Prof. Dr. H. L.M. Harafah, S.E., M.Si
ZAKAT ITU PERLU
DALAM RANGKA MEMBERDAYAKAN EKONOMI UMAT
Penerbit Unhalu Press
i
Cover Belakang
ZAKAT ITU PERLU “Dalam Rangka Memberdayakan Ekonomi Umat”. Secara teoritik, kata zakat dapat bermakna sebagai suatu kewajiban bagi umat (terutama umat Islam) untuk mengeluarkan sebagian rezki yang telah diberikan oleh Allah sebagai pembersih (penyuci), baik yang terdapat pada diri manusia itu sendiri maupun pada harta (benda) yang dimilikinya. Pemberdayaan zakat merupakan salah satu upaya umat Islam maupun Pemerintah dalam rangka memberdayakan ekonomi rakyat. Kajian kauntitatif maupun kualitatif terhadap zakat sangat diperlukan. Hal ini dimaksudkan agar supaya pemberi (muzakki) dan penerima (mustahid) zakat dapat merealisasikan hak dan kewajibannya. Kewajiban bagi pemberi zakat adalah menyisihkan sebagian rezki (baik diri maupun harta) untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Ketentuan dan mekanisme pembayaran zakat telah ditetapkan, baik secara teoritik (AlQur’an, Hadist) maupun ketentuan dari Pemerintah. Di lain pihak, hak dan kewajiban bagi penerima zakat juga telah diatur berdasarkan kaidah-kaidah yang sesuai dengan tuntunan agama (syariah). Pungutan zakat secara kuantitatif dapat dipergunakan untuk kemaslahatan umat, baik untuk pemberdayaan dan pembangunan diri sendiri, tapi yang lebih terpenting lagi adalah terwujudnya pembangunan di segala bidang. Sasaran inti dari pembangunan adalah terciptanya kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Kajian kualitatif mengenai zakat dapat terlihat pada peningkatan ibadah kepada Allah Swt, terciptanya keharmonisan hidup dan terwujudnya kehidupan yang layak bagi sesama umat. Secara religius, makna pemberdayaan zakat merupakan perintah Allah Swt. dengan tujuan untuk pemerataan kehidupan yang layak bagi sesama umat. Kandungan dalam buku ini disusun sedemikian rupa, sehingga bisa dibaca oleh stake holder, baik sebagai akademisi, agamawan, Pemerintah (umarah), pemberi (muzakki) maupun penerima (mustahid) zakat.
Diterbitkan oleh : UNHALU Press Kampus Bumi Tridharma Gedung Rektorat Lt. 1 Anduonohu Kendari, Sulawesi Tenggara Telp/Fax +62401 390006
ii
ISBN : 978-602-8161-19-1
Barcode
9786028161191
ZAKAT ITU PERLU
Dalam Rangka Memberdayakan Ekonomi Umat Prof. Dr. H. L.M. Harafah, S.E., M.Si
Desain Sampul Editor Penerbit Cetakan Perdana Edisi Revisi
: : : : :
Sul Primatama Drs. H. Arsidik Asuru, M.Ag, MMG Unhalu Press, Kendari September 2009 Mei 2015
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit. Bila dijadikan acuan ataupun sumber pustaka, harap cantumkan penulisnya.
Diterbitkan oleh : UNIVERSITAS HALUOLEO PRESS Kampus Bumi Tridharma Gedung Rektorat Lt. 1 Anduonohu Kendari, Sulawesi Tenggara Telp/Fax + 62 401 390006
ISBN : 978-602-8161-19-1
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Sebagai insan ciptaan Allah Swt. patut memanjatkan puji syukur kehadirat-Nya atas segala limpahan Rakhmat dan Karunia-Nya, sehingga apa yang kita laksanakan selalu dalam naungan-Nya. Sebagai pendidik (dosen), maka penulis termotivasi untuk mempublikasikan suatu buku yang berjudul Zakat Itu Perlu
dalam rangka memberdayakan ekonomi umat.
Buku ini berisi tentang makna dan arti zakat, pemahaman zakat, indikator dan tatacara berzakat, pemberi dan penerima zakat, serta berbagai kajian (baik kuantitatif maupun kualitatif) mengenai zakat itu sendiri. Kandungan dalam buku ini disusun sedemikian rupa, sehingga bisa dibaca oleh stake holder, baik sebagai akademisi, agamawan, pemerintah (umarah), pemberi zakat (muzakki), penerima zakat (mustahid), pengelola zakat, dan masyarakat pada umumnya. Terbitan kali ini merupakan edisi revisi, di mana edisi perdana terbit pada bulan September 2009. Beberapa perbaikan yang dituangkan dalam buku ini, yakni tambahan satu bab di bagian kedua. Selain itu dicantumkan pula konsep Undang-Undang Pengelolaan Zakat Nomor 23 tahun 2011 yang merupakan perubahan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2009.
iv
Dengan tersusunnya buku ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi, terutama kepada editor ‘Drs. H. Arsidik Asuru, M.Ag, MMG’ dan pihak penerbit ‘Unhalu Press’ serta pihak percetakan ‘Primatama’. Penulis telah berupaya semaksimal mungkin guna memenuhi harapan dan keinginan bagi pembaca, namun disadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan di dalamnya. Hal ini terjadi karena keterbatasan pemahaman dan kemampuan penulis. Olehnya itu kritik dan saran konstruktif sangatlah diperlukan guna pembenahan dan perbaikan pada masa yang akan datang. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada seluruh masyarakat dan para pembaca yang budiman. Semoga Allah Swt. memberkati kita semua. Amiin.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Kendari, 20 Mei 2015
4 Sya’ban 1436 Hijriyah
Penulis
v
bangunlah negeri yang madani dengan motto: zakat itu wajib zakat itu indah zakat itu subur zakat itu tenang zakat itu bersih & suci
vi
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR - IV MOTTO – VI DAFTAR ISI - VII
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
BAB I PEMAHAMAN DASAR – 2 A. Awal Mula Kehidupan - 2 B. Makna dan Arti Zakat - 17 C. Pemahaman Zakat - 23 1. Mengapa Zakat Itu Perlu - 24 2. Motivasi Ekonomi Dalam Berzakat - 32 3. Karakteristik Zakat – 46 4. Hikmah Zakat - 47 D. Kesepadanan Zakat Dalam Perekonomian - 50 1. Arti dan Makna Infaq - 50 2. Arti dan Makna Sedekah - 50 3. Arti dan Makna Hibah - 51 4. Arti dan Makna Qurban - 52 5. Arti dan Makna Wakaf - 52 6. Pemahaman Pajak, Retribusi dan Zakat - 53 7. Pemahaman Konsumsi, Produksi dan Zakat - 53 8. Pemahaman Tabungan, Investasi dan Zakat - 55
vii
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT BAB II PANDANGAN ZAKAT – 57 A. Hukum Zakat - 57 1. 2. 3. 4. 5.
Wajib (Fardhu) - 57 Haram (Larangan) - 57 Sunat - 58 Makruh - 58 Mubah (Netral) - 59
B. Zakat Itu Indah - 60
BAB III MULTI ASPEK ZAKAT – 63 A. Aspek Pendidikan dan Zakat – 63 B. Aspek Pemerintah dan Zakat – 65 C. Aspek Ulama dan Zakat – 66 D. Aspek Lembaga Pengelola Zakat – 67 BAB IV INDIKATOR TATACARA BERZAKAT – 69 A. Indikator Zakat – 69 1. Beragama Islam - 69
2. Merdeka - 69 3. Dimiliki secara sempurna – 70
viii
4. Mencapai nishab - 70 5. Telah haul - 70
B. Pengertian Mustahid dan Macam-Macamnya – 70
BAGIAN KETIGA KAJIAN ZAKAT BAB V KAJIAN TEORITIK - 73 A. Pandangan Al-Qur’an - 73 B. Kajian Hadist – 85
BAB VI KAJIAN KUANTITATIF ZAKAT – 101 A. Aspek Kuantitatif Zakst – 101 B. Model Atau Formulasi Pembayaran Zakat - 102 C. Potensi Zakat – 104 1. Potensi Zakat Dalam Masyarakat (buttom up planning) - 105 2. Potensi Zakat Pada Berbagai Instansi (top down planning) - 106
BAB VII KAJIAN KUALITATIF ZAKAT – 107 A. Makna Ibadah – 107 1. Zakat itu Berkah dan Subur - 109 2. Zakat Beriringan Dengan Sholat - 109 3. Sanksi Keengganan Berzakat - 110 4. Nilai Tambah Ibadah Zakat - 111 B. Makna Hakiki Kehidupan - 112
ix
BAGIAN KEEMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT BAB VIII SUBYEK ZAKAT -117 A. Legalitas Zakat -117 1. Aspek Nasional - 117 2. Aspek Regional (Daerah) - 118 B. C. D. E. F.
Pemerintah Sebagai Ulil Amri Minkum -121 Struktur Organisasi Zakat – 122 Imam dan Pegawai Syara – 123 Tokoh Adat dan Masyarakat -124 Ilmuwan dan Cendekiawan Muslim - 125
BAB IX OBYEK ZAKAT -127 A. Golongan Penerima Zakat – 127 B. Pembangunan Sarana dan Prasarana Ibadah- 131
DAFTAR PUSTAKA – 133
x
LAMPIRAN 1. UNDANG-UNDANG NO.38 TAHUN 1999 -137
LAMPIRAN 2. UNDANG-UNDANG NO.23 TAHUN 2011 -151
LAMPIRAN 3. POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI -177
PROFIL DAN KINERJA ILMIAH -223
xi
xii
BAGIAN PERTAMA
PENDAHULUAN
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
1
BAB I PEMAHAMAN DASAR A. Awal Mula Kehidupan Proses kehidupan manusia pada awalnya cukup misterius, di mana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi masih sangat terbatas. Jangkauan pola pikir makhluk hidup termasuk manusia juga masih sangat terbatas. Secara historis dan suatu keyakinan bahwa manusia yang pertama kali diciptakan Allah Swt. adalah “Adam”. Tempat pertama kali dihuninya adalah juga misterius, yakni disebut dengan surga. Hal tersebut merupakan suatu ketetapan (takdir) dari Allah Swt. Kemudian diciptakan-Nya pasangan Adam, yakni Siti Hawa, di mana berasal dari tulang rusuk Adam. Simbol asal penciptaan Siti Hawa ini merupakan sifat atau karakter yang dimiliki oleh wanita atau kaum hawa. Selanjutnya, Adam dan Siti Hawa diluncurkan di muka bumi (dunia) atas iradah (kehendak) Allah Swt. Kedua insan (Adam dan Hawa) dalam sejarah peradaban merupakan manusia pertama di muka bumi ini. Dengan demikian, kedua insan tersebut diabadikan pula sebagai “bapak/kakek dan ibu/nenek” di dunia.
1. Alam Kejadian Manusia Terdapat 5 (lima) alam yang hendak dilalui dalam perjalanan hidup manusia. Kelima alam tersebut dapat dilaluinya secara sistematis (berurutan), yakni :
a. Alam Arwah (Roh)
Pada alam ini, manusia secara lahiriah (jasad) belum ada, namun sudah tercatat pada alam roh yang sifatnya sangat rahasia dan hanya Allah Swt yang lebih mengetahui alam tersebut. Situasi alam ini tak tampak (gaib) dan hanya dapat diyakini melalui pemahaman agama (iman).
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
2
b. Alam Kandungan (Rahim Ibu)
Pada alam ini bakal tercipta manusia, baik secara lahiriah maupun batiniah. Secara kuantitatif, proses terjadinya manusia di dalam alam kandungan ini selama sembilan bulan sepuluh hari. Dalam alam kandungan inipula terdapat suatu ikrar (janji) hamba kepada Tuhannya, seperti terdapat dalam AlQur‟an Surat ke 7 (QS 7), yakni Surat Al A‟raaf ayat 172 yang berbunyi sebagai berikut :
Waiz Akhaza Rabbuka Mim Banii Aadama Min Zhuhuurihim zurriyyatahum Wa Asyhadahum A‟laa Anfusihim : “Alastu Birrabbikum”. Qaaluu Balaa Syahidnaa”. Antaquuluu Yaumal qiyaamati : “Inna Kunna An haaza Ghaafiliin”. Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “ Bukankah Aku ini Tuhanmu”. Mereka (Roh) menjawab. “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : “ Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. Berdasarkan tafsir AlQur‟an di atas, bahwa setelah ada pengakuan Roh terhadap TuhanNya (Allah Swt), maka saat itu lahirlah seorang anak manusia di muka bumi yang disambut gembira oleh kedua orang tua, sanak keluarga dan manusia pada umumnya.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
3
c. Alam Dunia (Alam Fanah)
Setelah melalui proses dalam alam kandungan selama sembilan bulan sepuluh hari, yang selanjutnya terdapat kesepakatan dalam ikrar/janji antara hamba dan penciptaNya (Allah), maka dengan izin Allah Swt lahirlah seorang manusia di muka bumi atau alam dunia. Pada alam ini, manusia dilengkapi dua potensi tubuh, yakni tubuh kasar dalam bentuk jasad dan tubuh halus dalam bentuk roh. Alam dunia merupakan alam perjuangan hidup yang hendak ditempuh oleh manusia yang pada giliran selanjutnya akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Swt pada alam-alam berikutnya. Secara kuantitatif, proses kehidupan dalam alam dunia ini diperkirakan selama 70 atau 80 tahun. Namun demikian, ukuran tersebut sangat tergantung pada ketentuan dari Allah Swt. Kadang-kadang ajal atau kematian pada usia muda, bahkan balita sekalipun kadangkala telah meninggal dunia. Acuan atau patokan bagi umat Islam adalah usia Nabi Muhammad Saw, yakni 63 tahun. Apabila umat Islam melebihi usia tersebut, maka hal tersebut diberikan bonus usia oleh Allah Swt. Kesemuanya ini sangat tergantung pada kehendak Allah Swt dan merupakan takdirNya (ketentuanNya).
d. Alam Barzah (Alam Kubur)
Alam Barzah merupakan alam yang akan dilalui umat manusia apabila telah tiba ketentuan dari Allah Swt. Dengan kata lain, alam barzah ini merupakan alam kematian yang dilalui manusia setelah menempuh hidup di alam dunia sesuai ketentuan Allah Swt. Pada alam ini pula merupakan tahap awal untuk menerima balasan dari segala perbuatan umat manusia selama hidup di alam dunia. Apabila perbuatan manusia pada arah kebaikan, maka kenikmatan hidup yang diperolehnya di alam kubur. Sebaliknya, apabila perbuatan selama di dunia pada arah kejahatan (kejelekan/dosa), maka kesengsaraan berupa siksa kubur yang dialaminya. Alam Barzah merupakan pula alam transit, yakni suatu alam yang merupakan perpindahan dari alam dunia menuju alam kubur. Istilah transit dapat pula bermakna sebagai suatu perjalanan antara alam dunia dan alam baqa (akhirat).
e. Alam Akhirat (Alam Baqa)
Baqa artinya kekal. Dengan demikian, maka alam baqa dapat berarti alam kekal. Alam akhirat atau alam baqa merupakan situasi alam yang terakhir dalam perjalanan hidup manusia. Pada BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
4
alam ini segala aktivitas manusia selama hidup di dunia akan diperlihatkan dan diperhitungkan kadar baik dan buruknya. Sekecil apapun yang dikerjakan akan terlihat dan dapat menerima balasannya. Hal ini telah dijelaskan dalam AlQur‟an S. Alzalzalah ayat 7 dan 8 seperti berikut :
Famay ya‟mal mitsqala zarratin khairay yarah. Wamay ya‟mal mitsqala zarratin syarray yarah. Artinya : 7. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. 8. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
2. Awal Mula Manusia dan Teori Ekonomi a. Awal Mula Manusia
Sejak adanya manusia pertama di muka bumi, yakni „Adam dan Sitti Hawa‟, di mana teori-teori ekonomi belum dapat dipahami. Namun dalam praktek ataupun aplikasi ilmu ekonomi telah dilaksanakan. Hal ini terbukti bahwa secara ekonomi manusia mempunyai kebutuhan hidup seperti makan, minum, sex, tidur, berjalan, dan sebagainya. Pemenuhan kebutuhan tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan ataupun melangsungkan hidupnya. Secara naluriah, manusia dalam melangsungkan hidup dan kehidupannya di muka bumi (dunia) sangat membutuhkan bantuan pihak lain, baik dari manusia itu sendiri maupun makhluk lainnya. Telah terbukti bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dan lainnya. Pada aspek kehidupan sosial ekonomi, manusia yang mempunyai kebutuhan hidup yang berlebihan diharapkan pula dapat membantu yang lainnya guna pemerataan dan keselarasan
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
5
dalam hidup. Aspek pemerataan dan senasib sepenanggungan dalam melangsungkan kehidupan di dunia ini, nampak bahwa makna zakat telah terwujud. Zakat merupakan wadah untuk memediasi umat manusia dalam menikmati kehidupan yang layak bagi sesama. Oleh karenanya, makna zakat pada hakekatnya atau secara aplikatif telah terlaksana sejak adanya manusia di bumi (dunia) ini. Zakat pula merupakan aplikasi pemerataan dalam perwujudan ilmu ekonomi (ilmu tentang kehidupan).
b. Awal Mula Teori Ekonomi
Secara teoritik, perkembangan ilmu ekonomi muncul sekitar abad ke-6 Sebelum Masehi, di mana para filosof Yunani Kuno memberikan pengertian kata „ekonomi‟ yang terdiri dari dua kata, yakni oikos dan nomos. Kata oikos berarti rumah tangga dan nomos berarti aturan/norma. Jadi kata ekonomi mengandung arti „aturan-aturan rumah tangga‟. Dalam perkembangan selanjutnya pemahaman ekonomi mulai berkembang, di mana dalam sejarah perkembangan ilmu ekonomi terdapat para ahli filsafat ekonomi (filosof ekonomi) yang genius, mulai dari mashab pra klasik hingga sekarang ini. 1). Filosof Ekonomi Pra Klasik Pada masa pra klasik, di mana terdapat dua kaum dalam menjalankan roda ekonomi, yakni kaum merkantilisme dan kaum fisiokrat. Kaum merkantilisme memaknai aktivitas ekonomi dari aspek perdagangan, sedangkan kaum fisiokrat memaknai aktivitas ekonomi dari aspek pertanian. Para filosof terkenal pada kaum merkantilisme, yakni : Jean Baptiste Colbert, Jean Bodin, John Locke, Thomas Milles, Thomas Mun, William Temple, William Petty, Dudley North, Bernard de Mandeville, John Law, James Steuart, A. Montchretien de Vatteville. Kata merkantilisme terdiri dari dua, yakni merchant yang berarti pedagang, perniagaan, saudagar dan kata ism berarti aliran. Jadi kata merkantilisme mengandung makna aliran perniagaan/perdagangan. Dasar pemikiran bagi kaum merkantilisme adalah bahwa suatu neraca perdagangan aktif dapat menyebabkan mengalirnya emas ke dalam negeri sebagai syarat utama usaha, sehingga dapat menyebabkan kemakmuran nasional. Pandangan ini adalah dasar bagi suatu politik perniagaan proteksionistik, seperti halnya di Perancis di bawah pimpinan Jean Baptiste Colbert. BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
6
Selanjutnya para pemikir kaum merkantilis mengemukakan bahwa kemakmuran suatu negara diukur menurut perbandingan antara impor dan ekspornya. Bilamana ekspor ternyata lebih besar dari impornya, maka dinyatakan bahwa terdapat adanya neraca perdagangan yang menguntungkan. Kelebihan ekspor menurut kaum merkantilis akan menyebabkan bertambahnya pendapatan negara. Dengan demikian merkantilisme dianggap sebagai suatu sistem politik ekonomi. Tokoh-tokoh atau filosof terkenal pada mashab kaum fisiokrat adalah Francois Quesnay, Turgot, Le Mercier de la Reviere, Dupont de Nemours. Pemikiran para kaum fisiokrat mengatakan bahwa sumber segala kemakmuran terletak dalam bidang pertanian. Francois Quesnay adalah seorang ekonom Perancis yang dalam sejarah terkenal sebagai pencetus istilah produktivitas (productivity), di mana pada tahun 1776 menerbitkan artikel dengan judul Historis Viewpoint of Economic Theories . Pada artikel ini ia melihat bahwa tanah pertanian sebagai sumber kekayaan yang sebenarnya. Istilah fisiokrat terdiri dari dua kata, yakni physic dan create atau kratein. Kata physic dapat berarti alam (pertanian), sedangkan kata create berarti /menciptakan/menimbulkan atau kratein (harus berkuasa). Dengan demikian, maka „fisiokrat‟ mengandung makna menciptakan/menimbulkan alam (pertanian) atau alam harus berkuasa (supremasi alam). 2). Filsafat Ekonomi Klasik Kaum klasik berusaha untuk memecahkan semua masalah ekonomi dengan bantuan penyelidikan ke arah faktor-faktor permintaan dan penawaran yang menentukan harga. Beberapa tokoh ataupun filosof mashab klasik yang terkenal, yaitu Adam Smith, Thomas Robert Malthus, Jean Baptiste Say, David Ricardo, John Heinrich von Thunen, Nassau William Senior, Friedrich von Hermann, John Stuart Mill dan John Eliot Cairnes. Mereka terkenal bukan karena memberikan pemecahan kepada masalah ekonomi, melainkan karena cara mereka mengemukakan masalah. Adam Smith (1723-1790) berkebangsaan Skot, merupakan Filosof yang paling terkenal dalam mashab klasik bahkan dalam sejarah perkembangan ilmu ekonomi, sehingga dinamakan sebagai bapak ilmu ekonomi (the father of economic). Karya terbesarnya adalah buku yang berjudul “An inquiry into the Nature and Causes BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
7
of the Wealth of Nations”(biasanya disingkat the Wealth of Nations) yang ditulis pada tahun 1776. Buku tersebut dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yakni “ Suatu penyelidikan mengenai alam dan sebab-sebabnya terhadap kekayaan suatu negara. Sesudah Adam Smith, maka filosof ekonomi klasik lainnya, yakni T.R. Malthus dengan judul buku “Essay on the principles of
population; or a view of its past and present effect on human happiness; with an inquiry into our prospects representing the future removal, or mitigation of the evils which it occasions” . Buku tersebut merupakan buku termashur kedua dalam perkembangan teori klasik. Fokus ekonomi pada mashab klasik adalah liberalisasi, yakni mendasarkan diri atas dalil bahwa sesuatu perekonomian yang berkembang dengan bebas merupakan syarat terbaik bagi suatu perkembangan kemakmuran yang menguntungkan.
3). Filsafat Ekonomi Neo Klasik Kurun waktu tentang aktivitas ekonomi neo klasik sekitar akhir abad ke-19. Tokoh-tokoh pemikir ataupun para filosof terkenal pada mashab ekonomi neo klasik adalah Leon Walras dan Alfred Marshall. a). Filosof Leon Walras Dasar pemikiran dari pada Walras yang menonjol adalah tentang pengertian fungsi produksi, di mana ia membaginya pada tiga macam fungsi produksi, yakni : 1. Fungsi produksi di mana koefisien produksi atau koefisien teknis adalah tetap (fixed). 2. Fungsi produksi di mana koefisien-koefisien teknis tertentu adalah variabel dan sebagian lagi adalah tetap. 3. Fungsi-fungsi produksi di mana koefisien-koefisien teknis semua faktor produksi adalah variabel. Koefisien teknik di sini adalah merupakan sesuatu alat produksi, yakni jumlah total dari alat produksi yang telah digunakan dibagi oleh produksi (output). Jadi misalnya koefisien teknis adalah T, maka : T = Qa/O
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
8
Pertambahan output sewaktu faktor produksi variabel ditambah, maka dapat dibedakan dalam tiga tahap seperti gambar berikut : Gambar 1.1 Tahapan Produksi
O U T P U T
TPP
Tahap II
V A R I A B L E
Tahap III
Tahap I
APP MPP
O INPUT VARIABLE
Pada gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tahap pertama, yaitu produk total fisik atau Total Physical Product (TPP) mengalami kenaikan, produk fisik rata-rata atau Average Physical Product (APP) bertambah dan Produk fisik marginal atau Marginal Physical Product (MPP) juga meningkat. Tahap kedua, yaitu tahap kenaikan hasil tetap dan berkurang, di mana Produk fisik marginal atau Marginal Physical Product (MPP) bersinggungan dengan APP, namun pada akhirnya MPP = 0 (nol). Pada saat APP
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
9
bersinggungan dengan MPP, saat itu APP mencapai titik puncaknya (Maksimum). Tahap ketiga, yaitu tahap hasil yang negatif. Awal tahap ketiga TPP mengalami titik puncaknya (MPP=0), kemudian hasilnya semakin menurun, demikian pula APP bahkan nilainya adalah 0 (nol).
Prosedur ataupun tahapan fungsi produksi di atas merupakan suatu aturan (hukum) yang terjadi dalam proses produksi. Aturan atau hukum tersebut diistilahkan dengan the law of diminishing return (hukum kenaikan hasil), yang terdiri dari tiga (3) pemaknaan, yaitu : (1) tahap pertama diistilahkan dengan increasing return to scale (skala kenaikan/peningkatan hasil), (2) tahap kedua diistilahkan dengan constant and negative return to scale (skala hasil yang tetap dan berkurang), dan (3) tahap ketiga diistilahkan dengan decreasing return to scale (skala penurunan hasil). Makna dari pemikiran Walras tentang fungsi produksi tersebut, hingga kini dijadikan suatu acuan dalam perkembangan ilmu ekonomi. b). Filosof Alfred Marshall Pemikir ekonomi neo klasik Alfred Marshall dikenal pula sebagai pendiri mashab Anglo Amerika. Marshall mengeritik konsep „homo economicus‟, karena menganggap hal tersebut terlalu sempit, di mana yang dipersoalkan adalah manusia riel (nyata). Marshall memuji persaingan, namun ia mengakui bahwa hal tersebut terdapat kebaikan dan keburukannya. Pada keadaan tertentu persaingan harus dibatasi dengan jalan kerja sama atau kombinasi. Ia menggunakan istilah „competitive system‟ sebagai pengganti istilah „freedom of industry and enterprise‟. Dari segi keburukan, Marshall melihat kemiskinan dan ia ingin melenyapkannya. Ia menganjurkan agar kekayaan diabdikan untuk kepentingan umum. Konsep tanah atau modal sebagai alatalat produktif material. Bagi pihak organisator ataupun manager yang menggunakan faktor-faktor produktif yang sebaik-baiknya. Marshall tidak percaya bahwa para majikan dan buruh, kaum kapitalis dan para pemilik tanah beroposisi. Secara fundamental satu sama lain harus bekerja sama karena semua
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
10
pihak mempunyai kepentingan bersama, dalam hal melaksanakan kerja sama secara efisien. Marshall adalah seorang yang menginginkan arti praktis dari ilmu ekonomi, di mana ia sebagai pelopor metode keseimbangan parsial atau keseimbangan khusus. Pembagian keseimbangan menurut periode sebagai berikut : a. Keseimbangan sementara antara permintaan dan penawaran. b. Kesimbangan jangka pendek antara permintaan dan penawaran. c. Kesimbangan jangka panjang antara permintaan dan penawaran. Makin panjang periode yang bersangkutan makin sempurna penawaran yang dapat menyesuaikan diri dengan permintaan. Kemudian makin panjang periode tersebut makin besar pengaruh biaya-biaya produksi dan harga. Dalam jangka panjang harga akan sama dengan biaya-biaya „representative firm‟. Istilah „representative firm‟ merupakan perusahaan yang bukan tergolong pada perusahaan dengan pimpinan terbaik, akan tetapi juga tidak tergolong pada perusahaan dengan pimpinan terburuk. Pertambahan permintaan dalam jangka pendek akan menyebabkan suatu kenaikan harga. Biaya-biaya marginal meningkat pada perluasan produksi, sebagai akibat keharusan untuk menggunakan alat-alat produksi yang kurang modern. Pada jangka panjang ada kemungkinan bahwa suatu pertambahan dalam permintaan menimbulkan biaya-biaya dan harga-harga lebih tinggi. Menurut Marshall, hal tersebut dapat terlihat dalam lahan pertanian sebagai akibat adanya hukum hasil yang berkurang ( the law of diminishing return). Akan tetapi pada bidang industri, pertambahan permintaan akan menimbulkan biaya-biaya serta harga lebih rendah, karena hasil lebih yang bertambah yakni internal dan external economies. Selanjutnya Marshall juga menghubungkan pengertian rent atau sewa dengan supply price (harga penawaran). Harga penawaran sejumlah benda adalah harga yang dibutuhkan untuk menarik pengorbanan produksi (faktor produksi) yang dibutuhkan untuk output. Jadi menurutnya supply price dipengaruhi oleh real cost of production (biaya riil produksi). Ia tidak menggunakan istilah efforts and sacrifices. Ia mengatakan bahwa sewa tanah janganlah kita anggap sebagai gejala yang berdiri sendiri. Gejala sewa (rent) juga terlihat pada alat-alat produksi lain.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
11
Dengan demikian, maka pendapatan dari benda-benda modal dalam jangka pendek merupakan semacam rent, yaitu quasi rent (mendekati sewa). Sedangkan untuk jangka panjang kita menghadapi disposisi modal bebas, di mana pendapatan dari padanya adalah bunga modal. Dengan demikian quasi rent yang ada pada jangka pendek kurang berpengaruh. 4). Filsafat Ekonomi Kaum Sosialism Pemahaman kaum sosialism muncul sekitar akhir abad 18 dan awal abad 19, di mana para pemikir atau filosof menafsirkan perlunya kebebasan, harga diri manusia dan supremasi hukum. Tidak mengherankan bahwa filsafat yang menekankan aspek-aspek sosial orde alamiah, kesediaan manusia untuk bekerja sama, kesempurnaan sifat manusia dan keinginan untuk mencapai kesamaan politik, sosial ekonomi, makin lama makin banyak mendapatkan dukungan. Jean Jacques Rousseau berpendapat bahwa „hak milik merupakan pencurian‟. Lalu Francois Emile Babeuf (1760-1797) pada zaman direktorat, berusaha untuk menghapuskannya dan mendirikan masyarakat komunistik. Ia berpendapat bahwa „ nature
has given to every man an equal right in the enjoyment of all goods‟.
a). Kaum Sosialis Utopis Istilah atau kata ‟utopis‟ berasal dari judul buku yang dikarang oleh Thomas More dalam tahun 1516, yakni mengenai keadaan negara yang paling sempurna dan pulau baru yang bernama Utopia‟. Inti pokok tentang keadaan yang digambarkan dalam buku tersebut adalah sebagai berikut : a. Pada pulau utopis tersebut tidak ada lagi hak pilik privat. b. Jam kerja terbatas hingga 6 jam. c. Baik pria maupun wanita diharuskan bekerja. d. Kewajiban belajar diadakan. e. Terdapat kebebasan beragama total. Filosof Inggris yang termashur bernama Francis Bacon, menggambarkan masyarakat ideal dalam bukunya „Nova Atlantis‟(1623) menganggap bahwa di sana “semua kebodohan dan prasangka telah lenyap dan orang lain telah mendapatkan gambaran lengkap mengenai hukum-hukum alam. Inti pikirannya
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
12
adalah bahwa manusia akan bebas apabila ia menemukan kebenaran. Thomas Companella menerbitkan buku „negara matahari‟ (civitas soli) yang diterbitkan juga tahun 1623, di mana lebih memperdalam masalah-masalah sosial. Sesuai pendapat More, Companella menginginkan agar pendidikan sama bagi anak-anak wanita dan pria, karena pendidikan merupakan salah satu syarat bagi penciptaan masyarakat yang lebih baik. Tetapi agak berbeda dengan More tentang pendapat bahwa keluarga bukanlah dasar yang baik bagi masyarakat. Apabila anak-anak mencapai usia 3 tahun, maka mereka diserahkan kepada negara. Tokoh-tokoh atau filosof terkenal kaum sosialis utopis, yakni Edward Bellamy, Robert Owen, H. de Saint Simon, Louis Blanc, J.P. Proudhon. Para pemikir kaum utopis (seperti Edward Bellamy) beranggapan bahwa satu-satunya pemecahan masalah kemiskinan terletak pada usaha untuk merombak organisasi ekonomi secara total. b). Kaum Sosialis Ilmiah Karl Marx dan Friedrich Engels merupakan tokoh/filosof terkenal pada kaum sosialis ilmiah. Mereka berusaha agar bagaimana suatu masyarakat sosialis akan berkembang dari masyarakat yang ada, memperkecil perbedaan antara masyarakat yang berada (kaya) dengan masyarakat yang tak punya apa-apa (miskin), demikian pula pada masyarakat sosialis tidak ada lagi perbedaan-perbedaan dan pertentangan-pertentangan klas (stratifikasi sosial). Tokoh-tokoh lainnya yang terkenal pada kaum sosialis ilmiah adalah F. Lasalle, Rosa Luxemburg, Sidney Webb, B. Webb. Karl Marx dijuluki sebagai nabi besar sosialism modern, di mana telah mengkombinasikan ide-ide pihak yang telah mendahuluinya, baik kaum sosialis maupun kaum kapitalis dengan ide-idenya sendiri guna membentuk suatu sistem pemikiran baru yang merupakan dasar bagi suatu pergerakan yang kuat. Marx merupakan seorang ahli filsafat, historikus, ahli sosiologi dan ahli ekonomi. Ia telah menggariskan suatu kerangka pemikiran yang didasarkan pada syarat-syarat strategi bagi mereka yang ingin mengubah sifat masyarakat. Teori ekonomi yang dikembangkan oleh Marx boleh dikatakan seluruhnya bersifat klasik, di mana dalam uraiannya
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
13
menggunakan metode deduksi. Pada pokoknya Marx adalah seorang ahli ekonomi klasik, sehingga ada yang menamakannya sebagai the last classical economist. Marx adalah murid dari David Ricardo, di mana ia sering menggunakan alat-alat analisis Ricardo. Menurut Marx, modal adalah bukan sebagai faktor produksi melainkan sebagai alat untuk mengeksploitasi. 5). Filsafat Ekonomi John Maynard Keynes John Maynard Keynes (1883-1946) adalah putra seorang profesor ilmu ekonomi Inggris. Ia adalah seorang mahasiswa dan sekaligus guru pada Cambridge University, seorang pegawai negeri, seorang editor dan sekretaris sebuah perkumpulan ilmiah dan seorang pengusaha. Tetapi ia tetap seorang ahli ekonomi yang secara konstan memperhatikan problem-problem masa dan tempatnya. Karya terbesar Keynes dijabarkan dalam buku The General Theory of Employment, Interest and Money (Teori umum mengenai kesempatan kerja, bunga dan uang) yang diterbitkan pada tahun 1936. a). Pokok-Pokok Ajaran Keynes Inti pokok dari ajaran Keynes adalah sebagai berikut : 1. Pendapatan total tergantung dari volume kesempatan kerja total. 2. Kecenderungan untuk berkonsumsi (Propensity To Consume = PTC), di mana jumlah pengeluaran untuk konsumsi tergantung pada tingkat pendapatan, demikian halnya pada kesempatan kerja total. 3. Kesempatan kerja total tergantung pada permintaan efektif total (D), yang terdiri dari dua bagian yaitu : (a) pengeluaran untuk konsumsi (D1) dan (b) pengeluaran untuk investasi (D2), sehingga :
D = D1 + D2 4. Dalam keadaan keseimbangan (equilibrium), permintaan total (aggregate demand = D) sama dengan aggregate supply = Z). Jika
:
D = D1 + D2 atau D2 = D – D1
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
14
Maka :
D = Z, sehingga D2 = Z – D1
5. Dalam keadaan keseimbangan (equilibrium), penawaran total sama dengan permintaan total dan permintaan total dideterminasi oleh kecenderungan untuk mengkonsumsi ( PTC) dan volume investasi. Dengan demikian, maka volume kesempatan kerja tergantung pada : (a) fungsi penawaran total (aggregate supply function), (b) kecenderungan untuk berkonsumsi (the propensity to consume), dan (c) volume investasi. 6. Fungsi penawaran total tergantung pada kondisi-kondisi fisik penawaran dan kecenderungan untuk berkonsumsi adalah relatif stabil dan oleh karenanya fluktuasi-fluktuasi pada kesempatan kerja terutama tergantung pada volume investasi. 7. Volume investasi tergantung pada : (a) efisiensi marginal modal atau marginal efficency of Capital = MEC, dan (b) suku bunga (interest). 8. Efisiensi marginal modal tergantung pada : (a) harapan tentang hasil laba, dan (b) biaya pengganti aktiva modal. 9. Suku bunga tergantung pada : (a) jumlah uang, dan (b) keadaan preferensi likuiditas. b). Keynes Versus Klasik Keynes menganggap bahwa pengawasan sentral dan pengawasan oleh negara (pemerintah) adalah perlu guna memperbaiki dan mempertahankan kondisi tertentu yang umumnya diinginkan pada sebuah perekonomian. Pandangan tersebut mirip dengan kaum merkantilisme yang secara singkat dapat dikatakan bahwa ekonomi Keynes merupakan persoalan politik atau kebijaksanaan. Seperti halnya kaum merkantilis ia menghendaki agar pemerintah memberikan perlindungan secara intern dan ia menganjurkan agar diperlakukan perpajakan guna memberikan jaminan sosial bagi tenaga kerja tanpa menaikan upah, sedangkan secara extern ia menganjurkan perlunya tarif protektif guna meningkatkan kegiatan ekspor. Teori Keynes diasumsikan bahwa tendensi untuk mengadakan tabungan (saving) cenderung menjadi lebih besar dengan tendensi untuk menginvestasi. Pada perekonomian kapitalis yang maju, kesempatan investasi dan perangsang untuk menginvestasi berbeda.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
15
Tetapi tabungan (tidak mengeluarkan) berlangsung terus. Dengan demikian timbul suatu kesenjangan ( gap) antara pendapatan dan pengeluaran konsumen yang terlampau besar untuk ditutupi/diisi oleh investasi. Hal tersebut mengurangi permintaan efektif yang cenderung menyebabkan output dan kesempatan kerja berkurang. Pada akhirnya pendapatan dan konsumsi terpengaruhi. Jumlah tabungan (surplus yang melebihi konsumsi) berkurang, hingga mengembalikan keseimbangan antara tabungan dan perangsang untuk menginvestasi. Tetapi keseimbangan (equilibrium) parsial serta temporer tersebut adalah keseimbangan yang kurang dari full employment. Keseimbangan demikian tidak terlampau stabil. Jadi Keynes tiba pada suatu kesimpulan bahwa usaha swasta (private enterprise) saja tidak dapat diandalkan. Dalam rangka usaha mencapai tujuan full employment melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan management, Keynes merumuskan sebuah teori ekonomi makro sederhana. Ia mempersoalkan kondisi-kondisi yang mempengaruhi output dan kesempatan kerja secara keseluruhan yakni pada persoalan aggregates (totalitas/keseluruhan). Variabel-variabel makro ekonomi yang besar bagi Keynes adalah konsumsi total, investasi total dan pendapatan total dalam suatu perekonomian. Formulasinya adalah sebagai berikut : Konsumsi Total + Investasi Total = Pendapatan total (C + I
= Y)
Formulasi di atas disebut sebagai model ekonomi tertutup sederhana dalam perkembangan ekonomi.
3. Tolong Menolong Sebagai Wujud Zakat Pada peradaban umat manusia, di samping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial yang dapat membutuhkan orang lain. Manusia dalam memperjuangkan dan mempertahankan hidup membutuhkan bantuan orang lain. Hal ini nampak bahwa momen zakat merupakan tonggak dasar dalam menata kehidupan umat manusia dengan asas tolong menolong antara satu dan lainnya. Dengan kata lain yang mempunyai kelebihan harta (benda) dapat memberikan sebagian kepada orang yang tidak memiliki. BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
16
Pada pandangan agama islam telah diungkapkan AlQur‟an S. Al Maaidah ayat 2 sebagai berikut :
dalam
………….. .
……. Wata „aawanuu „ala birri wattaqwa, wala ta‟awanuu alal itsmi wal „udwan. Wattaqullaha. Innallaha syadiydul „iqaabi Artinya : …….. Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. Berdasarkan pada pandangan di atas, maka sebagai makhluk ciptaan Allah Swt. hendaknya dapat membantu sesama umat agar hidupnya layak dengan tetap berpegang teguh pada kaidah-kaidah agama (ketakwaan pada Allah Swt.).
