0,2%)
akan
mengakibatkan
pertumbuhan sektor pertanian mengalami perlambatan (respon negatif) dalam satu triwulan kedepan sebesar 0,89%. Sementara itu, sektor lain yang diperkirakan akan mengalami perlambatan cukup besar akibat gejolak tekanan eksternal pada triwulan 6
pertama pasca terjadinya tekanan eksternal adalah sektor perdagangan (0,52%), sektor keuangan (0,49%) dan sektor pertambangan (0,44%). Sektor lainnya seperti industri pengolahan, pengangkutan, pertambangan, jasa dan listrik diperkirakan mengalami perlambatan (deviasi negatif) berkisar 0,04% sampai 0,3% dalam satu triwulan kedepan.
5
Pengujian selang optimal dilakukan dengan menggunakan kriteria AIC, SIC dan LR terkecil. Berdasarkan focus group discussion dengan salah satu perusahaan perdagangan terbesar di Propinsi Riau, tercatat bahwa secara tahunan Net Margin perusahaan tersebut tumbuh melambat (35%) dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 150%. 6
(% )
0.40
0.20
0.00 1
2
3
4
5
6
7
8
-0.20
-0.40
-0.60
-0.80
-1.00
Pert anian
Pert ambangan
Indust ri
List rik
Perdagangan
Pengangkutan
Keuangan
ECI
Bangunan
Gambar 3. Respon Dinamis Pertumbuhan Sektoral Riau Terhadap Gejolak Eksternal
Sementara itu, sektor yang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan (respon positif) adalah sektor bangunan. Hasil IRF menunjukkan bahwa gejolak tekanan eksternal sebesar satu standar deviasi akan meningkatkan pertumbuhan sektor bangunan sebesar 0,1% pada triwulan pertama. Hal ini diindikasikan akibat karakteristik sektor bangunan di propinsi Riau terkait adanya rencana Propinsi Riau menjadi tuan rumah PON 2012 sehingga diperkirakan pertumbuhan di sektor bangunan akan relatif stabil meskipun sedikit dipengaruhi gejolak tekanan eksternal seperti nilai tukar. Hasil simulasi IRF menunjukkan bahwa tekanan eksternal terhadap pertumbuhan sektoral akan mulai hilang pengaruhnya dalam kurun waktu tiga sampai empat triwulan (1 tahun). Namun demikian, tekanan eksternal diperkirakan masih akan mempengaruhi sektor pertanian sampai dengan triwulan ke-7. Hal ini terlihat dari tren pergerakan pertumbuhan sektor pertanian yang belum menuju ke titik 0. IV.
Estimasi Persamaan Kointegrasi PDRB Sektor Pertanian
Besarnya pengaruh gejolak tekanan eksternal terhadap pertanian menjadi perhatian penting, sebab sektor pertanian memiliki tingkat pekerja terbesar dibandingkan sektor 7
lainnya. Selain itu, ekspor non migas mengalami penurunan terbesar dibandingkan ekspor migas selama Januari-Desember ’08. Oleh karena itu, penting kiranya untuk mengetahui variabel dalam komponen external composite index yang memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan sektor pertanian dalam jangka panjang. Pendekatan kointegrasi Johansen dilakukan untuk mengetahui hubungan jangka panjang mengingat data yang digunakan bersifat I(1).
7
Berdasarkan data BPS bulan Agustus ‘08, jumlah pekerja terbesar berada di sektor pertanian (49,3%) diikuti oleh sektor perdagangan (17,58%) dan jasa kemasyarakatan (13,5%).
