.
D ~-
kpf N ~~
0(
f.t~no ~
~kvt.._,
tt-o
I
KARAKTERISTIK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MUNCULNYA PEKERJA ANAK
DAERAH PERKOTAAN DI SUMATERA
TE SIS
OLEH :
DODY PRIHARDI 04 206 032
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS
2005
KARAKTERISTIK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MUNCULNYAPEKERJAANAKDAERAHPERKOTAAN DISUMATERA o/eh: Dody Prihardi (dibawah bimbingan Dr. Nasri Bachtiar, SE, MS dan Yusrizal Yulius, SE, MA)
RINGKASAN PeneJitian yang berjuduJ "Karakteristik dan faktor-faktor yang menyebabkan
munculnya pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera" ini bertujuan (1) menemukan karakteristik anak-anak daerah perkotaan di Sumatera, (2) karakteristik pekerja anak ditinjau dari 2 (dua) faktor penyebab muncuJnya pekerja anak tersebut yaitu pertama Jatar beJakang individu yang terdiri dari jenis keJamin, partisipasi sekoJah, status dan Japangan pekerjaan, tingkat upah dan jam kerja. Kedua Jatar beJakang keJuarga yang dilihat meJalui pendapatan keluarga perkapita, tingkat pendidikan orang tua, status dan lapangan pekerjaan orang tua,. Selanjutnya (3) menguji faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi munculnya pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera. Data yang digunakan daJam peneJitian ini adaJah data
tape Susenas 2003 dan Data dan lnformasi Kemiskinan Tahun 2003 ; Buku 2 yang diterbitkan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) serta data pendukung Jainnya yang reJevan. Dari hasil anaJisis regresi logistik ditemukan bahwa faktor yang secara signifikan mempengaruhi munculnya pekerja anak daerah perkotaan adalah tingkat pendidikan
orang tua dan partisipasi sekolah anak. Sedangkan
varia~eJ
Jainnya seperti jenis
kclamin anak dan pendapatan rumah tangga perkapita yang merupakan indikator tingkat kemiskinan tidak berpengaruh secara signifikan. Tingkat pendidikan orang tua berpengaruh negatif yang berarti semakin tinggi pendidikan orang tua maka anak akan cenderung menjadi pekerja anak. Orang tua yang berpendidikan relatif tinggi lebih menginginkan anaknya bekerja tentunya tetap bersekolah guna meningkatkan kemampuan diri (life skill), dan sebaliknya yang berpendidikan relatif rendah lebih menginginkan anaknya untuk bersekolah agar dapat berprestasi. Sedangkan partisipasi sekolah berpengaruh positif yang berarti semakin bersekolah seorang anak maka kecendrungan anak untuk bekerja semakin kecil. Data tape Susenas merupakan data survey yang cukup
repres~ntatif
karena
dilakukan oleh instansi yang betwenang yaitu BPS (Badan Pusat Statistik). Namun demikian, dalam data tape Susenas 2003 tidak semua pekerja anak daerah perkotaan dapat dimasukkan ke dalam sample. Misalnya anak-anak jalanan yang tidak mempunyai orang tua. Hal ini dikarenakan keterbatasan data yang digunakan, dimana setiap anak mewakili satu keluarga. Disamping itu data tape Susenas 2003 harus diterima apa adanya, walaupun data pekerja anak yang ada sangat kecil yaitu hanya 2% dari total sampel. Data pendapatan rumah tangga yang digunakan merupakan proxy dari pengeluaran rata-rata rumah tangga perbulan. Hal ini menyebabkan dalam perhitungan pengeluaran rata-rata rumah tangga perbulan dilakukan dengan memperhitungkan besarnya upah yang diterima dari anggota rumah tangga (termasuk anak) yang bekerja. Sehingga dapat menyebabkan anak yang bekerja cenderung tidak berasal dari keluarga yang miskin.
ii
lmplikasi bagi penelitian selanjutnya, karena setiap anak mewakili satu keluarga maka masih dimungkinkan untuk dilakukan penelitian melalui survey lapangan. Untuk melihat langsung bagaimana dengan karakteristik pekerja anak daerah perkotaan yang tidak memiliki orang tua yang banyak hidup di daerah perkotaan baik sebagai pengamen jalanan, pengemis ataupun pekerja kasar lainnya.
iii
KARAKTERISTIK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MUNCULNYA PEKERJA ANAK DAERAH PERKOTAAN DI SUMATERA
OLcH :
DODY PRIHARDI 04 206 032
TESIS Sebagai salah satu syarat untuk wemperoleh gelar Magister Sain pada Program Pascasarjana Universitas Andalas
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS 2005
J udul Penelitian
KARJ~KTERISTIK
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MENYEBABKAN MUNCULNYA PEKERJA ANAK DAERAH PERKOTAAN DI SUMATERA
Nama Mahasiswa : DODY PRIHARDI Nomor Pokok
04 026 032
Program Studi
PERENCANAANPEMBANGUNAN
Tesis ini telah diuji dan dipertahankan di depan sidang panitia ujian akhir Magister Sain pada Program Pascasarjana Universitas Andalas dan dinyatakan lulus pada tanggal 23 Agustus 2005.
Menyetujui I . Komisi Pembimbing:
{f!t~;;~ I
I
Yusrizal Yulius, SE, MA
Dr. Nasri Bachtiar, SE, MS
Anggota
Ketua
2. Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan
N~~~ Dr. Nasri Bachtiar, SE. !\ IS NIP 13 1 656 51 0
v
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa. ini tesis yang saya tulis dengan judul: "Karakleristik dan Faktor-faktor Yang Menyebabkan Muncu/nya Pekerja Anak Daerah Perkotaan di Sumatera" adalah hasil kerja/karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan dari hasil kerjalkarya orang lain, kecuali kutipan yang sumbemya dicantumkan. Jika dikemudian hari pemyataan ini temyata tidak benar, maka status kelulusan dan gelar yang saya peroleh menjadi batal dengan sendirinya.
Padang,
Agustus 2005
Yang Membuat Pemyataan
6Yvf
Dody Prihardi
vi
Katakanlah : "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang-orang yang beraka/lah yang dapat menerima pe/ajaran. (Az Zumar ayal 9)
..... Allah meninggikan orang y ang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, heberapa derajat ... " (A I Mujaodalah, ayat II)
kupersembahkan kepada kedua orang tuaku Saniman & Sugiyem tercinta sebagai titik awaJ dari sebuah pengabdian istriku tercinta Linda Rolis, engkaulah pengobat wtiku da1am kegalauan engkaulah ternan sejatiku dalam sedih dan senang yang selalu setia menemaniku anak-anakku Azura dan Hafizh, engkauloh inspirasiku engkaulah matahariku enJ;kaulah harapan dan cita-citaku
RIWAYATHIDUP Penulis dilahirkan di kota Sawahlunto Sumatera Barat pada tanggal 30 Juni 1972. Anak dari Saniman dan Sugiyem yang suka merantau. Sebagai anak seorang perantau memulai pendidikan dasar sampai kelas 3 di SD No.2 Batuang Taba Lubuk Begalung Padang. Memasuki kelas 4 SD orang tua telah menetap di kota kelahiran sampai menamatkan sekolah menengah tingkat atas di kota "arang" Sawahlunto tcpatnya di SMA Ncgcri Sawahlunto pada tahun 1992. Anak kelima dari tujuh bersaudara ini menamatkan pendidikan S I pada Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, Jurusan Ekonomi Pembangunan pada bulan Juni 1997. Selepas menyelesaikan pendidikan S I, penulis merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib mencari pekerjaan. Pada bulan Maret 1999 diterima sebagai PNS pada Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan R.l yang ditugaskan di Bumi Reflesia Kota Bengkulu hingga saat ini. Dengan beristrikan Linda Rolis, SE yang dinikahi pada tanggal 17 Maret 2001, dikaruniai sepasang anak yaitu Azura Ridha Ramadani (3 tahun 10 bulan) dan Abdulhafizh Nur Muhammad ( 18 bulan).
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayahNY A hingga dapat menyelesaikan tesis ini. Salawat dan salam juga dilimpahkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam jahilliyah ke alam terang benderang yang beradab dan berpengetahuan. Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Universitas Andalas Padang. Dengan selesainya tesis ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Nasri Bachtiar, SE, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Yusrizal Yulius, SE, MA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan dorongan, saran dan arahan sehingga selesainya penulisan tesis ini. Kepada Bapak Kapusbindiklatren Bappenas penulis mengucapkan terima kasih atas kepercayaannya untuk membiayai seluruh biaya perkuliahan penulis pada Program Pascacasrjana Universitas Andalas. Semoga karya kecil ini menjadi bukti keseriusan penulis dalam menjalankan amanah dari masyarakat pada umumnya dan amanah dari Bappenas pada khususnya. Kepada lbu Kepala Kantor Wilayah VIII Direktorat Jenderal Perbendaharaan · Bengkulu, penulis ucapkan terima kasih atas izin yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi ini. Dan juga atas dorongan dan bimbingannya untuk terus belajar dan berkarya .
ix
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak dan ibu dosen pascasarjana Universitas Andalas atas semua yang telah diberikan. Kepada rekanrekan mahasiswa PPn Tailor Made Universitas Andalas Angkatan 2004, terima kasih atas semua masukan dan kritikannya. Penulis juga menyadari bahwa, tesis ini masih jauh dari sempuma. Kritik dan saran lainnya yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Padang, Agustus 2005 Penulis
X
Daftar lsi Halaman
Kata Pengantar
IX
Daftar lsi
XI
Daftar Tabel
X111
Daftar Kurva
XIV
Daftar Diagram Daftar Lampiran
XV
BABI
BAB II
XVI
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1
1.2. Perumusan Masalah
3
1.3. Tujuan Penelitian
4
1.4. Manfaat Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definisi Operasional 2.1.1
Konsep Tenaga Kerja
6
2.1.2
Konsep Pekerja Anak
8
2.1.3
Kondisi Daerah dan Pekerja Anak Daerah Perkotaan
10
2.1.4
Perlindungan Hukwn Bagi Pekerja Anak
11
2.2 Kerangka Teori
BAB III
6
12
2.2.1
Teori Penawaran Tenaga Kerja (Neo Klasik)
12
2.2.2
Teori Penawaran Tenaga Kerja Individu
14
2.2.3
Teori Penawaran Tenaga Kerja Rwnah Tangga
17
2.2.4
Konsep Pasar Tenga Kerja
18
2.2.5
Penawaran Tenaga Kerja Anak
19
2.2.6
Penyebab Munculnya Pekerja Anak
23
2.2. 7
Penelitian Terdahulu
25
2.2.8
Beda Dengan Penelitian Terdahulu
27
2.3 Kerangka Pemikiran
28
2.4 Hipotesa
31
METODOLOGI PENELITIAN 32 32
3 .I Daerah Penelitian 3.2 Sumber Data
XI
3.3 Kerangka Sampel 3.4 Rancangan Sampel 3.5 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data 3.6 Metode Analisis 3. 7 Definisi Variabel BAB IV
BAB V
BAB VI
PENDUDUK DAN KARAKTERISTIK PEKERJA ANAK DAERAH PERKOTAAN DI SUMATERA 4.1.Pendahuluan 4.2.Gambaran Umum Anak Usia 10-14 Tahun Daerah Perkotaan di Sumatera 4.3.Karakteristik Pekerja Anak Daerah Perkotaan di Sumatera 4.3.1. Latar Belakang lndividu 4.3.1.1. Jenis Kelamin, Status dan Lapangan Pekerjaan 4.3.1.2. Partisipasi Sekolah 4.3.1.3. Jam Kerja Pekcrja Anak 4.3.1.4. Tingkat Upah Pekerja Anak 4.3.2. Latar Belakang Keluarga 4.3.2.1. Pertdapatan Rumah Tangga Perkapita 4.3.2.2. Tingkat Pendidikan Orang Tua 4.3.2.3. Status dan Lapangan Pekerjaan Orang Tua 4.4.Kesimpulan
33 34 35 36 39
42 43 47 49 49 53 56 58 60 60 62 64 66
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Pendahuluan 5.2.Uji Pearson Correlation 5.3.Uji Model Logistik 5.4.Interpretasi dan Pembahasan Hasil Regresi 5.5.Kesimpulan
68 69 70 72 76
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 6.l.Kesimpulan 6.2.Kelemahan Penelitian 6.3 .Implikasi
77 78 79
DAFTAR PUSTAKA
81
LAMPI RAN
84
Xll
Daftar Tabel Halaman
V ariabel dan Tanda/Hubungan yang Diharapkan dengan Peluang Anak Bekerja
30
Tabel 3.1
V ariabel dan Skala Pengukuran Dana Analisis Logistik
41
Tabe1 4.1
Distribusi Penduduk Perkotaan Usia 10-14 Tahun di Tahun 2003 (dalam%)
Tabel 2.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Tabel -, ..
Sumatr~ra
44
Partisipasi Sekolah Anak Usia 10-14 Tahun menurut Propinsi, 2003 (dalam %)
45
Distribusi Sample Pekerja Anak Usia 10-14 Tahun Daerah Perkotaan di Sumatera
48
Pekerja Anak Menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Pekerjaan (dalam %)
51
Pekerja Anak Berdasarkan Status dalam Pekerjaan Utamanya (dalam %)
53
Peketja Anak Menurut Jehis Kelamin dan Partisipasi Sekolah (dalam %)
54
Persentase Jam Kerja Pekerja Anak Daerah Perkotaan di Sumatera dalam seminggu
57
Pendapatan Rumah Tangga Perkapita dan Pekerja Anak Daerah Perkotaan di Sumatera
61
. ndidikan Orang Tua Daerah Perkotaan di Sumatera
62
Tabel 4. i ~ .. /istribusi Lapangan Pekerjaan Orang Tua Pekerja Anak ,\tlam %)
64
Tabel 4.1 , .\:kerja Anak berdasarkan Status dan Pekerjaan Utama Jrang Tuanya
66
Xlll
Daftar Kurva Halaman
Efek Substitusi dan Efek Pendapatan Terhadap Perubahan Jam Kerja
15
Kurva 2.2
Penawaran Tenaga Kerja Individu
16
Kurva 2.3
Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja
18
Kurva2.4
Effect of Subsistence Consumption on Child Labor
21
Kurva 2.1
XIV
Daftar Diagram Halaman
7
Diagram 2.1
Skema Konsep Angkatan Kerja (Labor Force)
Diagram 2.2
Faktor Yang Mempengaruhi Munculnya Pekerja Anak
29
Diagram 4.1
Partisipasi Sekolah Anak Usia 10-14 Tahun Daerah Perkotaan Di Sumatera Menurut Jenis Kelamin Tahun 2003
47
Perbandingan Jumlah Anak Usia 10-14 Tahun berdasarkan Jenis Kelamin (dalam %)
50
Perbandingan Jumlah Anak Usia 10-14 Tahun berdasarkan Partisipasi Sekolah
56
Diagram 4.4
Tingkat Upah Pekerja Anak Daerah Perkotaan di Sumatera
59
Diagram 4.5
Tingkat Pendidikan Orang Tua Daerah Perkotaan di Sumatera
63
Diagram 4.2 Diagram 4.3
XV
Daftar Lampiran
Lampiran I
Uji Korelasi Urutan Spearman (Spearman Rank Correlation)
84
Lampiran II
Uji Model Logistik
85
Lampiran III Form Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2003
XVI
88
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pekerja anak merupakan sebab dan akibat dari kemiskinan. Agus Priyambada dkk (2002) menemukan adanya hubungan yang kuat antara pekerja anak dan kemiskinan : The recent economic crisis has halted the declining trend in the incidence of child labor in Indonesia, which has been observed since the early 1970s. Confirming findings from other countries, this study concludes that there is a strong link between child labor and poverty.
Ini menjelaskan hahwa adanya hubungan yang kuat antara munculnya pekerja anak dengan kemiskinan. Keluarga yang miskin mendorong anak-anak mereka bekerja mencari penghasilan tambahan keluarga atau bahkan sebagai cara untuk bertahan hidup. Adanya pekerja anak mengabadikan keluarga miskin turun temurun. Pekerja anak menghambat anak-anak memperoleh pendidikan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan. Namun demikian kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor penyebab munculnya pekerja anak. Dari penelitian Euis (2004: 82-83) faktor lokasi daerah perdesaan, jenis kelamin anak, tingkat putus sekolah yang tinggi, pendidikan ibu yang rendah dan pendapatan keluarga yang rendah mendorong anak untuk bekerja. Quresi (2003) menemukan pendidikan anak sangat berpengaruh terhadap munculnya pekerja anak di Sumatera Barat, dimana jika tidak tamat SD maka berpeluang besar menjadi pekerja anak. Faktor lokasi dan jumlah tanggungan keluarga juga mempunyai hubungan yang kuat terhadap munculnya pekerja anak.
1
2
Dari kedua penelitian yang telah dilakukan ini tidak dijelaskan bagaimana jika dalam keluarga terdapat anak yang bekerja dan yang tidak bekerja terhadap peluang anak untuk bekerja. Pada umumnya pekerja anak yang ditemukan adalah pada daerah pedesaan, sedangkan untuk daerah perkotaan tidak diperlihatkan dengan lebih jelas. Pekerja anak pada umumnya bekerja di sektor utama kegiatan keluarga yaitu pertanian, tingkat putus sekolah yang tinggi, bekerja membantu orang tua yang tidak menerima upah. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai pekerja anak pada daerah perkotaan. Untuk melihat kondisi umum dan karakteristik pekerja anak di daerah perkotaan tersebut. Seiring dcngan kondisi tersebut, mcnurut sumbcr BPS dari hasil Survey Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) di lndonesiajumlah pekerja anak usia 1014 tahun meningkat dari I ,64 juta tahun 1997 menjadi 1. 726.640 anak (1998), menjadi 1.809.935 (1999), dan menjadi 2,3 juta (2000). Jumlah pekerja anak di Indonesia tahun 2004 diperkirakan sudah mencapai 10 juta, bahkan mungkin lebih besar lagi. Sehingga perlu mendapat perhatian serius karena anak-anak merupakan sumber daya yang penting di masa yang akan datang. Pada dasarnya anak yang bekerja sepanjang tidak mengabaikan sekolahnya maka akan mendidik anak untuk mandiri dan juga memperoleh keterampilan hidup (l(fe skills) yang bennanfaat bagi dirinya, namun demikian Anker (dalam Wiyono, 2001) menyarankan anak-anak yang bekerja sambil sekolah sebaiknya bckcrja 2-3 jan1 schari atau 15 jam pcrminggu. Masalah akan timbul jika anak tersebut tidak bersekolah, mereka yang seharusnya menikmati pendidikan wajib belajar 9 tahun sehingga masa depannya menjadi lebih baik, terpaksa bekerja untuk membantu menambah penghasilan orang tuanya. Kehadiran pekerja anak dalam pasar kerja pada umumnya menerima upah yang lebih rendah dari pekerja dewasa. Di negara berkembang seperti Indonesia,
3
scbagian besar jcnis pckcrjaan mcrupakan pckc1jaan yang tidak mcmcrlukan keahlian dan pendidikan yang tinggi, sehingga dengan masuknya pekerja anak ke pasar kerja dengan tingkat upah yang rendah inilah akan mcngancam upah pekerja dewasa. Di beberapa kota di Sumatera sering kita jumpai anak dengan berbagai macam kegiatan seperti penjual rokok, penjual koran, pedagang asongan, pengamen, menawarkan jasa membersihkan kaca mobil sampai yang jadi pengemis, atau apa saja pekerjaan asalkan menurut mereka dapat menghasilkan uang. Mereka inilah yang dikawatirkan tidak bersekolah, sehingga akan menjadi masalah dan beban
negara dikemudian hari. Sehingga sangat diperlukan
penelitian tentang karakteristik dan faktor-faktor penyebab anak masuk ke pasar kerja, khususnya di dacrah pcrkotaan di Sumatera.