B. Makna dan arti Zakat Di dalam Ensiklopedi Islam (1994), dikatakan bahwa zakat berasal dari kata dasar (masdar)-nya ”zaka” yang berarti: berkah, tumbuh, bersih, baik, dan bertambah. Sedangkan dalam istilah ”fikih”, zakat adalah sebutan atau nama bagi sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT supaya diserahkan kepada orang-orang yang berhak (mustahid). Dalam implementasinya dikatakan bahwa bagi orang yang mengeluarkan zakat, hati dan jiwanya akan menjadi bersih, sebagaimana firman Allah SWT dalam AlQur‟an pada Surat at-Taubah ayat 103 yang berbunyi sebagai berikut: BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
17
Khuz min amwalihim shodaqatan tuthahhiruhum watuzakkihim bihaa washalli a‟laihim. Inna sholaataka sakanullahum. Wallaahu sami‟un aliim. Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Berdasarkan pernyataan di atas, di mana terdapat kata
membersihkan dapat bermakna bahwa mereka bersih dari kekikiran
dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda. Kemudian, makna kata mensucikan, yakni zakat itu dapat menyuburkan sifatsifat kebaikan dalam hati dan memperkembangkan harta benda mereka. Dari ayat ini tergambar bahwa zakat yang dikeluarkan oleh para muzakki akan dapat membersihkan dan mensucikan hati manusia, tidak lagi mempunyai sifat yang tercela terhadap harta, seperti rakus dan kikir. Diungkapkan pula oleh Ash-shiddieqy (1991:24) bahwa menurut bahasa (lughah) zakat, berarti nama‟ = kesuburan, thaharah = kesucian, barakah = keberkatan dan berarti juga tazkiyah fathaier = mensucikan. Pengeluaran harta (zakat) merupakan suatu sebab yang akan mendatangkan kesuburan atau menyuburkan pahala dan juga merupakan suatu kenyataan dan kesucian jiwa dari kekikiran dan kedosaan. BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
18
Al-Maududi (1989:80) mengatakan bahwa zakat sebagai salah satu sistem kerohanian Islam, mengandung arti dan makna yang sangat hakiki dalam sistem kehidupan sosial yaitu zakat adalah ”kemurnian, kesucian dan kebersihan”. Dengan perkataan lain bahwa Islam bermaksud hendak menekankan pada manusia suatu kenyataan, bahwa diilhami oleh cinta sesungguh-sungguhnya pada Allah Swt, bantuan kebendaan suatu keuangan yang diberikannya kepada saudara-saudaranya seagama itu yang akan meningkatkan dan mensucikan jiwanya, dan akan mensucikan hartanya dari kemungkinan kekotoran dan hak-hak orang lain di dalamnya. Sementara itu Sihab (1997c:269) mengatakan bahwa secara harfiah etimologis, zakat berarti: a. Peningkatan atau perkembangan (development), karena ia mengantar kepada peningkatan kesejahteraan di dunia dan pertambahan ganjaran (tsawab) di akhirat. b. Pensucian. Karena penunaian zakat mensucikan pelakunya dari dosa-dosa. Mengenai arti pensucian ini menurut Sihab memiliki dimensi ganda. Pertama, yakni sarana pembersihan jiwa dari sifat keserakahan dari penunaiannya, karena ia dituntut untuk berkorban demi kepentingan orang lain. Kedua, yakni zakat berfungsi sebagai penebar kasih sayang pada kaum yang tak beruntung serta penghalang bagi tumbuhnya benih kebencian terhadap kaum kaya dari kaum miskin. Dengan demikian zakat dapat menciptakan ketenangan dan ketenteraman bukan hanya kepada penerimanya, tetapi juga kepada pemberinya. Berdasarkan arti dan makna kata zakat seperti yang telah dijelaskan di atas, maka para ulama dan ahli ekonomi Islam memberikan definisi Zakat, yaitu : 1). Al-Buny (1983:89) Al-Buny mengatakan bahwa zakat adalah suatu perintah wajib, diinstruksikan Tuhan bagi setiap muslim agar dilaksanakan dan dipergunakan sebagai modal primer untuk kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat. Zakat sebagai modal akhirat, dimaksudkan tak lain dari pahala yang akan dianugrahkan Tuhan kepada kita karena harta yang kita terima di dunia telah disalurkan dan dipergunakan sesuai dengan perintah Tuhan. Sedangkan yang dimaksud dengan zakat sebagai modal dunia adalah berperannya BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
19
harta zakat itu bagi kesejahteraan semua warga masyarakat dengan jalan mempergunakan harta itu sebagai harta yang berkembang. 2). Al-Abrasyiy (1985:246) Al-Abrasyiy mengatakan bahwa zakat ialah sebagian harta yang dikeluarkan oleh seorang sebagai hak Allah untuk diberikan kepada orang-orang yang membutuhkannya, yaitu kaum fakir miskin, tawanan perang, orang yang kebanyakan utang, dan orang-orang lainnya yang menderita kesengsaraan hidup. Hal ini juga untuk dipergunakan membiayai proyek-proyek kemaslahatan umum, seperti rumah sakit, sekolah, badan-badan sosial dan lain sebagainya. 3). Metwally (1995:6) Metwally mengatakan bahwa zakat merupakan pajak yang dikumpulkan dari orang kaya muslim yang diperuntukan terutama untuk membantu masyarakat muslim yang miskin. Karena itu dikatakan bahwa zakat merupakan sumber penting dalam struktur keuangan ekonomi Islam, di samping sebagai salah satu rukun Islam. Dalam pengertian harfiah, zakat berarti pembersihan. Berdasarkan pengertian dari aspek teknis, zakat adalah sebagai alat untuk distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut) yang ditujukan untuk orang miskin dan orang yang membutuhkannya. 4). Afzalurrahman (1996a:248-249) Afzalurrahman mengatakan bahwa zakat merupakan kewajiban agama yang harus dibayar oleh setiap orang muslim di dalam masyarakat yang telah memenuhi persyaratan tertentu (nisab), dan harus dibayarkan dalam keadaan apapun. Dana yang terkumpul tersebut digunakan untuk membantu anggota masyarakat yang kurang beruntung. Berdasarkan hal demikian, zakat membentuk masyarakat untuk bekerja sama, bertindak sebagai lembaga penjamin (asuransi), dan penyedia dana cadangan bagi masyarakat Islam. Zakat merupakan modal bantuan yang dikumpulkan oleh masyarakat dan dapat digunakan untuk membantu orang yang menganggur, fakir miskin, yatim piatu, BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
20
orang-orang cacat, orang sakit dan sebagainya. Singkatnya bahwa zakat sangat penting sebagai jaminan sosial bagi setiap anggota masyarakat Islam, sehingga tak seorangpun perlu merasa cemas akan masa depannya. 5). Mannan (1993:167) Mannan mengatakan bahwa zakat adalah pajak wajib atas tabungan dan harta benda berdasarkan suku bunga yang berbedabeda, mulai dari dua sampai dua puluh persen. Oleh karena itu, zakat merupakan proses dan pusat keuangan negara Islam. Zakat ini meliputi bidang-bidang moral, sosial dan ekonomi. Pada bidang moral, zakat berarti mengikis habis ketamakan dan keserakahan si kaya. Pada bidang sosial, zakat bertindak sebagai alat khas yang diberikan Islam untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan si kaya akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki. Sedangkan pada bidang ekonomi, zakat berarti mencegah penumpukan kekayaan yang mengerikan dalam tangan segelintir orang dan memungkinkan kekayaan untuk disebarkan sebelum sempat menjadi besar dan sangat berbahaya dari tangan pemiliknya. Ia merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan negara. 6). Daradjat (1995:216) Daradjat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan zakat yang berkembang dalam masyarakat adalah shodaqah wajib, sedangkan pengertian shodaqah sendiri adalah untuk shodaqah sunnah. 7). Ash-Shiddieqy (1991:29) Ash-Shiddieqy mengatakan bahwa zakat merupakan manifestasi dari kegotong royongan antara para hartawan dengan para fakir miskin. 8). Qardhawi (1996:1118) Qardhawi mengatakan bahwa zakat adalah sistem keuangan, ekonomi, sosial, politik, moral dan agama sekaligus. BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
21
Berdasarkan pandangan-pandangan selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
di
atas,
maka
Zakat sebagai sistem keuangan dan ekonomi karena ia merupakan pajak harta yang ditentukan, kadang-kadang sebagai pajak kepala seperti zakat fitrah dan kadang-kadang sebagai pajak kekayaan yang dipungut dari modal dan pendapatan seperti halnya zakat pada umumnya. Zakat adalah sumber keuangan baitul-mal dalam Islam yang terus menerus. Ia dipergunakan untuk membersihkan tiap orang dari kesusahan dan menanggualangi kebutuhan mereka dalam bidang ekonomi dan lain-lain. Kemudian zakat merupakan suatu cara yang praktis untuk pengumpulan kekayaan dan menjadikannya agar dapat berputar dan berkembang. Zakat sebagai sistem sosial, karena ia berfungsi menyelamatkan masyarakat dari kelemahan baik karena bawaan ataupun karena keadaan, menanggulangi berbagai bencana dan kecelakan, memberikan santunan kemanusiaan dari yang berada menolong yang tidak punya, yang kuat membantu yang lemah, orang miskin dan ibnu sabil, memperkecil perbedaan antara si kaya dan si miskin. Zakat sebagai salah satu sistem politik, karena pada asalnya negaralah yang mengelola pemungutan dan pembagiannya terdadap sasaranya dengan memperhatikan atas keadilan, dapat memenuhi kebutuhan, mendahulukan yang penting. Itu semua dilakukan dengan menggunakan sarana yang kuat dan terpercaya, yaitu para amil zakat, sebagaimana juga sebagai sarana zakat itu sesuatu yang menjadi urusan negara seperti para muallaf dan Sabilillah. Zakat sebagai satu sistem moral, karena zakat bertujuan membersikan jiwa orang-orang kaya dari kekikiran yang merusak dan egois yang membenci orang. Zakat membersihkan mereka dengan pengorbanan dan cinta kebaikan dan ikut merasakan penderitaan orang lain dengan amal nyata. Zakat juga dapat menghilangkan rasa hasud dan dengki dalam hati oarang tidak punya dan mengokohkan rasa cinta-mencintai dan persaudaraan sesama manusia.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
22
Zakat sebagai sistem keagamaan, karena menuaikan zakat adalah salah satu tonggak dari iman, salah satu rukum islam dan termasuk ibadah tertinggi yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebagai sistem agama karena tujuan pertama membayar kepada mereka yang membutuhkan adalah untuk menguatkan iman kepada agama dan menolongnya untuk taat kepada Allah, dan melaksanakan perintahNya. Selain itu karena agamalah yang membawa ajaran zakat itu, menerangkan hukum-hukumnya, menjelaskan kadar dan sasarannya. Sebagai zakat itu untuk menolong kerabatnya yang membutuhkan dan sebagian lain untuk membentuk hati mereka yang belum kuat imannya dan juga untuk membela agama yang menyebarkan da‟wahnya, sehingga tidak ada lagi fitnah dan agama itu hanya untuk Allah Swt. belaka. Hasan (1996:1) dalam bukunya yang berjudul ”Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan” mengungkapkan bahwa : ”Zakat ibarat benteng yang melindungi harta dari penyakit dengki dan iri hati dan zakat ibarat pupuk yang dapat menyuburkan harta untuk berkembang dan tumbuh”.
Berdasarkan uraian di atas,a nampak bahwa yang menjadi tujuan azasi dari perinsip zakat, yaitu: ”menciptakan keadilan sosial di dalam kehidupan kemasyarakatan, mengurangi dan memperkecil jurang yang dalam antara miskin dan kaya, guna melenyapkan ketegangan-ketegangan sosial, di dalam menciptakan pembangunan hidup yang serasi dan selaras dalam lingkungan masyarakat (Sou‟yb, 1987:49). Dengan pemahaman latar belakang tujuan inilah menurut Sou‟yb, yang mendorong sikap tegas Khalifah Abubakar untuk menyatakan perang bagi mereka yang enggan mengeluarkan zakat.
C. Pemahaman Zakat Zakat merupakan perintah Allah Swt. seperti yang telah dipraktekkan oleh orang-orang terdahulu. Kajian zakat telah diatur dalam AlQur‟an dan Sunnah Rasulullah Saw. Manusia sebagai insan ciptaan Allah Swt. menyadari diri bahwa segala apa yang dilaksanakan merupakan tuntunan dari Allah Swt. Oleh karena itu apa yang diperintahkan oleh Allah wajib
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
23
hukumnya untuk dipatuhi atau dilaksanakannya. Demikian halnya perintah untuk mengelaurkan zakat. Dalam perjalanan hidup manusia, ada yang diberikan kelebihan harta oleh Allah Swt. dan juga ada yang dikategorikan sebagai penerima zakat. Bagi yang kelebihan harta diwajibkan untuk mengeluarkan sebagian harta (rezki) yang telah diberikan sesuai aturan dan anjuran agama, sedangkan bagi penerima zakat menunggu uluran tangan atau bantuan dari yang berkelebihan harta tersebut. Bagi pemberi zakat disebut sebagai muzakki, sedangkan bagi penerima zakat disebut sebagai mustahid. Baik muzakki maupun mustahid sama-sama hamba Allah Swt. yang diatur dalam Al Qur‟an dan Sunnah Rasulullah Saw.
1. Mengapa Zakat Itu Perlu Setidak-tidaknya terdapat beberapa alasan penting yang bisa dijadikan acuan dalam memahami zakat, yakni : Saefuddin (1987:115-116) dalam bukunya yang berjudul: ”Ekonomi Dan Masyarakat Dalam Perpesktif Islam”, mengemukakan jawaban dari pertanyaan judul sub uraian ini dengan mendasarkan pada dalil Al-Qur‟an dan Sunnah, sebagai berikut: a. Anjuran Silaturrahmi dan Tolong Menolong Kita dianjurkan untuk saling kenal dan saling membantu dalam berbuat kebaikan. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Swt. sesuai dengan firman-Nya yang tertera pada Surat Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi sebagai berikut :
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
24
Yaa „Ayyuhannasu „Inna khalaqnaakum min zakarin wa „untsaa Waja‟alnaakum syu‟uban Waqabaaa „ila lita‟arafuu. Inna „akramakum „indallahi „atqaakum. Innallaha „aliymun khabiyr Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal. Firman Allah Swt. di atas mengandung makna bahwa kita dianjurkan untuk bersilaturrahmi dan saling kenal mengenal antara satu dan lainnya, baik sesama umat manusia, secara nasional maupun antar bangsa/negara di dunia. Selanjutnya, antara sesama umat manusia dianjurkan untuk saling tolong menolong seperti yang difirmankan oleh Allah Swt. yang berbunyi :
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
25
Yaa „Ayyuhallaziyna‟amanuu Latuhilluu sya‟aairallahi walasysyahralharaama walalhadya walalqalaa‟ida walaa‟ammiynal baiytal haraama yabtaghuuna fadhlammirrabbihim waridhwaana. Wa‟iza halaltum faasthaduu. Walayajrimannakum syana‟anu qaumin „anshadduukum „anil masjidil haraami „anta‟taduu. Wata‟aawanuu „alal birri wattaqwaa. Walata‟aawanuu „alalitsmi wal‟udwaan. Wattaqullaha. Innallaha syadiydul „iqaab. Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolongmenolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
26
Berdasarkan makna firman Allah Swt. di atas, maka dijabarkan pula pada hal-hal berikut : (1) Sesama mukmin itu bersaudara, selayaknya saling merasakan penderitaan. ”Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hubungan dengan kasih sayang di antara mereka adalah seperti satu badan; bila salah satu anggota badan merasa sakit, maka seluruh badan merasa ikut merasakannya dengan rasa panas dan tidak bisa tidur” (Hadis R:Bukhari-Muslim). (2) Kita diwajibkan memperhatikan dan membantu orang miskin dan yang dalam kesulitan. Hal ini difirmankan oleh Allah Swt. yang tertera pada Alqur‟an Surat AL-Isra ayat 26 sampai 28 yang berbunyi :
Wa‟atizalqurbaa haqqahu walmiskiyna wabnassabiyli wala tubadzir tabziyra. Innal mubadziriyna kaanu ikhwaanasysyayathiyna. Wakaanasy syaythanu lirabbihi kafuura. Waimma tu‟dhanna ‟anhumubtigha‟a rahmatiim mirrabbika tarjuuhaa faqullahum qaulam maysuura Artinya : Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. Dan jika kamu berpaling BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
27
dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas. Berdasarkan Firman Allah Swt. di atas, dapat bermakna bahwa apabila kamu tidak dapat melaksanakan perintah Allah seperti yang tersebut dalam ayat 26, maka katakanlah kepada mereka perkataan yang baik agar mereka tidak kecewa lantaran mereka belum mendapat bantuan dari kamu. dalam pada itu kamu berusaha untuk mendapat rezki (rahmat) dari Tuhanmu, sehingga kamu dapat memberikan kepada mereka hak-hak mereka. b. Asas Kebersamaan Asas kebersamaan dapat bermakna pada perhatian kepada fakir miskin, di mana Allah Swt. berfirman pada S. Al ma‟un ayat 1 sampai 3 yang berbunyi sebagai berikut :
‟Ara‟aitallaziy yukadzibu biddiyn. Fadzalikallaziy yad‟ul yatiym. Walayahudhdhuu ‟alaa thaamil miskiyn. Artinya : Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?. Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Selanjutnya Rasulullah Saw. Bersabda yang artinya sebagai berikut :
Tidaklah beriman kepadaku, orang yang semalaman merasa kenyang sedangkan tetangga di sampingnya kelaparan dan iapun mengetahuinya (Hadis R:Thabrani).
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
28
Lebih lanjut, Islam mengajak kepada umatnya agar selalu beramal dan bersedekah. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. yang tertera dalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah ayat 261 yang berbunyi sebagai berikut :
Matsalulladziy nayungfikuuna ‟Amwalahum fiy sabiylillahi kamatsali habbatin ‟ambatat sab‟a sanabila fiy kulli sumbulatiim mi‟athu habbatin. Wallahu yudha‟ifu limay yasya‟u. Wallahu wasi‟un ‟aliym Artinya : Perumpamaan orang yang membelanjakan harta mereka di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir biji, yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai tumbuh seratus biji, Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi orang yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha luas (kurnia-Nya) dan Maha mengetahui. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda yang diriwayatkan Thabrani dan Abu Naim yang berbunyi :
Qul inna rabbiy yabsuthurrizqa limayasya‟u min ‟ibadihi. Wayaqdirulahu. Wamaa ‟anfaqtummin syay‟in fahuwa yukhlifuhu. Wahuwa khairurraziqiyn. BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
29
Artinya : ”Apa saja yang kamu belanjakan untuk amal kebaikan pasti akan diganti Allah; Dia adalah sebaik-baik yang memberikan rizki” (QS.Saba:39). ”Bersedekahlah kamu, sesungguhnya sedekah itu menjauhkan kamu dari neraka” (Hadis R:Thabrani & Abu Naim). Selanjutnya, Rasulullah Saw. Bersabda yang artinya sebagai berikut : ”Jagalah dirimu dari neraka meskipun hanya dengan sedekah satu biji kurma” (Hadis R: Bukhari-Muslim). (3) Kita semua wajib membayar zakat sesuai dengan ketentuan syariat. ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka........” (Q.S. Attaubah:103). Lebih lanjut, Allah Swt. menjelaskan tentang subyek maupun obyek dari pada zakat sesuai firman-Nya pada Surat Attaubah ayat 60 yang berbunyi :
Innamaashshodaqatu lilfuqara‟i walmasakiyni wal‟amiliyna ‟alaihaa walmu‟allafati quluubuhum wafiyrriqaabi walgharimiyna wafiy sabiylillahi wabnissabiyli. Fariydhatamminallahi. Wallahu ‟aliymun hakiym Artinya : Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang fakir, orang miskin, pengurus zakat, para muallaf yang BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
30
diperlunak hatinya, untuk memerdekakan budak, orang berutang, untuk jalan Allah (sabilillah), dan orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketentuan yang diwajibkan oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Berdasarkan ayat di atas, nampak bahwa ada 8 (delapan) golongan pelaku dan sasaran dari pada zakat, yakni : (1) fakir, yaitu orang yang tidak berdaya sama sekali dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, (2) miskin, yaitu orang yang berdaya, namun tidak mencukupi kebutuhan hidupnya, (3) pengurus zakat (amil), yaitu orang atau badan yang diamanahkan untuk mengumpul dan menyalurkan zakat, (4) para muallaf, yaitu orang yang baru masuk agama Islam, (5) memerdakan budak, yaitu orang yang telah bebas dari cengkraman/penindasan terhadap hak asasi manusia, (6) berutang, yaitu orang mempunyai utang di mana cukup sulit melunasinya, (7) sabilillah, yaitu orang yang berjuang membela agama Islam, dan (8) perjalanan (musafir), yaitu orang yang mengadakan perjalanan dan kehabisan bekal. (4) Memberdayakan ekonomi umat. Zakat merupakan wadah antara pemberi zakat (muzakki) dan penerima (mustahid). Jika terjalin kerjasama antara keduanya dengan mengacu pada perintah Allah Swt., maka secara ekonomi dapat membahagiakan/mensejahterakan umat manusia. Hal ini terwujud pada beberapa hal seperti berikut : a. Pemberi zakat dapat menjalankan kewajibannya, sehingga secara bathiniah dapat menenangkan jiwanya. b. Penerima zakat dapat memenuhi standar hidupnya. c. Pemberi zakat dan penerima zakat terjalin silaturrahmi secara manusiawi. d. Pemerintah (ulil amri), di mana secara sosial (social oriented) dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat. (5) Manfaat positif dari zakat itu sendiri. Pada dasarnya hakekat zakat itu sendiri dapat tercermin pada berbagai hal, yang meliputi : a. Zakat itu wajib. Perintah Allah Swt tentang zakat merupakan perkara wajib yang dilaksanakan oleh umat Islam bagi yang berkelebihan. Zakat merupakan rukun
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
31
Islam ke empat dari lima rukun Islam, yakni (1) mengucapkan dua kalimat syahadat, (2) sholat lima kali sehari semalam, (3) berpuasa pada bulan Ramadhan, (4) berzakat, dan (5) naik haji bagi yang mampu. b. Zakat itu indah. Allah Swt meciptakan langit dan bumi serta makhluknya dalam berbagai bentuk sesuai kehendaknya (iradah). Bentuk tersebut dalam bentuk yang indah. Demikian halnya dalam proses pelaksanaan zakat tercermin keindahan bagi makhluk yang saling membantu pada sesamanya. c. Zakat itu subur. Secara hakekat, zakat dapat menambah kepuasan (satisfication) secara personal dan menambah/meningkatkan harta benda (zakat mal). d. Zakat itu tenang. Dengan berzakat dapat menciptakan suatu ketenangan bagi pembayar zakat ( muzakki) karena telah menjalankan kewajibannya. Demikian halnya bagi penerima (mustahid) akan tercipta ketenangan dalam hidupnya apabila ia menerima zakat secara ikhlas dari muzakki. e. Zakat itu bersih & suci. Zakat dapat membersihkan dan meyucikan diri dan harta yang diperoleh. Penyucian diri secara individual merupakan aplikasi fitrah manusia sebagai ciptaan Allah Swt. Hal ini tercermin dengan dilakukannya zakat fitrah sebagai penyucian diri secara pribadi. Selanjutnya pada zakat harta (maal) dapat dilakukan sebagaipenyucian dari harta benda yang dimilikinya.
2. Motivasi Ekonomi Dalam Berzakat Amin (1993:54) seorang ulama Mesir terkemuka, menulis bahwa : Islam meletakkan ajaran-ajaran yang tetap mengenai soalsoal ekonomi, politik dan sosial; dimana semuanya itu dapat berubah sewaktu-waktu menurut perubahan keadaan. Islam hanya meletakkan dasar-dasar ekonomi yang realisasinya mendatangkan maslahat. Islam mengharamkan riba, menwajibkan zakat dan menghalalkan dagang, karena Islam memandang riba hanya menguntungkan kaum pemilik modal dan sama sekali tidak menguntungkan kaum miskin, padahal yang terpenting menurut Islam ialah harta kekayaan yang sampai ke tangan kamum fakir miskin.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
32
Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa zakat merupakan salah satu pilar dalam pembangunan ekonomi Islam mempunyai tujuan dan manfaat yang sangat penting dalam berbagi aspek kehidupan umat, baik kehidupan ekonomi, politik, maupun kehidupan sosial, sehingga dapat menciptakan suatu kehidupan yang aman dan sejahtera. Saefuddin (1987:113) mengatakan bahwa : ”Dalam Islam, zakat dan berbagai bentuk ibadah sedekah lainnya memiliki posisi potensial sebagai sumber pembelanjaan dalam masyarakat muslim, juga sebagai sumber daya untuk mengatasi berbagai macam social cost yang diakibatkan dari hubungan antar manusia. Dan zakat menurutnya berposisi fardhu ‟ain bagi kita yang beriman dan bertaqwa. Dengan zakat, Insya Allah kita mampu membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan income-economic growth with equity. Menurut Sihab (1997c:270) bahwa ”secara ekonomis, paling tidak ada dua aspek positif dari institusi zakat. Pertama, meningkatkan daya beli publik karena harta yang dibagikan tersebut akan digunakan oleh penerimanya untuk dibelanjakan. Kedua, zakat merupakan semacam pajak yang dikenakan terhadap harta atau uang tunai yang idle. Lebih lanjut manfaat ekonomi dari zakat dapat diuraikan sebagai berikut : a. Zakat Sebagai kekuatan Sosial Ekonomi Umat Salah satu tujuan zakat yang terpenting adalah mempersempit ketimpangan ekonomi di dalam masyarakat hingga ke batas yang seminimal mungkin. Dengan zakat menjadikan perbedaan ekonomi di antara masyarakat secara adil dan seksama, sehingga yang kaya tidak tumbuh semakin kaya (dengan mengeksploitasi anggota masyarakat yang miskin) dan yang miskin semakin miskin (Afzalurrahman, 1996a:249-250). Rasulullah SAW, menjelaskan bahwa zakat merupakan uang yang dipungut dari orang kaya dan diberikan kepada yang miskin. Oleh karena itu tujuannya adalah mendistribusikan harta di masyarakat dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak seorang pun umat muslim yang tertinggal dalam keadaan miskin. Kekuatan suatu masyarakat dalam bidang ekonomi tergantung pada kebijaksanaan distribusi hartanya. Karena jika sebagian orang berkembang menjadi sangat kaya sedangkan sebagian besar yang lain dalam keadaan tetap miskin, masyarakat ini menjadi lemah dan mudah dihancurkan oleh musuhnya. Jika kenyataan dalam masyarakat disosialisasikan dengan uang, maka BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
33
uang tersebut ibarat darah dalam tubuh manusia (masyarakat), jika darah tersebut tidak menjangkau seluruh anggota tubuh, atau sebagian anggota badan kebagian terlalu banyak sehingga bagian yang lain mendaptkan terlalu sedikit, maka badan akan merasa sakit dan terserang penyakit. Oleh karena itu untuk, mencegah mengalirnya uang yang terlalu banyak ke tangan orang-orang kaya, Islm telah memerintahkan kepada orang kya untuk membayar zakat (Afzalurrahman, 1996a:250). Pernyataan ini sejalan dengan hadist Rasulullah SAW (Afzalurrahman, 1996a:318) yang menyatakan :
”Zakat merupakan sejenis pendapatan yang dipungut dari orang-orang kaya yang dikembalikan kepada orang miskin”.
Cara mengembalikan kepada fakir miskin tersebut harus dilakukan secara sadar dan jujur dengan menunjukkan bahwa zakat tersebut merupakan sesuatu yang menjadi milik mereka tetapi dalam simpanan orang lain (orang kaya) yang kini harus dikembalikan kepada mereka. Sebagai kekuatan sosial, Mannan (1993:356) menjelaskan bahwa :
”Lembaga zakat dan doktrin Islam tentang warisan, merupakan soko guru konsep Islam tentang keadilan sosial. Islam telah menetapkan lembaga zakat, dalam hal ini orang yang keadaannya lebih mampu harus memberi bantuan kepada orang miskin dan orang yang menderita. Dengan demikian dapat menghapus kemiskinan masyarakat. Zakat juga bertujuan agar kekayaan tidak ditimbun secara tak terbatas oleh siapa pun juga”.
Berdasarkan keterangan di atas, maka tidak ragu lagi bahwa zakat merupakan hak orang miskin dari harta orang-orang kaya. Karena itu negara bertanggung jawab memungut harta tersebut dan mengembalikannya kepada fakir miskin yang ada di masyarakat itu. Dr. Dalton dalam bukunya Priciples of Public Finance mengungkapkan, seperti yang dikutip oleh Mannan (1993:268) bahwa : “Dua syarat pokok suatu kenaikan dalam kesejahteraan
ekonomi masyarakat adalah, pertama, perbaikan dalam produksi, dan kedua, perbikan dalam distribusi yang dihasilkan”. Pernyataan Dalton ini, diuraikan kembali secara rinci oleh Mannan, sebagai berikut : BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
34
”Perbaikan dalam produksi berubah sendiri menjadi : (1). Meningkatnya daya produksi, sehingga hasil dari setiap pekerja yang lebih besar akan diperoleh dengan daya upaya yang lebih kecil. (2). Perbaikan dalam organisasi produksi menghindari pengangguran dan sebab-sebab lain sehingga dapat mengurangi pemborosan sumber daya ekonomi sekecilkecilnya, dan; (3). Perbaikan dalam susunan atau pola produksi sehingga dapat melayani kebutuhan masyarakat”. ”Perbaikan dalam distribusi berubah menjadi : (1). Pengurangan perbedaan dalam pendapatan dari berbagai individu dalan keluarga yang berlainan, yang biasa terdapat pada kebanyakan komunitas yang berada, dan; (2). Pengurangan fluktasi antara periode waktu yang berbeda-beda dalam pendapatan individu dan keluarga tertentu, terutama dikalangan masyarakat yang lebih miskin”. Salah satu kejahatan terbesar dalam masyarakat Kapitalis adalah adanya penguasaan dan pemilikkan sumber daya dari segelintir manusia yang beruntung, sehingga mengabaikan orang yang yang tidak beruntung yang sangat banyak jumlahnya. Hal ini mengakibatkan perbedaan atau ketimpangan dalam pendapatan yang pada akhirnya dapat memperlambat pertumbuhan industri dan perdagangan dalam negeri. Karena suatu tatanan ekonomi yang didominasi oleh monopoli, selalu merintangi pemanfaatan sumber daya ekonoi suatu negara dengan sepenuhnya. Tetapi dengan munculnya perintah zakat dari Allah, yang merupakan pajak wajib bagi kalangan muslimin yang kaya, melenyapkan perbedaan dan ketimpangan pendapatan tersebut dan mengembalikannya kepada rakyat miskin yang berhk menerimanya, sehingga kekuatan daya beli mereka meningkt. Dengan demikian menurut Mannan, zakat dapat memperbaiki pola konsumsi, produksi dan distribusi dalam masyarakat Islam. Di dalam teori ekonomi dikatakan bahwa dengan meningktnya daya beli (akibat penerimaan zakat) dapat menghasilkan keseimbangan antara permintaan dan suplai barang, dengan demikian memudahkan jalannya produksi dan melicinkan jalan untuk mencapai kemajuan dan kemakmuran sosial nasional. Setelah para penerima zakat memiliki daya beli, tentunya mereka ini akan meminta lebih banyak barang, dan para pengusaha pun BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
35
akan memproduksi lebih banyak lagi. Dengan demikian kesempatan kerja dalam negeri, dan pendapatan nasional pun akan naik. Oleh karena itu zakat dapat menguntungkan si kaya maupun si miskin. Mengenai pernyataan tentang bertmbahnya harta jika dibelanjakan di jalan kebajikan dan kembali kepada yang empunya dengan keuntungan yang berlimpah dan harta itu berkurang dengan riba dan tidak bertambah telah dianalisis lebih jauh oleh AlMaududi (1980:120-123) dalam bukunya yang berjudul ”Dasardasar Ekonomi Dalam Islam dan Bebagai Sistem Masa Kini” yang diterjemahkan oleh Abdullah Suhaili. Dengan mengacu beberapa firman Allah dalam Al Qur‟an, antara lain dalam surat An-Nisa‟:36; Al-Ma‟arij:24-25; Al-Baqarah:268,272 dan 276; Fathir : 29-30; Ar-Rum:39; Al-Maududi mengatakan bahwa :
”Memang ini adalah suatu teori yang ganjil pada lahirnya. Orang yang mendengarkan akan menyangka, bahwa yang demikian itu tentu berkenan dengan pahala akhirat. Ya, tidak syak bahwa itu memang berkenan dengan pahala akhirat juga, karena pada hakekatnya faktor tertentu menurut pandangan Islam, ialah pahala akhirat. Tetapi kalau kita renungkan masalah ini secara mendalam, niscaya kita akan ketahui, bahwa teori ini juga berlaku di dunia di atas landasan yang kuat sekali, dipandang dari sudut ekonomi semata-mata. Siapakah kiranya yang meragukan, bahwa salah satu dari akibat yang pasti dari pengumpulan harta dan membungakannya, ialah sulitnya kekayaan masyarakat banyak yang tertimbun dibawah dominasi sekelompok kecil dari pada individu-individunya, hal mana menyebabkan lemahnya daya beli (parchasing) masyarakat ramai, macetnya perindustrian dan perdagangan di dalam negeri secara terus menerus dan mengakibatkan tereseretnya kehidupan ekonomi masyarakat kejurang kehancuran, sehingga akhirnya tidak meninggalkan sesuatu kesempatan bagi oknum-oknum Kapitalis itu sendiri untuk memutarkan kekayaan mereka yang tertimbun itu dalam sesuatu usaha yang produktif. Sebaliknya dari pada itu, maka sebagai akibat dari membelanjakan harta di jalan kebajikan dan menunaikan zakat dan sedekah, ialah tersebarnya kekayaan dan meluasnya daerah perputarannya hingga merata pada seluruh lapisan masyarakat. Dan dengan demikian, dapatlah tiap-tiap anggota masyarakat menikmati daya beli BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
36
yang cukup. Perekonomian berkembang, pertanian meluas dan seluruh anggota masyarakat diliputi oleh rasa tenteram, hidup dalam kemewahan dan kesejahteraan, meskipun tidak seorang juapun di antara mereka yang menjelma menjadi jutawan”. b. Zakat dan Motivasi Investasi Di negara yang menganut sistem ekonomi Islam, pertimbangan untuk melakukan investasi ditentukan oleh tiga faktor, yaitu (1) ada sanksi untuk memegang aset kurang/tidak produktif (hoarding idle assets); (2) dilarang melakukan berbagai bentuk spekulasi dan segala macam judi; (3) tingkat bunga untuk berbagai pinjaman adalah nol. Oleh karena itu seorang muslim boleh memilih tiga alternatif atas dana yang dimiliki, yaitu : (a) memegang kekayaannya dalam bentuk uang kas (idle cash); (b) memegang tabungannya dalam bentuk aset tanpa berproduksi seperti deposito bank, pinjaman, real estate, permata, atau (c) menginvestasikan tabungannya (seperti memiliki proyek-proyek yang menambah persediaan kapital nasional) (Metwally, 1995:7071). Dua alternatif pertama menurutnya tidak dianjurkan dalam ekonomi Islam, karena penabung tersebut akan terbebani zakat. Sebab telah diketahui bahwa perintah zakat itu dikenakan pada semua bentuk aset yang kurang/tidak produktif (idle assets) seperti uang kas, permata, pinjaman, deposito, melebihi nisab dan melebihi keperluan untuk hidup (seperti uang kas untuk keperluan transaksi). Menurut pandangan sejumlah ulama, bahwa seorang muslim yang menginvestasikan modal atau tabungannya tidak akan terkena zakat, tetapi ia harus membayar zakat atas apa yang diperoleh dari investasi tersebut. Karena itu dalam praktek ekonomi Islam, seorang muslim yang memiliki sejumlah aset (harta) yang sudah cukup nisabnya akan selalu terdorong untuk menginvestasikannya ke usaha-usaha produktif daripada memegang atau menyimpannya dalam bentuk tabungannya, kecuali kalau kerugian investasi tersebut lebih besar dari beban zakat yang harus dibayar. Berdasarkan pernyataan di atas, dapatlah dikatakan bahwa bagi pemilik harta yang rasional (pengusaha) akan cukup bijaksana untuk menginvestasikan modalnya pada usaha yang produktif agar dapat membayar zakat dari keuntungan yang diperolehnya sekaligus meningkatkan hartanya. Dengan demikian, zakt BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
37
memberikan rangsangan yang sangat kuat kepada orang-orang yang berharta di dlam masyarakat untuk menginvestasikan harta atau modalnya daripada membiarkan hartanya tak digunakan dan dibiarkan habis secara berangsur-angsur karena dikenakan zakt setiap tahun (Afzalurrahman, 1996a:312-313). Zakat memberikan dorongan kuat untuk menanamkan dana yang digunakan (Mannan, 1993:182). Dalam tabungan ini Kahf (1995:80) mengatakan bahwa orang tidak memanfaatkan hartanya dalam produksi dan menyimpannya tanpa diinvestasikan akan kehilangan seperempatnya dalam waktu kurang dari 12 tahun. Karena itu Nabi Muhammad SAW menghimbau umatnya untuk menginvestasikan harta anak yatim dan beliau mengingatkan dengan sabdanya bahwa ”zakat pada akhirnya akan memakan habis harta seseorang bila harta itu tidak diinvestasikan secara produktif”. Menurut Afzalurrahman, (1996a: 313) bahwa sesungguhnya ada dua faktor yang kuat di balik zakat yang mendorong investasi modal didalam usaha industri dan komersial. Pertama, adanya faktor psikologis, karena sesungguhnya zakat itu di bayarkan semata mata untuk mencari keridhan Allah SWT, maka cukup maka cukup mendorong untuk menfaatkan modalnya sejauh mungkin untuk tujuan-tujuan produktif sehingga memungkinkan mereka mendapatkan harta yang lebih banyak dan membayar zakat yang lebih banyak pula, sehingga semakin banyak mendapatkan ridha Allah SWT. Motivasi inilah menurut Rahman yang meresap keseluruh jiwa masyarakat Islam yang menyediakan (menawarkan) modal yang cukup untuk emnegakkan roda perdagangan dan industri agar berjalan secara berkelanjutan. Kedua, adanya motivasi ekonomi. Motivasi ini menyatakan bahwa semakin anda mnegiinvestasikan modal, di dalam perdagangan dan industri, semakin besar keuntungan yang diperoleh. Dengan demikian, orang akan terdorong akan menginvestasikan modalnya daripada menumpuk. Motivasi tersebut juga didasarkan atas kebersamaan atau persaudaraan dalam melakukan usaha, ”karena dari zakat inti sendiri akan digunakan sebagai modal modal untuk membangun produksi bersama, yang pada dasarnya merupakan hasil usaha bersama dari kesadaran pribadi karena rasa kebaktian dan kecintaan kepada Lhalik dan kepada sesama manusia, yang dibentuk menjadi modal bersama. Investasi modal zakat ini kelak akan dibentuk menjadi modal yang permanen dari rakyat” (AlBuny, 1983:91).
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
38
c. Zakat dan Pertumbuhan Ekonomi Zakat selain mendorong investasi dan menghambat penimbunan harta juga memberikan doronmgan untuk membelanjakan hartanya untuk membeli barang konsumsi baik itu dari pihak pembayarnya maupun dari pihak penerimanya. Sehingga arus modal dari kedua saluran ini, yaitu investasi dan pembelanjaan, akan menciptakan kesempatan kerja bagi jutaan orang, dan bersamaan dengan itu, mempelopori cepatnya pertumbuhan pendapatan nasional suatu negara. Dorongan investasi dan pembelanjaan yang ditimbulkan oleh zakat, merupakan manfaat yang sangat besar dalam bidang ekonomi,. Tersedianya dana untuk investasi mendorong perkembangan industri dan mempercepat langkah pertumbuhan ekonomi; sekaligus peningkatan dalam hal konsumsi yang lebih besar, sehingga akan menciptakan permintaan secara efektif terhadap produk suatu industri di negara yang bersangkutan (Afzalurrahman, 1996:315). Lebih lanjut dikatakannya bahwa dengan pembelanjaan dana zakat secara hati-hati dan bijaksana akan selalu mampu menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi tanpa rasa was-was akan kekurangan permintaan maupun menurunnya kesempatan kerja. d. Zakat Sebagai Sumber Pembentukan Dana Pembangunan Ekonomi Pada uraian mengenai sumber dana pembangunan negara menurut Islam, masalah ini sudah disinggung, namun dirasa tidak ada salahnya kalau pada uraian ini lebih ditekankan lagi bahwa zakat itu merupakan sumber dana pembangunan yang cukup potensial dalam negara Islam atau negara yang penduduknya mayoritas muslim. Menurut Ibnu Taimiyah yang dikutip oleh Islahi (1997:265) bahwa sumber-sumber penerimaan keuangan negara sesuai syAry‟ah (Al Qur‟an dan Sunnah) dibagi menjadi tiga tipe, yaitu ghanimah (rampasan perang), sadaqah (zakat), dan fai‟. Fai‟ ini merupakan sumber penerimaan keuangan negara yang dihimpun dari berbagai sumber yang tidak termasuk dalam klasifikasi ghanimah dan zakat. Dalam salah satu makalah yang berjudul :
”Pendapatan dan Belanja Negara dan Regulasi Ekonomi Dalam Ekonomi Islam” yang ditulis oleh Suwarsono (P3 FE UH, 1992: 103)
mengatakan bahwa ”Zakat merupakan sumber penerimaan negara BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
39
terbesar pada awal sejarah Islam, dibandingkan dengan sumber penerimaan negara yang lain misalnya ghanimah, jizya, fai,
kharaj”.