Sebelum melakukan estimasi maka terlebih dahulu dilakukan pengujian pra estimasi untuk mengetahui korelasi (sifat hubungan) antar variabel. Berdasarkan Tabel 2, kita dapat mengetahui bahwa terdapat potensi masalah multikolinearitas khususnya untuk variabel nilai tukar (lrer) dengan indeks produksi (lipx) serta harga cpo dunia (lrcpo) dengan harga minyak dunia (lrop). Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya masalah multikolinearitas maka variabel–variabel tersebut akan diestimasi secara terpisah. Tabel 2. Korelasi Antar Variabel lipx ly_a lrer lrcpo lrop r ** signifikan pada
lipx
ly_a
lrer
Lrcpo
lrop
.895(**) -.901(**) .437(**) .633(**) -0.051
-.930(**) .316(*) .549(**) -0.112
-.434(**) -.568(**) 0.032
.900(**) .745(**)
.597(**)
= 1%, * signifikan pada
r
= 5%
Selanjutnya, Hasil pengujian selang optimal dengan menggunakan kriteria AIC, SIC dan LR terkecil menunjukkan bahwa persamaan kointegrasi memiliki selang optimal 1. Hasil pengujian kointegrasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan kointegrasi (co-movement) antara sektor pertanian dengan variabel eksternal. Hasil estimasi ini disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil estimasi kointegrasi {(persamaan (1) dan (2)}, diketahui bahwa harga CPO dunia memiliki pengaruh positif terhadap PDRB sektor pertanian. Kenaikan harga CPO dunia sebesar 1% akan meningkatkan PDRB sektor pertanian sebesar 0,78% dan begitu juga sebaliknya. Seperti kita ketahui, harga CPO dunia merupakan acuan utama Tim Penetapan Harga dalam menetapkan Harga Patokan Ekspor (HPE) minyak kelapa sawit di Propinsi Riau. Kondisi ini tentunya mempengaruhi harga jual Tandan Buah Segar (TBS) serta tingkat kesejahteraan petani sawit yang diukur melalui Nilai Tukar Petani (NTP). Ketika harga CPO menurun, maka petani akan mengalami penurunan pendapatan sehingga menurunkan kemampuan untuk berproduksi. Tabel 3. Hasil Estimasi Persamaan Kointegrasi
PDRB Pertanian (2) (3)
(1) Harga CPO Dunia
[n/a] 1 0,094 [-2.958]
[n/a]
[n/a] 1 0,115 [-3.819] -0,294 [4.932]
[n/a]
1,123 [-13.087]
[n/a]
0,721 [-4.622]
Suku bunga kredit
-0,172 [-10.510]
0 0
-0,019 [6.243]
-0,14 [-4.646]
Error Correction Term[ECT t-1 ]
-0,007 [-2.651]
-0,123 [-3.023]
-0,06 [2.986]
-0,86 [-3.578]
Dummy Krisis Global
-0,01 [-3.182]
-0,007 [-1.50]
-0,014 [-3.164]
-0,008 [-2.407]
0,2661 0,0165
residual test 0,0639 0,1652 0,8717 0,1161
0,1947 0,2515
Harga Minyak Dunia Nilai Tukar Indeks Produksi Industri
vec.F_ar(1) vec.F_Hetero
0,784 [-11.557] 1 [n/a] 0,572 [-6.284]
0,003 [0.312] 1 [n/a]
(4)
[n/a]
Cetak tebal menunjukkan signifikan pada =1%, 5% dan 10%. t-statistik =1% adalah 2,576; t-statistik =5% adalah 1,960; t-statistik =10% adalah 1,645. Angka didalam tanda kurung adalah t-statistics (two tailed)
Selain itu, pada Tabel 3, terlihat bahwa nilai tukar dapat memiliki hubungan positif maupun negatif. Pada persamaan (1), nilai tukar memiliki hubungan positif, dimana depresiasi nilai tukar sebesar 1% akan meningkatkan PDRB sektor pertanian sebesar 0,57%. Sedangkan pada persamaan (3), nilai tukar memiliki hubungan negatif dengan tingkat elastisitas sebesar -0.294. Artinya depresiasi nilai tukar sebesar 1% akan menurunkan PDRB sektor pertanian sebesar 0,29%. Adanya hubungan positif {(persamaan (1)} mengimplikasikan bahwa ketika nilai tukar terdepresiasi maka nilai jual produk ekspor pertanian Riau di pasar internasional akan menjadi semakin murah sehingga akan memicu kenaikan permintaan. Dengan meningkatnya permintaan produk ekspor tesebut maka akan mengakibatkan pendapatan eksportir meningkat. Pada akhirnya, hal ini akan mengakibatkan permintaan produk input berupa tenaga kerja dan raw material yang sebagian besar merupakan TBS. Seperti diketahui, Riau merupakan produsen TBS terbesar di Indonesia dan nilai ekspor non migas Riau sebagian besar merupakan komoditas CPO yang inputnya berasal dari TBS 8
di sektor pertanian.
Sementara itu, pada persamaan (3), nilai tukar memiliki hubungan negatif. Hubungan ini mengimplikasikan bahwa terdapat komponen bahan baku impor yang digunakan di 9
sektor pertanian seperti traktor dan pupuk . Sehingga ketika nilai tukar terdepresasi akan
8
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, penghasil Tandan Buah Segar (TBS) terbesar di Indonesia pada Tahun 2008 adalah Propinsi Riau dengan jumlah produksi mencapai 4.687.166 ton diikuti oleh Propinsi Sumatera Utara (3.200.985 ton) dan Sumatera Selatan (1.616.1877 ton). 9 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Riau, tercatat pengusaha Riau mengimpor pupuk dari luar negeri senilai dengan USD 231,72 miliar atau sekitar 15,3% dari total impor Riau.