1.2. Perumusan Masalah Pekerja anak merupakan sebab dan akibat dari kemiskinan. Keluarga yang miskin mendorong anak-anak mereka bekerja mencari penghasilan tambahan keluarga atau bahkan sebagai cara untuk bertahan hidup. Adanya pekerja anak mengabadikan keluarga miskin turon temurun dan menghambat pert· unbuhan ekonomi. Seperti yang dikatakan Mendelieviech (dalam Eki, 1990) bahwa keterlibatan anak dalam pekerjaan berbanding terbalik dengan kemajuan ekonomi. Anak yang bekerja dan tetap bersekolah maka bukanlah menjadi masalah utama. Namun yang menjadi masalah adalah anak yang bekerja dan tidak bersekolah, mcrcka yang seharusnya menikmati pendidikan wajib belajar 9 tahun sehingga masa depannya menjadi lebih baik terpaksa bekerja untuk menambah
4
penghasilan keluarga. Bagaimanapun kemajuan bangsa di masa datang tergantung pada anak-anak sebagai generasi penerus di saat ini. Munculnya pekerja anak dapat disebabkan oleh faktor individu dan keluarga. Faktor keluarga berupa kemiskinan, tingkat pendidikan orang tua dan sebagainya. Sedangkan faktor individu tersebut berupa jenis kelamin anak, partisipasi sekolah, tingkat upah, jam kerja dan sebagainya. Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah : 1. Bagaimana karakteristik pekerja anak di Sumatera dilihat dari tingkat upah, jam kerja, lapangan pekerjaan dan status pekerjaan anak, dan latar berlakang keluarga berupa pendapatan rumah tangga perkapita, pendidikan orang tua dan lapangan pekerjaan orang tua. 2. Bagaimana pengaruh latar belakang individu anak di Sumatera dilihat dari jenis kelamin dan partisipasi sekolah terhadap peluang anak untuk bekerja di daerah perkotaan Sumatera. 3. Bagaimana pengaruh latar belakang keluarga dilihat dari pendapatan rumah tangga perkapita (melalui pendekatan pengeluaran rumah tangga perkapita) dan pendidikan orang tua tcrhadap peluang anak untuk bckcrja di daerah perkotaan Sumatera.
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah seperti yang dijelaskan di bawah ini: 1. Menganalisis karakteristik anak-anak daerah perkotaan di Sumatera
5
2. Menganalisis karakteristik pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera dilihat dari tingkat upah, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan anak dan Jatar berlakang keluarga berupa pendapatan rurnah tangga perkapita, pendidikan orang tua dan lapangan pekerjaan orang tua. 3. Menguji apakah latar belakang individu anak dilihat dari jenis kelamin dan partisipasi sekolah merupakan variabel yang mempengaruhi peluang anak untuk bekerja di daerah perkotaan Sumatera. 4. Menguji apakah latar belakang keluarga dilihat dari pendapatan rumah tangga perkapita (melalui perkapita),
dan
pendekatan pengeluaran
rumah tangga
pendidikan orang tua merupakan variabel
yang
mempengaruhi peluang anak untuk bekerja di daerah perkotaan Sumatera.
1.4. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan nantinya akan diperoleh beberapa manfaat yaitu: 1. Menambah wawasan. dan pengetahuan peneliti tentang pennasalahan pekerja anak daerah perkotaan di Surnatera. 2. Menjadi masukan bagi pengambil kebijakan dalam mengatasi masalah pekc;:j2 anak yang timbul di daerah perkotaan. 3. Dapat menjadi acuan bagi penelitian tentang pekerja anak selanjutnya..
BABTI
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Konsep dan oefinisi operasional 1.1.1. Konsep Tenaga Kerja Dalam teori ekonomi, bekeija adalah melakukan kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang danjasa dalam rangka memenuhi kebutuhan mas) arakat dan dalam waktu yang sama memperoleh pendapatan/upah (paid-employment). Upah merupakan balas jasa terhadap tenaga yang diberikan untuk proses produksi tertentu. Permintaan dan penawaran tenaga kerja merupakan tenaga keija yang dirninta dan ditawarkan pada proses produksi pada tingkat upah tertentu. Penawaran tenaga kerja (labor supply) adalah jumlah orang Gam orang, atau jam) yang tersedia dan dapat digunakan untuk melaksanakan pekerjaan pada tingkat upah tertentu. Pengertian penawaran dibedakan dengan pengertian persediaan tenaga kerja dimana artinya sama tetapi persediaan tenaga kerja tidak mempertimbangkan tingkat upah. Angkatan kerja merupakan penawaran dari tenaga keija. Angkatan kerja adalah sejumlah orang yang mampu dan bersedia untuk melakukan pekerjaan, baik yang sedang melaksanakan pekerjaan maupun yang sedang mencari pekerjaan. Permintaan tenaga kerja adalah sejumlah orang Gam orang atau jam kerja) yang diminta untuk melaksanakan suatu pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu. Penduduk yang telah memperoleh pekerjaan tertentu merupakan
6
7
permintaan tenaga kerja itu sendiri dan pengangguran merupakan kelebihan dari penawaran (excess supply). Konsep angkatan kerja (labor force) didasari oleh penduduk yang aktif secara ekonomis (economically active population) yaitu penduduk yang memperoleh pekerjaan dan yang sedang mencari perkerjaan.
Penduduk
dibedakan antara angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Berdasarkan konsep ini yang termasuk bekerja adalah mereka yang bekerja pada periode tertentu atau
sementara tidak bekerja karena cuti, mogok, sakit atau sebab lain sehingga tidak bekerja, tetapi mempunyai pekerjaan yang tetap.
Diagram di bawah ini
menggambarkan konsep angkatan kerja. Diagram 2.1 Skema Konsep Angkatan Kerja (Labor Force) PENDUDUK USIA< 15 TAHUN
r-o--
I
ANGKATAN KERJA
~ BEKERJA
USIA KERJA >15 TAHUN
~
I
BUKAN ANGKATAN KERJA
I
~
SEKOLAH
MENCARI KERJA
MENGURUSRT
Sumber: Depnaker R.I, 2004
L-....t
LAINNYA
Philip Hauser secara sistematis membagi penduduk yang aktif secara ekonomis tersebut menjadi 2 yaitu : 1. Tenaga kerja yang digunakan kurang cukup (inadequately utilized) yang dapat berupa :
8
•!•
Pcngangguran,
•!•
Jam kerja kurang,
•!•
Pendapatan rendah,
•!•
Tingkat pendidikan yang disyaratkan lebih rendah dari tingkat pendidikan yang dimiliki.
2. Tenaga kerja yang digunakan penuh (Adequately utilized) Penganggur dapat didefinisikan sebagai penduduk yang tidak bekerja (bukan semcntara tidak bekerja) atau mencari kerja. Sedangkan penggunaan tenaga kerja penuh adalah dalam melaksanakan pekerjaan mempunyai jam kerja cukup, pendapatan cukup/lebih untuk rumah tangga dan jabatan sesuai dengan tingkat pendidikan yang dimiliki.
1.1.2. Konscp Pekerja Anak
Menurut
UU
No.20
Tahun
1999 tcntang
Pcngcsahan
Konvensi
International Labour Organization (ILO) No.l38 Tahun 1973, "semua anak yang bekerja pada usia kurang dari 15 tahun atau sama dengan usia anak yang telah menyelesaikan pendidikan dasar" adalah pekerja anak. Anak yang membantu usaha orang tua dalam bidang pertanian, perdagangan dan lain-lain tergolong pekerja anak. Pekerja anak meliputi mereka yang berusia dibawah 15 (lima belas) tahun (bukan usia kerja) yang bekerja baik yang memperoleh upah (paidemployment) maupun yang tidak memperoleh upah (unpaid-employment), baik
yang bekerja di lingkungan keluarga ataupun di luar lingkungan keluarga.
9
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No.5 Talmn 2001 tanggal8 Januari 2001 tentang Penanggulangan Pekerja Anak, yang dimaksud dengan Pekerja Anak udalaJ1 wmk yang
b~rusia
di bawaJ1 15 tahun yw1g mclakukan semua
jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan menghambat proses belajar dan tumbuh kembang, yang pada akhirnya mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan mental, fisik, moral dan intelektual. Tumbuh kembang anak adalah tumbuh dalam arti bertambahnya ukuran dan masa yaitu tinggi, berat badan, tulang dan panca indra tumbuh sesuai dengan usia dan kembang dalam arti bertambahnya dalam kematangan fungsi tubuh yaitu pendengaran, penglihatan, kecerdasan dan tanggung jawab. Secara umum pekerja anak dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Pekerja Keluarga Anak-anak yang bekerja membatu orang tua/keluarga, yang dikenal dengan pekerjaan sektor domestik dan sebagian besar di sektor pertanian di daerah pedesaan dan sektor perdagangan di perkotaan. Pada umumnya mereka bekerja tanpa menerima upah (unpaid employment).
2. Pekerja di Luar Keluarga Anak-anak yang bekerja di luar lingkungan keluarga. Mereka yang bekerja umumnya menerima upah. Yang dapat menimbulkan masalah bagi anak-anak karena dapat mengganggu perkembangan mental dan seringkali ·mereka mengabaikan pendidikan formal yang seharusnya mereka terima.
10
1.1.3. Kondisi Daerah dan Pekerja Anak Daerah Perkotaan White (1994) menyatakan munculnya pekerja anak di Indonesia bukan hanya masalah kemiskinan namun juga akibat industrialisasi dan globalisasi, keinginan anak-anak untuk memiliki uang sendiri sehingga mereka dapat membeli berbagai macam barang yang diinginkannya. Anak-anak dari keluarga miskin ingin keluar dari lingkungan keluarga (membantu pekerjaan orang tua yang tidak dibayar) dan pindah keluar rumah untuk bekerja apa saja yang dapat menghasilkan uang guna mewujudkan keinginan mereka tersebut. Berdasarkan lokasi daerahnya, maka pekerja anak dapat dibagi kepada 2 (dua) yaitu pekerja anak daerah perdesaan dan pekerja anak daerah perkotaan. Kedua daerah ini memiliki karakteristik pekerja anak yang berbeda-beda, dimana di perdesaan anak umumnya bekerja di sektor pertanian untuk membantu orang tua dan tidak menerima upah. Sedangkan di daerah perkotaan pekerja anak banyak terdapat di sektor perdagangan, jasa ataupun yang lebih dikenal dengan anak-anak jalanan. Euis (2004) JUga menemukan untuk daerah perkotaan, pekerja anak didominasi oleh pekerjaan disektor informal. Mereka bekerja pada umumnya sebagai pengamen, pcnjual rokok, penjual koran, pedagang asongan, menawarkan jasa membersihkan kaca mobil atau apa saja pekerjaan asalkan menurut mereka dapat menghasilkan uang. Anak yang bekerja di daerah perkotaan pada umumnya memperoleh imbalan berupa uang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
11
Peket.ja anak di Jawa Barat, tercatat 529.317 jiwa dan jwnlah tersebut sebagian besar (39.763 anak) berada di Kota Bandung. Besamya angkatan ket.ja di bawah wnur baik yang beket.ja di sektor formal maupun informal, dipengaruhi pula oleh angka putus sekolah yang tinggi. Angka putus sekolah yang tinggi tersebut disebabkan di antaranya kondisi ekonomi, yaitu orang tuanya di PHK atau memang tidak bekerja, karena sistem pendidikan yang tidak begitu kondusif bagi kelangsungan belajar anak-anak yang tergolong marginal, serta dorongan orang tua yang masih memiliki stigma negatif (budaya) terhadap institusi pendidikan (Pikiran Rakyat, 28-04-2004).
1.1.4. Perlindungan Hokum Bagi Pekerja Anak Menurut ILO (International Labour Organization) pada dasamya pekerja anak tercatat terlarang untuk tiga kategori berikut: 1. Peket.jaan berbahaya yang membahayakan fisik, mental atau moral anak , atau karena sifat dimana peket.jaan tersebut dilakukan berbahaya. Peket.jaan berhahaya didefinisikan dalam peraturan nasional. (konvensi 182). 2. Atau Peket.jaan Terburuk bagi anak yang ''tidak dapat ditolerir" secara internasional didefinisikan sebagai perbudakan, perdagangan anak; kerja ijon dan bentuk kerja paksa lainnya; rekrutment paksa untuk dimanfaatkan dalam konflik senjata, pelacuran dan pomografi; dan kegiatan terlarang (konvensi 182);
12
3. Pekerjaan kasar yang dilakukan oleh anak di bawah usia terentu yang ditetapkan
untuk jenis
pekerjaan
tsb
dan
tampaknya
menghambat
pendididikan anak dan twnbuh kembang secara penuh. (konvensi 138).
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, disamping telah adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UndangUndang No.20 Tahun 1999 tentang pengesahan konvensi ILO 138 mengenai usia minimum untuk usia bekerja adalah 15 tahun untuk negara maju dan 14 tahun untuk negara berkembang. Pemerintah melalui Direktorat Pendidikan Masyarakat Departemen Pendidikan Nasional sedang melaksanakan program pendidikan bagi pekerja anak usia 7 - 15 tahun yang bekerja atau membantu orang tuanya bekerja. Sebagai ujicoba program ini dilaksanakan Program Paket A dan Paket B di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Purwakarta Propinsi Jawa Barat di bidang industri genteng, Kabupaten Malang propinsi Jawa Timur di bidang perkebunan, dan Kota Makassar Propinsi Sulawesi Selatan di bidang nelayan. Tujuan program ini adalah mengembangkan sistem pendidikan luar sekolah yang dirancang khusus untuk pekerja anak (sesuai dengan kebutuhan dan minat warga belajar serta pekerjaannya).
1.2. Kerangka Teori 1.2.1. Teori Penawaran Tenaga Kerja (Neo klasik) Teori tentang penawaran tenaga kerja pertama kali diperkenalkan oleh Garry S. Becker pada tahun 1965 dalam artikel yang berjudul " A Theory of
Allocation of Time".
Pada intinya Garry S. Becker mcncoba melakukan
13
generalisir tentang peranan waktu dalam aktivitas ekonomi. Dimana tidak ada pilihan-pilihan aktivitas manusia yang tidak memerlukan alokasi waktu. Becker menilai bahwa waktu adalah merupakan salah satu jasa yang dapat memuaskan kebutuhan rumah tangga. Teori alokasi waktu Becker ini lebih dikenal dengan ekonomi rumah tangga baru (New Home Economics). Becker mengasumsikan bahwa waktu tidak dapat dinikmati jika dalam mengkonsumsi barang-barang tidak membutuhkan waktu, sehingga secara serentak kepuasan diperoleh berasal dari masukan waktu untuk menikmati konsumsi dan masukan konsumsi yang dikonsumsi. Hal ini berarti waktu yang digunakan untuk aktifitas tersebut harus dinilai sebesar harga pasar setiap waktu yang digunakan. Jika tingkat upah meningkat maka harga relatif waktu untuk aktifitas pekerja yang menyita waktu juga akan meningkat (Elfindri, 2001: 230). Secara urnurn ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi penawaran angkatan kerja yaitu faktor non ekonomi dan faktor ekonomi. 1. Faktor Non Ekonomi
Faktor non ekonomi yang mempengaruhi penawaran angkatan kerja dapat dikelompokkan kep dalam. 3 (tiga) kategori yaitu faktor demograjis, faktor
pendidikan dan faktor budaya. Proses pendidikan yang diterapkan suatu negara tidak jarang berpengaruh terhadap percepatan penawaran angkatan kerja. Pengaruh faktor pendidikan terlihat pada program wajib belajar yang secara langsung berpengaruh terhadap penundaan penawaran angkatan kerja. Begitupun dengan adanya keterbatasan fasilitas pendidikan lanjutan, maka menyebabkan
14
kelompok yang tidak dapat melanjutkan pendidikan semakin besm·. Hal ini akan nH.:nillt:,L:
.<1
pcnawaran angkatan kctja.
ht:,lor budaya juga berperan dalam mempengaruhi penawaran angkatan kerja. Budaya kerja yang dimiliki suatu masyarakat sangat berpengaruh terhadap jam kerja yang mereka tawarkan. Dalam hal ini, budaya tersebut telah menyebabkan nilai waktu yang ada semakin tinggi. Budaya yang tidak cenderung suka bekerja menganggap waktu kerja sebagai barang imperior dan waktu untuk Ieasure adalah barang lux. Wanita yang dianggap oleh kelompok masyarakat setempat
s~bagai
the second bread winner, akan memperkecil kemungkinan untuk
menawarkan dirinya pada pasar kerja. Kondisi demikian banyak ditemukan pada masyarakat muslim (Elfindri dan Bachtiar, 2004: 27)
2. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi yang mempengaruhi penawaran angkatan kerja dapat dilihat dari 2 (dua) pendekatan yaitu pendekatan keputusan individu dan keputusan rumah tangga. Sehingga penawaran angkatan kerja dapat dibagi menjadi penawaran tenaga kerja individu dan penawaran tenaga kerja rumah
tangga.
2.2.3. Penawaran Tenaga Kerja lndividu Mclalui pendekatan ekonomi neo klasik, menunjukkan seseorang menawarankan waktunya untuk kegiatan sehari-hari dengan asumsi tersedia 24 jam sehari atau 7 hari dalam seminggu. Keterbatasan 24 jam dialokasikan untuk
bekerja
dan
bersenang-senang
(leisure).
Seseorang
memaksimumkan kepuasannya melalui fungsi utilitas:
individu
akan
15
U = U (Q, L)
U = Utilitas
Q = komoditi yang dikonswnsi L = waktu bersenang-senang (leisure)
Jika terjadi kenaikan tingkat upah, asumsi tidak terjadi perubahan harga komoditas lainnya. Kenaikan tingkat upah tidak hanya menaikkan harga relatif bersenang-senang
waktu
(dibandingkan
dengan
harga
konswnen
yang
menyebabkan substitusi barang terhadap leisure) namun juga akan meningkatkan pendapatan yang diperoleh dari bekerja perunit jam kerja. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kurva dibawah ini. Kurva 2.1 Efek Substitusi dan Efek Pendapatan Terhadap Perubahan Jam Kerja Barang
Y'
Jam Kerja = 24 jam- Leisure y
X3- Xt :Income effect X 1 - X2 : Substitution effect
X2 X1
x)
X
Leisure
Sumber : Elfindri, 2001
Dari kurva 2.1 di atas, terlihat efek substitusi akibat kenaikan tingkat upah
akan menyebabkan jam kerja berkurang (leisure time bertambah), sedangkan efek pendapatan akan menyebabkan jam kerja bertambah (leisure time berkurang).
16
Namun hal ini tidak selalu terjadi, tergantung pada individu menganggap leisure time (waktu bersenang-senang). Jika waktu bersenang-senang dianggap barang normal, maka kenaikan tingkat upah akan menyebabkan individu tersebut akan mengurangi jumlah jam kerja dengan menambah waktu untuk bersenang-senang. Sedangkan jika individu menganggap waktu bersenang-senang sebagai barang imperior, maka kenaikan tingkat upah akan menyebabkan individu akan menambahjam kerja dengan mengurangi waktu untuk bersenang-senang. Kenaikan tingkat upah akan meningkatkan penawaran terhadap jam kerja individu scpanjang efek pendapatan lebih kecil dari efek substitusi. Bila efek pendapatan akibat kenaikan upah lebih besar dari efek substitusi, dimana upah yang diterima sudah sangat tinggi bagi individu, sehingga jumlah jam kerja yang ditawarkan berkurang seiring dengan kenaikan upah (Eachem, 2001 ). Oleh karena itu kurva pcnawaran tenaga kerja individu akan bengkok ke belakang seperti terlihat di bawah ini. Kurva 2.2 Penawaran Tenaga Kerja lndividu Tingkat upah, w
16 ............................................ . 15 ............................................ : ... . 13
11
.: .. ...................................... ········:··· ·-···· .........................................···=·····
10
0
Sumber : Eachern, 2001
48 55 60
Jam tenaga kerja perminggu, h
17
2.2.4. Penawaran Tenaga Kerja Rumah Tangga
Penawaran tenaga kerja juga dipengaruhi oleh keputusan rumah tangga dan bukan semata-mata keputusan individu. Pengambilan keputusan isteri untuk bekerja juga dipengaruhi oleh suami. Begitupun dengan anak, keputusan anak untuk bekerja sangat dipengaruhi oleh orang tua mereka. Pendapatan keluarga ditentukan oleh pendapatan suami, isteri, kekayaan dan sebagainya. Sehingga fungsi utilitas rumah tangga dapat dituliskan sebagai berikut (Elfindri & Bachtiar, 2004: 33):
Lm, Lr
=
Jumlah waktu yang disediakan oleh kedua suam1 isteri untuk bersenang-senang
Q
=
Tingkat gabungan konsumsi rumah tangga
Selanjutnya untuk mencapai tingkat kepuasan rumah tangga maksimum dibatasi dengan garis anggaran sebagai berikut:
PQ.Q
- Wn(T-Lm) + W,(T-Lr) + V
PQ
Harga komoditi Q
Wn, Wf
Tingkat upah yang diterima oleh suami dan isteri jika ia bekerja sebanyak T-Lm dan T-Lrwaktu di pasar kerja
Dalam fungsi utilitas rumah tangga ada 2 efek substitusi yaitu pertama
Own Substitution Effect dimana kenaikan tingkat upah akan mempengaruhi penawaran harga waktu rumah tangga. Kedua, Cross Substitution Effect dimana kenaikan upah pada anggota keluarga lainnya akan mempengaruhi penawaran waktu keluarga pada pasar tenaga kerja.