Zakat dalam konteks umat merupakan salah satu sumber dana potensial dan sangat penting yang ditarik dari kaum yang memiliki kekayaan yang telah mencapai batas ukuran yang ditentukan. Besarnya zakat yang harus dikeluarkan ditentukan berdasarkan jenis dan sifat dari sumber perolehan kekayaan tersebut. Sebagaian para ulama dan ekonom Islam mengatakan bahwa zakat adalah poros dan pusat keuangan negara Islam. Zakat ini meliputi bidang-bidang moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang moral, zakat berarti mengikis habis ketamakan dan keserakahan si kaya. Dalam bidang sosial, zakt bertindak sebagai alat khas yang diberikan Islam untuk mengahapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan si kaya akan tanggung jawab yang mereka miliki. Dalam bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukkan kekayaan yang mengerikan dalam tangan segelintir orang dan memungkinkan kekayaan untuk disebarkan sebelum sempat menjadi besar dan sangat berbahaya dari tangan pemiliknya. Ia merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan negara (Mannan, 1993:256). Seperti yang dikatakan oleh Daradjat (1995:245) bahwa zakat mempunyai peranan penting dalam sistem perekonomian Islam, karena zakat bisa dijadikan sumber dana bagi menciptakan pemerataan kehidupan ekonomi masyarakat Islam. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa zakat merupakan kewajiban agama yang dibayarkan oleh setiap orang muslim di dalam masyarakat yang telah memenuhi persyaratan tertentu (nisab), dan harus dibayarkan dalam keadaan apapun. Dana yang terkumpul tersebut digunakan untuk membantu anggota masyarakat yang kurang beruntung. Dengan demikian, zakat membentuk masyarakat untuk bekerja sama, bertindak sebagai lembaga penjamin (asuransi), dan penyedia dana cadangan bagi masyarakat Islam. Dalam hubungan ini Afzalurrahman (1996:324) mengatakan bahwa :
”Pendapatan harta dapat ditingkatkandengan mudah melalui Bdan Zakat, karena badan ini tidak hanya diperuntukkan bagi meningkatkan pendapatan masyarakat miskin saja, tetapi juga untuk mendorong investasi yang
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
40
sekaligus terhadap produksi. Dengan demikian Badan Zakat menjalankan dua fungsi sekaligus: 1. Badan ini meningkatkan pendapatan minimum orang dalam kelompok yang berpenghasilan rendah. 2. Pada saat yang bersamaan dapat mempersempit jurang perbedaan pendapatan di dalam masyarakat”. Zakat bukan hanya merupakan salah satu pilar kekuatan ekonomi Islam, tetapi juga merupakan salah satu rukun Islam, maka pemahaman tentang masalah zakat berarti pula secara bersamaan telah memahami ajaran Islam itu sendiri. Untuk itu dalam rangka peningkatan akumulasi dana zakat sebagai salah satu sumber dana pembangunan, maka sosialisasi pemahaman nilai-nilai Islam kepada rakyat sangat penting untuk diperhatikan, karena hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kesadaran rakyat untuk mengumpulkan zakatnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Mannan (1993:269) bahwa semakin besar pengaruh Islam pada rakyat, semakin besar pula peluang pemungutan zakat, sehingga distribusinya pun dapat berjalan dengan mulus, selain kemungkinan penghindaran pembayaran pun semakin kecil. Maka negara-negara Islam harus melakukan upaya yang tulus untuk menanamkan jiwa Islami dikalangan masyarakat Muslim. Dengan demikian akan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar zakat.
e. Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Pembedayaan ekonomi rakyat yang dimaksudkan di sini adalah pendayagunaan potensi masyarakat (rakyat) berdasarkan perspektif mereka. Amir Fanzuri (Ma‟ruf WS dan Heri, 1995:98) menjelaskan bahwa : ”Bertolak dari perspektif mereka sendiri, mereka (rakyat) didorong untuk mendayagunakan sumber dayanya bagi pengembangan dirinya menuju pada proses penemuan diri dari berbagai ketergantungan dan situasi yang menghalangi perkembangan dirinya sebagai manusia yang berakal buda dan bermartabat”. Selanjutnya dikatakan bahwa tugas keamilan dan pemberdayaan ini adalah mengajak para muzakki untuk menyadari bahwa pengentasan masalah kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan umat harus dilihat dalam perspektif yang lebih luas, keterlibatan yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan (sustainable). Sangatlah mungkin mengembangkan peran muzalli BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
41
bukan sekedar pemberi, melainkan juga sekaligus menjadi konsumen atau pengguna jasa atau produk atau jasa yang dihasilkan oleh para mustahik. Harta Zakat (utamanya zakat mal) harus dipandang sebagai modal dana berputar (revolving fund) yang penggunaannya harus diarahkan kepada usaha produktif sehingga kesinambungan usaha yang di jalankan dalam sektor ekonomi rakyat dapat terjamin. Zakat akan sangat efektif jika digunakan untuk mengentaskan kemiskinan, karena masalah ini benar-benar mencekik leher mayoritas umat Islam. Hal ini merupakan sasaran utama dari perintah zakat, seperti yang dikatakan oleh Al-Bakri (1989:99) bahwa untuk membantu permodalan fakis miskin, Islam telah mewajibkan zakat kepada para pemilik kekayaan dan menjadikannya sebagai salah satu rukun Islam yang lima. Menyangkut masalah pendistribusian dan manajemennya harus dilakukan secra profesional, pemikiran yang matang, dan administratif agar dapat menyentuh fungsi dan kegunaan zakat yang sebenarnya. Dikatakannya pula bahwa dana yang terhimpun dari zakat tidak harus diberikan kepada orang-orang fakir miskin begitu saja, tetapi bagaimana mereka bisa memanfaatkan dana itu untuk dikembangkan ke dalam bentuk usaha sebagai bekal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, atau bisa melalui pelatiha-pelatihan di bidang pertanian, pertukangan, manajemen, bisnis, biro jasa dan laian-lain. Hal ini perlu kerja sama dengan berbagai pihak terutama para pembesar yang punya kepedulian terhadap nasib rakyatnya yang dililit kemiskinan (Al-Zuhayly, 1996:268). Ada tiga aspek utama yang dapat dipertimbangkan ketika memilih industri kecil atau unit usaha rakyat sebagai dasar titik masuk (dasar pemberian modal dari dana zakat). Pertama, merupakan sub-sektor usaha yang menampung kehidupan dan tradisi budaya dari sebagian besar anggota masyarakat. Kedua, merupakan bagian dari sarana penciptaan kesempatan kerja dan pengembangan krestivitas angkatan kerja yang umumnya tidak memiliki tingkat pendidikan formal yang memadai untuk memadai untuk emamsuki sektor modern. Ketiga, merupakan sarana distribusi kesempatan berusaha dan berpendapatan (Fanzuri, dalam Ma‟ruf WS dan Heri, 1995:100).
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
42
f. Zakat dan Kerja Keras Untuk Kemakmuran Umat Islam Firman Allah Swt menganjurkan bahwa harus mencari karunia Allah untuk kehidupan akhirat dan juga dunia. Hal ini tertera pada Al-Qur‟an Surat Al-Qashas ayat 77 sebagai berikut :
Wabtaghi fiyma ‟ataakallahuddaral akhirata. Walatansa nashibaka minaddunya. Wa‟ahsin kamaa ‟ahsanallahu ‟ilaika. Walatabghil fasaada fiylardhi. Innallaha layuhibbul mufsidiyn. Artinya : Dan carilah apa yang telah diakurniakan Allah kepadamu tentang kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi, dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Kebahagiaan hidup di akhirat memang merupakan tujuan bagi setiap umat, namun kehidupan dunia tidak boleh dilupakan agar jalan menuju kehidupan akhirat tersebut dapat dicapai dengan baik (beribadah dengan khusyu) tanpa gangguan ekonomi, misalnya karena kekurangan pangan. Bahkan secara tegas Allah Swt menganjurkan dalam hubungannya dengan kerja keras ini, di mana Allah Swt berfirman pada Surat Al-Jum‟ah ayat 10 sebagai berikut :
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
43
Faidza Qudhiyatishshaatu fantasyiruu filardhi Wabtaghuu min fadhlillahi wazkuruullaha katsiyral la‟allakum tuflihuun. Artinya : Apabila shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah rizki Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya suapaya kamu beruntung. Demikian dapatlah dikatakan bahwa tidak ada jalan lain untuk mencapai kemakmuran dunia jika tidak ada kerja keras. Hubungan antara kerja keras dan perintah zakt sangatlah erat. Pada hakekatnya kalau kita cermati perintah zakat itu mengisyaratkan kepada kita untuk bekerja keras. Karena sebelum kita dapat menunaikan zakat kita harus bekerja keras lebih dahulu untuk mendapat harta kekayaan yang banyak hingga mencapai nisab. Dan bagi orang yang berpikiran jernih dan rasional akan selalu melakukan hal itu untuk meningkatkan ibadahnya dalam bentuk mengeluarkan zakat dan sedekah dari kekayaan yang telah dikumpulkan melalui kerja kerasnya. Karena kekayaan yang kita peroleh itu merupakan rizki yang telah disediakan oleh Allah kepada siapa yang mau mencarinya, maka zakat dan sedekah yang dikeluarkan itu haruslah dianggap sebagai tanda syukur kita kepada-Nya dan selanjutnya diberikan kepada yang berhak menerimanya, yaitu antara lain orang-orang fakir dan miskin. Bagaimana hubungan zakat itu dengan kemakmuran, dapat dilihat melalui bagaimana kemakmuran itu dapat terjadi dalam suatu lingkungan masyarakat secara keseluruhan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kemakmuran dalam suatu lingkungan masyarakat dapat terjadi bila semua lapisan dalam masyarakat tersebut sudah bisa menikmati kehidupan yang layak. Tidak ada lagi kesenjangan yang besar diantara golongan dalam arti yang kaya menyisihkan sebagian kekayaannya untuk membantu yang miskin. Proses ini telah dianjurkan oleh Allah Swt dalam firman-Nya
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
44
yang tertera dalam Al-Qur‟an Surat Al-Hasyr ayat 7 sebagai berikut :
Kayla yakuuna duulata baynal ‟ghniyaa‟i minkum. Artinya : Supaya harta itu jangan hanya beredar dikalangan orang-orang kaya saja diantara kalian. Anjuran ini mengisyaratkan kepada kita bahwa penguliran harta zakat dari orang-orang kaya ke orang-orang yang membutuhkan, maka kesenjangan sosial akan semakin sempit. Sebab yang miskin memperoleh kesempatan untuk memperbaiki nasib dengan mendayagunakan zakat yang diterimanya. Untuk itu Kauma dan Nipan (1998:201) mengatakan bahwa :
”Zakat yang diberikan kepada orang-orang miskin ini hendaknya dijadikan modal usaha, sehingga diharapkan berkembang menjadi sebuah usaha mandiri yang dapat menjadi sarana untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Lebih dari itu, usahanya dapat terus berkembang sehingga pada suatu saat nanti para fakir miskin ini pengahasilannya juga dapat mencapai nisab dan mampu mengeluarkan zakat. Sehingga mereka mampu berubah nasibnya dari berstatus mustahik (penerima zakat) naik menjadi muzakki (pemberi zakat)”.
Jika hal tersebut berjalan terus, maka akan semakin banyak muzakki baru, dan tidaklah mustahil apabila seluruh umat Islam tidak ada lagi yang mau menerima zakat melainkan seluruhnya hanya ingin membayar zakat. Dengan demikian akan terciptalah hidup makmur secara merata di seluruh lapisan masyarakat dan umat Islam pada khususnya.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
45
3. Karakteristik Zakat Qardhawi (1997:477) mengatakan bahwa zakat seperti yang disyaratkan Islam memiliki beberapa karakteristik yang merupakan ciri khasnya, antara lain:
1. Zakat bukan sekedar kebaikan pribadi atau shadaqah suka rela, tetapi ”hak yang di tentukan”, yang sudah diketahui oleh orang berkewajiban ataupun orang-orang yang berhak menerimanya. Zakat memiliki jumlah, nishab, waktu dan alokasi yang telah ditentukan. 2. Zakat memiliki tingkat pewajiban yang sangat tinggi, yaitu sebagai kewajiban agama, moral dan perundang-undangan. Ia merupakan kewajiban yang agung, syi‟ar terbesar dan rukun Islam yang ketiga. Di dalam Al-Qur‟an menempati urutan setelah syahadatain dan menegakkan shalat. 3. Zakat (baik zakat harta maupun zakat fitrah) adalah suatu ibadah yang dijadikan seorang muslim untuk bertaqarruf kepada Allah, seperti shalat dan puasa. Disamping merupakan pajak resmi yang pemungutannya dilakukan oleh negara Islam dari para pemilik harta dan disalurkannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya (melalui para amilnya). 4. Zakat tidak sama dengan pajak-pajak konvensional yang diambil dari orang-orang yang bersusah payah membanting tulang, para pedagang kecil dan pegawai rendahan, kemudian dibelanjakan untuk kemegahan para penguasa dan para pengikut mereka. 5. Ungkapan Nabi Muhammad SAW yang mulia: ”Zakat diambil dari kaum kaya mereka dan diserahkan kepada kaum fakir mereka”. Memberikan indikasi bahwa zakat tidak lain adalah menyalurkan sebagian harta umat, yang berada di tangan kaum kayanya kepada kaum fakirnya. Zakat adalah dari umat untuk umat, dari tangan yang diamanati harta kepada yang membutuhkannya. 6. Islam tidak menjadikan nishab zakat dalam jumlah yang besar agar khalayak umum umat Islam dapat ikut serta menunaikannya.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
46
4. Hikmah Zakat Zakat itu pada dasarnya adalah pemberian dan derma, santunan dan pertolongan. Secara psikologis Sabiq (1994:135) dalam bukunya yang judul ”Islaamunaa”, yang ditermahkan oleh Mudzakkir AS menjadi Islam kita, mengatakan ”jiwa manusia pada dasarnya tergerak untuk berderma, berlapang dada untuk bermurah hati dan mendapati kepatuhan dan ketentraman dalam menyantuni orang lain dan memasukkan kegembiraan kepadanya”. Menurut Sabiq inilah yang menjadi penyebab mengapa sebagian manusia menolong orang yang membutuhkan dan membantu orang-orang yang berkekurangan, tanpa mengharapkan pahala ataupun takut atas siksa. Sebagaimana juga orang memberikan, tergetak untuk menderma dan bermurah hati, maka orang yang menerima pun tidak kurang kegembiraan dan kepatuhannya. Dalam hubungan ini Sabiq mengemukakan sebuah Hadits Rasulullah tentang amal yang paling utama sebagai berikut :
Rasulullah SAW ditanyai tentang amal yang paling utama. Beliau menjawab : ”memasukkan rasa gembira kepada orang Mu‟min”. Ditanyakan kepada Beliau : ”Apakah memasukkan gembira kepada orang Mu‟min itu?” Beliau menjawab : ”Menutup kelaparannya, membuka kesempitannya dan membayar hutangnya”.
Al Jazairy (1996:18) mengatakan bahwa ”zakat itu tidaklah diisyaratkan kecuali di dalamnya terkandung hikmah sebagaimana diisyaratkannya masalah-masalah yang lain untuk kebahagiaan dan kesempurnaan hidup umat-Nya, baik di dunia maupun di akhirat.” Berdasarkan kandungan Firman Allah dalam Al Qur‟an Surat AtTaubah 60, maka Al Jazairy (1996:19-20) mengemukakan hikmah zakat, yakni sebagai berikut :
1. Membersihkan jiwa seorang muslim dari sifat pelit, bakhil dan penyakit yang membinasakannya. 2. Membersihkan jiwa seorang muslim dari kotoran dosa yang efeknya sangat jelek terhadap diri dan kehidupannya. 3. Mencukupi seorang fakir yang muslim, memenuhi kebutuhannya dan menghormatinya dari kehinaan minta-minta selain kepada Allah. 4. Meringankan kesedihan seorang muslim yang berhutang agar bisa melunasi hutangnya. BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
47
5. Menuntun hati yang kacau ke dalam iman dan Islam, mengganti keraguan dan kekacauan menjadi iman yang mantap yang tertanam kokoh dengan keyakinan yang sempurna. 6. Mempersiapkan orang-orang yang berperang di jalan Allah, mempersiapkan perlengkapan perang untuk menyebarkan kebaikan dan mengangkat bendera keadilan diantara manusia, sehingga tidak ada fitnah dan permusuhan diantara mereka. 7. Memerdekakan budak dari tangan pemiliknya dengan membeli mereka agar bisa hidup merdeka dalam menyembah Allah serta menjadi manusia yang sempurna dan bahagia. 8. Membantu seorang muslim yang berpergian bila kehabisan bekal sedang ia tidak mendapatkans esuatu untuk melanjutkan perjalanannya. 9. Mempermudah penyaluran harta dari seseorang kepada orang lain sehingga harta tersebut mengalir dan lebih bermanfaat. Sebab apabila zakat tidak diwajibkan, maka harta tersebut akan berkurang fungsinya dan kurang bermanfaat karena hanya berputar diantara pemilik harta (orang-orang kaya). 10. Mensucikan harta orang yang mengeluarkan zakat dan mengembangkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sementara itu, Al Faridy (1996:26-27) mengatakan bahwa ”karena zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, transedental dan horizontal, maka zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan umat manusia, terutama Islam. Untuk menurut Al Faridy zakat memiliki banyak hikmah, baik yang berkait dengan Sang Khaliq mamupun hubungan sosial kemasyarakatan di antara manusia, antara lain :
1. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah papa dengan materi sekedar untuk emenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Dengan kondisi tersebut mereka akan mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Allah Swt. 2. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang sekitarnya berkehidupan cukup, apabila mewah. Sedang ia sendiri tak memiliki apa-apa
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
48
3.
4.
5.
6.
7.
dan tidak ada aluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa (menumbuhkan akhlak mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah. Dengan begitu akhirnya suasana ketenangan bathin karena terbebas dari tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati. Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip : Ummatan Wahidan (umat yang satu), Musawah (persamaan derajat, hak dan kewajiban), Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan Takaful Ijtima‟ (tanggung jawab bersama). Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta (sosial distributor), dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat. Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan bangsa, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis dan akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentraman, aman lahir bathin. Dalam masyarakat seperti itu tidak lagi kekhawatiran akan hidupnya kembali bahaya komunisme (atheis) dan paham atau ajaran yang sesat serta menyesatkan. Sebab dengan dimensi atau fungsi ganda zakat, persoalan yang dihadapi kampitalisme dan sosilisme dengan sendirinya sudah terjawab. Akhirnya sesuai dengan janji Allah SWT, akan terciptalah sebuah masyarakat yang baldatun thoyibun wa Rabbun Ghafur.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
49
D. Kesepadanan Zakat Dalam Perekonomian Zakat merupakan kewajiban umat untuk mengeluarkan sebagian rezeki yang diberikan Allah Swt sesuai ketentuan yang berlaku. Berdasarkan pemahaman agama Islam, zakat dapat disepadankan dengan infaq, sedekah, hibah, qurban dan wakaf. Dalam pandangan ekonomi, zakat mempunyai kesepadanan dengan variabel-variabel ekonomi yang mecakup pajak, retribusi, konsumsi, produksi, tabungan dan investasi.
1. Arti dan Makna Infaq Infaq adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang, setiap kali ia memperoleh rezeki, sebanyak yang dikehendakinya sendiri. Makna infaq di sini merupakan ibadah kepada Allah Swt sebagai upaya mendekatkan diri padaNya. Makin banyak yang dikeluarkan secara sukarena dan ikhlas karena Allah Swt, maka semakin banyak pahala yang didapatinya.
2. Arti dan Makna Sedekah Sedekah adalah pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, terutama kepada orang-orang miskin, setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan baik jenis, jumlah maupun waktunya. Lembaga sedekah sangat digalakkan oleh ajaran Islam untuk menanamkan jiwa sosial dan mengurangi penderitaan orang lain. Sedekah tidak terbatas pada pemberian yang bersifat material saja, tetapi juga dapat berupa jasa yang bermanfaat bagi orang lain. Bahkan senyum yang dilkukan dengan ikhlas untuk menyenangkan orang lain, termasuk dalam kategori sedekah. Sedekah identik dengan infaq yakni pemberian/pengeluaran yang dilakukan secara sukarela. Hal ini bermakna dalam rangka pendekatan kepada Allah Swt (Taqarrub Indallah). Sedekah diutamakan kepada fakir miskin atau yang membutuhkan, namun infaq dapat pula diberikan untuk
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
50
kepentingan umum (perseorangan, lembaga, maupun kepentingan sosial lainnya).
3. Arti dan Makna Hibah Hibah adalah pengeluaran harta semasa hidup atas dasar kasih sayang untuk kepentingan seseorang atau untuk kepentingan sesuatu badan sosial, keagamaan, ilmiah, juga kepada seseorang yang berhak menjadi ahli warisnya. Intinya adalah pemberian, yakni pemberian suatu benda semasa hidup seseorang, tanpa mengharapkan balasan. Terdapat beberapa rukun hibah yang harus ada, supaya pemberian itu menjadi sah. Rukun-rukun itu adalah (1) pemberi hibah adalah pemilik sah yang dihibahkan dan pada waktu pemberian itu di lakukan berada dalam keadaan sehat, baik jasmani maupun rohaninya, (2) penerima hibah adalah setiap orang, baik perorangan maupun badan hukum, (3) perbuatan penghibahkan itu diiringi dengan ijab kabul, yakni serta terima antara pemberi dan penerima, (4) benda yang dihibahkan dapat terdiri dari segala macam barang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Bahkan manfaat atau hasil sesuatu barang dapat dihibahkan. Di samping rukun hibah di atas, juga terdapat syarat-syarat hibah yang harus dipenuhi, yakni (a) pemberi hibah harus orang yang telah dewasa, (b) barang yang dihibahkan harus mempunyai nilai yang jelas, tidak terikat dengan harta pemberi hibah, (c) penerima hibah merupakan orang yang cakap dalam pelaksanaan hokum, (d) Serah terima (ijab kabul) merupakan syarat sahnya suatu hibah, (e) hibah tidak dapat dibatalkan kecuali hibah yang dilakukan seorang ayah kepada anaknya, selama barang yang dihibahkan itu belum dikuasai oleh pihak ketiga, (f) hibah hendaknya merupakan pemberian yang tidak ada kaitannya dengan kewarisan, (g) hibah dilaksanakan secara lisan di hadapan saksi, sedangkan untuk kepastian hokum dapat dilakukan secara tertulis. Selanjutnya, hibah juga mempunyai fungsi dan hikmah. Fungsi hibah, yakni : (1) menjembatani kesenjangan antara yang mampu dan tak mampu, (2) sarana mewujudkan keadilan social, dan (3) upaya untuk menolong sesame (golongan lemah). Adapun hikmah hibah, yakni : (a) menghidupkan rasa kebersamaan dan tolong menolong, (b) menumbuhkan sifat social, kedermawanan, (c) mendorong manusia untuk berbuat baik, (d) menjalin hubungan BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
51
sesame manusia, dan (e) terdistribusinya pendapatan ataupun rezeki yang dikaruniakan Allah Swt (Ali, M.D, 1988 : 25).
4. Arti dan Makna Qurban Qurban adalah penyembelihan hewan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (Allah Swt). Pelaksanaan Qurban dianjurkan selama tiga hari sesudah shalat Idul Adha yang merupakan hari tasriq pada tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah. Menurut ajaran Islam kesedian berqurban merupakan lambang ketakwaan seseorang kepada Allah Swt, di mana telah memberi nikmat yang banyak kepada manusia seperti firmanNya pada surat Al Kautsar ayat 1-2 yang berbunyi :
„Inna „a‟thainakal kautsar. Fashallili rabbika wanhar Artinya : Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah. Makna berkurban pada ayat di atas ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah Swt.
5. Arti dan Makna Wakaf Wakaf artinya menahan, yakni menahan sesuatu benda yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran Islam. Orang yang telah mewakafkan hartanya tidak berhak lagi atas barang atau benda yang diwakafkan itu karena selain dari ia telah meninggalkan haknya atas bekas hartanya itu, peruntukkannya pun telah berbeda pula, yakni untuk kepentingan orang lain atau untuk kepentingan umum. Wakaf adalah salah satu lembaga pemanfaatan harta yang sangat digalakkan dalam ajaran BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
52
Islam karena merupakan perbuatan baik yang pahalanya tidak putus-putus diterima oleh yang melakukannya, selama barang yang diwakafkan itu tidak musnah dan terus dimanfaatkan orang. Berdasarkan ketentuaan hukum Islam, ada beberapa unsur dan syarat yang harus dipenuhi agar wakaf terwujud, yaitu : (1) ada orang yang mewakafkan hartanya, (2) ada harta yang diwakafkan, (3) ada tujuannya yang jelas, (4) ada pernyataan atau ikrar dari orang yang berwakaf, (5) ikrar itu (di Indonesia) harus diucapkan menurut ketentuan yang berlaku (Ali, M.D, 1988 : 2728).
6. Pemahaman Pajak, Retribusi dan Zakat Pajak (tax) merupakan iuran masyarakat (rakyat) untuk negara ataupun lembaga/institusi, di mana imbalan yang diterimanya secara tidak langsung. Sedangkan retribusi merupakan iuran masyarakat (rakyat) untuk Negara ataupun lembaga/institusi, di mana imbalan yang diterimanya secara langsung. Kemudian mengenai zakat, dapat didefinisikan sebagai iuran umat Islam yang diberikan kepada yang berhak menerimanya (Q.S. At Taubah ayat 60). Berdasarkan pandangan di atas, nampak bahwa antara pajak, retribusi dan zakat mempunyai kesamaan dalam hal pengeluaran ataupun pembayaran iuran. Namun terdapat perbedaan dari beberapa aspek, yakni pajak diperuntukkan untuk kepentingan negara, demikian halnya untuk retribusi. Sedangkan zakat diperuntukkan buat kepentingan umat Islam. Pemahaman lebih lanjut dapat dikatakan bahwa pajak dan retribusi merupakan kewajiban masyarakat (rakyat) terhadap kepentingan negara ataupun lembaga/institusi, sedangkan zakat merupakan kewajiban umat Islam terhadap kepentingan umatnya.
7. Pemahaman Konsumsi, Produksi dan Zakat Pemahaman ekonomi umum tentang konsumsi (consumption) adalah pemakaian suatu barang (benda) untuk kebutuhan makhluk (manusia, hewan dan tumbuhan). Sedangkan produksi (production) adalah hasil yang diperoleh dalam suatu proses produksi. Secara matematika, fungsi konsumsi dapat diformulasikan sebagai berikut : BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
53
C = Co + CY di mana :
C = Consumption (konsumsi) Co = Autonomous Consumption (Konsumsi Otonom) CY = Yield Consumption (Konsumsi yang dipengaruhi Pendapatan.
Kaitan konsumsi dan zakat, yakni apabila telah diadakan pemakaian (konsumsi), seperti makan, minum, dan sebagainya, maka dapat menyebabkan pertumbuhan maupun perkembangan tubuh manusia. Namun disadari atau tidak, makanan/minuman ataupun konsumsi lainnya yang telah digunakan tersebut ada yang dimanfaatkan secara utuh dan ada juga hanya sebagian. Jika terdapat sisa, maka hal tersebut akan dibuang. Dalam pandangan Islam, bagian makanan ataupun minuman tersebut terdapat hal-hal yang perolehan atau peruntukannya tidak sesuai dengan kaidah agama (barang haram). Hal-hal yang haram tersebut dapat dibersihkan ataupun disucikan melalui zakat fitrah (zakat badan, personil). Demikian halnya pada pemakaian (konsumsi) barangbarang ataupun harta. Pada sebagian harta tersebut, di samping dimanfaatkan untuk kepentingan perputaran modal (proses produksi) ataupun pembangunan, akan tetapi pada harta tersebut baik perolehannya halal atau tidak halal terdapat bagian yang harus dibersihkan ataupun disucikan. Penyucian harta tersebut melalui zakat harta (zakat maal). Secara ekonomi Islam, fungsi konsumsi di atas dapat dimodifikasi sebagai berikut : di mana :
C = Co + CY + (Z + In + S) C = Consumption (konsumsi) Co = Autonomous Consumption (Konsumsi Otonom) CY = Yield Consumption (Konsumsi yang dipengaruhi Pendapatan Z = Zakat In = Infaq S = Sedekah
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
54
Berdasarkan pandangan di atas, nampak bahwa secara ekonomi Islam, baik konsumsi, produksi maupun zakat terdapat kesepadanan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, antara konsumsi, produksi dan zakat sangat erat kaitannya, baik dalam pandangan ekonomi umum maupun secara Islami.
8. Pemahaman Tabungan, Investasi dan Zakat Secara makro ekonomi, tabungan (saving) merupakan sisa dari pendapatan yang tidak dihabiskan dalam pemakaian (konsumsi). Secara matematika dapat diformulasikan sebagai berikut : Y = C + S atau S = Y - C di mana :
Y = Yield (Pendapatan) C = Consumption (Konsumsi) S = Saving (Tabungan)
Dalam analisis ekonomi makro, jika tabungan yang disimpan tersebut sudah cukup banyak, maka tabungan tersebut bisa dijadikan sebagai modal usaha atau disebut investasi (investment). Apabila terjadi demikian, maka formulasi di atas berubah menjadi : di mana :
Y = C + I Y = Yield (Pendapatan) C = Consumption (Konsumsi) I = Investment (Investasi)
Lebih lanjut dalam analisis ekonomi makro yang dikaitkan dengan unsur zakat sebagai implementasi dalam ekonomi Islam, maka formulasi di atas dapat disempurnakan sebagai berikut : Y = C + I + (Z + In + S) di mana :
Y = Yield (Pendapatan) C = Consumption (Konsumsi) I = Investment (Investasi).
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
55
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
56
BAGIAN KE DUA MEKANISME ZAKAT
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
56
BAB II PANDANGAN ZAKAT A. HUKUM ZAKAT Aturan atau norma hukum dalam ajaran agama Islam terdiri dari lima perkara utama, yakni :
1. Wajib (Fardhu) Perkara wajib merupakan suatu aktivitas, di mana apabila dilaksanakan akan mendapat pahala (amal), sedangkan apabila ditinggalkan atau tidak dilaksanakan akan mendapat dosa atau kesalahan. Sebagai contoh : melaksanakan Sholat, Puasa, Zakat, Haji bagi yang berkemampuan, dan sebagainya. Perkara-perkara atau aktivitas-aktivitas tersebut, telah jelas dalam tuntunan agama Islam bahwa apabila dilaksanakan dengan baik, maka akan mendapatkan pahala (amal) kebajikan, sedangkan bila tak dilaksanakan, maka akan mendapatkan dosa atau kesalahan. Perkara wajib ini dapat dikategorikan lagi dalam dua hal, yakni wajib (fardhu) A‟in dan wajib (fardhu) kifayah. Contoh wajib A‟in adalah Sholat lima kali sehari semalam, sedangkan wajib kifayah adalah menyelenggarakan pelaksanaan kematian (urusan jenazah). Pandangan di atas dapat diuraikan bahwa wajib A‟in merupakan kewajiban yang dilaksanakan oleh setiap orang (pribadi), sedangkan wajib kifayah dapat diuraikan bahwa apabila sudah ada sebagian yang melaksanakannya, maka gugurlah kewajiban bagi masyarakat yang berada dalam satu wilayah. Dapat dijelaskan pula bahwa apabila proses penyelenggaran jenazah dalam suatu masyarakat tidak dilaksanakan, maka semua turut berdosa masyarakat yang berada pada wilayah tersebut.
2. Haram (Larangan) Perkara haram merupakan lawan dari pada hukum wajib, yakni suatu aktivitas yang apabila dilaksanakan akan mendapatkan BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
57
dosa atau kesalahan, sedangkan apabila ditinggalkan atau tidak dilaksanakan, maka akan mendapatkan pahala (amal). Sebagai contoh : Berjudi, Minuman keras (Miras), mencuri, merampok, memperkosa, dan sebagainya. Demikian halnya, jika tidak melaksanakan Sholat, Puasa dan Zakat, maka hal ini dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar perintah Allah Swt atau hukumnya adalah haram (larangan).
3. Sunat Perkara atau hukum sunat merupakan suatu aktivitas, di mana apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala (amal), sedangkan apabila tidak dilaksanakan, maka tidak mendapatkan apa-apa. Perkara sunat ini merupakan nilai tambah (value added) dari berbagai kegiatan-kegiatan yang sifatnya wajib (utama). Sebagai contoh : melaksanakan Sholat sunat, Puasa sunat, bersedekah, membantu tetangga (gotong royong), dan sebagainya. Pelaksanaan hukum sunat ini dapat dikategorikan lagi menjadi dua, yakni sunat muakad (utama) dan sunat biasa. Contoh dari pada ibadah sunat muakad adalah Sholat sunat Tahajjud, Sholat sunat Idul Fitri dan Idul Adha, sedangkan contoh sunat biasa antara lain sholat sunat wudhu, menyingkirkan benda di jalan yang berbahaya, menolong tetangga dan sebagainya.
4. Makruh Perkara makruh merupakan kebalikan atau lawan dari pada perkara sunat, yakni suatu aktivitas yang apabila dilaksanakan tidak mendapatkan apa-apa, sedangkan apabila ditinggalkan atau tidak dilaksanakan, maka akan mendapatkan pahala (amal). Sebagai contoh : merokok, makan bawang, dan sebagainya. Dikatakan makruh, karena perkara ini kadangkala dapat membawa suatu kerugian jika dilaksanakan, sedangkan apabila tidak dilaksanakan justru akan memperoleh manfaat positif.
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
58
5. Mubah (Netral) Perkara atau hukum Mubah (netral) merupakan suatu aktivitas, di mana apabila dikerjakan maupun tidak dikerjakan.ditinggalkan tidak mendapatkan pahala (amal), maupun dosa. Dengan kata lain perkara mubah ini boleh-boleh saja. Sebagai contoh : makan, minum, tidur, dan sebagainya. Seperti apa yang telah dijelaskan di atas, perkara zakat dikategorikan sebagai perkara atau hukumnya wajib. Hal ini dapat bermakna bahwa apabila zakat itu tidak ditunaikan atau tidak dilaksanakan, maka berarti dikategorikan berdosa, sedangkan apabila ditunaikan dapat berarti ia menjalankan perintah Allah Swt, sehingga dikategrikan sebagai hukum wajib. Perintah wajibnya tentang zakat ini telah dijelaskan oleh Allah Swt dalam AlQur‟an pada Surat Al Baqarah ayat 267 seperti Firmannya sebagai berikut :
Yaa „Ayyuhallaziyna‟amanuu anfiquu min thaibaatimaa kasabtum wamimmaa „akhrajnaalakumminalardhi. Walatayammamuul khabiytsa minhu tunfikuuna walastum bi‟aakhiziihi „illa „an tughmidhuu fiyhi. Wa‟lamuu „annallaha ghaniyyun hamiid.
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
59
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Makna ayat di atas, di mana Allah Swt memerintahkan orang-orang yang beriman agar mengeluarkan harta bendanya untuk kebajikan berupa zakat. Hal-hal yang dikeluarkan hendaklah yang berkualitas baik, bukan yang buruk. Zakat dapat dipandang pula sebagai hal yang netral (mubah). Hal ini terjadi apabila pemberi zakat ( muzakki) tidak memenuhi persyaratan seperti : (a) tidak mencukupi batas minimal dari harta yang diperoleh (nisab), (b) Belum cukup waktu untuk mengeluarkan zakat (haul), dan (c) gagalnya usaha sehingga tidak wajib untuk berzakat.
B. ZAKAT ITU INDAH Dalam pandangan agama Islam, terdapat dua hubungan yang harus dijaga dan dipelihara oleh penganutnya. Kedua hubungan tersebut merupakan hubungan vertikal (Allah) dan hubungan horizontal (manusia). Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Swt seperti firmannya pada Surat Ali Imran ayat 112 yang berbunyi sebagai berikut :
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
60
Dhuribat „alayhimuzzillatu „aynamaa tsuqifuu Illa bihablimminallah wahablimminannasi Wabaa‟uu bighadhabimminallahi Wadhuribat „alayhimul maskanah. Zaalika biannahum kaanuu yakfuruuna bi‟aayatillahi wayaqtuluunal anbiyaa‟a bighairi haqqi. Zaalika bimaa „ashauw wakaanuu ya‟taduun. Artinya : Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. Pemaknaan dari pada firman di atas menunjukkan suatu hubungan (ikatan) antara manusia dan TuhanNya dan antara manusia dan manusia. Hubungan sesama manusia meliputi pula hubungan dengan diri sendiri termasuk hubungannya dengan alam sekitarnya. Kedua hubungan tersebut harus berjalan secara simultan dalam arti terdapat sinkronisasi antara Allah Swt sebagai pencipta dan mahlukNya (manusia dan alam sekitarnya). Apabila dilukiskan, maka hubungan dengan Tuhan (Allah) merupakan garis ke atas (vertikal), sedangkan secara mendatar merupakan garis horizontal yang menunjukkan hubungan sesama manusia dan alam sekitarnya. Obyek atau sasaran yang dituju adalah keselarasan dan kemantapan hubungan dengan Allah Swt dan sesama manusia, termasuk dirinya sendiri dan lingkungannya. Demi terwujudnya hubungan tersebut, maka manusia yang merupakan hamba Allah seharusnya ia menjalankan ibadah secara
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
61
seksama sebagai wujud pengabdiannya kepada sang Khalik (Allah Swt). Demikian halnya ia tetap menjaga hubungannya dengan sesama manusia dengan tetap menjalin silaturrahmi dan saling tolong menolong serta tetap menjaga kelestarian alam dan lingkungannya yang juga merupakan ciptaan Allah Swt. Di dalam ajaran Islam dua hubungan itu harus berjalan simultan dan serentak. Hal ini ditujukan pada keselarasan dan kemantapan hubungan dengan Allah dan sesama manusia, termasuk dirinya sendiri dan lingkungannya (hablum minallah wa hablum minan nas). Inilah aqidah dan ini pulalah wasilah (jalan) yang dibentangkan oleh ajaran Islam bagi manusia. Dengan berpegang teguh kepada aqidah atau keyakinan itu, terbuka jalan untuk kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak.
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
62
BAB III MULTI ASPEK ZAKAT A. ASPEK PENDIDIKAN DAN ZAKAT Pendidikan merupakan aspek terpenting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dapat dikatakan bahwa makin tinggi pendidikan seseorang, maka pemahaman tentang mekanisme zakat semakin baik. Hal ini tercermin pada situasi masyarakat yang memiliki kesadaran akan kewajiban membayar maupun menerima zakat. Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa apabila seorang umat memiliki pendidikan yang memadai, baik melalui pendidikan formal maupun non formal, seperti kursus, pelatihan, pengajian dan da‟wah islamiah, maka umat akan lebih mengetahui masalahmasalah Islam termasuk mekanisme zakat, sehingga dengan sendirinya akan termotivasi untuk mau mengeluarkan zakat, baik zakat harta (maal) maupun zakat pribadi (fitrah). Secara konseptual, mekanisme zakat dari aspek pendidikan dapat ditunjukkan gambar sebagai berikut :
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
63
GAMBAR 3.1 MEKANISME ZAKAT DARI ASPEK PENDIDIKAN
1. Formal: a. Dasar dan Menengah b. Pendidikan Tinggi
BESARAN ZAKAT
STRATA PENDIDIKAN
2. Non Formal : a. Kursus b. Pelatihan c. Pengajian/da,wah Berdasarkan gambar di atas, nampak bahwa mekanisme zakat dari aspek pendidikan, baik formal maupun non formal. Dari aspek formal meliputi pendidikan : (a) dasar dan menengah (SD, SMP, dan SMA), dan (b) pendidikan tinggi (S1, S2, dan S3). Pendidikan non formal meliputi : (a) kursus, (b) pelatihan, dan (c) pengajian/da‟wah. Selanjutnya atas dasar strata pendidikan tersebut, muncul kesadaran untuk mengeluarkan zakat sesuai besaran zakat yang telah digariskan oleh agama.
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
64
B. ASPEK PEMERINTAH DAN ZAKAT Pemerintah sebagai penguasa dan dikategorikan sebagai
ulil amri dalam suatu wilayah, di mana memiliki peranan yang
cukup penting dalam menciptakan kehidupan yang madani dalam berbagai aspek kehidupan bagi seluruh umat yang dipimpinnya, termasuk dalam hubungannya dengan pengelolaan zakat. Keberhasilan peranan pemerintah (ulil amri) dalam pengelolaan zakat akan sangat ditentukan oleh beberapa unsur, yaitu : 1. Sejauh mana kebijaksanaan dan peraturan yang dikeluarkan untuk mendukungnya. 2. Transparansi atau keterbukaan dalam melaporkan jumlah penerimaan dan penggunaan dana zakat dalam menunjang kepentingan masyarakat. 3. Pengarahan dan pelayanan yang baik. 4. Keteladanan atau contoh yang ditunjukkan oleh pelaksana pemerintah atau pegawai dalam membayar zakat. 5. Pendistribusian zakat yang adil dan merata sesuai peruntukannya. Secara konseptual, mekanisme zakat dari aspek pemerintah dapat ditunjukkan gambar sebagai berikut :
GAMBAR 3.2 MEKANISME ZAKAT DARI ASPEK PEMERINTAH
PEMERINTAH (ULIL AMRI) :
Kebijaksanaan Transparansi Pengarahan Keteladanan Pendistribusi
Pendistribusian
BESARAN ZAKAT : (MAAL dan FITRAH)
Berdasarkan gambar di atas, nampak bahwa mekanisme zakat dari aspek pemerintah, di mana pemerintah (ulil amri) memiliki unsur-unsur : kebijaksanaan, transparansi, pengarah, keteladanan dan pendistribusi dari pada zakat. Selanjutnya atas dasar tersebut, muncul kesadaran untuk mengeluarkan zakat, baik
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
65
zakat harta (maal) maupun pribadi (fitrah) sesuai besaran zakat yang telah digariskan oleh agama.