meningkatkan biaya produksi akibat meningkatnya harga bahan baku impor. Kondisi ini pada akhirnya dapat menurunkan output sektor pertanian di Propinsi Riau. Harga minyak dunia memiliki hubungan positif terhadap PDRB sektor pertanian. Peningkatan harga minyak dunia sebesar 1% dapat meningkatkan PDRB sektor pertanian sebesar
0,11% - 0,09%. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan subtitusi
antara harga minyak dunia dengan permintaan CPO sebagai salah satu sumber energi alternatif. Ketika harga minyak dunia meningkat maka investor akan cenderung mengalihkan pembelian kepada CPO sehingga akan mendorong peningkatan permintaan CPO. Hasil estimasi persamaan kointegrasi menunjukkan bahwa indeks produksi industri memiliki pengaruh positif terhadap PDRB sektor pertanian Riau. Pada persamaan (2), kenaikan indeks produksi industri sebesar 1% akan meningkatkan PDRB sektor pertanian sebesar 1,12% dan begitu juga sebaliknya. Relatif besarnya elastisitas ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian negara maju memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomian Riau. Hal ini dikarenakan negara maju merupakan salah satu negara tujuan ekspor non migas Riau seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Selain itu, melesunya perekonomian negara maju akan mengakibatkan contagion effect yang serupa di negara-negara lain. Sehingga dapat diperkirakan ketika perekonomian negara maju mengalami perlambatan maka negara lain pun akan mengalami hal yang serupa. Disamping itu, pada Tabel 3 juga terlihat bahwa suku bunga kredit memiliki hubungan negatif dengan PDRB sektor pertanian. Artinya kenaikan suku bunga kredit dapat menyebabkan PDRB sektor pertanian Riau menurun. Elastisitas variabel suku bunga kredit terhadap PDRB sektor pertanian berkisar antara 0,019 sampai dengan 0,172. Temuan empiris di atas menunjukkan bahwa krisis keuangan global yang mulai dirasakan akhir tahun 2008 memberikan pengaruh nyata terhadap perekonomian Riau, khususnya sektor pertanian. Disamping itu, hasil estimasi kointegrasi membuktikan bahwa harga CPO dan indeks produksi industri merupakan variabel yang memiliki elastistas terbesar diantara variabel eksternal lainnya. Artinya, permintaan produk ekspor pertanian Riau cenderung memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap permintaan dan harga jual di pasar internasional. Sebagaimana kita ketahui,
sektor
pertanian memiliki jumlah pekerja
terbesar
dibandingkan sektor lainnya. Apabila sektor pertanian mengalami dampak terbesar akibat tekanan eksternal yang dipicu oleh krisis global maka akan secara langsung mempengaruhi tingkat pendapatan pekerja di sektor tersebut dan daya beli masyarakat luas. Melalui hukum keseimbangan ekonomi, kombinasi antara perlambatan output
sektoral (sisi penawaran) dan menurunnya tingkat konsumsi (sisi permintaan) akan menghasilkan titik keseimbangan baru dengan output dan tingkat harga yang lebih rendah atau dikenal dengan istilah StagDeflasi {(a deadly combination of stagflation and deflation, Roubini (2009)}. V.
Implikasi Kebijakan
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa gejolak tekanan eksternal yang dipicu oleh hancurnya bursa saham dunia (financial crash) serta perlambatan ekonomi negara industri memberikan pengaruh nyata terhadap perekonomian Riau. Berdasarkan hasil simulasi IRF, diketahui bahwa sektor pertanian mengalami gangguan terbesar akibat tekanan ini, diikuti oleh sektor perdagangan, sektor keuangan dan sektor pertambangan pada triwulan pertama pasca terjadinya gejolak tekanan eksternal. Selain itu, hasil estimasi kointegrasi menunjukkan bahwa harga CPO dunia dan indeks produksi industri negara maju memiliki pengaruh dominan terhadap PDRB sektor pertanian. Seiring dengan temuan empiris di atas, beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk mengurangi pengaruh gejolak tekanan eksternal di Propinsi Riau, diantaranya yaitu : 1. Melakukan diversifikasi produk atau pengembangan industri hilir komoditas pertanian (TBS). Saat ini, propinsi Riau cenderung mengekspor komoditas pertanian, khususnya TBS, dalam bentuk CPO. Dengan terdiversifikasinya hasil komoditas pertanian (TBS) maka secara tidak langsung dapat membuka peluang ekspor ke negara lain (mengurangi ketergantungan permintaan CPO) dan meningkatkan value added produk pertanian sehingga dapat membuka lapangan kerja. 2. Pemerintah daerah sebaiknya memberikan stimulus kepada sektor yang mengalami respon cukup besar khususnya sektor pertanian seperti pemberian subsidi pupuk. Hal ini dikarenakan, sepanjang tahun 2008, Riau mengalami kelangkaan pupuk. Kondisi ini dapat mengakibatkan turunnya produksi petani sawit. 3. Melakukan pembinaan (monitoring) serta koordinasi terhadap nasabah di sektor perkebunan/industri kelapa sawit khususnya melalui penguatan aspek kelembagaan di sektor pertanian serta restrukturisasi. Hal ini dilakukan sebagai alternatif untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dengan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking). 4. Mendorong pembangunan investasi publik melalui proyek-proyek pembangunan yang mendukung pada penciptaan lapangan kerja. Hal ini guna menyerap tenaga kerja yang mengalami PHK pasca krisis keuangan global.