18
2.2.5. Konsep Pasar Tenaga Kerja
Pasar
kerja
adalah
seluruh
aktivitas
dari
pelaku-pelaku
untuk
mempertemukan pencari kerja dengan lowongan kerja, atau proses terjadinya penempatan dan atau hubungan keija melalui penyediaan dan penempatan tenaga kerja. Pelaku-pelaku yang dimaksud di sini adalah pengusaha, pencari kerja dan pihak ketiga yang membantu pengusaha dan pencari kerja untuk dapat saling berhubungan. Scpcrti halnya barang-banmg dan jasa-jasa, harga pasar tenaga kerja juga ditentukan oleh permintaan dan penawaran tenaga kerja. Harga tenaga kerja adalah upah (wage). Tingkat upah dapat dinyatakan dalam rupiah perjam atau persatuan waktu lainnya. Tingkat upah dalam pasar kerja merupakan tingkat upah riel. Hubungan antara tingkat upah nominal dan tingkat upah riel dapat dijelaskan secara matematik : W=w/H
atau
w=W.H
W adalah tingkat upah riel (harga konstan), w adalah tingkat upah nominal (harga berlaku) dan H adalah tingkat harga. Permintaan dan penawaran tenaga kerja ditentukan oleh tingkat upah riel. Kurva 2.3 Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja
w
Sn W*
N*
0
Sumber : Eachern, 200 I
tenaea keria
19
Titik E merupakan titik keseimbangan pasar tenaga kerja dengan tingkat upah riel sebesar W* dan tingkat pemakaian tenaga kerja sebesar N*.
2.2.6. Penawaran Tenaga Kerja Anak
Ditinjau dari segi teori ekonomi, penawaran tenaga kerja anak pada dasamya hampir sama dengan penawaran tenaga kerja dewasa. Dimana jika terjadi peningkatan pendapatan anak yang bekerja mencerminkan (i) peningkatan kesejahteraan anak, (ii) meningkatnya jumlah jam kerja dan (iii) berpengaruh terhadap total jam kerja (Wei Yin Hu, 1999). Keterlibatan anak masuk ke pasar kerja dapat dijelaskan dengan menggunakan
konsep
kemiskinan
dan
substitusi.
Konsep
kemiskinan
dikemukakan oleh Basu (2003) yang dikenal dengan luxury axiom menjelaskan bahwa rurnah tangga akan mengirim anak-anaknya untuk bekerja hanya jika mereka miskin. Dengan kata lain, anak yang tidak bekerja (sekolah dan bersenang-senang) merupakan barang lux bagi mereka. Sedangkan Muniz (200 1) menjelaskan luxury axiom, rurnah tangga tidak akan menyuruh anak-anaknya untuk bekerja jika income mereka cukup tinggi. Sehingga permasalahan rurnah tangga lemh kepada masalah upah/income. Rumah tangga akan menyuruh anakanaknya bekerja jika dan hanya jika pendapatan rurnah tangga rendah, sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga (konsumsi dasar). Pendapatan rurnah tangga (orang dewasa) yang rendah tidak akan mengeluarkan anak-anaknya dari kcgiatan produktif yang mcnghasilkan income. Hanya ketika pendapatan orang dewasa meningkat, mereka akan mengeluarkan
20
anak-anak mereka dari pasar kerja. Berdasarkan konsep ini, asumsi yang dipakai adalah rumah tangga sebetulnya tidak suka jika anaknya bekerja (Edmon 2001, Admassie 2002, Wahba 2002, Grootaert and Patrinos 1999 dalam Basu 2003). Konsep substitusi (substitution axiom) menjelaskan pekerja anak dan pekerja dewasa dapat disubstitusikan, yang berarti apa yang dapat dikerjakan pekerja dewasa dapat juga dikerjakan oleh pekerja anak. Dari hasil penelitian Levison dalam Basu (2003), bahwa hasil pekerja dewasa sama dengan hasil pekerja anak dalam membuat karpet. Dalam konsep substitusi ini hanya dapat dijelaskan untuk pekerjaan tidak memerlukan fisik yang kuat. Ide dasar dari teori axiom ini adalah misalkan perekonomian terdiri dari N rumah tangga dan setiap rumah tangga mempunyai satu pekerja dewasa dan m pekerja anak. Proses produksi hanya menggunakan tenaga kerja sebagai faktor produksi. Dengan bekerja sehari penuh, setiap pekerja dewasa dapat menghasilkan output satu unit per tenaga kerja dan setiap pekerja anak menghasilkan output sebesar
r
(:f:. 1). Dengan asumsi substitution axiom, pekerja anak dapat
mensubstitusi pekerja dewasa dengan tingkat upah pekerja dewasa sebesar We dan tingkat upah pekerja anak sebesar yw, maka yw= We. Setiap rumah tangga memiliki batas konsumsi dasar sebesar s, pekerja dewasa bekerja sehari penuh. Pada saat pendapatan pekerja dewasa lebih rendah dari batas konsumsi dasar maka mereka akan menyuruh anak-anaknya bekerja (luxury axiom). Seperti terlihat pada kurva di bawah ini.
21
Kurva2.4 Effect ofSubsistence Consumption on Child Labor
D F 0
N
N+mN
labor
Sumber : Basu. 2003
Swnbu vertikal menuniukkan tingkat upah yang diterima pekerja dewasa Ketika tingkat upah lebih besar dari s, maka rumah tangga hanya akan menawarkan pekerja dewasa, dengan aswnsi supply labor pekerja dewasa adalah inelastis sempurna. Pada titik E1, upah pekerja dewasa tinggi sehingga tidak ada anak-anak mereka yang bekerja. Jika upah pekerja dewasa di bawah titik s, rumah tangga akan menawarkan anak-anaknya ke pasar kerja. Dengan peningkatan penawaran tenaga kerja ini akan menyebabkan tingkat upah turun sampai pada keseimbangan E2 • Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penawaran tenaga kerja anak dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Faktor ekonomi seperti upah, pendapatan keluarga dan faktor non ekonomi seperti tingkat pendidikan orang tua, jumlah orang tua, kondisi daerah, jenis kelamin dan lain sebagainya.
22
Teori modal manusia (human capital) dikemukakan oleh Becker (1957) dalam "Human Capital : A Theoretical and Empirical Analysis with Special
Reference to Education" memiliki pandangan bahwa manusia sebagai modal. Artinya untuk mendapatkan kualitas modal manusia yang baik diperlukan investasi, yang nantinya dapat meningkatkan produktifitas. Investasi pada manusia dapat berupa pendidikan, pelatihan dan kesehatan. Manfaat yang signifikan dari investasi modal manusia (human capital) bagi peningkatan produktifitas dan peningkatan pendapatan telah dibuktikan dari beberapa studi seperti yang dilakukan oleh Berhman dan Deolalikar tahun 1991 dan Budiono & kawan-kawan tahun 1992 (Elfindri, 2001 ). Sehubungan dengan hal tersebut, orang tua yang memperkerjakan anaknya menganggap anak sebagai barang konsumsi bukan sebagai barang investasi, dimana anak bekerja untuk memenuhi kcbutuhan sckarang dengan mengorbankan investasi pendidikan memiliki tingkat pengembalian yang lcbih besar di kemudian hari. Sesuai kutipan dari Joseph Kizerbo (dalam Todaro, 2000: 410), pendidikan di negara terbelakang yang relatif rendah justru menjadi salah satu penyebab dari keterbelakangan atau ketertinggalan negara itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pekerja anak merupakan sebab dan akibat dari kemiskinan, kurangnya investasi bidang pendidikan jelas merupakan salah penyebab munculnya pekerja anak karena rendahnya pendapatan keluarga sebagai akibat rendahnya tingkat pendidikan.
23 2.2. 7. Penyebab Munculnya Pekerja Anak Pekcrja anak mcrupakan sebab dan akibat dari kemiskinan. Keluarga yang miskin mendorong anak-anak mereka bekerja mencari penghasilan tambahan keluarga atau bahkan sebagai cara untuk bertahan hidup. Anak bekerja untuk meningkatkan taraf hidup keluarga, dimana mereka akan memperoleh upah dari pekerjaan tersebut atau membantu kegiatan ekonomi keluarga. Pekerja anak mempunyai hubungan yang positif dengan tingkat kemiskinan. Semakin miskin suatu keluarga, rnaka kemungkinan anaknya untuk bekerja semakin besar (Mitesh Badiwala, 1998). Berdasarkan tcori ekonomi yang dimaksud dengan kemiskinan adalah kekurangan
sumbcr
daya
yang
dapat
digunakan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan scscorang/sekelompok orang, mulai dari individu sampai pada suatu negara. Kemiskinan dalam pengertian konvensional pada umumnya (income) seseorang/ kelompok orang yang berada di bawah satu garis kemiskinan tertentu. Garis kemiskinan merupakan batas antara miskin dan tidak miskin. Akhir-akhir ini terlihat kecenderungan bahwa kemiskinan akan lebih banyak ditemui di wilayah perkotaan seiring dengan meningkatnya urbanisasi dan krisis ekonomi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Padahal sebelumnya kemiskinan diidentikkan dengan fenomena desa atau daerah terpencil yang minus sumber dayanya. Namun dcmikian kcmiskinan bukan satu-satunya faktor pcnyebab. Grootaert dan Kanbur (dalam Wiyono, 2001) menyatakan ada 4 (empat) faktor
24 penentu pekerja anak yaitujumlah anak dalam rumah tangga, resiko rumah tangga jika anak ditarik dari pasar kerja, struktur pasar kerja dan peranan teknologi.
Pertama, jumlah anak dalam rumah tangga merupakan faktor penentu yang potensial (potential determinant) penawaran pekerja anak di pasar kerja, karena itu perilaku fertilitas sangat berpengaruh pada penawaran pekerja anak. Dari hasil penelitian di negara-negara berkembang menunjukkan bahwa makin besar jumlah keluarga akan mengurangi partisipasi sekolah anak-anak dan mengurangi investasi orang tua untuk pendidikan. Sehingga makin besar jumlah keluarga akan meningkatkan resiko anak-anak untuk bekeija.
Kedua, yang menyebabkan anak-anak bekerja adalah berkaitan dengan
resilco rumah tangga jika anak-anak dilarik dari pasar kerja. Pada rumah tangga yang miskin, anak bekerja merupakan strategi untuk meminimalkan terhentinya arus pemasukan pendapatan rumah tangga dan mengurangi dampak anggota rumah tangga yang kehilangan pekeijaan. Karena itu menjadi lebih jelas mengapa anak bekeija lebih banyak teijadi pada keluarga miskin.
Ketiga, struktur pasar kerja yaitu yang berkaitan dengan pengupahan. Dalam pasar keija yang kompetitif dimana upah bersifat fleksibel, pekeija anak dapat mensubstitusi pekeija dewasa Kalau pemerintah menetapkan upah minimun di pasar keija, maka pengusaha (asumsi pekeija dewasa lebih produktif dari pekerja anak) akan memilih pekeija dewasa. Dengan demikian, secara teoritis penetapan upah minimum akan mengurangi permintaan pekerja anak.
Keempat, peranan teknologi. Dari berbagai penelitian terbukti perubahan teknologi mengurangi jumlah pekeija anak. Pada masa revolusi industri, penggunaan mesin pintal telah mengurangi permintaan tenaga kerja anak. Di
25
bidang pertanian, penggunaan traktor dan pompa irigasi telah mengurangi pennintaan tenaga kerja anak untuk memetik kapas atau menarik kincir air. Disisi lain perubahan teknologi juga bisa mendorong munculnya pekerja anak. Misalnya untuk menekan
pengeluaran,
perusahaan melakukan
sub kontrak yaitu
menyerahkan sebagian proses produksi suatu barang kepada penduduk di sekitar perusahaan untuk dikerjakan di rumah. Hal ini biasanya dikerjakan oleh perempuan dan melibatkan anak-anak perempuan.
2.2.8. Penelitian Terdahulu Banyak sekali penelitian tentang pekerja anak yang telah dilakukan. Pada dasarnya pekeija anak timbul akibat kemiskinan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Mitesh Badiwala (1998) anak bekerja untuk meningkatkan taraf hidup keluarga, dimana mereka akan memperoleh upah dari pekeijaan tersebut atau membantu kegiatan ekonomi keluarga. Pekerja anak mempunyai korelasi yang sangat signifikan dengan tingkat kemiskinan suatu keluarga. Semikin miskin suatu keluarga, maka kemungkinan anaknya untuk bekeija semakin besar. Barros & Santos (dalam Muniz, 2001) melakukan investigasi dan analisis hubungan beberapa faktor penentu pekerja anak, secara langsung maupun tidak langsung pada pasar tenaga kerja di Brasil. Individu, lokasi, rumah tangga dan karakteristik pasar tenaga keija yang dianalisis dalam studi ini. Hasil temuannya
adalah tingkat partisipasi anak dalam pasar tenaga kerja di Brasil mempunyai hubungan yang langsung dan kuat terhadap tingkat kemiskinan rumah tangga.
26 Freije e Lopez-Calva (dalam Muniz, 2001) dengan menggunakan data pekerja anak di Mexico dan Venezuela melakukan studi antara kemiskinan dan aktifitas anak-anak menemukan 3 (tiga) kesimpulan yaitu : (1) komposisi dan kondisi rumah tangga merupakan faktor yang menentukan munculnya pekerja anak dan pendidikan anak, (2) tingkat pendapatan rumah tangga merupakan masalah tapi kondisi pasar kerja tidak. mempengaruhi harga tenaga kerja anak dan (3) pekerja anak merupakan hal yang semu dan mempunyai akibat yang signifikan terhadap pendidikan anak di masa datang. Sedangkan Tahir (2000) dari penelitian di tiga propinsi di Sulawesi menemukan mereka yang bekerja di luar usaha tani (pada umumnya jual-jualan
dan jasa-jasa) bekerja lebih lama dibandingkan yang bekerja di sektor pertanian. Sebagian besar pekerja anak tidak. memiliki akses terhadap bantuan permodalan formal maupun dari upaya-upaya pembinaan. Pendapatan mereka rata-rata sebesar Rp.61.400,- perbulan, dan hanya memberi kontribusi sebesar 21,2% terhadap pendapatan rumah tangga. Sebagian besar penghasilan mereka dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka sendiri, khususnya makanan dan jajan, sementara yang masih berstatus sekolah sambil bekerja sekitar 45,1% membelanjakan sebagian besar untuk keperluan sekolah. Quresi (2003) dengan menggunakan data Susenas 2000 meneliti faktorfaktor yang mempengaruhi pekerja anak usia 7-15 tahun menemukan pendidikan anak sangat berpengaruh terhadap munculnya pekerja anak di Sumatera Barat, dimana jika tidak tamat SD maka berpeluang besar menjadi pekerja anak. Faktor lokasi dan jumlah tanggungan keluarga juga mempunyai hubungan yang kuat terhadap munculnya pekerja anak. Jumlah pekerja anak sebagian besar berada di
27 pedesaan. Hal ini dikarenakan sebagaian besar penduduk Swnatera Barat berada di pedesaan. Hal yang sama juga dilakukan oleh Euis (2004) yang rnenernukan faktor lokasi rnernpengaruhi jwnlah pekerja anak di Swnatera Barat dirnana daerah pedesaan memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadi pekerja dibanding di perkotaan. 90% pekerja anak berada di pedesaan yang pada umumnya di sektor pertanian, tingkat putus sekolah yang tinggi, pendidikan ibu yang rendah, dan pendapatan keluarga yang rendah. Anak yang berjenis kelarnin laki-laki rnerniliki peluang lebih besar untuk bekerja dibandingkan dengan anak yang berjenis kelarnin perernpuan. Pendapatan keluarga tidak rnernpengaruhi anak untuk bekerja.
2.2.9. Beda dengan Penelitian Terdahulu Penelitian ini rnencoba rnenganalisis faktor-faktor yang rnernpengaruhi penawaran tenaga kerja anak dari sisi rumah tangga yaitu pendapatan perkapita rumah tangga, tingkat pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua dan sisi individu yaitu jenis kelarnin anak, partisipasi sekolah dan rneneliti karakteristik pekerja anak perkotaan di daerah Swnatera. Data yang digunakan dalarn penelitian ini adalah data tape Susenas tahun 2003 dengan sarnpel anak-anak yang berusia 10 -14 tahun baik yang bekerja rnaupun yang sekolah. Yang rnenjadi pernbeda dengan penelitian sebelumnya adalah faktor rwnah tangga. Quresi (2003) hanya rnengkaji faktor rumah tangga berdasarkan jwnlah anggota rumah tangga saja. Sedangkan Euis (2004) faktor rumah tangga
yang dikaji adalah lapangan pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, penghasilan rwnah tangga dan jumlah tanggungan keluarga. Dalam penelitian ini yang menjadi faktor rwnah tangga adalah pendapatan rwnah tangga per perkapita, tingkat pendidikan orang tua dan jenis pekerjaan orang tua dimana untuk lokasi daerah perkotaan saja.
2.3. Kerangka Pemikiran Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, faktor penyebab utama munculnya pekerja anak adalah kemiskinan. Keluarga yang miskin mendorong anak-anak mereka bekerja mencari penghasilan tambahan keluarga sehingga mengabadikan keluarga miskin turun temurun. Namun demikian kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi munculnya pekerja anak. Secara umum faktor yang mempengaruhi munculnya pekerja anak sama dengan faktor yang mempengaruhi penawaran angkatan kerja yaitu faktor non ekonomi dan faktor ekonomi. Faktor non ekonomi berupa faktor
~emogra:fis,
faktor pendidikan dan faktor budaya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa munculnya pekerja anak dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor rumah tangga, faktor individu anak dan faktor ekstemal yaitu lingkungan dimana si anak tersebut berada, disamping faktor tingkat upah dan jam kerja. Dari konsep luxury axiom yang diperkenalkan oleh Basu (2003), terlihat bahwa keputusan anak untuk bekerja sangat dipengaruhi oleh keputusan orang tua mereka, dimana anak akan bekerja jika mereka miskin. Sehingga dapat dirumuskan, selain faktor kemiskinan, masih banyak faktor-faktor lain yang menyebabkan munculnya pekerja anak. Faktor tersebut seperti faktor orang tua,
29
faktor individu anak itu sendiri dan faktor lingkungan di mana anak tersebut tinggal. Faktor individu seperti partisipasi sekolah anak, tingkat pendidikan, jenis kelamin, jam kerja dan tingkat upah. Faktor orang tua/rumah tangga dapat berupa pendapatan rwnah tangga, tingkat pendidikan orang tua, jumlah anggota rumah tangga dan jenis pekerjaan orang tua. Sedangkan faktor ekstemal dapat diabaikan karena penelitian ini dilakukan di daerah perkotaan.
Dalam studi ini, yang akan dilakukan pengujian terhadap faktor yang mempengaruhi munculnya pekerja anak adalah jenis kelamin, partisipasi sekolah anak, pendapatan rumah tangga perkapita dan tingkat pendidikan orang tua. Sedangkan faktor lain seperti lapangan pekerjaan orang tua, status dan lapangan pekerjaan anak, jam kerja, dan tingkat upah pekerja anak hanya akan dilakukan analisis deskriptif melalui analisis tabulasi silang (cross table). Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada diagram dan tabel di bawah ini. Diagram 2.2 Faktor yang mempengaruhi munculnya pekerja anak
1. Latar Belakang Individu Jenis Kelamin Partisipasi Sekolah Status dan Lapangan Pekerjaan
Tingkat Upah
Jam Kerja
~
~
Peluang Anak Bekerja I Tidak Bekerja
30 2. Latar Belakang Kcluarga Pendapatan Keluarga Perkapita
Peluang Anak Bekerja I Tidak Bekerja
Status Pekerjaan OrangTua
... I I
Lapangan Pekerjaan OrangTua
Dalam kerangka pemikiran ini, tingkat pendidikan orang tua diasumsikan berpengaruh langsung terhadap peluang anak untuk bekerja. Sedangkan lapangan dan status pekerjaan orang tua berpengaruh langsung kepada pendap~tan rumah tangga perkapita.