C. ASPEK ULAMA DAN ZAKAT Ulama merupakan orang yang memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang agama serta menjalankan perintah dan taat kepada Allah Swt. Ulama juga dapat dikategorikan sebagai lokomotif ataupun tulang punggung dalam mengembangkan ajaran agama Islam. Peranan ulama atau biasa juga disebut da‟i dapat berfungsi sebagai pemberi wejangan, di mana sangat tergantung kepada kualitas maupun kemampuan yang dimiliki, meliputi tingkat pendidikan tertentu, pengetahuan yang luas, metode dan retorika penyajian yang menarik dan mudah dipahami (mengemukakan contoh-contoh yang mudah ditangkap atau dengan bahasa yang baik), materi yang aktual (sesuai dengan perkembangan), dan memiliki keteladanan (satu kata dengan perbuatan), sehingga mampu mendorong atau memotivasi umat untuk melakukan sesuai dengan anjuran yang disampaikannya, termasuk kewajiban menunaikan zakat. Secara konseptual, mekanisme zakat dari aspek ulama dapat ditunjukkan gambar sebagai berikut :
GAMBAR 3.3 MEKANISME ZAKAT DARI ASPEK ULAMA
ULAMA (DA’I) :
Pendidikan Pengetahuan Metode Materi Keteladanan
BESARAN ZAKAT : (MAAL dan FITRAH)
Pendistribusian
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
66
Berdasarkan gambar di atas, nampak bahwa mekanisme zakat dari aspek ulama (da,i), di mana memiliki kemampuan dari aspek : pendidikan, pengetahuan, metode, materi dan keteladanan dari pada pengelolaan zakat. Selanjutnya atas dasar tersebut, muncul kesadaran untuk mengeluarkan zakat, baik zakat harta (maal) maupun pribadi (fitrah) sesuai besaran zakat yang telah digariskan oleh agama.
D. ASPEK LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT Lembaga pengelolaan zakat di Indonesia dapat berupa Badan Amil, Zakat, Infaq dan Sedekah yang disingkat dengan BAZIS. Lembaga BAZIS adalah sebuah lembaga yang ditugaskan oleh pemerintah untuk mengelola dana Zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS) guna meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, pengurus BAZIS sekaligus sebagai amil zakat haruslah : - Berperilaku amanah terhadap tugas yang diembannya. - Mendo‟akan setiap umat yang datang membayar zakatnya (muzakki). - Berlaku adil, kredibel, dan mampu menyelidiki. - Menyusun atau memiliki program-program penerimaan dan penyaluran secara transparansi. - Memiliki pengetahuan tentang berbagai aspek zakat (termasuk perhitungan besarnya zakat). - Memiliki kejujuran ( mengatakan yang sebenarnya ). - Simpatik dan peramah. - Bertanggung jawab atas pengelolaan zakat. Apabila hal-hal di atas telah dimiliki oleh pengurus BAZIS ataupun amil zakat, maka bagi pemberi maupun penerima zakat termotivasi untuk berzakat melalui lembaga yang telah ditentukan tersebut.
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
67
GAMBAR 3.4 MEKANISME ZAKAT DARI ASPEK LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT
1. Perilaku amanah 2. Mendoakan muzakki 3. Adil, kredibel, mampu selidiki 4. Transparansi program NILAI ZAKAT
BAZIS 5. Penghitung zakat 6. Memiliki Kejujuran 7. Simpatik dan peramah 8. Bertanggung jawab
Berdasarkan gambar di atas, nampak bahwa mekanisme zakat dari lembaga pengelola zakat (BAZIS), di mana haruslah berperilaku amanah, mendoakan pembayar zakat (muzakki), bersifat dan berkarakter adil, kredibel, memiliki program yang transparansi, mampu menghitung besaran zakat, memiliki kejujuran, simpatik maupun peramah serta memiliki tanggung jawan terhadap pengelolaan zakat tersebut. Selanjutnya atas dasar tersebut, muncul kesadaran untuk mengeluarkan zakat berdasarkan nilai yang telah digariskan oleh agama.
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
68
BAB IV INDIKATOR DAN TATACARA BERZAKAT A. Indikator Zakat Pada ajaran agama dan pandangan masyarakat Islam terdapat kelompok penduduk yang berkelebihan dan keterbatasan. Bagi yang berkelebihan diwajibkan untuk mengeluarkan sebagian rezeki yang dikaruniakan Allah Swt dalam bentuk zakat. Penduduk (masyarakat) yang berkelebihan dan mempunyai kemampuan disebut dengan muzakki atau pemberi zakat. Sedangkan bagi penduduk (masyarakat) yang masih mengalami keterbatasan atau kekurangan dikategorikan sebagai mustahid atau penerima zakat. Terdapat beberapa indikator ataupun kriteria bagi pemberi zakat (muzakki) seperti berikut ini :
1. Beragama Islam
Kewajiban zakat hanya di wajibkan kepada orang islam. Hadist Rasulullah saw menyatakan, “Abu bakar shidiq berkata, „inilah sedekah (zakat) yang di wajibkan oleh Rasulullah kepada kaum Muslim. “(HR Bukhari).
2. Merdeka
Kewajiban membayar zakat hanya diwajibkan kepada orang-orang yang merdeka. Hamba sahaya tidak di kenai kewajiban berzakat.
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
69
3. Dimiliki secara sempurna
Harta benda yang wajib dibayarkan zakatnya adalah harta benda yang dimiliki secara sempurna oleh seorang muslim.
4. Mencapai nishab
Seorang Muslim wajib membayar zakat jika harta yang dimilikinya telah mencapai nishab. Nishab zakat harta berbeda-beda, tergantung jenis harta bendanya.
5. Telah haul
Harta benda wajib dikeluarkan zakatnya jika telah dimiliki selama satu tahun penuh. Hadist Rasulullah menyatakan, “Abdullah ibnu Umar berkata, „Rasulullah saw bersabda „Tidak ada zakat pada harta seseorang yang belum sampai satu tahun dimilikinya.” (HR Daruquthini).
B. Pengertian Mustahid dan MacamMacamnya Mustahid adalah orang-orang yang berhak menerima zakat. Ketentuan tentang siapa saja yang berhak menerima zakat telah diatur dengan jelas dalam Al-Qur‟an pada surat At-Taubah ayat 60 yang berbunyi :
Innamash shadaqatu lilfuqara‟I walmasakiyni wal‟amiliyna „alaihaa walmu‟allafati quluubuhum wafiyr riqaabi
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
70
walgharimiyna wafiy sabiylillahi wabnis Faridhatamminallahi. Wallahu „aliymun hakiiym
sabiyl.
Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orangorang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan. Sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut : 1. Orang fakir, yaitu orang yang penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari pada taraf yang paling minimal sekalipun. 2. Orang miskin, yaitu orang yang penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup (yang pokok) sehari-hari pada taraf yang paling minimal. 3. Amil zakat, yaitu lembaga atau perorangan yang mengelola zakat. 4. Muallaf, yaitu orang yang baru masuk islam. 5. Riqab, yaitu untuk memerdekakan hamba sahaya. 6. Gharimin, yaitu untuk membebaskan beban orang yang berutang untuk kepentinagan kebaikan. 7. Sabilillah, yaitu untuk kepentingan di jalan Allah. 8. Ibnu Sabil, yaitu orang dalam perjalanan yang kehabisan bekal dan perjalanan tersebut untuk tujuan kebaikan, seperti mahasiswa atau santri yang menuntut ilmu di luar kota. BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
71
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
72
BAGIAN KEDUA MEKANISME ZAKAT
73
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
72
BAB V KAJIAN TEORITIK A. Pandangan AlQur’an Zakat merupakan rukun Islam ketiga ini di sebut dalam alQur‟an di 82 ayat atau tempat, di dalam kitab-kitab hadist, yang kemudian di kembangkan oleh ijtihad manusia yang memenuhi syarat dalam berbagai aliran (mazhab) hukum Islam. Karena itu, kendatipun istilahnya sama, seringkali rumusan dan pengertiannya berbeda (di antara aliran-aliran hukum tersebut). Dalil-dalil yang berhubungan dengan zakat, tertuang dalam al-Qur‟an dan kitab-kitab hadits (al-Hadits). Dalil-dalil yang terdapat dalam kedua sumber hukum islam itu di sebut dalil-dalil naqli, sedang dalil-dalil yang lahir dari itjihad manusia dinamakan dalil aqli. Kajian lebih lanjut merupakan beberapa dalil naqli dan keutamaan zakat yang terdapat di dalam al-Qur‟an, yaitu : 1. Hendaklah manusia mencari rezeki yang halal dan baik. Hal ini tertera pada Al-Qur‟an Surat Al- Baqarah ayat 168 yang berbunyi sebagai berikut :
Yaa „Ayyuhannasu Kuluu mimma fiylardhi hallan thyyban wala tatabi‟uu khuthuwatisysyaythan. Innahu lakum „aduwwum mubiyn.
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
73
Artinya : Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. 2. Harta kekayaan hendaklah menjadi sarana menuju kebaikan hidup di akhirat. Mengenai hal ini Allah Swt berfirman yang tertera pada Al-Qur‟an Surat Al-Qashas ayat 77 sebagai berikut :
Wabtaghi fiyma ‟ataakallahuddaral akhirata. Walatansa nashibaka minaddunya. Wa‟ahsin kamaa ‟ahsanallahu ‟ilaika. Walatabghil fasaada fiylardhi. Innallaha layuhibbul mufsidiyn. Artinya : Dan carilah apa yang telah diakurniakan Allah kepadamu tentang kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi, dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
74
3. Allah Swt melarang orang menimbun emas dan perak tanpa mempergunakannya untuk kepentingan agama dan masyarakat. Allah Swt berfirman yang tertera pada AlQur‟an surat At-Taubah ayat 34 yang berbunyi sebagai berikut :
Yaa „Ayyuhaallaziyna‟aamanuu Inna katsiyramminal ahbaari warruhhbaani laya‟kuluuna „amwalannasi bilbathili wayashudduuna „an sabiylillah. Wallaziynayaknizuunaz zahaba walfidhata walayunfiquunahaa fiy sabiylillahi fabasyirhum bi „azaabin „aliym. Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, 4. Allah melarang memakan hak orang lain secara tidak sah. Allah Swt berfirman pada Al-Qur‟an Surat Al-baqarah ayat 188, yakni :
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
75
Wala ta‟kuluu „amwalakum baiynakum bil bathili watudluu bihaa „ilalhukkaami lita‟kuluu fariyqammin „amwalinnasi bilitsmi wa‟antum ta‟lamuun. Artinya : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui. Selanjutnya Allah melarang riba berlipat ganda, seperti firman-Nya pada Al-Qur‟an Surat Ali Imran ayat 130, yakni :
Yaa „ayyuhaallaziy na‟aamanuu lata ‟kuluur ribaa „adh‟afammudha‟afah. Wattaquullaha la‟allakum tuflihuun. Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
76
Makna riba di sini ialah riba nasi'ah. Menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi'ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah. 5. Pada harta kekayaan seseorang terdapat hak orang yang meminta dan hak orang miskin yang diam. Hal ini diterangkan Allah Swt pada surat Adzdzaryaat ayat 19 sebagai berikut :
Wafiy „amwaalihim haqqullissa‟ili walmahruum Artinya : Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. 6. Allah memerintahkan manusia agar menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. Hal ini seperti firman-Nya pada Al-Qur‟an surat An Nisaa‟ ayat 58 sebagai berikut :
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
77
Innallaha ya‟murukum „antu‟adduul „amanaati „ilaya „ahlihaa waizaa hakamtu baynannasi „antahkumuu bil‟adli. Innallaha ni‟imma ya‟izukum bihi. Innallaha kaana samiy‟aa bashiyra. Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. 7. Allah menggembirakan hati orang yang suka mendermakan hartanya di jalan Allah dan memberikan pahala berlipat ganda di dunia dan akhirat. Hal ini tercermin pada firman Allah pada surat Al-baqarah ayat 245 seperti berikut :
Mmanzallaziy yuqridhullaha qardhan hasanan fayudha‟ifahulahu „dh‟aafan katsiyrah. Wallahu yaqbidhu wayabshuthu wailaihi turjauun Artinya : Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
78
8. Orang-orang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah laksana menanam sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai dan pada setiap tangkai melahirkan seratus biji atau buah. Hal ini dijelaskan oleh Allah Swt pada surat Al-baqarah ayat 261 yang berbunyi sebagai berikut :
Mmatsalullaziyna yunfiquuna „amwalahum fiy sabiylillahi kamatsali habbatin „ambatat sab‟a sanabila fiy kulli sunbulatim miatu habbatin. Wallahu yudha‟ifu limayyasyaa‟u. Wallahu wasi‟un „aliym Artinya : Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas karuniaNya lagi Maha mengetahui. 9. Menampakkan sedekah dengan tujuan untuk di contoh orang lain adalah baik. Tetapi menyembunyikannya lebih baik lagi, supaya tidak menimbulkan riya pada pemberi dan menyakitkan hati yang menerima. Hal ini difirmankan Allah pada Al-qur‟an surat Al-baqarah ayat 271 seperti berikut :
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
79
Intubduush shadaqati fani‟imma hiya. Wa‟intukhfuuhaa watu‟tuuhaal fuqaraa‟a fahuwa khairullakum. Wayukaffiru „ankummin sayyi‟atikum. Wallahu bimaa ta‟maluuna khbiyr. Artinya : Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. 10. Dalam membelanjakan harta, janganlah manusia terlalu kikir dan jangan pula terlalu pemurah. Pernyataan ini difirmankan Allah Swt seperti tertera pada Al-Qur‟an pada surat Al-Israa ayat 29 yang berbunyi sebagai berikut :
Wala taj‟al yadaka maghluulatan „ilaya „unuqika wala tabsuthaa kullal basthi fataq‟uda maluumam mahsuura.
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
80
Artinya : Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Makna dari ayat ini ialah agar kamu jangan terlalu kikir, dan jangan pula terlalu pemurah. 11. Tuhan menjanjikan kehidupan manusia itu bertingkat-tingkat agar dapat saling tolong menolong. Hal ini diterangkan dalam Al-Qur‟an surat Az Zukhruf ayat 32 yang berbunyi sebagai berikut :
„Ahum yaqsimuuna rahmata rabbika. Nahnu qasamnaa bainahumm ma‟iysyatahum fiylhayatiddubya. Warafa‟naa ba‟dhahum fauqa ba‟dhin darajaatil liyattakhiza ba‟dhuhum ba‟dhan sukhriyya. Warahmatu rabbika khairummimmaa yajma‟uun. Artinya : Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu?. Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
81
12. Pada dasarnya adalah sama mendustakan agama, bila orang menelantarkan dan tidak memberi makanan bagi anak yatim. Hal ini telah disinyalir Allah dalam Al-Qur‟an pada surat Almaa‟uun ayat 1 dan 2 seperti berikut :
1. „Ara‟aiytallaziy yukazzibu biddiyn 2. Fadzalikallaziy yadu‟uul yatiym Artinya : 1.Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2. Itulah orang yang menghardik anak yatim 13. Allah memerintahkan orang-orang beriman agar mengeluarkan sebagian dari harta bendanya untuk kebajikan (zakat). Yang di keluarkan itu hendaklah yang berkualitas baik, bukan yang buruk-buruk. Hal ini seperti firman-Nya pada surat Al-baqarah ayat 267 sebagai berikut :
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
82
Yaa „ayyuhaallaziy na‟aamanuu anfiquu min thayybati maa kasabtum wamimmaa „akhrajnalakumminal ardhi. Wala tayammamuul khabiytsa minhu tunfiquuna walastum bi‟akhiziyhi „illa „an tughmidhuu fiyhi. Wa‟lamuu „annallaha ghaniyyun hamiyd Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. 14. Terdapat delapan golongan yang berhak menerima zakat, yaitu fikir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan orang yang sedang dalam perjalanan (ibnussabil). Firman Allah Swt pada surat At-Taubah ayat 60 berbunyi :
Innamaashshodaqatu lilfuqara‟i walmasakiyni wal‟amiliyna ‟alaihaa walmu‟allafati quluubuhum wafiyrriqaabi walgharimiyna wafiy sabiylillahi wabnissabiyli. Fariydhatamminallahi. Wallahu ‟aliymun hakiym Artinya : Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang fakir, orang miskin, pengurus zakat, para muallaf yang diperlunak
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
83
hatinya, untuk memerdekakan budak, orang berutang, untuk jalan Allah (sabilillah), dan orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketentuan yang diwajibkan oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. 15. Di lihat dari segi pengabdian kepada Allah , menunaikan zakat bukanlah memberikan sesuatu kepada-Nya, melainkan mempersembahkan ketakwaan dengan melaksanakan perintah-Nya. Allah Swt berfirman yang tertera pada Al-Qur‟an surat Al-Hajj ayat 37 berbunyi :
Layanalallaha luhuumuhaa wala dimaa‟uhaa walakiyanaluhuttaqwa minkum. Kazaalika sakharahaalakum litukabbruullaha „alaa maa hadakum. Wabasyiril muhsiniyn Artinya : Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
84
B. Kajian Hadist Kajian mengenai zakat maupun sedekah, di samping yang terdapat dalam Al-Qur‟an, juga terdapat beberapa dalil naqli yang terdapat di dalam kitab-kitab hadist, yakni (antara lain) : 1. Dari Abu Hurairah r.a berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,
sekiranya aku memiliki emas sebesar gunung Uhud, aku tidak akan senang emas itu tersisa sedikitpun di sisiku selama tiga hari. Kecuali yang aku sisihkan untuk membayar utang (Hr. Bukhari – Misykat).
Maksud dari hadist tersebut, bahwa Rasulullah berkeinginan untuk menyedekahkan semuanya kurang dari tiga hari hingga tidak tersisa sedikit pun. Selanjutnya hadist tersebut bermakna pula bahwa terdaoat dorongan untuk memperbanyak zakat maupun sedekah, namun melunasi utang harus lebih diutamakan.
2. Dari Abu Hurairah r.a, berkata bahwa Rasulullah saw bersabda apabila waktu shubuh tiba, dua malaikat turun dari langit. Malaikat yang pertama berkata, wahai Allah, berilah balasan kepada orang yang menafkahkan hartanya. Malaikat yang kedua berkata, Wahai Allah, binasakanlah harta orang yang menggenggannya (bakhil). (Muttafaq alaih – Misykat). Makna dari hadist ini ialah apa saja yang dinafkahkan untuk kebaikan, Allah akan menggantinya dengan balasan yang berlipat ganda. Namun demikian, dapat dikatakan bahwa orangorang yang menyimpan hartanya biasanya mengalami musibah yang dapat memusnahkan harta mereka, misalnya kebakaran, kecurian/perampokan, kehilangan, belanja yang sia-sia dan sebagainya.
3. Dari Abu Umamah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, Wahai anak Adam, belanjakanlah apa yang melebihi keperluanmu, ini adalah lebih baik bagimu. Jika kamu menggenggamnya, maka hal itu adalah buruk bagimu. Menyimpan sekedar keperluan tidaklah tercela. Pada waktu memberikan nafkah, utamakanlah orang yang menjadi tanggung jawabmu. (Hr.Muslim – misykat).
Makna dari hadist ini ialah bahwa harta yang ada apabila telah berkelebihan hendaknya dikeluarkan sebagian untuk orang
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
85
(umat) yang membutuhkannya. Prioritas utama dalam mengeluarkan harta tersebut adalah yang menjadi tanggung jawab kita, seperti anak, istri ataupun suami, kerabat dekat, anak tinggal (pembantu) maupun hewan-hewan peliharaan kita. Namun demikian, zakat maupun sedekah untuk kepentingan umat juga penting.
4. Dari Uqbah bin Harist r.a. berkata, Saya pernah shalat Ashar di belakang Rasulullah saw di Madinah. Tak lama kemudian Rasulullah saw berdiri dengan tergesa-gesa menerobos orangorang di situ, lalu memasuki salah satu rumah Azwajir Muthaharah (isteri-isterinya yang suci). Perbuatan Rasulullah itu sangat mengherankan kami dan kami berpikir apa yang sedang terjadi. Setelah kembali, Rasulullah Saw dapat merasakan keheranan orang-orang, lalu bersabda, Aku teringat sekeping emas yang tertinggal di rumahku, aku tidak suka hal itu menghalangiku (jika maut telah tiba dan sekeping emas itu masih tertinggal, maka di padang mahsyar nanti akan menjawab pertanyaan dengan hisab). Oleh karena itu aku pergi untuk menyuruh agar menyedekahkannya dengan segera (Hr.Bukhari – Misykat). Hadist tersebut mengandung makna bahwa harta yang tersimpan, misalnya sekeping emas hendaknya segera disedekahkan/dizakatkan kepada orang yang membutuhkan. Hal ini dilakukan Rasulullah Saw agar dapat diertanggungjawabkan harta tersebut pada saat menjawab pertanyaan di hari perhitungan (hisab).
5. Dari Abu Hurairah r.a. berkata bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah saw, Wahai Rasulullah saw. Sedekah sejenis apakah yang paling besar pahalanya? Rasulullah saw. menjawab, Kamu bersedekah dalam keadaan sehat, masih menginginkan harta, ada kebimbangan takut kalau-kalau menjadi miskin dan meiliki angan-angan untuk menjadi kaya. Dan janganlah menunda-nunda hingga ajalmu hampir tiba, maka barulah kamu mengatakan, harta ini aku berikan kepada si fulan (masjid), harta yang ini kepada si fulan (madrasah). Padahal sesungguhnya harta itu telah menjadi milik si fulan (orang lain). (Hr. Muttafaq alaih- Misykat). Makna hadist ini ialah bahwa hal yang utama untuk berzakat maupun bersedekah adalah dalam keadaan sehat walafiat, masih cinta pada harta tersebut, kebimbangan harta BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
86
tersebut jika mengalami kekurangan. Hal tersebut jangan menunda waktu untuk segera berzakat maupun bersedekah mumpung ajal belum menjemput.
6. Dari Abu Hurairah r.a berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda. Salah seorang dari kalangan Bani Israil berkeinginan untuk sedekah secara sembunyi-sembunyi pada waktu malam. Pada malam itu dengan diam-diam dia meletakkan sedekahnya di tangan seseorang kemudian dia pulang secara diam-diam pula. Keesokan harinya banyak orang memperbincangkan bahwa pada malam tadi seseorang telah memberikan sedekah kepada seorang pencuri. Orang yang telah memberikan sedekah tadi berkata, Wahai Allah, segala puji bagi-Mu, sedekahku telah jatuh ke tangan seorag pencuri. Kemudian dia berazam, malam ini akan bersedekah secara diam-diam (karena sedekah tadi dianggapnya rusak). Pada malam itu ia pun keluar diam-diam lalu memberikan sedekah kepada seorang perempuan. Keesokan harinya orang banyak membicarakan bahwa pada malam tadi seseorang telah memberikan sedekah kepada pelacur. Pemberi sedekah itu berkata, Wahai Allah, segala puji bagi-Mu, sedekah telah sampai kepada perempuan penzina. Pada malam ketiga dia kembali bersedekah secara sembunyisembunyi. Kali ini sedekahnya jatuh ke tangan orang kaya. Keesokan harinya ramai orang memperbincangkannya bahwa seorang telah memberikan sedekah kepada orang kaya. Pemberi sedekah itu berkata, Wahai Allah, segala puji bagi-Mu, sedekahku telah sampai ke tangan pencuri, pezina dan orang kaya. Malam itu dia bermimpi bahwa sedekahnya telah di terima oleh Allah swt. Sedekahnya ditakdirkan ke tangan pencuri, agar pencuri itu bertaubat dari tabiat mencuri. Dan diterima oleh seorang pelacur, karena mungkin perempuan itu mungkin ia bertaubat ketika mengerti bahwa Allah Swt. memberi rezeki walaupun perempuan itu tidak menghinakan dirinya dengan pekerjaannya yang keji. Dan jatuh ke tangan orang kaya, agar orang kaya itu mendapat ajaran bahwa seorang hamba Allah Swt. telah bersedekah dengan diam-diam, dan mungkin dia pun akan menyedahkan harta yang telah Allah Swt. berikan kepadanya. (Hr. Muttafaq alaih-misykat). Makna dari hadist ini bahwa zakat maupun sedekah yang dilakukan dengan hati yang ikhlas walaupun sasaran dari pada zakat maupun sedekah tersebut tidak tepat, namun Allah Swt memberikan berkah dari pemberi zakat maupun sedekah tersebut. BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
87
Dibalik semua itu, dapat mengandung hikmah bahwa dengan dilakukan sedekah tersebut, maka penerima zakat maupun sedekah menyadari bahwa dirinya telah dianugrahkan harta berupa zakat maupun sedekah, sehingga bertaubat kepada Allah Swt.
7. Dari Ali r.a berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, Bersegerahlah kamu bersedekah, karena musibah tidak dapat melangkahi sedekah. (Hr. Razi; Misykat). Hadist tersebut mengandung makna bahwa zakat maupun sedekah dapat mencegah berbagai musibah yang menimpanya. Dalam sebuah hadist dikatakan bahwa zakat maupun sedekah dapat menutup tujuh puluh pintu musibah (Maulana, M, 2004 : 75).
8. Dari Abu Hurairah r.ac berkata bahwa Rasulullah saw Bersabda bahwa sedekah tidak mengurangi harta. Allah akan menambah kemuliaan kepada orang yang pemaaf. Dan barangsiapa merendahkan diri karena mencari keridhaan Allah swt, maka Allah swt. memberinya derajat yang tinggi. (Hr. Muslim – misykat).
Hadist tersebut mengandung makna bahwa zakat maupun sedekah tersebut dikategorikan sebagai penyubur harta ( motto : zakat itu subur) (Harafah, 2009 : vi).
9. Dari Abu Hurairah r.a dari nabi saw. Beliau bersabda bahwa ketika berada di padang pasir, salah seorang mendengar suara dari awan, Curahkanlah air ke atas tanah si fulan. Setelah itu awan tersebut mulai bergerak ke suatu arah dan menurunkan hujan lebat ke atas sebidang tanah yang keras dan berbatu. Seluruh air itu menggenang di suatu tempat lalu mengalir melalui satu saluran. Orang yang mendengar suara itu pun mengikuti aliran air itu. Air itu telah sampai ke suatu tempat di mana seseorang sibuk memasukkan air itu ke tanahnya. Dia bertanya kepada orang itu, Siapakah anda? Orang itu memberitahukan namanya seperti yang ia dengar dari awan tadi. Pemilik tanah itu kemudian bertanya, mengapa anda menanyakan nama saya? Dia berkata, saya mendengar suara dari awan yang dari padanya anda mendapat air, curahkanlah air kepada ketanah si fulan. Dan nama andalah yang telah saya dengar dari awan itu. Amalan apakah yang anda lakukan di tanah ini ? Pemilik tanah itu menjawab, Karena anda telah menjelaskan semuanya, maka saya pun terpaksa mendengarkannya. Apapun yang saya hasilkan dari tanah ini BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
88
saya bagikan ke dalam tiga bagian. Satu bagian segera saya sedehkahkan dijalan Allah swt., satu bagian saya gunakan untuk keperluan anak –isteri dan satu bagian lagi saya gunakan untuk tanah ini. (Hr. Muslim - Misykat).
Makna hadist ini ialah dengan dilakukannya zakat maupun sedekah akan begitu banyak keberkahan yang diberikan oleh Allah Swt. Seperti kisah di atas, nampak bahwa akibat dari membelanjakan sepertiga dari hasil tanahnya karena Allah Swt, sehingga tanahnya terpelihara, dan mendapatkan hasil lagi dalam panen selanjutnya. Ini berarti bahwa zakat itu berkah.
10. Dari Abu Huraiah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda bahwa seorang perempuan yang melacur telah mendapat ampunan Allah Swt. karena perbuatannya sebagai berikut. Ketika ia dalam suatu perjalanan, dia melewati seekor anjing yang sedang berdiri di tepi mulut sumur. Karena kehausan anjing itu menjulurkan lidahnya. Anjing itu hampir mati karena kehausan. Perempuan itu membuka sepatunya yang terbuat dari kulit, di mana mengikatnya dengan tali yang panjang lalu dengan sepatunya ia mengambil air dari sumur itu dan diberinya anjing itu untuk minum. Seseorang bertanya kepada Rasulullah Saw. Apakan kita memperoleh pahala, jika berbuat baik pada hewan ?. Rasulullah Saw menjawab, berbuat baik kepada setiap makhluk yang bernyawa, akan mendapat pahala (Hr. Muttafaq-Misykat). Penjelasan hadist ini mengandung makna bahwa berbuat baik kepada sesame makhluk yang bernyawa mendapatkan pahala dari Allah Swt. Walaupun hewan yang tak berakal sepertihalnya manusia, namun kita menyadari bahwa makhluk tersebut juga memerlukan krbutuhan untuk mempertahankan hidup, maka ganjaran kebaikan terhadap makhluk tersebut mendapatkan pahala dari Allah Swt.
11. Dari Ali r.a. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda bahwa di dalam surga terdapat rumah-rumah yang semua benda di dalamnya dapat di lihat dari luar dan semua benda di luarnya dapat di lihat dari dalam. Para sahabat bertanya, wahai Rasulullah Saw, siapakah yang akan memilikinya ?. Rasulullah Saw menjawab. Mereka yang berkata-kata dengan baik dan yang melayani manusia dengan makanan dan selalu berpuasa dan yang mengerjakan sholat pada malam hari pada waktu
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
89
manusia sedang tidur (Hr. Ibnu Abi Syaibah, Tirmidzi, Durrul Mantsur).
Hadist tersebut mengandung makna bahwa orang sholeh, yakni menjalankan perintah Allah Swt, maka balasannya adalah surge yang penuh kenikmatan. Pada kisah hadist di atas digambarkan bahwa pemilik surge adalah orang yang berkata baik, member layanan baik terhadap manusia, menjalankan puasa dan sholat tengah malam (tahajud).
12. Asma r.a. berkata bahwa Rasulullah saw telah bersabda kepadanya, belanjakanlah sebanyak-banyaknya dan janganlah menghitungnya. Jika engkau berbuat begitu nanti Allah Swt juga akan menghitung untuk engkau. Janganlah menumpuknumpuk harta, bila demikian nanti Allah Swt akan menutup pembarian-Nya kepada engkau. Belanjakanlah sesuai kemampuanmu (Hr. Muttafaq alaih-Misykat). Makna dari hadist ini ialah bahwa apabila melakukan perbuatan baik (zakat maupun sedekah) hendaknya jangan menghitung-hitung pemberian tersebut, karena boleh jadi Allah Swt akan membuat perhitungan dan membatasi karunia-Nya. Olehnya itu nilai keikhlasan semata-mata karena perintah Allah Swt, maka balasannya adalah dari Allah Swt.
13. Dari Abu Sa‟id r.a. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, barang siapa memberi pakaian kepada orang Islam yang tidak memiliki pakaian, Allah Swt akan memberikannya pakaian berwarna hijau di dalam surga. Barang siapa member makan karena orang Islam yang lapar, maka Allah Swt akan memberinya makanan buah-buahan dari surge. Dan siapa saja memberi minum kepada orang Islam yang kehausan, maka Allah Swt akan memberinya minum arak yang dicap (Hr. Abu Dawud dan Tirmidzi-Misykat).
Hadist tersebut mengandung makna bahwa arak yang baik adalah arak yang masih dicap, di mana dinyatakan dalam Al-Qur‟an untuk orang-orang sholeh. Mengenai hal ini Allah Swt berfirman pada surat A-Muthaffifii ayat 22 – 26 sebagai berikut :
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
90
„Innal ,abraara lafiy na‟iym. „Alal‟ara‟iki yanzuruun. Ta‟rifu fiy wujuuhihim nadhratan na‟iym. Yusquuna mirrahiyqim makhtuumi. Khitamuhu misku. Wafiy zalika falyatanaa fasil mutanafisuun. Artinya : Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (syurga). Mereka duduk di atas singgasana yang tebal dan lembut dan akan melihat di sekelilingnya keajaiban syurga. Kamu akan melihat sinar kesenangan dan kegembiraan dari wajah mereka. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya). Layaknya berbau kasturi. Mengenai hal ini manusia berlomba-lomba memperebutkan kelebihan dan kesenangannya. Makna dari hadist ini ialah orang yang berbuat baik (sholeh/sholehah) akan dapat menikmati minuman air surge berupa khamar yang baunya seperti kasturi. Hal ini diperlombakan oleh setiap manusia yang berada di syurga nanti. Nampak bahwa jika berbuat baik, seperti manfkahkan sebagian rezki yang diberikan oleh Allah Swt berupa zakat maupun sedekah, maka di akhirat kelak nanti akan menikmati atau meminum air segar berupa khamar murni yang baunya seperti kasturi.
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
91
14. Dari Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda bahwa orang yang berusaha memenuhi keperluan para wanita yang tidak bersuami dan orangorang miskin, seolah-olah sedang melakukan jihad fisabilillah. Perawi mengatakan beliau telah bersabda juga bahwa mereka seolah-olah melakukan sholat sepanjang malam tanpa putus dan berpuasa sepanjang hari tanpa buka (Hr. Muttafaq alaih-Misykat).
Hadist ini mengandung arti bahwa wanita-wanita yang tidak bersuami adalah yang ditinggalkan suaminya atau belum menikah (kawin). Pada pandangan tersebut dapat dinyatakan bahwa barang siapa yang berjalan untuk memenuhi keperluan saudaranya atau menyampaikan manfaat kepadanya, maka amalannya serupa dengan berjihad di jalan Allah Swt. Dalam sebuah hadist lain dapat dikatakan bahwa barang siapa yang memenuhi hajat saudaranya yang muslim/muslimah, maka Allah Swt akan memenuhkan tujuh puluh hajatnya, di mana yang paling kecil adalah hajat untuk diampuni dosa-dosanya (Kanzul „Ummal dalam Maulana, M, 2004 : 95).
15. Dari Abu Dzar r.a. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda “terdapat tiga jenis manusia yang disayangi Allah Swt, yaitu : (a) seorang peminta sedekah datang kepada kumpulan manusia dan meminta sedekah karena Allah Swt. Sedangkan ia tidak mempunyai kaitan apaapa dengan kumpulan itu, anggota kumpulan itu juga tidak ada yang mempunyai hubungan kerabat dengannya, sehingga tidak ada seorangpun dari kumpulan itu yang memberikan sedekah kepadanya kecuali salah seorang dari mereka yang diam-diam menemui si peminta tadi dan memberikan sesuatu sebagai sedekah. Pemberian sedekah itu tidak diketahui oleh siapapun kecuali hanya Allah Swt dan sipenerima. Orang inilah yang sangat disayangi Allah Swt, (b) Satu rombongan dalam perjalanan, karena berjalan sepanjang malam dan letih, maka rasa kantuk menyerang, di mana BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
92
tidak ada yang paling diinginkannya kecuali berbaring dan tidur. Tetapi salah seorang dari mereka terus berdiri menghadap Allah Swt sambil menangis dan membaca AlQur‟an, dan (c) Seseorang yang mengambil bagian dalam peperangan bersama pasukannya dan menemui kekalahan, tetapi orang itu meneruskan peperangan seorang diri hingga mati syahid atau mendapat kemenangan. Sedangkan tiga orang yang dibenci Allah Swt, yakni : (1) orang yang sudah tua tetapi masih berzina, (2) orang miskin yang sombong, dan (3) orang kaya yang zalim” (Hr. Tirmidzi-Misykat).
Pemahaman lebih lanjut tentang hadist di atas, nampak bahwa Allah Swt menyayangi hambanya yang berbuat kebajikan, seperti pemberian zakat maupun sedekah secara sembunyi, di mana hanya Allah yang Maha Tahu, hamba yang sering sholat tengah malam dan hamba yang berjihad/ berjuang dalam peperangan menegakkan kalimat Allah Swt, sehingga mati syahid.
16. Dari Fathimah binti Qais r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “ Di dalam harta terdapat hak-hak yang lain di samping zakat “. Penajaman hadist ini tertuang dalam Al-Qur‟an Surat Al-baqarah ayat 177 yang berbunyi :
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
93
Laysal birra „antuwalluu wujuu hakum qibalal masyriqi walmaghribi walakinnal birra man „amana billahi walyaumil „akhiri walmalaa‟ikati walkitabi wannabbiyna wa‟atal maala „alaa hubbihi zawilqurba walyatamaa walmasakiyna wabnassabiyli wassa‟iliyna wafiyrriqabi wa‟aqamashshalata wa‟atazzakaata walmuufuuna biahdihim „za „ahaduu washshabiriyna filba‟saa‟I wadhdharra‟I wahiynal ba‟si. „Uulaa‟ikallaziynashadaquu. Wa‟ulaa‟ikahumul muttaquun Artinya : Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikatmalaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orangorang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
17. Buhaisah r.a. mengatakan bahwa bapaknya telah bertanya kepada Rasulullah Saw, “apakah sesuatu yang apabila seseorang memintanya tidak dibenarkan menolak permintaannya?”. Rasulullah Saw menjawab, “Air”. Bapaknya bertanya sekali lagi mengenai hal yang BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
94
sama, maka Rasulullah Saw menjawab, “Garam”. Bapaknya sekali lagi bertanya dan Rasulullah Saw menjawab, “kebaikan apapun yang engkau lakukan kepada siapa saja adalah baik bagimu “ (Hr. Abu DawudMisykat).
Makna dari hadist tersebut bahwa kebutuhankebutuhan rumah tangga yang mendasar, seperti air dan garam harus dapat disedekahkan kepada yang membutuhkannya, dan tidak boleh menolak permintaannya. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa kebutuhan dasar tersebut secara ekonomi cukup murah harganya dan dapat diproduksi dengan cara yang lebih mudah, namun sangat penting untuk kelengkapan kebutuhan hidup dalam rumah tangga.
18. Saad bin Ubadah r.a. berkata, “Wahai Rasulullah Saw, ibu saya telah meninggal dunia, sedekah apa yang lebih baik baginya agar pahalanya sampai kepada ruhnya ?. Rasulullah Saw bersabda, air adalah lebih baik. Kemudian Saad r.a. menggali sebuah sumur untuk ibunya agar pahalanya disampaikan kepada ibunya (Hr. Malik, Abu Dawud, Nasai-Misykat).
Hadist tersebut mengandung makna bahwa “air” merupakan kebutuhan utama umat manusia. Air bisa menjadikan manusia dan makhluk lainnya untuk melepas dahaga dan keperluan hidup lainnya. Oleh karena itu, barang siapa menggali sumur untuk menmperoleh air dan diberikan kepada sesame makhluk, maka ganjaran pahalanya mengalir terus walaupun sudah meninggal dunia.
19. Dari Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “apabila seseorang meninggal dunia, maka pahala amalannya terputus. Kecuali ada tiga perkara yang menyebabkan pahalanya terus diperoleh, yakni (a) sedekah jariah, (b) ilmu yang bermanfaat, dan (c) anak sholeh yang sering mendoakan orang tuanya setelah orang tuanya meninggal dunia” (Hr. Muslim-Misykat, Abu Dawud, Nasai, dan lain-lain). BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
95
Pemahaman hadist ini ialah bahwa amalan yang dilakukan oleh umat manusia pada ketiga hal di atas, maka perolehan pahala akan mengalir terus walaupun sudah meninggal dunia. Dengan kata lain, roh manusia yang sering melaksanakan hal di atas tetap memperoleh rekening amal walaupun telah meninggal dunia.
20. Aisyah r.a. berkata bahwa suatu ketika mereka menyembelih seekor kambing dan membagi-bagikan dagingnya. Rasulullah Saw bertanya kepada mereka. Berapa banyak lagi yang tersisa ?. Aisyah r.a menjawab, hanya sepotong daging paha saja. Rasulullah Saw bersabda, “Semuanya tersisa kecuali sepotong daging paha saja” (Hr. Tirmidzi-Misykat). Pemaknaan dari hadist tersebut ialah bahwa apa yang telah dibelanjakan karena Allah Swt, sebenarnya itulah yang masih tertinggal, karena pahalanya kekal. Sedangkan sisanya yang tertinggal tidak diketahui apakah sampai ke tempat yang kekal atau pun tidak.
21. Dari Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dari hari akhirat hendaklah ia memuliakan tamunya, jangan menyakiti tetangganya, hendaklah berbicara dengan baik atau diam” (Hr. Muttafaq Alaih-Misykat).
Makna dari hadist tersebut ialah bahwa hendaknya kita tetap menjaga silaturahim guna menjaga keharmonisan hidup. Terlebih lagi dalam menjaga rukun tetangga, di mana tetanggalah yang pertama kita minta bantuan, jika ada halhal yang dibutuhkan. Dengan kata lain, wujud iman kepada Allah Swt adalah mempersiapkan diri untuk bekal di yaumil khair (akhirat) dan menjaga silaturahim sesame manusia termasuk tetangga.
