AWAL PERJUANGAN Pertengahan bulan Mei 1984, aku diam-diam mendaftarkan diriku masuk KPG atau Kursus Pendidikan Guru yang ada di Tanah Grogot Kabupaten Paser. Kenapa aku harus mengatakan diam-diam? Karena aku baru saja gagal mengikuti tes KOWAT (Komando Wanita Angkatan Darat). Sebenarnya ayah dari awal memang tidak setuju karena menurut beliau lebih baik kuliah dulu. Dalam hatiku berkata, “Aku tidak ingin kuliah cuman aku gak berani berterus terang.” Kata ayah kalau kuliah ambil jurusan guru saja. “Coba kamu lihat kakakmu bagus jadi seorang pendidik, pekerjaan mulia baik untuk dunia maupun akhirat. Di samping itu mendidik anak orang lain di suatu saat pasti juga kamu akan menjadi seorang ibu untuk anak-anakmu.” Wah menjadi seorang ibu? Apa saya gak salah mendengar? Tiba-tiba aku bertanya, ”Bukankah ayah melarang ku untuk pacaran?” “Oh itu, hehe......”, beliau malah tertawa. “Itu saat ini nak, karena ayah tahu kamu belum siap dan juga kamu belum ada modal untuk kesitu. Pacaran itu enak dirasa tetapi sulit untuk terlaksana.” Wah ayah kolot banget. Hatiku berbicara karena kesal. Tetapi kepalaku selalu menunduk bagaikan setangkai padi yang mulai menguning. Beliau malanjutkan pembicaraan, “Ketika hidup berumah tangga ada persiapan modal dari awal, pasti
di belakangnya akan sukses. Hidup berumah tangga tidak gampang dan tak mudah seperti dibayangkan. ketika asyik pacaran. Karena hidup di dunia tak ada yang selalu mulus. Apabila cinta mulai luntur, keributan pun pasti terjadi. Hidup berumah tangga harus lebih dewasa dan tidak seperti enaknya makan ketan, makanya kamu harus kuliah, baru bekerja. Baru ayah bolehkan kamu pacaran. Dan jangan bodoh, bila cari calon pendamping harus sederajat. Kalaupun tidak carilah yang sama-sama bekerja dan agama harus sama karena dia harus pintar jadi seorang imam. Di dalam keluarga sangat penting nak.”, itulah pesan ayah padaku. Akupun menjawab, “Siaaapp yah...”
*****
2 | Bintang Bersinar di Negeri Berlian
AWAL DIMULAINYA MASUK KPG Lama terasa menunggu akhirnya sampai juga ke telingaku. Dibawa oleh hembusan angin sejuk, sesejuk hatiku disaat itu. Sebenarnya, aku diberitahu seorang teman setia. Hani namanya. Tepatnya jam satu siang aku berangkat dari rumah tanpa sepengetahuan orang di rumah karena mereka masih tidur atau sedang beristirahat siang. Aku akan berangkat ke SMAN 1 tempat kami sekolah atau belajar. Beberapa menit menempuh perjalanan aku pun sampai di SMAN 1 Tanah Grogot, itu juga sebagai tempatku menimba ilmu dulu semasa SMA. Jadi aku tidak canggung lagi di tempat itu. Kepala sekolah dan semua guru-guru aku kenal termasuk pak Otong penjaga sekolah di SMA itu. Siapa sih yang gak kenal aku. Aku orangnya sangat ramah dan gak pilih-pilih teman. Kaya, miskin sama bagiku. Tetapi aku sedikit usil atau nakal kalau teman-teman menurutku lemah atau takut padaku. Setengah jam ngomong-ngomong sama ibu dan bapak guru serta pak Otong aku pun permisi, karena diajak teman untuk bergabung dengan teman baruku. Setelah kami sampai di depan kelas, aku melihat teman-teman baru di dalam kelas, ada yang lagi ngumpul-ngumpul, ada juga yang hanya dudukduduk manis di kursi. Akupun menghampiri mereka dan berkenalan dengan siapa saja yang ada disitu. Ternyata mereka kebanyakan dari Banjar. Akupun dengan lancar berbahasa Banjar. Mereka tercengang Bintang Bersinar di Negeri Berlian | 3
dan bertanya padaku, “Kamu Banjar jugakah?” Aku tersenyum, “Bukan.... Aku asli penduduk sini”, jawabku. “Kenapa kamu tahu bahasa Banjar?” “Tahu aja...” , jawabku. “Ajak aku keliling dong... melihat-lihat kota Grogot.”, pinta salah seorang teman dari Banjar. Iya mereka memang baru pertama kali menginjakkan kaki di bumi Tana Paser. “Kemana?”, tanyaku. “Terserah kamu saja. Aku menurut kemana kamu melangkahkan kaki. Pokoknya aku ikut aja.”, jawab Veve sambil mengedipkan matanya. Dalam hatiku berkata, “Veve, Oke juga ni cowok.” Kami berdua akhirnya keliling ke tempattempat tidak jauh dari SMA. Kami singgah di sebuah warung diseberang SMAN 1. Dia bilang sama aku, ”Kamu mau makan apa, Nor? Makan atau minum?” Pikiran usilku mulai muncul. “Kalau makan pasti ada minumnya lah, sesak tenggorokan kalau gak minum.”, jawabku. “Pintar juga ya kamu basabasi...”, katanya. “Aku senang berkawan denganmu.”, lanjutnya. “Siapapun yang berteman denganku pasti senang dan lumayan enak.”, aku membanggakan diriku. Selesai makan dia yang bayar. Wow... uang yang dia keluarkan banyak banget, seolah-olah dia pamer padaku. Terpikir dalam benakku, dia pasti anak orang berada. Melihat aku melamun, ia mangagetkanku, ”Hei... kenapa kamu, mikirin siapa?”, katanya. 4 | Bintang Bersinar di Negeri Berlian
“Mikirin aku ya,...hahaha.”, lanjutnya. “Enak aja, siapa juga yang mau mikirin kamu,..”, aku menyangkal. Kami berdua pun melangkah menuju kelas dan bergabung dengan teman-teman lain. Bapak kepala sekolah mengatakan besok baru ada pembagian kelas, untuk hari ini kami boleh pulang.
*****
Bintang Bersinar di Negeri Berlian | 5