Adapun hubungan/tanda yang diharapkan dari variabel-variabel yang mempengaruhi kecendrungan anak bekerja dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel2.1 Variabel dan Tanda/Hubungan yang Diharapkan dengan Peluang Anak Bekerja Variabel
Tandalhubungan yang diharapkan
1. Pendapatan Keluarga Perkapita
+
2. Tingkat Pendidikan Orang Tua
+
3. Lapangan dan Status Pekerjaan Orang Tua
4. Jenis Kelamin
+
5. Partisipasi Sekolah
+
6. Status dan Lapangan Pekerjaan 7. Tingkat Upah
-
8. Jam Kerja
+
31
2.4. H I P 0 T E S A Selanjutnya dapat dirumuskan beberapa hipotesa atau dugaan sementara dari penelitian ini yaitu :
1. Diduga anak berjenis kelamin perempuan mempunyai peluang lebih kecil untuk menjadi pekerja anak dibanding anak lak-laki. 2. Diduga anak yang masih bersekolah memiliki peluang lebih kecil untuk menjadi pekerja anak dibanding anak yang tidak bersekolah. 3. Diduga semakin tinggi pendapatan rumah tangga perkapita maka peluang anak untuk menjadi pekerja anak semakin kecil. 4. Diduga semakin tinggi pendidikan orang maka peluang anak untuk pekerja anak semakin kecil.
BABIII METODOLOGI PENELITIAN
3.1. oaerah Penelitian Daerah yang menjadi objek penelitian adalah daerah perkotaan di Sumatera. Daerah perkotaan dalam penelitian ini sesuai dengan konsep daerah perkotaan dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Untuk menentukan apakah suatu desa/kelurahan termasuk daerah perkotaan atau perdesaan digunakan indikator komposit (indikator gabungan) yang skor atau nilainya didasarkan pada nilai tiga buah variabel yaitu (i) kepadatan penduduk, (ii) persentase rumah tangga pertanian dan (iii) akses fasilitas umum. Skor gabungan 9 atau kurang digolongkan sebagai daerah perdesaan dan skor gabungan lebih dari digolongkan sebagai daerah perkotaan.
3.2. sumber Data Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah Data Tape Susenas Tahun 2003 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik untuk daerah perkotaan di Sumatera. Pemilihan data ini dikarenakan data tape susenas mempunyai informasi yang cukup lengkap dengan berbagai variabel pendukung. Informasi dari data tape susenas ini adalah dari kuisioner susenas yaitu kegiatan anggota rumah tangga (anak) yang berumur 10- 14 tahun yang meliputi: •
Kegiatan utama anak
32
33
•
Total pengeluaran rumah tangga
•
Jumlah tanggungan rumah tangga
•
Tingkat pendidikan orang tua
•
Status dan lapangan pckerjaan orang tua
•
Status dan lapangan pekerjaan anak
•
Partisipasi sekolah anak
•
Tingkat upah anak
•
Jam kerja anak
Variabel-variabel tersebut selanjutnya akan diolah sesuai dengan apa yang diperlukan dalam penulisan ini, diantaranya pendapatan perkapita diukur dengan total pengeluaran rumah tangga dibagi dengan jumlah tanggungan.
3.3. Kerangka sampel Kerangka sampel yang digunakan dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2003 terdiri dari 3 jenis yaitu kerangka sampel untuk pemilihan blok
sensus, kerangka sampel untuk pemilihan kelompok segmen (kelseg) dalam blok sensus (khusus untuk blok sensus yang mempunyai jumlah rumah tangga lebih dari 150 rumah tangga) dan kerangka sampel untuk pemilihan rumah tangga dalam blok sensus/kelompok segmen terpilih. Kerangka sampel untuk pemilihan blok sensus di daerah perkotaan adalah daftar blok sensus yang terdapat di daerah perkotaan di setiap kabupatenlk.ota, sedangkan kerangka sampel untuk pemilihan blok sensus di daerah pedesaan
34
adalah daftar blok sensus yang terdapat di daerah perdesaan di setiap kabupatenlkota. Kerangka sampel untuk pemilihan kelseg (kelompok segmen) adalah daftar kelseg dalam blok sensus terpilih yang mempunyai jumlah rumah tangga lebih besar dari 150 rumah tangga. Kelseg ini dibentuk oleh pengawas lapangan dibawah bimbingan Instruktur Nasional (lnnas) pada saat pelatihan petugas lapangan Susenas 2003. Pembentukan kelseg berdasarkan jumlah rumah tangga hasil listing Sensus Penduduk 2000. Kerangka sampel untuk pemilihan rumah tangga adalah daftar rumah tangga hasil pendaftaran rumah tangga (listing) yang terdapat dalam daftar VSEN2003.L Blok IV.
3.4. Rancangan sampel Sampel data pokok (kor) Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) didesain untuk estimasi sampai tingkat kabupatenlkota. Rancangan sampel kor Susenas 2003 adalah rancangan sampel bertahap 2 (dua) untuk blok sensus dengan jumlah rumah tangga kurang atau sama dengan 150 rumah tangga dan rancangan sampel bertahap 3 (tiga) untuk blok sensus dengan jumlah rumah tangga lebih besar dari 150 rumah tangga, baik untuk daerah perkotaan maupun daerah perdesaan. Pemilihan sampel untuk daerah perkotaan dan daerah perdesaan dilakukan secara terpisah. Tahapan rancangan pemilihan sampel dapat dijelaskan sebagai berikut: ~
Tahap pertama, dari kerangka sampel blok sensus dipilih sejumlah blok sensus secara Probability Propotional to Size (PPS) -Linear Systematic
35 Sampling, dengan size banyaknya rumah tangga hasil listing disetiap blok
sensus pada Sensus Penduduk 2000. };;>
Tahap kedua, dari setiap blok sensus terpilih dibentuk kelompok segmen (kelseg), selanjutnya dipilih satu kelseg secara PPS Sampling dengan size banyaknya rumah tangga hasil listing Sensus Penduduk 2000 di setiap kelseg.
};;>
Tahap ketiga, dari sejumlah rumah tangga hasil listing di setiap kelseg terpilih, dipilih 16 rumah tangga secara Linear Systematic Sampling.
3.5. Metode Pengumpulan Dan Pengolahan Data Pengumpulan data dari rumah tangga terpilih dilakukan melalui wawancara tatap muka antara pencacah dan responden. Pengolal1an data, mulai dari tahap perekaman data (data entry), pemeriksaan konsistensi antar isian dalam kuisioner sampai dengan tahap tabulasi dilakukan dengan menggunakan komputer. Sebelum tahap ini dimulai, terlebih dahulu dilakukan cek awal atas kelengkapan isian daftar pertanyaan, editing terhadap isian yang tidak wajar, termasuk hubungan keterkaitan antara satujawaban denganjawaban yang lain. Data yang telah dikumpul dan telah berbentuk data Tape Susenas tersebut kemudian dilakukan penyortiran. Setiap anak mewakili satu keluarga yang berarti dalam satu sampel keluarga hanya ada satu anak usia 10 -14 tahun. Adapun anak yang dipilih sebagai sampel adalah anak tertua dalam suatu keluarga yang berusia
10 - 14 tahun tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan efek bias dalam mengukur pengaruh variabel rumah tangga/keluarga dari si anak terhadap peluang
36
anak untuk bekerja. Sampel yang diperoleh terdiri dari 6.477 orang anak usia 1014 tahun, dimana darijumlah tersebut 129 orang merupakan pekerja anak.
3.6. Metode Analisis Untuk dapat menjawab tujuan dilaksanakan penelitian ini, digunakan 2 (dua) metode analisis yaitu analisis deskriptif melalui eksplorasi terhadap tabeltabel yang diperlukan dan analisis regresi logistik untuk melihat hubungan dan variabel apa saja yang mempengaruhi kecendrungan anak untuk bekerja.
•
Metode Ana/isis Deskriptif Metode analisis dekriptif digunakan untuk mengetahui gambaran
mengenai kondisi pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera, dilihat dari beberapa karakteristik sosial demografi melalui beberapa tabel yang diperoleh. Tabel-tabel yang dianalisis diantaranya adalah tabel-tabel mengenai pekerja anak dan tabulasi silang antara variabel tingkat partisipasi, pendapatan perkapita keluarga, jenis kelamin anak, keberadaan orang tua (jumlah orang tua) dan tingkat pendidikan orang tua.
•
Uji Regressi Logistik Metode Regressi digunakan untuk mempelajari pola hubungan antara
variabel dependent dengan variabel independent. Untuk melakukan analisis inferensial berdasarkan data kategorik nominal, dimana indikator satu-nol diperhatikan sebagai variabel dependent, dapat diterapkan antara lain model regresi logistik (Agung, 2001).
37 Dalam penelitian ini model regresi logistik ini dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh jenis kelamin, partisipasi sekolah, pendapatan rumah tangga perkapita dan pendidikan orang tua terhadap peluang anak untuk bekerja. Dari model yang dihasilkan juga dapat diketahui seberapa besar pengaruh masingmasing variabel. Lebih lanjut dengan metode regresi logistic ini juga dapat diketahui variabel yang memiliki pengaruh signifikan dalam peluang anak untuk bekerja. Dalam model regresi logistik, untuk variable independent (X) lebih dari satu dikenal dengan multiple logistic regression. Model umum regresi logistik dengan p faktor peubah (variabel bebas) adalah sebagai berikut: exp(p0 + /31X 1 + .... + f3,X,)
1r (X ) -
--...;....,------.....:...._....:.....:..---r
- l+exp{t80 +/31X 1 + ..... +fJPX,)
Dimana 1t ( x) adalah peluang terjadinya Y = 1. Dengan melakukan transformasi logit dari 1t ( x ), didapatkan persamaan yang lebih sederhana yaitu :
g(x) = In ;r(X) I In {1 -
;r(X)}
g(x)=
In ;r(X) -ln{l- X)
g(x)=
lnexp(/30 +/31X 1 + .... +fJPX,)/exp(/30 +/31X 1 + .... +f3PXP)
-ln{l-exp(/J0 +{31X 1 + .... +{JPX,)}Il+exp(/30 +f31X 1 + .... +{JPXP)
g(x)=
lnexp(/30 +{J1X 1 + .... +f3,X,)-In{l+cxp({J0 +f31X 1 + .... +f3,X,)}
-ln{l-exp(/10 +/31X 1 + .... +f3,X,)}-ln{exp(/J0 +f31X 1 + .... +f3,X,)} -ln{l + exp(/30 + {31X 1 + .... + fJ,X,)} Sehingga:
g(X)
= ln{p/1- p}
38
Persamaan tersebut di atas merupakan fungsi linear dari parameterparametemya. Persamaan tersebut di atas dijadikan model pengujian oleh Nachrowi (2001). Ln {p/(1-p)} adalah odd ratio, yang menjelaskan kecendrungan terhadap sesuatu. Dalam hal ini kecendrungan anak usia 10-14 tahun untuk bekerja. Manurung (dalam Nachrowi, 1997) mencoba melihat hubungan antara pekerja anak dengan pendidikan kepala ke1uarga, jenis ke1amin kepala ke1uarga, tempat tinggal kepala keluarga, dan status pekerjaan kepala keluarga. Ia menggunakan modellogistik sebagai berikut :
In [p/(1-p)] =flo + p,Tempat tinggal + Pienis kelamin + p3pendidikan + P4status + P5tapangan pekerjaan +
e
Dengan menggunakan model yang sama, maka dapat dirumuskan probabilitas anak untuk menjadi pekerja anak sebagai berikut:
dimana: (p/1-p) p
= Odd ratio = Kegiatan utama anak
x.
= Jenis kelamin
Xz
= Tingkat partisipasi sekolah
x3
= Pendapatan rumah tangga perkapita
)4
= Pendidikan orang tua
E
= Error term
39
3.7. oefinisi variabel Dalam analisis regresi logistik, dipelajari huhungan antara variahel tak hehas dan variahel hehas dimana variahel-variahel tersehut hersifat dikotomi (2 kategori). Variahel tak hehas yang digunakan adalah status kegiatan utama anak yaitu hekerja dan tidak hekerja. Selanjutnya kegiatan utama hekerja diheri kode "1" dan tidak hekerja diheri kode "0". Sedangkan variahel hehas yang digunakan meliputi jenis kelamin anak, partisipasi sekolah, pendapatan rumah tangga perkapita dan pendidikan orang tua. Semua variahel tersehut hersifat dikotomi (2 kategori). Pekerja anak dalam penelitian ini adalah anak yang hekerja dengan usia 10 - 14 tahun. Status anak hekerja dalam penelitian ini didefinisikan sehagai melakukan kegiatan yang menggunakan waktu terhanyak selama seminggu yang lalu. Adapun definisi variahel tersehut dapat dijelaskan sehagai herikut :
•!• Y adalah prohahilitas anak untuk hekerja, merupakan kegiatan utama anak yaitu waktu terhanyak yang digunakan, dinilai 1 hila hekerja dan dinilai 0 jika lainnya.
•!• X1 adalah jenis kelamin, dinilai 1 jika laki-laki dan 0 untuk perempuan •!•
x2 adalah partisipasi sekolah, dinilai 1 jika tidak bersekolah dan 0 untuk yang masih bersekolah.
•!•
x3
adalah pendapatan rumah tangga perkapita yang merupakan proxy dari
total pengeluaran rumah tangga selama sebulan dihagi jumlah tanggungan, Badan Pusat Statistik mengkategorikan penduduk miskin hila konsumsi makanan di bawah 2.100 kalori perhari. Menurut Data dan Informasi
40
Kemiskinan 2003 yang diterbitkan BPS, garis kemiskinan daerah di Sumatera bervariasi mulai dari yang terendah Rp. 110.975,- perbulan/kapita untuk propinsi Bengkulu sampai dengan yang tertinggi Rp.l68.391,- perbulan/kapita untuk propinsi Riau, sehingga bemilai 1 jika pendapatan perkapita/perbulan di bawah garis kemiskinan dan bemilai 0 hila pendapatan perkapitalperbulan sama dan di atas garis kemiskinan. Garis kcmiskinan ini dihitung dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs). Garis kemiskinan merupakan batas minimum kemampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar.
•!•
~
adalah tingkat pendidikan orang tua. Dalam hal ini tingkat pendidikan ibu,
ini didasari bahwa secara emosional sejak lahir anak lebih dekat kepada ibu sehingga lebih relevan jika tingkat pendidikan ibu yang digunakan sebagai variable tingkat pendidikan orang tua. Dinilai 1 jika tingkat pendidikan SLTP ke bawah dan 0 untuk tingkat pendidikan SMU ke atas.
Untuk lebihjelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
41 Tabel3.1 Variabel dan Skala Pengukuran Data Analisis Logistik
Variabel y
(Kegiatan anak)
Nilai Vriabel
Tipe Nominal
utama
Xt
Nominal
Nominal
(Partisipasi sekolah)
x3
Ordinal
(Pendapatan rumah tangga per/capita)
X. (Pedidikan orang tua)
.
Ordinal
1
Bekerja Lainnya
0
(Jenis kelamin)
Xz
1
..
Laki-laki
0
Perempuan
I
Tidak Bersekolah
0
Bersekolah
1
< Garis kemiskinan
0
..
2::: Garis kemiskinan
I
..
~SLTP
0
. >SLTP
BABIV PENDUDUK DAN KARAKTERISTIK PEKERJA ANAK DAERAHPERKOTAANDISUMATERA
4.1. Pendahuluan Anak usia 10-14 tahun termasuk ke dalam kelompok umur anak usia sekolah, sesuai dengan program wajib belajar 9 tahun yang telah dicanangkar. sejak tahun 1994. Tetapi karena berbagai faktor sosial ekonomi, sebagian anak usia sekolah tersebut masuk ke dalam pasar kerja. Probabilitas "bekerja" anak usia 10-14 tahun ini akan dijelaskan dalam bah V "Hasil dan Pembahasan". Tujuan Bah IV ini adalah melihat gambaran umum anak usia 10-14 tahun dan karakteristik pekerja anak usia 10-14 tahun pada daerah perkotaan di Sumatera. Anak usia 10-14 tahun ini digambarkan dari trend atau Iaju pertumbuhan dan partisipasi sekoJah anak dilihat berdasarkan daerah asaJnya. Sedangkan karakteristik pekerja anak dilihat dari Jatar beJakang individu dan Jatar beJakang keJuarga. Latar beJakang individu terdiri dari jenis keJamin, status dan lapangan pekerjaan, partisipasi sekoJah, jam kerja dan tingkat upah pekerja anak. Sedangkan dari Jatar belakang keluarga terdiri dari pendapatan rumah tangga perkapita, tingkat pendidikan orang tua, status dan lapangan pekerjaan orang tua.
42
43
4.2. Gambaran umum Anak usia 10-14 Tahun oaerah Perkotaan oi sumatera Gambaran umum anak usia sekolah umur 10-14 tahun akan dilihat melalui 2 (dua) indikator yaitu (a) trend atau laju pertumbuhan dan (b) angka partisipasi sekolah. (a) Trend atau Laju Pcrtumbuhan
Perkembangan anak usia sekolah umur I0-14 tahun daerah perkotaan di pulau Sumatera memperlihatkan trend yang menurun. Misalnya Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada tahun 2000 berjumlah 1.502,6 ribu jiwa dan berdasarkan Susenas 2003 turun menjadi 1.429,7 ribu jiwa, atau mengalami laju penurunan sebesar 1,64% pertahun. Hal ini bertolak belakang dengan periode 1990-2000, yang mana jumlah anak usia sekolah umur 10-14 tahun mengalami laju pertumbuhan yang positif yaitu sebesar 2,9% pertahun atau naik dari 1.128,9 ribu jiwa pada tahun 1990 menjadi 1.502,6 ribu jiwa pada tahun 2000. Dengan demikian angka perkiraan jumlah anak usia sekolah umur 10-14 tahun menurut Susenas 2003 perlu dipertanyakan apakah perkiraan jumlah anak usia sekolah umur I 0-14 tahun berdasarkan Susenas 2003 adalah underestimate ataukah memang demikian kcnyataannya? Dilihat dari sudut distribusi penduduk usia 10-14 tahun, jumlah penduduk Sumatera Utara merupakan penyumbang terbesar yaitu 34,6% atau lebih dari seperti tiga jumlah penduduk perkotaan di pulau Sumatera. Kemudian daerah penyumbang terbesar kedua dan ketiga masing-masing Sumatera Selatan dan Riau yaitu sebesar
44 15,1% dan 14,3%. Ini berarti karakteristik penduduk usia 10-14 tahun akan sangat dipengaruhi olch karaktcristik anak pada kctiga dacrah tcrscbut.Untuk mengetahui gambaran lebih jelas ten tang distribusi penduduk usia I 0-14 tahun daerah perkotaan di Sumatera dapat dilihat pada tabe1 4.1. Tabel4.1 Distribusi Penduduk Perkotaan Usia 10- 14 tahun di Sumatera Tahun 2003 (dalam %)
Jenis Kelamin Propinsi
No.
2
I
Lak.i-lak.i
Perempuan
3
4
Jumlah
Persentase
5
6
1
Nanggroe Aceh Darussalam
57.011
54.962
111.973
7,8
2
Swnatera Utara
267.182
227.013
494.195
34,6
3
Sumatera Barat
62.310
58.868
I 21.178
8,5
4
Riau
109.706
94.577
204.283
14,3
5
Jambi
32.387
26.671
59.058
4,1
6
Sumatera Selatan
108.189
107.728
215.917
15,1
7
Bengkulu
20.821
17.817
38.638
2,7
8
Lampung
72.155
74.096
146.251
10,2
9
Bangka Belitung
18.341
19.876
38.217
2,7
Jumlah
748.102
681.608
1.429.710
100
Persentase
52,3
47,7
100,0
Sumber: Susenas 2003 (data diolah)
(b) Angka Partisipasi Sekolah Dilihat dari angka partisipasi sekolah, angka partisipasi sekolah anak usia 1014 tahun daerah perkotaan di Sumatera rata-rata sebesar 97,4% atau hanya sekitar
45
2,6% yang tidak bersekolah. Angka partisipasi sekolah untuk daerah-daerah di bagian utara pulau Sumatera di atas rata-rata yang terdiri dari Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatcra Utara, Sumatcra 13arat dan Riau. Scdungkan untuk dacrah-dacrah bagian selatan seperti Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung dan Bangka Belitung angka partisipasi sckolah anak usia I 0-14 tahun di bawah rata-rata. Dari angka partisipasi sekolah ini, mengindikasikan bahwa program wajib belajar yang telah dicanangkan sejak tahun 1994 sudah mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan walaupun bel urn mencapai angka 99% atau 100%. Hal ini dapat saja disebabkan oleh karena anak tersebut memang tidak mau atau tidak berkeinginan untuk bersekolah. Tabel4.2 Partisipasi Sekolah Anak Usia 10 -14 Tahun menurut Propinsi Tahun 2003 (dalam %) Partisipasi Sekolah Propinsi
No.