22. Dari Abu Syuraih al Ka‟bi r.a., sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, “barang siapa yang beriman pada Allah Swt dan hari akhirat, maka hendaknya ia memuliakan tamunya. Jaaizah (jamuan bagi tamu) adalah satu hari BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
96
satu malam, dan jangka waktu pelayanannya adalah tiga hari tiga malam, kemudian setelah itu adalah sedekah. Tidak dibenarkan bagi tamu untuk tinggal terlalu lama sehingga tuan rumah mengeluarkannya karena menyusahkan tuan rumah (Hr. Muttafak Alaih-Misykat).
Makna dari hadist ini ialah adab tentang keimanan seseorang dalam menjamu tamunya. Tuan rumah hendak melayani tamunya dengan akhlak yang baik, lemah lembut dan menunjukkan perhatian serius. Demikian halnya bagi yang bertamu hendaknya mengetahui adab yang telah digariskan dalam ajaran agama seperti aturan hadist di atas.
23. Dari Abu Said r.a., sesungguhnya dia mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah bersahabat kecuali dengan orang beriman (Islam) dan janganlah memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa (Hr. Tirmidzi, Abu Dawud, Darami-Misykat). Berdasarkan pernyataan hadist tersebut nampak bahwa dalam menjalin hubungan sesama manusia hendaknya seiman dan seakidah. Namun dalam hubungan lain dibolehkan untuk bergaul, namun tetap pada pendirian (istiqamah) berdasarkan iman dan akidah agamnya.
24. Abu Hurairah r.a. bertanya kepada Rasulullah Saw bersabda, “Jenis sedekah yang manakah yang paling baik ?. Rasulullah Saw menjawab, “Ialah sedekah yang dikeluarkan oleh orang yang tidak berkemampuan, di mana dengan susah paying mengusahakannya. Utamakan sedekah kepada orang-orang yang berada di bawah tanggunganmu” (Hr. Abu Dawud dan lainnyaMisykat). Maksud dari hadist ini ialah orang yang berada dalam kemiskinan dan kesempitan serta mempunyai banyak keperluan, namun dengan usahanya sendiri ia mencari nafkah kemudian menyedekahkannya. Hal ini merupakan sedekah yang paling baik. Lebih lanjut Basyar r.a berkata bahwa terdapat tiga jenis amalan yang sangat sukar untuk dilaksanakan namun BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
97
mempunyai amalan yang baik jika bisa dilakukan, yakni : (a) dermawan dalam keadaan miskin, (b) Taqwa dan takut kepada Allah Swt dalam keadaan sunyi danseorang diri, dan (c) mengucapkan perkataan yang benar (hak) di hadapan orang yang ditakuti dan diharapkan.
25. Dari Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, Apabila seorang wanita menyedekahkan makanan dari rumahnya agar makanan itu tidak menjadi rusak, sehingga menjadi mubazir dan lainnya, maka untuk ia akan mendapatkan pahala. Suaminya akan mendapat pahala karena dia telah mencari rezeki dan orang yang telah menyiapkan makanan itu (baik laki-laki maupun wanita) juga akan mendapatkan pahala. Pada ketiga orang itu, tidak ada seorangpun yang pahalanya dikurangi karena dibagi-bagikan kepada yang lain (Hr. Muttafak Alaih-Misykat). Pemaknaan dari hadist ini adalah jaringan pahala yang diterima sebagai akibat dari sedekah yang diberikan kepada yang membutuhkannya. Hal ini terjadi bahwa suami member sebagian pendapatannya kepada isteri sebagai haknya. Kemudian isteri membelanjakan harta itu, maka akan mendapatkan pahala yang sempurna, baik isteri maupun suaminya.
26. Dari Ibnu Abbas r.a. secara marfu dikatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Setiap kebaikan merupakan sedekah, pahala mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan adalah sebanding dengan pahala orang yang mengamalkannya, dan membantu orang yang mendapatkan musibah adalah disukai Allah Swt (Maqashidul Hasanah, Jamius Shaghir).
Hadist ini mengandung makna pula bahwa setiap perbuatan baik dapat dikatakan sebagai sedekah. Lebih lanjut dikatakan bahwa melerai ataupun mendamaikan manusia dalam perselisihan juga dikatakan sebagai sedekah. Demikian halnya menyingkirkan benda yang membahayakan di jalan juga merupakan sedekah, bahkan setiap gerakan BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
98
persendian tubuh untuk kebugaran tubuhnya adalah juga merupakan sedekah.
27. Dari Syaddad bin Aus r.a. berkata bahwa dia mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa mengerjakan sholat dengan niat riya (dipuji), maka dia sudah berbuat syirik, barang siapa puasa dengan niat berbuat riya, maka dia telah berbuat syirik, bila untuk membanggakan diri, maka dia telah berbuat syirik (Hr. Ahmad-Misykat).
Makna dari hadist ini ialah bahwa apabila aktivitas seseorang tidak ikhlas karena Allah Swt atau hanya ingin mendapatkan pujian dari manusia (riya), maka ibadah orang tersebut tidak diterima oleh Allah Swt, bahkan dikategorikan sebagai syirik (menyekutukan Allah Swt).
28. Sesungguhnya sedekah akan menyelamatkan seseorang dari panasnya azab kubur. Seorang mukmin pada hari kiamat sungguh akan berlindung di bawah naungan sedekahnya (Hr. Thabrani). 29.Bersedekahlah, sesungguhnya sedekah dapat membebaskan kalian dari neraka (Hr. Thabrani) (Hikmat Kurnia dan Hidayat, 2008 : 73)
30. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “ Allah Swt berfirman, “Wahai anak Adam berinfaklah, sebab infak engkau akan mendapatkan nafkah” (Muttafak Alaih). 31. Khalifah Ali bin Abi Thalib menyatakan, “Pancinglah rezeki dengan sedekah. 32. Rasulullah Saw bersabda, “ Bersegeralah bersedekah, sebab bala (sanksi) tidak pernah bias mendahului sedekah” 33. Ibnu Abi Al-Ja‟ad berkata, “ Sesungguhnya sedekah itu akan menolak tujuh puluh pintu dari kecelakaan dan mengeluarkannya secara sembunyi-sembunyi adalah BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
99
tujuh puluh kali lebih utama dari pada mengeluarkannya secara terang-terangan” 34. Rasulullah Saw bersabda, “ Obatilah penyakitmu dengan sedekah 35. Sedekah dapat menunda kematian dan memperpanjang umur 36. Rasulullah Saw bersabda, “ Perbanyaklah sedekah, sebab sedekah bisa memperpanjang umur 37. Sedekah (menafkahkan hartanya) dapat mencegah dari api neraka dan kemurkaan Allah Swt di hari akhir 38. Jika salah seorang di antaramu miskin, mulailah dari dirinya, jika ada kelebihan diberikan buat keluarganya, jika ada kelebihan lagi buat kaum kerabatnya atau buat yang ada hubungan kekeluargaan dengannya, kemudian bila masih ada barulah untuk ini dan itu (Hr. Muslim) 39. Rasulullah Saw selalu memesankan kepada pegawai yang ditugaskan mengadakan penaksiran harta kekayaan pertanian dan buah-buahan untuk menentukan dan menaksir barang-barang yang wajib untuk dizakatkan, beliau mengatakan, “ Apabila kamu mengadakan penaksiran, ambillah dan sisakan sertiga atau seperempat (Hr. Ahmad) (Hikmat Kurnia dan Hidayat, 2008 : 95)
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
100
BAB VI KAJIAN KUANTITATIF ZAKAT A. Aspek Kuantitatif Zakat Secara kuantitatif, zakat merupakan perhitungan atas dasar jumlah zakat yang dapat disalurkan oleh pemberi zakat (muzakki) dan yang diterima oleh penerima zakat (mustahid). Pemahaman zakat secara kuantitatif dapat dikategorikan sebagai zakat itu subur. Hal ini dapat berarti bahwa transaksi zakat itu merupakan suatu aktivitas yang dapat menambah pendapatan/penghasilan bagi para penerima zakat. Di lain pihak bagi pembayar zakat, secara kuantitatif dapat mengeluarkan sebagian rezki (pendapatan) yang diperoleh kepada jalan Allah Swt. Jika proses atau pelaksanaan pembayaran zakat dapat dilakukan secara langsung antara pemberi zakat (muzakki) dan penerima zakat (mustahak), maka jumlah yang diberikan dan jumlah yang diterima adalah sama. Di lain pihak, apabila proses pembayaran zakat dilakukan melalui Amil (pengelola) zakat, maka jumlah yang diberikan belum tentu sama dengan orang yang menerima zakat. Hal ini disebabkan karena proses atau pelaksanaan zakat melalui Amil (pengelola) zakat akan dikumpulkan terlebih dahulu, kemudian disalurkan pada orang-orang yang berhak menerima zakat. Proses penyaluran zakat yang demikian dapat muncul berbagai alternatif sebagai berikut : 1. Secara kuantitatif, jumlah yang diterima para Amil lebih besar, sedangkan yang disalurkan ke penerima zakat lebih sedikit. 2. Jumlah yang diterima oleh para Amil sama dengan yang disalurkan dengan para penerima zakat. 3. Jumlah yang diterima oleh para penerima zakat, secara rata-rata lebih besar dari pada rata-rata yang telah ditentukan oleh para Amil. 4. Jumlah yang disalurkan oleh para Amilr tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
101
Selanjutnya tentang pelaksanaan zakat fitrah (pribadi), di mana waktu pelaksanaannya khusus pada bulan Ramadhan. Dalam hal ini proses atau pendistribusian zakat fitrah dapat dilakukan hingga akhir idul fitri (1 syawal), yakni sebelum khatib naik di mimbar (pembacaan khutbah). Dengan demikian, transaksi mengenai zakat fitrah ini hanya dilakukan secara khusus pada bulan Ramadhan hungga awal bulan Syawal atau hari Raya Idul Fitrih (sebelum khatib naik di mimbar untuk membaca khutbah). Selanjutnya, hal yang penting dalam pelaksanaan zakat adalah proses atau transaksi dari pada zakat harta (maal). Zakat maal adalah suatu kegiatan, di mana para muzakki mengeluarkan sebagian dari rezki (pendapatan) yang dimiliki olehnya sesuai ketentuan (aturan) yang didasarkan pada AlQur‟an dan Sunatullah (Hadist Rasulullah Saw). Secara kuantitatif, proses pelaksanaan zakat harta (maal) ini dapat dilakukan antara muzakki dan penerima zakat (mustahak). Pelaksanaan zakat harta ini bisa disalurkan langsung kepada yang berhak menerimanya. Namun demikian, agar lebih efektif dan efisiennya proses pelaksanaan/pendistribusian zakat harta ini, sebaiknya ada suatu badan atau lembaga yang menanganinya, yakni Badan Amil Zalat, Infak dan Sedekah (BAZIS). Pada umumnya prosentase pengeluaran zakat harta yang dilakukan oleh para muzakki sebesar 2,5 persen atau 1/40 dari jumlah kekayaan yang dimiliki. Batasan minimal dari harta atau kekayaan yang dimiliki oleh para muzakki yang wajib untuk dikeluarkan zakatnya adalah setara dengan nilai 96 gram emas. Batasan minimal zakat tersebut diistilahkan dengan „nisab‟. Batasan minimal kekayaan (nisab) yang wajib untuk dikelaurkan oleh para muzakki tersebut didasarkan pula pada pendapatan (penghasilan) yang diperoleh selama setahun. Waktu perolehan harta tersebut diistilahkan dengan „haul‟.
B. Model Atau Formulasi Pembayaran Zakat Model atau formulasi pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan sesuai ketentuan AlQur‟an dan Hadist Rasulullah Saw. Namun demikian, perlu pula diatur oleh Pemerintah sebagai
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
102
pengatur dalam pemerintahan (ulil amri). Oleh karena itu seorang hamba (umat) seyogyanya harus taat dan patuh kepada Allah Swt, Rasulullah dan Pemerintah (ulil amri). Hal ini telah diterangkan oleh AlQur‟an Surat Annisa ayat 59, di mana Allah Swt berfirman sebagai berikut :
Yaa‟ayyuhaalladziyna‟aamanuu‟Athiy‟uullaahaWa‟athiy‟uurras uula Wa‟uulil amri minkum. Faain tanaza‟tum fiy syay‟iin farudduuhu ‟ilallahi warrasuuli ‟inkuntum tu‟minuuna billahi walyaumil akhiri. Zalika khairun wa‟ahsana ta‟wiyla. Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Ketentuan zakat fitrah biasanya dilakukan oleh Pemerintah setempat yang diatur berdasarkan Surat Keputusan (SK) pada masing-masing wilayah (Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota). Secara kuantitatif, zakat fitrah yang dikeluarkan oleh setiap orang sebesar 3,5 Kg dari makanan yang dimakan selama setahun. Formulasinya dapat dirumuskan seperti berikut :
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
103
n
∑ di mana :
3,5 Kg (n)
1 n adalah orang yang membayar zakat ∑ adalah total (jumlah) orang membayar zakat Kg adalah ukuran jenis zakat (Kilogram).
Selanjutnya untuk zakat maal, secara kuantitatif dapat diformulasikan sebagai berikut :
n
∑
2,5 % Y (n)
1 n
∑
atau
1/40 Y (n)
1 di mana :
n ∑ Y
adalah orang yang membayar zakat adalah total (jumlah) orang membayar zakat adalah jumlah pendapatan (Yield).
C. Potensi Zakat Secara legalitas, zakat telah dianjurkan untuk dilaksanakan, baik pada Al-Qur‟an maupun dalam hidup berbangsa dan bernegara. Pada Al-Qur‟an, seperti pada Surat Attaubah ayat 103, yakni ajakan kepada kaum pemberi zakat ( muzakki) untuk melaksanakan zakat. Sedangkan golongan penerima zakat (mustahid) terdapat pada surat Attaubah ayat 60.
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
104
1. Potensi Zakat Dalam Masyarakat (buttom up planning) Pada kehidupan berbangsa dan bernegara, anjuran zakat diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia no. 38 tahun 1999. Demikian halnya secara regional dapat diatur berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA). Berdasarkan kajian kuantitatif, potensi zakat harta (maal) yang berasal dari masyarakat (buttom up planning), maka secara nasional dapat dihitung sebagai berikut : Jumlah penduduk Indonesia saat ini sekitar 250 juta jiwa. Dari jumlah tersebut terdapat sekitar 80 % beragama Islam atau sekitar 200 juta jiwa. Apabila terdapat sekitar 120 juta jiwa golongan muzakki atau wajib untuk mengeluarkan zakat, di mana telah memenuhi standar minimal zakat (nisab), misalnya berpenghasilan Rp. 2,5 juta/bulan atau sekitar Rp. 30 juta/tahun. Tentunya hal ini setara dengan 96 gram emas yang dimiliki oleh setiap warga. Kewajiban untuk mengeluarkan zakat sebesar 2,5% atau 1/40. Dengan demikian, potensi pendapatan nasional yang diperoleh dari zakat sebesar (2,5% x 30 juta) x 120 juta = Rp. 90 triliun. Secara regional, Provinsi Sulawesi Tenggara dalam rangka memberdayakan ekonomi umat dengan slogan “Bangun Kesejahteraan Masyarakat (BAHTERAMAS)”, di mana jumlah penduduk Sulawesi Tenggara sekitar 2,3 juta jiwa, dan misalnya terdapat 1 juta orang tergolong sebagai muzakki (pemberi zakat). Dengan demikian, maka potensi zakat yang diperoleh sebesar (2,5% x 30 jt) x 1 juta = Rp. 750 milyar. Demikian halnya kota Kendari, di mana terdapat sekitar 300.000 penduduk, dan misalnya terdapat 100.000 penduduk yang tergolong sebagai muzakki (pemberi zakat). Dengan demikian, maka potensi zakat yang diperoleh sebesar (2,5% x 30 jt) x 100.000 = Rp. 75 milyar. Berdasarkan perhitungan di atas, Nampak bahwa apabila pemberdayaan zakat dapat terlaksana dengan baik, maka berbagai problema social ekonomi masyarakat dapat teratasi.
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
105
2. Potensi Zakat Pada Berbagai Instansi (top down planning) Berdasarkan kajian di atas, di mana sumber dana zakat berasal dari inisiatif dan kesadaran dari masyarakat ( buttom up planning), maka jika ada anjuran dari berbagai instansi (pemerintah dan swasta) yang bersifat perencanaan dari atas ( top down planning), maka perhitungan zakat (maal) dapat dihitung sebagai berikut : Misalnya pendapatan nasional sebesar Rp. 200 triliun. Idealnya dalam rangka mensucikan keuangan Negara, maka zakat yang diperoleh 1/40 x Rp. 200 triliun = Rp. 5 triliun. Kemudian secara regional di Provinsi Sulawesi Tenggara terdapat Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp. 1 triliun, maka zakat yang diperoleh sebesar 1/40 x Rp. 1 triliun = Rp. 25 milyar. Demikian halnya, pada setiap wilayah Kabupaten/Kota seharusnya sebelum membelanjakan anggarannya untuk berbagai kegiatan hendaknya membersihkannya melalui zakat harta ( maal). Begitu pula pada setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), hendaknya membersihkan terlebih dahulu anggaran yang diperoleh. Jika hal ini dapat terlaksana dengan baik, maka asas pemerataan dalam hidup dengan semboyan ”senasib sepenanggungan” dalam mewujudkan Negara “Baldatun Thoybatun Warabun Ghafur” dapat terwujud. Disadari atau tidak, setiap aktivitas kita dalam kehidupan ini akan tetap dalam pengawasan yang Maha ghaib dan Maha mengetahui (Allah Swt).
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
106
BAB VII KAJIAN KUALITATIF ZAKAT A. Makna Ibadah Zakat merupakan ibadah dan pendekatan kepada Allah Swt. Dalam rukun Islam, zakat berada pada posisi ketiga setelah Sholat, dan terletak pada posisi pertengahan di antara lima rukun Islam, di mana didahului dengan ucapan dua kalimat syahadat, kedua mendirikan sholat, ketiga adalah zakat, keempat adalah berpuasa dan kelima adalah ibadah haji. Pada aspek koneksitas (hubungan), ibadah zakat merupakan perwujudan hubungan secara vertikal kepada Allah Swt dan hubungan horisontal antar sesama manusia. Hubungan vertikal adalah merupakan ibadah bagi pembayar zakat ( muzakki), sesuai aturan dan persyaratan tentang zakat. Kemudian dari hubungan sesama manusia, Nampak bahwa dengan membayar zakat terdapat rasa senasib sepenanggungan, dalam arti bagi muzakki dapat membantu saudaranya yang masih tergolong sebagai penerima zakat (mustahid). Zakat di dalam Al-Qur‟an dan hadist terkadang disebut dengan sedekah (Hikmat dan Hidayat, 2008 : 3). Kesepadanan maupun kesamaan zakat dan sedekah ini tertuang dalam firman Allah Swt pada surat At Taubah ayat 103, yang berbunyi sebagai berikut :
Khuz min „amwalihim shodaqatan tuthahhiruhum watuzakkihim bihaa washalli „alaihim. Inna sholataka sakanullahum. Wallahu samiy‟un „aliym BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
107
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Di dalam sebuah hadist shahih, ketika memberangkatkan Mu‟adz bin Jabal ke Yaman Rasulullah Saw bersabda, “Beritahu mereka bahwa Allah Swt mewajibkan membayar zakat (sedekah) dari harta orang kaya yang akan diberikan kepada fakir miskin di kalangan mereka (Hr. Bukhari dan Muslim). Zakat terkadang disebut dengan kata shadakah (sedekah), sehingga zakat bermakna sedekah dan sedekah bermakna zakat. Lafaznya berbeda, namun memiliki makna yang sama. Zakat memiliki konteribusi dan peran besar dalam dakwah dan jihad yang mutlak membutuhkan harta. Urgensi keterkaitan antara dakwah dan harta tercermin secara implisit dalam Al-Qur‟an, di mana tatkala menyebutkan batas pengorbanan seorang muslim kepada Islam, umumnya kata “amwal” (harta) selalu diiringi dengan “anfus” (jiwa). Hal ini tercermin dalam Al-Qur‟an surat At Taubah ayat 111 yang berbunyi :
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
108
Innallahasy taraya minal mu‟miniyna „anfusahum wa‟amwalahum bianna lahumul jannah. Yuqatiluuna fiy sabiylillahi fayaqtuluuna wayuqtaluun. Wa‟dan „alaihi haqqan fiyttauraati wal injiyli walqur‟aan. Waman „aufa biahdih minallah. Fastabsyiruu biba‟ikumullaziy baaya‟tum bih. Wadzaalika huwal fauzul adhiym Artinya : Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. Hal itu telah menjadi janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain dari pada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. Selanjutnya, terdapat beberapa statement bahwa dengan zakat mempunyai makna ibadah, yakni :
1. Zakat itu Berkah dan Subur Zakat bisa bermakna berkah, karena dengan membayar zakat hartanya akan bertambah atau tidak berkurang, sehingga akan menjadikan hartanya tumbuh laksana tunas-tunas pada tumbuhan karena karunia dan keberkahan yang dilimpahkan oleh Allah Swt kepada pemberi zakat (muzakki). Rasulullah Saw bersabda, “harta tidak berkurang karena sedekah maupun zakat, di mana sedekah maupun zakat tersebut tidak diterima dari cara yang tidak dibenarkan menurut syar‟i (Hr. Muslim).
2. Zakat Beriringan Dengan Sholat Zakat dan sholat dalam Al-Qur‟an disebutkan sebanyak 82 kali, di mana kata zakat disebutkan secara beriringan dengan sholat, sehingga zakat memiliki kedudukan yang sama dengan
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
109
sholat, tidak seperti halnya kewajiban lainnya, yakni puasa dan haji. Berdasarkan pandangan di atas, maka antara zakat dan sholat beriringan yang berarti bahwa tidaklah diterima amalan sholat seseorang jika zakatnya tidak ditunaikan (Hikmat dan Hidayat, 2008 : 6). Pada sebuah hadist yang diriwayatkan Ibnu Mas‟ud, di mana Rasulullah Swa bersabda, “Allah Swt memerintahkan kepada kita agar mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan barang siapa yang tidak menunaikan zakat, maka sholatnya tidak diterima” (Hr. Thabrani).
3. Sanksi Keengganan Berzakat Perintah menunaikan zakat digambarkan oleh Allah Swt pada rukun Islam ketiga. Hal ini dapat bermakna bahwa apabila ditunaikan zakat berarti ia menjalankan perintah Allah Swt. Sebaliknya, jika tidak ditunaikan, maka ia ingkar atas perintah Allah Swt. Keengganan dalam menunaikan zakat, maka yang bersangkutan akan dikenakan sanksi seperti yang disinyalir oleh Firman Allah Swt dalam Al-Qur‟an surat Ali Imran ayat 180, yakni :
Wala yahsabannallaziyna yabkhaluuna bimaa „aatahumullahu min fadhlihi huwa khairallahum. Balhuwa syarrullahum. Sayuthawwaquunamaa bakhiluubihi yaumal qiyamah. Walillahi miyrasus samawati wal „ardhi. Wallahu bimaa ta‟maluuna khabiyr
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
110
Artinya : Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya, di mana ia menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan yang ada di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. Selanjutnya, Rasulullah Saw bersabda, “barang siapa diberi oleh Allah Swt harta benda, kemudian ia tidak menunaikan zakat hartanya, maka ia diumpamakan pada hari kiamat sebagai seorang pemberani yang gundul, ia mempunyai dua bisa ular dikalungkan kepadanya, lalu mengambil tulang rahangnya seraya berkata, aku adalah simpananmu, aku adalah hartamu (Hr. Muslim). 4. Nilai Tambah Ibadah Zakat Zakat dapat pula menambah nilai tambah ibadah (value added), baik dalam ibadah secara vertikal atau hablumminallah maupun horizontal atau hablumminannas. Penjabaran lebih lanjut
mengenai nilai tambah ibadah tersebut adalah : a. Mewujudkan rasa syukur atas nikmat dan karunia yang dilimpahkan kepada umat manusia. b. Menciptakan hidup kebersamaan, senasib sepenanggungan c. Mendidik jiwa manusia suka berkorban dan membersihkan jiwa dari sifat kikir, serakah dan bakhil d. Menghindari sifat egoism dalam kehidupan e. Melandasi hidup dalam pembagian rezeki yang diberikan Allah Swt f. Menghindarkan diri dari hal-hal yang dilarang Allah Swt g. Memperkecil gap (jurang pemisah) antara sikaya dan simiskin h. Bersifat sosialistis, karena meringankan beban fakir miskin dan meratakan nikmat Allah Swy yang dilimpahkan kepada manusia (Moh. Rifai, 1978 : 370).
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
111
B. Makna Hakiki Kehidupan Pada hakekatnya zakat merupakan salah satu sistem kerohanian Islam (ekonomi Islam), di mana mengandung arti dan makna yang sangat hakiki dalam sistem kehidupan sosial. Dalam hal ini, nampak bahwa zakat itu dapat mencerminkan kemurnian, kesucian dan kebersihan dalam kehidupan. Dengan perkataan lain bahwa Islam bermaksud hendak menekankan pada manusia suatu kenyataan, bahwa diilhami oleh cinta sesungguh-sungguhnya pada Allah, bantuan kebendaan suatu keuangan yang diberikannya kepada saudaran-saudaranya yang seagama itu akan meningkatkan dan mensucikan jiwanya, dapat mensucikan hartanya dari kemungkinan kekotoran yang merupakan sebagian hak-hak orang lain yang ada di dalamnya. Mendalami hakekat kehidupan, maka zakat dapat bermakna sebagai berikut : 1. Pertumbuhan dan perkembangan (growth and development). Hal ini terjadi karena zakat dapat mengantarkan kehidupan dan kesejahteraan di dunia dan insya Allah kepada dapat mengantarkan kebahagiaan yang hakiki dan kekal abadi di akhirat kelak. 2. Pembersihan dan pensucian. Makna hakikat dari zakat ialah pembersihan jiwa dari sifat keserakahan, karena ia dituntut untuk berkorban demi kepentingan orang lain. Demikian halnya zakat berfungsi sebagai penebar kasih sayang pada kaum yang tak beruntung serta penghalang bagi tumbuhnya benih kebencian terhadap kaum kaya dari kaum miskin. Makna hakikat pensucian melalui zakat adalah menghapus dosa-dosa yang ada akibat pelanggaran kepada Allah Swt. Dengan demikian, maka zakat dapat menciptakan ketenangan dan ketentraman bukan hanya kepada penerimanya, tetapi juga kepada pemberinya. 3. Investasi atau modal dunia dan akhirat. Zakat sebagai modal dunia adalah berperannya harta zakat itu bagi kesejahteraan semua warga masyarakat dengan jalan mempergunakan harta itu sebagai harta yang berkembang. Sedangkan zakat
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
112
sebagai modal akhirat, dimaksudkan tak lain dari pahala yang akan dianugrahkan Allah Swt kepada kita karena harta yang kita terima di dunia telah disalurkan dan dipergunakan sesuai dengan perintah Allah Swt. 4. Sumber keuangan Islam. Zakat merupakan sumber penting dalam struktur keuangan ekonomi Islam. Di samping sebagai salah satu rukun Islam, dalam pengertian harfiah, zakat berarti pembersihan. Tapi dalam pengertian tehnis, zakat adalah sebagai alat untuk distribusi sebagian kekayaan orang kaya yang ditujukan untuk orang miskin dan orang yang membutuhkannya. Zakat merupakan kewajiban agama yang harus dibayar oleh setiap orang muslim di dalam masyarakat yang telah memenuhi persyaratan tertentu (nisab), dan harus dibayarkan dalam keadaan apapun. Dana yang terkumpul tersebut digunakan untuk membantu anggota masyarakat yang kurang beruntung. Dengan demikian, zakat membentuk masyarakat untuk bekerja sama, bertindak sebagai lembaga penjamin (asuransi), dan penyedia dana cadangan bagi masyarakat Islam. Zakat merupakan modal bantuan yang dikumpulkan oleh masyarakat yang dapat digunakan untuk membantu orang yang menganggur, fakir miskin, yatim piatu, orangorang cacat, orang sakit dan sebagainya. Singkatnya bahwa zakat sangat penting sebagai jaminan sosial bagi setiap anggota masyarakat Islam sehingga tak seorangpun perlu merasa cemas akan masa depannya. 5. Aspek Moral, Sosial dan Ekonomi. Zakat merupakan proses dan pusat keuangan negara Islam. Zakat ini meliputi bidang-bidang moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang moral, zakat berarti mengikis habis ketamakan dan keserakahan si kaya. Dalam bidang sosial, zakat bertindak sebagai alat khas yang diberikan Islam untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan si kaya akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki. Dalam bidang ekonomi, zakat berarti mencegah penumpukan kekayaan yang mengerikan dalam BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
113
tangan segelintir orang dan memungkinkan kekayaan untuk disebarkan sebelum sempat menjadi besar dan sangat berbahaya dari tangan pemiliknya. Ia merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan negara. Selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut: Zakat sebagai sistem keuangan dan ekonomi karena ia merupakan pajak harta yang ditentukan, kadang-kadang sebagai pajak kepala seperti zakat fitrah dan kadang-kadang sebagai pajak kekayaan yang dipungut dari modal dan pendapatan seperti halnya zakat pada umumnya. Zakat adalah sumber keuangan baitul-mal dalam Islam yang terus menerus. Ia dipergunakan untuk membersihkan tiap orang dari kesusahan dan menanggualangi kebutuhan mereka dalam bidang ekonomi dan lain-lain. Kemudian zakat merupakan suatu cara yang praktis untuk pengumpulan kekayaan dan menjadikannya agar dapat berputar dan berkembang. Zakat sebagai sistem sosial, karena ia berfungsi menyelamatkan masyarakat dari kelemahan baik karena bawaan ataupun karena keadaan, menanggulangi berbagai bencana dan kecelakan, memberikan santunan kemanusiaan dari yang berada menolong yang tidak punya, yang kuat membantu yang lemah, orang miskin dan ibnu sabil, memperkecil perbedaan antara si kaya dan si miskin. Zakat sebagai salah satu sistem politik, karena pada asalnya negaralah yang mengelola pemungutan dan pembagiannya terdadap sasaranya dengan memperhatikan atas keadilan, dapat memenuhi kebutuhan, mendahulukan yang penting. Itu semua dilakukan dengan menggunakan sarana yang kuat dan terpercaya, yaitu para amil zakat, sebagaimana juga sebagai sarana zakat itu sesuatu yang menjadi urusan negara seperti para muallaf dan Sabilillah. Zakat sebagai satu sistem moral, karena zakat bertujuan membersikan jiwa orang-orang kaya dari kekikiran yang merusak dan egois yang membenci orang. Zakat membersihkan mereka dengan pengorbanan dan cinta kebaikan dan ikut merasakan penderitaan orang lain dengan amal nyata. Zakat juga dapat menghilangkan rasa hasud dan dengki dalam hati oarang tidak punya dan mengokohkan rasa cinta-mencintai dan persaudaraan sesama manusia.
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
114
Zakat sebagai sistem keagamaan, karena menuaikan zakat adalah salah satu tonggak dari iman, salah satu rukum islam dan termasuk ibadah tertinggi yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebagai sistem agama karena tujuan pertama membayar kepada mereka yang membutuhkan adalah untuk menguatkan iman kepada agama dan menolongnya untuk taat kepada Allah, dan melaksanakan perintahNya. Selain itu karena agamalah yang membawa ajaran zakat itu, menerangkan hukum-hukumnya, menjelaskan kadar dan sasarannya. Sebagai zakat itu untuk menolong kerabatnya yang membutuhkan dan sebagian lain untuk membentuk hati mereka yang belum kuat imannya dan juga untuk membela agama yang menyebarkan da‟wahnya, sehingga tidak ada lagi fitnah dan agama itu hanya untuk Allah Swt belaka. Pada pandangan di atas, maka nampak bahwa yang menjadi tujuan azasi dari perinsip zakat, yaitu menciptakan keadilan sosial di dalam kehidupan bermasyarakat, mengurangi dan memperkecil jurang yang ada antara miskin dan kaya, sehingga akan melenyapkan ketegangan-ketegangan sosial, di dalam menciptakan pembangunan hidup yang serasi dan selaras dalam lingkungan masyarakat (Daria, 2008 : 9).
BAGIAN KE TIGA KAJIAN ZAKAT
115
BAGIAN KE EMPAT
SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
116
BAB VIII SUBYEK ZAKAT A. Legalitas Zakat 1. Aspek Nasional Zakat merupakan aspek normatif (ibadah) yang ditunaikan oleh umat Islam, di mana merupakan salah satu rukun Islam. Dalam pelaksanaannya, maka diperlukan suatu aturan hukum (legalitas) zakat. Pelaksanaan zakat di Indonesia diatur berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 tahun 1999, di mana di dalamnya memuat tentang pengelolaan zakat. Pada Undang-Undang zakat no. 38 tahun 1999 menekankan pada pengelolaan zakat yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan dana zakat. Di dalam Undang-Undang tersebut kita tidak ditemukan nisab, kadar dan waktu pengeluaran zakat, di mana pada UndangUndang tersebut banyak diungkapkan tentang prinsip-prinsip dan teknis pengelolaan zakat. Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi dikeluarkannya Undang-Undang no. 38 tahun 1999, yakni : 1. Adanya pasal 19 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadah menurut agamanya masing-masing. 2. Penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam di Indonesia yang mampu dan berhasil mengumpulkan dana zakat yang merupakan sumber dana potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan umat. 3. Zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakayat Indonesia dengan masyarakat yang kurang mampu. 4. Upaya sistem pengelolaan dana zakat perlu harus ditingkatkan agar berdaya guna dan berhasil guna. Dengan demikian, maka diharapkan agar ditingkatkan kesadaran bagi pemberi zakat (muzakki) untuk menunaikan kewajiban dalam
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
117
membayar zakat sebagai penyuci jiwa dan hartanya. Demikian halnya bagi penerima zakat (mustahid) dapat terangkat derajatnya dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Berdasarkan hal tersebut, maka apabila dikelola dengan baik tentang zakat semata-mata karena Allah Swt dan mengharapkan keridhaan-Nya. Patut disyukuri atas lahirnya Undang-Undang zakat tersebut, di mana semakin mengokohkan eksistensi Badan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah (BAZIS) di negara kita (Hasan Ismail R, blogspot.com, 16 Juni 2009). Pola manajemen pengelolaan zakat di Indonesia dinilai belum optimal pengelolaannya, karena kurangnya tenaga ahli yang profesional, sehingga zakat yang memiliki banyak fungsi, bahkan belum diatur oleh pemerintah dengan benar menurut aturan syariah. Adapun fungsi zakat tersebut adalah : a. Zakat merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt (taqarub indallah). b. Zakat sebagai sarana pencintaan kerukunan hidup antara golongan kaya dan fakir miskin. c. Membersihkan harta yang kotor, karena telah bercampur dengan harta penerima zakat (mustahid). d. Memberikan modal kerja kepada golongan lemah agar merubah hidupnya secara layak. e. Sebagai salah satu sumber dana pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan umat Islam. f. Zakat merupakan instrumen dalam mendistribusikan pendapatan.
2. Aspek Regional (Daerah) Di samping secara nasional, legalitas zakat dapat pula diadakan di setiap wilayah regional atau daerah yang ada di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar pengelolaan zakat di daerah dapat dilakukan secara optimal.
a. Peraturan Daerah Batam Pengelolaan zakat di Batam, akhirnya disahkan menjadi Peraturan Daerah (PERDA) pada Jum‟at 27 Maret 2009. Pada peraturan daerah ini, di mana bagi warga yang memiliki
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
118
penghasilan minimal Rp 2,1 juta per bulan dan Rp 15 juta per tahun, maka diwajibkan untuk membayar zakat, atau dapat dikategorikan sebagai muzakki. Zakat warga dikelola oleh Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) maupun lembaga zakat lainnya yang ada di Batam. Semua dana yang terhimpun dari pemberi zakat tersebut akan diaudit dan dipertanggungjawabkan ke Pemerintah Kota maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Batam. Pemanfaatan dana tersebut segera diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan tujuan mengentaskan kemiskinan. Sebagai akibat dari penerimaan zakat tersebut, maka banyak program yang bisa dilaksanakan, di mana warga yang ada di Batam sebanyak 440 jiwa dikategorikan sebagai pembayar zakat (muzakki). Berdasarkan pandangan di atas, maka dengan disahkannya PERDA zakat tersebut diharapkan bisa meningkatkan kemakmuran umat Islam dan warga Batam pada umumnya (http://saptarika.wordpress.com).
b. Peraturan Daerah Belitung Peraturan Daerah dalam rangka penguatan pengelolaan zakat di Belitung. Pada Perda tersebut, di mana diperlukan suatu aturan tentang bagaimana zakat diwajibkan untuk pejabat, Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), hingga tatacara pelaksanaan zakat bagi BUMD kabupaten/kota yang telah memenuhi syarat membayar zakat. Sebagai gambaran bahwa di Gresik BUMDnya sudah ada yang bayar zakat Rp 500 juta ke BAZNAS Gresik. Pemerintah Daerah (Pemda), ulama dan da‟I setempatpun memiliki peran untuk mensosialisasikan dan mengedukasi masyarakatnya, terutama terkait zakat maal yang selaras dengan potensi zakat di daerahnya. Hal ini mengingat bahwa masyarakat masih banyak yang berpikiran tentang zakat hanyalah zakat fitrah. Zakat fitrah sifatnya temporer (saat bulan Ramadhan) saja, namun pengelolaan zakat harta ( maal) tidak terbatas, yakni tergantung pada kadar, nisab dan haul yang telah dipersyaratkan. Di samping itu, penyaluran zakat dari pemberi zakat (muzakki) kepada penerima zakat (mustahid) harus terlaksana dengan baik, seperti halnya yang ada di Belitung Timur. Selain itu, Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang ada di kabupaten/kota harus mempunyai integrasi data muzakki dan mustahid yang tepat. Hal BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
119
ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam hal penyaluran zakat. Peraturan Daerah tentang zakat tidak mungkin bertentangan dengan dasar Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, demikian halnya tidak bertentangan pula dengan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Jika ada ekses dalam pelaksanaan Perda zakat, misalnya zakat PNS yang dipungut rata-rata tanpa memperhatikan syarat dan penghitungan zakat, tidak harus Perda dibatalkan, tapi mungkin pelaksanaan Perda zakat harus diperbaiki (pusat.baznas.go.id).
c. Peraturan Daerah Kota Kendari Asas legalitas tentang Peraturan Daerah (Perda) zakat di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara, yakni Perda Nomor 1 tahun 2008 tentang pengelolaan Zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS). Berdasarkan pada Perda tersebut, isinya berkenaan dengan gaji setiap PNS di Kota Kendari dipotong sebesar 2,5 persen atau 1/40 dari penghasilan. Pemotongan gaji tersebut dilakukan masingmasing Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD), kemudian disetor ke rekening Giro Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) melalui Bank Muamalat Kendari. Kebijakan yang dituangkan pada Perda tersebut menuai tanggapan baik dari PNS di lingkungan kota Kendari maupun masyarakat luas termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dapat dijelaskan bahwa pembayaran zakat memang hukumnya wajib, namun tidak boleh ada unsur pemaksaan. Hal ini sangat tergantung pada kesadaran bagi masyarakat. Sebaiknya jika telah memenuhi persyaratan zakat, seperti nisab, haul, kadar zakat, dan lain-lainnya, maka prosesi zakat itu dapat diselenggarakan (m.kompasiano.com/post/red). Atas dasar pandangan di atas, maka secara regional, Perda Zakat hendaknya diterapkan di seluruh wilayah daerah di Indonesia, mengingat sebagian besar masyarakatnya menganut agama Islam, sehingga proses pengelolaan zakat dapat diterapkan dengan baik, dengan harapan bahwa keridhaan Allah Swt dapat terwujud sesuai perintahNya dan sunatullah (hadist) Rasulullah Saw.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
120
B. Pemerintah Sebagai Ulil Amri Minkum Menurut ajaran Islam, zakat sebaiknya dipungut oleh negara atau pemerintah yang bertindak sebagai wakil masyarakat, termasuk para penerima zakat (fakir, miskin, dan sebagainya) dan para pemberi zakat (muzakki). Pandangan ini merupakan perintah Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw, agar Nabi memungut zakat dari harta orang-orang kaya. Allah Swt berfirman dalam AlQur‟an pada surat At Taubah ayat 103 yang telah dijelaskan di atas. Selanjutnya perintah Rasulullah Saw kepada Muaz yang menjadi Gubernur Yaman, agar ia memungut zakat dari orangorang kaya dan kemudian dibagi-bagikan kepada fakir miskin (Hr. Bukhari). Zakat pada hakekatnya adalah distribusi kekayaan di kalangan umat Islam dalam upaya mempersempit jurang pemisah (gap) antara orang kaya dan miskin serta menghindari pemupukan kekayaan di tangan perorangan. Sebaiknya pengelolaan zakat diatur oleh pemerintah (negara) sebagai ulil amri minkum (pemimpin amanah), di mana manfaatnya antara lain sebagai berikut : 1. Para wajib pajak atau muzakki lebih disiplin dan keteraturan dalam menunaikan kewajibannya dan fakir miskin ataupun penerima zakat lainnya (mustahid) lebih terjamin haknya. 2. Perasaan fakir miskin (mustahid) lebih dijaga kehormatannya, tidak seperti halnya peminta-minta. 3. Pembagian zakat akan menjadi tertib dan adil. 4. Zakat diperuntukkan bagi kepentingan umum seperti sarana dan prasarana ibadah (mesjid, mushollah, TPA sanggar). Hal ini pemerintah lebih mengetahui sasaran peruntukkannya. Pemerintah ataupun negara mempunyai beberapa lembaga atau badan pengelolaan zakat, baik tingkat pusat maupun di daerah. Pada tingkat pusat berupa Lembaga Amil, Zakat, Infaq dan Sedekah (LAZIS), Badan Amil, Zakat, Infaq dan Sedekah (BAZIS), dan Lembaga atau Badan lainnya. Sedangkan pada tingkat daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) berupa Lembaga Amil, Zakat, Infaq dan Sedekah Daerah (LAZISDA), Badan Amil, Zakat, Infaq dan Sedekah Daerah (BAZISDA), dan Lembaga atau Badan lainnya yang dibentuk di daerah.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
121
C. Struktur Organisasi Zakat Di samping penjelasan di atas tentang perlunya pemerintah (negara) dalam mengelola zakat, maka hal yang terpenting juga adalah pengorganisasian atau struktur organisasi zakat. Hal ini perlu dilakukan agar pelaksanaan zakat dapat dikoordinasikan dan dapat diarahkan, di mana subyek maupun obyek dari pada zakat lebih mantap untuk mengetahui proses pengelolaan zakat mulai dari awal hingga pada sasaran dari pada zakat tersebut. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengornisasian zakat, yakni : 1. Penanggung jawab tertinggi seyogyanya di tangani oleh pemerintah atau pejabat tertinggi dalam strata pemerintahan setempat atau lingkungan tertentu. Namun demikian, unsur-unsur masyarakat Islam diikutsertakan dan turut pula bertanggung jawab. 2. Pelaksananya adalah suatu lembaga tetap dengan pegawai yang bekerja penuh secara profesional, dibiayai pada permulaan dengan subsidi pemerintah, kemudian secara berangsur-angsur oleh dana amal zakat sendiri. 3. Kebijaksanaan harus dirumuskan secara jelas dan dipergunakan sebagai dasar perencanaan, pengumpulan dan pendayagunaan zakat, sumber dan sasaran pemanfaatannya untuk suatu waktu tertentu. 4. Program pendayagunaan zakat harus terinci supaya lebih efektif dan produktif bagi pengembangan masyarakat. 5.Usulan proyek penggunaan dana untuk pelaksanaan program yang dilakukan oleh lembaga dan/atau organisasi masyarakat harus didasarkan pada studi kelayakan. 6. Mekanisme pengawasan dilakukan atas dasar peraturanperaturan, administrasi, baik ketatausahaan maupun pembukuan. Pada setiap semester atau akhir tahun dibuat laporan kinerja yang transparan. 7. Pengembangan dasar-dasar hukum tentang zakat, pemahaman tentang zakat, sumber zakat, masalah pengumpulan dan pendayagunaannya dilakukan melalui penelitian, baik secara teoritik (kepustakaan) maupun empiris (lapangan). 8. Penyuluhan dalam rangka menciptakan kondisi yang kondusif guna menarik simpatik masyarakat untuk menunaikan ibadah zakat dilakukan secara teratur dan terus menerus (Muh. Daud Ali, 1988 : 65-66).