Tidak Sekolah Lagi
Jumlah
Sekolah 1 1
2 Nanggroe Aceh Darussalam
4 99,2
5 0,8
6 100
2
Sumatera Utara
97,8
2,2
100
3
Sumatera Barat
98,1
1,9
100
4
Riau
98,5
1,5
100
5
Jambi
97,2
2,8
100
6
Sumatera Selatan
95,2
4,8
100
7
Bengkulu
96,2
3,8
100
8
Lampung
95,9
4,1
100
9
Bangka Belitung
96,0
4,0
100
97,4
2,6
100
Rata-rata Sumber : Susenas 2003 (data diolah)
46 Dari tabel 4.2 di atas terlihat, daerah-daerah yang pada masa sebelum otonomi daerah mengalami ketertinggalan pembangunan seperti Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Riau, ternyata pada tahun 2003 angka partisipasi sekolah anak usia 10-14 tahunnya paling tinggi dari daerah lain di Sumatera. Pada Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, angka partisipasi seko1ah anak usia 10-14 tahun merupakan yang tertinggi sebesar 99,2% dan diikuti Propinsi Riau mencapai 98,5%. Angka partisipasi sekolah yang cukup tinggi di kedua propinsi ini (NAD dan Riau) mengindikasikan bahwa adanya kepedulian pemerintah daerah terhadap anak usia sekolah umur I 0-14 tahun. Hal ini dimungkinkan karena setelah diberlakukan undang-undang
Otonomi
Daerah,
kedua
propmst
memiliki
alokasi
dana
pembangunan yang cukup besar terutama dari dana bagi basil sumber daya alam, sehingga sangat memungkinkan dilaksanakan program pendidikan gratis bagi anak usia sekolah tersebut. Dari jenis kelamin, partisipasi sekolah anak perempuan lebih tinggi dibanding partisipasi sekolah anak laki-laki. Partisipasi sekolah anak perempuan sebesar 97,8% sedangkan anak laki-laki 96,9%. Ini merupakan indikasi bahwa orang tua lebih mengutamakan anak perempuan mereka untuk bersekolah dibanding anak laki-laki. Berbeda dengan tahun 1980-an, dimana anak laki-laki lebih diprioritaskan untuk bersekolah dibanding anak perempuan. Untuk jelasnya dapat dilihat pada diagram 4.1 dibawah ini.
47
Diagram 4.1 Partisipasi Seko1ah Anak Usia 10-14 Tahun Daerah Perkotaan Di Sumatera Menurut Jenis Kelamin Tahun 2003
96,9%
Laki-laki
97,8%
perempuan
Jenis Kelamin Sumber: Susenas 2003 (data diolah)
4.3. Karakteristik
Pekerja
Anak
oaerah
Perkotaan
di
sumatera Untuk mengetahui karakteristik pekerja anak usia 10-14 tahun daerah perkotaan di Sumatera digunakan data tape Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2003 yang telah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Dari data tersebut, diperoleh sampel sebanyak 6.477 orang anak. Setelah diolah diperoleh data 129 orang merupakan pekerja anak atau sekitar 2% dari total sample anak usia 10-14 tahun. Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa distribusi pekerja anak daerah perkotaan di pulau Sumatera adalah tidak merata. Dilihat dari lokasi (spasial), yang menjadi penyumbang terbesar pekerja anak daerah perkotaan di pulau Sumatera adalah Propinsi Sumatera Utara sebanyak 55,8%. Kemudian diikuti oleh Propinsi Sumatera
48
Barat 11,6%, Propinsi Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung sebesar 5,4% dan Propinsi NAD dan Bangka Belitung sebesar 3,9%. Tabel4.3. Distribusi Sample Pekerja Anak Usia 10-14 tahun Daerah Perkotaan di Sumatera
No.
Propinsi
Persentese Pekerja Anak
1
2
3
1.
Nanggroe Aceh Darussalam
3,9
2.
Sumatera Utara
55,8
3.
Sumatera Barat
11,6
4.
Riau
4,7
5.
Jambi
5,4
6.
Sumatcra Sclatan
5,4
7.
Bengkulu
3,9
8.
Lampung
5,4
9.
Bangka Belitung
3,9
Jumlah (n
= 129)
100
Sumber Susenas 2003 (data diolah)
Terdapat beberapa penjelasan kenapa distribusi spasial pekerja anak tersebut tidak merata. Hal ini antara lain dapat disebabkan oleh faktor budaya dimana orangorang dari daerah Sumatera. Utara dan Sumatera Barat merupakan orang yang suka merantau dan berdagang, sehingga seringkali dalam kegiatan usaha perdagangan tersebut khususnya di daerah perkotaan melibatkan anak-anak mereka. Disamping untuk membantu usaha orang tua, hal ini juga merupakan suatu proses pembelajaran bagi anak-anak mereka agar dapat mandiri di kemudian hari.
49
Se1anjutnya untuk mengetahui karakteristik pekerja anak dapat ditinjau dari 2 (dua) faktor penyebab muncu1nya pekerja anak tersebut yaitu pertama 1atar be1akang individu yang terdiri dari jenis ke1amin, partisipasi seko1ah, status dan 1apangan pekerjaan, tingkat upah dan jam kerja. Kedua 1atar be1akang ke1uarga yang dilihat melalui pendapatan keluarga perkapita, tingkat pendidikan orang tua, status dan lapangan pekerjaan orang tua.
4.3.1. Latar Belakang Individu 4.3.1.1. Jenis Kelamin, Status dan Lapangan Pekerjaan Ditinjau dari jenis ke1amin anak maka berdasarkan data tape Susenas tahun 2003 pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera terdiri dari 55,8% anak laki-1aki dan 44,2% anak perempuan. Persentase pekerja anak laki-laki yang lebih besar dari pekerja anak perempuan ini dapat disebabkan oleh karena sub sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor industri dan jasa yang merupakan sektor utama di daerah perkotaan pada umumnya didominasi oleh pekerja anak laki-laki, sedangkan hanya sub sektor perternakan yang Iebih didominasi pekerja anak perempuan. Seperti terlihat pada diagram 4.2, jika dibandingkan antara jumlah anak usia 10-14 tahun daerah perkotaan di Sumatera dengan jumlah pekerja anak daerah perkotaan usia 10-14 tahun berdasarkan jenis kelaminnya, maka terlihat bahwa persentase jumlah anak laki-laki lebih besar dari jumlah anak perempuan. Perubahan persentase jumlah anak laki-laki yang bekerja bertambah sekitar 3,5% dan perubahan persentase anak perempuan yang bekerja berkurang sekitar 3,5%. Ini merupakan
50
indikasi awal bahwa munculnya pekerja anak tidak atau kurang diperigaruhi oleh jenis kelamin anak. Diagram4.2 Perbandingan Jwn1ah Anak Usia 10-14 Tahun berdasarkan Jerm Ke.lamin (dalam %)
60
50 40 30
20 10 0 Laki-laki
Perempuan
Sumber : Susenas 2003 (data diolah)
Dilihat dari lapangan pekerjaan anak, dominasi pekerja anak laki-laki terdapat pada sebagian besar sektor yaitu sub sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor industri dan jasa karena kebutuhan tenaga kerja lebih banyak menggunakan tenaga. Ini berkaitan dengan kelebihan anak laki-laki yang memiliki kemampuan fisik yang lebih baik dibanding anak per~mpuan. Sedangkan sub sektor perternakan tidak terlalu membutuhkan tenaga sehingga banyak didominasi pekerja anak perempuan. Pekerja anak daerah perkotaan pada umumnya bekerja di sektor perdagangan yaitu sebesar 38,0% yang diikuti oleh sub sektor perternakan sebesar 24,0% dan sub sektor pertanian sebesar 21, 7%. Hal ini dikarenakan daerah perkotaan pada umumnya yang menjadi roda penggerak utama perekonomian adalah sektor perdagangan dan
51
jasa, sedangkan sektor industri hanya terdapat pada beberapa daerah tertentu saja yang kecil kemungkinannya menyerap tenaga kerja anak. Namun demikian sektor pertanian secara umum masih merupakan sektor dominan yang menampung pekerja anak, yaitu sebesar 45, 7%. Hal ini merupakan salah satu ciri negara berkembang dimana struktur ekonomi masih didominasi oleh scktor pcrtanian. Tabel4.4. Pekerja Anak menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Pekerjaan (dalam %)
No.
Lapangan Pekerjaan
1
2
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
3
4
5
Pertanian
22,5
23,3
45,7
Sub Sektor Pertanian
14,0
7,8
21,7
Sub Sektor Perternakan
8,5
15,5
24,0
2.
Perdagangan
20,9
17,1
38,0
3.
Industri
7,0
2,3
9,3
4.
Jasa
5,4
1,6
7,0
55,8
44,2
100
1.
Jumlah (n = 129) -·
--
-- - - · - - --
Sumber : Susenas 2003 (data diolah)
Untuk sektor industri yang terdari dari industri makanan dan mmuman, industri pengolahan tembakau, industri tektil, industri kulit, industri minyak dan gas bumi serta konstruksi mampu menyerap pekerja anak sebesar 9,3%. Dan sektor jasa yang terdiri dari perhotelan dan restoran, hiburan, transportasi dan jasa keuangan mampu menyerap pekerja anak sebesar 7,0%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.4 di atas.
52 Dilihat dari status pekerjaan utama anak, sebagian besar anak merupakan pekerja keluarga atau pekerja sektor informal, yang lebih dikenal dengan pekerjaan sektor domestik dimana mereka bekerja tanpa menerima upah (unpaid employment) yang bekerja membantu kegiatan usaha ekonomi keluarga. lni ditunjukkan dengan pekerja anak yang berstatus pekerja tidak dibayar sebanyak 96 orang (74,4%) yang terdiri dari 34,9% anak laki-laki dan 39,5% pekerja anak perempuan. Anak yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai menempati urutan kedua sebanyak 18 orang (13,9%) yang terdiri dari 10,8% pekerja anak laki-laki dan 3,1% pekerja anak perempuan, yang berusaha sendiri 5 orang (3,9%) yang semuanya pekerja anak lakilaki. Dari angka tersebut, terlihat bahwa pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera sebagian besar merupakan pekerja tidak dibayar. Hal ini menunjukkan adanya kecendrungan anak-anak di perkotaan bekerja untuk membantu usaha orang tuanya guna meningkatkan penghasilan, seperti sebelumnya dibahas sebagian besar mereka bekerja pada sektor perdagangan. Apakah ini merupakan eksploitasi terhadap anak, untuk itu perlu dilihat dari partisipasi sekolah si anak. Jika si anak tetap bersekolah, ini menunjukkan bahwa anak sebenarnya mendapatkan keterampilan hidup (life skill) dari orang tua yang akan berguna nantinya. Informasi yang lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini.
53 Tabel4.5 Pekerja Anak berdasarkan Status dalam Pekerjaan Utamanya (dalam %)
No.
Status dalam Pekerjaan Utama
1
2
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Formal Buruh/karyawan/pegawai Berusaha dibantu buruh tetap Informal Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Pekerja tidak dibayar Pekerja bebas non pertanian Jumlah (n=129)
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
3
4
5
11,6
3,1 3,1 0,0 41,1
14,7 13,9
10,8 0,8 44,2 3,9
0,8
34,9 4,6
l ,6 39,5 0,0
85,3 3,9 2,4 74,4 4,6
55,8
44,2
100
0,8
0,0
Sumber : Susenas 2003 (data dwlah)
4.3.1.2. Partisipasi Sekolah Salah satu tujuan bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Sebagai perwujudan dari tujuan bernegara tersebut, maka sejak tahun 1994 pemerintah mulai melaksanakan program wajib belajar (wajar) 9 tahun. Salah satu faktor yang akan mempengaruhi keberhasilan program tersebut adalah faktor keterbatasan ekonomi rumah tangga. Anak yang berasal dari kcluarga yang penghasilannya rcndah alau pas-pasan akan cenderung menyebabkan mereka lebih mengulamakan memenuhi kebutuhan seharihari melalui bekerja dibanding pendidikan yang sangat penting bagi masa depan anak. Menurut Anker (Wiyono, 2001) pada dasarnya anak yang bekerja sepanjang tidak mengabaikan sekolahnya maka akan mendidik anak untuk mandiri dan juga
54
memperoleh keterampilan hidup (life skills) yang bermanfaat bagi dirinya. Namun demikian ia menyarankan agar anak-anak yang bekerja sambil sekolah sebaiknya bekerja 2-3 jam sehari atau 15 jam perminggu. Masalah akan timbul jika anak tersebut tidak bersekolah, mereka yang seharusnya menikmati pendidikan wajib belajar 9 tahun sehingga masa depannya menjadi lebih baik, terpaksa bekerja untuk membantu menambah penghasilan orang tuanya. Untuk mengetahui partisipasi sekolah pekerja anak usia 10-14 tahun dapat dilihat pada tabel 4.6. Berdasarkan partisipasi sekolah, tingkat partisipasi sekolah pekerja anak perempuan lebih tinggi dibanding partisipasi sekolah pekerja anak laki-laki. Hal terlihat dari anak perempuan yang masih bersekolah sebesar 93,0% sedangkan lakilaki hanya 56,9%. Sehingga memperlihatkan bahwa persentase pekerja anak laki-laki yang tidak sekolah lebih besar dari pada anak perempuan yaitu sebesar 43,1% sedangkan anak perempuan hanya 7,0% saja. Tabel4.6 Pekerja Anak Menurut Jenis Kelamin dan Partisipasi Seko1ah (da1am %)
No.
Jenis Kelamin
Partisipasi Seko1ah
I
2
Total
Laki-laki
Perempuan
3
4
5
1.
Masih Bersekolah
56,9
93,0
72.9
2.
Tidak Bersekolah
43,1
7,0
27, I
100 (n=72)
100 (n=57)
100 (n=129)
Jumlah Sumber : Susenas 2003 (data diolah)
55 Secara umum, tingkat partisipasi sekolah dari pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera sebesar 72,9% atau sebesar 27, 1% yang tidak bersekolah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat putus sekolah dari
peke~ja
anak usia 10-14 tahun di
perkotaan Sumatera masih cukup tinggi dan didominasi oleh anak laki-laki. Mereka yang seharusnya bersekolah karena masuk kelompok umur wajib belajar 9 tahun dalam kenyataannya tidak bersekolah. Hal ini menuntut perhatian yang serius dari pemerintah karena program wajib belajar 6 (enam) tahun yang dicanangkan sejak tahun 1978 dan program wajib belajar 9 (sembilan) tahun yang dicanangkan pada tanggal 2 Mei 1994 masih jauh dari tujuan dan sasaran yang diinginkan, khususnya di daerah perkotaan Sumatera. Dari diagram 4.3 di bawah ini menunjukkan bahwajika dilihat dari partisipasi sekolah anak usia 10-14 tahun maka partisipasi anak daerah perkotaan di Sumatera rata-rata 97,4% jauh lebih tinggi dari pada partisipasi sekolah pekerja anak usia 10-14 tahun daerah perkotaan di Sumatera yang hanya scbesar 72,9%. Anak yang tidak bersekolah cenderung berasal dari pekerja anak, yang artinya semakin tidak bersekolah seorang anak, maka besar kemungkinan ia akan menjadi pekerja anak. Hal ini dengan jelas memperlihatkan bahwa munculnya pekerja anak sangat dipengaruhi oleh partisipasi sekolah anak."
56
Diagram4.3 Perbanding;m Jumlah Anak Usia 10-14 Tahun Berdasarkan Partisipasi Sekolah
100 <:u
"'c::s .....
1:: <:u
50
~
<:u
~::).,
0
Bersekolah
J•
Tldak Bersekolah
Jwnlah Total Anak • Pekerja Anak
J
Sumber : Susenas 2003 (data diolah)
4.3.1.3. Jam Kerja Pekerja Anak Pada masa globalisasi dan liberalisasi ini kecendrungan memproduksi barang dan jasa akan selalu berorientasi pada keuntungan. Sehingga dalam proses produksi, anak yang bekerja bukan lagi bagian dari sosialisasi atau pembelajaran tapi sudah merupakan bagian dari proses produksi untuk tujuan keuntungan maksimum. Ini dikarenakan tingkat upah pekerja anak cenderung lebih rendah dari pekerja dewasa. Hal ini menyebabkan untuk . pekerjaan tertentu yang tidak terlalu membutuhkan keahlian lebih menguntungkan menggunakan tenaga kerja anak dibanding tenaga kerja dewasa. Untuk itu perlu dilihat seberapa banyak jam kerja yang digunakan pada pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera. Hal tersebut diperlihatkan pada tabel 4.7 di bawah ini.
57 Tabel4.7 Persentase Jam Kerja Pekerja Anak Daerah Perkotaan di Sumatera dalam seminggu Jam Kerja dalam Seminggu
Persentase Pekerja Anak
::; 20
66,7
21-40
17, I
41+
16,3
Jumlah
100
Sumber : Susenas 2003 (data diolah)
Sejauh mana keterlibatan anak menjadi pekerja atau buruh dapat dilihat dari berapa besar waktu yang digunakan anak tersebut untuk bekerja. Dari data tersebut di atas terlihat bahwa sebagian besar pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera yaitu sekitar 2/3 atau 66,7% bekerja kurang dari 20 jam perminggu. Hal ini sesuai dengan ketentuan ILO No.l38/1973 dimana anak-anak tidak diperbolehkan bekerja lebih dari 4 jam perhari atau 20 jam perminggu. Sedangkan mereka yang bekerja selama 21 jam sampai dengan 40 jam seminggu atau sama dengan rata-rata jam kerja peJ(erja dewasa sebesarl7,1%. Dan yang bekerja lebih dari 41 jam perminggu sebesar 15,3%. lni merupakan angka yang cukup besar, mengingat untuk pekerja dewasa ketentuan ratarata jam kerja perminggu adalah 40 jam perminggu, apalagi bila dibandingkan dengan ketentuan ILO diatas. Mengacu pada ketentuan ILO No.l38/1973, maka pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera sebesar 66,7% merupakan pekerja anak yang diperbolehkan
58
untuk bekerja karena bekerja selama kurang dari 20 jam perminggu. Sedangkan sebesar 33,3% merupakan pekerja anak yang dilarang oleh ketentuan ILO tersebut. Kondisi ini tampaknya berkaitan dengan sifat pekerjaan di daerah perkotaan yaitu sektor perdagangan dan manufaktur yang membutuhkan waktu lebih lama dibanding sektor pertanian misalnya. Jam kerja yang panjang ini juga membahayakan pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga dikhawatirkan akan mengancam kualitas sumber daya man usia pada masa yang akan datang. Ini dapat disebabkan oleh karena pekerja anak umumnya tidak memiliki kesempatan untuk menambah pendidikan dan kemampuan mcreka baik di scktor formal maupun di sektor non formal.
4.3.1.4. Tingkat U pah Pekerja Anak Upah merupakan balas jasa terhadap tenaga yang diberikan untuk proses produksi tertentu atau dapat diartikan sebagai harga dari tenaga kerja. Peranan upah akan sangat besar sekali dalam menentukan keseimbangan permintaan dan penawaran tenaga kerja. Upah dapat diartikan sebagai imbalan atas penerimaan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atas jasa yang telah dilakukan, yang dinyatakan dalam bentuk i.lang yang ditetapkan dengan undang-undang dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjungan baik untuk karyawan maupun keluarganya (Syahruddin, 1984). Berdasarkan data Susenas 2003 dari 129 pekerja anak yang ada hanya 18 orang anak yang memperoleh upah atau sekitar 14% dari total pekerja anak.
59 Selebihnya yaitu sekitar 86% merupakan pekerja tidak dibayar atau dapat dikatakan mereka merupakan pekerja keluarga yang bekerja membantu usaha kduarga tanpa menerima upah dan mereka yang berusaha sendiri. Pada diagram 4.1 dibawah ini menunjukkan besamya tingkat upah yang diterima oleh pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera. Diagram 4.4
Tingkat Upah Pekelja Anak. Daerah Perkotaan di Sumatera 17%
83%
[ li3 di atas UMP c di bawah UMP [
Sumber : Susenas 2003 (data dio/ah) Keteranf!an: UMP (Upah Minimum Propinsi)
Dari diagram di atas terlihat bahwa dari 14% pekerja anak yang menerima upah, hanya 16,7% pekerja anak yang menerima upah di atas upah minimum propinsi (UMP), sedangkan sisanya 83,3% menerima upah di bawah UMP. Ternyata dari pekerja anak yang menerima upah, banyak dari mereka yang menerima upah di bawah batas upah minimum. Hal ini menunjukkan adanya eksploitasi terhadap anak yang ditunjukkan dengan adanya anak yang bekerja dibayar secara murah.
60
4.3.2. Latar Belakang Kcluarga 4.3.2.1. Pendapatan Rumah Tangga Perkapita Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa pekerja anak muncul sebagai akibat dari kemiskinan dan kemiskinan juga dapat disebabkan oleh karena adanya pekerja anak dalam keluarga tersebut. Seperti yang dikatakan Agus Priyambada dkk (2002) bahwa keluarga yang miskin mendorong anak-anak mereka bekerja mencari penghasilan tambahan keluarga. Adanya pekerja anak mengabadikan keluarga miskin turun temurun. Pekerja anak menghambat anak-anak memperoleh pendidikan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan yang .layak di masa depan. Walaupun kemiskinan bukanlah merupakan satu-satunya penyebab timbulnya pekerja anak, namun perlu diketahui seberapa besar tingkat kemiskinan pada anakanak yang bekerja di daerah perkotaan Sumatera. Dari tabel 4.8 terlihat bahwa rendahnya pendapatan rumah tangga perkapita bukanlah merupakan hal yang sangat mempengaruhi munculnya pekerja anak. Hal ini ditunjukkan dari pekerja anak dari propinsi NAD, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan sedikit lebih dipengaruhi oleh kemiskinan keluarga sedangkan untuk propinsi Bengkulu dan Bangka Belitung terlihat jelas bahwa anak yang bekerja berasal dari keluarga yang tidak miskin. Dilihat dari rata-rata penduduk miskin, rata-rata penduduk rr iskin daerah perkotaan di Sumatera adalah 17,8% sedangkan pekerja anak yang berasal dari penduduk miskin rata-ratanya 23,0%. Namun demikian untuk Propinsi Sumatera Utara, Bengkulu dan Bangka Belitung, persentase jumlah pekerja anak yang berasal
61 dari keluarga miskin lebih kecil dari rata-rata tingkat kemiskinan ketiga propinsi tersebut. Untukjelasnya dapat dilihat pada tabel4.8 di bawah ini. Tabe14.8 Pendapatan Perkapita Ke1uarga Daerah Perkotaan di Sumatera Persentase Penduduk Miskin Dibawah Garis Kemiskinan (%) Jum1ah anak Pekerja Anak Seluruhnya
No.
Propinsi
Garis Kemiskinan (Rp.) ">
1
2
3
4
5
123.998,117.187,137.095,168.391,125.065,118.398,110.975,111.092,144.233,-
40,0 1,4 46,7 33,3 28,6 42,9 0 14,3 0
29,7 15,9 11,2 13,5 12,7 21,5 22,7 22,6 10,1
23,0
17,8
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9.
NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Se1atan Bengku1u Lampung Bangka Be1itung Rata-rata
Sumber : Susenas 2003 (data diolah) Keterangan : *) angka BPS
Kondisi di atas mempcrlihatkan bahwa untuk dacrah perkotaan di Sumatera, kemiskinan bukan merupakan salah faktor yang menyebabkan munculnya pekerja anak. Faktor lain scpcrti partisipasi sckolah, tingkat pcndidikan orang tua ataupun faktor sosial budaya suatu daerah turut mempengaruhi munculnya pekerja anak. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara munculnya pekerja anak dengan tingkat kemiskinan keluarga tidaklah kuat, berbeda dengan sebagian besar hasil penelitian yang menemukan kuatnya hubungan antara kemiskinan keluarga dengan munculnya pekerja anak.
62
4.3.2.2. Tingkat Pendidikan Orang Tua
Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan dapat meningkatan produktifitas dan peningkatan pendapatan. Hal ini telah dibuktikan melalui studi seperti yang dilakukan oleh Berhman dan Deolalikar tahun 1991 dan Budiono & kawan-kawan tahun 1992 (Eifindri, 200 I: 60). Untuk melihat pengaruh peranan orang tua dalam memutuskan boleh tidaknya anaknya untuk bekerja dapat dilihat dari tingkat pendidikan orang tuanya. Berdasarkan tabel 4.9 di bawah ini, terlihat bahwa orang tua pekerja anak yang tidak menyelesaikan sekolah dasar masih cukup tinggi di daerah perkotaan Sumatera yaitu mencapai 20,2 % yang lebih tinggi dari rata-rata tingkat pendidikan orang tua di perkotaan Sumatera yaitu 13, 7%. Namun hal yang sama terlihat pada tingkat pendidikan orang tua SMU ke atas. Tabel4.9 Pendidikan Orang Tua Daerah Perkotaan di Sumatera Persentase No.
Tingkat Pendidikan Orang Tua
Pekerja Anak
Jumlah Anak Seluruhnya
I.
Tidak punya ljazah
20,2
13,7
2.
SD/MI Sederajat
19,4
29,6
3.
SL TP Sederajat
13,9
21,4
4.
SMU Sederajat
39,5
23,1
5.
Diatas SMU
7,0
12,2
Jumlah (n = 129)
100
100
Sumber : Susenas 2003 (data diolah)
63
Jika dibandingkan antara tingkat pendidikan orang tua (ibu) pekerja anak dan tingkat pendidikan orang tua rata-rata daerah perkotaan di Sumatera, maka terlihat pendidikan orang tua pekerja anak di bawah SMU sebesar 53,5% dan SMU ke atas sebesar 46,5%. Sedangkan tingkat pendidikan orang tua rata-rata untuk daerah perkotaan adalah di bawah SMU sebesar 64,7% dan SMU ke atas 35,3%.
Dagram4.5 Tingkat Pendidikan Orang Tua Daerah Perkotaan di Swnatera
70 60 50 \1
i
40
t
30
6
~
20 10 0 anak seluruhnya
I•
pekerja anak
di bawah SMU • SMU ke atas
I
Dari diagram di atas, menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara tingkat pendidikan orang tua dengan munculnya pekerja anak. Dimana semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua (SMU keatas), maka probabilitas anak untuk bekerja semakin besar dan sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan orang tua maka probabilitas anak untuk bekerja semakin kecil.
64
Hal ini merupakan suatu fenomena yang menarik dimana dari beberapa penemuan sebelumnya (misalnya Euis, 2004) menemukan bahwa tingkat pendidikan orang tua berhubungan positif dengan munculnya pekerja anak. Semakin rendah tingkat pendidikan orang tua maka probabilitas anak untuk bekerja semakin tinggi. Namun demikian temuan Euis tersebut pada umumnya pada daerah perdesaan. Fenomena ini sangat menarik tentunya untuk dikaji lebihjauh.
4.3.2.3. Status dan Lapangan Pekerjaan Orang Tua Dilihat dari lapangan pekerjaan orang tua, sebagian besar orang tua pekerja anak daerah perkotaan bekerja di sektor tersier yaitu sektor jasa-jasa sebesar 43,4% yang berupa jasa pendidikan, angkutan jalan raya, jasa sosial dan jasa lainnya. Sektor kedua dominan adalah sektor sekunder yang meliputi sektor perdagangan dan industri sebesar 36,4%. Sedangkan sektor primer yaitu sektor pertanian hanya sebesar 20,2%. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.10 di bawah ini. Tabel4.10. Distribusi Lapangan Pekerjaan Orang Tua Pekerja Anak (dalam %) I
No.
Lapangan Pekcrjaan Orang Tua
t'ersemase Pckcrja Anak
I
2
3
1.
Primer
20,2
2.
Sekunder
36,4
3.
Tersier
43,4
Jumlah (n=l29) Sumber : Susenas 2003 (data diolah)
100
I
·-
65
Berbeda dengan temuan Euis (2004) bahwa lapangan pekerjaan orang tua pada umumnya merupakah sektor pertanian untuk daerah perdesaan, disini terlihat untuk daerah perkotaan lapangan pekerja orang tua terbanyak di sektor tersier yaitu jasa-jasa, diikuti sektor sekunder yang terdiri dari perdagangan dan industri, dan sektor primer (pertanian). Hal ini berbeda dengan anak-anak mereka yang bekerja, dimana sebagian besar pekerja anak daerah perkotaan bekerja di sektor perdagangan. Sedangkan orang tua mereka sebagian besar bekerja di sektor jasa. Tidak seperti halnya pekerja anak daerah perdesaan yang pada umumnya bekerja di sektor pertanian seperti halnya orang tua mereka. Jika dilihat dari status pekerjaan, orang tua pekerja anak hanya 36,5% yang bekerja di sektor formal baik sebagai buruh, karyawan, pegawai ataupun yang berusaha sendiri dibantu buruh tetap. Sebagian besar dari mereka bekerja di sektor informal sebesar 63,5% yang berupa berusaha scndiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas pertanian dan pekerja bebas non pertanian. Besamya pekerjaan orang tua di sektor informal ini tentunya berkaitan erat dengan dominasi sektor jasa dan perdagangan sebagai sumber penghasilan terbesar untuk daerah perkotaan. Hal ini dimungkinkan karena sektor jasa dan perdagangan yang bersifat persaingan sempuma (perfect competition) dimana terdapat kemudahan untuk keluar masuk pasar. Untukjelasnya dapat dilihat pada tabel 4.11.
66 Tabel4.11 Pekerja Anak berdasarkan Status dalam Peketjaan Utama Orang Tuanya Status dalam Pckcrjaan Utama
No.
I.
2. 3. 4. 5. 6.
Formal Buruh/karyawan/pegawai Berusaha dibantu buruh tetap Informal Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Pekerja bebas pertanian Pekerja bebas non pertanian Jumlah (n=129)
Pcrscntase (%)
36,5 23,3 13,2 63,5 22,5 38,0 1,5 1,5 100
Sumber : Susenas 2003 (data dzolah)
4.4. Kesimpulan Kesimpulan penting yang dapat diambil dari pembahasan bab m1 adalah sebagai berikut : I. Karakteristik anak usia sekolah umur I0-14 tahun akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik anak pada Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Riau sebagai penyumbang terbesar yaitu masing-masing 34,6%, 15,1% dan 14,3% dari total jumlah penduduk usia 10-14 tahun. 2. Karakteristik pekerja anak usia 10-14 tahun akan sangat dipengaruhi oleh karateristik pekerja anak pada Propinsi Sumatera Utara dan Sumatera Barat sebagai penyumbang terbesar terhadap pekerja anak daerah perkotaan di pu1au
67
Sumatera yang masing-masing menyumbang 55,8% dan 11,6% daJ i total pekerja anak. 3. Mengacu pada ketentuan ILO No.138/1973, maka pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera sebesar 66,7% merupakan pekerja anak yang diperbolehkan untuk bekerja karena bekerja selama kurang dari 20 jam perminggu. Sedangkan sebesar 33,3% merupakan pekerja anak yang dilarang oleh ketentuan ILO tersebut. 4. Dari pekerja anak yang menerima upah (sekitar 14%), hanya 16,7% menerima upah di atas upah minimum propinsi (UMP), sedangkan sisanya 83,3% menerima upah di bawah UMP. Ternyata dari pekerja anak yang menerima upah, banyak dari mereka yang menerima upah di bawah batas upah minimum. Hal ini menunjukkan adanya cksploitasi tcrhadap anak yang ditunjukkan dengan adanya anak yang bekerja dibayar secara murah ..
Selanjutnya untuk menguji faktor-faktor yang menyebabkan munculnya pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera maka dilakukan melalui uji regresi Jogistik. Uji regresi logistik ini akan dibahas pada bab berikutnya yaitu Bab V.
BABV HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pendahuluan Seperti yang telah dijelaskan pada Bab Ill, dalam penelitian ini model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera adalah dengan menggunakan regresi logistik sebagai berikut :
Y=(p/1-p)
Probabilitas anak untuk bekerja
X1
Jenis kelamin ( 1 = laki-laki, 0 = perempuan)
X2
Partisipasi sekolah (1
X3
Pendapatan rumah tangga perkapita (1
X4
=
€
= Error term
= tidak sekolah, 0 = sekolah) = miskin, 0 = tidak miskin)
Pendidikan orang tua (I = SLTP ke bawah, 0 = di atas SLTP)
Namun sebelum melakukan uji regresi logistik, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap korelasi sesama variabel independen. Pengujian ini dilakukan untuk melihat korelasi sesama variabel independent, seberapa besar hubungannya dan bagaimana arah hubungan tersebut. Jika terdapat hubungan yang kuat sesama variabel independen tersebut (50% atau lebih) maka salah satu variabel harus dihilangkan dari model. Pengujian korelasi ini dapat dilakukan dengan pengujian Korelasi Urutan Spearman (Spearman Rank Correlation)
68
69
5.2. Uji Spearman Rank correlation Uji Spearman Rank Correlation ini bertujuan untuk mengetahui apakah di antara 2 (dua) variabcl tcrdapat hubungan. Jika ada hubungan, bagaimana arah dan seberapa besar hubungan tersebut. Dengan menggunakan program aplikasi SPSS, maka didapatkan hasil uji korelasi Spearman (lampiran I). Dari hasil uji Spearman Correlation, ditemukan bahwa antar sesama variabel independent tidak terdapat hubungan yang kuat. Hal ini terlihat dari nilai korelasi yang tidak ada melebihi angka 50%. Korelasi sesama variabel independen sangat lemah, sehingga seluruh variabel dapat dimasukkan ke dalam model untuk selanjutnya dilakukan analisis regresi logistik. Variabel jenis kelamin anak mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan variabel partisipasi sekolah yaitu sebesar 4,6%. Sedangkan dengan pendapatan rumah tangga perkapita hubungannya positif dan tidak signifikan yaitu sebesar 0,4%. Namun hubungannya negatif dan tidak signifikan dengan tingkat pendidikan orang tua yaitu sebesar 0,3%. Variabel partisipasi sekolah anak mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan pendapatan rumah tangga perkapita dan tingkat pendidikan orang tua yaitu masing-ma_sing sebesar 13,2% dan 10,2%. Selanjutnya hubungan antara pendapatan rumah tangga perkapita dan pendidikan orang tua adalah positif dan signifikan yaitu sebesar 18,1% Dengan demikian, terlihat bahwa tidak ada masalah dengan korelasi sesama variabel bebas. Hal ini nampak dari nilai hubungan tersebut yang masih relatif lemah yaitu di bawah 50%. Artinya tidak ada variabel yang harus dihilangkan dari model, sehingga layak untuk dilakukan uji modellogistik.
70
5.3. Uji Model Logistik Dalam melakukan pengujian terhadap faktor-faktor yang menyebabkan munculnya pekerja anak digunakan uji regresi logistik. Uji regresi logistik ini digunakan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang bersifat dikotomi. Untuk memudahkan dalam pengujian ini digunakan program SPSS versi 11.0. Setelah dilakukan uji Spearman Correlation , temyata tidak terdapat adanya korelasi sesama variabel bebas. Selanjutnya semua variabel bebas dapat dimasukkan ke dalam model regresi logistik. Dari hasil regresi logistik ini akan menghasilkan output yang menggambarkan kecenderungan seorang anak usia 10-14 tahun untuk menjadi pekerja anak. Variabel yang digunakan dalam regresi logistik bersifat dikotomilbinary yaitu variabel yang terdiri dari 2 (dua) katergori. Untuk mengukur kecendrungan anak usia 10-14 tahun menjadi pekerja anak digunakan kategori 1 = bekerja dan 0
= lainnya. Selanjutnya dilakukan pengujian estimasi parameter terhadap variabelvariabel yang digunakan dengan derajat kepercayaan 95% (a =0,05). Pemakaian derajat kepercayaan 95% ini diyakini sccara substansi mempunyai nilai keberartian yang signitikan antara variabcl yang dianalisis. Selanjutnya dalam penelitian ini hipotesa yang akan diuji adalah sebagai berikut: 1. Ho : Setelah memperhatikan variabel lain dalam model, pendapatan perkapita rumah tangga perkapita tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kecendrungan anak untuk bekerja
71
H1 : Setelah memperhatikan variabel lain dalam model, pendapatan perkapita rumah tangga perkapita berpengaruh secara signifikan tcrhadap kcccndrungan anak untuk bckc1ja 2. Ho : Sctelah memperhatikan variabel lain dalam model, pendidikan orang tua tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kecendrungan anak untuk bekerja H1 : Setelah memperhatikan variabellain dalam model, pendidikan orang tua berpengaruh secara signifikan terhadap kecendrungan anak untuk bekerja 3. Ho : Setelah memperhatikan variabel lain dalam model, jenis kelamin anak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kecendrungan anak untuk bekerja H1 : Setelah memperhatikan variabel lain dalam model, jenis kelamin anak bcrpcngaruh sccara signifikan tcrhadap kecendrungan anak untuk bckerja 4. Ho: Setelah memperhatikan variabel lain dalam model, partisipasi sekolah
anak
tidak
berpengaruh
secara signifikan terhadap
kecendrungan anak untuk bekerja H1 : Setelah memperhatikan variabel lain dalam model, partisipasi sekolah anak berpengaruh secara signifikan terhadap kecendrungan anak untuk bekerja Dalam melakukan pengujian terhadap hipotesis-hipotesis tersebut, maka kriteria yang harus dipenuhi adalah : ~
Diterima Ho : Jika probabilitas variabel yang diuji lebih besar dari taraf signifikasi ( a ) 0,05 atau;
72 ~
Ditolak H 0
:
Jika probabilitas variabel yang akan diuji lebih kecil dari taraf
signifikasi (a) 0,05.
Berdasarkan hasil pengujian regresi logistik terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera diperoleh hasil seperti terlihat pada Iampi ran II.
4.4. Interpretasi dan Pembahasan Hasil Regresi Dari lampiran II, terlihat bahwa terdapat 2 (dua) variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap pekerja anak usia 10-14 tahun yaitu
partisipasi sekolah anak (X2) danpendidikan orang tua (X4). Sedangkan variabel lainnya yaitu jenis kelamin anak (X 1), pendapatan rumah tangga perkapita (X3), dan jumlah orang tua (X 5) tidak signifikan mempengaruhi kecendrungan anak usia 10-14 tahun menjadi pekerja anak. Untuk melihat variabel yang mempengaruhi kecendrungan anak usia 10-14 tahun daerah perkotaan di Sumatera menjadi pekerja anak dapat dilihat sebagai berikut :
a. Partisipasi Sekolah Dari hasil temuan empiris terlihat bahwa partisipasi sekolah anak sangat berpengaruh positif terhadap kecendrungan anak untuk bekerja, yang terlihat dari nilai signifikasi sebesar 0,000. Ini berarti anak yang sekolah memiliki kecendrungan yang lebih rendah untuk menjadi pekerja anak dibanding anak yang tidak sekolah. Dari nilai odd ratio dapat dijelaskan bahwa anak yang tidak bersekolah memiliki kecendrungan untuk bekerja 19,7 kali dibanding anak yang
73
bersekolah. Dengan kata lain semakin tidak bersekolah seseorang anak, maka kemungkinan ia untuk menjadi pekerja anak semakin besar. Senada dengan temuan Quresi (2003) bahwa pendidikan anak sangat berpengaruh terhadap munculnya pekerja anak di Sumatera Barat. Ini menunjukkan pentingnya pendidikan bagi anak-anak usia sekolah, sebab jika tidak bersekolah dikawatirkan akan menjadi pekerja anak. Karena pada akhimya seorang pekerja anak yang tidak bersekolah hanya akan dieksploitasi oleh orang tua mereka sendiri ataupun pihak-pihak lain yang mengambil keuntungan dari kondisi ini.
b. Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan orang tua berdasarkan hasil temuan empms berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecendrungan anak untuk bekerja. Ini terlihat dari nilai signifikasi sebesar 0,004 dan parameter yang bernilai negatif. Sed::
.i!ai odd ratio sebesar 0,563
m~nunjukkan
bahwa semakin
n~1:.:.,:1
tingkat . .,Jidikan orang tua (SLTP ke bawah), maka kecendrungan anak usia 10 - 14
t~. 1
ting\:.:
: :
untuk bekerja adalah 0,563 kali dibanding anak dengan orang tua yang .idikannya tinggi (SMU ke atas) . . ~rupakan fenomena menarik, dimana orang tua yang
berp~11,;idi1 ..
lebih r-..." .. l1 lebih menginginkan anak-anak mereka untuk bersekolah dan sebaliknya seorang orang tua yang pendidikannya lebih tinggi lebih menginginkan anaknya untuk bekerja. Berbeda dengan temuan Euis (2004), dimana semakin tinggi pendidikan orang tua maka peluang anak untuk menjadi pekerja anak semakiil .. ;:_:il. Kondisi ini dapat disebabkan olch beberapa hal yaitu: •
Pada (:::crah perkotaan di Sumatera, orang tua yang berpendidikan relatif tinggi lebih menginginkan anaknya bekerja tentunya tetap bersekolah guna
74 meningkatkan kemampuan diri (life skill) sebagai bagian dari proses pendidikan di luar sekolah (dalam rumah tangga) yang merupakan modal pengalaman bagi anak di masa datang, atau sebaliknya; .._ Pada daerah perkotaan di Sumatera, orang tua yang berpendidikan relatif rendah lebih menginginkan anaknya untuk bersekolah agar dapat berprestasi dan tidak seperti orang tuanya. Karena pendidikan yang rendah biasanya menyebabkan pendapatan yang rendah. Untuk itu sekolah merupakan sarana untuk mencapai penghidupan yang lebih layak dikemudian hari.
c. J enis Kelamin Dari hasil pengolahan data ditemukan bahwa jenis kelamin anak tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap kecendrungan anak untuk bekerja. Ini memperlihatkan bahwa di daerah perkotaan di Sumatera kecendrungan anak lakilaki dan perempuan usia 10-14 tahun untuk bekerja tidak dapat dibedakan. Artinya mereka mempunyai peluang yang sama untuk bekerja. Hal ini dapat menjelaskan bahwa pada daerah perkotaan di Sumatera, pekerja anak usia 10-14 tidak didominasi oleh salah satu jenis kelamin anak. Anak laki-laki dan pcrcmpuan dapat bekerja di scktor pcrdagangan yang mendominasi sektor pekerjaan anak.