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
122
Berdasarkan pandangan di atas, dalam sistem pengorganisasian zakat terdapat pula hal-hal yang sangat urgen (penting) guna mewujudkan pengelolaan zakat yang berkualitas, yaitu subyek (pelaksana) maupun obyek (sasaran) zakat menempatkan azas kejujuran, adil, disiplin dan motivasi, sehingga pengelolaan zakat tersebut merupakan tanggung jawab moral kehadirat Allah Swt.
D. Imam dan Pegawai Syara Dalam aktivitas mengenai zakat, diperlukan pula imam atau pemimpin umat Islam di suatu wilayah untuk mengelola zakat. Hal ini sangat penting, karena keyakinan umat Islam terhadap aktivitas imam merupakan orang atau warga yang fanatik atau rutin terhadap pelaksanaan ajaran agama. Imam merupakan pimpinan umat, apakah dalam menjalankan ritual agama Islam di masjid/mushollah atau sarana peribadatan lainnya. Imam dapat pula dijadikan sebagai panutan umat dalam setiap tindakan. Sebagai pemimpin umat, maka secara religius imam dapat mempertanggungjawabkan apa-apa yang telah dipimpinnya. Setiap manusia yang dilahirkan di muka bumi dikategorikan sebagai imam (pemimpin), minimal memimpin dirinya sendiri secara pribadi. Olehnya itu, setiap imam (pemimpin) dapat mempertanggungjawabkan tentang kepemimpinannya, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Mengenai hal ini, ajaran agama Islam menjelaskan sebagai berikut : ” Setiap manusia (jiwa) adalah
pemimpin, dan akan mempertanggunjawabkan kepemimpinannya tersebut ”.
tentang
Selanjutnya Allah Swt menyuruh kamu untuk melaksanakan amanah orang yang memberikan amanah kepadamu. Hal ini tercermin pada Firman Allah Swt yang tertera pada Al-Qur‟an surat ke 4 ayat 58 yang berbunyi :
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
123
Innallaha ya‟murukum „antu‟adduul „amanati „ilayaa „ahlihaa wa‟izaa hakamtum banyan naasi „antahkumuu bil‟adli. „Innallaha ni‟immaa ya‟idhikum bihi. „Innallaha kaana sami‟am bashiyr Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. Pemahaman tentang imam pada suatu wilayah ataupun masyarakat tertentu biasanya dikategorikan sebagai pegawai syara. pegawai syara dimaksudkan untuk mengurus umat dari berbagai kebutuhan keagamaan, seperti : pelaksanaan ibadah sholat, pengelolaan zakat, urusan Haji dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan ibadah umat Islam dapat dilaksanakan secara ikhlas, teratur, disiplin, terarah yang disesuaikan dengan syarat-syarat atau ketentuan agama Islam.
E. Tokoh Adat dan Masyarakat Imam merupakan pemimpin umat Islam dalam aktivitas peribadatan. Di lain pihak, pada zona atau daerah tertentu terdapat kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang disepakati untuk
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
124
dilaksanakan demi kepentingan bersama. Kebiasaan-kebiasaan tersebut dilakukan secara turun temurun berdasarkan aturan maupun persyaratan yang telah ditetapkan bersama. Aturan maupun persyaratan tersebut diistilahkan dengan “adat”. Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan peradaban umat manusia, maka dalam masyarakat tertentu terdapat warga yang terpandang dan bias dijadikan panutan atau contoh masyarakat yang diistilahkan dengan “tokoh adat” atau “tokoh masyarakat”. Dalam kepemimpinan umat Islam, Rasulullah Saw merupakan tokoh umat atau panutan umat Islam sedunia. Hal ini tergambar pada pernyataan bahwa “ laqad kaana Rasululahi uswatun hasanah” (pada diri Rasulullah terdapat contoh (panutan) teladan yang baik). Selanjutnya, setelah Rasulullah Saw wafat, maka kepemimpinan umat Islam dilanjutkan oleh para khalifah (khulafaurrasysyiddin) yakni : Abubakar Ashshidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib. Pada masa kepemimpinan para khalifah tersebut, berfungsi pula sebagai tokoh adat maupun tokoh masyarakat dalam aktivitas-aktivitas keseharian. Demikian halnya dalam pengelolaan zakat, dilakukan melalui tokoh adat maupun masyarakat tersebut, namun demikian, tokoh adat maupun masyarakat tersebut tergolong sebagai pengelola zakat yang diatur berdasarkan ajaran agama Islam. Pada era madern saat ini, nilai-nilai budaya masyarakat masih tetap terjaga, di mana dalam zona atau daerah tertentu terdapat tokoh adat ataupun tokoh masyarakat (seaqidah) yang bertindak sebagai pengelola zakat, bahkan bertindak sebagai amil zakat.
F. Ilmuwan dan Cendekiawan Muslim Ilmuwan dan cendekiawan merupakan golongan masyarakat yang memiliki ilmu pengetahuan agama Islam. Semakin tinggi ilmu pengetahuan, maka pemahaman terhadap agama Islam semakin tinggi pula. Bahkah Allah Swt meninggikan derajat bagi orang-orang yang mempunyai ilmu pengetahuan. Hal ini tercermin pada Firman Allah Swt yang tertera pada Al-Qur‟an Surat Al Mujaadilah ayat 11 yang berbunyi sebagai berikut :
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
125
Yarfa‟illahullaziy na‟amanuu minkum walladziyna „uutul‟ilma darajati. Wallahu bimaa ta‟maluuna khabiyr Artinya : Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Pada ayat tersebut, mempunyai makna yang hakiki bahwa iman dan ilmu merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kemanusiaan. Dengan kata lain, hakiki ilmu pengetahuan harus ditunjang oleh keimanan, demikian halnya hakiki keimanan harus ditunjang oleh ilmu pengetahuan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka para ilmuwan maupun cendekiawan muslim dipandang perlu untuk mengelola zakat. Hal ini dimaksudkan karena para ilmuwan maupun cendekiawan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang luas tentang pengelolaan zakat. Bahkan pada zona atau area tertentu, para ilmuwan maupun cendekiawan tersebut dapat bertindak sebagai amil zakat.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
126
BAB IX
OBYEK ZAKAT A. Golongan Penerima Zakat Terdapat 8 (delapan) golongan pengelola zakat seperti yang di firmankan Allah Swt pada surat At-Taubah ayat 60 yang berbunyi :
Innamaashshodaqatu lilfuqara‟i walmasakiyni wal‟amiliyna ‟alaihaa walmu‟allafati quluubuhum wafiyrriqaabi walgharimiyna wafiy sabiylillahi wabnissabiyli. Fariydhatamminallahi. Wallahu ‟aliymun hakiym Artinya : Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang fakir, orang miskin, pengurus zakat, para muallaf yang diperlunak hatinya, untuk memerdekakan budak, orang berutang, untuk jalan Allah (sabilillah), dan orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketentuan yang diwajibkan oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
127
Berdasarkan Firman Allah Swt, maka ada 7 (tujuh) penerima zakat, sedangkan amil zakat merupakan penerima zakat, namun demikian, amil tersebut bertindak pula sebagai penyalur atau pendistribusi zakat kepada penerima zakat. Secara detail tentang penerima zakat tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Golongan Fakir
Golongan fakir merupakan golongan orang yang tidak mempunyai harta atau usaha yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain, golongan fakir merupakan orangorang yang serba kekurangan terutama dari aspek ekonomi. Dari aspek ekonomi, pendapatan atau penghasilan yang diperoleh golongan fakir ini sangat minim, yakni tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga bahkan kebutuhan hidup sehariharinya (secara pribadi pun) tidak terpenuhi. Kategorisasi pendapatan yang diperoleh di bawah standar hidup layak atau di bawah Upah Minimum Regional (UMR).
2. Golongan Miskin
Golongan miskin merupakan golongan orang yang mempunyai harta dan usaha, namun tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya. Golongan miskin ini di atas lebih maju dibandingkan dengan golongan fakir. Secara kuantitaif, jika golongan fakir tidak dapat menjamin hidupnya atau lebih kecil dari 50 persen penghasilannya, sedangkan bagi golongan miskin dapat menjamin kebutuhan hidupnya di atas 50 persen, namun tidak mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Kedua golongan di atas (fakir dan miskin) dari aspek hidup kenegaraan (Indonesia) dijamin hidupnya sebagaimana tertera pada pasal 34 Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang berbunyi :
Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara Negara (UUD 1945, pasal 34).
3. Amil Zakat Amil zakat merupakan panitia yang dapat dipercayakan untuk mengumpulkan dan mendistribusikan zakat kepada yang berhak menerimanya sesuatu aturan hukum yang berlaku. Amil zakat bisa dipercayakan kepada pemerintah setempat atau imam, pegawai syara, tokoh adat maupun tokoh masyarakat. BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
128
Amil zakat hendaknya benar-benar menjalankan tugasnya yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt juga transparan kepada umat manusia (kaum muslimin/muslimat). Berdasarkan Firman Allah Swt yang tertera pada Surat AtTaubah ayat 60 di atas, di mana fungsi amil zakat di sini merupakan fungsi ganda, yakni sebagai penerima dan juga sebagai pendistribusi zakat. Hal ini dimaksudkan bahwa amil zakat dapat dikatakan juga sebagai panitia zakat.
4. Golongan Muallaf
Golongan muallaf merupakan golongan atau orang yang baru masuk Islam dan belum kuat imannya dan jiwanya perlu dibina agar bertambah kuat imannya supaya dapat meneruskan ajaran agama Islam. Golongan muallaf ini awalnya berasal dari luar agama Islam, seperti agama Kristen, Hindu, Budha, aliran kepercayaan ataupun keyakinan lainnya di luar Islam. Oleh karena hidayah dan petunjuk Allah Swt, maka tergerak hatinya untuk masuk agama Islam. Dengan demikian, setiap muslim maupun muslimat hendaknya dapat memberikan bimbingan, arahan dan panutan yang baik terhadap para muallaf tersebut. Apabila para muallaf tersebut telah masuk agama Islam, maka ia mempunyai hak dan kewajiban sesuai aturan ataupun ketentuan yang telah digariskan oleh Allah Swt dalam ajaran agama Islam tersebut. Haknya meliputi : kedamaian/kenyamanan, kebahagiaan, atau hal-hal lain dalam menikmati hidup seperti halnya umat Islam lainnya, sedangkan kewajibannya meliputi : menjalankan ibadah kepada Allah Swt, menjalin silaturrahim, taat kepada pimpinan (ulil amri) dan kewajiban lainnya sesuai ketentuan dan aturan dalam agama Islam.
5. Golongan Hamba Sahaya
Golongan hamba sahaya merupakan golongan atau orang yang mempunyai perjanjian akan dimerdekakan oleh tuannya dengan jalan menebus dirinya. Golongan hamba sahaya merupakan pula golongan atau orang yang teraniaya, sehingga patut menerima zakat.
6. Golongan Gharim
Golongan gharim merupakan golongan atau orang berhutang untuk sesuatu kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup untuk melunasinya. BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
129
7. Golongan Sabilillah
Golongan sabilillah merupakan golongan atau orang yang berjuang dengan sukarela untuk menegakkan agama Allah Swt.
8. Golongan Musafir
Golongan musafir merupakan golongan atau orang yang kekurangan perbekalan dalam perjalanan dengan maksud baik, seperti menuntut ilmu, mencari nafkah untuk kepentingan keluarganya, berda‟wah dan sebagainya. Terdapat beberapa hadist Rasulullah Saw yang menjelaskan tentang golongan-golongan penerima zakat, yakni :
1. Dari abu Sa‟id Alkhudriyyi r.a, ia berkata : Rasulullah Saw bersabda : “zakat itu tidak halal bagi yang kaya, melainkan untuk yang lima : (a) pengurus zakat, (b) orang yang membeli barang zakat dan dengan hartanya, (c) orang yang berhutang dan terjadi pailit, (d) orang yang berjuang di jalan Allah Swt, dan (e) orang miskin yang menerima zakat lalu dihadiahkan kepada yang kaya (Hr. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan disahkan oleh Hakim).
2. Dari „Ubaidillah bin „Ady bin Khiyar r.a : Bahwasanya dua orang laki-laki memberi kabar kepadanya bahwa mereka berdua telah datang kepada Rasulullah Saw untuk meminta bagian dari zakat, maka berulang-ulang beliau melihat kepada mereka dan ternyata bahwa mereka itu adalah -orang gagah, maka beliau bersabda : Kalau kalian mau, aku akan memberinya, namun bapi orang orang yang mampu dan kuat dalam berusaha tidak berhak menerima zakat (Hr. Ahmad dan dikuatkan oleh Abu Dawud dan Nasa‟i).
3. Dari Qabishah bin Mukhariq Al-Hilaly r.a, ia berkata : Rasulullah Saw bersabda : Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal kecuali bagi salah satu dari tiga orang ini : (a) orang yang menanggung hutang orang lain, maka halal baginya meminta-minta, sehingga ia dapat membayarkan hutang itu. Kemudian ia harus berhenti dari minta-minta itu, (b) orang yang kena bencana hingga habis semua hartanya, maka halal baginya meminta-minta sehingga ia BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
130
mendapat penghidupan yang tetap dan (c) orang yang tertimpa kesengsaraan sehingga tiga orang yang berakal dari kaumnya berkata: ”Sungguh si Fulan telah di timpa kesengsaraan” , maka halal baginya meminta-minta sehingga ia mendapatkan sandaran hidup yang tetap. Adapun selain daripada itu hai Qabishah, adalah haram, dan orang yang makan harta itu berarti makanan yang haram ”(Hr.Muslim, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).
4. Bahwasanya Abbas meminta izin kepada Rasulullah saw. Untuk mengelurkan zakat sebelum masanya, maka Rasulullah mengizinkan „ Abbas berbuat demikian itu ” (Hr. Abu Dawud).
Para ulama yang membolehkan mengeluarkan zakat sebelum waktunya (ta‟jil) menetapkan sebagai berikut : “Tiada
boleh membayar zakat sebelum mencapai senishab” .
Boleh mempercepat mengeluarkan zakat sebelum waktunya, ditentukan khusus bagi orang-orang yang mempunyai harta sendiri tidak sah. Perkara ini dilakukan oleh orang-orang yang hanya diberi kuasa mengurus zakat atau karena wasiat (Moh. Rifai, 1978 : 367).
B. Pembangunan Sarana dan Prasarana Ibadah Terdapat 8 (delapan) golongan pengelola zakat seperti yang telah dijelaskan di atas. Di samping itu, dana zakat dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ibadah terhadap Allah Swt. Prasarana jalan desa, kecamatan, kabupaten maupun prasarana yang bersumber dari pusat sangat membutuhkan biaya. Olehnya itu salah satu solusinya adalah memanfaatkan dana zakat yang telah diperoleh dari
muzakki.
Sarana ibadah juga memerlukan dana untuk pembangunannya. Pembangunan sarana ibadah meliputi : masjid, surau, langgar, musholah, Tempat Pengkajian Al-Qur‟an (TPA) dan sarana ibadah lainnya.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
131
Apabila dana zakat dikelola dengan baik, maka akan tercipta suatu ketenangan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya umat Islam. Secara kuantitatif, jumlah masyarakat Indonesia tahun 2014 sebanyak 252.370.792 jiwa, di mana penduduk yang beragama Islam sebesar 87,6 % dari jumlah penduduk tersebut, yakni 221.076.814 jiwa. Berdasarkan jumlah umat Islam tersebut, jika terdapat pembayar zakat (muzakki) sebesar 50 persen, maka diperoleh 110.538.407 orang. Kemudian untuk pembayar zakat fitrah sebesar 70 persen, maka diperoleh sebanyak 3.791.467.365.000 orang. Secara matematik, jumlah muzakki yang akan membayar zakat sesuai nisab, maka diperoleh perhitungan sebagai berikut :
Potensi zakat maal = (2,5%xRp.50.784.000)x110.538.407 = Rp. 140.339.561.527.200,Potensi zakat fitrah =154.753.770 x Rp. 24.500) = Rp. 3.791.467.365.000
Secara nasional, potensi zakat yang diperoleh (maal + fitrah) sebesar Rp. 144.131.028.892.200,- (rincian ada pada lampiran 3).
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
132
DAFTAR PUSTAKA Ali, Mohammad Daud, 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI-Press. Almahamid, A. Nashib, 2002. Memadu Cinta di Taman Islam. Solo: Era Intermedia. Anonim. Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta. Anonim. Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Jakarta. Arief, Sritua, 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. Jakarta: UI Press. Azis, 2006. Pengenalan Diri Secara Hakikat. Kendari: Paguyuban Seni Bela Diri Pernapasan Tapak Wali Indonesia. Babbie, Earl R., 1973. Survey Research Methods, Wadworth Publishing, Belmont, California: Wadworth Publishing Company, Inc. Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara, 2007. Sulawesi Tenggara Dalam Angka. Kendari: BPS Sultra. Bakhtiar, Amsal, 2007. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Boediono, 1975. Kumpulan Soal-Soal Ekonomi Mikro Tingkat Intermediate. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UGM. Chacholiades, Miltiades, 1990. International Economics. New York: McGraw-Hill Publishing Company. Daria, 2008. Peranan Muzakki Dalam Membayar Zakat (Studi di Kota Kendari. Kendari: Tesis PPS Unhalu. Deliarnov, 1995. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: UI Press. Echols, John M, dan Shadily, Hassan, 1989. Kamus InggrisIndonesia. Cetakan XVII. Jakarta: PT Gramedia. Harafah, L.M., 2003. Produktivitas Pekerja Sektoral dan
Implikasi Kebijakan pada Masyarakat Pedesaan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Disertasi Doktor. Surabaya: Universitas Airlangga.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
133
Harafah, L.M, 2009. Zakat Sebagai Alternatif Pemberdayaan Ekonomi Umat. Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi. Kendari: Universitas Halu Oleo. Hasan Ismail R, 2009. Undang-Undang RI no. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. blogspot.com, 16 Juni 2009. Hatta, Mohammad, 1986. Alam Pikiran Yunani. Jakarta: Tinta Mas. Hikmat Kurnia dan Hidayat, 2008. Panduan Pintar Zakat, Harta Berkah, Pahala Bertambah. Jakarta Selatan: QultumMedia. Kementerian Urusan Keislaman, Wakaf, Dakwah dan Bimbingan Islam Kerajaan Arab Saudi, 2012/1434 H. Alqur‟an dan Terjemahannya. Jedah: Madinah Almunawwarah P.O BOX 6262. Maulana, Muhammad Z, 2004. Fadhilah Sedekah. Bandung:Pustaka Ramadhan. M. Syafe‟ie, El-Bantanie, 2009. Zakat Infak & Sedekah. Bandung:Salamadani. Muhammad Albani, 2007. Berobat dengan Sedekah. Surakarta: Gonilan-Kartasura. Nasroen, 1968. Falsafah Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang. Nasution, Harun, 1979. Falsafat Agama. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT Bina Aksara. Nuraini, Ida, 2006. Pengantar Ekonomi Mikro. Cetakan Kelima. Malang: UMM Press. Pemerintah Kota Kendari, 2008. Perda Zakat Perlukah, Perda Kota Kendari Nomor 1 Tahun 2008. Kendari :
m.kompasiano.com/post/red.
Pemerintah Daerah Belitung. Peraturan Daerah Untuk Pengelolaan Zakat. Belitung : pusat.baznas.go.id. Poedjawijatna, 1966. Pembimbing ke Alam Filsafat. Jakarta: PT Pembangunan. Ria Saptarika, 2009. Penghasilan Rp 2,1 Juta Wajib Zakat. Batam: Wordpress.com Rifai, Mien A., 2004. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan dan Penerbitan. Cetakan Keempat. Yogyakarta: Gajahmada University Press. BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
134
Rifai, Moh., 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: CV. Toha Putra. Roll, Eric, 1959. A History of Economic Thought. Tokyo Japan: Prentice Hall, Inc. Samuelson, Paul A. dan Nordhaus, William D., 1990. Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Sigit, Soehardi, 1999. Pengantar Metodologi Penelitian, Sosial, Bisnis dan Manajemen. Yogyakarta: Lukman Offset. Simanjuntak, Payaman J., 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Soediyono, 1979. Ekonomi Makro, Pengantar Analisa Pendapatan Nasional. Yogyakarta: Liberty. Soekartawi, 1990. Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Jakarta: CV Rajawali. Sudarsono, 1985. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta: Karunika. Supranto, J., 1995. Statistik Teori dan Aplikasi. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Suriasumantri, 2000. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Cetakan Ke XIII. Jakarta: Sinar Harapan. Syafe‟ie El-Bantanie, 2009. Zakat Infak dan Sedekah. Jagakarsa-Jakarta: Pustaka Semesta. Syafiie, Inu K., 2001. Filsafat Pemerintahan, Mencari Bentuk Good Governance yang Sebenarnya Secara Universal. Jakarta: PT Perco. Tafsir, Ahmad, 2006. Filsafat Ilmu, Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Tanjung, Bahdin N., dan Ardial, 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Cetakan Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Tim Produktivitas Sulawesi Tenggara, 2007. Analisa
Produktivitas Sektoral dan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara. Kendari: Dinas Nakertrans Sultra.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
135
Todaro, Michael P, 1978. Economic Development in The Third World. New York AS: Longman Inc. Todaro, Michael P, 1997. Economic Development. New York: Longman Inc. Widodo, Suseno T, 1993. Indikator Ekonomi. Yogyakarta: Kanisius. Winardi, 1993. Sejarah Perkembangan Ilmu Ekonomi. Bandung: Tarsito. Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur‟an, 1989. AlQur‟an dan Terjemahannya. Bandung: Lubuk Agung. Zadjuli, Suroso I., dkk, 1992. Berbagai Aspek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya bekerjasama dengan P3EI UII Yogyakarta.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
136
lampiran
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
137
LAMPIRAN 1 :
UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan tiap- tiap penduduk untuk beribadat menurut ag amanya masing - masing; b. bahwa penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam Indoneia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat; c. bahwa zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang mampu; d. bahwa upaya penyempurnaan sistem pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar pelaksanaan zakat lebih berhasil guna dan berdaya guna serta dapat dipertanggungjawabkan; e. bahwa berdasarkan hal - hal tersebut pada butir a, b, c, dan d perlu dibentuk Undangundang Pengelolaan Zakat Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 29, dan Pasal 34 Undang- undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan R akyat Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok- pokok
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
138
Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara; 3. Undang- undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nom or 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3400); 4. Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Derah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN NEGARA REPUBLIK IND ONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG- UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang- undang ini yang dimkasud dengan : 1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendi stribusian serta pendayagunaan zakat. 2. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang musli atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. 3. Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat. 4. Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
139
5. Agama adalah agama Islam. 6. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang agama. Pasal 2 Seti ap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat. Pasal 3 Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan amil zakat. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 4 Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai denga Pancasila dan Undang- undang Dasaar 1945. Pasal 5 Pengelolaan zakat bertujuan : 1. meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama; 2. meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial. 3. meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat. BAB III ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT Pasal 6 (1) Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah. (2) Pembentukan badan amil zakat : a. nasional oleh Presiden atas usul Menteri; b. daerah propinsi oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen agama
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
140
propinsi; c. daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atas usul kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota; d. kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama kecamatan. (3) Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif dan informatif. (4) Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi persyaratan tertentu. (5) Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas dan unsur pelaksana. Pasal 7 (1) Lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah. (2) Lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 8 Badan amil zakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dan lembaga amil z akat sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Pasal 9 Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya. Pasal 10 Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri. BAB IV
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
141
PENGUMPULAN ZAKAT Pasal 11 (1) Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah. (2) Harta yang dikenai zakat adalah : a. emas, perak dan uang; b. perdagangan dan perusahaan; c. Hasil pertanian, perkebunan dan perikanan; d. Hasil pertambangan; e. Hasil peternakan; f. Hasil pendapatan dan jasa; g. tikaz (3) Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum agama. Pasal 12 (1) Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki. (2) Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki. Pasal 13 Badan amil zakat dapat menerima harta selain zakat seperti infaq, shadaqah, wasiat waris dan kafarat. Pasal 14 (1) Muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan hukum agama. (2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartaya dan kewajiban zakatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta bantuan kepada badan amil zakat atau badan amil zakat memberikan bantuan kepada muzakki untuk menghitungnya.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
142
(3) Zakat yan g telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pasal 15 Lingkup kewenangan pengumpulan zakatoleh badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri. BAB V PENDAYAGUNAAN ZAKAT Pasal 16 (1) Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama. (2) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif. (3) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri. Pasal 17 Hasil penerimaan infaq, shadaqah, wasiat, waris dan k afarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang produktif. BAB VI PENGAWASAN Pasal 18 (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil zakat dilakukan oleh unsur pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5). (2) Pim pinan unsur pengawas dipilih langsung oleh anggota. (3) Unsur pengawas berkedudukan di semua tingkatan badan amil zakat.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
143
(4) Dalam melakukan pemeriksaan keuangan badan amil zakat, unsur pengawas dapat meminta bantuan akuntan publik. Pasal 19 Badan amil zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan tingkatannya. Pasal 20 Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan lembaga amil zakat. BAB VII SANKSI Pasal 21 (1) Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat, infaq, shadaqah, wasiat, hibah, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 12, Pasal 13 dalam U ndang- undang ini diancam dengan hukuman kurungan selama- lamanya tiga bulan dan atau denda sebanyak - banyaknya Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). (2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) di atas merupakan pelanggaran. (3) Setiap petugas badan amil zakat dan p etugas lembaga amil zakat yang melakukan tindak pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. BAB VIII KETENTUAN- KETENTUAN LAIN Pasal 22 Dalam hal muzakki berada atau menetap di luar negeri, pengumpulan zakatnya dilakukan oleh
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
144
unit pengumpul zakat pada perwakilan Republik Indonesia, yang selanjutnya diteruskan kepada badan amil zakat nasional. Pasal 23 Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pemerintah wajib memban tu operasional badan amil zakat. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24 (1) Semua peraturan perundang- undangan yang mengatur pengelolaan zakat masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang- undang ini. (2) Selambat- lambatnya dua tahun sejak diundangkannya Undang - undang ini, setiap organisasi pengelolaan zakat yang telah ada wajib menyesuaikan menurut ketentuan Undang- undang ini. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Undang- undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakarta
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
145
pada tanggal 23 September 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. MULADI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 164 PENJELASAN ATAS UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT I. UMUM Memajukan kesejahteraan umum merupakan salah satu tujuan nasional negara Republik Indonesia yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, bangsa Indonesia senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materiil mental spiritual, antara lain melalui pembangunan di bidang agama yang mencakup terciptanya suasana kehidupan beragama yang penuh keimanan dan ketakwaan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, meningkatnya akhlak mulia, terwujudnya kerukunan hidup umat beragama yang dinamis sebagai landasan persatuan dan kesatuan bangsa, dan meningkatnya peran serta masyarakat dalam pembangunan nasional. Guna mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya, antara lain dengan menggali dan memanfaatkan dana melalui zakat. Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
146
membayarnya dan diperuntukan bagi mereka yang berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan s umber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat. Agar dapat menjadi sumber dana yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan menghil angkan kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara profesioanal dan bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban memberukan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan pengelola zakat. Untuk maksud tersebut, perlu adanya Undang- undnag Pengelolaan Zakat yang berasaskan iman dan takwa dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, kemaslahatan, keterbukaan dan kepastian hukum sebagai pengamalan Pancasila dan Undang- un dang Dasar 1945. Tujuan pengelolaan zakat adalah meningkatnya kesadaran masyarakat dalam penunaian dan dalam pelayanan ibadah zakat, meningkatnya fungsi dan perananan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta meningkatnya hasi guna dan daya guna zakat. Undang- undang tentang Pengelolaan Zakat juga mencakup pengelolaan infaq, shadaqah, wasiat, waris, hibah, dan kafarat dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan agar menjadi pedoman bagi muzakki dan mustahiq, baik perseorangan maupun
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
147
badan hukum dan/atau badan usaha. Untuk menjamin pengelolaan zakat sebagai amanah agama, dalam Undang- undang ini ditentukan adanya unsur pertimbangan dan unsur pengawas yang terdiri atas ulama, kaum cendikia, masyarakat dan pemerintah serta adanya sanksi hukum terhadap pengelola. Dengan dibentuknya Undang- undang tentang Pengelolaan zakat, diharapkan dapat ditingkatkan kesadaran muzakki untuk menunaikan kewajiban zakat dalam rangka menyucikan diri terhadap hartayang dimilikinya, mengangkat derajat mustahiq, dan meningkatnya keprofesionalan pengelola zakat, yang semuanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adalah warga negaraIndonesia yang berada atau menetap baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Yang dimaksud dengan mampu adalah mampu sesuai dengan ketentuan agama. Pasal 3 Yang dimaksud dengan amil zakat adalah pengeola zakat yang diorganisasikan dalam suatu badan atau lembaga. Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1)
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
148
Yang dimaksud dengan pemerintah adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat membentuk badan amil zakat Nasional yang berkedudukan di ibu kota negara. Pemerintah daerah m embentuk badan amil zakat daerah yang berkedudukan di ibu kota propinsi, kabupaten atau kota dan kecamatan. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Badan amil zakat kecamatan dapat membentuk unit pengumpul zakat di desaatau di kelurahan. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan masyarakat ialah ulama, kaum cendekia dan tokoh masyarakat setempat. Yang dimaksud dengan memenuhi persyaratan tertentu antara lain memiliki sifat amanah, adil, berdedikasi, profesional , dan berintegritas tinggi. Ayat (5) Unsur pertimbangan dan unsur pengawas terdiri atas para ulama, kau cendekia, tokoh masyarakat dan wakil pemerintah. Unsur pelaksana terdiri atas unit administrasi, unit pengumpul, unit pendistribusi, dan unit lain sesuai dengan kebutuhan. Untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat, dapat dibentuk unit pengumpul zakat sesuai dengan kebutuhan
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
149
di instansi pemerintah dan swasta, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pasal 7 Ayat (1) Lembaga amil zakat adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 8 Agar tugas pokok lebih berhasil guna dan berdaya guna, badan amil zakat perlu melakukan tugas lain, seperti penyuluhan dan pemantauan. Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Ayat (1) Zakat mal adalah baigan harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Zakat fitrah adalah sejumlah bahan makanan pokok yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan oleh setiap orang muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan untuk sehari pada hari raya Idul Fitri. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Nishab adalah jumlah minimal harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya. Kadar zakat adalah besarnya perhitungan atau presentase zakat yang harus dikeluarkan. Waktu
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
150
zakat dapat terdiri atas haul atau masa pemilikan harta kekayaan selama dua belas bulan Qomari ah, tahun Qomariah, panen atau pada saat menemukan tikaz. Pasal 12 Ayat (1) Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat harus bersifat proaktif melalui kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi. Ayat (2) Yang dimaksud dengan bekerja sama dengan bank dal am pengumpulan zakat adalah memberi kewenangan kepada bank berdasarkan persetujuan nasabah selaku muzakki untuk memungut zakat harta simpanan muzakki yang kemudian diserahkan kepada badan amil zakat. Pasal 13 Dalam ketentuan yang dimaksud dengan : infaq ad alah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Shadaqah adalah harta yang dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim, di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Hibah adalah pemberian uang atau barang oleh seorang atau badan yang dilaksanakan pada waktu orang itu hidup kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat. Wasiat adalah pesan untuk memberikan suatu barang kepada badan ail zakat atau lembaga amil zakat, pesan itu baru dilaksanakan sesudah pemberi wasiat meninggal dunia dan sesudah diselesaikan penguburannya dan pelunasan utang- utangnya jika ada.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
151
Waris adalah haarta tinggalan seorang yang beragama islam, yang diserahkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Rafaat adalah dendda wajib yang dibayar kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat oleh orang yang melanggar ketentuan agama. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Pengurangan zakat dari laba/pendapatan sisa kena pajak dimaksudkan agar wajib pajak tidak terkena beban ganda, yakni kewajiban membayar zakat dan pajak. Kesadaran membayar zakat dapat memacu kesadaran membayar pajak. Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Cukup jel as Ayat (2) Mustahiq delapan ashnaf ialah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, shabilillah, dan ibnussabil yang di dalam aplikasinya dapat meliputi orang - orang yang paling tidak berdaya secara ekonomi seperti anak yatim, orang jompo, penyandang cacat, orang yang menuntut ilmu, pondok pesantren, anak terlantar, orang yang terlilit utang, pengungsi yang terlantar dan korban bencana alam. Ayat (3)
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
152
Cukup jelas Pasal 17 Pendayagunaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat diutamakan untuk usah a yang produktif agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengadministrasian keuangannya dipisahkan dari pengadministrasian keuangan zakat. Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat 4 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Peran serta masyarakat diwujudkan dalam bentuk : a. memperoleh informasi tentang pengelolaan zakat yang dikelola oleh badan amil zakat dan lembaga amil zakat; b. menyampaikan saran dan pendapat kepada badan amil zakat dan lembaga amil zakat; c. memberikan laporan atas terjadinya penyimpangan pengelolaan zakat. Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1)
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
153
Selama ini ketentuan tentang pengelolaan zakat diatur dengan keputusan dan instruksi menteri. Keputusan tersebut adalah keputusan bersama menteri dalam negeri Republik Indonesia dan menteri agama Republik Indonesia Nomor 29 dan 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan shadaqah diikuti dengan instruksi menteri agama Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1 991 tentang Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah dan instruksi menteri dalam negeri Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3885 .
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
154
LAMPIRAN 2: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu; bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi b. umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam; bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang c. bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat; bahwa dalam rangka meningkatkan dayaguna dan d. hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam; bahwa Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 e. tentang Pengelolaan Zakat sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, sehingga perlu diganti; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana f. dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat; Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 29, dan Pasal 34 ayat (1)
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
155
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, 1. pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh 2. seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang 3. atau badan usahan di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan 4. oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha 5.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
156
yang berkewajiban menunaikan zakat. Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat. 6. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut 7. BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ 8. adalah Lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disebut UPZ 9. adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu mengumpulkan zakat. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan 10. hukum. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang 11. dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam pengelolaan zakat sesuai dengan syariat Islam. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan 12. urusan pemerintahan di bidang agama. Pasal 2 Pengelolaan zakat berasaskan: syariat Islam; a. amanah; b. kemanfaatan; c. keadilan;
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
157
d. kepastian hukum; e. terintegrasi; dan f. akuntabilitas. g. Pasal 3 Pengelolaan zakat bertujuan: meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan a. dalam pengelolaan zakat; dan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan b. kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Pasal 4 Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah. (1) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) meliputi: emas, perak, dan logam mulia lainnya; a. uang dan surat berharga lainnya; b. perniagaan; c. pertanian, perkebunan dan kehutanan; d. peternakan dan perikanan; e. pertambangan; f. perindustrian; g.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
158
pendapatan dan jasa; dan h. rikaz. i. (3) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau badan usaha. (4) Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) akan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB II BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL Bagian Kesatu Umum Pasal 5 (1) Untuk melaksanakan pengelolaan zakat , Pemerintah membentuk BAZNAS. (2) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara. (3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. Pasal 6 BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Pasal 7 (1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi: perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
159
a. pendayagunaan zakat; pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan b. pendayagunaan zakat; pengendalian pengumpulan, pendistribusian, c. dan pendayagunaan zakat; pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan d. pengelolaan zakat. (2) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerjasama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Bagian Kedua Keanggotaan Pasal 8 (1) BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota. (2) Keanggotaan BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah. (3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam. (4) Unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditunjuk dari kementerian/instansi yang berkaitan dengan pengelolaan zakat.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
160
(5) BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua. Pasal 9 Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Pasal 10 Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh (1) Presiden atas usul Menteri. Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat (2) oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Ketua dan Wakil Ketua BAZNAS dipilih oleh (3) anggota. Pasal 11 Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling sedikit harus: warga negara Indonesia; a. beragama Islam; b. bertakwa kepada Allah SWT; c. berakhlak mulia; d. berusia minimal 40 (empat puluh) tahun; e. sehat jasmani dan rohani; f.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
161
tidak menjadi anggota partai politik; g. memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat; h. dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak i. pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. Pasal 12 Anggota BAZNAS diberhentikan apabila: meninggal dunia; a. habis masa jabatan; b. mengundurkan diri; c. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) d. bulan secara terus menerus; atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota. e. Pasal 13 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 14 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh sekretariat. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja sekretariat BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
162
Bagian Ketiga BAZNAS Provinsi Dan BAZNAS Kabupaten/Kota Pasal 15 (1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota. (2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. (3) BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. (4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk BAZNAS provinsi atau kabupaten/kota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. (5) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS di provinsi atau kabupaten/kota masing-masing. Pasal 16 Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, (1) BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata (2) kerja BAZNAS provinsi dan BAZNAS
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
163
kabupaten/Kota diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Lembaga Amil Zakat Pasal 17 Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. Pasal 18 Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri (1) atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya (2) diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit: terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan a. Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial; berbentuk lembaga berbadan hukum; b. mendapat rekomendasi dari BAZNAS; c. memiliki pengawas syariat; d. memiliki kemampuan teknis, administratif dan e. keuangan untuk melaksanakan kegiatannya; bersifat nirlaba; f. memiliki program untuk mendayagunakan g. zakat bagi kesejahteraan umat; dan bersedia diaudit syariah dan diaudit keuangan h.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
164
secara berkala. Pasal 19 LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala. Pasal 20 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme perizinan, pembentukan perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB III PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN, PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN Bagian Kesatu Pengumpulan Pasal 21 Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki (1) melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya. Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri (2) kewajiban zakatnya, muzaki dapat meminta bantuan BAZNAS. Pasal 22 Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Pasal 23 (1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki. (2) Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Pasal 24
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
165
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Pendistribusian Pasal 25 Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai syariat Islam. Pasal 26 Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Bagian Ketiga Pendayagunaan Pasal 27 Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif (1) dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif (2) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan (3) zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat Pengelolaan Infak, Sedekah, Dan Dana Sosial keagamaan Lainnya Pasal 28 Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
166
(1) dapat menerima infak, sedekah, dan dana social keagamaan lainnya. Pendistribyusian dan pendayagunaan infak, (2) sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi. Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial (3) keagamaan lainnya harus dicatat dalam pembeukuan tersendiri. Bagian Kelima Pelaporan Pasal 29 BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan (1) pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah secara berkala. BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan (2) pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala. LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan (3) pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala. BAZNAS wajib menyampaikan laporan (4) pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Menteri
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
167
secara berkala. Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan (5) melalui media cetak atau media elektronik. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan (6) BAZNAS kabupaten/kota, BAZNAS provinsi, LAZ, dan BAZNAS diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB IV PEMBIAYAAN Pasal 30 Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Pasal 31 Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi (1) dan BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil. Selain pembiayaan sebagaimana dimaksud pada (2) ayat (1) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Pasal 32 LAZ dapat menggunakan hak amil untuk membiayai kegiatan operasional. Pasal 33 Pembiayaan BAZNAS dan penggunaan Hak Amil (1) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dengan
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
168
Peraturan Pemerintah. Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 (2) ayat (3) dan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 34 Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan (1) terhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ. Gubernur dan Bupati/Walikota melaksanakan (2) pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ sesuai dengan kewenangannya. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (3) dan ayat (2) meliputi fasilitasi, sosialisasi, dan edukasi. BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 35 Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaan (1) dan pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) dilakukan dalam rangka: meningkatkan kesadaran masyarakat untuk a. menunaikan zakat melalui BAZNAS dan LAZ;
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
169
dan memberikan saran untuk peningkatan kinerja b. BAZNAS dan LAZ. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (3) dilakukan dalam bentuk : akses terhadap informasi tentang pengelolaan a. zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ; dan penyampaian informasi apabila terjadi b. penyimpangan dalam pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ. BAB VII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 36 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 23 ayat (1), Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara dari kegiatan; dan/atau c. pencabutan izin. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB VIII LARANGAN Pasal 37 Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan/atau mengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau dana sosial keagamaan lainnya yang ada dalam
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
170
pengelolaannya. Pasal 38 Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 39 Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum tidak melakukan pendistribusian zakat sesuai dengan ketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 40 Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 41 Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pasal 42 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1) 39 dan Pasal 40 merupakan kejahatan.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
171
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal (2) 41 merupakan pelanggaran. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 43 Badan Amil Zakat Nasional yang telah ada sebelum (1) Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS berdasarkan Undang-Undang ini sampai terbentuknya BAZNAS yang baru sesuai dengan Undang-Undang ini. Badan Amil Zakat Daerah provinsi dan Badan Amil (2) Zakat Daerah kabupaten/kota yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota berdasarkan Undang-Undang ini sampai terbentuknya kepengurusan baru berdasarkan Undang-Undang ini. LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelum (3) Undang-Undang ini berlaku dinyatakan sebagai LAZ berdasarkan Undang-Undang ini. LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib (4) menyesuaikan diri paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 44 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan tentang Pengelolaan Zakat dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
172
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negera Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 45 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, UndangUndang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 46 Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 47 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
173
REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 115 Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGERA RI Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat, ttd. Wisnu Setiawan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT Umum I. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Penunaian zakat merupakan kewajiban bagi umat yang mampu sesuai dengan syariat Islam. Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan. Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
174
harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat. Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan UndangUndang Nomor 38 Tahun 1999 tentan Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hokum dalam masyarakat sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan. Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota Negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga yang pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
175
membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariah dan keuangan. Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka peanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuia dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri. Untuk melakukan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
176
Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Huruf a Cukup jelas Huruf b Yang dimaksud dengan asas ”amanah” adalah pengelola zakat harus dapat dipercaya. Huruf c Yang dimaksud dengan asas ”kemamfaatan” adalah pengelolaan zakat dilakukan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahik. Huruf d Yang dimaksud dengan asas ”keadilan” adalah pengelolaan zakat dalam pendistribusiannya dilakukan secara adil. Huruf e Yang dimaksud dengan asas ”kepastian hukum” adalah dalam pengelolaan zakat terdapat jaminan kepastian hukum bagi mustahik dan muzaki. Huruf f Yang dimaksud dengan asas ”terintegrasi” adalah pengelolaan zakat dilaksanakan secara hierarkis dalam upaya meningkatkan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Huruf g Yang dimaksud dengan asas ”akuntabilitas” adalah
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
177
pengelolaan zakat dapat dipertanggungjawabkan dan diakses oleh masyarakat. Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Yang dimaksud dengan ”rikaz” adalah harta temuan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan ”badan usaha” adalah badan usaha yang dimiliki umat Islam yang meliputi badan usaha yang tidak berbadan hukum seperti firma dan yang berbadan hukum seperti perseroan terbatas. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5)
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
178
Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pihak terkait” antara lain kementerian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau lembaga luar negeri. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Di Provinsi Aceh, penyebutan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota dapat menggunakan istilah baitu mal. Ayat (2)
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
179
Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Yang dimaksud ”tempat lainnya” antara lain masjid dan majelis taklim. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
180
Ayat (1) Yang dimaksud dengan ”usaha produktif adalah usaha yang mampu meningkatkan pendapatan, taraf hidup dan kesejahteraan. Yang dimaksud dengan ”peningkatan kualitas umat” adalah peningkatan sumber daya manusia. Ayat (2) Kebutuhan dasar mustahik meliputi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
181
Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5255
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
182
LAMPIRAN 3: POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2014 NO 1.
PROVINSI
URAIAN
NANGRO ACEH DARUSSALAM A. Asas Legalitas
Perda Prov. NAD No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat
B. Jumlah Penduduk
4.800.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
4.713.120 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
2.356.560 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,= Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
3.299.184 x Rp. 24.500,= Rp. 80.830.008.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,) x 2.356.560 =
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
183
Rp.2.991.888.576.000,H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 80.830.008.000,- + Rp.2.991.888.576.000,=Rp.3.072.718.584.000,-
NO 2.
PROVINSI
URAIAN
SUMATERA UTARA A. Asas Legalitas
Perda Kab. Asahan No. 9 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Zakat
B. Jumlah Penduduk
14.150.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
9.351.735 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
4.675.867,5 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
6.546.214,5 x Rp. 24.500,- = Rp.160.382.255.250 ,-
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
184
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 4.675.867,5 = Rp. 5.936.481.378.000.-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp.160.382.255.250 ,+ Rp. 5.936.481.378.000.- = Rp.6.096.863.633.250 ,-
NO
PROVINSI
3.
SUMATERA BARAT A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Kab. Solok No. 13 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh Perda Kab. Pesisir Selatan No. 31 Tahun 2003tentang
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
185
Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Sahadaqo Perda Kota Bukit Tinggi No. 29 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh Perda Kota Padang Panjang No. 7 Thun 2008 tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab. Lima Puluh Kota Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Zakat B. Jumlah Penduduk
5.150.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
5.017.130 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
2.508.565 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
186
50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
3.511.991 x Rp. 24.500,- = Rp. 86.043.779.500,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 2.508.565 = Rp.3.184.874.124.000 ,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 86.043.779.500,- + Rp.3.184.874.124.000 ,- = Rp. 3.270.917.903.500,-
NO
PROVINSI
4.
RIAU A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Prov. Riau No. 2 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Zakat
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
187
Perda Kab. Kampar No. 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh Perda Kab. Rokan Hulu No. 7 Tahun 2012
Tentang
Pengelolaan Zakat. Perda kab. Siak No. 6 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Zakat. B. Jumlah Penduduk
6.000.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
5.278.800 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
2.639.400 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp 50.784.000,-
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
188
F.
Zakat Fitrah (70%)
3.695.160 x Rp. 24.500,- = Rp. 90.531.420.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 2.639.400 = Rp. 3.350.982.240.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 90.531.420.000,+ Rp. 3.350.982.240.000,- = Rp. 3.441.513.660.000,-
NO
PROVINSI
5.
JAMBI A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Prov. Jambi No. 14 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh
B. Jumlah Penduduk
3.250.000 Jiwa
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
189
C. Penduduk Yang
3.100.825 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
1.550.412,5 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
2.170.577,5 x Rp. 24.500,- = Rp.53.179.148.750,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 1.550.412,5 = Rp. 1.968.403.710.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp.53.179.148.750,- + Rp. 1.968.403.710.000,- = Rp. 2.021.582.858.750,-
NO
PROVINSI
URAIAN
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
190
6.
SUMATERA SELATAN A. Asas Legalitas
Perda Kab Musi Banyuansi No. 7 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Zakat
B. Jumlah Penduduk
8.150.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
7.896.535 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
3.948.267,5 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
5.527574,5 x Rp. 24.500,- = Rp. 135.425.575.250,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 3.948.267,5 = Rp. 5.012.720.418.000,-
H. Potensi Zakat
Rp. 135.425.575.250,-
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
191
(Fitrah + Maal)
+ Rp.5.012.720.418.000,= Rp. 5.148.145.993.250,-
NO
PROVINSI
7.
BENGKULU A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Kab. Rejang Lebong No. 9 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Zakat
B. Jumlah Penduduk
2.050.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
1.994.445 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
997.222,5 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
1.396.111,5 x Rp. 24.500,- = Rp. 34.204.731.750,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 997.222,5 = Rp. 1.266.073.686.000,-
H. Potensi Zakat
Rp. 34.204.731.750,- + Rp. 1.266.073.686.000,- =
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
192
(Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
8.
KEPULAUAN BANGKA
Rp. 1.300.278.417.750,-
URAIAN
BELITUNG A. Asas Legalitas
Perda Kab. Bangka No. 4 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh
B. Jumlah Penduduk
1.300.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
1.157.000 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
578.500 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
809.900 x Rp. 24.500,- = Rp. 19.842.550.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 578.500 = Rp. 734.463.600.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 19.842.550.000,- + Rp. 734.463.600.000,- = Rp. 754.306.150.000,-
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
193
NO
PROVINSI
9.
KEPULAUAN RIAU A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Kota Batam No. 9 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh
B. Jumlah Penduduk
1.800.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
1.428.120 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
714.060 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
999.684 x Rp. 24.500,- = Rp. 24.492.258.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 714.060 = Rp. 906.570.576.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
10.
DAERAH KHUSUS IBU
Rp. 24.492.258.000,- + Rp. 906.570.576.000,- = Rp. 931.062.834.000,-
URAIAN
KOTA JAKARTA
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
194
A. Asas Legalitas
Peda Provinsi Dki Jakarta No. 112 Tahun 2014 tentang Pendayagunaan Zakat, Infaq Dan Shadaqah Pada Badan Amil Zakat, Infaq Dan Shadaqah Tahun 2014 Intruksi Gubernur Prov DKI Jakarta No 34 Tahun 2008 Tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat Profesi Dan Amal Sosial Dari Pegawai Pemerintah Prov DKI Jakarta
B. Jumlah Penduduk
9.900.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
8. 450.640 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
4.225.320 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
5.915.448 x Rp. 24.500,- = Rp. 144.928.476.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 4.225.320 = Rp.5.364.466.272.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 144.928.476.000,- + Rp.5.364.466.272.000,- = Rp. 5.509.394.748.000,-
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
195
NO
PROVINSI
11.
JAWA BARAT A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Prov. Jabar No. 73 Tahun2001 tentang Pengelolan zakat Perda Kab. Cianjur No. 7 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab. Karawang No. 10 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shodaqoh (ZIS) Perda Kota Bandung No. 9 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh Perda Kab. sukabumi No. 12 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab. Subang No 2 Tahun 2006 Ttg Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh Perda Kab. Sumedang No 1 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh Perda Kab. Garut No 6 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh mengganti Perda Kab. Garut No. 1 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
196
B. Jumlah Penduduk
46.500.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
45.105.000 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
22.552.500 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
31.573.500 x Rp. 24.500,- = Rp. 773.550.750.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 22.552.500 = Rp. 28.632.654.000.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
12.
JAWA TENGAH A. Asas Legalitas
Rp.773.550.750.000,- + Rp. 28.632.654.000.000,- = Rp. 29.406.204.750.000,-
URAIAN
Perda Kota Semarang No 7 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Zakat
B. Jumlah Penduduk
35.500.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
34.342.700 Jiwa
Beragama Islam
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
197
D. Jumlah Muzakki (50%)
17.171.350 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
24.039.890 x Rp. 24.500,- = Rp. 588.977.305.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 17.171.350 = Rp. 21.800.745.960.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
13.
DAERAH ISTIMEWA
Rp.588.977.305.000,- + Rp. 21.800.745.960.000,- = Rp. 22.389.723.265.000,-
URAIAN
YOGYAKARTA A. Asas Legalitas
Perda Kab.Bantul No. 60 Tahun 2009 tentang PengelolaanZakat, Infaq, Dan Shadaqoh
B. Jumlah Penduduk
3.600.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
3.310.200 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
1.655.100 Jiwa
E.
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
Nisab Zakat
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
198
F.
Zakat Fitrah (70%)
2.317.140 x Rp. 24.500,- = Rp. 56.769.930.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 1.655.100 = Rp. 2.101.314.960.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
14.
JAWA TIMUR A. Asas Legalitas
Rp. 56.769.930.000,- + Rp. 2.101.314.960.000,- = Rp. 2.158.084.890.000,-
URAIAN
Perda. Kab. Sidoarjo No. 4 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh Perda Kota Mojokerto No 3 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh
B. Jumlah Penduduk
40.200.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
38.736.720 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
19.368.360 Jiwa
E.
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
Nisab Zakat
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
199
F.
Zakat Fitrah (70%)
27.115.704 x Rp. 24.500,- = Rp. 664.334.748.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 19.368.360 = Rp. 24.590.069.856.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
15.
BANTEN A. Asas Legalitas
Rp.664.334.748.000,- + Rp. 24.590.069.856.000,- = Rp. 25.254.404.604.000,-
URAIAN
Perda Prov. Banten No. 4 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat
B. Jumlah Penduduk
11.700.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
11.076.390 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
5.538.195 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
7.753.473 x Rp. 24.500,- = Rp. 189.960.088.500,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 5.538.195 =
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
200
Rp. 7.031.292.372.000,H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
16.
BALI
Rp. 189.960.088.500,- + Rp. 7.031.292.372.000,- = Rp. 7.221.252.460.500,-
URAIAN
A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
4.300.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
574.910 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
287.455 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
402.437 x Rp. 24.500,- = Rp. 9.859.706.500,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 287.455 = Rp. 364.952.868.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 9.859.706.500,- + Rp. 364.952.868.000,-= Rp. 374.812.574.500,-
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
201
NO
PROVINSI
17.
NUSA TENGGARA
URAIAN
BARAT A. Asas Legalitas
Perda Prov. NTB No. 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab. Lombok Timur No. 9 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab. Bima No. 9 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab Lombok Barat No. 1 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh Surat Himbauan Bupati Dompu No. 451.12/016/SOS/2003 tentang Infaq dan Zakat bagi seluruh PNS di Dompu
B. Jumlah Penduduk
5.050.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
4.871.735 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
2.435.867,5 Jiwa
E.
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
Nisab Zakat
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
202
F.
Zakat Fitrah (70%)
3.410.214,5 x Rp. 24.500,- = Rp. 83.550.255.250,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 2.435.867,5 = Rp. 3.092.577.378.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
18.
NUSA TENGGARA
Rp. 83.550.255.250,- + Rp. 3.092.577.378.000,- = Rp. 3.176.127.633.250,-
URAIAN
TIMUR A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
5.250.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
475.125 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
237.562.5 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
332.587,5 x Rp. 24.500,- = Rp. 8.148.393.750,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 237.562.5 =
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
203
Rp. 3.016.093.500.000,H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
19.
KALIMANTAN BARAT A. Asas Legalitas
Rp. 8.148.393.750,- + Rp. 3.016.093.500.000,- = Rp. 3.024.241.893.750,-
URAIAN
Perda Kota Pontianak No. 25 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengelolaan Zakat Kota Pontianak
B. Jumlah Penduduk
5.100.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
3.020.220 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
1.510.110 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
2.114.154 x Rp. 24.500,- = Rp. 51.796.773.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 1.510.110 = Rp. 1.917.235.656.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 51.796.773.000,- + Rp. 1.917.235.656.000,- = Rp. 1.969.032.429.000,-
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
204
NO
PROVINSI
20.
KALIMANTAN
URAIAN
TENGAH A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
2.550.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
1.894.905 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
947.452,5 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
1.326.433,5 x Rp. 24.500,- = Rp. 32.497.620.750,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 947.452,5 = Rp. 1.202.885.694.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
21.
KALIMANTAN
Rp. 32.497.620.750,- + Rp. 1.202.885.694.000,- = Rp. 1.235.383.314.750,-
URAIAN
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
205
SELATAN A. Asas Legalitas
Perda Kab. Banjar No. 9 Tahun 2003 Tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab. Hulu Sungai Utara No. 19 Tahun 2005 Tentang Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh Perda Kota Banjarmasin No 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Zakat mengganti Perda Banjarmasin NOMOR 31 TAHUN 2004 tentang Pengelolaan ZAKAT
B. Jumlah Penduduk
4.000.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
3.866.800 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
1.933.400 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
2.706.760 x Rp. 24.500,- = Rp. 66.315.620.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 1.933.400 = Rp. 2.454.644.640.000,-
H. Potensi Zakat
Rp. 66.315.620.000,- + Rp. 2.454.644.640.000,- =
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
206
(Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
22.
KALIMANTAN TIMUR A. Asas Legalitas
Rp.2.520.960.260.000 ,-
URAIAN
Perda Kab. Penajam Paser Utara No 2 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh
B. Jumlah Penduduk
4.050.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
3.457.890 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
1.728.945 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
2.420.523 x Rp. 24.500,- = Rp. 59.302.813.500,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 1.728.945 = Rp. 2.195.068.572.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 59.302.813.500,- + Rp. 2.195.068.572.000,- = Rp. 2.254.371.385.500,-
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
207
NO
PROVINSI
23.
SULAWESI UTARA
URAIAN
A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
2.500.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
772.500 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
386.250 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
540.750 x Rp. 24.500,- = Rp. 13.248.375.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 386.250 = Rp. 490.383.000.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
24.
SULAWESI TENGAH A. Asas Legalitas
Rp. 13.248.375.000,- + Rp. 490.383.000.000,- = Rp. 503.631.375.000,-
URAIAN
Perda Kabupaten Parigi Moutong No 5 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Zakat
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
208
B. Jumlah Penduduk
2.800.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
2.176.160 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
1.088.080 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
1.523.312 x Rp. 24.500,- = Rp. 37.321.144.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 1.088.080 = Rp. 1.381.426.368.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
25.
SULAWESI SELATAN A. Asas Legalitas
Rp. 37.321.144.000,- + Rp. 1.381.426.368.000,- = Rp. 1.418.747.512.000,-
URAIAN
Perda Kab. Bulukumba No. 02 Tahun 2003 Tentang Zakat Profesi, Infaq, Dan Shadaqoh Dalam Kabupaten Bulukumba PERDA KAB. MarosNOMOR 17 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
209
Zakat
Perda Kota Makassar No. 5 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Zakat B. Jumlah Penduduk
8.800.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
7.887.440 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
3.943.720 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
5.521.208 x Rp. 24.500,- = Rp. 135.269.596.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 3.943.720 = Rp. 5.006.946.912.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
26.
SULAWESI TENGGARA A. Asas Legalitas
Rp. 135.269.596.000,- + Rp. 5.006.946.912.000,-= Rp. 5.142.216.508.000,-
URAIAN
Perda Kab Muna No 13 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh Perda Kota Kendari No 1 Tahun 2008 Tentang
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
210
Pengelolaan Zakat Perda Kab Bombana No 2 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh Perda Kab Kolaka No 11 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Zakat B. Jumlah Penduduk
2.450.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
2.333.135 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
1.166.567,5 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
1.633.194,5 x Rp. 24.500,- = Rp. 40.013.265.250,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 1.166.567,5 = Rp. 1.481.074.098.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
27.
GORONTALO
Rp. 40.013.265.250,- + Rp. 1.481.074.098.000,-= Rp. 1.521.087.363.250,-
URAIAN
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
211
A. Asas Legalitas
Perda Prov Gorontalo No. 7 Tahun 2014 Tentang Pengumpulan Zakat
B. Jumlah Penduduk
1.200.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
1.173.720 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
586.860 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
821.604 x Rp. 24.500,- = Rp. 20.129.298.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 586.860 = Rp. 745.077.456.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
28.
SULAWESI BARAT A. Asas Legalitas
Rp. 20.129.298.000,- + Rp. 745.077.456.000,- = Rp. 765.206.754.000,-
URAIAN
Perda Kab Mamuju No 8 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Zakat
B. Jumlah Penduduk
1.250.000 Jiwa
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
212
C. Penduduk Yang
1.033.250 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
516.625 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
723.275 x Rp. 24.500,- = Rp. 17.720.237.500,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 516.625 = Rp. 655.907.100.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
29.
MALUKU
Rp. 17.720.237.500,- + Rp. 655.907.100.000,- = Rp. 673.627.337.500,-
URAIAN
A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
1.950.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
986.895 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
493.447,5 Jiwa
E.
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
Nisab Zakat
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
213
F.
Zakat Fitrah (70%)
690.826,5 x Rp. 24.500,- = Rp. 16.925.249.250,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 493.447,5 = Rp. 626.480.946.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
30.
MALUKU UTARA A. Asas Legalitas
Rp. 16.925.249.250,- + Rp. 626.480.946.000,- = Rp. 643.406.195.250,-
URAIAN
Perda Prov. Maluku Utara Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab. Halmaherah Tengah No. 10 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh
B. Jumlah Penduduk
1.150.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
854.220 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
427.110 Jiwa
E.
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
Nisab Zakat
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
214
F.
Zakat Fitrah (70%)
597.954 x Rp. 24.500,- = Rp. 14.649.873.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 427.110 = Rp. 542.258.856.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
31.
PAPUA BARAT
Rp. 14.649.873.000,- + Rp. 542.258.856.000,- = Rp. 556.908.729.000,-
URAIAN
A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
880.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
337.920 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
168.960 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
236.544 x Rp. 24.500,- = Rp. 5.795.328.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 168.960 = Rp. 214.511.616.000,BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
215
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
32.
PAPUA
Rp. 5.795.328.000,- + Rp. 214.511.616.000,- = Rp. 220.306.944.000,-
URAIAN
A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
3.100.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
492.590 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
246.295 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
344.813 x Rp. 24.500,- = Rp. 8.447.918.500,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 246.295 = Rp. 312.696.132.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 8.447.918.500,- + Rp. 312.696.132.000,- = Rp. 321.144.050.500,-
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
216
NO
PROVINSI
33.
LAMPUNG
URAIAN
A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
8.250.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
7.877.100 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
3.938.550 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
5.513.970 x Rp. 24.500,- = Rp. 135.092.265.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 3.938.550 = Rp. 5.000.383.080.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
NO
PROVINSI
34.
KALIMANTAN UTARA A. Asas Legalitas
Rp. 135.092.265.000,- + Rp. 5.000.383.080.000,- = Rp. 5.135.475.345.000,-
URAIAN
Masih dalam proses
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
217
B. Jumlah Penduduk
800.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
544.000 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
272.000 Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
380.800 x Rp. 24.500,- = Rp.9.329.600.000 ,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 272.000 = Rp.345.331.200.000 ,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp.9.329.600.000 ,- + Rp.345.331.200.000 ,- = Rp. 354.660.800.000,-
INDONESIA A. Asas Legalitas
UU RI No. 38 Tahun 1999 UU RI No. 23 Tahun 2011 PP No. 14 Tahun 2014
B. Jumlah Penduduk
252.370.792Jiwa
C. Penduduk Yang
221.076.814Jiwa
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
218
Beragama Islam (87,6%) D. Jumlah Muzakki (50%)
110.538.407Jiwa
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
154.753.770 x Rp. 24.500,- = Rp. 3.791.467.365.000 ,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 110.538.407= Rp. 140.339.561.527.200 ,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 3.791.467.365.000 ,- + Rp. 140.339.561.527.200 ,- =
Rp. 144.131.028.892.200,-
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
219
PROFIL DAN KINERJA ILMIAH PROFIL L.M. HARAFAH adalah staf pengajar (dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta Pasca Sarjana Universitas Haluoleo Kendari) yang lahir pada tanggal 23 Maret 1964 di Tobea Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Menamatkan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di kota Raha sebagai ibukota Kabupaten Muna. Strata Satu (S1) pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Halu Oleo (periode 1984 – 1988), sedangkan Strata Dua (S2) pada Program Studi Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Ujung Pandang (periode 1991 – 1993). Kemudian Strata Tiga (S3) pada Program Studi Ekonomi Sumber Daya Manusia Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya (periode 1998 – 2002). Gelar Profesor (Guru Besar) bidang Ilmu Ekonomi diraih sejak tanggal 31 Oktober 2008 sesuai SK. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 79392/A4.5/KP/2008. Selanjutnya, pengukuhan Profesor (Guru Besar) oleh Rektor Universitas Halu Oleo atas nama Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia pada tanggal 26 Oktober 2010 dengan pidato ilmiah berjudul “ Zakat Sebagai Alternatif Pemberdayaan Ekonomi Umat”.
KINERJA ILMIAH Pada pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, di mana dharma pertama, yakni pendidikan dan pengajaran dilakukan dengan konsentrasi mata kuliah : Filsafat, Ekonomi Sumber Daya Alam, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Ekonomi Syariah, Ekonomi Makro dan Mikro serta berbagai konsentrasi ilmu lainnya.
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
220
Kemudian untuk dharma kedua, yakni penelitian dapat dilakukan berupa hasil penelitian dan dalam bentuk jurnal baik lokal, nasional maupun internasional. Hasil penelitian yang telah dilakukan, yakni : (1) Analisis Ekonomi Eksploitasi Aspal dan Nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara, (2) Produktivitas Pekerja Sektoral di Provinsi Sulawesi Tenggara, (3) Kajian Ekonomi Konsumsi Non Beras Sebagai Upaya Ketahanan Pangan Nasional. Dalam bentuk jurnal yang telah terpublikasi, yakni : (a) Entrepreneurship and its Impact on
Business Performance Improvement and Poverty Reduction (An Empirical Study Micro Business Industrial Sector in Kendari), (b) The Influence of Micro Industry Entrepreneurship in the Process of Poverty Alleviation (Studies in the Food Industry Center at Souteast Sulawesi), (c) Effect Of Role of Government and Social Capital For Small Industries Empowerment, (d) Analisis Interaksi Arus Orientasi Barang Antar Kecamatan Pada Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) II Kabupaten Muna, dan (e) Kajian Ekonomi Tentang
Produk Unggulan Strategis Non Beras Dalam Percepatan dan Perluasan Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Selanjutnya untuk dharma ketiga, yakni pengabdian pada masyarakat dapat dilakukan berupa : pembinaan dan penyuluhan serta pelatihan tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Pembinaan Perkoperasian di Provinsi Sulawesi Tenggara. Buku yang telah terbit dan mempunyai International Serial Book Number (ISBN), yakni : (1) Kesepadanan Sains, Sekelumit Filsafat dan Metodologi Penelitian, (2) Logika Sains, Pemahaman Filsafat dan Metodologi Penelitian, (3) Pembangunan Berkelanjutan, Pemahaman Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, (4) Kesepanan Pembangunan, (5) Zakat Itu Perlu Dalam Rangka Memberdayakan Ekonomi Umat, dan (6) Ekonomi Regional (Sektor Basis dan Unggulan Daerah). Kemudian buku yang akan segra terbit adalah : (1) Multi Aspek Filsafat, dan (2) Ekonomi Pertanian (Konsumsi Non Beras). BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
221
BAGIAN KE EMPAT SUBYEK DAN OBYEK ZAKAT
222
lampiran 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
177
POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2014 NO 1.
PROVINSI
URAIAN
NANGRO ACEH DARUSSALAM A. Asas Legalitas
Perda Prov. NAD No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat
B. Jumlah Penduduk
4.800.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
4.713.120 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
2.356.560 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,= Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
3.299.184 x Rp. 24.500,= Rp. 80.830.008.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000) x 2.356.560 = Rp.2.991.888.576.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
178
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 80.830.008.000,- + Rp.2.991.888.576.000,=Rp.3.072.718.584.000,-
NO 2.
PROVINSI
URAIAN
SUMATERA UTARA A. Asas Legalitas
Perda Kab. Asahan No. 9 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Zakat
B. Jumlah Penduduk
14.150.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
9.351.735 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
4.675.867,5 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
6.546.214,5 x Rp. 24.500,- = Rp.160.382.255.250 ,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
179
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 4.675.867,5 = Rp. 5.936.481.378.000-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp.160.382.255.250 + Rp.5.936.481.378.000=Rp.6.096.863.633.250
NO
PROVINSI
3.
SUMATERA BARAT A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Kab. Solok No. 13 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh Perda Kab. Pesisir Selatan No. 31 Tahun 2003tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Sahadaq
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
180
Perda Kota Bukit Tinggi No. 29 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh Perda Kota Padang Panjang No. 7 Thun 2008 tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab. Lima Puluh Kota Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Zakat B. Jumlah Penduduk
5.150.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
5.017.130 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
2.508.565 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp 50.784.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
181
F.
Zakat Fitrah (70%)
3.511.991 x Rp. 24.500,- = Rp. 86.043.779.500,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 2.508.565 = Rp.3.184.874.124.000 ,
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 86.043.779.500,- + Rp.3.184.874.124.000 = Rp.3.270.917.903.500,-
NO
PROVINSI
4.
RIAU A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Prov. Riau No. 2 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab. Kampar No. 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
182
Perda
Kab.
Rokan
Hulu No. 7 Tahun 2012
Tentang
Pengelolaan Zakat. Perda kab. Siak No. 6 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Zakat. B. Jumlah Penduduk
6.000.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
5.278.800 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
2.639.400 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,= Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
3.695.160 x Rp. 24.500,= Rp. 90.531.420.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,) x 2.639.400 = Rp. 3.350.982.240.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
183
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 90.531.420.000,- + Rp.3.350.982.240.000,=Rp.3.441.513.660.000,-
NO
PROVINSI
5.
JAMBI A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Prov. Jambi No. 14 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh
B. Jumlah Penduduk
3.250.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
3.100.825 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
1.550.412,5 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,= Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
2.170.577,5 x Rp. 24.500,- = Rp.53.179.148.750,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
184
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,) x 1.550.412,5 = Rp.1.968.403.710.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp.53.179.148.750,- + Rp.1.968.403.710.000,=Rp.2.021.582.858.750,-
NO
PROVINSI
6.
SUMATERA SELATAN A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Kab Musi Banyuansi No. 7 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Zakat
B. Jumlah Penduduk
8.150.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
7.896.535 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
3.948.267,5 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,= Rp 50.784.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
185
F.
Zakat Fitrah (70%)
5.527574,5 x Rp. 24.500,- = Rp. 135.425.575.250,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,) x 3.948.267,5 = Rp.5.012.720.418.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 135.425.575.250,+Rp.5.012.720.418.000,=Rp.5.148.145.993.250,-
NO
PROVINSI
7.
BENGKULU A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Kab. Rejang Lebong No. 9 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Zakat
B. Jumlah Penduduk
2.050.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
1.994.445 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
997.222,5 Jiwa
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
186
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,= Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
1.396.111,5 x Rp. 24.500,- = Rp. 34.204.731.750,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000) x 997.222,5 = Rp.1.266.073.686.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 34.204.731.750,- + Rp.1.266.073.686.000,=Rp.1.300.278.417.750,-
NO
PROVINSI
8.
KEPULAUAN BANGKA
URAIAN
BELITUNG A. Asas Legalitas
Perda Kab. Bangka No. 4 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh
B. Jumlah Penduduk
1.300.000 Jiwa
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
187
C. Penduduk Yang
1.157.000 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
578.500 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
809.900 x Rp. 24.500= Rp. 19.842.550.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 578.500 = Rp.734.463.600.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 19.842.550.000,- + Rp. 734.463.600.000,=Rp. 754.306.150.000,-
NO
PROVINSI
9.
KEPULAUAN RIAU A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Kota Batam No. 9 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
188
B. Jumlah Penduduk
1.800.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
1.428.120 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
714.060 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
999.684 x Rp. 24.500,= Rp. 24.492.258.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 714.060 = Rp.906.570.576.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 24.492.258.000,- + Rp. 906.570.576.000,=Rp. 931.062.834.000,-
NO
PROVINSI
10.
DAERAH KHUSUS IBU
URAIAN
KOTA JAKARTA A. Asas Legalitas
Perda Provinsi DKI Jakarta No. 112
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
189
Tahun 2014 tentang Pendayagunaan Zakat, Infaq Dan Shadaqah Pada Badan Amil Zakat, Infaq Dan Shadaqah Tahun 2014 Intruksi Gubernur Prov DKI Jakarta No 34 Tahun 2008 Tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat Profesi Dan Amal Sosial Dari Pegawai Pemerintah Prov DKI Jakarta B. Jumlah Penduduk
9.900.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
8. 450.640 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
4.225.320 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
190
= Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
5.915.448 x Rp. 24.500,= Rp. 144.928.476.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,) x 4.225.320 = Rp.5.364.466.272.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 144.928.476.000,+Rp.5.364.466.272.000,=Rp.5.509.394.748.000,-
NO
PROVINSI
11.
JAWA BARAT A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Prov. Jabar No. 73 Tahun2001 tentang Pengelolan zakat Perda Kab. Cianjur No. 7 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab. Karawang
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
191
No. 10 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shodaqoh (ZIS) Perda Kota Bandung No. 9 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh Perda Kab. sukabumi No. 12 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab. Subang No 2 Tahun 2006 Ttg Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh Perda Kab. Sumedang No 1 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh Perda Kab. Garut No 6 LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
192
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh mengganti Perda Kab. Garut No. 1 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh. B. Jumlah Penduduk
46.500.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
45.105.000 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
22.552.500 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
31.573.500 x Rp. 24.500,= Rp. 773.550.750.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 22.552.500 = Rp.28.632.654.000.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
193
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp.773.550.750.000 + Rp. 28.632.654.000.000 =Rp.29.406.204.750.000,-
NO
PROVINSI
12.
JAWA TENGAH A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Kota Semarang No 7 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Zakat
B. Jumlah Penduduk
35.500.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
34.342.700 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
17.171.350 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,= Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
24.039.890 x Rp. 24.500,- = Rp. 588.977.305.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
194
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 17.171.350 = Rp.21.800.745.960.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp.588.977.305.000,- + Rp. 21.800.745.960.000,- = Rp.22.389.723.265.000,-
NO
PROVINSI
13.
DAERAH ISTIMEWA
URAIAN
YOGYAKARTA A. Asas Legalitas
Perda Kab.Bantul No. 60 Tahun 2009 tentang PengelolaanZakat, Infaq, Dan Shadaqoh
B. Jumlah Penduduk
3.600.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
3.310.200 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
1.655.100 Jiwa
(50%)
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
195
E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,= Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
2.317.140 x Rp. 24.500,= Rp. 56.769.930.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,) x 1.655.100 = Rp.2.101.314.960.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 56.769.930.000,- + Rp.2.101.314.960.000,=Rp.2.158.084.890.000,-
NO
PROVINSI
14.
JAWA TIMUR A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda. Kab. Sidoarjo No. 4 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh Perda Kota Mojokerto No 3 Tahun 2010
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
196
Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh B. Jumlah Penduduk
40.200.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
38.736.720 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
19.368.360 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,- = Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
27.115.704 x Rp. 24.500,= Rp. 664.334.748.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 19.368.360 = Rp.24.590.069.856.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp.664.334.748.000,- + Rp.24.590.069.856.000,=Rp.25.254.404.604.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
197
NO
PROVINSI
15.
BANTEN A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Prov. Banten No. 4 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat
B. Jumlah Penduduk
11.700.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
11.076.390 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
5.538.195 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
7.753.473 x Rp. 24.500,- = Rp. 189.960.088.500,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 5.538.195 = Rp.7.031.292.372.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
198
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 189.960.088.500,+ Rp. 7.031.292.372.000,- = Rp.7.221.252.460.500,-
NO
PROVINSI
16.
BALI
URAIAN
A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
4.300.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
574.910 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
287.455 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
402.437 x Rp. 24.500,= Rp. 9.859.706.500,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 287.455 = Rp.364.952.868.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
199
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 9.859.706.500,- + Rp. 364.952.868.000,-= Rp. 374.812.574.500,-
NO
PROVINSI
17.
NUSA TENGGARA
URAIAN
BARAT A. Asas Legalitas
Perda Prov. NTB No. 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab. Lombok Timur No. 9 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab. Bima No. 9 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab Lombok Barat No. 1 Tahun
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
200
2012 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh Surat Himbauan Bupati Dompu No. 451.12/016/SOS/200 3 tentang Infaq dan Zakat bagi seluruh PNS di Dompu B. Jumlah Penduduk
5.050.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
4.871.735 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
2.435.867,5 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,= Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
3.410.214,5 x Rp. 24.500,- = Rp. 83.550.255.250,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,) x 2.435.867,5 =
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
201
Rp.3.092.577.378.000,H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 83.550.255.250,- + Rp.3.092.577.378.000,=Rp.3.176.127.633.250,-
NO
PROVINSI
18.
NUSA TENGGARA
URAIAN
TIMUR A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
5.250.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
475.125 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
237.562.5 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,= Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
332.587,5 x Rp. 24.500,= Rp. 8.148.393.750,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
202
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,) x 237.562.5 = Rp.3.016.093.500.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 8.148.393.750,- + Rp.3.016.093.500.000,=Rp.3.024.241.893.750,-
NO
PROVINSI
19.
KALIMANTAN BARAT A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Kota Pontianak No. 25 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengelolaan Zakat Kota Pontianak
B. Jumlah Penduduk
5.100.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
3.020.220 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
1.510.110 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,= Rp 50.784.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
203
F.
Zakat Fitrah (70%)
2.114.154 x Rp. 24.500,= Rp. 51.796.773.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,) x 1.510.110 = Rp.1.917.235.656.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 51.796.773.000,- + Rp.1.917.235.656.000,=Rp.1.969.032.429.000,-
NO
PROVINSI
20.
KALIMANTAN
URAIAN
TENGAH A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
2.550.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
1.894.905 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
947.452,5 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp.529.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
204
= Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
1.326.433,5 x Rp. 24.500,- = Rp. 32.497.620.750,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,) x 947.452,5 = Rp.1.202.885.694.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 32.497.620.750,- + Rp.1.202.885.694.000,=Rp.1.235.383.314.750,-
NO
PROVINSI
21.
KALIMANTAN
URAIAN
SELATAN A. Asas Legalitas
Perda Kab. Banjar No. 9 Tahun 2003 Tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab. Hulu Sungai Utara No. 19 Tahun 2005 Tentang
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
205
Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh Perda Kota Banjarmasin No 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Zakat mengganti Perda Banjarmasin NOMOR 31 TAHUN 2004 tentang Pengelolaan ZAKAT B. Jumlah Penduduk
4.000.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
3.866.800 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
1.933.400 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
2.706.760 x Rp. 24.500,- = Rp. 66.315.620.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
206
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 1.933.400 = Rp.2.454.644.640.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 66.315.620.000,- + Rp.2.454.644.640.000,=Rp.2.520.960.260.000
NO
PROVINSI
22.
KALIMANTAN TIMUR A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Kab. Penajam Paser Utara No 2 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh
B. Jumlah Penduduk
4.050.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
3.457.890 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
1.728.945 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000 =
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
207
Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
2.420.523 x Rp. 24.500,= Rp. 59.302.813.500,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,) x 1.728.945 = Rp.2.195.068.572.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 59.302.813.500,- + Rp.2.195.068.572.000,=Rp.2.254.371.385.500,-
NO
PROVINSI
23.
SULAWESI UTARA
URAIAN
A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
2.500.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
772.500 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
386.250 Jiwa
E.
96 gram x Rp. 529.000
Nisab Zakat
= Rp 50.784.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
208
F.
Zakat Fitrah (70%)
540.750 x Rp. 24.500,= Rp. 13.248.375.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 386.250 = Rp.490.383.000.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 13.248.375.000,- + Rp. 490.383.000.000,=Rp. 503.631.375.000,-
NO
PROVINSI
24.
SULAWESI TENGAH A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Kabupaten Parigi Moutong No 5 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Zakat
B. Jumlah Penduduk
2.800.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
2.176.160 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
1.088.080 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000 =
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
209
Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
1.523.312 x Rp. 24.500,= Rp. 37.321.144.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,) x 1.088.080 = Rp.1.381.426.368.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 37.321.144.000,- + Rp.1.381.426.368.000,=Rp.1.418.747.512.000,-
NO
PROVINSI
25.
SULAWESI SELATAN A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Kab. Bulukumba No. 02 Tahun 2003 Tentang Zakat Profesi, Infaq, Dan Shadaqoh Dalam Kabupaten Bulukumba
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
210
PERDA KAB. MarosNOMOR 17Tahun 2005Tentang Pengelolaan Zakat Perda Kota Makassar No. 5 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Zakat B. Jumlah Penduduk
8.800.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
7.887.440 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
3.943.720 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
5.521.208 x Rp. 24.500 = Rp.135.269.596.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp.50.784.000) x 3.943.720 = Rp. 5.006.946.912.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
211
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 135.269.596.000,+ Rp. 5.006.946.912.000,-= Rp.5.142.216.508.000,-
NO
PROVINSI
26.