Ini berbeda dengan hasil penelitian Euis (2004) yang menemukan bahwa anak yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai peluang lebih besar untuk menjadi pekerja anak dibanding anak perempuan. Namun demikian temuan ini senada dengan yang ditemukan oleh Tahir (2000) dan Quresi (2003), dimana jenis kelamin anak bukanlah variabel yang signifikan mempengaruhi munculnya pekerja anak.
75
d. Pendapatan Rumah Tangga Perkapita Dari hasil regresi di atas dapat diketahui bahwa pendapatan rumah tangga perkapita yang merupakan indikator kemiskinan secara signifikan tidak mempengaruhi kecendrungan anak Wltuk bekerja. Kemiskinan yang dari beberapa penelitian sebelumnya dikatakan merupakan faktor utama yang menyebabkan anak bekerja, temyata Wltuk daerah perkotaan di Sumatera hal tersebut tidak terbukti. Malah terlihat hubWlgan pendapatan rumah tangga perkapita tersebut bernilai negatif yang berarti semakin miskin maka anak cendefWl.g Wltuk tidak bekerja. Beberapa pcnelitian menemukan bahwa pendapatan rumah tangga yang rendah (kemiskinan) menjadi penyebab seorang anak untuk menjadi pekerja anak. Mitesh Badiwala ( 1998) menemukan pekerja anak mempunyai korelasi yang sangat signifikan dengan tingkat kemiskinan suatu keluarga. Semikin miskin suatu keluarga, maka kemungkinan anaknya untuk bekerja semakin besar, begitupun dengan Barros & Santos (dalam Muniz, 2001)
Hal ini dapat berarti pekeija anak daerah perkotaan di Sumatera merupakan pekeija keluarga, dimana bekerja membantu menambah penghasilan keluarga tanpa menerima upah gooa meningkatkan kemampuan diri sebagai modal hari depan. Misalnya bekeija membantu usaha orang tua seperti pedagang kaki lima ataupun di toko-toko orang tua mcrcka scndiri. lni dapat dilihat dari karakteristik lapangan pekeija orang tua mereka dimana sebagian besar bekeija di sektor jasa-jasa, perdagangan dan industri. WalaupWl begitu pertentangan dengan hasil penelitian sebelumnya ini menarik untuk dikaji lebih lanjut.
76
e. Nilai Konstanta Parameter konstanta yang bernilai negatif dan signi:fikan menunjukkan bahwa pada saat semua variabel independent bernilai 1 atau pacia saat jenis kelamin laki-laki, tidak bersekolah, miskin, pendidikan orang tua SLTP ke bawah maka anak akan berpeluang untuk menjadi pekerja anak sebesar 0,021 kali. Ini berarti peluang untuk menjadi pekerja anak dengan kondisi ini lebih kecil, dengan kata lain kecil kemungkinannya seorang anak untuk menjadi pekerja anak.
4.5. Kesimpulan Dari hasil uji korelasi dan uji model logistik ditemukan bahwa untuk daerah perkotaan di pulau Sumatera, faktor yang signi:fikan mempengaruhi munculnya pekerja anak usia 10-14 tahun adalah tingkat pendidikan orang tua dan partisipasi sekolah anak. Sedangkan variabellainnya seperti jenis ke!amin anak dan pendapatan rumah tangga perkapita yang merupakan indikator tingkat kemiskinan tidak berpengaruh secara signi:fikan terhadap munculnya pekerja anak atau kecendrungan anak untuk bekerja. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, bahwa untuk daerah perkotaan di pulau Sumatera, pendidikan orang tua mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan terhadap kecendrungan anak untuk bekerja. Ini berarti semakin tinggi pendidikan orang tua maka anak akan semakin cenderung untuk bekerja atau sebaliknya semakin rendah pendidikan orang tua, maka anak cenderung tidak bekerja. Sedangkan untuk variabel partisipasi sekolah anak memperlihatkan bahwa anak yang tidak bcrsckolah maka ccndcrung untuk bekerja.
BABVI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
6.1. Kesimpulan Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan karakteristik anak-anak dan pekerja anak usia 10-14 tahun serta menguji faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya pekerja anak daerah perkotaan di Sumatera. Yang menjadi variabel dependent adalah kegiatan utama anak. atau wak.tu terbanyak yang digunak.an. Sedangkan variabel independent terdiri dari jenis kelamin a.nak., partisipasi sekolah anak., pendapatan rumah tangga perkapita dan tingkat pendidikan orang tua. Dari analisa deskriptif melalui tabulasi silang untuk melihat karakteristik anak-anak. dan pekerja anak usia 10-14 tal1un dan uji regresi logistik untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya pekerja anak dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Karakteristik pekerja anak. daerah perkotaan di pulau Sumatera sangat dipengaruhi oleh karakteristik pekerja anak pada daerah perkotaan di Propinsi Sumatera Utara dan Sumatera Barat scbagai penyumbang terbe~ terhadap jumlah pckerja anak masing-masing 55,8% dan 11,6% dari total pekerja anak .. 2. Faktor yang signifikan mempengaruhi munculnya pekerja anak usia 10-14 tahun untuk daerah perkotaan di pu1au Sumatera adalah tingkat pendidikan orang tua dan partisipasi sekolah anak. Sedangkan variabellainnya seperti jenis kelamin anak dan pendapatan rumah tangga perkapita yang ,..
77
78
merupakan indikator tingkat kemiskinan tidak berpengaruh secara signifikan. Berbeda dengan konsep luxury axiom yang dikemukakan oleh Basu (2003) dimana orang tua akan memperkerjakan anaknya jika mereka miskin. Temyata di daerah perkotaan Sumatera, kemiskinan bukanlah faktor yang menyebabkan munculnya pekerja anak.
6.2. Kelemahan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa kelemahan diantaranya dalam hal data yang digunakan. Dalam data tape Susenas 2003, tidak semua pekerja anak daerah perkotaan dapat dimasukkan ke dalam sample. Misalnya anak-anakjalanan yang tidak mempunyai orang tua. Hal ini dikarenakan keterbatasaa data yang digunakan, dimana setiap anak mewakili satu keluarga. Disamping itu data tape Susenas 2003 harus diterima apa adanya, walaupun data pckerja anak yang ada sangat kecil yaitu hanya 2% dari total sampel. Sehingga penulis kesulitan dalam mengembangkan argument karena keterbatasan tersebut. Data pendapatan rumah tangga yang digunakan merupakan proxy dari pengeluaran rata-rata rumah tangga perbulan. Dalam perhitungan pengeluaran rata-rata rumah tangga
p~rbulan
dilakukan dengan memperhitungkan besamya
pendapatan/upah yang diterima dari seluruh anggota rumah tangga (termasuk anak) yang bekerja. Implikasinya, anak yang bekerja menerima upah cenderung tidak berasal dari keluarga yang miskin dan kemiskinan cenderung bukan faktor yang menyebabkan munculnya pekerja anak pada daerah perkotaan di Sumatera.
78
79
6.3. Implikasi ~
Terhadap Penelitian Selanjutnya Seperti telah dijelaskan pada kelemahan penelitian. Dalam penelitian ini
setiap anak mewakili satu keluarga, sehingga masih dimungkinkan untuk dilakukan penelitian melalui survey lapangan. Untuk melihat langsung bagaimana dengan karakteristik pekerja anak daerah perkotaan yang tidak memiliki orang tua yang banyak hidup di daerah perkotaan baik sebagai pengamen jalanan, pengemis ataupun pekerja kasar lainnya.
~
Terhadap Kebijakan Tidak semua anak yang bekerja merupakan suatu permasalahan. Bagi anak
yang bekerja namun tetap sekolah, maka pekerjaan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan diri (life skill) yang akan berguna nantinya dikemudian hari. Hal ini dapat dikontrol dengan jumlah jam kerja anak apakah telah sesuai dengan yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan ILO No.138/1973 dimana anak-anak tidak diperbolehkan bekerja lebih dari 4 jam perhari atau 20 jam permmggu. Sehingga dapat dirumuskan anak yang bekerja yang menjadi permasalahan adalah mereka yang bekerja namun tidak bersekolah atau mereka yang bekerja melebihi jam kerja yang diperbolehkan dalam ketentuan ILO karena ini merupakan bentuk eksploitasi terhadap anak. Untuk itu penulis menyarankan beberapa hal yaitu : 1. Partisipasi sekolah anak usia 10-14 tahun yang merupakan sasaran dari program wajib belajar 9 tahun yang telah dicanangkan sejak tahun 1994
79
80 (telah 10 tahun) harus terus ditingkatkan hingga mencapai angka minimal 99% dengan menyediakan fasilitas pendidikan seperti ketersediaan gedung sekolah, guru, buku-buku pelajaran dan terutama pendidikan gratis deagan menghilangkan segala bentuk pungutan ataupun keharusan membeli bukubuku tertentu di sekolah bagi siswa. 2. Mengintensifkan dan mendukung program-program pendidikan luar sekolah yang ada serta pelatihan-pelatihan keterampilan bagi anak usia sekolah yang memang tidak mau untuk bersekolah. 3. Melakukan pengawasan kepada pengusaha maupun industri rumah tangga bagi yang memperkerjakan anak-anak dalam hal jumlah jam kerja yang ditetapkan.
Dan memberikan sanksi tegas bagi yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan ILO No.l38/1973 dimana anak-anak tidak diperbolehkan bekerja lebih dari 4 jam perhari atau 20 jam perminggu. 4. Terakhir agar pemerintah melalui BPS, melalui survei khusus terkait pekerja anak dan terpisah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Karena anak merupakan gerenasi penerus bangsa dan permasalahan pekerja anak sangat tcrkait dcngan kcbcrhasilan program wajib belajar 9 (sembilan) tahun yang telah dicanangkan sejak tahun 1994.
80
81
Daftar Pustaka
Agung, I Gusti Ngurah (2001). StatistikAnalisis Hubungan Kausal Berdasarkan Data Kategorik, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada Basu, Amad K. and Chau, Nancy H. (2003). "Targeting Child Labor in Debt Bondage : Evidence, Theory and Policy Implications", The World Bank Economic Review, Volume 17, hal. 255-281 Basu, Kaushik and Tzannnatos, Zafiris (2003). "Child Labor and Development : An Introduction", The World Bank Economic Review, Volume 17, hal. 145-146 -------------------------------------- (2003). "The Global Child Labor Problem : What Do We Know and What Can We Do?'' The World Bank Economic Review, Volume 17, hal. 147-173 Biro Pusat Statistik (2003). Data dan lnformasi Kemiskinan Tahun 2003 ; Buku 2: Kabupaten, Jakarta Eachem, William A (200 1). Ekonomi Mikro : Pendekatan Kontemporer, edisi pertama, terjemahan, penerbit Salcmba Empat. Jakarta
Elfindri. (200 1). Ekonomi Sumber Daya Man usia, Penerbit Universitas Andalas, Padang Elfindri dan Bachtiar, Nasri (2004). Ekonomi Ketenagakerjaan, Penerbit Universitas Andalas, Padang
Eki, Ayub Titu. Clauss, Wolfgang dan Nasikun (1990). "Sumbangan Tenaga Kerja Anak terhadap ekonomi Rumah Tangga Petani Kasus Desa Oelnaineno, Kabupaten Kupang", Artikel Child Labour-Household Economy Humpries, BPPS-UGM 3 (lA), hal. 67-76 Kasnawi, M. Tahir (2000). "Children in The Labor Forces : Their Social and Economic Problem (The Case of The Provinces in Sulawesi)", Ana/isis, Tahun I, Nomor 2, hal.77-85.
82 Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 5 Tahun 2001 tanggal 8 Januari 2001 tentang Pcnunggulangan Pckerja Anak Kumalasari, Euis (2004). "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Pekerja Anak di Sumatera Barat", Tesis Magister Sains, Program Pascasarjana, Universitas Andalas Padang Manfred,
Max-Neef (1991). Human Scale Development. Conception, application and further reflections. The Apex Press. New York and London.
Mitesh Badiwala (1998). Child Labor in India : Causes, Governmental Policies and The Role of Education, India Moeliono, Laurike (2001). "Anak Jalanan di Jakarta : Antara Kerentanan dan Ketahanan", Warta Demografi, No.4, hal.21-26 Muniz, Jeronimo Oliveira (2001). An Empirical Approach for Child Labour in Salvador, · Brazil, Brazil, General Population Conference
[email protected] Nachrowi D. Nachrowi (2002). Penggunaan Teknik Ekonometrik: Pendekatan Populer Praktis Dilengkapi Teknis Ana/isis dan Pengo/ahan Data dengan Menggunakan Paket Program SPSS, Penerbit PT. Raja Persindo Persada, Jakarta --------------------------------- ( 1997). "Pembangunan Keluarga", Warta Demograft, Edisi Khusus, Jakarta Nurkolis, Drs, MM. (2002). "Pendidikan Sebagai Investasi Jangka Panjang", Artikel Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional Priyambada, Agus. Suryahadi, Asep and Sumarto, Sudarno (2002). What Happened to Child Labor in Indonesia during the Economic Crisis: The Trade-off between School and Work. The SMERU Research Institute. Santoso, Singgih (200 1). Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, cetakan kedua, penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta
83 Satz, Debra. (2003). "Child Labor : A Normative Perspective", The World Bank E('Oilomic Review, Volume 17. hal. 297-309 Subri, Mulyadi (2003). Ekonomi Sumber Daya Manusia, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Syahruddin (1984), "Nilai Anak di Sektor Pertanian : Kasus Kelurahan Pasir Jambak Padang", Jurnal Ekonomi dan Manajemen, Volume 11 No.1 Todaro, Michael P. (2000). Pembangunan Ekonomi, Edisi Kelima, Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta. · Usman, Hardius (2001). "Pendidikan dan Pekerja Anak : Analisis Data Susenas 2000", Warta Demografi No.4, Jakarta Wei, Yin Hu (1999). "Child Support, Welfare dependency dan women's labor supply", The Journal of Human Resources, Volume 34. White, Ben. (1994). Children, Work and Child Labour: Changing Response to the Employment of Children, The Hague, Netherlands. Wiyono, Nur Hadi (2001). "Pekerja Anak di Indonesia : Tinjauan Teoritis dan Empiris", Warta Demografi, No.4, hal.12-20, Jakarta
Correlations
jenis kelamin Spearman' s rho
jenis kelamin
partisipasi ·sekolah
pendapatan rumah tangga perkapita
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pendapatan rumah tangga perkapita
pendidikan orang tua
1,000
,046..
,004
-.oo3
6477
1000 6477
,732 6477
1819 6477
1046*'
11000
1132*
1102..
1000 6477
6477
,000 6477
1000 6477
,004
1132*'
11000
1181*'
,732
1000
6477
6477
Correlation -,003 Coefficient Sig. (2-tailed) ,819 N 6477 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). pendidikan orang tua
partisipasi sekolah
1102* 1000 6477
1
,000 6477
,181* 1000 6477
6477 1,000 6477
~
~.... ~
;::a ~
Lampiran II
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases8 Percent N Selected Cases Included in Analysis 6477 100,0 Missing Cases ,0 0 Total 100,0 6477 Unselected Cases ,0 0 Total 6477 100,0 a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value lainnya
Internal Value
beke~a
0 1
Block 0: Beginning Block Classification Table1 •b Predicted
Step 0
Observed kegiatan utama
lainnya beke~a
Overall Percentage
kegiatan utama lainnya beke~a 6348 0 129 0
Classification Tablea,b Predicted
Step 0
Observed kegiatan utama
Percentage Correct 100,0 ,0 98,0
lainnya beke~a
Overall Percentage a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500
Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E. ,089
-3,896
Wald 1919,151
df
1
Variables in the Equation
I
Step 0
Sig. ,000
Constant
I
Exp(B) ,020
I
Variables not in the Equation
Step 0
Variables
Score ,598 275,939 ,726 1,194 284,611
KELAMIN SEKOLAH PDAPATAN PENDDIBU
Overall Statistics
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients
Step 1
Chi,.square 118,562 118,562 118,562
Step Block Model
df 4 4 4
Sig. ,000 ,000 ,000
Model Summary
Step 1
-2 Log likelihood 1147,231
Cox & Snell R Square ,018
Nagelkerke R Square ,102
df 1 1 1 1 4
Sig. ,439 ,000 ,394 ,274 ,000
Classification Tablea Predicted
Step 1
Observed kegiatan utama Overall Percentage
lainnya bekerja
keQiatan utama lainnya bekerja 6348 0 129 0
Classification Tablea Predicted
Step 1
Observed kegiatan utama
Percentage Correct 100,0 ,0 98,0
lainnya beke~a
Overall Percentage a. The cut value is ,500
Variables in the Equation
8 SJep 1
KELAMIN SEKOLAH PDAPATAN PENDDIBU Constant
-,013 2,981 -,225 -,574 -3,845
S.E. ,185 ,239 ,278 ,199 ,171
Wald ,005 155,924 ,656 8,362 505,142
df 1 1 1 1 1
Variables in the Equation Exp(B) Sig. ,942 ,987 1 19,710 ,000 ,418 ,798 ,563 ,004 ,021 ,000 a. Variable(s) entered on step 1: KELAMIN, SEKOLAH, PDAPATAN, PENDDIBU.
~ep
KELAMIN SEKOLAH PDAPATAN PENDDIBU Constant
Lampiran Ill
~-) i ~ ~~~ ~ SUSE NAS
~
REPUBLIK INDON ESIA BAOAN PUSAT STATIS TIK
SURVEI SOSIAL EKONOMI NASIONAL 2003 KETER ANGA N POKO K RUMA H TANG GA DAN ANGG OTA RUMA H T ANGG A
2
Kabupalerko:a·}
3
Kecamalan
4
Oesalkeiurahan ·)
5
Klasitikasi desalkelurahan
6
Nomor blok sensu§_
..,
--1. Perxotaan
I
Nomor kode sampel
8
Nomor urut sampel rumah tangga
Nama kepala rumah langga {krt): .....................................................
2 Suku bangsa lut: .................................... .
3
~~~~~~~~~)~.................................. Nama dan NIP pencacah:
4
rn rn
00 00 0
5 6
5
"J
1. Staf BPS Propinsi 2. Staf BPS Kab/Kota
Tanggal pencacahan:
3. Mantis 4. Mnra Tanggal
J
0
6
' ) Co-et yang bdak ~u
Nama dan NIP pengawasf
1. Stat BPS Propinsi
2. Staf BPS Kab/Kota
Bulan
LLJ DC. r~-it
7
Tanggal pengawasan/
8
Tand a tar.g< r
Tand a tang an penCdCah:
Banyaknya art yang meninggal dalam setahun yang lalu: ..................•................... Banyaknya art yang lahir dalam setahun yang lalu: ......................:....
D
·rn oo o
Jabatan pengawaslpemenl<sa:
j
..
Banyaknya an ~:: usia 0-4 tahun: .................................... ........
pemeliksa: ........................ .......
Jabatan pencacah:
2
2. Perdesaan
pemerik.:;aan:
~ engawas/pemeriksa:
3. Mantis 4. Mitra
Tanggal
0 Bulan
co co
2
Nama anggou rumah tangga
(Tulis siapa saja yang biasanya tinggal dan makan di rt ini baik dewasa. anak-anak maupun ba'fl1
Hubungan dengan
krt (kode)
Apakah melakukan
Jenis kelamin
Umur
1. Lk
(tahun)
2. Pr
Status perkawinan (kode)
pe~alanan
·wisata· '? (1 Okt- 31 Des 2002) 1. Ya 2. Tidak
Jika Kol . 7=1 . frekuensi (kali)
Apakah pemahl sedang mengikuti pendidil
2 3
c
..J
8 9
Kode Kolom 3, Blok N.A S.d. rv.c: Hubungan dengan krt 1. Kepala rl
{ Men8n/u
2. Jstr/susmi
5. Cucu 6. Orang IU&'men~
.J. Arl4k
Kode Kolom 6, Blok 1\' .A:. Status P.mwtnin 7. F8mili lain 8. Pembanlu rt
9. Leinnye
1. Be/urn kswin 2. Kawin .l Cerai twdup 4. Cerai meti
Kode Kolom 9, Olok N.A: peodjdWn pra sekol;.,) 1. Ye, TKIRAIBA 2. Ye, Kelompok Bermein .l Ya, Tempat PMiipenAnak 4. Tidak
• Pctjab\:lll "wis.ata" P..!clnlwknn perjalM M kc obyck wiSD.tn kon\crsinl. ntnu mcngi11<1 p Ji nkomoJn si huncrsin l. ainu jornk pcrjniMI\ll ~ 100 krn (p.:l.) lsiica:1 00 bila tbo tid~k tinggal di r1 ini .
3
Umur dalam bulan: .............................. bulan (ke R 10 bila rsian ' 00) Apekah dalam 1 oulan terakhlr mempunyai keluhan keseha tan seperti di bawah ini? (Bacakan dart a s.d. p) [lsil
a. Panas
i. Saki! kuninglliver
10. Siapa Si\ja yang meno!ong proses kelahiran? [lsil
j. Saki! kepala berulang
c. Pilek
1
k. Kejang-kajanglayan I. lumpuh m. Pikun
, H
n. Kecelakaan
; !
"l
Napas sesak/cepat ~
1. Oiarelbuang' air
H
g. Campak
n. Telinga berairlc-oogei< :
\._j
b. Jika ya (R.11.a=1). isikan dalam ha:i bila umur kurang dari 1 bulan dan dalam bulan bila · um•J~ :.-1 bulan: 1. Lamanya diberi ASI 2. AS! saja
n ~
__J
ASI saja dalam 24 jam terakhir? 1. Ya 2. Tidak
_L_ __jj
2 Masih bersekolah .... [R \4.a) 3 Tidak bersekolah lagi
3. Lamnya
13. Kapan berhenti sekolah? ilsikan 00 bila berhenti sebelum tahun 1993]
;.
:-----1 ;
I
: 6.
~=~
r-r ;
Tahun: ... ......... . .. ~
14.a. Jenjang dan jan~ pendidikan tertinggi yang pemah/ sedang diduduki:
:0 0
Rp. .....:...........................- .. Apakah pemah berobat jalan dim 1 bular. terakhlr? 1. Ya 2. TKiak •• [R.8)
lrl
Bulan: ............... L__l_ j
~
c. Besamya hiaya mengobati sendiri yang dikeluarl
0
1. Tidaklbelum pemah bersekolah •• [R 17]
_
1 ._ J
2. Tidak .. [R6]
6
......,_;
12. Pa:tsipasi bersckolah:
b. Janis obatlcara pengobatan yang digunakan·. [lsikan kode 1 hila ya, l
2. Obat modern
2L...._,L
-~KET~FA~gft.J,{~~Np(ql~~::~;:: '/,':.:: .(..<,· ,' (UNTUKARTS-TAHUN:KE'.ATAS) ·: :·:' ; ·.::·'?<,~· ··.::,·
4.
1. Obat tradisional
r-r- .
1!_ _.:_j ,...--..- .
c. Jika berumur kurang dari 12 bular.. apakah diberi
i.. Tidak .. [R.S.a]
1. Ya
al___1
li_;
o. Sakit gig: p. Lainnya
Apal
Pertama .----,
n
semua herkode 2 .. Kalau ada keluhan, at-akah menyebabkan tP.rganggunya pekefjaan. sekolah, atau l<egiatan sehari-hari? 1. Ya
m
1. Ookter 4. Oukun Terakh ir 2. Bidan 5. Famililkeluarga 3. Tenaga paramedis lain 6. lainnta bL_J lt----:--------=----~ --1 . 11. a. Apa~ah pemah d1beri AA Susu lbu (ASI)? ,-1 1 ·,'a 2 T1:l<::k ..., [.~ :ainj
:,;
b. Batuk
d. Asma
2.
b. Jika R9.a=OO, umur dalam hari: ........... hari
1. SO 2. M. lbtidaiyah 3. SLTP Umuml Kejuruan 4. M. Tsanawiyah 5. SMU
0
7.
6. M. Aliyah
7. SM Kejuruan 8. Diploma 1111 9. Diploma 111/Sarmud 10. Diploma NIS\ 11.S2lS3
b. Penyelenggara pen
:- 'l
H I
I
~
·_j
16. rju.Zah/STIB tertinggi yang 1. Tidak punya 2. SO/Mifsederajat 3. Sl TPIMT slsederajaV kejuruilr. ~. SMUIMA/sederajat
dimiE':-i: 5. SM Ke1~ruan 6. Di:>loma VII 7. D9 toma liVSarmu d 8. Q;ploma IV/S1
9. S2JS3
17 . Dapat membc:ca dan menJus: i . Huruf latin 2 Huruf lamnya
3.1 !dak c~?at
4 ~~~~~L~~~:::_~;_:;.'!..:.S):fi!JiJ..~~':J.t<--;fl;:~~~~~
a. Apakah merokok dalam 1 bulan terakhir? 1. Ya, setiap hari 3. Tdk, sebelumnya pemah 2. Ya, kadang 2 4. Tdk pemah sama sekali b. Jika R.18.a = 1 atau 2, berapa batang dihisap seminggu terakhir?
rn
28. Lapangan usohalbidang peke~aan utama dan temnat beke~a selama seminggu yang lalu: (Tulis selengkap-lengkapnya)
29. Jenis pekecjaanljabatan dari pek~aan ulama selama seininggu yang lalu:
9. Berapa ka6 mengkonsumsi makanan berikut dalam seminggu
(TufJS selengkap-lengkapnya)
::E:ahoo EB
. Statusll<edudukan dalam peke~aan utama selama seminggu yang lalu:
1. Berusaha sendiri
2. Berusaha dibantu buruh tidak tetaplburuh tidak dibayar
3. Berusaha dibantu b~ruh tetapl
) •• {Biok V.F)
buruh dibayar 4. euruhfl\aryawan/pegawai •• {R.31J S. Pekecj3 bebas ci pertanian 6. Pekerja bebas di non-pertanian .... (Biok V.FJ . 7. Pekerja tidak dibayar -
1
Berapa upahlgaji ber.:ih (uang dan barang) yang biasany a diterim:~ selama sebulan dari peke~aa" lll<~ma?
a. flt:al:ah melakukar. kegiatan seperti di bawah ini llelama 11eminggu yang lalu?
v
/1 . Bekerja 2. Sekolah 3. Mengurus rumah tangga 4. Lainnya
Ya
Tidak
r·· l
1 1
2 2 2
2_ ~ ·
1
b. Dari kegiatan 1 s.d. 4 di alas yang menyatakan kegiatan apakah yang menggunakan waktv terbanyak selama seminggu yang lalu? 1 £ 3 4
·vs·,
-~
-:
4LJJ
.L___j :
32. Umur pada saat perkawinan pertama: ............ thn
Apakah mempunyai pekerjaan/usaha. tetapi sementara tidak bekerja selama seminggu yJ? 1. Ya 2. Tidak Apakah sedang mencari pekerjaan? 1. Ya 2. Tldak
~ : I ; I__..L.. . ••
33. Jumlah tahun dim ikatan perkawinan: ........... thn 34. Jumlah anak kandung (a.k.)
_ _,_\ 0
Alasan utama tidak mencari pekerjaan/memper-
siapkan usaha: 1. Sudah punya pek.Jusaha, merasa sudah cukup 2. ·Sekolah atau mengurus rurnah llmgga 3. Merasa lidak mungkin mendapatkan pek~an 4. Sudah punya pekerjaan, tapi blm mulai bekerja 5. lainnya (jompo, cacat, dlf.) Jil
,- ..:--:a- -,
3~
[Jika R.2ta. 1 =1, lanjutKan ke FCl3J
Apakah sedang mempersiapkan suatu usaha se&ama seminggu yang lalu? 1. Ya 2. Tidak
: -~-...-,
I' •2 · :I L__l_ jl j". •~ J.~_j Rp ·········-············ ················ ..__ ..__.; . - - ·~-
nLJ
yang dilahickan: a. A.k. lahir hidup b. A.k. masih hidup c. A.k. suda~ meninggal
lk
Pr
Lk+Pr
rn m m rn m m ,/ IT JU J IIJ
Pemah meoggunakan/memakai alaVcara KB?
2. Ttdak ,... {Art lain]
Apakah sedang meoggunakan/memakai alaV cara KB?
.1. Ya 2. Tidak •• {Art lain] ~--------~---------AiaVcara KB yang sedang digun·akan/dipakai: 1. MOWitubektomi
2. MOPivasektomi 3. AKDRJIUD/spiral 4. Suntikan KB S. Susuk KB/norplan/ implanonlat....alit
6. P!IKB 7. Kondorrvi:.arat KB S. lntravagttisucl kondom wanita 9. Car a tradis10nal
;---"\ i
!
l->
5
Status penguasaan bangunan tempat bnggal yang ditempati:
1. 2. 3. 4.
Milik sendiri Kontrak Sewa Bebas !'ewa
5. Dinas 6. Rumah milik ocong tualsanakJsaudara 7. Lainnya
D
(BERASAL OAR! PEMBELIAN, PRODUKSI SENOIRI, DAN PEMBERIAN)
2. Jl!nis atap terluas: 1. 2. 3. 4.
Beton Genteng Sirap · Sang
5. As be s 6. ljuklrumbia 7. Lainnya
3. Jenis dir.ding terluas: 1. Tembok 2. Kayu
1. 8ukan tanah
.·.
D
1. Padi-padian (beras, jagung, terigu, tepung beras. tepung jagung, dn.) 2. Umbi-umbian (ketela pohon, ketela rambat, kentang, gaplek, talas, sagu, dU.)
3 Bambu 4. Lainnya
0
2. Tanah
I I :____J
4. Jems tantai terluas:
VIlA PENGELUARAN UNTUK MAKANAN SELAMA SEMINGGU YANG LALU
-,
3. lkan (ikan segc>r, ikan diawetkan/asin, uda'lg cw.)
4. Daging (daging sapilkerbaulkambing/ 5 luas lantai: ............. .............. m1 6. a
dombalbabilayam, jeroan, hati, limpa, abon, dandens. c!ll.)
Sumber air minum:
1. AJr di\lam kemasan 2. leding 3. Pompa 4. Sumur terlindung 5. Sumur tak terlin dung
6. Mala air ter1mduno 7. Mala a1r to:... terlindung 8 AJr sunga. 9. AJr hujan 0. Lainnya
b. Jika R.6.a=3 s.d 7 (pompalsumu!/mata air) 1arak ke tempat penampungan kotoconll.lnJa terde:C.at: 1. ~ 10 m 3. Tidak tahu 2. > 10 m
,.....,
i
i
'----'
6. Sayur-sayuran (bayam, kangkung, ketimun, wortel. ~ng panjang. buncis, bawang, cabe, tomat, dll.)
0
---- -
l . Beciangganan
3 Tieak membeh
8. Penggunaan fasilitas air minum: 1. Sendiri 3 Umum 2. Bersama 4. Tidak ada 9. a. Peoggunaan faS!ktas tempat buang air besar: 1. Sendiri 2. 8ersama b. Janis kloset 1. Leher angsa 2. Plengsengan c. Tempat pembuangan 1. TangkiiSPAl 2. Kotanv'sawah 3. Sungaildanau/ laut
n l_i
.
~,
L;
3. Umum 4. Tidak ada ... [R.9.c]
0
3 Cemplung/cubluk 4·' Tidak pakai
D
al:h1f tinja:
4. Lobang t.anah 5. Pantailtanah lapanglkebun 6. Lainnya
0
10. Sumber penerangan: 1. Lis trik PLN 2. Listril< non PLN 3. Petromait.laladin
4. Pehtalsentir/cbor 5. Lainnya
11. Bila sumber Pffierangan listrik PLN (R.10=1). berapa daya lt.;trik terpasang? 1. 450 watt 2. 90') watt 3. 1.300 wan
4. 2.200 wan 5. > 2.200 ....-an 6 . Tanpa meteran
7. Kacang..Ucangan (kacang tanahlhijau/ kedele/merah/tunggaklme te, tahu, tempe, tauco, oocom, dll.)
--- --- --- -
7. Cara memperoleh a1r minum·
2. Membeli ecoran
5. Telur dan susu {telur ayanv'itikJ~~.:ych. susu segar. susu kental, susu bubl!k, dan lainnya)
n n
LJ
Buah-buahan Geruk, mangga, apel, durian, rambutan. salak. dl.tJ
10. Bahan minuman (gula ~ir, gula merah, teh, kopi, cokla~ sirup, dll.) 11. Bumbu-bumbuan (garam, kemiri, ketumbar, anerica, terasi, kecap, vetsin, dU.) ·
12. Konsumsi lainnya (kerupuk , emping, mie, bihun, makaroni, dll.) 13. Makanan dan minuman jadi (roti, bislwit, kue basah. bubur, bakso, es simp, limun, gado-gado, nasi rames, dll) 14. Minuman mengandung alkohol (bir. an ggoJr, dan mi..uman keras lainnya)
15. Tembakau dan sirih (r?kok kretek, ro!..ok putih, cer.:tu . tembakau, s1nh, pinang, dan lainnyaj
:6. Jumlah Makanan (Rir.cian 1 s.d. 15)
Jumla h (Rp)
17. a. Sew a, kontak, perkiraan sewa rumah (milik sendiri, bebas sewa,
------~~~~~j~~J~~:~~----------------------------------r-·------·b. Rekening fistnl<, rekening telepon, gas, minyak tanah, ar, kayu bakar. dO.
c. Pemeliharaar. rumah dan perbaikan ring an -----------------+---------18. Aneka barang dan jasa (sabun mandi. ---4-------------~ kecantikan, pengangkutan. bacaan. pembuatan KTPISIM, rel
Pakaian, alas kaki, dan tutup kepala (bohan pakaian, pakaia n jadi, sepatu, lopi, sabun cuci, dan lainnya)
22. Barang tahan lama (alat rumah tangga, perkakas. alat dapur, alat .-. hiburan ·(elektronik). alat olahraga, perhiasan mahaV:mitasi. · kendaraan, payung, arlof. kamera. pasang \ele.-~on. pasang listrik, barang eleki'Onik dll.} 23
Pajak dan asuransi a. Pl!jsk (PBB, iuran TV. ;:>a;ak ke01daraan) b. Asuransi (11suransi kecelakaan. asuransi kesehatan)
24.
Keperluan pesta dan upacara (perkawinan. khitanan. u\~9 tahun. pefayaan hari agama . upacNa adal dan lainnya)
25.
Jumlah bukan makanan (Rincian 17 s.d. Rincian 24)
26. Rata-rata pcngeluaran makanan sebulan (Rincian 16 x
~-) 7
27. Rata-rata pengeluaran bukan makanan sebulan (Rincian 25 Kolom 3}
12 28. Rala-rala pengeluaran rumah tangg.a sebulan (Rincian 26 + Rincian 27) 29. Sumber penghasilan utama rumah langga :
············-·········..···········--········· ···············-······································
··········································· (Tulis selengkap-lengkapnya) lsikan kode lapangan usahe!pererima pencicpala'l dan stai!Js i>eke~aan sesuai sumber penghasilan utama rumah tangga dall!m kotak. Tiga digit pert.ama uniuk kode lapangan usahalpenerima pendapatan dan sai!J digit terakhir untuk kr.cie status peke~aan . Kode status pekerjaan: 1. Suruhfl<arya•ttan 2. Pengusaha
..---oor-"" LJ I u"'1
7
1. a. Apakah rt mempunyai kartu sehat? .1. Ya 2. Tidsk ... [R.2]
Blla ada art yang befsekolah, apakah pemah mendapat beasiswa pada Jan - Des. 2002? 1. Ys 2. Tidak -(R.4)
b. Pemanfaatanlpenggunaan kartu sehat
JeniS pemanfaaianl penggunaan
------- ------- ------- ------- --·----·1.-.--
Apakah pernah menggunakan kartu sehat di Puskesmas. Pustu, RS pemerintah pada Jan • Des 2002? 1. Ya 2. Tidak
0j
n L.J
I.._.l
0
, - ""1
Apakah rt pemah mendapat bantu an pangan/sembako/ kreditpada Jan - Des "002? 1. Ys 2. Ttdak
Bilaye (Kol. 2=1), berapa ka~ menerima bantuan?
r1
[J
0 u
8
a. 8P.ra!; mcrah/OPK/ bents miskin (raskin) b. Semb8ko gratis
l.__j
c. Kredit usaha : . (s·Rp 10 juts}
8 8
d. Dana bergutr e.l.amya
··i t
:·
v. Sekolah
i. PemerintBh Non.JPS
vi. Perorangan
iii. GN-OTA
vii. Leinnya
iv. Lembaga swasta 4. Apakah art mengkonsumsi lauk-pauk berpro. tein .hewani (daging, lelur. il
,__J
:-, l.___ji
2. Bantuan pangan/sembako/kredit:
Jenis bantuan
· I. · Pemetintah JPS
l
2. Periksa kehamilan
4. Keper1uan KB
Bile ya (R.3.a=1), sumber beasiswa: (lslkan kode 1 bila ya, kode 2 blla tldak)
. Bile ya (Kol.2=1}, · apak8h dil<enakl'n biaya? . 1. Ya 2. Tidak
1. Berobat
3. Melahri
D
5. Apak8h ada art membefi minimal 1 (satu) stej pakaiar• o811J (seisin seragt~ui sokcleh) selama setahun yang lalu? 1: Ys 2. Tidsk
0
0
6. A.pakah rumah tangga ~1i mamiliki asset
beriku~ yg depst ditnn\ atau dijusVdigadaikan ulk memenuhi kebub.Jhan hidup selama 3 bin: palkan kode 1 bila,ya, kode 2 bila tldak)
a. Oepositoltabungan b. BNang bertlerga (emas, perak, pemiasan, dll.) c. Tanah pert.anian d. We;.""Lngito~:olkc!d£l e. Kendaraan bef!notor f. Asset produldif lainnya 7.
I
eo
Apakah ada art yang hacfr dalam rapat '/Mg beritaitan dengsn pembangunan dan pennasalshan RT/RW/desa dalam 3 bulan l.erakhr? 1. Ys 2. Tidak
0
~~~ bahan b~kar/energi di rumah tangga untuk memasak, penerangan; dan hnsportas i
. . .:. · : · Jenis b8han baker/ energi ~:
.:
Apak8hrt menggunakan b8han bakar/energi selama sebulan yanglalu?
1. Ya
a. Minyak tanah b. Gas C.
Bensin
d. Solar e. Liskit PLN f. Ka;\.1 baker
2. Tidak
Jil
Saluan slender
0 0
Liter
__,
Uter
n
D D
~
!'---'.i
Kg
Uter Kwh
-
Banyaknya (0,00)
I I
o.rn
=1 N i I a (Rp)
ITT ID 0
ITI JJI I o_--o I I i I ITI J.W DD TII TT I 0 O.!i I O ITI JCC D DIJ .ITJ OIT D DI J
•••••
LCOIT~f I