SULAWESI
URAIAN
TENGGARA A. Asas Legalitas
Perda Kab Muna No 13 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh Perda Kota Kendari No 1 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab Bombana No 2 Tahun 2009 TentangPengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
212
Perda Kab Kolaka No 11 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Zakat B. Jumlah Penduduk
2.450.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
2.333.135 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
1.166.567,5 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,= Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
1.633.194,5 x Rp. 24.500,- = Rp. 40.013.265.250,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,) x 1.166.567,5 = Rp.1.481.074.098.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 40.013.265.250,- + Rp.1.481.074.098.000,=Rp.1.521.087.363.250,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
213
NO
PROVINSI
27.
GORONTALO A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Prov Gorontalo No. 7 Tahun 2014 Tentang Pengumpulan Zakat
B. Jumlah Penduduk
1.200.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
1.173.720 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
586.860 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
821.604 x Rp. 24.500,= Rp. 20.129.298.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 586.860 = Rp.745.077.456.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 20.129.298.000,- + Rp. 745.077.456.000,=Rp. 765.206.754.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
214
NO
PROVINSI
28.
SULAWESI BARAT A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Kab Mamuju No 8 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Zakat
B. Jumlah Penduduk
1.250.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
1.033.250 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
516.625 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
723.275 x Rp. 24.500,= Rp. 17.720.237.500,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 516.625 = Rp.655.907.100.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 17.720.237.500,- + Rp. 655.907.100.000,=Rp. 673.627.337.500,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
215
NO
PROVINSI
29.
MALUKU
URAIAN
A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
1.950.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
986.895 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
493.447,5 Jiwa
E.
96 gram x Rp.529.000,-
Nisab Zakat
= Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
690.826,5 x Rp.24.500 = Rp. 16.925.249.250,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 493.447,5 = Rp. 626.480.946.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 16.925.249.250,- + Rp. 626.480.946.000,=Rp. 643.406.195.250,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
216
NO
PROVINSI
30.
MALUKU UTARA A. Asas Legalitas
URAIAN
Perda Prov. Maluku Utara Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Zakat Perda Kab. Halmaherah Tengah No. 10 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, Dan Shadaqoh
B. Jumlah Penduduk
1.150.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
854.220 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
427.110 Jiwa
E.
96 gram x Rp. 529.000
Nisab Zakat
= Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
597.954 x Rp. 24.500,= Rp. 14.649.873.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
217
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 427.110 = Rp. 542.258.856.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 14.649.873.000,- + Rp. 542.258.856.000,=Rp. 556.908.729.000,-
NO
PROVINSI
31.
PAPUA BARAT
URAIAN
A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
880.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
337.920 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki (50%)
168.960 Jiwa
E.
96 gram x Rp.
Nisab Zakat
529.000,- = Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
236.544 x Rp. 24.500,= Rp. 5.795.328.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
218
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 168.960 = Rp.214.511.616.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 5.795.328.000,- + Rp. 214.511.616.000,=Rp. 220.306.944.000,-
NO
PROVINSI
32.
PAPUA
URAIAN
A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
3.100.000 Jiwa
C. Penduduk Islami
492.590 Jiwa
D. Jumlah Muzakki (50%)
246.295 Jiwa
E.
96 gram x Rp.529.000,-
Nisab Zakat
= Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
344.813 x Rp. 24.500,= Rp. 8.447.918.500,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 246.295 = Rp.312.696.132.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
219
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 8.447.918.500,- + Rp. 312.696.132.000,=Rp. 321.144.050.500,-
NO
PROVINSI
33.
LAMPUNG
URAIAN
A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
8.250.000 Jiwa
C. Penduduk Yang
7.877.100 Jiwa
Beragama Islam D. Jumlah Muzakki
3.938.550 Jiwa
(50%) E.
Nisab Zakat
96 gram x Rp. 529.000,= Rp 50.784.000,-
F.
Zakat Fitrah (70%)
5.513.970 x Rp. 24.500,= Rp. 135.092.265.000,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000) x3.938.550 =Rp.5.000.383.080.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
220
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 135.092.265.000,- + Rp. 5.000.383.080.000,=Rp.5.135.475.345.000,-
NO
PROVINSI
34.
KALIMANTAN UTARA
URAIAN
A. Asas Legalitas
Masih dalam proses
B. Jumlah Penduduk
800.000 Jiwa
C. Penduduk Islami
544.000 Jiwa
D. Jumlah Muzakki (50%)
272.000 Jiwa
E.
96 gram x Rp. 529.000,- =
Nisab Zakat
Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
380.800 x Rp. 24.500,- = Rp.9.329.600.000 ,-
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 272.000 = Rp.345.331.200.000,-
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp.9.329.600.000 ,- + Rp.345.331.200.000 ,=Rp. 354.660.800.000,-
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
221
INDONESIA A. Asas Legalitas
UU RI No. 38 Tahun 1999 UU RI No. 23 Tahun 2011 PP No. 14 Tahun 2014
B. Jumlah Penduduk
252.370.792Jiwa
C. Penduduk Agama
221.076.814Jiwa
Islam (87,6%) D. Jumlah Muzakki (50%)
110.538.407Jiwa
E.
96 gram x Rp. 529.000,- =
Nisab Zakat
Rp 50.784.000,F.
Zakat Fitrah (70%)
154.753.770 x Rp. 24.500= Rp. 3.791.467.365.000
G. Zakat Maal
(2,5% x Rp. 50.784.000,-) x 110.538.407= Rp.140.339.561.527.200
H. Potensi Zakat (Fitrah + Maal)
Rp. 3.791.467.365.000 + Rp. 140.339.561.527.200=
Rp.144.131.028.892.200
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
222
PROFIL DAN KINERJA ILMIAH
PROFIL L.M. HARAFAH adalah staf pengajar (dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta Pasca Sarjana Universitas Haluoleo Kendari) yang lahir pada tanggal 23 Maret 1964 di Tobea Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Menamatkan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di kota Raha sebagai ibukota Kabupaten Muna. Strata Satu (S1) pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Halu Oleo (periode 1984 – 1988), sedangkan Strata Dua (S2) pada Program Studi Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Ujung Pandang (periode 1991 – 1993). Kemudian Strata Tiga (S3) pada Program Studi Ekonomi Sumber Daya Manusia Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya (periode 1998 – 2002). Gelar Profesor (Guru Besar) bidang Ilmu Ekonomi diraih sejak tanggal 31 Oktober 2008 sesuai SK. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 79392/A4.5/KP/2008. Selanjutnya, pengukuhan Profesor (Guru Besar) oleh Rektor Universitas Halu Oleo atas nama Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia pada tanggal 26 Oktober 2010 dengan pidato ilmiah berjudul “ Zakat Sebagai Alternatif Pemberdayaan Ekonomi Umat”.
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
223
KINERJA ILMIAH Pada pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, di mana dharma pertama, yakni pendidikan dan pengajaran dilakukan dengan konsentrasi mata kuliah : Filsafat, Ekonomi Sumber Daya Alam, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Ekonomi Syariah, Ekonomi Makro dan Mikro serta berbagai konsentrasi ilmu lainnya. Kemudian untuk dharma kedua, yakni penelitian dapat dilakukan berupa hasil penelitian dan dalam bentuk jurnal baik lokal, nasional maupun internasional. Hasil penelitian yang telah dilakukan, yakni : (1) Analisis Ekonomi Eksploitasi Aspal dan Nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara, (2) Produktivitas Pekerja Sektoral di Provinsi Sulawesi Tenggara, (3) Kajian Ekonomi Konsumsi Non Beras Sebagai Upaya Ketahanan Pangan Nasional. Dalam bentuk jurnal yang telah terpublikasi, yakni : (a) Entrepreneurship and its Impact on
Business Performance Improvement and Poverty Reduction (An Empirical Study Micro Business Industrial Sector in Kendari), (b) The Influence of Micro Industry Entrepreneurship in the Process of Poverty Alleviation (Studies in the Food Industry Center at Souteast Sulawesi), (c) Effect Of Role of Government and Social Capital For Small Industries Empowerment, (d) Analisis Interaksi Arus Orientasi Barang Antar Kecamatan Pada Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) II Kabupaten Muna, dan (e) Kajian Ekonomi Tentang Produk Unggulan Strategis Non Beras Dalam Percepatan dan Perluasan Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan di Provinsi Sulawesi Tenggara.
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
224
Selanjutnya untuk dharma ketiga, yakni pengabdian pada masyarakat dapat dilakukan berupa : pembinaan dan
penyuluhan serta pelatihan tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Pembinaan Perkoperasian di Provinsi Sulawesi Tenggara. Buku yang telah terbit dan mempunyai International Serial Book Number (ISBN), yakni : (1) Kesepadanan Sains, Sekelumit Filsafat dan Metodologi Penelitian, (2) Logika Sains, Pemahaman Filsafat dan Metodologi Penelitian, (3) Pembangunan Berkelanjutan, Pemahaman Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, (4) Kesepanan Pembangunan, (5) Zakat Itu Perlu Dalam Rangka Memberdayakan Ekonomi Umat, dan (6) Ekonomi Regional (Sektor Basis dan Unggulan Daerah). Kemudian buku yang akan segera terbit adalah : (1) Multi Aspek Filsafat, dan (2) Ekonomi Pertanian (Konsumsi Non Beras).
LAMPIRAN 3 POTENSI ZAKAT TIAP PROVINSI
225
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2011
TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa
negara
menjamin
kemerdekaan
tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan
untuk
beribadat
menurut
agamanya
dan
kepercayaannya itu;
b. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi
umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam;
c. bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang
bertujuan
untuk
meningkatkan
keadilan
dan
kesejahteraan masyarakat;
d.
bahwa dalam rangka meningkatkan dayaguna dan
hasil guna,
zakat harus dikelola secara melembaga
sesuai dengan syariat Islam;
e. bahwa
Undang-Undang
Nomor
38
Tahun
1999
tentang Pengelolaan Zakat sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat,
sehingga perlu diganti;
f. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan
huruf
e
perlu
membentuk
Undang-Undang
tentang Pengelolaan Zakat;
Mengingat
: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 29, Undang-Undang Tahun 1945;
Dasar
dan Pasal 34 ayat (1)
Negara
Republik
Indonesia
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENGELOLAAN
ZAKAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Pengelolaan
zakat
pelaksanaan,
adalah
dan
kegiatan
perencanaan,
pengoordinasian
dalam
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat.
2.
Zakat
adalah
harta
yang
wajib
dikeluarkan
oleh
seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan
syariat Islam.
3.
Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang
atau
badan
usahan
di
luar
zakat
untuk
kemaslahatan umum.
4.
Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan
oleh seseorang atau
badan usaha di luar zakat
untuk kemaslahatan umum.
5.
Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha
yang berkewajiban menunaikan zakat.
6.
Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.
7.
Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut
BAZNAS
adalah
lembaga
yang
melakukan
pengelolaan zakat secara nasional.
8.
Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ
adalah Lembaga yang dibentuk masyarakat yang
memiliki
tugas
membantu
pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
9.
Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disebut UPZ
adalah
satuan
organisasi
yang
dibentuk
oleh
BAZNAS untuk membantu mengumpulkan zakat.
10. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan
hukum.
11. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang
dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam
pengelolaan zakat sesuai dengan syariat Islam.
12. Menteri
adalah menteri
yang
menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agama.
Pasal 2
Pengelolaan zakat berasaskan:
a.
syariat Islam;
b.
amanah;
c.
kemanfaatan;
d.
keadilan;
e.
kepastian hukum;
f.
terintegrasi; dan
g.
akuntabilitas.
Pasal 3
Pengelolaan zakat bertujuan:
a.
meningkatkan
efektivitas
dan
efisiensi
pelayanan
dalam pengelolaan zakat; dan
b.
meningkatkan
manfaat
kesejahteraan
zakat
masyarakat
untuk dan
mewujudkan
penanggulangan
kemiskinan.
Pasal 4
(1) Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
(2) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. emas, perak, dan logam mulia lainnya;
b.
uang dan surat berharga lainnya;
c. perniagaan;
d.
pertanian, perkebunan dan kehutanan;
e. peternakan dan perikanan;
f. pertambangan;
g.
perindustrian;
h.
pendapatan dan jasa; dan
i. rikaz.
(3) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan
harta
yang
dimiliki
oleh
muzaki
perseorangan atau badan usaha.
(4)
Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan
zakat
fitrah
dilaksanakan
sesuai
dengan
syariat
Islam.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
penghitungan
zakat
mal
dan
zakat
fitrah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) akan diatur
dengan Peraturan Menteri.
BAB II
BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1)
Untuk
melaksanakan
pengelolaan
zakat,
Pemerintah membentuk BAZNAS.
(2)
BAZNAS
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
pada
ayat
(1)
berkedudukan di ibu kota negara.
(3)
BAZNAS
sebagaimana
dimaksud
merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang
bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada
Presiden melalui Menteri.
Pasal 6
BAZNAS
merupakan
lembaga
yang
berwenang
melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.
Pasal 7
(1)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat;
b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat;
c. pengendalian
pengumpulan,
pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat;
d.
pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
pengelolaan zakat.
(2) Dalam
melaksanakan
tugas
dan
fungsinya,
BAZNAS dapat bekerjasama dengan pihak terkait
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(3)
BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya
secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan
kepada
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Republik
Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 8
(1)
BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.
(2)
Keanggotaan
BAZNAS
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas 8 (delapan) orang dari
unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur
pemerintah.
(3)
Unsur
masyarakat
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (2) terdiri atas unsur ulama, tenaga profesional,
dan tokoh masyarakat Islam.
(4)
Unsur
Pemerintah
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (2) dapat ditunjuk dari kementerian/instansi
yang berkaitan dengan pengelolaan zakat.
(5) BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang
wakil ketua.
Pasal 9
Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima)
tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.
Pasal 10
(1) Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Menteri.
(2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat
oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.
(3) Ketua
dan
Wakil
Ketua
BAZNAS
dipilih
oleh
anggota.
Pasal 11
Persyaratan
untuk
dapat
diangkat
sebagai
anggota
BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling
sedikit harus:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertakwa kepada Allah SWT;
d.
berakhlak mulia;
e.
berusia minimal 40 (empat puluh) tahun;
f.
sehat jasmani dan rohani;
g.
tidak menjadi anggota partai politik;
h.
memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat;
dan
i.
tidak
pernah
pidana
dihukum
kejahatan
yang
karena
melakukan
diancam
dengan
penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Pasal 12
Anggota BAZNAS diberhentikan apabila:
tindak
pidana
a. meninggal dunia;
b. habis masa jabatan;
c. mengundurkan diri;
d. tidak
dapat
melaksanakan
tugas
selama
3
(tiga)
bulan secara terus menerus; atau
e. tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan
dan
pemberhentian
dimaksud
dalam
anggota
Pasal
10
BAZNAS
diatur
sebagaimana
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 14
(1)
Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu
oleh sekretariat.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata
kerja sekretariat BAZNAS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
BAZNAS Provinsi
Dan BAZNAS Kabupaten/Kota
Pasal 15
(1)
Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada
tingkat
provinsi
dan
kabupaten/kota
dibentuk
BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.
(2)
BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul
gubernur
setelah
mendapat
pertimbangan
BAZNAS.
(3)
BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri
atau
pejabat
bupati/walikota
yang
ditunjuk
setelah
mendapat
atas
usul
pertimbangan
BAZNAS.
(4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak
mengusulkan pembentukan BAZNAS provinsi atau
BAZNAS
kabupaten/kota,
Menteri
atau
pejabat
yang ditunjuk dapat membentuk BAZNAS provinsi
atau
kabupaten/kota
setelah
mendapat
pertimbangan BAZNAS.
(5)
BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota
melaksanakan
tugas
dan
fungsi
BAZNAS
provinsi atau kabupaten/kota masing-masing.
Pasal 16
(1)
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,
di
BAZNAS,
BAZNAS
kabupaten/kota instansi
dapat
pemerintah,
provinsi,
BAZNAS
membentuk
badan
usaha
UPZ
milik
pada
negara,
badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan
perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta
dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan,
kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata
kerja
BAZNAS
provinsi
kabupaten/Kota
diatur
dan
BAZNAS
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Lembaga Amil Zakat
Pasal 17
Untuk
membantu
pengumpulan,
BAZNAS
pendistribusian
dalam dan
pelaksanaan
pendayagunaan
zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
Pasal 18
(1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri
atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
diberikan
apabila
memenuhi
persyaratan
paling
sedikit:
a. terdaftar Islam
sebagai
yang
organisasi
mengelola
kemasyarakatan
bidang
pendidikan,
dakwah, dan sosial;
b. berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. memiliki pengawas syariat;
e. memiliki kemampuan teknis, administratif dan
keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;
f. bersifat nirlaba;
g. memiliki
program
untuk
mendayagunakan
zakat bagi kesejahteraan umat; dan
h. bersedia diaudit syariah dan diaudit keuangan
secara berkala.
Pasal 19
LAZ
wajib
melaporkan
pelaksanaan
pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah
diaudit kepada BAZNAS secara berkala.
Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi,
mekanisme
perizinan,
pembentukan
perwakilan,
pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN,
PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu
Pengumpulan
Pasal 21
(1) Dalam
rangka
melakukan
pengumpulan
penghitungan
zakat,
sendiri
atas
muzaki
kewajiban
zakatnya.
(2) Dalam
hal
kewajiban
tidak
dapat
zakatnya,
menghitung
muzaki
dapat
sendiri
meminta
bantuan BAZNAS.
Pasal 22
Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS
atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
Pasal 23
(1)
BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran
zakat kepada setiap muzaki.
(2)
Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digunakan sebagai pengurang penghasilan
kena pajak.
Pasal 24
Lingkup
kewenangan
BAZNAS,
BAZNAS
pengumpulan provinsi,
zakat
dan
oleh
BAZNAS
kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendistribusian
Pasal 25
Zakat wajib
didistribusikan
kepada
mustahik
sesuai
syariat Islam.
Pasal 26
Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan
memperhatikan
prinsip
pemerataan,
kewilayahan.
Bagian Ketiga
Pendayagunaan
keadilan,
dan
Pasal 27
(1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif
dalam
rangka
penanganan
fakir
miskin
dan
peningkatan kualitas umat.
(2) Pendayagunaan
zakat
untuk
usaha
produktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan
zakat
untuk
usaha
produktif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Keempat
Pengelolaan Infak, Sedekah,
Dan Dana Sosial keagamaan Lainnya
Pasal 28
(1) Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga
dapat menerima infak, sedekah, dan dana social
keagamaan lainnya.
(2) Pendistribyusian sedekah,
dan
dan
dana
pendayagunaan
sosial
keagamaan
infak,
lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai
dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.
(3) Pengelolaan keagamaan
infak,
sedekah,
lainnya
dan
harus
dana
sosial
dicatat
dalam
pembeukuan tersendiri.
Bagian Kelima
Pelaporan
Pasal 29
(1) BAZNAS
kabupaten/kota
wajib
menyampaikan
pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan
dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS
provinsi dan pemerintah daerah secara berkala.
(2) BAZNAS provinsi wajib
menyampaikan
laporan
pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan
dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS
dan pemerintah daerah secara berkala.
(3) LAZ
wajib
menyampaikan
laporan
pelaksanaan
pengelolaan zakat, infak, sedekah
dan dana sosial
keagamaan
BAZNAS
lainnya
kepada
pemerintah daerah secara berkala.
(4) BAZNAS wajib menyampaikan laporan
dan
pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan
dana
sosial
keagamaan
lainnya
kepada
Menteri
secara berkala.
(5) Laporan
neraca
tahunan
BAZNAS
diumumkan
melalui media cetak atau media elektronik.
(6) Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
pelaporan
BAZNAS kabupaten/kota, BAZNAS provinsi, LAZ,
dan
BAZNAS
diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
PEMBIAYAAN
Pasal 30
Untuk
melaksanakan
tugasnya,
BAZNAS
dibiayai
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Hak Amil.
Pasal 31
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi
dan
BAZNAS
kabupaten/kota
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), dibiayai dengan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak
Amil.
(2) Selain ayat
pembiayaan (1)
sebagaimana
BAZNAS
provinsi
dimaksud dan
pada
BAZNAS
kabupaten/kota dapat dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan Belanja Negara.
Pasal 32
LAZ dapat menggunakan hak amil untuk membiayai
kegiatan operasional.
Pasal 33
(1) Pembiayaan BAZNAS dan penggunaan Hak Amil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30,
Pasal 31
ayat (1), dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) dan pembiayaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30
dan Pasal 31 dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 34
(1) Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan
terhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS
kabupaten/kota, dan LAZ.
(2) Gubernur
dan
Bupati/Walikota
dan
pengawasan
pembinaan
melaksanakan
terhadap
BAZNAS
provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ sesuai
dengan kewenangannya.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan
ayat
(2)
meliputi
fasilitasi,
sosialisasi,
dan
edukasi.
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 35
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaan
dan pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam rangka:
a. meningkatkan
kesadaran
masyarakat
menunaikan zakat melalui BAZNAS
untuk
dan LAZ;
dan
b. memberikan saran untuk peningkatan kinerja
BAZNAS dan LAZ.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam bentuk :
a. akses terhadap informasi tentang pengelolaan
zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ;
dan
b. penyampaian
informasi
apabila
terjadi
penyimpangan dalam pengelolaan zakat yang
dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ.
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 36
(1)
Pelanggaran
terhadap
ketentuan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 23 ayat (1), Pasal 28
ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3) dikenai
sanksi administratif berupa:
a.
peringatan tertulis;
b.
penghentian sementara dari kegiatan; dan/atau
c. (2)
pencabutan izin.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
LARANGAN
Pasal 37
Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki,
menjaminkan,
menghibahkan,
menjual,
dan/atau
mengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau sosial
keagamaan
lainnya
yang
dana
ada
dalam
pengelolaannya.
Pasal 38
Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku
amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian,
atau
pendayagunaan
zakat
tanpa
izin
pejabat
yang
berwenang.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 39
Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum
tidak melakukan pendistribusian zakat
sesuai dengan
ketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 40
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum
melanggar
ketentuan
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 41
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum
melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud
Pasal 38
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun
dan/atau
pidana
denda
paling
banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 42
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39 dan Pasal 40 merupakan kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 merupakan pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
(1) Badan Amil Zakat Nasional yang telah ada sebelum
Undang-Undang tugas
dan
ini
fungsi
berlaku
sebagai
tetap
menjalankan
BAZNAS
berdasarkan
Undang-Undang ini sampai terbentuknya BAZNAS
yang baru sesuai dengan Undang-Undang ini.
(2) Badan Amil Zakat Daerah provinsi dan Badan Amil
Zakat
Daerah
sebelum
kabupaten/kota
Undang-Undang
yang
ini
telah
berlaku
ada
tetap
menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS
provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota berdasarkan
Undang-Undang
ini
sampai
terbentuknya
kepengurusan baru berdasarkan Undang-Undang
ini.
(3) LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelum
Undang-Undang
ini
berlaku
dinyatakan
sebagai
LAZ berdasarkan Undang-Undang ini.
(4) LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib
menyesuaikan diri paling lambat
5 (lima) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
Peraturan Zakat Nomor
Perundang-undangan
dan
peraturan
pelaksanaan
38
Tahun
1999
(Lembaran
Negera
Republik
Nomor
164;
tentang
Tambahan
tentang
Undang-Undang
Pengelolaan
Indonesia
Lembaran
Pengelolaan
Tahun
Negara
Zakat
1999
Republik
Indonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 45
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, UndangUndang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 46
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus
ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 47
Undang-Undang
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
diundangkan.
Agar
setiap
orang
pengundangan penempatannya
mengetahuinya,
Undang-Undang dalam
Lembaran
memerintahkan
ini
Negara
dengan
Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
25 November 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA
TAHUN
NOMOR 115
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGERA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
ttd.
Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2011
2011
TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT
I. Umum
Negara menjamin memeluk
agamanya
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
masing-masing
dan
beribadat
menurut
agamanya dan kepercayaannya itu. Penunaian zakat merupakan
kewajiban bagi umat yang mampu sesuai dengan syariat Islam.
Zakat
merupakan
meningkatkan
pranata
keagamaan
keadilan,
yang
kesejahteraan
bertujuan
untuk
masyarakat,
dan
penanggulangan kemiskinan.
Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat
harus
dikelola
secara
melembaga
sesuai
dengan
syariat
Islam,
amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan
akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan dalam pengelolaan zakat.
Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentan Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak
sesuai
lagi
dengan
perkembangan
kebutuhan
hokum
dalam
masyarakat sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat yang diatur
dalam
Undang-Undang
ini
meliputi
kegiatan
perencanaan,
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan.
Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu
kota Negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota.
BAZNAS merupakan lembaga yang pemerintah nonstruktural yang
bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui
Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan
tugas pengelolaan zakat secara nasional.
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian,
dan
pendayagunaan
zakat,
masyarakat
membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ mendapat izin LAZ
wajib
dapat
wajib
Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
melaporkan
secara
berkala
kepada
BAZNAS
atas
pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat yang telah diaudit syariah dan keuangan.
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan
syariat Islam. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas
dengan
memperhatikan
prinsip
pemerataan,
keadilan,
dan
kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif
dalam rangka peanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas
umat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
Selain menerima
menerima
infak,
zakat,
sedekah,
dan
BAZNAS dana
atau
sosial
LAZ
juga
keagamaan
dapat
lainnya.
Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial
keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam
dan
dilakukan sesuia dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi
dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri.
Untuk Anggaran Sedangkan
melakukan Pendapatan BAZNAS
tugasnya, dan
BAZNAS
Belanja
provinsi
dan
Negara
dibiayai dan
BAZNAS
Hak
dengan
Amil.
kabupaten/kota
dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak
Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas ”amanah” adalah pengelola
zakat harus dapat dipercaya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas ”kemamfaatan” adalah
pengelolaan
zakat
dilakukan
untuk
memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahik.
Huruf d
Yang dimaksud dengan asas ”keadilan” adalah
pengelolaan zakat dalam pendistribusiannya dilakukan
secara adil.
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas ”kepastian hukum” adalah
dalam pengelolaan zakat terdapat jaminan kepastian
hukum bagi mustahik dan muzaki.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asas ”terintegrasi” adalah
pengelolaan zakat dilaksanakan secara hierarkis dalam
upaya
meningkatkan
pengumpulan,
pendistribusian
dan pendayagunaan zakat.
Huruf g
Yang dimaksud dengan asas ”akuntabilitas” adalah
pengelolaan zakat dapat dipertanggungjawabkan dan
diakses oleh masyarakat.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Yang dimaksud dengan ”rikaz” adalah harta
temuan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”badan usaha” adalah badan
usaha yang dimiliki umat Islam yang meliputi badan
usaha yang tidak berbadan hukum seperti firma dan
yang berbadan hukum seperti perseroan terbatas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak terkait” antara lain
kementerian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau
lembaga luar negeri.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Di Provinsi Aceh, penyebutan BAZNAS provinsi atau
BAZNAS kabupaten/kota dapat menggunakan istilah
baitu mal.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud ”tempat lainnya” antara lain masjid dan
majelis taklim.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”usaha produktif adalah usaha
yang mampu meningkatkan pendapatan, taraf hidup dan
kesejahteraan.
Yang dimaksud dengan ”peningkatan kualitas umat”
adalah peningkatan sumber daya manusia.
Ayat (2)
Kebutuhan dasar mustahik meliputi kebutuhan pangan,
sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
5255
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agamanya masing-masing; b. bahwa penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam Indoneia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat; c. bahwa zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang mampu; d. bahwa upaya penyempurnaan sistem pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar pelaksanaan zakat lebih berhasil guna dan berdaya guna serta dapat dipertanggungjawabkan; e. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut pada butir a, b, c, dan d perlu dibentuk Undangundang Pengelolaan Zakat Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 29, dan Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara; 3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3400); 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Derah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimkasud dengan : 1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. 2. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang musli atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. 3. Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat.
4. Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat. 5. Agama adalah agama Islam. 6. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang agama. Pasal 2 Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat. Pasal 3 Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan amil zakat. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 4 Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai denga Pancasila dan Undang-undang Dasaar 1945. Pasal 5 Pengelolaan zakat bertujuan : 1. meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama; 2. meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial. 3. meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat. BAB III ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT
(1) (2)
(3) (4) (5)
Pasal 6 Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah. Pembentukan badan amil zakat : a. nasional oleh Presiden atas usul Menteri; b. daerah propinsi oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen agama propinsi; c. daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atas usul kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota; d. kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama kecamatan. Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif dan informatif. Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi persyaratan tertentu. Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas dan unsur pelaksana.
Pasal 7 (1) Lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah. (2) Lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 8 Badan amil zakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dan lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
Pasal 9 Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya. Pasal 10 Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri. BAB IV PENGUMPULAN ZAKAT Pasal 11 (1) Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah. (2) Harta yang dikenai zakat adalah : a. emas, perak dan uang; b. perdagangan dan perusahaan; c. Hasil pertanian, perkebunan dan perikanan; d. Hasil pertambangan; e. Hasil peternakan; f. Hasil pendapatan dan jasa; g. tikaz (3) Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum agama. Pasal 12 (1) Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki. (2) Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki. Pasal 13 Badan amil zakat dapat menerima harta selain zakat seperti infaq, shadaqah, wasiat waris dan kafarat. Pasal 14 (1) Muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan hukum agama. (2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartaya dan kewajiban zakatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta bantuan kepada badan amil zakat atau badan amil zakat memberikan bantuan kepada muzakki untuk menghitungnya. (3) Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15 Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri. BAB V PENDAYAGUNAAN ZAKAT Pasal 16 (1) Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama. (2) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif. (3) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri. Pasal 17 Hasil penerimaan infaq, shadaqah, wasiat, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang produktif. BAB VI PENGAWASAN
(1) (2) (3) (4)
Pasal 18 Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil zakat dilakukan oleh unsur pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5). Pimpinan unsur pengawas dipilih langsung oleh anggota. Unsur pengawas berkedudukan di semua tingkatan badan amil zakat. Dalam melakukan pemeriksaan keuangan badan amil zakat, unsur pengawas dapat meminta bantuan akuntan publik.
Pasal 19 Badan amil zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan tingkatannya. Pasal 20 Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan lembaga amil zakat. BAB VII SANKSI Pasal 21 (1) Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat, infaq, shadaqah, wasiat, hibah, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 12, Pasal 13 dalam Undang-undang ini diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). (2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) di atas merupakan pelanggaran. (3) Setiap petugas badan amil zakat dan petugas lembaga amil zakat yang melakukan tindak pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 22 Dalam hal muzakki berada atau menetap di luar negeri, pengumpulan zakatnya dilakukan oleh unit pengumpul zakat pada perwakilan Republik Indonesia, yang selanjutnya diteruskan kepada badan amil zakat nasional. Pasal 23 Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pemerintah wajib membantu operasional badan amil zakat.
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24 (1) Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan zakat masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang ini. (2) Selambat-lambatnya dua tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini, setiap organisasi pengelolaan zakat yang telah ada wajib menyesuaikan menurut ketentuan Undang-undang ini. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. MULADI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 164
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT I. UMUM Memajukan kesejahteraan umum merupakan salah satu tujuan nasional negara Republik Indonesia yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, bangsa Indonesia senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materiil mental spiritual, antara lain melalui pembangunan di bidang agama yang mencakup terciptanya suasana kehidupan beragama yang penuh keimanan dan ketakwaan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, meningkatnya akhlak mulia, terwujudnya kerukunan hidup umat beragama yang dinamis sebagai landasan persatuan dan kesatuan bangsa, dan meningkatnya peran serta masyarakat dalam pembangunan nasional. Guna mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya, antara lain dengan menggali dan memanfaatkan dana melalui zakat. Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukan bagi mereka yang berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat. Agar dapat menjadi sumber dana yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara profesioanal dan bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban memberukan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan pengelola zakat. Untuk maksud tersebut, perlu adanya Undang-undnag Pengelolaan Zakat yang berasaskan iman dan takwa dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, kemaslahatan, keterbukaan dan kepastian hukum sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan pengelolaan zakat adalah meningkatnya kesadaran masyarakat dalam penunaian dan dalam pelayanan ibadah zakat, meningkatnya fungsi dan perananan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta meningkatnya hasi guna dan daya guna zakat. Undang-undang tentang Pengelolaan Zakat juga mencakup pengelolaan infaq, shadaqah, wasiat, waris, hibah, dan kafarat dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan agar menjadi pedoman bagi muzakki dan mustahiq, baik perseorangan maupun badan hukum dan/atau badan usaha. Untuk menjamin pengelolaan zakat sebagai amanah agama, dalam Undang-undang ini ditentukan adanya unsur pertimbangan dan unsur pengawas yang terdiri atas ulama, kaum cendikia, masyarakat dan pemerintah serta adanya sanksi hukum terhadap pengelola. Dengan dibentuknya Undang-undang tentang Pengelolaan zakat, diharapkan dapat ditingkatkan kesadaran muzakki untuk menunaikan kewajiban zakat dalam rangka menyucikan diri terhadap harta yang dimilikinya, mengangkat derajat mustahiq, dan meningkatnya keprofesionalan pengelola zakat, yang semuanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2
Yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adalah warga negara Indonesia yang berada atau menetap baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Yang dimaksud dengan mampu adalah mampu sesuai dengan ketentuan agama. Pasal 3 Yang dimaksud dengan amil zakat adalah pengeola zakat yang diorganisasikan dalam suatu badan atau lembaga. Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pemerintah adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat membentuk badan amil zakat Nasional yang berkedudukan di ibu kota negara. Pemerintah daerah membentuk badan amil zakat daerah yang berkedudukan di ibu kota propinsi, kabupaten atau kota dan kecamatan. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Badan amil zakat kecamatan dapat membentuk unit pengumpul zakat di desa atau di kelurahan. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan masyarakat ialah ulama, kaum cendekia dan tokoh masyarakat setempat. Yang dimaksud dengan memenuhi persyaratan tertentu antara lain memiliki sifat amanah, adil, berdedikasi, profesional, dan berintegritas tinggi. Ayat (5) Unsur pertimbangan dan unsur pengawas terdiri atas para ulama, kau cendekia, tokoh masyarakat dan wakil pemerintah. Unsur pelaksana terdiri atas unit administrasi, unit pengumpul, unit pendistribusi, dan unit lain sesuai dengan kebutuhan. Untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat, dapat dibentuk unit pengumpul zakat sesuai dengan kebutuhan di instansi pemerintah dan swasta, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pasal 7 Ayat (1) Lembaga amil zakat adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 8 Agar tugas pokok lebih berhasil guna dan berdaya guna, badan amil zakat perlu melakukan tugas lain, seperti penyuluhan dan pemantauan. Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11
Ayat (1) Zakat mal adalah baigan harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Zakat fitrah adalah sejumlah bahan makanan pokok yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan oleh setiap orang muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan untuk sehari pada hari raya Idul Fitri. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Nishab adalah jumlah minimal harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya. Kadar zakat adalah besarnya perhitungan atau presentase zakat yang harus dikeluarkan. Waktu zakat dapat terdiri atas haul atau masa pemilikan harta kekayaan selama dua belas bulan Qomariah, tahun Qomariah, panen atau pada saat menemukan tikaz. Pasal 12 Ayat (1) Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat harus bersifat proaktif melalui kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi. Ayat (2) Yang dimaksud dengan bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat adalah memberi kewenangan kepada bank berdasarkan persetujuan nasabah selaku muzakki untuk memungut zakat harta simpanan muzakki yang kemudian diserahkan kepada badan amil zakat. Pasal 13 Dalam ketentuan yang dimaksud dengan : infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Shadaqah adalah harta yang dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim, di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Hibah adalah pemberian uang atau barang oleh seorang atau badan yang dilaksanakan pada waktu orang itu hidup kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat. Wasiat adalah pesan untuk memberikan suatu barang kepada badan ail zakat atau lembaga amil zakat, pesan itu baru dilaksanakan sesudah pemberi wasiat meninggal dunia dan sesudah diselesaikan penguburannya dan pelunasan utang-utangnya jika ada. Waris adalah haarta tinggalan seorang yang beragama islam, yang diserahkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rafaat adalah dendda wajib yang dibayar kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat oleh orang yang melanggar ketentuan agama. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Pengurangan zakat dari laba/pendapatan sisa kena pajak dimaksudkan agar wajib pajak tidak terkena beban ganda, yakni kewajiban membayar zakat dan pajak. Kesadaran membayar zakat dapat memacu kesadaran membayar pajak. Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Mustahiq delapan ashnaf ialah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, shabilillah, dan ibnussabil yang di dalam aplikasinya dapat meliputi orang-orang yang paling tidak berdaya secara ekonomi seperti anak yatim, orang jompo, penyandang cacat, orang yang menuntut ilmu, pondok pesantren, anak terlantar, orang yang terlilit utang, pengungsi yang terlantar dan korban bencana alam. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 17 Pendayagunaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat diutamakan untuk usaha yang produktif agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengadministrasian keuangannya dipisahkan dari pengadministrasian keuangan zakat. Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat 4 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Peran serta masyarakat diwujudkan dalam bentuk : a. memperoleh informasi tentang pengelolaan zakat yang dikelola oleh badan amil zakat dan lembaga amil zakat; b. menyampaikan saran dan pendapat kepada badan amil zakat dan lembaga amil zakat; c. memberikan laporan atas terjadinya penyimpangan pengelolaan zakat. Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1) Selama ini ketentuan tentang pengelolaan zakat diatur dengan keputusan dan instruksi menteri. Keputusan tersebut adalah keputusan bersama menteri dalam negeri Republik Indonesia dan menteri agama Republik Indonesia Nomor 29 dan 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan shadaqah diikuti dengan instruksi menteri agama Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1991 tentang Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah dan instruksi menteri dalam negeri Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3885
PROFIL DAN KINERJA ILMIAH PROFIL L.M. HARAFAH adalah staf pengajar (dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta Pasca Sarjana Universitas Haluoleo Kendari) yang lahir pada tanggal 23 Maret 1964 di Tobea Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Menamatkan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di kota Raha sebagai ibukota Kabupaten Muna. Strata Satu (S1) pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Halu Oleo (periode 1984 – 1988), sedangkan Strata Dua (S2) pada Program Studi Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Ujung Pandang (periode 1991 – 1993). Kemudian Strata Tiga (S3) pada Program Studi Ekonomi Sumber Daya Manusia Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya (periode 1998 – 2002). Gelar Profesor (Guru Besar) bidang Ilmu Ekonomi diraih sejak tanggal 31 Oktober 2008 sesuai SK. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 79392/A4.5/KP/2008. Selanjutnya, pengukuhan Profesor (Guru Besar) oleh Rektor Universitas Halu Oleo atas nama Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia pada tanggal 26 Oktober 2010 dengan pidato ilmiah berjudul “ Zakat Sebagai Alternatif Pemberdayaan Ekonomi Umat”.
PROFIL DAN KINERJA ILMIAH
223
KINERJA ILMIAH Pada pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, di mana dharma pertama, yakni pendidikan dan pengajaran dilakukan dengan konsentrasi mata kuliah : Filsafat, Ekonomi Sumber Daya Alam, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Ekonomi Syariah, Ekonomi Makro dan Mikro serta berbagai konsentrasi ilmu lainnya. Kemudian untuk dharma kedua, yakni penelitian dapat dilakukan berupa hasil penelitian dan dalam bentuk jurnal baik lokal, nasional maupun internasional. Hasil penelitian yang telah dilakukan, yakni : (1) Analisis Ekonomi Eksploitasi Aspal dan Nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara, (2) Produktivitas Pekerja Sektoral di Provinsi Sulawesi Tenggara, (3) Kajian Ekonomi Konsumsi Non Beras Sebagai Upaya Ketahanan Pangan Nasional. Dalam bentuk jurnal yang telah terpublikasi, yakni : (a) Entrepreneurship and its Impact on
Business Performance Improvement and Poverty Reduction (An Empirical Study Micro Business Industrial Sector in Kendari), (b) The Influence of Micro Industry Entrepreneurship in the Process of Poverty Alleviation (Studies in the Food Industry Center at Souteast Sulawesi), (c) Effect Of Role of Government and Social Capital For Small Industries Empowerment, (d) Analisis Interaksi Arus Orientasi Barang Antar Kecamatan Pada Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) II Kabupaten Muna, dan (e) Kajian Ekonomi Tentang Produk Unggulan Strategis Non Beras Dalam Percepatan dan Perluasan Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan di Provinsi Sulawesi Tenggara.
PROFIL DAN KINERJA ILMIAH
224
Selanjutnya untuk dharma ketiga, yakni pengabdian pada masyarakat dapat dilakukan berupa : pembinaan dan
penyuluhan serta pelatihan tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Pembinaan Perkoperasian di Provinsi Sulawesi Tenggara. Buku yang telah terbit dan mempunyai International Serial Book Number (ISBN), yakni : (1) Kesepadanan Sains, Sekelumit Filsafat dan Metodologi Penelitian, (2) Logika Sains, Pemahaman Filsafat dan Metodologi Penelitian, (3) Pembangunan Berkelanjutan, Pemahaman Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, (4) Kesepanan Pembangunan, (5) Zakat Itu Perlu Dalam Rangka Memberdayakan Ekonomi Umat, dan (6) Ekonomi Regional (Sektor Basis dan Unggulan Daerah). Kemudian buku yang akan segera terbit adalah : (1) Multi Aspek Filsafat, dan (2) Ekonomi Pertanian (Konsumsi Non Beras).
PROFIL DAN KINERJA ILMIAH
225